BAB :1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Anggota gereja adalah juga anggota masyarakat di mana gereja itu berada, dan masyarakat adalah merupakan lingkungan sosial bergereja. Hubungan gereja dengan lingkungan sosialnya terjadi baik pada aras lembaga maupun melalui interaksi antar anggota masyarakat. Dalam interaksi ini kemungkinan untuk terjadinya saling pengaruh mempengaruhi tidak dapat dipungkiri. Gereja dapat menularkan norma dan nilai yang dianutnya kepada lingkungan sosialnya. Tetapi juga bisa terjadi norma dan nilai yang berkembang dalam masyarakat memberi warna dan pertumbuhan gereja.
1
Menjadi
keanggotaan gereja harus memiliki suatu kedudukan atau menjadi bagian dari gereja. Menjadi bagian dari gereja bukan berarti hanya diam saja tanpa memberikan sesuatu terhadap gereja. Dari perspektif theologis salah satu pemahaman tentang gereja adalah “Gereja sebagai tubuh Kristus” (1 Kor 12 : 27). Pemahaman ini menggambarkan bahwa gereja selain berada dalam kondisi yang berorientasi secara horisontal terhadap dunia dengan lingkungannya, gereja pun berorientasi secara vertikal kepada Yesus Kristus sebagai kepalanya. Orientasi vertikal ini menandakan bahwa gereja bukan semata – mata hasil produk tangan manusia. Gereja merupakan wujud nyata karya penyelamatan Allah didalam dunia melalui Yesus Kristus. Gereja memiliki otoritas Ilahi, yaitu kuasa yang diberikan Allah kepadanya, dan Allah menjadikan gereja sebagai kawan sekerjaNya di dunia ini. Manifestasi gereja sebagai fenomena sosiologis dapat dilihat dari sistem organisasi, sistim komunitas dan berbagai aktifitasnya baik sebagai lembaga maupun pribadi Kristen. Adanya sinode, jemaat serta programnya adalah suatu realitas bahwa gereja berada dan memanfaatkan unsur – unsur budaya lingkungan sebagai sarana dalam
1
P. Aturut, Gereja Kristen Di Luwuk Banggai Dalam Konteks Sosialnya (Salatiga : Theology UKSW, 1992) 1
1
pemberitaannya. Kehadiran gereja ditengah
– tengah masyarakat dan
keterlibatannya sebagai subyek pembuatan sejarah, merupakan kenyataan historis yang memperlihatkan bagaimana gereja turut menentukan perkembangan sejarah. Dan sebaliknya bagaimana kenyataan dunia mempengaruhi sikapnya, seperti tergambar dalam kebijakan – kebijakan pelayanannya. Gereja Kristen Indonesia (GKI ) merupakan bagian dari gereja di Indonesia. GKI adalah Gereja baru atau gereja yang mempunyai aliran baru. Nama “Gereja Kristen Indonesia” barulah dipakai pada tahun 1956, atas keputusan sinode sidang Sinode ke-VI di Purwakerto. Sebelum pemakaian nama baru ini, di pakailah beberapa nama dalam bahasa Tionghoa. Kebanjakan Gereja setempat memakai nama “Tiong Hoa Kie Tok Kauw Hwee” (T.H.K.T.K.H), ada juga yang memakai nama “Hoa Kiauw Kie Tok Kauw Hwee” yang lain memakai nama “Kie Tok Kauw Hwee”. Nama – nama ini menunjukkan bahwa pada masa yang telah lampau ( sebelum tahun 1960), hampir semua anggota gereja terdiri dari golongan orang – orang keturunan Tionghoa kecuali di Gereja Kwitang (Jakarta). Walaupun nama – nama gereja setempat bunyinya berbeda, namun bahasa yang dipakai adalah bahasa melayu. 2 Akan tetapi, pada tahun 1877 Gereformeerd di Jakarta mendirikan sebuah jemaat “Melayu” Kwitang menggabungkan diri dengan gereja THKTKH. Dalam usaha pekabaran Injil dilakukan atas inisiatif dari beberapa orang Kristen, kemudian dilanjutkan oleh utusan dari Badan Zending. Sejak 1902 usaha pekabaran Injil diambil alih langsung oleh Gereja – gereja Gereformeerd di negeri Belanda. Mereka mengutamakan diri kepada orang – orang pribumi dan pembentukan gereja – gereja di Jawa. Walaupun demikian golongan Tionghoa tidak diabaikan sama sekali oleh mereka.3 Melalui badan perhimpunan zending (NGZV) mereka memilih Jawa Tengah sebagai pusat pekabaran Injil. 4 Cara pendekatan yang dilakukan oleh para pembawa Injil Gereformeerd ialah melalui sekolah – sekolah Kristen, kolportasi, rumah – rumah sakit, dan sebagainya yang
2
Budipranoto. S, Benih Yang Tumbuh (Jawa Tengah : BPK, 1973) 19
3
Ibid.
4
Van den End. Th, Ragi Carita 2 (Jakarta : BPK, 1860) 24
2
di pandang sebagai alat – alat pembantu pekabaran Injil. Perlu disebutkan juga bahwa selama periode ini ada beberapa Gereja Gereformeerd yang menggabungkan diri dengan sinode GKI Jateng. Penggabungan ini sangat wajar karena mengingat latar belakang historis – gerejani dan perkembangan zaman di Indonesia. 5 Salah satu bagian Gereja Kristen Indonesia yaitu Gereja Kristen Indonesia Soka. GKI Soka juga sebagai bagian dari gereja Tuhan yang kudus, yang hadir di tengah – tengah masyarakat Salatiga propinsi Jawa Tengah, juga tidak terlepas dari lingkungan sosialnya dan gereja GKI Soka merupakan salah satu Gereja Gereformeerd. Gambaran tentang kehidupan warga jemaat dan berbagai moment atau peristiwa sejarah, memperlihatkan keterkaitan yang sangat kuat dengan lingkungannya. Gereja Kristen Indonesia di Soka dari awal berdiri sampai sekarang ini tahun 2012 perubahan yang terjadi sangat pesat. Majelis Jemaat memiliki visi, bahwa daerah Soka cukup potensial untuk dapat menjadi lahan yang subur bagi Injil Tuhan Yesus Kristus. Itulah sebabnya segera gagasan untuk membuka Pos PKP dilaksanakan pada tahun 1996 dengan membeli sebidang tanah di daerah tersebut. Adapun pelaksananya adalah Komisi Pekabaran Injil GKI Salatiga, yang dibantu oleh beberapa anggota jemaat. Kendati demikian, secara resmi Panitia Pos PKP ini baru diteguhkan pada tanggal 16 Agustus 1998, dengan tugas melaksanakan secara rutin kebaktian hari Minggu pukul 07.00, membentuk kelompok pemahaman Alkitab, dan melayani Sekolah Minggu pada setiap Minggu pukul 07.00. Selanjutnya, tugas panitia ini pun berkembang dengan persekutuan doa malam, latihan paduan suara dan perkunjungan. Praktis semua tugas gerejawi juga menjadi tugas panitia PKP ini. Kebaktian hari Minggu perdana dilaksanakan pada tanggal 6 September 1998 dan bertempat di rumah kosong milik keluarga Pramudya, Kompleks Perumahan Soka Lembah Hijau, Jl. Merdeka Utara I/B-10. Semnetara itu, Sekolah Minggunya dimulai seminggu kemudian dan bertempat di rumah keluarga Agus Purnomohadi, Jl. Merdeka Utara I/C-11, yang berjarak 15 meter dari tempat kebaktian umum. Kemudian, persekutuan remaja terlaksana pada tanggal 25 April 1999 di tempat kebaktian umum
5
Budipranoto. S, Benih Yang Tumbuh, .... 34
3
pada pukul 09.30. Oleh karena itu, lengkaplah sudah kegiatan sebagaimana lazimnya dipunyai oleh sebuah jemaat. Selanjutnya, dibentuklah panitia pembangunan gedung gereja. Seiring dengan perkembangan yang pesat dari jemaat ini, dirasakan perlu untuk meningkatkan statusnya sebagai bakal jemaat. Hal ini terlaksana pada tanggal 24 Oktober 1999, yang disusul dengan peletakan batu pertama pembangunan gedung gereja pada tanggal 26 Desember 1999. Gedung itu diresmikan penggunaannya tepat setahun kemudian (26 Desember 2000), dengan alamat Jl. Merdeka Utara I/B-2 A, Kompleks Perumahan Soka, Salatiga. Mengingat semua sarana untuk menjadi sebuah jemaat dewasa telah terpenuhi, Majelis Jemaat mengajukan permohonan ke Persidangan XX Majelis Klasis GKI Jateng Klasis Magelang, agar dapat mendewasakan bakal jemaat ini. Dengan tekad yang dipergumulkan dalam doa selama 77 hari, pada setiap malam pukul 21.00 di rumah anggota jemaat masing-masing, untuk rencana pendewasaan bakal jemaat ini, akhirnya terlaksana pada tanggal 24 Oktober 2001. Tak lupa jemaat pun menaikkan doa syukur untuk pimpinan Tuhan dalam proses pendewasaan ini. Sebuah proses yang amat cepat, karena hanya dalam dua tahun sejak kebaktian peneguhan bakal jemaat diadakan dan tiga tahun lebih sedikit sejak kebaktian perdana dilaksanakan. Kini, terhampar tantangan untuk tampil sebagai sebuah jemaat dewasa, dengan nama `GKI Soka Salatiga', dalam menghadapi tugas yang diamanatkan oleh Tuhan Yesus. 6 Berbeda halnya dengan dengan Gereja Kristen Sulawesi Tengah (GKST). GKST salah satu bagian dari Gereja Hervormd yang merupakan Misi Belanda dalam pekabaran Injil. Dalam lingkungan sosial pada abad ke – 19 Gereja Hervormd mencakup 55% penduduk negeri Belanda; 38% oleh Gereja Katolik Roma dan sisanya terbagi atas kelompok – kelompok kecil, yaitu Lutheran, Doopsgezind (yang berasal dari Anabaptis abad ke-16)7. Gereja Hervormd adalah gereja yang reformasi dan menganut sistem calvinisme
yang
berarti
sebuah
sistem
teologis dan
pendekatan
kepada
kehidupan Kristen yang menekankan kedaulatan pemerintahan Allah atas segala sesuatu. Kekristenan Protestan yang kadang-kadang disebut sebagai tradisi Hervormd, iman
6 7
Sejarah GKI Soka, (Salatiga : 2001 ) hal 1 – 2 Van den End. Th, Ragi Carita 2..... 11
4
Hervormd, atau teologi Hervormd. Gereja-gereja Hervormd, dan juga Calvin, tergolong pada tahap kedua dari Reformasi Protestan, ketika gereja-gereja Injili mulai tebentuk setelah Martin Luther dikucilkan dari Gereja Katolik. Calvin adalah seorang pengungsi Perancis di Geneva. Ia telah menandatangani Pengakuan Augsburg Lutheran setelah direvisi oleh Melancthon pada 1540, tetapi pengaruhnya pertama-tama dirasakan dalam Reformasi Swiss, yang tidak bersifat Lutheran, melainkan lebih mengikuti Ulrich Zwingli. Sejak awal telah jelas bahwa doktrin gereja-gereja Hervormd berkembang dalam arah yang bebas dari Luther, di bawah sejumlah penulis dan pembaharu, termasuk Calvin yang kelak menjadi sangat menonjol. Jauh di kemudian hari, ketika kemashyurannya dihubungkan dengan gereja-gereja Hervormd, seluruh kumpulan ajarannya kemudian disebut sebagai “Calvinisme”. Gereja Kristen Sulawesi Tengah (GKST)
salah satu gereja yang sudah
berkembang. GKST juga bagian gereja Tuhan yang kudus. Berkembangnya GKST di karenakan datangnya misionaris Belanda ke Poso yang bernama Albert Christian Kruyt (1869 – 1949). Ia tiba di Poso pada tahun 1892, setelah melewati Manado dan Gorontalo.8 Menyusul kemudian pada bulan Maret 1895 NZG mengutus seorang ahli bahasa dan etnolog bernama N. Adriani untuk membantu A.C. Kruyt dalam memahami budaya dan bahasa setempat, demi kepentingan pembangunan sekolah, proses pengajaran, dan penterjemahan Alkitab. Mereka berdua, A.C. Kruyt dan N. Adriani, serta beberapa tenaga misi lainnya yang diutus oleh NZG kemudian memulai pekabaran Injil terhadap suku Pamona di daerah sekitar muara sungai Poso sampai ke dataran tinggi di sekitar Danau Poso. Upaya pertama yang mereka lakukan adalah mempelajadi bahasa, budaya, dan menjalin persabahatan dengan para „Tadulako‟ dan „Wa’a ngKabosenya‟9 di Poso. Selain itu mereka mendirikan sekolah sebagai tempat mengajar anak-anak membaca dan menghitung. Setelah menunggu selama tujuh belas tahun sejak kedatanggannya di sana, akhirnya
pada tanggal 26 Desember 1909, baptisan pertama dilaksanakan terhadap
„Papa I Wunte‟, „Tadulako‟ suku Pamona Pebato, bersama keluarga dan 168 anggota 8
J. Kruyt, Kabar Keselamatan di Poso. ( Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1977), 84. ‘Tadulako’ adalah pemimpin-pemimpin suku atau klan di Poso. Sedangkan ‘wa’a ngKabose’ adalah tua-tua kampung dan dewan adat yang bersama Tadulako memimpin suku-suku di Poso. 9
5
klannya.10 Baptisan pertama ini menjadi momentum bagi proses penerimaan iman Kristen di antara suku Pamona Poso. Dari suku Pamona mereka bergerak ke sebelah Barat terhadap suku Lore, kemudian ke sebelah Timur (1914) terhadap suku Mori, dan perluasan pekabaran Injil NZG berakhir pada tahun 1926 terhadap suku Wana, yaitu kelompok-kelompok suku terpencar yang hidup terasing di puncak-puncak gunung pedalaman Sulawesi Tengah.11 Gereja ini berdiri pada tanggal 18 Oktober 1947 dengan pusat sinodenya di kota kecil yang bernama Tentena. Kota Tentena adalah sebuah kota kecamatan yang terletak di tepi danau Poso dengan jarak 56 km dari Ibu kota kabupaten Poso. Dari kedua gereja ini mempunyai denominasi yang sangat berbeda, dan kedua gereja juga di pengaruhi oleh beberapa faktor yaitu sosial dan budaya. GKI adalah gereja baru yang masih kuat dengan pengaruh nasionalisme Tianghoa dan Katolik Roma, sedangkan GKST salah gereja yang di mulai dengan pekabaran Injil yang dilakukan oleh para zending di mulai dengan pembaptisan menjadi Kristen yang awalnya masih agama suku menjadi agama kristen murni. Seharusnya anggota GKST masuk di gereja yang denominasinya yang sama seperti GPIB yang merupakan bagian gereja Hervormd. Tapi kenyataannya tidak yang terjadi di Salatiga bahwa Jemaat atau anggota GKST lebih memilih masuk di GKI Soka sebagai tempat beribadah, berorganisasi, serta melakukan pelayanan. Mengacu pada latar belakang masalah yang telah dikemukakan diatas, maka penulis ingin mengadakan penelitian terhadap keanggotaan dalam gereja yang semakin berkembang. Dengan demikian maka skripsi ini diberi judul Kecenderungan Bergereja Warga Gereja Kristen Sulawesi Tengah (GKST) di Gereja Kristen Indonesia (GKI )Soka di Salatiga. B. Rumusan Masalah Anggota Gereja Kristen Sulawesi Tengah (GKST) yang masuk menjadi anggota jemaat di Gereja Kristen Indonesia (GKI) Soka sekitar enam puluh dua (62) orang dari seratus dua puluh (120) orang yang masih jemaat simpatisan. Kedua gereja ini sangatlah berbeda. Seharusnya anggota GKST yang ada di Salatiga masuk di gereja yang denominasinya 10 11
J. Kruyt, Kabar Keselamatan di Poso., 161. Ibid., 157.
6
sama. Tetapi kenyataannya adalah anggota GKST lebih memilih GKI Soka sebagai tempat beribadah dan terlibat dalam kebaktian maupun organisasi. Yang menjadi pertanyaannya adalah : Apa alasan warga jemaat (GKST) masuk menjadi anggota jemaat di GKI Soka? C. Tujuan Penelitian Dari rumusan masalah di atas maka tujuan penelitian sebagai berikut Mendeskripsikan alasan warga GKST msuk menjadi anggota GKI Soka ! D. Metode Penelitian Metode penelitian adalah cara mencari kebenaran dan asas – asas gejala alam, masyarakat atau kemanusiaan berdasarkan disiplin ilmu tertentu.12 Dalam melakukan penelitian penulis menggunakan pendekatan metode kualitatif dan deskriptif. Penelitian
kualitatif
adalah
suatu
penelitian
yang
ditunjukan
untuk
mendeskripsikan dan menganalisis fenomena, peristiwa, aktivitas sosial, sikap, kepercayaan, persepsi, pemikiran orang secara individual maupun kelompok. Beberapa deskripsi digunakan untuk menemukan prinsip – prinsip dan penjelasan yang mengarah pada penyimpulan. Penelitian kualitatif bersifat induktif.13 Penelitian Deskriptif adalah merupakan peneltian yang mengumpulkan informasi mengenai status suatu gejala yang ada,yaitu keadaan gejala menurut apa adanya pada saat penelitian yang dilakukan. Dan penelitian deskriptif ini tidak diperlukan administrasi dan pengontrolan terhadap perlakuan.14 Didalam penelitian penulis menggunakan penelitian Deskriptif Kualitatif. Deskriptif kualitatif adalah penelitian evaluasi yang disajikan. Penelitian deskriptif ini sangat dibutuhkan atau bermanfaat karena bertujuan untuk menilai sejauh mana variabel yang diteliti telah sesuai dengn tolak ukur yang sudah ditentukan15 Penelitian kualitatif dilakukan pada kondisi alamiah dan bersifat penemuan. Dalam penelitian kualitatif, peneliti adalah instrumen kunci.16 Oleh karena itu, peneliti
12
Suryanto Sigit., Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, (Penerbit KARISMA 2006)hal 380 Zainul Asmawi,M.Ed., Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung : REMAJA ROSDAKARYA)60 14 Arikunto Suharsimi, Manajemen Penelitian, (Jakarta :Penerbit RINEKA CIPTA. 2010) 234 15 Ibid 268 16 Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, (Bandung : Penerbit CV. Alfabeta, 2009) 1 13
7
harus memiliki bekal teori dan wawasan yang luas untuk bertanya, menganalisis, dan mengkonstruksi obyek yang diteliti. E. TEKNIK PENGUMPULAN DATA Dalam mengumpulkan data penulis akan melakukan teknik pengumpulan data yaitu: 1. Data primer adalah data - data yang diperoleh secara langsung dari objek penelitian yaitu dengan cara : a. wawancara Wawancara adalah metode pengumpulan data dengan cara melontarkan pertanyaan-pertanyaan yang akan dijawab oleh Pendeta dan jemaat b. Observasi atau pengamatan merupakan salah satu teknik pengumpulan data yang fakta dan cukup efektif. Observasi adalah pengamatan atau peninjauan secara cermat terhadap lingkungan warga gereja GKI Soka Salatiga
2. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari studi pustaka,dan juga dari sumbersumber yang lain misalnya foto, dan dokumen cetak maupun non cetak F. SISTEMATIKA PENULISAN BAB I
: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah B. Rumusan Masalah C. Tujuan Penelitian D. Metode Penelitian E. Teknik Pengumpulan Data F. Sistematika Penulisan.
BAB II
: LANDASAN TEORI A. Denominasi Gereja
BAB III
: HASIL PENELITIAN DAN ANALISA PENELITIAN
BAB IV
: REFLEKSI TEOLOGIS
BAB V
: PENUTUP
8