BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penggunaan bahan tambahan atau zat aditif
pada makanan semakin
meningkat, terutama setelah adanya penemuan-penemuan termasuk keberhasilan dalam mensintesis bahan kimia baru yang lebih praktis, lebih murah, dan lebih mudah diperoleh. Penambahan bahan tambahan/zat aditif ke dalam makanan merupakan hal yang dipandang perlu untuk meningkatkan mutu suatu produk sehingga mampu bersaing di pasaran.[1] Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, beberapa zat pewarna telah mengalami perkembangan seperti halnya zat pewarna hasil rekayasa teknologi yang ikut berkembang. Warna merupakan salah satu faktor penentu yang dilihat oleh seseorang sebelum memutuskan untuk memilih suatu barang yang termasuk di dalamnya adalah makanan dan minuman. Makanan yang memiliki warna cenderung lebih menarik untuk dipilih konsumen daripada makanan yang tidak berwarna. Pemakaian zat pengawet, pemanis dan pewarna sintetik pada makanan dan minuman telah banyak digunakan. Khususnya zat pewarna, masih banyak ditemukan pemakaian zat pewarna berbahaya bagi manusia, contohnya: Rhodamin B, Sudan I, Metanil Yellow, Citrus Red, Violet dan lain-lain. Pewarnapewarna tersebut dinyatakan berbahaya oleh Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor: 239 / Men.Kes / Per / V / 85.[2] Harga menjadi salah satu alasan oleh produsen untuk menggunakan zat pewarna tekstil untuk ditambahkan pada produk makanan mereka, dimana zat pewarna tekstil relatif lebih murah dan biasanya warnanya lebih menarik dibanding dengan zat pewarna untuk makana. Contohnya pemakaian Rhodamin B yang masih banyak digunakan sebagai pewarna makanan. Pemberian zat pewarna berbahaya seperti Rhodamin B yang dipakai dalam bahan makanan juga disebabkan karena ketidaktahuan tentang zat pewarna apa saja yang diperbolehkan dan yang tidak diperbolehkan untuk ditambahkan pada makanan. Masyarakat kurang mengetahui
bahwa Rhodamin B yang digunakan dalam makanan dapat menimbulkan gangguan kesehatan tubuh mereka. Rhodamin B merupakan zat warna sintetik yang umum digunakan sebagai pewarna tekstil. Menurut Peraturan Pemerintah RI No. 28 Tahun 2004, Rhodamin B merupakan zat warna tambahan yang dilarang penggunaannya dalam produk-produk pangan. Rhodamin B dapat menyebabkan iritasi saluran pernafasan, iritasi kulit, iritasi pada mata, iritasi pada saluran pencernaan, keracunan, dan gangguan hati, akan tetapi sampai sekarang masih banyak produsen yang menggunakan Rhodamin B dalam produk makanan dan minuman yang dihasilkannya. Rhodamin B ditemukan dalam produk kerupuk, jelli/agar-agar, aromanis, dan minuman serta dalam terasi. Zat warna Rhodamin B walaupun telah dilarang penggunaanya ternyata masih ada produsen yang sengaja menambahkan zat warna Rhodamin B untuk produk minuman sebagai pewarna merah dengan alasan warnanya sangat bagus, mudah didapat, dan murah harganya. Sebagian besar produk tersebut tidak mencantumkan kode, label, merek, jenis atau data lainnya. Para pedagang minuman menggunakan pewarna untuk memperbaiki warna merah minuman yang berkurang (menjadi pudar) akibat penambahan bahan lain.[4] Rhodamin B dapat terakumulasi pada tubuh manusia dan bersifat karsinogenik yang dalam jangka panjang menyebabkan penyakit-penyakit seperti kanker dan tumor pada organ tubuh manusia.[2,3] Petugas Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan (BBPOM) Semarang pada Januari 2010, menemukan beberapa jajanan sekolah yang mengandung zat-zat berbahaya bagi manusia saat melakukan pemeriksaan rutin makanan di SD Negeri Pendrikan Tengah 01-02 di Jalan Sadewa Semarang dan SD Masehi di Jalan Imam Bonjol. Dari beberapa jajanan sekolah yang diperiksa ternyata ditemukan dua produk jajanan yang mengandung zat berbahaya, yaitu formalin yang ditemukan pada mie goreng dan Rhodamin B (pewarna tekstil) ditemukan pada kerupuk.[5] BBPOM Makasar pada tahun 2009 sampai 2010 ini menemukan 72 sampel makanan yang mengandung zat pewarna berbahaya, salah satunya adalah Rhodamin B.[6] Di Jogja pada tanggal 5 Januari 2010, BBPOM menemukan Rhodamin pada es puter di SD Keputren 1. Rhodamin dan zat berbahaya lain juga ditemukan di Kota Serang. Pada pemeriksaan awal bulan Desember 2009, BBPOM memeriksa sekitar
157 sampel makanan. Dari jumlah tersebut ditemukan 18 jajanan anak positif mengandung zat berbahaya. Temuan pertama 3 sampel makanan mengandung formalin, yang kedua ditemukan 5 makanan mengandung boraks, dan yang ketiga ada 10 makanan mengandung Rhodamin B.[7] Penelitian Paramita Erwin Budiyanto pada tahun 2008, telah menemukan Rhodamin B pada saos dan cabe giling di pasar Kecamatan Laweyan Kotamadya Surakarta. Hal ini menunjukkan penggunaan Rhodamin sebagai pewarna makanan sudah meluas ke hampir seluruh kota di Indonesia.[3] Pengetahuan termasuk faktor presdisposisi dimana merupakan faktor yang mempermudah dan mendasari untuk terjadinya perilaku tertentu. Pengetahuan tentang pewarna makanan yang rendah, memungkinkan produsen menggunakan Rhodamin B sebagai bahan tambahan makanan. Makanan yang mengandung Rhodamin B, warnanya lebih mencolok daripada makanan yang berwarna alami. Hal ini sangat berbahaya bagi kesehatan karena adanya residu logam berat pada pewarna tersebut. Timbulnya penyalahgunaan tersebut antara lain disebabkan ketidaktahuan masyarakat mengenai zat pewarna untuk pangan disamping itu harga zat pewarna untuk industry jauh lebih murah dibandingkan dengan harga zat pewarna untuk pangan.[19] Dari hasil observasi di sekolah Kelurahan Jomblang dan Sompok Kota Semarang, banyak pedagang yang menjual jajannya dengan menambahkan saos yang tidak bermerek. Pada penelitian pendahuluan, diambil 9 sampel saos pada pedagang jajanan sekolah di Kelurahan Jomblang dan Sompok serta diperoleh 30% saos pada pedagang jajanan yang mengandung Rhodamin B. Saos cabai yang mengandung Rhodamin B tersebut berwarna merah mencolok. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian tentang pengetahuan pedagang tentang pewarna makanan dengan keberadaan Rhodamin B pada saos cabai yang dijual pedagang jajanan di sekolah Kelurahan Jomblang.
B. Perumusan Masalah
Rumusan masalah dari penelitian ini adalah “Apakah ada hubungan pengetahuan tentang pewarna makanan dengan keberadaan Rhodamin B pada saos cabai yang dijual pedagang jajanan di sekolah Kelurahan Jomblang Kota Semarang”.
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Tujuan dari penelitian adalah untuk mengetahui “Hubungan pengetahuan pedagang tentang pewarna makanan dengan keberadaan Rhodamin B pada saos cabai yang dijual pedagang jajanan di sekolah Kelurahan Jomblang Kota Semarang”. 2. Tujuan Khusus a. Mengidentifikasi pedagang jajanan yang menjual saos cabai. b. Mendeskripsikan pengetahuan pedagang tentang pewarna makanan. c. Mendeskripsikan keberadaan Rhodamin B pada saos yang dijual pedagang jajanan. d. Menganalisis hubungan pengetahuan tentang pewarna makanan dengan keberadaan Rhodamin B pada saos cabai yang jual pedagang jajanan di sekolah Kelurahan Jomblang.
D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Pedagang a. Memberi informasi bahwa zat warna Rhodamin B bukan merupakan bahan tambahan pangan. b. Memberi informasi tentang bahan tambahan pangan yang diijinkan dan dilarang penggunaannya dalam pangan. 2. Bagi Masyarakat Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat tentang keamanan pangan khususnya tentang keberadaan zat pewarna Rhodamin B pada makanan yang dijual pada pedagang jajanan di sekolahan. 3. Bagi Instansi Terkait
Sebagai bahan evaluasi terhadap progam yang telah berjalan, sekaligus membantu melaksanakan fungsi pengawasan keamanan pangan khususnya tentang keberadaan zat pewarna Rhodamin B yang digunakan dalam makanan yang dijual pedagang jajanan di sekolah Kelurahan Jomblang.
E. Bidang Ilmu Penelitian ini merupakan penelitian di bidang ilmu kesehatan masyarakat pada bidang keamanan pangan (food safety).
F. Keaslian Penelitian Perbedaan penelitian ini dengan 3 penelitian lainnya adalah pada obyek penelitian dan variabel penelitian. Variabel penelitian tentang analisis Rhodamin B dalam saos dan cabe giling, variabel bebasnya keberadaan Rhodamin B dan variabel terikatnya saos dan cabe giling dengan studi deskriptif cross sectional.[3] Penelitian tentang identifikasi dan tingkat penerimaan konsumen (warna dan bau) terhadap keberadaan Rhodamin B pada minuman sirup, variabel bebasnya yaitu keberadaan Rhodamin B dan variabel terikatnya tingkat penerimaan konsumen (warna dan bau) dengan studi analitik cross sectional.[28] Serta penelitian tentang penggunaan zat warna Rhodamin B pada terasi berdasarkan pengetahuan dan sikap produsen terasi, variabel bebas pada penelitiannya adalah Penggunaan Rhodamin B dan variabel terikatnya pengetahuan dan sikap produsen dengan studi analitik cross sectional.[29] Sedangkan penelitian sekarang adalah hubungan pengetahuan tentang pewarna makanan dengan keberadaan Rhodamin B pada saos cabai yang dijual pedagang jajanan di sekolah Kelurahan Jomblang. Dimana variabel bebasnya yaitu pengetahuan pedagang tentang pewarna makanan pada saos cabai yang dijual. Sedangkan variabel terikatnya keberadaan Rodamin B pada saos cabai.
Tabel 1.1 Keaslian Penelitian No. 1.
2.
3.
Jenis Penelitian Deskriptif
Variabel Bebas dan Terikat -Keberadaan Rhodamin B dalam saos cabai giling
Identifikasi dan tingkat penerimaan konsumen ( warna dan bau ) terhadap keberadaan rhodamin B pada minuman sirup di Kelurahan Tembalang Kota Semarang
Analitik
-Keberadaan Rhodamin B -Tingkat penerimaan konsumen (warna dan bau)
Penggunaan zat warna Rhodamin B pada terasi berdasarkan pengetahuan & sikap produsen terasi di Kec.Bonang Kota Rembang.
Analitik
-Penggunaan Rhodamin B -Pengetahuan & sikap Produsen
Peneliti
Judul
Paramita Erwin Budianto , 2008
Analisis Rhodamin B dalam saos dan cabe giling di pasar Kecamatan Laweyan Kotamadya Surakarta dengan metode kromatografi lapis tipis
Daviq Abid Ardani, 2008
Siti Sumargi ningsih, 2009
Hasil Ada kandungan Rhodamin B pada saos dan cabe giling yang tidak bermerek
35% sirup tidak bermerk mengandung Rhodamin B dan 100% sirup bermerk tidakmengandung Rhodamin B. Ada perbedaan yang bermakna tingkat penerimaan warna dan bau sirup tidak bermerk dan sirup bermerk. Terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan dan sikap produsen dengan penggunaan zat pewarna Rhodamin B pada terasi