BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Komitmen Indonesia untuk mencapai tujuan Pembangunan Millennium Development
Goals
(MDGs)
mencerminkan
adanya
dukungan
untuk
meningkatkan kesejahteraan rakyat dan memberikan konstribusi kepada peningkatan kesejahteraan masyarakat dunia. Pemerintah Indonesia mempunyai target menurunkan angka kematian ibu menjadi 102/100.000 kelahiran hidup pada tahun 2015 untuk menurunkan angka kematian ibu tersebut, MDGs menjadi acuan penting dalam penyusunan Dokumen Perencanaan Pembangunan Nasional, Rencana Pembangunan Jangka Panjang Bidang Kesehatan 2005-2025 serta Rencana Strategi Kementerian Kesehatan 2009-2014 (Bappenas, 2010). Angka Kematian Ibu (AKI), Angka Kematian Neonatus (AKN), Angka Kematian Bayi (AKB), dan Angka Kematian Balita (AKABA) merupakan beberapa indikator status kesehatan masyarakat. Dewasa ini AKI dan AKB di Indonesia masih tinggi dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya. Menurut data Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2007, AKI 228 per 100.000 kelahiran hidup, AKB 34 per 1.000 kelahiran hidup, AKN 19 per 1.000 kelahiran hidup, AKABA 44 per 1.000 kelahiran hidup (Depkes, 2009). Penduduk Indonesia pada tahun 2007 adalah 225.642.000 jiwa dengan Crude Birth Rate (CBR) 19,1 maka terdapat 4.287.198 bayi lahir hidup. AKI 228/100.000 kelahiran hidup (KH) berarti ada 9.774 ibu meninggal per tahun atau 1 ibu meninggal tiap jam oleh sebab yang berkaitan dengan kehamilan, persalinan dan nifas. Besaran kematian neonatal, bayi dan balita jauh lebih tinggi, dengan AKN 19/1.000 KH, AKB 34/1.000 KH dan AKABA 44/1.000 KH berarti ada 9 Neonatal, 17 bayi dan 22 balita meninggal tiap jam (Depkes, 2009). Adapun tujuan ke 5 dari MDGs yaitu meningkatkan kesehatan ibu yang terdiri dari target a) menurunkan angka kematian ibu hingga tiga-perempat dalam kurun waktu 1990-2015 dengan indikator pertama, angka kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup dengan acuan dasar tahun 1991 sebesar 390 (SKDI) 1
2
target nasional 2014 berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014 sebesar 118 dan target 2015 sebesar 102 per 100.000 kelahiran hidup. Indikator kedua yaitu proporsi kelahiran yang ditolong tenaga kesehatan terlatih dengan acuan dasar pada tahun 1992 kelahiran ditolong oleh tenaga kesehatan hanya sebesar 40,70% (Susenas), tahun 2009 sebesar 77,34% (Susenas) sedangkan target nasional sebesar 90% (RPJMN 2010-2014). b) mewujudkan akses kesehatan reproduksi bagi semua pada tahun 2015 yang terdiri dari 4 indikator. Pertama, angka pemakaian kontrasepsi/ Contraceptive Prevalence Rate (CPR) pada perempuan menikah usia 15-49 tahun; kedua, angka kelahiran remaja (perempuan usia 15-19); ketiga, cakupan pelayanan antenatal; keempat, unmet need (kebutuhan keluarga berencana/KB) yang tidak terpenuhi. AKI merupakan salah satu indikator untuk melihat derajat kesehatan perempuan. Dari hasil survei yang dilakukan AKI telah menunjukkan penurunan dari waktu ke waktu, namun demikian upaya untuk mewujudkan target tujuan pembangunan millenium AKI sebesar 102 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2015 masih membutuhkan komitmen dan usaha keras yang terus menerus (Bappenas, 2010). Salah satu faktor tingginya AKI di Indonesia adalah disebabkan masih rendahnya cakupan pertolongan oleh tenaga kesehatan oleh karena itu Departemen Kesehatan menetapkan target 90 persen persalinan ditolong oleh tenaga medis pada tahun 2015. Perbandingan dengan hasil survei SDKI bahwa persalinan yang ditolong oleh tenaga medis profesional meningkat dari 66 persen dalam SDKI 2002-2003 menjadi 73 persen dalam SDKI 2007. Angka ini relatif rendah apabila dibandingkan dengan negara tetangga seperti Singapura, Malaysia, Thailand di mana angka pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan hampir mencapai 90%. Berdasarkan proyeksi angka pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan nampak bahwa ada pelencengan dari tahun 2004 angka pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan di bawah dari angka proyeksi, apabila hal ini tidak menjadi perhatian maka diperkirakan angka pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan sebesar 90 % pada tahun 2015 tidak akan tercapai, konsekuensi
3
lebih lanjut bisa berimbas pada meningkatnya resiko angka kematian ibu (Bappenas, 2010) . Di Nepal telah membuat program safe motherhood sejak tahun 2004 berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Tahun 2006 menunjukkan penurunan rasio mortalitas ibu dari 539 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 1997 menjadi 281 per 100.000 kelahiran hidup. Program Nasional Safe Motherhood ini telah memberikan peningkatan di bidang kesehatan sejak dimulai pada 1997, survey tahun 2006 menunjukkan ada kemajuan dalam mengurangi angka kematian ibu sebesar 33% dan meningkatkan pemanfaatan pelayanan antenatal meningkat dari 39% menjadi 72% dan beberapa kegiatan lainnya di dukung oleh adanya Support Safe Motherhood Program (SSMP) yang merupakan keberlanjutan dari Nepal Safer Motherhood Project (1997-2004). Meskipun terdapat peningkatan kesehatan, pelayanan kesehatan masih terkendala oleh sumber daya dan kekurangan staf, terutama di daerah pedesaan. Sebuah survei yang dilakukan oleh UNICEF (United Nation International Children Fund didelapan kabupaten yang termasuk daerah Proyek SSMP, menunjukkan tingkat pemilihan untuk layanan dokter dan perawat hanya 50-60%, bahkan di rumah sakit tingkat kabupaten. Pelayanan sering dianggap berkualitas buruk dan tidak memenuhi kebutuhan perempuan, sebagaimana dibuktikan dalam sebuah studi oleh Save the Children program Access AS menemukan bahwa ibu hamil yang tidak memanfaatkan pelayanan dan memilih melahirkan di rumah kecuali dalam keadaan darurat atau ekstrim. Upaya untuk meningkatkan pelayanan kebidanan dan kegawatdaruratan harus dilengkapi dengan keterlibatan masyarakat dan LSM lokal dalam mempromosikan akses ke
pelayanan
kesehatan dan terutama pada masyarakat terpinggirkan (Barker, C.E., et al., 2007). Renstra Kemenkes 2009-2014 (2010), menyebutkan isu pokok pembangunan kesehatan, salah satunya meliputi: a) terbatasnya aksesibilitas terhadap pelayanan kesehatan yang berkualitas, terutama pada kelompok rentan seperti: penduduk miskin, daerah tertinggal, terpencil, perbatasan dan kepulauan terdepan, b) pelayanan kesehatan ibu dan anak yang sesuai standar masih terbatas,
4
c) belum teratasinya permasalahan gizi secara menyeluruh, d) masih tingginya angka kesakitan dan kematian akibat penyakit menular dan tidak menular, e) belum terlindunginya masyarakat secara maksimal terhadap beban pembiayaan kesehatan, f) belum terpenuhinya jumlah, jenis, kualitas serta penyebaran sumberdaya manusia kesehatan dan belum optimalnya dukungan kerangka regulasi ketenagaan kesehatan. g) masih terbatasnya kemampuan manajemen dan informasi kesehatan meliputi pengelolaan administrasi dan hukum kesehatan, h) permasalahan manajerial dalam sinkronisasi dalam perencanaan dan anggaran terintegrsi lintas program dan sektor. Kondisi geografis, persebaran penduduk dan sosial budaya merupakan beberapa faktor penyebab rendahnya aksesibilitas terhadap pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan. Masalah utama dalam pengelolaan tenaga kesehatan adalah distribusi sumber daya manusia kesehatan yang kurang merata. Penyebaran tenaga medis lebih banyak tersedia di daerah dengan sosial ekonomi daerah yang lebih maju, sementara di daerah terpencil dan sangat terpencil banyak yang tidak memiliki tenaga medis. Perluasan pelayanan kesehatan hingga ke pedesaan dan daerah terpencil yang diikuti dengan pola sistem rujukan yang efektif dari desa, puskesmas dan ke rumah sakit merupakan salah satu strategi yang dapat dilakukan untuk mengurangi angka kematian ibu (Yanqiu, G,. Ronsmans, C., & Lin, 2009). Demikian halnya dengan distribusi bidan desa, hampir seluruh desa sudah mempunyai bidan desa tetapi pada kenyataannya di lapangan banyak desa yang tidak memiliki bidan (Hapsara, 2004). Sekitar 99% dari 500.000 kematian perempuan yang diperkirakan terjadi setiap tahun sebagai akibat dari kehamilan dan berlangsung di negara berkembang, sepertiga dari kematian tersebut pada wanita usia 15-49 tahun. Keahlian dari petugas pelayanan kesehatan saat melahirkan dan akses yang tepat untuk perawatan darurat obstetri dengan melakukan
intervensi
di fasilitas
kesehatan, merupakan langkah penting dalam mengurangi ibu mortality dan morbiditas karena sebagian besar persalinan komplikasi tidak dapat diprediksi atau dicegah. Hal ini mengharuskan pemerintah mengembangkan strategi yang memungkinkan ibu hamil mengakses pelayanan kesehatan yang efektif dan
5
berkualitas (Brugha & Pritze-Aliassime, 2003). Situasi akan lebih buruk terjadi pada negara berkembang karena kurangnya akses layanan kesehatan modern serta penggunaan layanan kesehatan yang rendah, contohnya di Bangladesh (Chakraborty, N., et al., 2003). Hasil survei Women Research Institute, (2007) terhadap akses dan pemanfaatan pelayanan kesehatan reproduksi bagi perempuan miskin di 7 kabupaten di Lampung Utara, Lebak, Indramayu, Solo, Jembrana, Lombok Tengah dan Sumbawa mengatakan semakin jauh dan semakin sulit jarak tempuh mengakses fasilitas dan tenaga kesehatan, dukun menjadi alternatif pilihan utama. Walaupun ada jaminan pelayanan kesehatan gratis, tidak serta merta mengurangi pilihan perempuan miskin untuk ke dukun seperti di Lebak, Lampung Utara dan Sumba Barat karena sosialisasi layanan gratis tidak merata dan dukun mudah diakses. Pilihan masyarakat ke dukun dipengaruhi oleh jarak tempuh, pelayanan perawatan bayi dan ibu pasca melahirkan selain itu adanya fleksibilitas pembayaran dan kepercayaan serta tradisi masyarakat yang masih kuat sedangkan Suryawati (2007) menyatakan pasien lebih banyak memilih bidan (63,3%) dengan alasan pengalaman kerja dan peralatan lengkap sedangkan yang memilih dukun bayi (18,4%) dengan alasan kedekatan dengan tempat tinggal atau keterjangkauan jarak. Ada sekitar 4 juta kematian neonatal dan 500.000 kematian ibu di seluruh dunia setiap tahun. Sebagian besar kematian tersebut terjadi di negara berkembang, sebanyak
43% dari kelahiran yang ditolong oleh dukun bayi,
proporsi umumnya lebih tinggi di daerah pedesaan dengan sebagian besar persalinan berlangsung di rumah (Bello et al., 2008) Ada empat strategi utama bagi upaya peningkatan cakupan pelayanan kesehatan ibu yaitu: Pertama, meningkatkan akses dan cakupan pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir yang berkualitas dan cost effective. Kedua, membangun kemitraan yang efektif melalui kerja sama lintas program, lintas sektor, dan mitra lainnya. Ketiga, mendorong pemberdayaan wanita dan keluarga melalui peningkatan pengetahuan dan perilaku sehat. Keempat, mendorong keterlibatan masyarakat dalam menjamin penyediaan dan pemanfaatan pelayanan ibu dan bayi baru lahir(Palupi, 2005).
6
Salah satu pendekatan untuk memantau sebaran akses dan kesenjangan ketersediaan sumber daya pelayanan kesehatan ibu dan perinatal di tingkat kabupaten dapat menggunakan model pendekatan Service Availability Mapping (SAM) (WHO, Institute of Public Health, 2006). Dengan penggunaan teknologi dapat membantu dalam perencanaan, monitoring dan evaluasi serta pengambilan keputusan program kesehatan ibu dan perinatal di berbagai tingkatan dalam upaya untuk meningkatkan cakupan pelayanan kesehatan ibu serta menanggulangi tingkat kematian ibuute yang diintegrasikan dengan ketersediaan sumber daya kesehatan dan memberikan informasi spasial penyebaran tenaga, sarana kesehatan dan program serta aksesibilatas pelayanan kesehatan. Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Maros karena sejak 2008 hingga 2012 masih terdapat kasus jumlah kematian ibu yang berfluaktuasi, yaitu tahun 2008 terdapat 4 kasus kematian ibu meningkat menjadi 19 tahun 2009 yang merupakan jumlah kematian tertinggi di Sulawesi Selatan serta tahun 2010 hingga 2012 masih terdapat 9 dan 5 kasus kematian ibu. Selain itu berdasarkan data Profil Kesehatan tahun 2012, dari 103 desa/kelurahan di Kabupaten Maros terdapat 108 bidan desa sedangkan bidan yang menetap di desa hanya 72 bidan desa serta masih terdapat desa yang tidak mempunyai sarana kesehatan untuk pelayanan kesehatan ibu(Dinkes Kab. Maros, 2011, 2012).
B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas maka dirumuskan permasalahan sebagai berikut : Bagaimanakah pola distribusi sumber daya kesehatan, program kesehatan ibu, aksesibilitas dan cakupan program kesehatan ibu serta keterkaitan tenaga kesehatan dan non kesehatan (dukun bersalin) di Kabupaten Maros melalui pendekatan SAM.
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Menggambarkan pola distribusi sumber daya kesehatan dan non kesehatan, program kesehatan ibu dan aksesibiltas pelayanan kesehatan serta cakupan
7
program kesehatan
ibu di Kabupaten Maros melalui pendekatan Service
Availability Mapping (SAM) 2. Tujuan Khusus a. Menggambarkan pola distribusi sumber daya program kesehatan ibu melalui pendekatan SAM di Kabupaten Maros yaitu : 1. Distribusi tenaga kesehatan dan non kesehatan (dukun bersalin). 2. Distribusi sarana kesehatan. 3. Distribusi Pembiayaan program kesehatan ibu. 4. Distribusi Program pelayanan kesehatan ibu. b. Menggambarkan pencapaian dan target cakupan pelayanan kesehatan ibu melalui pendekatan SAM di Kabupaten Maros. c. Menggambarkan aksesibilitas pelayanan kesehatan ibu di Kabupaten Maros. d. Menggambarkan keterkaitan sumber daya tenaga kesehatan, dukun bersalin
dengan cakupan antenatal care (K4), pertolongan persalinan
(Pn).
D. Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang diharapkan dapat diperoleh dari hasil penelitian ini adalah : 1. Hasil penelitian ini dapat bermanfaat sebagai masukan bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tentang sistem informasi dan model pendekatan yang digunakan yaitu Service Availability Mapping 2. Bagi Pemerintah Kabupaten Maros, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dalam pengambilan kebijakan sebagai upaya peningkatan pelayanan
kesehatan
ibu
untuk
mendukung
MDGS
2015
melalui
keberimbangan tenaga kesehatan, fasilitas kesehatan dan cakupan pelayanan kesehatan ibu. 3. Bagi peneliti, manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah meningkatkan pengetahuan dan pemahaman mengenai model pendekatan yang digunakan yaitu SAM dengan menggunakan tools HealthMapper. 4. Hasil Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi peneliti lainnya.
8
E. Keaslian Penelitian
Beberapa penelitian yang telah dilakukan berhubungan dengan Service Availability Mapping Program Kesehatan Ibu diantaranya sebagai berikut : 1. Republik Ghana dan WHO (2007), yang melakukan penelitian untuk melihat distribusi tenaga, sarana infrastruktur dan peralatan pada sarana-sarana kesehatan
dengan menggunakan metode penelitian deskriptif pendekatan
Service Availability Mapping dengan menggunakan tools HealthMapper. Perbedaan dengan penelitian ini variabel yang di teliti tidak melihat program dan cakupan program kesehatan ibu. Metode penelitian yang digunakan deskriptif analitik yaitu mengambarkan dan menghubungkan variabel tenaga, sarana, biaya, program kesehatan ibu dengan cakupan yang ada. 2. Kementerian Kesehatan RI bekerja sama dengan Global Alliance Vaccine and Immunization
Health
System
Strengthening
(GAVI-HSS),
Universitas
Indonesia, Universitas Pajajaran, Universitas Hasanudin, dan Universitas Cendrawasih dan Universitas Gajah Mada (2011). Melaksanakan Pemetaan Desa/Village Mapping (VM) dan Pemetaan Sarana Kesehatan Puskesmas dan Rumah Sakit Pemerintah/Service Availability Mapping (SAM) di 5 (lima) Provinsi terpilih, yaitu Banten, Jawa Barat, Sulawesi Selatan, Papua dan Papua Barat. Dengan tujuan mendapatkan gambaran dasar dan menilai kegiatan mobilisasi masyarakat, pengelolaan program dan ketersediaan sarana yang berkaitan dengan KIA dan imunisasi. Studi ini bersifat deskriptif analitik dimana data yang digunakan adalah data kuantitatif yang diperoleh dari hasil wawancara dengan narasumber aparat desa, bidan desa, dan kader posyandu. Selain itu dilakukan pula indepth interview dengan narasumber pihak Dinas Kesehatan Kabupaten, aparat desa, dan bidan desa. Persamaan dengan penelitian ini menggunakan rancangan deskriptif analitik dan pemetaan tools HealthMapper. Perbedaan dari penelitian ini, variabel yang diteliti bukan hanya terkait program ibu tetapi program anak dan imunisasi juga, metode
9
penelitiannya menggunakan Mixed Methods dan indept interview serta lokasi penelitian yang berbeda. 3. Kristianti, P (2007) Penelitian ini menjelaskan pola distribusi dan akses terhadap sarana dan tenaga serta pemanfaatan program pelayanan kesehatan ibu dan anak, di Kabupaten Ngawi. Menggambarkan gambaran kantongkantong yang tidak tersentuh dengan pelayanan kesehatan ibu dan anak, menggambarkan pelayanan lintas batas. Metode penelitian yang digunakan studi kasus melalui pendekatan kuantitatif. Persamaan yang diteliti terletak pada variabel sarana, tenaga. Perbedaan dengan penelitian ini adalah metode penelitian studi kasus dengan variabel yang menggambarkan pelayanan lintas batas, pendekatan yang digunakan, serta sumber data yang di gunakan yaitu data PODES. 4. Sundari (2010) Penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan aksesibilitas kesehatan maternal terhadap pemanfaatan pelayanan kesehatan maternal, dengan mengunakan jenis penelitian cross sectional dengan meneliti hubungan pemanfaatan pelayanan kesehatan maternal dengan aksesibilitas fisik dan menghubungkan variabel faktor luar yang mempengaruhi. Persamaan dari penelitian ini adalah ingin melihat akses pemanfaatan ketersediaan fasilitas, tenaga dengan menggunakan jenis penelitian cross sectional. Adapun perbedaan dengan penelitian ini adalah pada tujuan dan variabel hanya melihat hubungan akses, meneliti variabel luar, populasi penelitian pada pasangan usia subur (PUS) serta lokasi yang berbeda. 5. Megawati (2009) dalam penelitian yang berjudul “Analisis spasial kematian ibu di Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2009”
yang bertujuan untuk
mendapatkan gambaran pola sebaran kematian ibu secara spasial dimasingmasing wilayah kerja Puskesmas dengan memetakan titik koordinat rumah ibu dan fasilitas pelayanan kesehatan terdekat dan untuk mengetahui hubungan jarak ke fasilitas pelayanan kesehatan terdekat, kondisi jalan, pemberi pelayanan dengan kematian ibu secara spasial serta pengelompokan kematian ibu berdasarkan zona/kewilayahan. Persamaan pada penelitian ini melihat pola sebaran dengan menggunakan rancangan cross sectional menganalisis jarak ke
10
fasilitas. Perbedaan pada penelitian ini terletak pada jenis penelitian deskriptif dengan menggunakan pendekatan kuantitatif dan kualitatif sedangkan pada penelitian ini hanya menggunakan pendekatan kuantitatif, selain itu perbedaanya terletak pada variabel dependent dan independent perilaku penolong persalinan serta lokasi penelitian. 6. (Hazairin, 2009) dengan judul distribusi pemanfaatan sarana pelayanan
kesehatan di Kabupaten Lombok Timur kajian data potensi desa tahun 2006, yang bertujuan memperoleh gambaran pola distribusi dan pemanfaatan sarana pelayanan kesehatan dilihat dari karakteristik geografis, karakteristik populasi dan mengetahui kemudahan dalam mengakses sarana pelayanan kesehatan di Kabupaten Lombok. Persamaan dalam penelitian ini melihat pola sebaran sarana, tenaga dan akses pelayanan, perbedaannya menggunakan data sekunder saja yaitu data PODES dan melihat pemanfaatan semua pelayanan kesehatan serta lokasi penelitian.