BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Manusia pada dasarnya menginginkan dirinya selalu dalam kondisi yang sehat, baik secara fisik maupun secara psikis, karena hanya dalam kondisi yang sehatlah manusia akan dapat melakukan segala sesuatu secara optimal. Tetapi pada kenyataannya selama rentang kehidupannya, manusia selalu dihadapkan pada permasalahan kesehatan dan salah satunya berupa penyakit yang diderita (Patricia, 2005). Telah kita ketahui bahwa gagal ginjal tergolong penyakit kronis yang mempunyai karakteristik bersifat menetap, tidak bisa disembuhkan dan memerlukan pengobatan dan rawat jalan dalam jangka waktu yang lama. Selain itu, umumnya pasien juga tidak dapat mengatur dirinya sendiri dan biasanya tergantung kepada para profesi kesehatan. Kondisi tersebut tentu saja menimbulkan perubahan atau ketidakseimbangan yang meliputi biologi, psikologi, sosial dan spiritual pasien (Rivai, 2009). Kelainan ginjal adalah masalah kesehatan pada masyarakat yang serius bagi tiap negara, terutama pada negara-negara berkembang seperti Indonesia, kelainan ginjal dapat terjadi akibat adanya kelainan pada ginjal (penyakit ginjal primer) atau komplikasi penyakit sistematik (penyakit ginjal sekunder) seperti penyakit ginjal sekunder), seperti kencing manis (diabetes). Kelainan ringan pada ginjal dapat sembuh sempurna bila penyebabnya sudah diatasi. Kadang cukup dengan pengobatan dan pengaturan diet. Namun, bila keadaanya memburuk, kelainan itu bisa menjadi gagal ginjal yang akut. Baru baru ini kasus gagal ginjal di dunia meningkat lebih dari 50%, di Indonesia sendiri sudah mencapai sekitar 20% (Lukman, 2009). Di negara maju, angka penderita gangguan ginjal cukup tinggi. Di Amerika Serikat misalnya angka kejadian penyakit gagal ginjal meningkat tajam dalam 10 tahun. Tahun 1996 terjadi 166.000 kasus dan pada tahun 2000 menjadi 372.000 kasus. Pada tahun pada tahun 2010 jumlahnya diperkirakan
1
2
lebih dari 650.000 kasus. Sekitar 6 juta hingga 20 juta individu di Amerika diperkirakan mengalami GGK (Gagal Ginjal Kronis) tahap awal. Hal yang sama juga terjadi di Jepang pada akhir tahun 1996 didapatkan sebanyak 167.000 penderita yang menerima terapi pengganti ginjal. Sedangkan tahun 2000 terjadi peningkatan lebih dari 200.000 penderita (Djoko, 2008). Prevalensi gagal ginjal kronik telah mengalami peningkatan pada awal tahun 1990-an dan hanya menyerang lansia di Asia. Prevalensi gagal ginjal kronik berkembang secara merata. Gagal ginjal kronik tidak pandang bulu menyerang golongan muda, yaitu pada usia 15 tahun. Organisasi kesehatan dunia (WHO) memperkirakan, bahwa 155 juta penduduk dunia tahun 2002 mengidap gagal ginjal kronik. Jumlah ini terus meningkat hingga melebihi 200 juta pada tahun 2025 (Febrian, 2009). Di Indonesia termasuk negara dengan tingkat penderita gagal ginjal kronik yang cukup tinggi. Menurut data dari Persatuan Nefrologi Indonesia diperkirakan ada 70 ribu penderita gagal ginjal. Namun di Indonesia yang terdeteksi menderita Gagal Ginjal Kronis yang menjalani cuci darah (Hemodialisa) hanya sekitar 4000 sampai 5000 saja, dengan kata lain 5,7% sampai 7,1% dari total seluruh penderita gagal ginjal. Jumlah pasien Gagal Ginjal di Rumah Sakit Khusus Ginjal (RSKG) mencapai 4500 orang, banyak pasien yang meninggal akibat tidak mampu berobat dan cuci darah, dikarenakan biayanya mahal. Gagal ginjal bisa menyerang semua golongan umur pria dan wanita yang mayoritas berusia 20-40 tahun, tidak memandang tingkatan ekonomi. Hingga tahun 2015 diperkirakan sebanyak 36 juta orang warga meninggal akibat gagal ginjal, penyakit ginjal kronik merupakan penyakit yang diderita oleh satu dari sepuluh orang dewasa (Febrian, 2009). Menurut data Yayasan Peduli Ginjal , saat ini di Indonesia terdapat 40.000 penderita GGK. Namun dari jumlah tersebut, hanya sekitar 3.000 penderita yang bisa menikmati pelayanan cuci darah atau hemodialisa. Namun demikian, jumlah pasien gagal ginjal kronik yang melakukan hemodialisa jumlahnya terus meningkat 5% sampai 10% setiap tahun. Berdasarkan data dari Indonesia Renal Registry, suatu kegiatan registrasi dari Perhimpunan
3
Nefrologi Indonesia, pada tahun 2008 jumlah pasien hemodialisis (cuci darah) mencapai 2.260 orang dari 2.148 orang pada tahun 2007. Kenaikan jumlah penderita gagal ginjal cukup banyak, karena dalam satu tahun kenaikan jumlah penderita sebanyak 112 pasien. Salah satu faktor penyebab meningkatnya angka penderita gagal ginjal dari tahun ke tahun di dunia ini, salah satunya disebabkan oleh kurangnya kesadaran masyarakat terhadap deteksi dini penyakit tersebut (Antara Sumut, 2009). Berdasarkan data dari Indonesia Renal Registry, suatu kegiatan registrasi dari Perhimpunan Nefrologi Indonesia, pada tahun 2008 jumlah pasien hemodialisis (cuci darah) mencapai 2.260 orang dari 2.148 orang pada tahun 2007. Kenaikan jumlah penderita gagal ginjal cukup banyak, karena dalam satu tahun kenaikan jumlah penderita sebanyak 112 pasien. Salah satu faktor penyebab meningkatnya angka penderita gagal ginjal dari tahun ke tahun di dunia ini, salah satunya disebabkan oleh kurangnya kesadaran masyarakat terhadap deteksi dini penyakit tersebut (Antara Sumut, 2009). Gagal Ginjal Kronik (GGK) adalah suatu sindrom klinis yang disebabkan oleh penurunan fungsi ginjal yang bersifat menahun, berlangsung progresif dan cukup lanjut. Hal ini terjadi apabila Laju Filtrasi Glomerolus (LFG) kurang dari 50ml/menit. Gagal ginjal kronis sesuai dengan tahapanya, dapat ringan, sedang atau berat. Gagal ginjal tahap akhir (end stage) adalah tingkat gagal ginjal yang mengakibatkan kematian kecuali dilakukan terapi pengganti. Insufisiensi gagal ginjal kronik adalah penurunan faal ginjal yang menahun tetapi lebih ringan dari gagal ginjal kronis (Suhardjono, 2005). Gagal ginjal kronik merupakan kerusakan ginjal atau penurunan kemampuan filtrasi glomerulus yang memerlukan terapi hemodialisa sebagai terapi pengganti gagal ginjal untuk menyaring dan membuang sisa-sisa metabolisme dan kelebihan cairan tubuh serta menyeimbangkan unsur kimiawi dan menjaga tekanan darah. Penyakit gagal ginjal kronik didasari oleh banyak faktor salah satunya adalah gaya hidup (lifestyle) yang merupakan faktor pendukung yang memicu peningkatan resiko seseorang menderita gagal ginjal
kronik
(Syamsir
&
Hadibroto,
2008).
Kebiasaan
merokok,
4
alkoholoisme, diet tinggi lemak dan kurang sehat, obesitas, stress, narkoba, mengkonsumsi bahan-bahan pengawet (kimiawi), dan kehidupan seks bebas merupakan faktor terjadinya penyakit kronik modern. Membaiknya tingkat ekonomi dapat mengubah pola atau jenis makan seseorang. Banyak bukti menunjukkan bahwa perubahan gaya hidup individu, baik dalam skala kecil maupun masyarakat secara lebih luas, dapat menurunkan angka kejadian penyakit kronis modern secara dratis. Mengubah gaya hidup atau kebiasaan seseorang berarti harus mengubah cara pandang seseorang, mengubah paradigma seseorang (Suhardjo, 2008). Gaya hidup pasien GGK banyak disebabkan oleh gaya hidup yang salah dengan menkonsumsi alkohol secara berlebihan, kurangnya istirahat & mengkonsumsi suplemen yan berlebihan. Dari berbagai macam penyakit yang ada sekarang ini, sumber akarnya tidak lain adalah pola hidup yang keliru, dan gagal ginjal merupakan salah satu penyakit yang banyak disebabkan karena gaya hidup yang salah (Suhardjo, 2008). RS PKU Muhammadiyah Gombong adalah rumah sakit swasta yang berlokasi di kota Gombong, Kabupaten Kebumen. Rumah sakit ini memiliki 13 pelayanan diantaranya pelayanan hemodialisa. RS PKU Muhammadiyah Gombong merupakan satu-satunya rumah sakit di Kabupaten Kebumen yang mempunyai pelayanan hemodialisa terhitung mulai tanggal 1 Oktober 2006 rumah sakit ini resmi menyediakan pelayanan hemodialisa. Dalam Studi Pendahuluan yang dilakukan peneliti di RS PKU Muhammadiyah Gombong pada bulan Februari 2014, tercatat jumlah pasien yang melakukan hemodialisa sebanyak 74 orang terdiri dari 66 pasien JKM (48 pasien laki-laki dan 18 pasien perempuan) 8 Askes PNS (2 pasien perenpuan dan 6 pasien laki-laki). Dari hasil wawancara pada 7 pasien yang menjalani terapi hemodialisa di RS PKU Muh Gombong, 1 Pasien PNS, 2 pasien tukang kayu, 2 pasien swasta dan 2 pasien petani. 5 pasien mengatakan bahwa mereka menjalani terapi hemodialisa karena kebiasaan dahulu yang kurang baik, kebiasaan makan yang tidak terkontrol, minum- minuman suplemen, beralkohol, sering minum kopi dan sering merokok. Sedangkan 2
5
pasien mengatakan dulu sering mengkonsumsi ikan asin, jeroan, jengkol dan minum jamu dari warung. Pada saat ini yang harus dilakukan oleh setiap orang adalah program pencegahan. Pola hidup sehat seperti olah raga setiap hari diharapkan dapat mencegah kemungkinan tersebut. Itu juga perlu ditunjang dengan makanan yang sehat, tidak berlemak dan gizi berimbang. Sedangkan bagi orang dewasa yang telah berusia mulai 40 tahun tampaknya jangan ragu melakukan pemeriksaan rutin. Cek kesehatan itu menjadi penting untuk mengontrol fungsi organ dan tidak hanya ginjal. Bila melakukan cek kesehatan secara rutin tentu akan lebih dini diketahui jika memang ditemui ada sesuatu dengan keadaan ginjalnya (Notoatmodjo, 2005). Berdasarkan Studi Pendahuluan dan wawancara terhadap pasien gagal ginjal kronis di ruang hemodialisa, peneliti tertarik untuk meneliti tentang gaya hidup pada pasien sebelum menderita gagal ginjal kronis di RS PKU Muhammadiyah Gombong.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan masalah bagaimana gambaran gaya hidup pada pasien sebelum mengalami gagal ginjal kronis di RS PKU Muhammadiyah Gombong?
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran gaya hidup pada pasien sebelum mengalami gagal ginjal kronis di RS PKU Muhammadiyah Gombong. 2. Tujuan Khusus a. Untuk mengetahui pola makan pasien sebelum menderita gagal ginjal kronis di RS PKU Muhammadiyah Gombong. b. Untuk mengetahui pola minum pasien sebelum menderita gagal ginjal kronis di RS PKU Muhammadiyah Gombong.
.
6
c. Untuk mengetahui pola aktivitas (olahraga, pekerjaan) pasien sebelum menderita gagal ginjal kronis di RS PKU Muhammadiyah Gombong.
D. Manfaat Penelitian 1. Bagi RS PKU Muhammadiyah Gombong a. Diharapkan dapat memberi informasi dan masukan bagi pengelola pasien gagal ginjal kronis RS PKU Muhammadiyah Gombong. b. Diharapkan bagi tenaga medis kususnya pengelola pasien gagal ginjal dapat memberikan motivasi agar lebih memperhatikan gaya hidup kususnya pola makan. 2. Bagi Institusi Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
(STIKES) : sebagai
tambahan kepustakaan dalam pengembangan ilmu kesehatan pada umumnya dan ilmu keperawatan pada khususnya. 3. Bagi Peneliti Selanjutnya Penelitian ini dapat dijadikan sebagai data acuan atau sumber data untuk penelitian dan mendorong bagi yang berkepentingan untuk melakukan penelitian lebih lanjut khususnya subjek penelitian gagal ginjal kronik.
E. Keaslian Penelitian 1. Penelitian yang dilakukan oleh Muharni 2009 dengan judul “Pola hidup penderita gagal ginjal kronik sebelum menjalani terapi hemodialisa di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Langsa”. Penelitian ini
dilakukan
dengan tujuan untuk mengetahui pola hidup penderita gagal ginjal kronik sebelum menjalani terapi hemodialisa di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Langsa, metode yang digunakan yaitu desain deskriptif menggunakan pendekatan metode survey. Jumlah sampel yang diteliti sebanyak 40 orang dengan menggunakan teknik total sampling. Berdasarkan analisa data didapatkan pola
hidup
sebelum menjalani
terapi hemodialisa mayoritas tidak baik (80%) dan bila ditinjau dari aktifitas fisik, pola hidup penderita gagal ginjal kronik sebelum menjalani terapi hemodialisa mayoritas tidak baik (77,50%), ditinjau
7
dari penggunaan zat mayoritas tidak baik (85,00%) dan bila ditinjau dari pola diet mayoritas tidak baik orang (87,50%). Persamaan dalam penelitian ini adalah pendekatan menggunakan metode survey, sedangkan untuk perbedaanya adalah peneliti meneliti gaya hidup pasien gagal ginjal. 2. Penelitian yang dilakukan oleh Wulandari 2012 dengan judul ’’ Gambaran Pola Hidup Pasien Gagal Ginjal Kronis Sebelum Sakit yang Menjalani Terapi Hemodialisa di Instalasi Hemodialisa RSUD Kanjuruan Kepanjen ” Penalitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran pola hidup pasien gagal ginjal kronis sebelum sakit yang menjalani terapi hemodialisa di Instalasi Hemodialisa RSUD Kanjuruan Kepanjen Kabupaten Malang. Desain
yang digunakan adalah metode deskriptif eksploratif. Jumlah
sampel yang diteliti sebanyak 26 sampel dengan menggunakan accidental sampling, Hasil penelitian menunjukan bahwa13 responden (15%) mempunyai pola hidup yang kurang baik dan 2 responden (7,7) mempunyai pola hidup baik. Persamaan dalam penelitian ini adalah sama sama meneliti tentang pola hidup pasien gagal ginjal kronis sebelum sakit dan menjalani terapi hemodialisa, Sedangkan perbedaanya adalah penelitian ini menggunakan metode deskriptif eksploratif.
8
BAB II TIJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori 1. Gaya Hidup a. Pengertian Gaya Hidup Gaya hidup adalah pola-pola tindakan yang membedakan antara satu orang dengan orang lain gaya hidup berfungsi dalam interaksi dengan cara-cara yang mungkin tidak dapat dipahami oleh orang yang tidak hidup dalam masyarakat modern (Chaney, 2005). Gaya hidup memiliki banyak komponen. Tetapi secara umum meliputi beberapa factor, antara lain : Istirahat yang cukup dan teratur, mengkonsumsi makanan yang sehat secara teratur dan seimbang, mempertahankan berat badan ideal, melakukan latihan fisik secara teratur, benar, terukur dan
berkesinambungan,
berpandangan
positif
dan
melakukan
pemeriksaan kesehatan secara rutin dan teratur (Notoatmodjo, 2005). Sehat sampai akhir hayat merupakan suatu dambaan semua orang selama hidup di dunia, upaya pemeliharaan kesehatan taka akan berhasil jika tidak ada perubahan sikap mental dan perilaku. Dari berbagai macam penyakit yang ada sekarang ini, sumber akarnya tidak lain adalah pola hidup yang keliru. Bila kita menjalani pola hidup yang sehat dan benar, penyakit akan jauh dari kita. Manusia merupakan satu kesatuan yang utuh antara jasmani, rohani dan mental yang saling keterkaitan yang tak dapat dipisahkan, dengan kata lain apa yang mempengaruhi pikiran, akan mempengarui tubuh. Kondisi kerohanian mempunyai pengaruh pada keadaan fisik dan begitu pula sebaliknya. Sebagai contoh dari peneliti-peneliti ilmu pengetahuan bahwa kebahagian dan tawa yang penuh kesenangan menghasilkan suatu perubahan yang besar dalam sistem kekebalan tubuh (Notoatmodjo, 2005)
8
9
b. Faktor Faktor yang mempengaruhi Gaya Hidup Gaya
hidup seseorang dapat dilihat dari perilaku yang
dilakukan oleh individu seperti kegiatan-kegiatan, termasuk di dalamnya proses pengambilan keputusan pada penentuan kegiatankegiatan tersebut (Nugraheni, 2007). Menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi gaya hidup seseorang ada 2 faktor yaitu faktor yang berasal dari dalam diri individu (internal) dan faktor yang berasal dari luar (eksternal). Faktor internal adalah sebagai berikut : 1) Sikap Sikap berarti suatu keadaan jiwa dan keadaan pikir yang dipersiapkan untuk memberikan tanggapan terhadap suatu objek yang diorganisasi melalui pengalaman dan mempengaruhi secara langsung pada perilaku. Keadaan jiwa tersebut sangat dipengaruhi oleh tradisi, kebiasaan, kebudayaan dan lingkungan sosialnya. 2) Pengalaman dan pengamatan Pengalaman dapat mempengaruhi pengamatansosial dalam tingkah laku, pengalaman dapat diperoleh dari semua tindakannya dimasa lalu dan dapat dipelajari, melalui belajar orang akan dapat memperoleh pengalaman. Hasil dari pengalaman sosial akan dapat membentuk pandangan terhadap suatu objek. 3) Kepribadian Kepribadian adalah konfigurasi karakteristik individu dan cara berperilaku yang menentukan perbedaan perilaku dari setiap individu 4) Konsep diri Faktor lain yang menentukan kepribadian individu adalah konsep diri. Konsep diri sudah menjadi pendekatan yang dikenal amat luas untuk menggambarkan hubungan antara konsep diri konsumen dengan image merek. Bagaimana individu memandang dirinya akan mempengaruhi minat terhadap suatu objek. Konsep diri sebagai inti dari pola kepribadian akan menentukan perilaku
10
individu dalam menghadapi permasalahan hidupnya, karena konsep diri merupakan frame of reference yang menjadi awal perilaku. 5) Motif Perilaku individu muncul karena adanya motif kebutuhan untuk merasa aman dan kebutuhan terhadap prestise merupakan beberapa contoh tentang motif. Jika motif seseorang terhadap kebutuhan akan prestise itu besar maka akan membentuk gaya hidup yang cenderung mengarah kepada gaya hidup hedonis. 6) Persepsi Persepsi
adalah
proses
dimana
seseorang
memilih,
mengatur, menginterpretasikan informasikan untuk membentuk suatu gambar yang berarti mengenai dunia. Adapun faktor eksternal dijelaskan oleh Nugraheni (2007) sebagai berikut : 1) Kelompok referensi Kelompok referensi adalah kelompok yang memberikan pengaruh langsung atau tidak langsung terhadap sikap dan perilaku seseorang. Kelompok yang memberikan pengaruh langsung adalah kelompok dimana individu tersebut menjadi anggotanya dan saling berinteraksi, sedangkan kelompok yang memberi pengaruh tidak langsung adalah kelompok dimana individu tidak menjadi anggota di dalam kelompok tersebut. pengaruh-pengaruh tersebut akan menghadapkan individu pada perilaku dan gaya hidup tertentu. 2) Keluarga Keluarga memegang peranan terbesar dan terlama dalam pembentukan sikap dan perilaku individu. Hal ini karena pola asuh orang tua akan membentuk kebiasaan anak yang secara tidak langsung mempengaruhi pola hidupnya.
11
3) Kelas sosial Kelas sosial adalah sebuah kelompok yang relatif homogen
dan bertahan lama dalam sebuah masyarakat, yang
tersusun dalam sebuah urutan jenjang, dan para anggota dalam setiap jenjang itu memiliki nilai, minat dan tingkah laku yang sama. Ada dua unsur pokok dalam sistem sosial pembagian kelas dalam masyarakat, yaitu kedudukan (status) dan peranan. Kedudukan sosial artinya tempat seseorang dalam lingkungan pergaulan, prestise hak-haknya serta kewajibannya. Kedudukan sosial ini dapat dicapai oleh seseorang dengan usaha yang sengaja maupun diperoleh karena kelahiran. Peranan merupakan aspek yang dinamis dari kedudukan. Apabila individu melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya maka ia menjalankan suatu peranan. 4) Kebudayaan. Kebudayaan yang meliputi pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kebiasaan-kebiasaan yang diperoleh individu sebagai anggota masyarakat. Kebudayaan terdiri dari segala sesuatu yang dipelajari dari pola-pola perilaku yang normatif, meliputi ciri-ciri pola pikir, merasakan dan bertindak. Dari beberapa faktor eksternal yang diuraikan, dapat disimpulkan bahwa faktor kelompok referensi, keluarga, kelas sosial dan kebudayaan tak kalah penting dalam mempengaruhi gaya hidup. Sebab faktor eksternal merupakan faktor yang membentukan gaya hidup seseorang dan membawa pengaruh terhadap kebiasaan sehingga membentuk gaya hidup seseorang. Pola perilaku (behavioral patterns) akan selalu berbeda dalam situasi dan lingkungan social yang berbeda, dan senantiasa berubah, tidak ada yang menetap. Gaya hidup individu, yang dicirikan dengan pola perilaku individu, akan memberikan dampak pada kesehatan individu dan selanjutnya pada kesehatan
12
orang lain. Dalam kesehatan, gaya hidup seseorang dapat diubah dengan cara memberdayakan individu agar merubah gaya hidupnya, tetapi merubahnya bukan pada individu saja, tetapi juaga merubah lingkungan sosial dan kondisi kehidupan yang mempengaruhi pola prilakunya. Menurut
Fardian
(2007)
Perubahan
gaya
hidup
masyarakat, berjalan seiring pertumbuhan ekonomi, sosial budaya teknologi yang gejala negatifnya sudah banyak dirasakan saat sekarang ini, seperti kurang gerak secara fisik/olahraga, perilaku merokok, napza, minuman keras, gizi lebih, kurang sayur, kurang istirahat dan lain-lain. 1) Kebiasaan merokok Sesuai dengan survey Sosial Ekonomi Nasional 2005, merokok dimulai pada remaja umur 10 tahun, dan pada umur 15 sampai 19 tahun menduduki pada angka 60% sebagai perokok, 91% para perokok mempunyai kebiasan merokok di rumah. Pada saat ini terdapat sekurangkuarangnya 43 juta kaum ibu dan anak-anak yang terpapar asap rokok sebagai perokok pasif yang dapat menjadi faktor resiko penyakit tidak menular (PTM) lainnya (Ahyar, 2009). Dan rokok merupakan penyebab kematian dini yang sebenarnya dapat dicegah. Penyebab kematian utama yang disebabkan karena rokok adalah : Penyakit jantung (1,69 juta kematian), penyakit paru obstruktif kronis (0,97 juta kematian), dan kanker paru (0,85 juta kematian).Sekitar 90% kanker paru berhubungan dengan kebiasaan merokok. Jenis penyakit kanker lain yang bisa terkait dengan rokok adalah kanker kantong kemih, ginjal, kanker leher rahim, kanker esofagus, dan kanker pankreas. Bahaya merokok terhadap kesehatan tubuh telah diteliti dan dibuktikan oleh banyak orang. Efek-efek yang merugikan akibat merokok pun sudah
13
diketahui dengan jelas. Paling tidak ada lima hal yang membuat kebiasaan merokok sulit diberantas yakni sebagai berikut. a) Kebiasaan merokok sudah menjadi tradisi, membudaya sejak jaman dahulu. b) Merokok adalah hak asasi seseorang dan dianggap tidak melanggar hukum karena memang merokok tidak menggangu ketertiban umum, mungkin hanya melanggar etika pergaulan. c) Rokok bersifat adiktif, sebenarnya tidak ada bedanya antara nikotin yang terkandung dalam tembakau dan ganja
atau
heroin.
Semuanya
memberikan
efek
kenikmatan dan ketergantungan. Bedanya efek nikotin tidak memberikan gangguan kesadaran, kontrol diri dan konsentrasi sehingga tidak dilarang pemakaiannya. Tetapi ganja dan heroin dapat menimbulkan efek selanjutnya dan dapat mengganggu ketertiban umum. Banyak perokok menyadari resiko merokok tetapi setiap ingin berhenti umumnya tindakannya gagal. Semua ini akibat
nikotin
bersifat
adiktif.
Berkaitan
dengan
kepentingan pemerintah, banyak negara menerapkan standar ganda dalam menanggulangi masalah rokok. Satu sisi pemerintah menyadari bahwa merokok dapat menimbulkan
kesakitan,
kematian
prematur,
dan
hilangnya hari kerja. Tetapi sisi lain dari proses penanaman tembakau sampai produksi dan penjualan rokok dapat menyerap banyak tenaga kerja dan sebagai pemasukkan bagi negara. Bahkan tidak kurang di Amerika sendiri industri rokok merupakan sponsor terpenting berbagai kampanye politik.
14
2) Kurang gerak fisik ( inaktifitas ) Gaya hidup sedentarial yang ditandai banyak duduk, dan kurang aktivitas fisik meningkatkan resiko munculnya penyakit kronik modern. Kurang gerak dan konsumsi tinggi lemak memudahkan terjadinya obesitas. Pada umumnya, obesitas tidak berdiri sendiri, obesitas sangat dekat dengan peningkatan kadar lemak darah, hipertensi, dan diabetes militus (Suharjo, 2008). Kurangnya aktivitas juga ikut memicu obesitas. Berbagai kemajuan teknologi seperti kemunculan elevator, remot kontrol membuat aktivitas orang makin terbatas, alat-alat tersebut juga membuat seseorang cenderung malas. Ketidakseimbangan antara aktivitas dengan pola asupan yang masuk dalam tubuh itulah yang memicu terjadinya kelebihan berat badan pada kebanyakan manusia modern (Depkes, 2009). Tingkat pengeluaran energi tubuh sangat peka terhadap pengendalian berat badan tubuh. Pengeluaran energi tergantung pada dua faktor. Pertama, tingkat aktivitas dan olahraga secara umum. Kedua, angka metabolisme basal atau tingkat energi yang dibutuhkan untuk mempertahankan fungsi minimal tubuh. Dari kedua faktor tersebut, metabolisme basal memiliki tanggung jawab dua pertiga dari pengeluaran energi orang normal. Meskipun aktivitas fisik hanya mempengaruhi satu pertiga pengeluaran energi seseorang dengan berat badan normal, tetapi bagi orang yang memiliki kelebihan berat badan, aktivitas fisik memiliki peran sangat penting. Pada saat berolah raga kalori terbakar dan makin banyak berolah raga maka semakin banyak kalori yang hilang. Kalori secara tidak langsung mempengaruhi sistem metabolisme basal. Orang yang duduk bekerja seharian akan mengalami penurunan metabolisme basal
tubuhnya.
Kekurangan
aktivitas
gerak
akan
15
menyebabkan suatu siklus metabolisme basal tubuh yang hebat. Jadi, olah raga sangat penting dalam penurunan berat badan tidak saja karena dapat membakar kalori, melainkan juga
karena
dapat membantu
mengatur berfungsinya
metabolisme normal (Suharjo, 2008). Menurut safitri yang
dilakukan
oleh
2009,
berat ringanya kegiatan
seseorang
sehari-hari
termasuk
pekerjaan rumah tangga maupun pekerjaan yang dilakukan oleh seseorang untuk mendapatkan imbalan berupa uang. Tingkat pekerjaan dikategorikan menjadi dua yaitu tingkat pekerjaan berat jika bekerja tanpa bantuan atau mesin disamping itu juga mempunyai pekerjaan lain yaitu sebagai petani, tukang cuci, buruh bangunan, atlet, dokter, pekerja kantor, ahli hukum, perawat, industri ringan, mahasiswi, kerja di toko. Tingkat pekerjaan ringan jika tidak bekerja, bekerja dengan bantuan mesin, pekerja kantor, ahli hukum, guru, industri ringan, mahasiswi, bekerja di toko. 3) Pola makan tidak sehat Membaiknya tingkat ekonomi dapat mengubah pola atau jenis makan seseorang. Di negara-negara maju ratarata masyarakat mengkonsumsi kolesterol 750 mg/hari atau setara ¾ kg daging. Pola makanan fast-food yang berlemak tinggi, tinggi karbohidrat dan kalori, saat ini lebih digemari dan lebih bergengsi dibandingkan makanan tradisional yang lebih menyehatkan. Booth FW (2002) dalam laporannya yang dimuat dalam President`s council on physical fitness and sport washington, DC menuliskan bawa musuh dalam selimut yang menyebabkan menigkatnya penyakit modern dalah sedentary living. Gaya hidup sedentarial yang ditandai dengan
banyak
duduk
dan
kurang
aktivitas
fisik
meningkatkan resiko munculnya penyakit kronik modern.
16
Kurang gerak dan konsumsi tinggi lemak memudahkan tradinya obesitas. Pada umumnya, obesitas tidak berdiri sendiri, ia sangat dekat dengan pningkatan kadar lemak darah, hiprtensi dan diabetes melitus. c. Gaya hidup yang menyebakan gagal ginjal kronis Beberapa macam gaya hidup yang salah sehingga menyebabkan gagal gingal antara lain: 1) Jarang atau kurang minum air putih akan menyebabkan kerusakan organ ginjal karena pasokan cairan ke ginjal kita yang kurang, sehingga ginjal menjadi tidak dapat berfungsi dengan baik. Minumlah sebanyak kurang lebih 1,5-2 L air dalam sehari, minum banyak tentu akan menyebabkan sering buang air kecil yang akan membuang banyak kotoran dan racun dari ginjal. Namun, perlu diperhatikan pula kualitas air yang diminum harus bersih dan sehat, artinya jernih, bebas kuman, serta tidak mengandung elektrolit berlebihan ataupun logam berat yang membahayakan tubuh (Laguliga, 2009). 2) Diet tidak seimbang dan tidak adekuat, diet tinggi protein dapat menyebabkan ginjal menjadi rusak. Protein di dalam tubuh berfungsi sebagai zat pembangun daripada sebagai sumber energi. Akan tetapi, jika asupannya berlebihan, maka protein akan diuraikan
untuk
digunakan
sebagai
sumber
energi
dan
konsekuensinya protein itu akan membebaskan sejumlah nitrogen yang harus dikeluarkan dari dalam tubuh sebagai ureum. Jadi ureum, merupakan senyawa yang digunakan tubuh untuk mengeluarkan kelebihan nitrogen lewat ginjal. Pada orang gagal ginjal, kemampuan ginjal untuk melakukan hal ini sudah sangat menurun atau mungkin tidak ada. Dengan demikian, tindakan yang dapat kita lakukan untuk mengurangi produksi ureum tubuh adalah mengurangi asupan protein dari makanan (Suhardjo, 2008). Beberapa makanan di Indonesia yang sering ditemukan di
17
masyarakat umum di antaranya jeroan dan jengkol. Kandungan asam urat yang tinggi dalam jeroan akan dapat menyebabkan sumbatan kristal asam urat dalam ginjal. Jengkol merupakan makanan khas Indonesia yang banyak dikonsumsi masyarakat, namun dalam keadaan tertentu asam jengkolat akan membentuk kristal dan mengendap di ginjal yang akhirnya akan menimbulkan sumbatan. Penderita jengkoleun biasanya akan mengeluh kesakitan luar biasa dengan kencing yang berdarah (Laguliga, 2009). Pola konsumsi tinggi lemak memudahkan terjadinya obesitas. Pada umumnya, obesitas tidak berdiri sendiri, obesitas sangat dekat dengan peningkatan kadar lemak darah, hipertensi, dan diabetes militus (Suharjo, 2008). Pola konsumsi tinggi lemak merupakan salah satu faktor internal yang mempengaruhi kesehatan seseorang (Kozier, 2004). Pola hidup yang tidak sehat sangat berpengaruh pada kualitas hidup seseorang. Dalam memperoleh kesehatan yang optimal perlu didukung dengan pola makan yang sehat. Makanan yang sehat tentunya mengandung semua unsur gizi seimbang sesuai kebutuhan tubuh, Baik protein, Karbohidrat, lamak, vitamin, Mineral dan air. Sebisa mungkin menghindari makanan yang mengandung lemak yang tinggi, Menghindari makanan yang berpengawet, Perbanyak konsumsi buah dan sayur – sayuran, Mengurangi makanan yang bersantan, Memperhatikan tekhnik pengolahan makanan, Perbanyak konsumsi air putih dan hindari minuman beralkohol (Hisyam, 2007). 3) Mengkonsumsi obat bebas dan tanpa konsultasi ke dokter, harus diperhatikan indikasi pemakaian, kemasan, kadaluwarsa, keaslian obat tersebut, dosis obat. Penting diperhatikan pula, penyakit dasar yang telah diderita (kencing manis, hipertensi, jantung, tiroid, asma, dsb). Minum obat antinyeri setiap hari untuk jangka waktu yang lama (beberapa tahun), dapat menyebabkan penyakit ginjal
18
kronik, sehingga perlu berkonsultasi dengan dokter ahli untuk meyakinkan bahwa hal tersebut tidak akan merusak ginjal (Laguliga, 2009). 4) Memakai beberapa bahan kimia, setiap kali menghirup asap rokok, walaupun disengaja atau tidak, berarti juga mengisap lebih dari 4.000 macam racun. Karena itu, merokok sama dengan memasukkan racun-racun tadi ke dalam rongga mulut dan tentunya paru-paru. Merokok mengganggu kesehatan, kenyataan ini tidak dapat dipungkiri. Banyak penyakit telah terbukti menjadi akibat buruk merokok, baik secara langsung maupun tidak langsung. Kebiasaan merokok bukan saja merugikan perokok, tetapi juga bagi orang di sekitarnya. Saat ini jumlah perokok, terutama perokok remaja terus bertambah, khususnya di negara-negara berkembang. Keadaan ini merupakan tantangan berat bagi upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Bahkan organisasi kesehatan sedunia (WHO) telah memberikan peringatan bahwa dalam dekade 2020-2030 tembakau akan membunuh 10 juta orang pertahun, 70% diantaranya terjadi di negara-negara berkembang. Bahaya merokok terhadap kesehatan tubuh telah diteliti dan dibuktikan oleh banyak orang. Efek-efek yang merugikan akibat merokok pun sudah diketahui dengan jelas. Banyak penelitian membuktikan bahwa kebiasaan merokok meningkatkan risiko timbulnya berbagai penyakit. Seperti penyakit jantung dan gangguan pembuluh darah, kanker paru-paru, kanker rongga mulut, kanker laring, kanker osefagus, bronkhitis, tekanan darah tinggi, impotensi, serta gangguan kehamilan dan cacat pada janin. Perokok berat sangat berisiko terkena penyakit ginjal. Perokok berat berisiko enam kali lebih besar untuk gagal ginjal terminal, daripada orang yang tidak merokok. Asap rokok dan kandungan racun di dalam
rokok,
mampu
meningkatkan
oksidatif
stres
yang
menyebabkan terbakarnya pembuluh darah. Kadar nikotin dalam
19
dua batang rokok yang dihisap, memicu tekanan darah dan naik sebesar 20 ml/hg.Oksidatif stres adalah kerusakan jaringan akibat kadar oksidan lebih tinggi dari kadar anti oksidan dalam tubuh. Secara bertahap para perokok berat dapat mengalami hipertensi. Bila hipertensi itu terjadi terus-menerus, maka akan terjadi oksidatif stres yang berbahaya. Kalau dibiarkan terus, maka hal tersebut berisiko menjadi gagal ginjal terminal (Ahyar, 2009). 2. Gagal Ginjal a. Anatomi dan Fisiologi Ginjal 1) Anatomi Ginjal Ginjal merupakan organ yang berpasangan dan setiap ginjal memiliki berat kurang lebih 125 g, terletak pada posisi di sebelah lateral vertebra torakalis bawah, beberapa sentimeter di sebelah kanan dan kiri garis tengah. Organ ini terbungkus oleh jaringan ikat tipis yang dikenal sebagai kapsula renis. Di sebelah anterior, ginjal dipisahkan dari kavum abdomen dan isinya oleh lapisan peritoneum. Di sebelah posterior, organ tersebut dilindungi oleh dinding toraks bawah. Darah dialirkan ke dalam setiap ginjal melalui arteri renalis dan keluar dari dalam ginjal melalui vena renalis. Arteri renalis berasal dari aorta abdominalis dan vena renalis membawa darah kembali ke dalam vena kava inferior. Ginjal dengan efisien dapat membersihkan bahan limbah dari dalam darah, dan fungsi ini bisa dilaksanakannya karena aliran darah yang melalui ginjal jumlahnya sangat besar, 25% dari curah jantung. (Bruner & Suddarth, 2005). Organ ginjal berbentuk seperti dua kacang yang terletak di belakang peritoneum pariental dapat sudut konstovertebral. Nefron merupakan unit fungsional dari ginjal dan tiap ginjal terdiri dari kira-kira satu juta unit nefron. Struktur dari nefron berperan dalam proses pembentukan urin, terdiri dari glomerolus yang berada dalam kapsula Bowman, tubulus yang berbelok-belok pada bagian
20
proksimal, gelung Henle, dan saluran yang berbelok-belok pada bagian distal dan tubulus-tubulus tempat penampung. Kapsul Bowman dan tubulus yang berbelok-belok berada pada kortek dari ginjal, sedangkan tubulus Henle dan tubulus penampung berada pada bagian medula. Urine dari tubulus penampung yang banyak itu mengalir ke tubulus yang lebih besar yang membentuk piramid pada medula, kemudian urine mengalir ke pelvis renalis (Long, 2006). 2) Fisiologi Ginjal Ginjal berfungsi sebagai pengatur keseimbangan air, pengaturan konsentrasi garam dalam darah dan keseimbang asambasa, dan ekskresi bahan buangan dan kelebihan garam, dalam proses sekresi urine dan mekanisme fungsi ginjal. Glomerulus adalah saringan, setiap menit kira-kira 1 liter darah yang mengandung 500 ccm plasma, mengalir melalui semua glomeruli dan sekitar 100 ccm (10%) dari itu disaring keluar, plasma yang berisi semua garam, glukosa, dan benda halus lainnya, disaring, sel dan protein plasma terlalu besar untuk dapat menembus pori saringan dan tetap tinggal dalam aliran darah (Pearce, 2008). b. Fungsi Ginjal 1) Ultrafiltrasi Ultrafiltrasi adalah membuang volume cairan dari darah sirkulasi, bahan-bahan yang terlarut dalam cairan juga terbuang. Ultrafiltrasi yang berasal dari kapiler-kapiler glomerolus (filtrasi glomerular) kira-kira 180 ℓ/hari. Jumlah filtrasi dalam suatu waktu yang ditentukan disebut angka kecepatan filtrasi glomerular (GFR glomerular filtration rate). GFR pada rata-rata ukuran badan orang kira-kira 125 ml/menit (7,5 ℓ/jam) atau sama dalam satu hari kirakira 60 kali volume plasma. Ginjal mendapat 25% dari output kardiak, dan arus darah dalam ginjal rata-rata 600 ml/menit. Suplai darah tersebut kepada ginjal merupakan dasar untuk terjadinya filtrasi glomerular, atau permulaan air seni, dan merupakan suplai
21
nutrisi dan respirasi dari sel-sel ginjal. Masalah yang parah dan berkepanjangan mengenai kesinambungan output kardiak dan perfusi ginjal pengaruhnya sangat besar terhadap pembentukan urin dan kemungkinan dapat hidup sel-sel yang bertanggung jawab atas kelestarian konsistensi lingkungan internal. Setelah melalui serangkaian arteri yang makin lama menjadi makin kecil, darah masuk ke arteriole aferen yang terus bercabang menjadi kapiler glomerular. Glomerolus yang terdapat pada kapsul bowman, merupakan bagian fungsional pertama dari nefron. Bila darah memasuki kapiler-kapiler glomerolus dengan tekanan yang tidak kurang dari 60-70 mmHg, akan membentuk plasma yang tidak tersaring, tidak terfiltrasi (air seni primitif) mengandung konsentrasi elemen-elemen plasma yang dikurangi protein, yang tidak terfiltrasi ini kemudian lewat melalui sisa nefron untuk modifikasi menjadi urin yang aktual (Price & Wilson, 2006). 2) Pengendalian cairan dan elektrolit Jika bukan karena adanya sistem konservasi dari ginjal, orang akan kehabisan cairan dan garam dalam waktu 3 sampai 4 menit. Dehidrasi masih bisa terjadi, bila tubuh tidak memiliki mekanisme tambahan pada ginjal untuk konservasi air yang telah difilter. Ginjal dapat mengatur jumlah cairan yang diekskresikan dengan
tepat
sehingga
intake
yang
melebihi
kebutuhan
keseimbangan normal diekskresikan bila intake di bawah yang diperlukan untuk keseimbangan cairan normal melalui peningkatan kosentrasi urine. Mekanisme yang berperan untuk peningkatan kosentrasi urine dan ketepatan mengekskresi volume urin yang tepat terdapat pada tubulus henle dan bagian distal dari tubulus yang berbelok-belok dan pada tubulus (Long, 2006). 3) Ekresi Produk sisa Sisa-sisa metabolik diekskresi pada filtrasi glomerolus, kreatinin sedikit mengalami modifikasi lewat melalui nefron,
22
kreatinin yang terkandung pada filtrasi glomerolus diekskresikan tanpa perubahan dalam urin. Produk-produk sisa lain seperti ureum, diekskresikan tanpa perubahan pada filtrasi glomerolus tapi mengalami reabsorbsi pada waktu pasase melalui nefron. Jumlah produk sisa yang diekskresikan di dalam urin sedemikian hanya fraksi yang asli terkandung pada filtrasi glomerolus. Ekskresi bahan obat-obatan oleh ginjal terjadi baik oleh filtrasi pada tingkat glomerolus dan sekresi ke dalam urin oleh sel-sel tubulus distal. Diantaranya penicilin merupakan bahan yang diekskresikan oleh sel-sel tubulus (Long, 2006). 4) Pengaturan Tekanan Darah Pengaturan tekanan darah oleh ginjal dikendalikan oleh sistem renin-angiotensin-aldosteron. Renin adalah hormon yang dikeluarkan oleh jukstaglomerulerapparatus (yang berhubungan dengan glomerolus) sebagai respon terhadap berkurangnya sodium, atau terhadap stimulus saraf ginjal melalui jalur simpati. Angiotensinogen yang dihasilkan oleh hati dilakukan oleh angiotensin I pada waktu terdapatnya renin. Enzim pada paru-paru mengubah angiotensin I menjadi bahan aktif angiotensin II. Angiotensin II merupakan vasokontriktor yang sangat kuat yang juga merangsang dikeluarkannya aldosteron dikeluarkan oleh kelenjar adrenal. Aldosteron meningkatkan reabsorbsi sodium oleh ginjal, air mengikutisodium, berdampak peningkatan volume darah. GFR
yang
rendah
terlihat
pada
penyakit
ginjal
(seperti
glomerolunefritis, nephrotic, trauma renal, kegagalan ginjal dan lain-lain) biasanya dapat menyebabkan hipertensi akibatnya dapat mengakibatkan
aktifnya
sistem
renin-angiotensin-aldosteron
(Bruner & Suddarth, 2005). Gaya hidup tidak sehat seperti mengkonsumsi kopi yang berlebihan dapat meningkatkan resiko hipertensi. Menurut Sutedjo (2006) kopi adalah bahan minuman yang banyak mengandung
23
kafein. Kopi juga berakibat buruk pada jantung. Kafein dapat menstimulasi
jantung
untuk
bekerja
lebih
cepat
sehingga
mengalirkan le bih banyak cairan setiap detiknya. Kebiasaan minum kopi didapatkan dari satu cangkir kopi mengandung 75-200 mg kafein, sehingga minum kopi lebih dari empat cangkir sehari dapat meningkatkan tekanan darah sistolik sekitar 10 mmHg dan tekanan darah diastolik sekitar 8 mmHg. Seperti sebagian besar organ dalam tubuh ada sejumlah regulasi yang memungkinkan ginjal untuk berfungsi secara normal dan optimal, etil alkohol dapat mengganggu kontrol ini. Efek yang tepat tergantung pada jumlah alkohol yang absorbsi dan waktu dikonsumsi. Alkohol telah terlihat dapat mengubah struktur dan fungsi ginjal serta merusak kemampuannya untuk mengatur volume, komposisi cairan dan elektrolit dalam tubuh. Perubahan mikroskopis pada ginjal termasuk perubahan struktur glomerulus, pembengkakan atau pembesaran ginjal dan meningkatnya jumlah sel-sel lemak, protein dan air. Efek ini akan mengubah kemampuan ginjal untuk berfungsi secara normal (Boggan, 2003). Efek negatif minuman bersoda bisa berakibat gagal ginjal minuman bersoda mengandung asam fosfat yang tinggi, dimana asam fosfat nantinya akan membentuk batu pada ginjal akibat sulitnya di reabsorsi/ di serap kembali oleh ginjal untuk disaluran ke seluruh tubuh (Boggan, 2003). 5) Pengaturan Metabolisme Kalsium Fosfat Metabolisme kalsium-fosfat juga dikendalikan oleh ginjal. Vitamin D prohormon diubah menjadi bentuk aktif oleh ginjal, vitamin D aktif bukan hanya mengatur absorbsi kalsium oleh alat pencernaan tapi juga penyimpanan pada matrix tulang, demikian juga metabolisme kalsium dan phospor (Long, 2006).
24
c. Definisi Gagal Ginjal Gagal ginjal dibagi menjadi 2 macam yaitu gagal ginjal akut dan
gagal ginjal
kronis. Gagal ginjal akut didefinisikan
sebagai
kemunduran fungsi ginjal secara cepat dan mendadak serta kerusakan yang progresif dalam status elektrolit, asam basa dan volume. Gagal ginjal jenis ini mempunyai angka kematian yang tinggi 40-60% karena itu diperlukan diagnosis dini, pengenalan proses yang reversibel, dan pemberian terapi yang tepat (Stein, 2005). Jenis kedua dari gagal ginjal adalah gagal ginjal kronis. Gagal ginjal ini didefinisikan sebagai kerusakan ginjal yang terjadi lebih dari 3 bulan berupa
kelainan
struktur
ataupun
fungsi
dengan
atau tanpa
penurunan laju filtrasi glomerulus yang ditandai dengan kelainan patologis, tanda kelainan ginjal, kelainan komposisi darah dan urin. Laju filtrasi pada gagal ginjal jenis ini biasanya kurang dari 60 ml/menit/1,73 m2 selama 3 bulan dengan atau tanpa kerusakan ginjal (Suwitra, 2006). Pada tahap akhir fase gagal ginjal kronis ini kerusakan ginjal akan berlangsung secara progresif dan irreversibel. Tubuh tidak dapat mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan elektrolit yang akan menyebabkan uremia (Nursalam, 2008). Gagal Ginjal kronik (GGK) atau penyakit ginjal tahap akhir adalah gangguan fungsi ginjal yang menahun bersifat progresif dan interversibel. Dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebakan uremia (Bruner & Suddart, 2005). Berikut ini beberapa tipe yang paling umum dan penyebab kerusakan ginjal: 1) Diabetes adalah penyebab yang terdepan dari penyakit ginjal. 2) Tekanan darah tinggi adalah penyebab umum lain dari penyakit ginjal. Tekanan darah tinggi terjadi ketika desakan darah pada dinding arteri bertambah. Ketika tekanan darah tinggi terkontrol, resiko komplikasi seperti penyakit gagal ginjal kronis dengan
25
sendirinya akan menurun. Komplikasi-komplikasi lain seperti serangan jantung dan stroke. 3) Glomerulonefritis adalah suatu penyakit yang menyebabkan inflamasi pada unit-unit penyaring kecil yang disebut glomeruli. Glomerulonefritis bisa terjadi secara tiba-tiba, misalnya setelah infeksi tenggorokan dan kemudian sembuh kembali. 4) Penyakit ginjal polycystik adalah penyakit ginjal keturunan yang paling umum. Penyakit ini ditandai dari terbentuknya kista ginjal yang membesar dan dapat menyebabkan kerusakan ginjal yang serius dan bahkan bisa menyebabkan gagal ginjal. 5) Batu-batu ginjal adalah sangat umum dan ketika batu-batu itu lewat, menyebabkan sakit yang hebat dibagian belakang samping. Ada beberapa penyebab dari batu ginjal, termasuk kelainan bawaan yang disebabkan terlalu banyak kalsium yang diserap
dari
makanan. Kadang-kadang pengobatan dan diet bisa membantu untuk mencegah terbentuknya batu ginjal. Bilamana batu-batu terlalu besar untuk lewat, pengobatan mungkin dilakukan untuk mengeluarkan atau mencegah batu-batu itu menjadi bagian bagian kecil yang dapat keluar tubuh. Infeksi-infeksi saluran kemih terjadi ketika kuman-kuman memasuki saluran kemih dan menimbulkan gejala-gejala seperti rasa sakit atau terbakar ketika buang air kecil dan keinginan berkemih yang lebih sering. Infeksi-infeksi ini paling sering berakibat pada kandung kemih terkadang menyebar ke ginjal dan bisa menyebabkan demam dan rasa sakit pada bagian belakang. 6) Penyakit-penyakit bawaan juga dapat mempengaruhi ginjal. Hal ini biasanya berupa masalah yang terjadi dalam saluran kemih ketika bayi tumbuh dalam kandungan ibunya. Satu hal yang paling umum terjadi ialah ketika mekanisme seperti kerang diantara kandung kemih dan saluran kencing gagal bekerja dengan baik dan menyebabkan
urine
tertarik
kembali
ke
ginjal.
Hal
ini
26
menyebabkan infeksi dan memungkinkan terjadinya kerusakan ginjal. 7) Toksin dan obat-obatan bisa juga menyebabkan masalah masalah ginjal.
Penggunaan
dalam
waktu
yang
panjang
dapat
membahayakan ginjal. Pengobatan tertentu, toksin, pestisida, dan obat-obatan jalanan seperti heroin juga bisa menyebabkan kerusakan ginjal. d. Perjalanan Klinis Perjalanan umum gagal ginjal progresif dapat dibagi menjadi 3 stadium: 1) Stadium 1 Penurunan cadangan ginjal (faal ginjal antara 40%-75%). Tahap inilah yang paling ringan, dimana faal ginjal masih baik. Pada tahap ini penderita ini belum merasakan gejala-gejala dan pemeriksaan laboratorium faal ginjal masih dalam batas normal. Selama tahap ini kreain serum dan kadar BUN (Blood Urea Nitrogen) dalam batas normal dan penderita asimtomatik. Gangguan fungsi ginjal mungkin hanya dapat diketahui dengan memberikan beban kerja yang berat seperti test pemekatan kemih yang lama atau dengan mengadakan test GFR yang teliti (Lukman, 2009). 2) Stadium II Insufisiensi ginjal (faal ginjal antara 20%-50%). Pada tahap ini penderita dapat melakukan tugas-tugas seperti biasa padahal daya dan konsentrasi ginjal menurun. Pada tahap ini pengobatan harus cepat dalam hal mengatasi kekurangan cairan, kekurangan garam, gangguan jantung dan pencegahan pemberian obat-obatan yang bersifat mengganggu faal ginjal. Bila langkah-langkah ini dilakukan secepatnya dengan tepat dapat mencegah penderita masuk ke tahap yang lebih berat. Pada tahap ini lebih dari 75% jaringan yang berfungsi telah rusak. Kadar BUN baru mulai meningkat di atas batas normal. Peningkatan kosentrasi BUN ini berbeda-beda,
27
tergantung dari kadar protein dalam diit stadium ini kadar kreatinin serum mulai meningkat melebihi kadar normal (Lukman, 2009). Poliuria akibat gagal ginjal biasanya lebih besar pada penyakit yang terutama menyerang tubulus, meskipun poliuria bersifat sedang dan jarang lebih dari 3 liter/hari. Biasanya ditemukan anemia pada gagal ginjal diantara 5%-25%. faal ginjal jelas sangat menurun dan timbul gejala kekurangan darah, tekanan darah akan naik, aktifitas penderita terganggu (Lukman, 2009) 3) Stadium III Untuk uremi gagal ginjal (faal ginjal kurang dari 10%). Semua gejala sudah jelas dan penderita masuk dalam keadaan dimana tidak dapat melakukan tugas sehari-hari sebagaimana mestinya. Gagal ginjal yang timbul antara lain mual, muntah, nafsu makan berkurang, sesak nafas, pusing, sakit kepala, air kemih berkurang, kurang tidur, kejang dan akhirnya terjadi penurunan kesadaran sampai koma. Stadium akhir timbul pada sekitar 90% dari masa nefron telah hancur. Nilai GFR nya 10% dari keadaan normal dan kadar kreatinin mungkin mungkin sebesar 5-10 ml/menit atau kurang (Lukman, 2009). Pada keadaan ini kreatinin serum dan kadar BUN akan mengikat dengan sangat mencolok sebagai penurun. Pada stadium akhir gagal ginjal, panderita mulai merasakan gejala yang cukup parah pada karena ginjal tidak sanggup lagi mempertahankan homeostatis cairan dan elektrolit dalam tubuh. Penderita biasanya menjadi oliguri (pengeluaran kemih) kurang dari 500/hari karena kegagalan
glomerulus meskipun proses penyakit mula-mula
menyerang tubulus ginjal, kompleks perubahan biokimia dan gejala yang dinamakan sindrom uremik mempengaruhi setiap sistem dalam tubuh. Pada stadium akhir gagal ginjal, penderita pasti akan meninggal
kecuali
ia
mendapat
pengobatan
transplantasi ginjal atau dialysis (Lukman, 2009).
dalam
bentuk
28
B. Kerangka Teori Penelitian Gaya Hidup
Gagal Ginjal
1. Gagal Ginjal Akut. 2. Gagal Ginjal Kronis.
Faktor faktor yang mempengaruhi gaya hidup pasien: 1. Internal a. Persepsi b. Motif c. Konsep Diri d. Kepribadian e. Pengalamandan Pengamatan f. Sikap 2. Eksternal a. Keluarga b. Kelas Sosial c. Kebudayaan
Gambar 2. 1 Kerangka Teori ((Sumber : Fardian (2007) (Nugraheni, 2007))
29
C. Kerangka Konsep Penelitian Gaya Hidup 1. Pola konsumsi makanan berlemak (daging, jeroan, gorengan, makanan instan) 2. Pola minum (kopi, minuman berenergi, minuman beralkohol,minuman bersoda / berkarbonasi dan air putih) 3. Pola aktifitas (olahraga, pekerjaan) Faktor faktor yang mempengaruhi gaya hidup pasien: 1. Internal a. Persepsi b. Motif c. Konsep Diri d. Pengalaman dan Pengamatan 2. Eksternal a. Keluarga b. Kelas Sosial c. Kebudayaan
Gambar 2. 2 Kerangka Konsep
: diteliti
: tidak diteliti
Pasien Gagal Ginjal Kronik
30
D. Pertanyaan penelitian 1. Bagaimana gambaran gaya hidup pasien sebelum menderita gagal ginjal kronis di RS PKU Muhammadiyah Gombong. 2. Bagaimana pola makan pasien sebelum menderita gagal ginjal kronis di RS PKU Muhammadiyah Gombong. 3. Bagaimana pola minum pasien sebelum menderita gagal ginjal kronis di RS PKU Muhammadiyah Gombong. 4. Bagaimana pola aktivitas (olahraga, pekerjaan) pasien sebelum menderita gagal ginjal kronis di RS PKU Muhammadiyah Gombong.
31
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Peneitian Desain dalam penelitian ini adalah suatu metode penelitian deskriptif yang dilakukan dengan tujuan untuk membuat gambaran suatu keadaan secara obyektif
(Notoatmojo, 2005). Pendekatan yang dilakukan dengan
menggunakan metode survey artinya penyelidikan yang diadakan
untuk
memperoleh fakta-fakta dari gejala-gejala yang ada dan mencari keteranganketerangan secara aktual, baik tentang institusi sosial, ekonomi atau politik dari suatu kelompok ataupun suatu daerah (Nazir, 2005).
B. Populasi dan Sampel 1. Populasi Menurut Arikunto (2010), Populasi adalah keseluruhan objek yang diteliti. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh penderita
gagal
ginjal
kronis
di
ruang
Hemodialisa
di
PKU
Muhammadiyah Gombong sebanyak 74 orang. 2. Sampel Sampel adalah sebagian atau wakil dari populasi yang diteliti. (Arikunto, 2006). Pengambilan sampel menggunakan teknik sampling jenuh yaitu teknik penentuan sampel bila semua anggota populasi yang digunakan sebagai sampel (Sugiono, 2009). Sampel dalam penelitian ini adalah 74 penderita gagal ginjal kronis di PKU Muhammadiyah Gombong. Sampel diambil berdasarkan kriteria inklusi dan ekslusi. a. Kriteria Inklusi Kriteria inklusi merupakan kriteria dimana subyek penelitian mewakili
sampel
penelitian
yang
memenuhi
syarat
sampel
(Nursalam, 2008). Pada penelitian ini yang merupakan kriteria inklusi adalah :
31
32
1) Semua pasien gagal ginjal kronis di ruang hemodialisa RS PKU Muhammadiyah Gombong. 2) Bisa membaca dan menulis. 3) Bersedia menjadi responden. b. Kriteria Eksklusi Kriteria dimana subyek penelitian tidak mewakili sampel karena tidak memenuhi syarat sebagai sampel penelitian (Nursalam, 2008). Pada penelitian ini yang merupakan kriteria ekslusi adalah : 1) Pasien gagal ginjal kronis dengan kondisi lemah. 2) Pasien gagal ginjal kronis dalam kondisi tidak sadar.
C. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian
dilaksanakan
di
Ruang
Hemodialisa
RS
PKU
Muhammadiyah Gombong pada tanggal 19 Mei-19 Juni 2014.
D. Variabel Penelitian Variabel Penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, obyek atau kegiatan yang mempunyai variasi tetentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan ditarik kesimpulan (Sugiono, 2005). Variabel penelitian adalah suatu variabel yang digunakan sebagai ciri atau sifat atau ukuran yang dimiliki atau didapatkan oleh satuan penelitian tentang suatu konsep pengertian tertentu atau variabel penelitian (Notoatmodjo, 2005). Pada penelitian ini peneliti menggunakan variabel tunggal yaitu gaya hidup pasien gagal ginjal kronis.
E. Definisi Operasional Definisi Operasional menjelaskan semua variabel dan istilah yang digunakan dalam penelitian secara operasional sehingga memudahkan pembaca atau penguji dalam mengingatkan makna penelitian (Suyanto, 2009).
33
No 1
2
3
Tabel 3.1 Definisi Operasional Alat Variabel Definisi Operasional Hasil Ukur Skala Ukur Pola makan Pola makan pasien Angket Dikategorikan menjadi Ordinal sebelum mengalami a. Sering: > 3 kali gagal ginjal kronik seminggu ditinjau dari pola b. Kadang-kadang: 1-2 kali seminggu konsumsi makan c. Tidak pernah berlemak (misal: daging, jeroan, gorengan, makanan instan) Pola minum Pola minum pasien Angket Dikategorikan menjadi Ordinal sebelum mengalami a. Sering: > 3 kali gagal ginjal kronik seminggu ditinjau dari: b. Kadang-kadang: 1-2 a. Konsumsi kopi kali seminggu b. Konsumsi c. Tidak pernah minuman berenergi (misal: M 150, Ekstra Jos, Kuku Bima, Hemaviton Jreng, dll) minuman bersoda / karbonasi (misal:Seprit, Coca cola, Fanta, Bikola dll). c. Konsumsi minuman beralkohol (misal: bir, tuak, brendi, oplosan, dll) d. Konsumsi air putih Pola Pola aktifitas Angket Dikategorikan menjadi Ordinal (olahraga) pasien aktifitas a. Sering: > 3 kali sebelum mengalami (olahraga) seminggu gagal ginjal kronik. b. Kadang-kadang: 1-2 kali seminggu c. Tidak pernah
34
No
Variabel
Definisi Operasional
Alat
Hasil Ukur
Skala
Ukur 4.
ringannya Angket
pekerjaan Nominal
Pola
Berat
aktivitas
kegiatan
yang
dikategorikan :
(pekerjaan)
dilakukan
oleh
a. Berat : jika bekerja
responden sehari-hari
tanpa bantuan atau
termasuk
mesin, di samping
pekerjaan
utama pekerjaan
maupun sambilan
Tingkat
itu mempunyai
yang dilakukan untuk
pekerjaan
mendapat
yaitu
imbalan
berupa uang.
juga
lain, sebagai
petani, tukang cuci, atlet, dokter, kerja kantor, ahli hukum, guru, juru rawat, industri
ringan
mahasiswi b. Ringan : jika tidak bekerja,
bekerja
dengan
mesin,
kerja kantor, ahli hukum,
guru,
industri
ringan
mahasiswi, kerja di toko.
F. Tehnik Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan pada penelitian ini menggunakan angket yang disusun secara terstruktur yang berisi pertanyaan yang harus diisi oleh responden. Adapun langkah-langkah pengumpulan data yang akan dilakukan adalah sebagai berikut :
35
1. Prosedur Administratif a. Sebelum melakukan penelitian telah dibuat surat ijin studi pendahuluan ke RS PKU Muhammadiyah Gombong. b. Sebelum Melakukan penelitian terlebih dahulu mengajukan ijin kepada Kepala
Pengembangan
Organisasi
dan
Litbang
RS
PKU
Muhammadiyah Gombong. c. Dengan membawa surat ijin menemui kepala ruang Hemodialisa RS PKU Muhammadiyah Gombong. 2. Prosedur Teknis Prosedur teknis dalam penelitian ini terdiri dari tahap demi tahap sebagai berikut : a. Setelah mendapat ijin dari kepala pengembangan Organisasi dan Litbang RS PKU Muhammadiyah Gombong, selanjutnya peneliti membawa surat ijin pendahuluan dari kepala pengembangan Organisasi dan Litbang untuk diserahkan kepada kepala ruang hemodialisa RS PKU Muhammadiyah Gombong. b. Tahap awal, peneliti menghubungi bapak/ibu yang sedang menderita gagal ginjal kronis di RS PKU Muhammadiyah Gombong, Peneliti memberi informasi terlebih dahulu kepada subyek penelitian tentang maksud dan tujuan penelitian, kemudian memberikan surat persetujuan menjadi responden. Pengumpulan data dalam penerlitian ini adalah menggunakan lembar observasi berisi tentang identitas responden (Nama, alamat, umur pendidikan) dan wawancara mengenai riwayat responden.
G. Instrumen Penelitian Dalam mengumpulkan data dengan cara apapun, selalu diperlukan suatu alat yang disebut instrumen pengumpulan data. Instrumen penelitian merupakan alat yang akan digunakan untuk mengumpulkan data dalam melaksanakan penelitian (Basirun, 2009). Instrumen untuk mengukur
36
gambaran gaya hidup pasien sebelum menderita gagal ginjal kronis di RS PKU Muhammadiyah Gombong menggunakan 3 indikator yaitu pola makan, pola minum dan pola aktifitas (olahraga, pekerjaan).
H. Pengolahan dan Analisa Data 1. Pengolahan Data Setelah data terkumpul maka
langkah selanjutnya adalah
pengolahan data. Pengolahan data dilakukan secara manual. Tujuan pengolahan data adalah menyederhanakan seluruh data yang terkumpul dan menyajikan dalam susunan yang lebih baik dan lebih rapi. a. Editing Memeriksa data yang terkumpul tentang kelengkapan isian, sehingga bila ternyata ada yang belum lengkap bisa diulang ke sumber yang bersangkutan. b. Koding Yaitu pemberian kode-kode tertentu pada masing-masing jawaban menurut macamnya untuk memudahkan dalam tahap pengolahan data yaitu dengan cara memberikan kode angka. c. Entry data Memasukan data yang telah diedit dan dikoding dengan fasilitas komputer dengan program komputer. d. Tabulasi data Yaitu pengelompokan data sesuai dengan tujuan penelitian kemudian dimasukan dalam tabel yang telah disiapkan. 2. Analisa Data Analisa
univariat
digunakan
untuk
menjelaskan
atau
mendeskriptifkan karakteristik masing- masing variabel yang diteliti, khususnya berupa distribusi frekuensi dan persentase. Rumus : P=
37
Keterangan :
I.
P
= Angka presentase
f
= Frekuensi
N
= Banyaknya responden (Sugiyono, 2005).
Personil yang melakukan penelitian Personil yang melakukan penelitian ini yaiti :
J.
Nama
: Sudiarti
Nim
: A11 000580
Prodi
: S1 Keperawatan
Institusi
: STIKES Muhammadiyah Gombong.
Etika Penelitian Dalam melakukan penelitian ini, peneliti telah mendapatkan rekomendasi dari prodi S1 STIKES Muhammadiyah Gombong untuk mengajukan permohonan ijin kepada Direktur RS PKU Muhammadiyah Gombong yang kemudian diajukan kepada kepala pengembangan organisasi dan litbang RS PKU Muhammadiyah Gombong yang selanjutnya disampaikan kepada kepala ruangan ruang hemodialisa sebagai tempat penelitian. Setelah mendapat persetujuan kemudian dilakukan penelitian dengan menekankan kepada masalah etika yang meliputi : 1. Lembar persetujuan menjadi responden Lembar persetujuan subjek diberikan sebelum penelitian dilaksanakan kepada seluruh subjek yang akan diteliti dengan tujuan agar subjek mengetahui maksud dan tujuan penelitian. 2. Anonimity (Tanpa nama) Untuk menjaga kerahasiaan dan identitas subyek, peneliti tidak mencantumkan nama subyek pada lembar kuisioner, hanya saja lembar tersebut diberi kode nomor tertentu.
38
3. Confidentiality (Kerahasiaan) Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaanya oleh peneliti, kemudian akan dimusnahkan apabila keseluruhan proses penelitian telah selesai. Hanya kelompok skor dan hasil analisa data saja yang akan dilaporkan pada hasil riset.