BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Pembangunan merupakan wacana yang tidak asing ditemui pada negaranegara berkembang, salah satunya Indonesia sebagai cara meningkatkan kesejahteraan bagi masyarakat. Perubahan orientasi pembangunan dari sentralistik menjadi desentralisasi, memberikan ruang yang lebih besar bagi pemerintah daerah untuk melaksanakan pembangunan yang sesuai otonomi daerah yang diterapkan dalam visi pembangunan. Kota Yogyakarta sendiri memiliki visi pembangunan yakni “Terwujudnya Kota Yogyakarta sebagai Kota Pendidikan Berkualitas, berkarakter dan Inklusif, Pariwisata Berbasis Budaya, dan Pusat Pelayanan Jasa, yang Berwawasan Lingkungan dan Ekonomi Kerakyatan”.1 Penetapan visi ini diindikasi mendorong pembangunan kota yang sekarang berorientasi pada sektor jasa seperti hotel dan pusat perbelanjaan sebagai sarana penunjang pariwisata. Hal ini terlihat dengan adanya 6 hotel baru serta 104 hotel baru yang akan berdiri di Yogyakarta.2 Hal ini memang berdampak pada peningkatan ekonomi masyarakat dengan semakin terserapnya tenaga kerja di Yogyakarta. Namun juga menghadirkan permasalahan sosial dan penolakan dari kelompok masyarakat tertentu. Pembangunan hotel memicu masalah konflik sosial, dan berubahnya kondisi psikologis warga. Perubahan kehidupan sosial masyarakat ini muncul dari hunian-hunian modern yang memunculkan sekat-sekat antar warga dan hilangnya budaya guyub di masyarakat. Selain itu gaya hidup modern dan konsumtif juga mengancam pelestarian nilai-nilai dan budaya yang semakin banyak di lupakan oleh masyarakat.
1
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah kota Yogyakarta Tahun 2012-2016, Terarsip dalam http://www.jogjakota.go.id/app/modules/upload/files/rpjmd2012-2016.pdf diakses pada Selasa, 15 September 2015 pukul 15.00 WIB. 2 Hilda B Alexander. Terarsip dalam http://properti.kompas.com/read/2015/02/06/195647721/Yogyakarta.Tak.Berdaya.Digempur.Pemi lik.Modal diakses pada Rabu, 13 Januari 2016 pukul 14.00 WIB.
1
Selain itu muncul berbagai kelompok masyarakat dengan berbagai karakter sosial dan psikologis. Seperti halnya kelompok masyarakat di kota yang lebih modern dan individualis, masyarakat kota juga memiliki ciri yang lebih heterogen mulai dari mata pencaharian, agama, dan adat istiadat. Berbeda dengan kelompok masyarakat di desa atau perkampungan, mereka memiliki kedekatan sosial yang tinggi dan juga memiliki ciri yang lebih homogen seperti halnya kesamaan mata pencaharian, agama, budaya dan adat istiadat. Sedangkan kelompok masyarakat pendatang seperti halnya pekerja atau mahasiswa memiliki latar belakang yang beragam, mulai dari agama, budaya, adat istiadat dan tempat tinggal serta sikap yang berbeda dalam menghadapi perubahan dan permasalahan sosial. Ketiganya memiliki cara yang berbeda dalam menyikapi permasalahan pembangunan dan sosial di Yogyakarta. Mulai dari yang aktif menyuarakan penolakan, pasif dan menerima pembangunan serta bersikap netral tetapi kritis terhadap pembangunan. Selain masyarakat, Pemerintah Kota Daerah Istimewa Yoyakarta dan Sultan Hamengkubuwono X juga memiliki sikap yang berbeda perihal tingginya jumlah pembangunan di Yogyakarta. Pemerintah kota mengeluarkan Peraturan Wali Kota (Perwal) nomor 77 tahun 2013 untuk menghentikan sementara pembangunan hotel. Namun pemerintah tetap memproses 106 aplikasi izin pembangunan hotel yang telah masuk. Sedangkan Sultan Hamengkubuwono X telah menginstruksikan pembatasan pembangunan hotel dan adanya tinjauan ulang.3 Tetapi saat ini juga marak kasus sengketa tanah dan isu relokasi masyarakat yang melibatkan Sultan Ground dan juga Pakualaman Ground.4 Hal ini menunjukan adanya tarik menarik kepentingan antara pemerintah kota, masyarakat, investor dan bahkan Sultan Hamengkubowono X. Permasalahan pembangunan di Yogyakarta tidak hanya melibatkan kepentingan politik dan modal, tetapi juga berdampak pada kehidupan sosial masyarakat yang kompleks.
3
Pito Augustin Rudiana. 2015. Sultan Yogya Minta Investasi Hotel di Stop. Terarsip dalam http://nasional.tempo.co/read/news/2015/10/20/058711299/sultan-yogya-minta-investasi-hoteldisetop diakses pada Kamis, 29 Oktober 2015 pukul 13.20 WIB. 4 Kresna. Selama 2015 LBH sebut lebih banyak kasus soal tanah di Yogyakarta. Terarsip dalam http://www.merdeka.com/peristiwa/selama-2015-lbh-sebut-lebih-banyak-kasus-soal-tanah-diyogyakarta.html diakses pada Kamis, 14 Januari 2016 pukul 14.00 WIB.
2
Keadaan ini mendorong adanya kelompok yang berusaha menyuarakan aspirasi masyarakat dengan membuat sebuah gerakan. Gerakan ini diinisiasi oleh beberapa kalangan yang menaruh perhatian kepada ruang publik mulai dari aktivis, seniman dan juga akademisi. Kelompok yang menamakan dirinya sebagai Warga Berdaya melakukan berbagai aktivitas untuk menyuarakan pesan penolakan terhadap pembangunan yang tidak lestari dan menjangkau berbagai lapisan masyarakat. Pesan penolakan hotel ini mampu menarik perhatian publik dengan hastag Jogja Ora Didol. Untuk itu diperlukan beragam format komunikasi kelompok serta saluran komunikasi yang efektif untuk menjangkau berbagai publik. Pada pertengahan tahun 2014 pesan Jogja Ora Didol mendapatkan dukungan dari publik sadar yakni publik yang memahami adanya masalah kemudian secara aktif menunjukan dukungannya. Seperti Group Band SID, dan Jogja Hip Hop Foundation yang membuat lagu dengan judul yang sama.5 Selain itu kelompok Warga Berdaya juga menyasar publik laten yang belum mengetahui adanya permasalahan pembangunan dengan menggambarkan realitas yang dihadapi masyarakat di tiga kampung yakni Miliran, kampung Gowongan, dan kampung Penumping yang kekeringan sebagai dampak pembangunan hotel.6 Hal ini menunjukan bahwa Warga Berdaya melakukan berbagai aktivitas komunikasi yang berusaha menjangkau berbagai publik baik publik laten, sadar, dan juga aktif. Setiap publik terdiri masyarakat dengan karakteristik yang berbedabeda seperti halnya sosial ekonomi status, perilaku sosial masyarakat, kebudayaan, serta cara berkomunikasi dan mengakses informasi. Misalnya saja pendekatan komunikasi pada warga perkampungan yang mayoritas bekerja sebagai buruh, tani atau pedagang kecil akan berbeda dengan warga yang tinggal di perkotaan dengan pekerjaan sebagai pegawai negeri sipil atau wiraswasta. Begitu pula untuk menarik perhatian netizen yang didominasi kalangan anak muda yang jarang mengakses
5
Diunduh dari http://www.mongabay.co.id/2014/09/07/sid-dukung-gerakan-jogja-ora-didol-dankampanyekan-tolak-reklamasi-bali/ 6 Diunduh dari https://wargaberdaya.files.wordpress.com/2015/01/tor-diskusi-film-belakang-hotelaji-yogyakarta.pdf
3
media konvensional akan lebih mengutamakan penggunaan media komunikasi baru seperti sosial media. Pada prakteknya penyampaian pesan Jogja Ora Didol tentu bukanlah proses yang singkat. Tidak mudah bagi kelompok Warga Berdaya untuk menjangkau masyarakat dengan latar belakang dan pemahaman yang berbeda. Karena itu penggunaan format dan saluran komunikasi yang tepat berperan penting dalam usaha penyampaian pesan mengenai Jogja Ora Didol kepada banyak pihak. Selain itu penggunaan format dan saluran ini juga dipengaruhi dengan perubahanperubahan masalah dan situasi yang dihadapi oleh kelompok Warga Berdaya hingga saat ini.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, dalam penelitian ini, peneliti hendak menjawab rumusan masalah sebagai berikut: “Bagaimana format dan saluran dari praktek komunikasi yang dilakukan kelompok Warga Berdaya?” C. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui format dan saluran yang digunakan dalam praktek komunikasi dari kelompok Warga Berdaya. 2. Untuk memetakan format dan saluran-saluran komunikasi dari kelompok Warga Berdaya. D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi personil maupun institusi khususnya di lembaga penelitian, perguruan tinggi, pustaka keilmuan, lembaga pemerintah maupun lembaga swadaya masyarakat, serta organisasi sosial dan kemasyarakatan formal maupun informal. 1. Sebagai sebuah bahan pembelajaran untuk akademisi di bidang komunikasi mengenai format dan saluran-saluran komunikasi dalam gerakan sosial 4
2. Sebagai sebuah referensi untuk penelitian mengenai format dan saluran komunikasi pada mahasiswa di masa yang akan datang.
E. Kerangka Pemikiran 1. Komunikasi Bicara mengenai komunikasi banyak konsep dan ilmuan yang berusaha mendefinisikan komunikasi yang menjadi dasar dari semua interaksi yang terjadi antar manusia. Beberapa diantaranya adalah Harold D. Laswell, Wilbur Scramm, Dance Frank, Thayer dan Devito. Kelimanya memiliki definisi dan model yang berbeda mengenai komunikasi. Harold D. Laswell menjelaskan komunikasi sebagai jawaban dari pertanyaan Who, Says What, In Which Channel, to Whom, With What Effect? Kalimat ini kemudian dikenal sebagai model komunikasi Laswell.7 Menurutnya komunikasi merupakan kegiatan penyampaian
pesan dengan tujuan menyamakan makna dari seorang
komunikator kepada audiens. Proses ini mencakup unsur komunikator (yang menyampaikan pesan), pesan yang disampaikan, media (yang digunakan untuk menyampaikan pesan), serta komunikan dan efek yang diharapkan.serta komunikan dan efek yang diharapkan. Kemudian Schramm dengan konsep serupa menyatakan bahwa ukomunikasi setidaknya membutuhkan tiga unsur yakni sumber, pesan dan sasaran.8 Namun Schramm menekankan bahwa pengalaman diantara dua individu (yang betukar pesan) itulah yang penting. Semakin banyak kesamaan pengalaman diantara sumber dan sasaran maka pesan akan semakin baik di dekoder, interpreter dan encoder kembali. Artinya semakin banyak kesamaan pengalaman akan semakin mudah seseorang dan lainnya berkomunikasi.
7
Onong U. Effendy. 1993. Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti. Hal 256. 8 Deddy, Mulyana. 2011. Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar. Bandung: Remaja Rosdakarya. Hal 151.
5
Lain halnya dengan kedua tokoh tersebut yang menekankan komunikasi sebagai proses yang satu arah dan terencana dengan adanya komunikator dan pesan serta dampak yang diinginkan, Frank Dance menyebutkan bahwa komunikasi merupakan adalah proses yang kompleks dan evolusioner.9 Proses komunikasi ini digambarkan sebagai spiral yang terus bergerak. Dance menggabungkan model-model linear dan membuang kelemahannya. Selain mempertimbangkan faktor pengalaman seperti yang dilakukan Schramm, Dance juga memepertimbangkan dimensi waktu dalam proses komunikasi. Tak jauh dengan pendapat Dance, Thayer berpendapat bahwa komunikasi sebagai proses yang dinamis dimana individu menciptakan dan menginterpretasikan informasi yang dilihatnya sebagai sesuatu yang kompleks, dinamis, dan sangat pribadi.10 Sedangkan De Vito melihat komunikasi sebagai proses mengirim dan menyebarluaskan pesan yang terdistorsi oleh gangguan, terjadi dalam suatu konteks, memiliki beberapa efek, dan memberikan beberapa kesempatan untuk umpan balik.11 Proses komunikasi ini secara lebih mendalam dapat dilihat dari beberapa indikator berikut: a. Lingkungan Lingkungan atau konteks merupakan ruang dimana komunikasi itu terjadi. Konteks ini dapat dibagi ke dalam tiga dimensi, yakni : fisik, sosial-psikologis, dan temporal. Dimensi fisik merupakan lingkungan nyata atau berwujud (tangible). Lingkungan fisik ini, apapun bentuknya, mempunyai pengaruh tertentu atas kandungan pesan (makna pesan) dan juga bentuk pesan (bagaimana pesan disampaikan). Dimensi sosial-psikologis meliputi, tata hubungan status diantara mereka yang terlibat, peran dan permainan yang dijalankan orang, serta aturan dan budaya dimana mereka berkomunikasi. Dimensi temporal (atau waktu) mencakup waktu 9
Ruben, Brent D & Lea P. Steward. 2014. Komunikasi dan Perilaku Manusia. Jakarta: Rajawali Pers. Hal 49. 10 Ibid. Hal 51. 11 Joseph A Devito. Komunikasi Antarmanusia. Jakarta: Professional Books. Hal 2.
6
dalam sehari maupun waktu dalam hitungan sejarah dimana komunikasi itu berlangsung. Waktu dalam sejarah tidak kurang pentingnya, karena kelayakan dan dampak dari suatu pesan bergantung, sebagian pada waktu atau saat dikomunikasikan. b. Sumber-penerima Istilah sumber-penerima digunakan sebagai satu kesatuan karena di dalam proses komunikasi memungkin seseorang untuk menjalankan fungsi komunikator maupun komunikan.
Baik
mengirimkan pesan dalam bentuk isyarat, berbicara, menulis atau tersenyum. Maupun menerima pesan dengan mendengarkan, melihat, membaui, dan sebagainya. c. Encoding-Decoding Dalam ilmu komunikasi, tindakan menghasilkan pesan dikatakan sebagai encoding dan orang yang melakukannya dikatakan sebagai encoder. Sebaliknya tindakan menerima pesan disebut sebagai decoding dan orang melakukannya sebagai decoder. Seperti halnya sumber-penerima, encoding-decoding merupakan satu kesatuan fungsi yang tak bisa dipisahkan. d. Kompetensi Komunikasi Hal ini mengacu pada kemampuan untuk berkomunikasi secara efektif. Kompetensi ini mencakup hal-hal seperti pengetuhan tentang peran, lingkungan (konteks) dalam mempengaruhi kandungan (content), dan bentuk pesan komunikasi misalnya pengetahuan bahwa suatu topik mungkin layak di komunikasikan di lingkungan tertentu. Pengetahuan tentang tata cara perilaku nonverbal –misalnya kepatutan sentuhan, suara yang keras, serta kedekatan fisik merupakan bagian dari kompetensi komunikasi.
7
e. Pesan dan Saluran Pesan komunikasi dapat mempunyai banyak bentuk, dengan salah satu atau kombinasi pancaindera manusia. Seperti tulisan, kata-kata, gerakan tubuh dan sebagainya. Saluran komunikasi merupakan media yang dilalui pesan. Proses komunikasi ini seringkali menggunakan beberapa saluran secara simultan. Baik itu bicara dengan saluran suara, memberikan isyarat tubuh secara visual dengan saluran visual, mencium dan memancarkan bau-bauan dengan saluran olfaktori, dan juga menyentuh dengan saluran taktil. f. Umpan balik dan umpan maju Umpan maju adalah informasi tentang pesan yang akan disampaikan (Richards, 1951). Pesan-pesan ini mengisyaratkan kepada pendengar tentang pesan yang akan disampaikan. Sedangkan umpan balik adalah informasi yang dikirimkan balik ke sumbernya (Clement dan Frandsen, 1976). Umpan balik dapat berasal dari diri sendiri atau dari orang lain dengan berbagai bentuk. Umpan balik juga dapat dikatakan sebagai feedback atau arus balik yang mana menjelaskan bagaimana pesan diterima dan ditanggapi oleh komunikan. Arus balik ini dapat berbentuk verbal atau nonverbal. Arus balik memiliki dua sifat yakni langsung dan tidak langsung. Arus balik langsung (immediate feedback) terjadi dalam komunikasi secara langsung atau face to face interpersonal communication atau di dalam komunikasi kelompok kecil dimana komunikator dapat melihat dan mendengar komunikan. Arus balik tertunda terjadi di dalam berbagai jenis situasi komunikasi, namun seringkali ditemui dalam komunikasi massa.
8
g. Gangguan Gangguan adalah semua hal yang dapat menghalangi penerima dalam menerima pesan dan sumber dalam mengirimkan pesan, gangguan sampai batas tertentu selalu ada dalam setiap komunikasi. Gangguan dikatakan ada dalam suatu sistem komunikasi bila membuat pesan yang disampaikan berbeda dengan pesan yang diterima. Gangguan ini dapat berupa gangguan fisik yakni interfensi dengan transimisi fisik isyarat atau pesan lain bentuk gangguan ini seperti halnya jaringan, adanya pengeras suara, atau gambar yang tidak jelas. Kedua adalah gangguan psikologis yakni interfensi kognitif atau mental dimana kondisi mental dan pikiran seseorang dapat menghalangi terjadinya komunikasi yang efektif. Terakhir adalah gangguan semantik yakni pembicara dan pendengar memberi arti yang berlainan, adanya pemahaman yang berbeda ini didasarkan pada pengalaman dan perasaan setiap orang yang berbeda terhadap suatu hal. h. Efek komunikasi Efek komunikasi merupakan segala dampak dan konsekuensi dari tindakan komunikasi. Baik dampak komunikasi yang bersifat intelektual atau kognitif seperti pengetahuan, kemampuan analisis, evaluasi. Maupun dampak afektif seperti sikap baru, perubahan perilaku, emosi dan perasaan. Serta dampak psikomotorik, seperti cara melempar bola, meluksi, perilaku verbal maupun nonverbal. i. Etika dan Kebebasan Memilih Komunikasi memiliki efek dan juga konsekuensi karena itulah komunikasi memiliki masalah etik. Prinsip-prinsip etis ini sulit untuk dirumuskan (Bolk, 1978: Jaksa dan Pritchard, 1988). Apakah komunikasi itu etis atau tidak etis, landasannya adalah gagasan kebebasan memilih (notion of choice) serta asumsi bahwa setiap 9
orang berhak untuk menentukan pilihannya sendiri. Sehingga komunikasi yang dikatakan tidak etis adalah komunikasi yang memaksa seseorang (1) mengambil pilihan yang secara normal tidak akan dipilihnya atau (2) tidak mengambil pilihan yang secara normal tidak akan dipilihnya.
2. Komunikasi Kelompok Fred Luthans dalam bukunya menyatakan bahwa komunikasi adalah hal yang dilakukan oleh manusia. Komunikasi tidak berjalan dengan sendirinya. Tidak ada keajaiban di dalamnya kecuali apa yang diletakkan oleh orang-orang yang terlibat dalam proses komunikasi tersebut dan tidak ada makna di dalam sebuah pesan kecuali apa yang ada di dalam kepala si penerima pesan. Karena itulah untuk memahami proses komunikasi antarmanusia,
seseorang
harus
memahami
bagaimana
seseorang
berhubungan satu dengan yang lainnya.12 Hubungan antarmanusia di mana proses komunikasi berlangsung sering kali terjadi di dalam kelompok kecil. Setiap orang merupakan anggota dari sebuah kelompok kecil. Contoh paling sederhana adalah keluarga. Setiap orang pasti memiliki keluarga yang merupakan salah satu kelompok kecil dalam kehidupannya. Kelompok pada umumnya didefinisikan sebagai dua atau lebih orang yang memiliki satu identitas bersama dan berinteraksi secara reguler. Apapun bentuknya kelompok sosial terdiri dari orang-orang yang memiliki kesadaran keanggotaan yang sama yang didasarkan pada pengalaman, loyalitas, dan kepentingan yang sama. Menurut Joseph S. Roucek, suatu kelompok meliputi dua atau lebih manusia yang diantara mereka terdapat beberapa pola interaksi yang dipahami oleh para anggotanya atau orang lain secara keseluruhan. Sedangkan menurut Wila Huky, Kelompok merupakan
12
Fred Luthans. 1985. Organizational Behaviour: Fourth Edition. Singapura: McGrawhill Book Co. Hal 423.
10
suatu unit yang terdiri dari dua orang atau lebih, yang saling berinteraksi atau saling berkomunikasi.13 Menurut DeVito, kelompok kecil adalah sekumpulan perorangan yang relatif kecil yang masing-masing dihubungkan oleh beberapa tujuan yang sama dan mempunyai derajat organisasi tertentu diantara mereka. Kumpulan orang ini memiliki karakteristik lebih lanjut agar bisa dikatakan sebagai kelompok diantaranya:14 Pertama, kelompok kecil
adalah
sekumpulan perorangan, jumlahnya cukup kecil sehingga setiap anggota bisa berkomunikasi dengan mudah sebagai pengirim maupun penerima pesan. Kedua, para anggota kelompok harus dihubungkan satu sama lain dengan cara tertentu. Ketiga, di antara kelompok harus ada beberapa tujuan yang sama. Hal ini tidak berarti bahwa semua anggota harus mempunyai tujuan yang persis sama untuk menjadi anggota dari kelompok. Tetapi terdapat alasan serupa bagi setiap orang di dalam kelompok untuk berinteraksi. Keempat, para anggota kelompok harus dihubungkan oleh beberapa aturan struktur yang terorganisasi. Pada struktur yang ketat, kelompok akan berfungsi menurut prosedur tertentu. Di saat yang lain sebuah kelompok bisa memiliki struktur yang longgar seperti pertemuan sosial. Perilaku komunikasi yang dilakukan oleh lebih dari tiga orang ini, cenderung dikatakan sebagai komunikasi kelompok. Proses komunikasi pada kelompok kecil umumnya terjadi secara dialogis, tidak linear tetapi sirkuler. Katherine Adams dan Gloria J. Galanes menyebutkan bahwa komunikasi kelompok kecil adalah interaksi verbal dan non verbal yang terjadi diantara anggota kelompok, baik itu memproduksi, menerima,
13
Nurani, Soyomukti. 2012. Pengantar Ilmu Komunikasi. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media. Hal 173174. 14 Joseph A Devito. Komunikasi Antarmanusia. Jakarta: Professional Books. Hal 336.
11
menginterpretasi, dan merespon pesan diantara anggota kelompok saling berhubungan di dalamnya.15 Kelompok kecil pada dasarnya terdiri atas beberapa orang yang bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama. Berbeda dengan konteks komunikasi interpersonal komunikasi kelompok berfokus kepada kelompok kerja. Terdapat perdebatan mengenai jumlah orang yang dapat membentuk kelompok kecil, tetapi hampir semua peneliti setuju bahwa paling tidak harus terdapat tiga orang dalam sebuah kelompok kecil.16 Jumlah anggota ini kemudian berdampak kepada efektivitas komunikasi serta terbukanya kesempatan bagi hubungan personal untuk berkembang. Setiap individu dipengaruhi oleh keberadaan individu lain. Seperti halnya beberapa kelompok kecil yang begitu kohesif, atau memiliki tingkat kebersamaan yang tinggi dan ikatan yang kuat. Kohesivitas ini akan berpengaruh efektivitas dan efesiensi fungsi kelompok. Kelompok kecil ini memberikan kesempatan pada individu untuk mendapatkan berbagai perspektif terhadap sebuah persoalan. Pada konteks kelompok kecil, banyak orang memiliki kesempatan untuk berkontribusi dalam pencapaian tujuan kelompok. Sedangkan pada kelompok pemecahan masalah, atau kelompok kerja khusus, banyak sudut pandang akan memberikan keuntungan tersendiri. Manfaat yang didapat dari oleh pertukaran sudut pandang dalam kelompok kecil ini disebut sebagai sinergi. Sinergi merupakan proses dimana berbagai sudut pandang dapat diberikan dalam menghadapi suatu permasalahan atau kejadian.17 Hal inilah yang membuat kelompok kecil lebih efektif dalam mencapai tujuan daripada seorang individual.
15
Katherine Adams & Gloria j. Galanes. Comunicating in Group: Aplications and Skills. New York: McGraw-Hill. Hal 14. 16 Schultz, 1966 dalam turner. Pengantar Teori Komunikasi. Hal 37. 17 Richard West & Lynn H. Turner. 2011. Pengantar Teori Komunikasi: Analisis dan Aplikasi. Jakarta: Salemba Humanika. Hal 37.
12
3. Format dan Saluran Komunikasi Aktivitas komunikasi dalam kelompok akan membentuknya adanya bentuk-bentuk komunikasi yang dikatakan sebagai format komunikasi kelompok. Format komunikasi ini merujuk pada bentuk komunikasi yang dilakukan oleh sebuah kelompok yang dapat diamati dari laur maupun sebagai bagian dari kelompok. Terdapat empat jenis format komunikasi kelompok yang sering digunakan, diantaranya: a. Format Panel atau meja bundar, dalam format ini anggota kelompok mengatur diri mereka sendiri dalam pola melingkar atau semi melingkar. Kemudian berbagi informasi atau memecahkan permasalahan tanpa pengaturan siapa dan kapan anggota kelompok berbicara dan mendapatkan respon sesuai dengan isu yang diangkat. b. Seminar, dalam format ini anggota kelompok adalah narasumber dan berpartisipasi dalam format panel atau meja bundar. Perbedaannya adalah dalam seminar terdapat peserta yang anggotanya diminta untuk berkontribusi. c. Simposium, dalam format ini setiap anggota menyajikan presentasi yang telah disiapkan seperti pidato di depan umum. Semua pembicara melihat dari aspek yang berbeda dari setiap topik. Dalam simposium, pemimpin akan mengenalkan setiap pembicara, mengatur alur presentasi atau menyampaikan ringkasan secara berkala. d. Simposium-forum, format ini terdiri dari dua bagian yakni simposium dengan pembicara yang sudah disiapkan. Serta forum yang mempersilahkan para hadirin untuk mengajukan pertanyaan yang nantinya akan dijawab oleh pembicara. Pimpinan akan mengenalkan pembicara dan menjadi moderator dalam acara tanya jawab. Format komunikasi yang terbentuk ini dipengaruhi oleh faktorfaktor efektivitas komunikasi sebuah kelompok. Format sebuah komunikasi 13
kelompok dapat secara sadar dipilih dan dibentuk, maupun sebaliknya yakni secara kondisional dengan komunikasi kelompok yang berjalan. Untuk itu faktor-faktor keefektifan kelompok dapat dilihat pada karakteristik kelompok, sebagai berikut:18 1. Ukuran Kelompok. Ukuran kelompok akan mempengaruhi partisipasi dari anggota kelompok pada suatu proses komunikasi. Hal ini sejalan dengan pendapat Jalaludin tentang hubungan ukuran kelompok dengan partisipasi menunjukkan bahwa makin besar ukuran kelompok, anggota yang paling aktif akan makin terpisah dari anggota-anggota kelompok yang lain, yang makin menyerupai satu sama lain dalam keluaran partisipasinya. Di samping itu dari kisaran dua sampai tujuh tampaknya ada
pertambahan
proporsi
kelompok
yang
menjadi
kurang
menyumbang dalam arti bahwa mereka kurang memberikan sumbangan dibandingkan dengan jumlah volume total interaksi mereka.19 Meskipun begitu terdapat faktor lain yang mempengaruhi efektivitas komunikasi dalam kelompok.. 2. Jaringan Kelompok. Jaringan komunikasi kelompok ini merupakan pola-pola yang terbangun dari proses interaksi dalam kelompok. Jaringan ini dapat memiliki berbagai bentuk, diantaranya: a). Pada roda, seseorang biasanya pemimpin menjadi focus perhatian. Ia dapat berhubungan dengan semua anggota kelompok, tetapi setiap anggota kelompok hanya bisa berhubungan dengan pemimpinnya.
18 19
Jalaluddin Rakhmat. 2009. Psikologi Komunikasi. Bandung: Remaja Rosda Karya. Hal 160 Ibid. Hal 162.
14
b). Pada rantai, A dapat berkomunikasi dengan B, B dengan C, C dengan D, dan begitu seterusnya. c). Pada Y, tiga orang anggota dapat berhubungan dengan orangorang disampingnya seperti pada pola rantai, tetapi ada dua orang yang hanya dapat berkomunikasi dengan seseorang disampingnya saja. d). Pada lingkaran, setiap orang hanya dapat berkomunikasi dengan dua orang disamping kiri dan kanannya. Di sini tidak ada pemimpin. Sebagaimana pengertian komunikasi menurut Harold D. Laswell yang menjelaskan komunikasi sebagai jawaban dari pertanyaan Who, Says What, In Which Channel, to Whom, With What Effect? yang kemudian dikenal sebagai model komunikasi Laswell.20 Mengatakan bahwa komunikasi merupakan kegiatan penyampaian
pesan dengan tujuan
menyamakan makna dari seorang komunikator kepada audiens. Proses ini mencakup unsur komunikator (yang menyampaikan pesan), pesan yang disampaikan, media (yang digunakan untuk menyampaikan pesan), serta komunikan dan efek yang diharapkan. Serta komunikan dan efek yang diharapkan. Pernyataan tersebut menunjukan bahwa saluran atau media merupakan salah satu unsur penting dalam proses komunikasi. Saluran komunikasi merupakan media yang dilalui pesan. Dalam model Lasswell definisi saluran komunikasi mencakup media massa dan komunikasi tatap muka dalam proses komunikasi. Model tersebut digambarkan sebagai berikut: Source (Sumber)
Message (Pesan)
Channel (Saluran)
Receiver (Penerima)
Effects (Efek)
Gambar 1.1 Model komunikasi Laswell. 20
Onong U. Effendy. 1993.Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti. Hal 256.
15
Penggunaan saluran komunikasi ini menentukan bagaimana pesan tersebut diterima dan dimaknai oleh audiens. Kedua jenis saluran baik itu tatap muka dan juga komunikasi massa memiliki kemampuan yang berbeda dalam menyampaikan pesan. Menurut Rogers dan Shoemaker, saluran media massa adalah seluruh alat penyampaian pesan yang memungkin sumber pesan menjangkau khalayak dalam jumlah yang banyak seperti radio, televisi, film, suratkabar, atau majalah. Saluran media massa dapat menjangkau khalayak luas secara cepat, menciptakan pengetahuan dan menyebarkan informasi, serta mengarah pada perubahan perilaku yang minor.21 Dalam konteks kekinian saluran media massa ini berkembang dari media konvensional seperti televisi dan radio menjadi media baru yang mencakup media sosial, berita online, serta video online seperti youtube. Media baru ini memiliki karakter yang lebih cepat dan memiliki jangkauan lebih luas dibandingkan media konvensional. Sedangkan saluan komunikasi antar pribadi memiliki peran penting dalam mempersuasi individu untuk mengadopsi suatu inovasi karena saluran ini memberi pengaruh yang kuat bagi individu dalam membentuk atau mengubah perilaku. Selain itu saluran ini menyediakan pertukaran informasi dua arah sehingga individu dapat mengklarifikasi atau mendapatkan informasi tambahan mengenai inovasi dari individu lainnya dan mengatasi hambatan sosial psikologis terhadap terpaan, persepsi, dan retensi yang bersifat selektif.22 Komunikasi antarpribadi biasanya cocok digunakan dengan masyarakat dengan karakter homogen atau masyarakat pedesaan. Karena resistensi akan informasi baru masih cukup tinggi sehingga diperlukan diberikan pemahaman secara personal dan lebih mendalam. Sebagaimana pendapat Effendy, bahwa komunikasi antarpribadi merupakan saluran
21
E.M. Rogers dan Shoemaker, E.F. 1971. Communication of Innovations :A Cross Cultural Approach, Seconf Edition. New York: The Free Press. Hal 252 22 E.M. Rogers. 1995. Diffusion of Inovation. Fourth Edition. New York: The Free Press. Hal 220.
16
komunikasi antara komunikator dan komunikan yang paling efektif dalam upaya mengubah sikap, pedapat atau perilaku seseorang karena sifatnya yang dialogis, berupa percakapan. Serta arus balik yang bersifat langsung membuat komunikator mengetahui tanggapan komunikan seketika itu pada saat pesan disampaikan. Sehingga komunikator mengetahui apakah komunikasinya memberi dampak positif atau negatif, berhasil ataukah tidak. Jika tidak berhasil, komunikator dapat memberi kesempatan kepada komunikan untuk bertanya seluas-luasnya.23 Penggunaan saluran komunikasi ini juga dipengaruhi oleh karakter masyarakat di sebuah negara maju atau berkembang. Pada negara berkembang
komunikasi
antarpribadi
dianggap
lebih
mampu
menyampaikan pesan secara mendalam kepada komunikan dibandingkan media masaa. Karena mampu menyesuaikan kebutuhan dan kemampuan masyarakat dalam menerima informasi. Terlebih jika output yang ingin dicapai adalah perubahan tingkah laku dari khalayak. Saluran atau media komunikasi ini juga dapat dibedakan sebagaimana berkembangnya media komunikasi yakni media komunikasi konvensional dan media baru. Littlejon mendefinisikan media baru sebagai ”the second media : the new period in which interactive technologis and network communications, particularly the internet, would transform society”24. Sehingga dapat dikatakan kekuatan sebuah media baru adalah penguasaan teknologi yang mana dapat merubah masyarakat. Salah satu contoh dari media baru ini adalah media sosial seperti Facebook dan Twitter - yang termasuk dalam kategori online media. Jenis – jenis media baru ini memungkinkan orang bisa berbicara, berpartisipasi, berbagi, dan menciptakan jejaring secara online.25
23
Effendy. 2004. Dinamuka Komunikasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Hal 8. Stephen W. Littlejohn dan Karen Foss. 2008. Encyclopedia of Communication Theory. London: Sage Publication. Hal 684. 25 Fajar Junaedi, dkk. 2011.Komunikasi 2.0 Teoritisasi dan Implikasi. Edisi Revisi. Yogyakarta: Aspikom. Hal 13. 24
17
Media konvensional baik yang bersifat massa dan juga antarpribadi memiliki karakteristik yang linear. Saat sebuah pesan disampaikan melalui televisi mampu tersebar secara massif dalam waktu yang cepat. Namun saluran komunikasi ini memiliki kekurangan karena tidak adanya feedback langsung dari audiens saat pesan disebarkan. Sebaliknya kita dapat mengetahui feedback dari sebuah pesan dengan menggunakan saluran komunikasi antarpribadi seperti halnya komunikasi tatap muka atau menggunakan telepon. Namun saluran komunikasi ini tidak memungkin pesan dapat disampaikan secara massif. Kehadiran media baru mampu melengkapi kekurangan dari media konvensional yang tidak bisa bersifat massif dan responsif disaat bersamaan. Pada saluran komunikasi melalui media baru pesan dapat secara cepat dan massif disebarluaskan, lalu mendapatkan feedback di saat bersamaan. Sehingga komunikasi yang dihasilkan melalui media baru lebih interaktif dan lebih efektif. Namun hal ini bukan berarti penggunaan media komunikasi tradisional menjadi hilang, penggunaan kedua media ini lebih sering disebut sebagai konvergensi dengan menggunakan pendeketan convergence theory. Pendekatan Convergence Theory menggambarkan komunikasi sebagai proses horizontal antara dua orang atau lebih dalam sebuah jaringjaring sosial.26 Menurut model ini, komunikasi dianggap sebagai proses yang berkesinambungan, di mana ada pertukaran informasi yang saling menguntungkan antar partisipan dalam upaya mencapai sebuah pemahaman bersama. Oleh karena itu, jaringan komunikasi dapat dilihat dari interkoneksi antar individu yang dihubungkan oleh pola pertukaran informasi.
26
Rogers dan Kincaid dalam Maria Elena Figueroa, dkk. 2002. Communication for Social Change: An Integrated Model for Measuring the Process and Its Outcomes. New York: The Rockefeller Foundation. Hal 10.
18
Gambar 1.2 Komponen dasar dalam Convergence Model of Communication Diagram diatas menjelaskan beberapa poin mengenai konsep Convergence Theory, yaitu : (1) Informasi dipertukarkan dari satu orang ke orang lain, bukan hanya bersifat satu arah. Sumber informasi bisa berasal dari salah satu partisipan, namun bisa juga berasal dari luar lingkaran partisipan. Seperti pemerintah, media massa, ataupun institusi lain. (2) Model ini menekankan pentingnya persepsi dan partisipasi dari partisipan, yang digambarkan melalui dialog maupun percakapan kultural lainnya. (3) Model ini menggambarkan proses yang horizontal antar partisipan komunikasi yang ditunjukkan dengan “information sharing” (4) Model ini memungkinkan untuk berulang secara kontinyu dimana partisipan bisa bergantian dalam berbagi informasi hingga terciptalah sebuah mutual understanding untuk melakukan sebuah aksi kolektif. Berbeda dengan pendekatan Lasswell sebelumnya yang melihat komunikasi sebagai proses yang linear dengan sifat media yang digunakan masih berupa media konvensional. Rogers berpendapat bahwa komunikasi dianggap sebagai proses yang berkesinambungan, di mana penekanan penting terdapat pada proses persepsi dan partisipasi dari partisipan. Model ini juga mampu menjelaskan sumber pesan pada media baru yang tidak lagi berasal dari satu orang ke banyak orang atau one- to many. Tetapi juga many-to many dimana terdapat information sharing yang terjadi dalam
19
proses komunikasi. Sehingga pesan dapat secara terus menerus dikomunikasikan secara bergantian hingga mencapai pemaham yang sama. Pendekatan ini sejalan dengan ciri khas utama dari pola komunikasi dalam media baru yakni: (1) ketersediaan serta akses terhadap informasi, dan (2) penggunaan informasi dalam konteks kontrol waktu dan pilihan.27 Terdapat empat pola komunikasi dalam media baru menurut pola dan aliran komunikasi yang terjadi, yaitu: (1) one to one communication, yakni pola komunikasi di mana seorang individu berkomunikasi secara privat dengan individu lainnya, (2) one to many communication, yakni pola komunikasi di mana seorang indvidu mengirimkan pesan kepada banyak orang, dan (3) many to many communication, yakni pola komunikasi di mana banyak orang mengirimkan pesan ke banyak orang juga.28 Sehingga pendekatan ini dapat digunakan untuk melihat bagaimana suatu pesan disebarkan melalui format dan saluran komunikasi kelompok. Saluran komunikasi yang saat ini tersedia merupakan konvergensi dari adanya media konvensional dan juga media baru.
4. Publik Dalam terjemahan bebas publik diartikan sebagai kesatuan masyarakat yang memiliki perhatian (concerning the people as a whole).29 Publik adalah sekelompok orang yang memiliki kepentingan atau kepedulian yang sama. John Dewey, dalam bukunya The Public and Its Problemst ahun 1972, mendefinisikan publik sebagai sekelompok orang yang dicirikan sebagai berikut:
27
Bordewijk dan Kaam dalam Denis Mc Quail. 2010. Mass Communication Theory 5th ed. London: Sage Publication. Hal. 148. 28 Peter Dahlgren dalam Klaus Bruhn. 2004. A Handbook of Media and Communication Research: Quantitative and Qualitatiive Methodologist. London: Routledge. Peneliti tidak mendapat akses langsung pada buku ini, melainkan mengutip Mirah Mahaswari (2011). Media Baru dan Gerakan Sosial. Yogyakarta: Skripsi Jurusan Ilmu Komunikasi. Hal. 15 29 The New Oxford Dictionary of English.
20
Menghadapi situasi tidak menentu yang hampir sama.
Mengenali apa yang tidak menentu dalam situasi tersebut.
Mengorganisasi untuk melakukan sesuatu untuk menyelesaikan masalah tersebut. Dengan demikian, publik adalah sekelompok orang yang memiliki
masalah yang sama dan tujuan yang sama
dan mengenali kesamaan
kepentingan mereka. Sedangkan dalam public relation public merupakan khalayak sasaran dari kegiatan humas.30 Publik juga sering disebut sebagai stakeholder, yakni kumpulan dari orang-orang atau pihak-pihak yang berkepentingan terhadap organisasi atau perusahaan. Beberapa pembagian publik sebagai berikut: 1. Publik internal dan eksternal. Publik internal adalah orang-orang di dalam organisasi. Publik eksternal adalah orang-orang di luar organisasi yang memiliki kepentingan dan keterkaitan dengan organisasi. 2. Publik primer, sekunder dan marjinal. Organisasi perlu menetapkan skala prioritas publik yang menjadi fokus perhatian dari yang paling penting (primer), kurang penting (sekunder), hingga yang dapat diabaikan (marjinal). Pembagian ini bervariasi pada setiap organisasi dan dapat berubah-ubah. 3. Publik tradisional dan publik masa depan. Karyawan dan konsumen adalah publik tradisional. Sedangkan publik masa depan adalah kelompokkelompok yang berpotensi menjadi konsumen potensial, dukungan pemerintah atau peneliti. Dalam konteks kelompok publik tradisional dapat dikatakan sebagai anggota kelompok yang sudah ada dan publik masa depan merupakan kelompok-kelompok baru yang mungkin akan bergabung atau berelasi dengan kelompok. 4. Proponents, Opponents, Uncommitted. Diantara publik terdapat kelompok yang memihak (proponents), menentang perusahaan (opponents), dan ada
30
Rhenald Kasali. 2000. Manajemen Public Relations: Konsep dan Aplikasinya di Indonesia. Jakarta: PT. Pustaka Utama Grafiti.
21
juga yang tidak peduli (Uncommited). Perusahaan perlu mengenal publik yang berbeda-beda ini agar dapat dengan jernih melihat permasalahan. 5. Silent Majority dan Vocal Minority. Dilihat melalui aktivitas mengajukan komplain atau dukungan bagi organisasi, dapat dibedakan antara yang vocal (aktif) dan yang silent (pasif). Contohnya publik yang menulis di rubrik opini dikatakan vocal minority, karena aktif menyuarakan pandangannya. Sedangkan sebagian besar pembaca dikatakan publik pasif karena bertindak pasif. Keduanya juga dapat digunakan melihat publik masa yang ada pada sebuah akun gerakan. Saat user yang aktif memposting, meretweet dari akun gerakan tersebut dikatakan sebagai vocal minority. Sedangkan yang hanya mem-follow dikategorikan sebagai silent majority. 6. Grunig dan Hunt juga membagi publik ke dalam tiga jenis yakni publik laten, publik sadar, dan publik aktif.31 Publik Laten adalah sebuah kelompok yang menghadapi situasi yang tidak menentu, tetapi tidak mengetahui hal tersebut sebagai sebuah masalah. Publik Sadar adalah kelompok yang mengenali masalahnya, yaitu tentang apa yang hilang dalam sebuah situasi dan menyadarinya. Sedangkan Publik Aktif adalah Kelompok yang berusaha untuk mendiskusikan dan melakukan sesuatu tentang masalah tersebut. Kategori ini menentukan cara berkomunikasi dengan setiap kelompok mengenai kebutuhan dan kepentingannya masing-masing. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah meneliti opini publik dalam kategori yang sesuai bisa membantu melancarkan proses penentuan cara komunikasi. Sebagaimana dalam konteks public relations bahwa penyebaran suatu pesan tidak dilakukan secara merata melainkan lebih selektif dengan menggunaan saluran atau media komunikasi tertentu.32 Sehingga publik dari satu organisasi akan berbeda dengan organisasi lain,
31
I. Gusti Ngurah Putra. 2008. Manajemen Hubungan Masyarakat. Jakarta. Universitas Terbuka. Hal. 5.15. 32 Frank Jefkins, Daniel Yadin. Alih bahasa Haris Munandar. 2004. Public Relation. Jakarta: Erlangga. Hal 80.
22
begitupula publik dari sebuah kelompok akan berbeda dengan kelompok lain. Dalam praktek public relations sebuah organisasi, khalayak ini harus ditetapkan dengan beberapa alasan:33 b. Untuk mengidentifikasi segmen khalayak atau kelompok yang paling tepat untuk di jadikan suatu program PR. c. Untuk menciptakan skala prioritas, berkaitan dengan adanya keterbatasan anggaran dan sumber daya lainnya. d. Untuk memilih media dan teknik PR yang paling sesuai. e. Untuk mempersiapkan pesan-pesan sedemikian rupa agar efektif dan mudah diterima. Adanya alasan-alasan tersebut menunjukan bahwa publik atau khalayak berperan penting dalam aktivitas komunikasi. Publik sebagai sasaran dari sebuah aktivitas komunikasi sangat menentukan produksi pesan dan media yang digunakan untuk menyampaikan pesan. Sehingga komunikator perlu melakukan penyesuain baik bentuk pesan dan juga media penyampaian pesan untuk menjangkau publik yang berbeda-beda. F. Kerangka Konsep Riset ini akan melihat format dan saluran komunikasi dari aktivitas komunikasi yang dilakukan oleh kelompok Warga Berdaya. Warga Berdaya merupakan sebuah bentuk collective action yang terdiri dari berbagai publik aktif yang menyadari adanya permasalahan dari pembangunan di Yogyakarta dan melakukan suatu tindakan bersama. Kelompok ini terdiri dari berbagai komunitas hobi dan seni, Lembaga Bantuan Hukum, organisasi Wahana Lingkungan Hidup, seniman, aktivis sosial, serta mahasiswa dan publik aktif lainnya. Peneliti akan mengidentifikasi praktek komunikasi yang dilakukan oleh kelompok Warga Berdaya khususnya pada bentuk format komunikasi yang terjadi pada kelompok. Serta melihat saluran komunikasi yang dilakukan Warga Berdaya 33
Frank Jefkins, Daniel Yadin. Alih bahasa Haris Munandar. 2004. Public Relation. Jakarta: Erlangga. Hal 86.
23
menggunakan pendekatan konvergensi media dengan melihat penggunaan media saat ini sebagai sebuah cara untuk mencapai kesamaan pemahaman mengenai pesan Jogja Ora Didol. Sehingga distribusi pesan dilakukan melalui banyak media sesuai dengan publik yang menjadi target dari pesan Ora Didol itu sendiri. Peneliti akan mengidentifikasi publik dari penggunaan format dan saluran komunikasi pesan Jogja Ora Didol oleh Warga Berdaya. Publik dari pesan Jogja Ora Didol ke dalam tiga jenis sebagai berikut: publik laten yakni kelompok yang berada dalam masalah tetapi tidak menyadari, publik sadar yakni kelompok yang telah menyadari terdapat sesuatu yang hilang dan menjadi masalah tetapi belum melakukan sesuatu, dan publik aktif yakni kelompok yang telah menyadari terdapat suatu masalah kemudian mendiskusikannya untuk diselesaikan. Gambaran penelitian ini secara ringkas digambarkan sebagai berikut: Bagan 1.1 Skema Kerangka Konsep Jogja Ora Didol
Format Komunikasi
Saluran Komunikasi
interpreting
perceiving
interpreting
Publik (laten, sadar, aktif)
interpreting
perceiving
Publik (laten, sadar, aktif)
perceiving
interpreting Warga Berdaya sebagai bentuk collective action
24
perceiving
G. Metodologi Penelitian 1. Jenis dan Pendekatan Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang didasarkan pada fenomena, gejala, fakta, atau informasi sosial. Hasil penelitian ini akan dijabarkan dengan analisis secara deskriptif sehingga dapat menggambarkan secara sistematis fenomena komunikasi yang terjadi pada komunitas. Penelitian deskriptif adalah suatu bentuk penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan fenomenafenomena yang ada, baik fenomena alamiah maupun fenomena buatan manusia. Fenomena itu bisa berupa bentuk, aktivitas, karakteristik, perubahan, hubungan, kesamaan, dan perbedaan antara fenomena yang satu dengan fenomena lainnya.34 2. Metode penelitian Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif. Metode penelitian deskriptif
adalah
sebuah
metode
yang
berusaha
mendeskripsikan,
menginterpretasikan sesuatu misalnya kondisi atau hubungan yang ada, pendapat yang berkembang, proses yang sedang berlangsung, akibata atau efek yang terjadi atau tentang kecenderungan yang sedang berlangsung. 35 Metode ini dirasa tepat untuk menjelaskan format komunikasi dan saluran komunikasi dari kelompok Warga Berdaya. Sebagaimana pendapat Tan, bahwa penelitian deskriptif bertujuan menggambarkan secara tepat sifat-sifat suatu individu, keadaan, gejala atau kelompok tertentu.36 Penelitian ini akan secara menyeluruh menggambarkan format komunikasi kelompok serta saluran komunikasi dari Warga Berdaya dalam aktivitas komunikasi penolakan pembangunan hotel di Yogyakarta yang dibingkai dalam pesan Jogja Ora Didol. Hal ini sejalan dengan dengan dua ciri pokok metode penelitian deskriptif yakni (1) Memusatkan perhatian pada masalah-masalah yang ada pada saat penelitian
dilakukan atau masalah yang bersifat aktual. (2)
34
Sukmadinata. 2006. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Rosdakarya. Hal. 72 Ibid. Hal 73. 36 Soejono. 2005. Metode Penelitian Deskriptif. Yogyakarta: Rineka Cipta. Hal 22 35
25
Menggambarkan fakta-fakta tentang masalah yang diselidiki sebagaimana adanya diiringi dengan interpretasi rasional.37 3. Objek penelitian Objek dalam penelitian ini adalah kelompok Warga Berdaya. Secara lebih khusus objek penelitian ini adalah beberapa informan yang terlibat langsung dalam gerakan Warga Berdaya di Yogyakarta yakni Elanto Wijoyono, Halik, Dodok Putrabangsa. Pemilihan ini terkait dengan keterlibatan serta pengetahuan dan kemampuan untuk menjelaskan aktivitas komunikasi kelompok yang terjadi dalam Warga Berdaya. Dalam usaha menyebarkan pesan penolakan terdapat aktor-aktor yang menjadi penggerak dari aktivitasnya. Warga Berdaya sendiri merupakan sebuah platform yang terdiri dari jaringan yang sangat luas dan setiap anggota dikatakan sebagai “warga”. Aktivitas komunikasi tidak mungkin dapat berjalan mengalir begitu saja tanpa adanya manajemen pesan di dalam kelompok. Ketiga orang ini berperan penting dalam aktivitas manajemen komunikasi yakni sebagai gate keeper dari media komunikasi internal dan eksternal seperti : whatsapp messenger, facebook, twitter, dan juga blog. Selain itu adanya koordinator yang diangkat secara kultural untuk memenuhi keperluan-keperluan tertentu contohnya pada saat menghadapi pihak luar. Koordinator kultural ini ditempati oleh Elanto Wioyono, dan gate keeper untuk whatsapp di tempati oleh ketiganya, dan gata keeper media sosial di tempati oleh Elanto wijoyono dan Dodok Putrabangsa. Dodok putrabangsa juga seringkali menjadi delegasi atau perwakilan dari kelompok Warga Berdaya dalam berbagai acara atau kesempatan. 4. Lokasi penelitian Penelitian ini akan dilakukan di Yogyakarta, menyesuaikan dengan aktivitas komunikasi yang terjadi dalam Warga Berdaya sebagai upaya
37
Nawawi, Hadar. 1983. Metode Deskriptif. Jakarta: Erlangga. Hal 64
26
penyampaian pesan penolakan pembangunan yang dibingkai dalam hastag Jogja Ora Didol 5. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data akan dilakukan dengan dua cara, yakni :
Wawancara Wawancara dilakukan pendiri gerakan Warga Berdaya yang telah ditetapkan sebagai informan penelitian. Peneliti menggunakan interview guide dalam melakukan wawancara mendalam sebagai panduan, tetapi tidak menutup kemungkinan untuk improvisasi pertanyaan. Wawancara dilakukan melalui dua cara, yaitu tatap muka (face to face) dan melalui ruang virtual (chatting). Wawancara dilakukan sebagai usaha untuk mempelajari dan memahami gejala-gejala yang tidak tampak dalam observasi.
Observasi Partisipan Observasi dilakukan dengan melakukan pengamatan dan partisipasi dalam agenda-agenda gerakan
Warga Berdaya dalam melakukan advokasi.
Pengamatan juga dilakukan terhadap rekaman atau transkrip percakapan antaranggota gerakan Warga Berdaya di dalam pertemuan-pertemuan langsung maupun tidak langsung seperti menggunakan grup chat whatsapp dan Line. Serta memperhatikan aktivitas gerakan Warga Berdaya dalam media sosial, website, dan berita online. Selain kedua data primer tersebut, penulis melakukan pengumpulan data sekunder melalui dokumen, peralatan dan pustaka yang berhubungan dengan topik penelitian. 6. Teknik Analisa Data Dalam melaksanakan penelitian ini, peneliti melakukan teknik analisa data dengan model Miles dan Huberman. Miles dan Huberman mengemukakan bahwa aktivitas dalam analisis kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara
27
terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh. Aktivitas dalam analisis data, yaitu38 :
Reduksi data Data yang diperoleh dari lapangan perlu dicatat secara teliti dan rinci. Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting. lalu dicari tema dan polanya. Data-data direduksi dengan menguji keabsahannya dan keterkaitannya dengan topik penelitian serta landasan teori yang digunakan.
Penyajian data Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah menyajikan data. Dalam penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan hubungan antar kategori, flowchart dan sejenisnya. Cara yang paling sering digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatif adalah dengan teks yang bersifat naratif.
Pengambilan kesimpulan Langkah ketiga dalam analisis data kualitatif menurut Miles dan Huberman adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi.
38
Miles, MB dan Huberman A.M. 1984. Qualitative Data Analysis. Baverly Hills: Sage Publication.
28