BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Teknologi. Satu kata yang memiliki berbagai macam makna. Satu kata yang mampu mengubah tata cara pandang masyarakat terhadap suatu hal. Satu kata yang berkembang luar biasa cepat dari masa ke masa. Satu kata yang hampir seluruh masyarakat tidak mampu lagi untuk hidup terlepas darinya. Fenomena ini bukan lagi sebagai fenomena yang baru, namun seiring dengan perkembangannya, teknologi menjadi satu hal primer bagi masyarakat. Beberapa tahun silam, manusia tidak akan membayangkan bahwa dirinya mampu berinteraksi dengan siapapun, kapanpun, dan dimanapun hanya melalui mobile device seperti laptop, komputer tablet, atau smartphone. Namun dunia saat ini berkata lain, fenomena ini memaksa perusahaan-perusahaan untuk ikut terjun bersamanya. Merupakan suatu tantangan bagi sebuah perusahaan untuk mampu meraih perhatian masyarakat dan menjalin hubungan dengan konsumen melalui teknologi. Marketing 3.0 merupakan sebuah transisi perkembangan dari teknik pemasaran sebelumnya. Marketing 3.0 ini berkembang seiring dengan perkembangan teknologi itu sendiri. Disini, marketing 3.0 bertujuan untuk membangun value di mata masyarakat1. Media yang digunakan suatu perusahaan dalam menerapkan marketing 3.0 beraneka ragam, salah satunya adalah mobile marketing. Mobile marketing menjadi sebuah strategi bisnis yang mengalami perkembangan yang luar biasa pesat, hampir berbanding lurus dengan perkembangan teknologi itu sendiri. Mobile marketing menjadi fenomena baru dalam dunia bisnis dan memunculkan istilah-istilah baru seperti location-based service, smartphone, atau mobile Internet. Indonesia, sebagai salah satu konsumen telepon selular terbesar di dunia. Pada sampai tahun 2012, penetrasi telepon selular di Indonesia mencapai 107% (BuddeComm, 2012). Pada awal April 2012, Google sebagai salah satu website search engine terbesar didunia, menyatakan
1
Matt Golosinski, “A Collaborative Journey”, Kellogg, Spring 2006.
1
bahwa negara pengakses Google terbesar di dunia adalah Indonesia 2. Konsumsi mobile Internet jika dibandingkan dengan computer-based Internet akan terus mengalami kenaikan angka dan akan mengalahkan PC Internet pada tahun 2013 (Microsoft Tag, 2011). 91% Mobile Internet digunakan untuk mengakses media sosial sedangkan akses media sosial melalui PC hanya sebesar 79%. Angka lain menunjukkan bahwa telepon selular banyak digunakan untuk mengunduh game (61%), melihat ramalan cuaca (55%), mengakses search engine (50%), dan mengakses berita (36%) (Microsoft Tag, 2011). Data ini menunjukkan bahwa industri mobile marketing memiliki potensi yang luar biasa, meskipun penggunaan telepon selular seringkali digunakan sebagai akses entertainment dan berita informatif. Mobile marketing mampu menjadi pertimbangan bagi perusahaan sebagai sebagai salah satu cara baru dan fungsional yang mampu mengoptimalkan pemasaran. Penelitian ini akan membahas tentang konsep mobile marketing dan teori yang telah ada dan dikombinasikan dengan teori dasar tentang branding. Topik ini peneliti anggap sebagai topik yang menarik dan mampu mengembangkan teori tentang mobile marketing yang sudah ada dan memberikan studi kasus sesuai dengan isu teknologi. Beberapa tahun terakhir, perkembangan teknologi komunikasi mengalami kenaikan angka yang cukup signifikan dan memberikan kesempatan bagi perusahaan untuk menggunakan media baru ini sebagai alat pendukung pemasaran, hal ini berbanding lurus dengan potensi pola penggunaan konsumen mobile device di Indonesia yang semakin lama mengalami peningkatan angka. Peneliti menganggap topik ini menarik karena mobile marketing dewasa ini merupakan salah satu bagian dari perkembangan Integrated Marketing Communication (IMC)3. Beberapa tahun terakhir, teknologi memiliki berbagai fungsi yang salah satunya dimanfaatkan sebagai fungsi pengoptimalan pemasaran. Peneliti melihat adanya indikasi bahwa suatu perusahaan mampu
2
Bayani, Oliver. 2012. Behind Indonesia’s Mobile Growth Story. Source: www.marketinginteractive.com/news/36133 3 Ashraf, M. F., Kamal, Y. (2010), “Acceptance of mobile marketing among university students”, Mustang Journal of Business & Ethics. Hal 25
2
memanfaatkan teknologi sebagai salah satu cara untuk mengahadapi persaingan antar bisnis. Melihat perkembangan teknologi yang terjadi ini terutama di kota-kota besar di Indonesia seperti Jakarta, Surabaya, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Denpasar, dan Medan memberikan pengaruh pula bagi masyarakat dalam pola hidup yang dimilikinya. Jutaan masyarakat di Indonesia kini sudah mulai terlena dengan kecanggihan dan kemudahan yang ditawarkan oleh teknologi. Pebisnis tidak menutup telinga begitu saja dengan perubahan pola hidup masyarakat yang cukup signifikan ini. Indonesia, sebagai salah satu negara berkembang yang memiliki perkembangan bisnis juga terkenal dengan kawasan wisata dan budaya menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan untuk mengunjungiIndonesia. Hal tersebut berbanding lurus dengan semakin berkembangnya bisnis perhotelan di Indonesia. Wisatawan domestik maupun asing silih berganti mengunjungi Indonesia dan membutuhkan tempat singgah yang nyaman dengan pelayanan yang baik. Accor.market leader di bidang hospitality industry memiliki persepektif tersendiri tentang pemasaran yang ingin dilakukannya. Accor menyadari benar tentang pentingnya menumbuhkan brand value dengan membangun hubungan yang dekat dengan konsumen. Hal ini menjadi peluang besar bagi Accor Group, sebagai yang selalu meningkatkan kualitas pelayanan maupun fasilitas bagi konsumen mereka.Accor Group menyadari benar kebutuhan konsumennya yang relatif memiliki mobilitas yang tinggi dan memerlukan suatu kemudahan dalam mengakses informasi yang dibutuhkan oleh konsumen. Manajemen hotel terbesar didunia yang memiliki cabang di berbagai negara di seluruh dunia ini menyediakan suatu fasilitas mobile marketing dalam bentuk sebuah aplikasi yang bernama Accorhotels.com dimana konsumen dipermudah dalam proses pemesanan, check-in, bahkan fasilitas ini menyediakan informasi yang dibutuhkan oleh konsumennya seperti info taksi dan info tempat-tempat penting yang berada di seluruh Indonesia.Tidak berhenti disitu saja, aplikasi ini mengizinkan konsumennya untuk terlibat langsung dengan event atau promosi yang ditawarkan oleh Accor. Aplikasi ini merupakan satu inovasi yang cukup
3
segar dalam dunia hospitality industry di Indonesia. Aplikasi ini bukan hanya mempermudah konsumen untuk melakukan reservasi atau mendapatkan informasi saja namun juga banyak manfaat yang bisa didapatkan oleh konsumen seperti hadiah-hadiah atas loyalitas yang diberikan oleh konsumen. Rasa keingintahuan peneliti dimulai ketika banyaknya kompetitor Accor Group dibidang hospitality industryyang datang namun manajemen perusahaan ini masih mampu bertahan bahkan image yang dimilikinya semakin membaik dari waktu ke waktu dan masih mampu menjadi market leader di sektor hospitality industry. Peneliti ingin mengetahui bagaimana strategi pemasaran Accor Group ini dalam mengelola brand yang dimilikinya. Hal tersebut sudah pasti tidak terlepas dari kombinasi strategi antara strategi konvensional dan strategi marketing yang berbasiskan teknologi. Menarik, Accor Group memiliki akses mobile marketing yang cukup luas, mengingat bahwa Accor merupakan hospitality industry yang relatif memiliki mobilitas yang cukup rendah, tidak seperti bisnis transportasi yang memiliki mobilitas yang cukup tinggi. Selain itu Kepraktisan yang ditawarkan oleh Accor ini menjadi menarik sehingga hotel ini mampu memimpin pasar dalam hospitality industry di dunia. Menjadi pertanyaan bagi peneliti tentang bagaimana Accor mengaplikasikan mobile marketing sebagai salah satu strategi marketing. Jangkauan Accor yang sangat luas diseluruh dunia membuat peneliti memiliki rasa ingin tahu tentang bagaimana pengaplikasian aplikasi oleh Accor. Hotel Novotel ini di salah satu anak cabang yang mereka miliki yang akan menjadi mediasi peneliti untuk mengakses data dengan Accor Group. Hotel Novotel merupakan salah satu hotel berbintang empat tertua di Yogyakarta yang berdiri sejak 6 Desember 1997.Pengalaman Accor Group dalam melayani konsumen menjadi satu poin utama dimana pengaplikasian mobile marketing ini mampu dijalankan secara optimal oleh Accor Hotels.
4
B. RUMUSAN MASALAH Rumusan masalah dalam penelitian ini diturunkan berdasarkan pada latar belakang masalah diatas. Peneliti ingin mengetahui secara lebih lanjut tentang bagaimana peranan manajemen Accor Group mampu mengaplikasikan mobile marketing dan implikasinya terhadap brand identity-nya. Penelitian ini akan fokus kepada mobile marketing yang nantinya peneliti akan mengetahui secara mendalam tentang marketing 3.0dan bagaimana strategi tersebut membawa dampak bagi brand. Pertanyaan yang akan dirumuskan menjadi rumusan masalah adalah:
Bagaimana Accor Group menerapkan marketing 3.0 melalui mobile marketing sebagai salah satu bentuk strategi komunikasi pemasaran? C. TUJUAN PENELITIAN Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa dan mengggambarkan dengan
jelas tentang:
Mengetahui pertimbangan penggunaan mobile marketing sebagai salah satu bentuk dari marketing 3.0 oleh Accor Group.
Mengetahui pengaplikasian marketing 3.0 dalam bentuk mobile marketing yang dilakukan oleh manajemen Accor Group
Mengetahui perkembangan penggunaan strategi pemasaran marketing 3.0 melalui mobile marketingoleh Accor Group.. D. MANFAAT PENELITIAN Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat yang signifikan, diantaranya:
a. Penelitian ini diharapkan mampu mempertajam pengalaman dan pengetahuan dalam bidang komunikasi pemasaran terutama yang menyangkut tentang marketing3.0. b. Penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan ilmiah, pemikiran, ide, serta sarana untuk memahami mobile marketing dalam cakupan marketing 3.0.
5
c. Penelitian ini diharapkan mampu digunakan untuk merancang aktifitas komunikasi pemasaran yang sesuai dengan kepentingan suatu perusahaan. E. OBJEK PENELITIAN Objek yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah penggunaan aplikasi Accorhotels.com sebagai penerapan marketing 3.0. Accorhotels.com merupakan salah satu penerapan marketing3.0 dalam bentuk sebuah aplikasi yang diterapkan oleh Accor. Aplikasi ini memungkinkan konsumen untuk mencari hotel terdekat dari lokasi konsumen, memberikan arahan kepada konsumen tentang destinasidestinasi terdekat dan populer di kota tersebut, hingga melakukan reservasi kamar hotel. Aplikasi yang dikelola oleh Accor Hotels Group ini dapat diunduh melalui Blackberry, Android, dan iPhone. Di Yogyakarta sendiri, aplikasi ini mampu melacak hotel-hotel yang dibawahi oleh Accor Hotels Group lengkap dengan fasilitas, harga, dan juga perbandingan antara hotel satu dengan yang lain. Aplikasi ini juga menyediakan M-Gallery dimana konsumen dapat melihat fasilitas dan lingkungan di setiap hotel melalui foto maupun video. Aplikasi ini hampir memiliki fungsi yang sama dengan sosial media, dimana konsumen akan membuat akun tersendiri dan yang nantinya akan mendapatkan informasiinformasi terkini seputar promo hotel dan juga informasi lainnya yang berkaitan dengan pariwisata. Ternyata aplikasi ini mendapatkan respon yang baik dimata masyarakat melihat pengunduh aplikasi ini mencapai lebih dari 100.000, mengingat bahwa aplikasi ini merupakan inovasi marketing hospitality industry yang relatif memiliki mobilitas yang kecil. Penelitian akan dilakukan di Hotel Novotel Yogyakarta periode Januari sampai dengan Februari 2014.
F. KERANGKA PEMIKIRAN 1. Marketing 3.0 (Kotler) Fenomena perkembangan komputerisasi didunia dibagi menjadi lima bagian. Bagian pertama merupakan era pada tahun 1960-an dimana komputer hanya digunakan sebagai kepentingan industri dan bisnis. Pada tahun 1970-an komputer dikembangkan lagi dengan ukuran yang lebih kecil yang lebih
6
memudahkan penggunaannya. Pada tahun ini dikatakan sebagai era kedua. Pada tahun 1980-an, komputer mulai digunakan oleh perseorangan yang disebut sebagai era ketiga yang diikuti pada tahun 1990-an dengan perkembangan adanya networking menggunakan internet dan komputer mulai didistribusikan sec.ara besar-besaran. Pada era ini disebut sebagai era keempat. Era kelima merupakan suatu era dimana perkembangan komputer tidak diprediksi dari era-era sebelumya. Pada era ini teknologi memiliki kekuatan yang besar kepada masyarakat dan menuntut adanya teknologi yang semakin canggih namun dengan harga yang mampu dijangkau. Hal ini mempengaruhi juga dengan tuntutan dari masyarakat untuk mampu memiliki koneksi dan interaksi yang bukan hanya dilakukan oleh perusahaan namun juga dilakukan oleh perseorangan. Perkembangan yang masif dari teknologi ini membawa suatu era partisipasi. Dalam era partisipasi ini bukan hanya media yang membuat informasi namun masyarakat awam juga mampu untuk membuat informasi, menyumbangkan ide, dan memberikan hiburan. Menarik, karena masyarakat bukan hanya membuat namun juga mengkonsumsi informasi dari masyarakat yang lain. Kotler menyatakan bahwa marketing yang sedang berkembang pada saat ini merupakan “The age of participation and collaborative marketing” dan Kotler mengklasifikasikannya sebagai Marketing 3.0. Kotler menjelaskan tentang beberapa tahap dari perkembangan marketing, yaitu 4: Seiring dengan adanya evolusi perkembangan dunia yang diakibatkan oleh teknologi, marketing juga ikut berkembang bersamanya. Pada era industrial dimana teknologi masih menggunakan mesin industri, marketing lebih menekankan diri terhadap penjualan produk itu sendiri kepada target konsumen tanpa mempertimbangkan kebutuhan dan keinginan konsumen. Era ini merupakan era marketing 1.0. Henry Ford menyatakan bahwa,“Any customer can have a car painted any color that he wants so long as it is black5.” 4 5
Kotler, Ph. (2010). Marketing 3.0. New Jersey: John Wiley&Sons.p.4) Ibid (2010; 6)
7
Maksud dari pernyataan diatas adalah pada era tersebut, pemasar hanya menjual produknya dan konsumen hanya dapat mengkonsumsi apa yang dihasilkan oleh produsen. Dalam marketing 1.0, terdapat beberapa konsep yang kurang benar dalam marketing. Marketing lebih dilihat sebagai sebuah konsep penjualan, usaha persuasi masyarakat, dan bahkan kecurangan untuk mendapatkan pasar. Ketika memasuki era informasi, dimana kekuatan utama dari era ini adalah teknologi informasi, tugas pemasar tidak lagi sesederhana sebelumnya. Konsumen
diizinkan
untuk
mengetahui
kualitas
dari
produk
dan
membandingkan produk satu dengan yang lainnya dengan jenis produk yang serupa. Produk itu sendiri dilihat dari selera konsumen. Merupakan suatu kewajiban bagi pemasar untuk mengidentifikasi kebutuhan konsumen yang belum terpenuhi dan merubahnya menjadi suatu bisnis yang menguntungkan. Era ini merupakan era marketing 2.0. Namun pada era ini masih memiliki kekurangan dimana pemasar masih belum sepenuhnya fokus terhadap keinginan konsumen. Kotler mulai membuktikan bahwa era marketing 3.0 sudah mulai melengkapi strategi pemasaran yang sebelumnya dimana konsumen dilihat sebagai pribadi yang aktif dan kreatif. Pemasar akan lebih melibatkan konsumen dalam membuat sebuah kreasi produk. Mereka akan menawarkan sebuah produk yang memenuhi keinginan dari konsumen itu sendiri. Kreatifitas yang disumbangkan oleh konsumen akan dihargai dan direalisasikan dalam sebuah produk. Dalam masa ini, konsumen cenderung untuk menyalurkan dan membuat ide,
berita,
dan
hiburan
mereka
sendiri,
meskipun
mereka
juga
mengkonsumsinya. Teknologi membuat suatu fenomena dimana manusia bukan hanya menjadi konsumen namun juga menjadi prosumers dan teknologi juga memungkinkan manusia untuk berinteraksi satu sama lain meskipun memiliki latar belakang kebudayaan yang berbeda, hal ini sering disebut dengan tribalisme. Hal tersebut seringkali dikenal dengan many-to-many interaction and collaboration (Kotler, 2010, p.33). Kolaborasi ini dapat
8
melibatkan konsumen dalam proses desain produk atau bahkan strategi manajemen. Menurut penelitian yang telah dilakukan oleh Chang (2009), hal ini dapat meningkatkan nilai-nilai dari self-design product dan juga kontribusi dari konsumen dalam proses manajemen yang dianggap memiliki manfaat ganda seperti fungsional, emosional dan kenyamanan yang dapat menunjukkan ikatan konsumen dengan brand tersebut. Namun, untuk mengelola dan meningkatkan kepuasan konsumen, proses partisipasi tersebut harus mampu dijangkau dan dipahami konsumen (Chang, 2009, p.148). Karakter lain dari Marketing 3.0 adalah mampu memberikan tantangan bagi pengelola brand untuk bukan hanya membangun brand itu sendiri, tetapi juga membentuk karakter dari brand. Konsumen pada era sekarang seringkali dengan sangat mudah memberikan penilaian tentang baik ataupun buruk, oleh karena itu, perusahaan harus mampu memberikan experience yang membuktikan bahwa penilaian mereka tersebut benar atau salah. Perusahaan harus mampu menyelaraskan strategi marketing dengan manajemen brand (Kotler, 2010, p.32).Marketing 3.0 disini banyak dipengaruhi oleh konsumen itu sendiri.Era ini lebih menekankan kepada costumer-centric dimana konsumen menjadi icon dari suatu brand. Dibawah ini merupakan tiga karakteristik marketing 3.0 oleh Kotler6:
Bagan 1.1 Karakteristik Marketing 3.0
6
Kotler P.,& Kertajaya.H., (2010), Marketing 3.0:From Product to Costumer to Human Spirit p. 6
9
Teknologi menjadi suatu fasilitas yang mendesiminasi informasi, ide, dan opini publik secara bebas mampu menumbuhkan suatu value dari suatu brand. Teknologi juga menjadi salah satu faktor utama yang mendorong adanya globalisasi politik, ekonomi, dan kultur sosial masyarakat dan menciptakan suatu paradoks-paradoks tertentu. Brand yang mampu menjadi icon dan berdiri secara independen memenuhi kebutuhan konsumen akan memenangkan kompetisi dari paradoks ini. Keinginan konsumen akan menjadi suatu konsep yang mendorong perkembangan marketing di masa yang akan datang yaitu pasar konsumen yang kreatif yang mampu menentukan sendiri apa yang mereka inginkan dan apa yang mereka butuhkan. Untuk tetap menjadi relevan dalam marketing 3.0, perusahaan harus mampu menempatkan target konsumen sebagai human being.Dimana konsumen bukan lagi objek yang akan membeli produk namun konsumen merupakan manusia yang menjalin hubungan dengan masyarakat. a. Customer relationship management Marketing 3.0 bisa dikatakan sebagai strategi pemasaran yang cukup cerdas karena pemasar bukan lagi hanya memasarkan produknya, bukan lagi hanya memberikan pilihan produk, namun juga memberikan suatu interaksi yang memungkinkan konsumen dan produk memiliki suatu ikatan. Hal ini memberikan suatu kenyamanan utuh bagi konsumen untuk memilih bahkan berkontribusi terhadap suatu produk dan bisa dikatakan sebagai sebuah strategi yang cerdas dalam menjaga hubungan dengan
konsumen.
Customer
relationship
management
(CRM)
merupakan sebuah strategi bisnis dan juga sebuah rangkaian teknologi dan software, dengan tujuan untuk mengurangi pengeluaran, menaikkan keuntungan, mengidentifikasi peluang-peluang baru, dan memperbaiki kualitas kepuasan dan keuntungan konsumen (Grant, 2002:24). 2. Hospitality Industry The Standard Industrial Classification (SIC) (1968) menjelaskan bahwa hospitality disini merupakan sebuah usaha bisnis (baik memiliki izin atau tidak 10
untuk menjual minuman keras) menyediakan makanan, minuman atau akomodasi (Jones, 1996). Knowles (1996:2) menjelaskan secara lebih mendalam bahwa hospitality industry merupakan kombinasi dari tiga aspek pelayanan utama yaitu makanan, minuman dan akomodasi. Merupakan sebuah percampuran dari elemen yang terlihat maupun tidak dan pelayanan, atmosfer, dan citra yang menaungi suatu usaha.Hospitality industry juga sebuah industri yang memberikan pelayanan ramah tamah bagi kenyamanan dan kebebasan konsumen. (Webster, 1993). Konsumen pada era sekarang memiliki fluktuasi tren yang bisa mempengaruhi antara satu konsumen dengan konsumen yang lain. Hal tersebut berbanding lurus juga dengan aspek penggunaan hospitality service dan dalam beberapa tahun akan mempengaruhi juga bagaimana hospitality industri berkembang. Menjadi sangat penting bagi para pebisnis untuk memahami tren apa yang sedang berkembang di masyarakat dan juga pebisnis harus mampu memperkirakan atau memprediksi kecenderungan tren yang akan terjadi. Menurut Holloway (2006) hospitality industry merupakan industri yang sangat menjanjikan, bahkan menjadi salah satu industri yang paling penting di dunia. Industri ini telah membuka 207 juta lapangan pekerjaan di seluruh dunia (Page & Connell, 2006:343). Sektor hospitality industry termasuk didalamnya adalah semua bisnis yang menyediakan makanan, minuman, dan/atau layanan akomodasi. Hal ini termasuk pub, bar, club, hotel, katering, dan pelayanan jasa7. Di Amerika, hospitality industry dibagi menggunakan ‘Standard Industrial Classification (SIC), yang mengklasifikasikan industri kedalam ‘Division6’ dan ditandai dengan ‘Class 66’ dimana yang nantinya dibagi lagi menjadi enam subkelompok.
7
Hospitality Industry: An Expert View. 2013. Rachel Shepherd. Diakses pada tanggal 25 Oktober 2013. Link: http://www.prospects.ac.uk/features_hospitality_industry_an_expert_view.htm
11
Bagan 1.2 Sub Kelompok Hospitality Industry Sumber diolah dari Confederation of Tourism and Hospitality (CTH) (2010;26)
Bagan diatas merupakan sub-kelompok dalam hospitality industry yang dibagi menjadi kedalam dua kelompok besar yaitu Badan Usaha Milik Swasta (BUMS) dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Sedangkan BUMN biasanya lebih mengarah pada pendidikan dan organisasi kemasyarakatan. Pada kelompok BUMS, biasanya hospitality industry bergerak di bidang akomodasi dan pelayanan yang berhubungan dengan makanan dan minuman. Hotel juga termasuk kedalam sub kelompok hospitality industry yang biasanya dibawah perusahaan swasta. Dibawah ini merupakan standar klasifikasi dari hospitality industry yang dikemukakan oleh Jones (2002):
Bagan1.3 Standar Klasifikasi Hospitality Industry Sumber diolah dari Confederation of Tourism and Hospitality (CTH) (2010;55-56)
12
Accor Group yang merupakan objek dari adanya penelitian ini termasuk dalam klasifikasi hotels and catering. Dimana Accor Group juga memiliki pelayanan di bidang katering yang menyajikan makanan dan minuman. Sebagian besar dari industri ini menaungi pelayanan akomodasi kepada masyarakat. Jenis akomodasi ini memiliki dua tipe yaitu service dan nonserviceseperti yang tercantum pada tabel dibawah ini:
Accomodation Types Serviced
Non Serviced
Hotels
Apartments, villas, cottages
Formal accommodation offering full
Privately-owned by Individuals or
services. These caninclude: 'Country
companies, whereguests provide their
House Hotels' with big gardens set in
own food and do their own cooking.
thecountryside or 'Metro Hotels' found in a city centre. Guest houses
Campus accommodation
Accommodation for more than six
University halls of residences, where
paying guests, With theowner and
tourists can rentrooms, out of term
staff providing further services, for
time.
example, dinner. Bed & breakfast (B&B)
Youth hostel
Accommodation provided in a private
Generally basic accommodation,
house by the ownerfor up to six
where guests stay indormitories or
paying guests.
rooms With other people and kitchenfacilities are provided.
Farmhouses
Camp sites
B&B or guest house accommodation
Privately-owned land, where tourists
provided on aworking farm.
pay a nightly-fee topitch their tent or caravan, with washing and electricity
13
sometimes provided.. Other accommodation: Time-share - tourists pay for access to an apartment for a set date over a number of years. Bagan 1.4 Tipe Akomodasi Sumber diolah dariWilfried Mödinger (2011;23)
Accor Group dalam klasifikasi diatas termasuk dalam tipe akomodasi service. Dimana hotel melayani segala kebutuhan konsumen mulai dari tempat persinggahan, pelayanan katering, dan bahkan keramah-tamahan juga menjadi sebuah pelayanan yang harus ditekankan dalam industri perhotelan.
a. Karakteristik konsumen hospitality industry Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Mari Elka Pangestu mengatakan Asia Tenggara (ASEAN) sebagai satu subkawasan telah mengalami pertumbuhan wisatawan internasional tertinggi di dunia selama kurun waktu 2005-2012 yaitu 8,3 persen. Mari juga menyatakan bahwa angka tersebut melonjak sebesar 9,4 persen pada 2012, dan pada semester pertama 2013 pertumbuhan mencapai 11,3 persen. Berdasarkan data dan proyeksi dari United Nations World Tourism Organization (UNWTO), kawasan Asia Pasifik telah mengalami pertumbuhan tertinggi kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) sebesar 6 persen selama kurun waktu 2005-2012, sebesar 7 persen pada 2012, dan sebesar 6,2 persen pada semester pertama 2013. Untuk jangka panjang, pertumbuhan di Asia Pasifik juga paling tinggi sebesar 4,9 persen dan akan meningkat dari 331 juta di tahun 2010 menjadi 530 juta di tahun 2030. Melihat pertumbuhan wisatawan yang luar biasa pesat, perlu adanya suatu klasifikasi yang akan memudahkan pebisnis untuk mengetahui karateristik dan kebutuhan dari konsumennya. Dibawah ini merupakan klasifikasi konsumen hospitality industry menurut Lumsdon:
14
Bagan 1.5 Karakteristik konsumen Hospitality Industry Sumber diolah dari Lumsdon (1997;4:44)
Menurut Lumsdon, karakteristik dari konsumen hospitality industry dibagi berdasarkan usia seseorang, hal tersebut berbanding lurus dengan karakteristik dari kebiasaan dan cara konsumen tersebut dalam menggunakan jasa dari perusahaan yang bergerak di bidang hospitality industry. Lumsdon juga menyatakan bahwa karakter
tersebut
akan
memudahkan
klasifikasi
kebutuhan
konsumen dan juga hospitality behaviour. Namun, fenomena yang terjadi pada saat ini adalah konsumen terbesar dalam bidang hospitality industry adalah traveler dimana biasanya
dibagi
menjadi
kedua
bagian
kepentingan
yaitu
kepentingan bisnis dan juga kepentingan rekreasi. Sudah seharusnya pebisnis melihat tentang bagaimana kecenderungan dan kebutuhan konsumen dengan karakteristik tersebut dan memberikan pelayanan maksimal didalamnya.
15
3. Mobile Marketing a. Mobile Universe Menurut Vineet Singh, lima tahun yang lalu, beberapa perusahaan sudah mulai memiliki website yang dianggap memiliki perkembangan yang progresif dalam aspek teknologi, namun pada saat itu era 2G, 3G, dan 4G belum dimulai, dimana ukuran dari kecepatan mobilitas diuukur dalam bentuk “G”. Amerika Serikat telah mengembangkan teknologi 4G dan telah dirilis secara resmi. Namun hanya beberapa negara berkembang yang telah menerapkan teknologi 4G. Sementara teknologi sedang berkembang dengan kecepatan yang luar biasa, pemasar sibuk mempersiapkan strategi pemasaran untuk generasi berikutnya. Blok baru kebangkitan ekonomi seperti India, Cina Brasil, dan Indonesia memiliki transformasi maksimal dalam penggunaan dan adopsi teknologi. Jumlah pengguna terbesar sebelumnya telah dikalahkan dengan pendatang baru ini dengan tingkat 30% pertahun dan termasuk dalam kategori pertumbuhan ekonomi tercepat di dunia. Sebagai sebuah evolusi dari model-model marketing sebelumnya. Marketing 3.0 melalui mobile marketing ini juga menggunakan sebuah evolusi teknologi. Konvergensi media merupakan suatu fenomena digitalisasi konten media, yang disebar luaskan melalui broadband connections dan Internet. Hal ini sudah mentransformasi cara media untuk menyebarkan berita dan juga merubah cara masyarakat dalam mengkonsumsi media. Masyarakat saat ini mampu mengakses media lintas budaya, waktu, dan tempat. Teori konvergensi menyatakan bahwa berbagai perkembangan bentuk media massa terus merentang dari sejak awal siklus penemuannya. Setiap model media terbaru tersebut cenderung merupakan perpanjangan, atau evolusi, dari model-model terdahulu. Dalam konteks ini, internet bukanlah suatu pengecualian. (Stoval, 2005:116). Internet adalah medium terbaru yang mengkonvergensikan seluruh karakteristik dari bentuk-bentuk terdahulu. Karena apa yang berubah bukanlah substansinya, melainkan mode-mode produksi dan perangkatnya. (Hilf, 2000:27). 16
Melihat perkembangan media tersebut, pebisnis harus mampu melihat kesempatan dengan cara memberikan suatu penyegaran dalam aspek pelayanan dengan menyisipkan aspek teknologi kepada konsumen. Disisi lain, masih belum banyak pebisnis yang menyadari perkembangan ini mampu meningkatkan hubungan antara produk dan konsumen sedangkan karakteristik konsumen saat ini sudah mulai bergeser dari sebelumnya. Tarif penggunaan telepon selular yang semakin lama semakin bersaing menjadi salah satu cara yang paling efektif dan terjangkau dalam berkomunikasi. Sementara Amerika Serikat dan Eropa sebagai produsen telepon selular melirik negara-negara berkembang seperti India dan Indonesia dan beberapa negara di bagian Asia Pasifik sebagai pasar yang empuk bagi mereka. Pemasar online tidak tinggal diam melihat fenomena baru yang sedang terjadi ini, mereka memiliki antisipasi dalam perencanaan marketing mereka. Perkembangan mobile data traffic berkembang sekitar 300%-800% (berdasarkan location-based) pada tahun 2008. Perkembangan mobile data akan berkembang sebesar 150% dalam 5 tahun kedepan.
Bagan 1.6 Perkembangan mobile data Sumber diolah dari Raoul Oberman (2012;81)
17
Teknologi remote dan nirkabel telah menjadi landasan inovasi dalam pengembangan produk teknologi. Perkembangan telepon selular yang berkembang pesat sudah dipersiapkan untuk memiliki fungsi multi-utilitydi masa yang akan datang. Saat ini, smartphonetelah memiliki sebagian besar fungsi komputer PC. Paradigma brand pada era post-modern ini mengacu pada sebuah kalimat yang mengatakan bahwa “Brand akan lebih berharga ketika ia tidak hanya menyediakan produk, namun ia juga menciptakan suatu cultural resources, yang nantinya akan menjadi modal bagi pemasar untuk menyediakan suatu experience baru yang belum pernah dirasakan oleh konsumen lainnya” (Holt, 2002, p.83). Hal ini bisa diwujudkan dengan menggunakan metode komunikasi pemasaran yang inovatif, membentuk brand sebagai suatu kebudayaan yang ekspresif, menjaga originalitas, dan membuat suatu taktik branding (p.83). Untuk lebih memahami tentang bagaimana kebudayaan konsumen pada saat ini, penting untuk menilik beberapa karakteristik konsumen pada generasi Y. Generasi Y ini mengacu pada generasi yang memiliki tahun kelahiran 19771988 . Generasi Y dapat dideskripsikan memiliki karakteristik seperti dibawah ini: • Memiliki pengetahuan tentang teknologi, memiliki kecenderungan untuk nyaman dalam menggunakan teknologi dan menggunakan berbagai macam jenis teknologi dalam kehidupan sehari-harinya (multimedia, telepon selular, instant messaging, internet, online banking, dsb.) • Terikat dengan suatu organisasi, komunitas, ataupun LSM. • Memiliki kepedulian sosial • Memiliki kesadaran akan brand, trend, dan fashion. • Memiliki brand-switching behaviour. Generasi Y mendatangkan suatu konsep baru dalam proses branding. Generasi mulai memiliki kesadaran akan brand dan terlibat langsung dalam partisipasi program. Selain itu generasi Y juga sudah mulai menggunakan teknologi dalam kehidupan sehari-hari sehingga dengan hal ini, pemasar dapat memanfaatkan proses branding dengan menggunakan teknologi untuk
18
menimbulkan minat beli dari konsumen. Hal yang signifikan yang dibutuhkan oleh sebuah brand adalah tentang bagaimana brand mampu berperilaku dan menjadikan dirinya sebagai sebuah makhluk hidup dengan cara melibatkan konsumen untuk terlibat dalam proses brand building suatu perusahaan (Ind, 2005, p.202). Ketika karakteristik dari suatu generasi menjadi suatu pertimbangan, penting juga untuk melihat tentang bagaimana kemungkinan atau kecenderungan bagaimana karakteristik generasi di masa yang akan datang. Pemasar telah menamakan generasi tersebut Generasi Z, yang mewakili generasi yang lahir pada tahun 1990 sampai dengan tahun 2000-an. Generasi ini membutuhkan interaksi 24/7 dengan suatu perusahaan, oleh karena itu, perusahaan dituntut untuk memiliki komunikasi yang cepat untuk menunjukkan dirinya sebagai perusahaan yang memiliki orisinalitas (Ind, 2005, p.218). Hal ini telah didukung dengan semakin menjamurnya perkembangan perangkat-perangkat teknologi, oleh karena itu perusahaan selalu dituntut utuk selalu memahami dan aware dengan kebutuhan mereka akan promosi produk dan juga service. Generasi Z cenderung memiliki kecenderungan untuk membuat konten dan memilih sendiri brand apa yang ingin mereka gunakan. Karena hal tersebut, perusahaan bergantung pada generasi ini dan harus menyediakan suatu kemungkinan untuk berkolaborasi dengan konsumen untuk memberikan konsumen experience yang lebih nyata. Produk ataupun service dianggap sangat penting bagi konsumen pada generasi Z. Network, social media, mobile technology, dan komunikasi online sangat dibutuhkan oleh Generasi Z (Cross-Bystrom, 2010).
i.
Adaptabilitas hospitality industri dalam marketing 3.0 Dalam perkembangan industri bisnis, travel dan tourism merupakan salah satu inovator paling agresif dan pengguna teknologi internet-sentris. Berbeda dengan industri lain, adopsi penggunaan internet tidak hanya terbatas pada merek tertentu, namun operator berskala rendah seringkali terhubung dengan website. Jaringan berbasis sosial segera mengikuti
19
perkembangannya melalui jejaring sosial seperti Facebook, MySpace, LinkedIn, Twitter, dan lain sebagainya. Semua fenomena ini mengarah pada adanya m-commerce di masa yang akan datang dan pemasar melakukan antisipasi dalam strategi pemasaran yang disiapkan untuk revolusi-revolusi baru yang akan datang. Sehingga, perkembangan internet dan bisnis hospitality membuka peluang berbagai pihak, m-Commerce memberikan kesempatan bagi pebisnis untuk menarik konsumen. Strategi ini memungkinkan konsumen untuk bisa mengakses 24x7 tetapi juga memiliki potensi besar yang lain dalam mengembangkan bisnisnya. b. Definisi mobile marketing Leppäniemi et.al. (2006) melalui peneltiannya menghasilkan sebuah pengertian tersendiri tentang apa itu mobile marketing. Peneliti mengambil benang merah bahwa mobile marketing merupakan penggunaan perangkat seluler sebagai alat dalam marketing communications8. Pengertian ini meliputi beberapa karakteristik dari marketing communications yaitu: 1. One Way Interactive Communications 2. Penggunaan salah satu perangkat selular 3. Manfaat yang dirasakan secara ekonomis dari proses komunikasi Carter memiliki definisi lain tentang mobile marketing dan mengatakan bahwa “A systematic planning, implementing and control of a mix of business activities intended to bring together buyers and sellers for the mutually advantageous exchange or transfer of products where the primary point of contact with the consumer is via their mobile device9” Yang
berarti
suatu
sistem
yang
dapat
merencanakan,
mengimplementasikan, dan mengontrol bauran aktifitas bisnis yang mampu memberikan manfaat bagi pemasar maupun konsumen dalam bentuk transfer
8
Leppäniemi, M. et.al (2006). A review of mobile marketing research. International Journal of Mobile Marketing. 1.p.38 9 Carter, E. (2008). Mobile marketing and generation Y African-American Mobile Consumers: the issues and opportunities. International Journal of Mobile Marketing. 3p.62)
20
produk ataupun jasa dimana poin kontak utamanya adalah melalui telepon seluler. Mobile Marketing Associations (MMA) mengeluarkan pendapatnya pada tahun 2006, bahwa mobile marketing merupakan penggunaan media wireless (terutama telepon seluler dan PDA) sebagai konten penyampai pesan dan mampu memberikan respon secara langsung melalui program komunikasi cross-media10. c. Karakteristik mobile marketing Menurut Varnali dan dalam risetnya sebuah literatur tentang mobile marketing, ia menyatakan bahwa karakteristik dari mobile marketing adalah sebagai berikut: 1. Pesan ditargetkan kepada audiens yang lebih spesifik, relevan, eyecatching, dan permission-based. 2. Kampanye mendapatkan sebuah nilai lebih ketika menggunakan mobile marketing. 3. Manfaat atau motivasi dari mobile marketing harus dapat diidentifikasi dan mudah untuk dipahami. 4. Perlindungan hak privasi audiens harus mampu dijaga. 5. Aplikasi yang digunakan harus bersahabat, kreatif, dan inovatif. 6. Kampanye yang menggunakan mobile marketing harus sesuai dengan industri dan mampu membawa efisiensi dalam prosesnya. 7. Partisipan dalam komunikasi melalui mobile marketing harus mampu berkoordinasi dan berkooperasi untuk membuat suatu percakapan yang mendatangkan keuntungan dari kedua belah pihak. Telepon seluler merupakan barang yang dimiliki secara individu dan hal tersebut mampu menunjukkan bagaimana gaya hidup seseorang, kepercayaan, ide, dan pengalaman. Untuk wanita, telepon seluler lebih memiliki peran yang lebih krusial jika dibandingkan dengan pria, dengan konsekuensi, telepon
10
Karjaluoto, H. (2007). Insights into the implementation of mobile marketing campaigns. International Journal of Mobile Marketing., p.11)
21
seluler mampu memberikan gambaran secara garis besar tentang beberapa kelompok sosial11. d. Media mobile marketing Leppäniemi (2008) mengatakan bagwa terdapat tiga dasar dalam mobile marketing communications yaitu periklanan, sales promotion, dan direct marketing. Dia mengatakan bahwa hubungan dengan konsumen sudah seharusnya juga dapat dipertimbangkan meskipun bukan termasuk dalam media promosi12. Oleh karena itu, dirasa cukup penting untuk mengetahui perbedaan dari teknik mobile marketing yang dapat digunakan dalam mengkomunikasikan brand.
SMS, MMS SMS marketing merupakan iklan yang disalurkan melalui pesan singkat. Hal ini merupakan hal yang paling umum dalam penggunaan mobile
marketing,
pemasar
menggunakan
pesan
singkat
untuk
memberitahukan secara langsung kepada konsumen. Selain itu, penggunaan pesan singkat ini mampu memberikan feedback secara langsung kepada konsumen. MMS marketing juga merupakan salah satu aplikasi pean singkat, namun memberikan fasilitas yang lebih luas dimana MMS dapat mengirinkan gambar, suara, ataupun video13.
Mobile internet (mobile website, social media, televisi) Mobile merupakan suatu media yang digunakan untuk mengakses konten website yang menyediakan konten sesuai dengan konten-konten yang terdapat dalam telepon seluler. Konten yang terdapat dalam telepon seluler disesuaikan dengan kebutuhan pengguna telepon seluler seperti ukuran layar dan input yang terdapat dalam keypad dan kemampuan lain
11
Sharma, C. (2008). Mobile Adverting: supercharge your brand in the exploring wireless market. New Jersey: John Wiley & Sons. p. 97 12 Leppäniemi, M. (2008). Mobile marketing: from marketing strategy to marketing campaign implementation. International Journal of Mobile Marketing.p.54 13 Diakses pada tanggal 01.04.2013. Sumber: http://www.trendsinmobilemarketing.com/mobilemarketingdefinition/
22
yang terdapat dalam telepon seluler seperti jaringan koneksi, lokasi, dan konten (MMA, 2008). Media sosial lebih mengacu pada insiatif, latihan, dan perilaku yang dilakukan
oleh
orang-orang
dalam
menyampaikan
informasi,
pengetahuan, dan kegemaran masing-masing melalui jaringan online. Hal ini memerlukan media yang mampu menghubungankan satu sama lain dan bisa saling berinteraksi. Media ini juga menyediakan konten-konten yang bersifat teks, video, audio, dan gambar. Media sosial memiliki empat karakter utama yaitu komunikasi, kolaborasi, edukasi, dan hiburan (Safko, Brake, 2009, p.6).
Aplikasi, games, dan iklan Program ini bisa diunduh melalui telepon selular seperti smartphone dan komputer tablet. Aplikasi disini bukan hanya untuk mengunduh game secara online namun juga dapat digunakan sebagai media pemesanan tiket pesawat, hotel, bahkan harga minyak dunia (Marketing News, 2010, p.28). Aplikasi ini juga bisa dikatakan sebagai media iklan, tergantung dari bagaimana tujuam dan kinerja dari aplikasi tersebut.
Location-based service Location-based service merupakan suatu layanan yang mengizinkan suatu akun mengakses keberadaan sesuatu. Sesuatu disini bisa dikatakan sebagai objek manusia ataupun benda (Junglas, 2008, p.66). Dalam konteks marketing, fasilitas ini digunakan untuk memberikan informasi yang sekiranya berguna bagi pengguna. Salah satu program yang populer adalah Foursquare, ia bekerja sebagai media sosial yang menggunakan layanan internet dan memungkinkan kita untuk mengetahui dimana keberadaan seseorang baik itu sedang di restoran, pusat perbelanjaan, dan lain sebagainya.
Mobile services Mobile service merupakan suatu layanan yang dapat digunakan diluar jam kerja perkantoran. Layanan ini memberikan konsumen kebebasan
23
untuk membeli, memilih, ataupun membayar sesuatu hanya dengan menggunakan koneksi internet (Barutcu, 2007, p.29). e. Strategi mobile marketing Kampanye mobile marketing memiliki enam tahap utama yaitu14: 1. Perencanaan 2. Ekesekusi pesan 3. Teknik infrastruktur 4. Testing 5. Eksekusi kampanye 6. Follow-up dan evaluasi Untuk menghindari adanya kerugian yang dialami oleh sebuah brand, harus terdapat suatu batasan yang membatasi antara brand, karakteristik konsumen, dan mobile proposition. Komunikasi tersebut harus konsisten dengan strategi perusahaan dan komunikasi (Friedrich et.al, 2009, p. 60). f. Evaluasi mobile marketing Dalam bukunya yang memperkenalkan mobile marketing, Sharma menjelaskan terdapat lima poin yang terdiri dari lima kunci faktor-faktor pengukuran, yang akan membantu pemasar untuk melakukan evaluasi dan membuat keputusan yang memang benar-benar dibutuhkan. Poin tersebut adalah: 1. Reach 2. Targeting 3. Engagement 4. Viral Effects 5. Transactions Menurut Modinger (2011) terdapat beberapa kriteria dimana marketing 3.0 dapat dikatakan sebagai sebuah strategi marketing yang ideal. Dibawah ini merupakan indikator marketing 3.0 dapat dikatakan ideal adalah:
14
Marketing the mission to the consumers.
(Karjaluoto, 2007,p.17)
24
Marketing the values to the employees.
Marketing the values to the channel partners.
Marketing the vision to the shareholders.
Delivering socio-cultural transformation.
Creating emerging market enterpreneurs.
Striving for environmental sustainability.
Penelitian ini akan menggunakan model Source-Message-ChannelReceiver (SMCR) Berlo, untuk mengarahkan pembahasan. Pembahasan terutama difokuskan pada unsur sumber (source), pesan (message), dan saluran(channel) mengingat fokus penelitian adalah penggunaan marketing3.0 dalam hospitality industry. David K. Berlo turut memiliki andil dalam sejarah perkembangan komunikasi dengan mempopulerkan model SMCR. Menurut model ini, kualitas komunikasi antara sumber dan penerima pesan dipengaruhi oleh faktor keahlian berkomunikasi, sikap, pengetahuan, sistem sosial, dan kultur dari kedua belah pihak. Ketika mempertimbangkan pesan (message), Berlo menyatakan bahwa pesan yaitu konten, struktur, kode, perlakuan (treatment) dan elemen akan mempengaruhi pemahaman penerima pesan. Sedangkan saluran (channel) untuk menyampaikan pesan dari source kepada receiver meliputi panca indera manusia, yaitu penglihatan, pendengaran, perabaan, penciuman, dan alat perasa (tasting) G. KERANGKA KONSEP Kerangka pemikiran yang telah disebutkan sebelumnya merupakan acuan yang dapat menuntun peneliti untuk menjelaskan tentang penggunaan mobile marketing dalam penerapan marketing 3.0. Kerangka konsep disini, peneliti membatasi pembahasan dengan menerapkan indikator yang akan menuntun peneliti dalam melakukan analisis. Marketing 3.0 merupakan suatu evolusi baru dalam dunia pemasaran. Strategi ini merupakan strategi marketing yang juga menggunakan media baru sebagai media untuk mencapai konsumen. Salah satu bentuk dari marketing 3.0 adalah mobile marketing, dimana mobile marketing mampu memberikan ide-ide baru yang
25
fresh dan menariknya adalah konsumen dan pemasar mampu melakukan komunikasi dua arah yang nantinya berdampak pada hubungan baik diatara keduanya. Hal tersebut menjadi sangat positif ketika konsumen diaharapkan memiliki kepercayaan yang lebih dengan suatu produk. Mudahnya akses mobile marketing juga memungkinkan adanya transparansi berita dari suatu produk yang mudah diakses oleh konsumen. Berikut merupakan proses mobile marketing menurut Sharma: Perenca naan
Pesan
Follow Up dan Evaluasi
Teknik Infrastr uktur
Eksekus i Pesan
Testing
Bagan 1.7 Proses Mobile Marketing Sumber diolah dari Sharma (2008;29)
Penelitian ini akan menggunankan teori model SMCR dimana teori ini membahas tentang bagaimana saluran atau media menyampaikan suatu pesan yang diterima oleh komunikan. Berikut merupakan bagan model SMCR oleh Berlo:
26
Source
•Communication Skills •Attitudes •Knowledge •Social System •Culture
Message
•Elements •Structure •Treatment •Content •Code
Channel
•Seeing •Hearing •Touching •Smelling •Tasting
Receiver
•Communication Skills •Attitudes •Knowledge •Social System •Culture
Bagan 1.8 Model SMCR Berlo Sumber diolah dari Jurnal Akuntansi Multiparadigma(2011;244)
Penggunaan mobile marketing di Accor Group dirancang sebagai sebuah inovasi baru yang membantu wisatawan domestik maupun asing yang mengunjungi Indonesia untuk mendapatkan akses yang lebih mudah, cepat, dan efisien. Accorhotels.com, sebagai salah satu pioneerpengguna aplikasi yang diterapkan oleh manajemen perhotelan. Aplikasi yang dengan mudah diunduh secara gratis melalui smartphone ini memberikan pelayanan maksimal melalui satu sentuh kepada konsumennya. Bukan hanya menyediakan fasilitas reservasi kamar hotel, namun juga memberikan informasi yang mungkin akan dibutuhkan oleh konsumen seperti lokasi wisata terdekat, nomor-nomor penting, dan juga M-Gallery yang memberikan foto ataupun video tentang suasana dan fasilitas yang dimiliki oleh
27
hotel tersebut. Dibawah ini merupakan indikator marketing 3.0 dapat dikatakan ideal adalah15:
Marketing the mission to the consumers.
Marketing the values to the employees.
Marketing the values to the channel partners.
Marketing the vision to the shareholders.
Delivering socio-cultural transformation.
Creating emerging market enterpreneurs.
Striving for environmental sustainability.
H. METODOLOGI PENELITIAN 1. Sifat dan Pendekatan Penelitian Penelitian
ini
merupakan
jenis
penelitian
kualitatif.
Peneliti
menggunakan metode penelitian kualitatif karena peneliti merasa tertarik untuk melihat bagaimana sebuah teknik pemasaran baru yang menggabungkan antara teknik pemasaran sebelumnya dengan penyesuaian dengan perkembangan teknologi mobile device yang memungkinkan pemasar dan konsumen memiliki interaksi satu sama lain. Menururt John W. Cresswell, metode penelitian kualitatif merupakan sebuah investigasi dimana peneliti lebih menekankan perhatian pada proses bukan pada hasil atau produk.16Jika ditelaah secara lebih lanjut, penelitian ini memiliki tiga ciri-ciri, yaitu: 1) Bagaimana penggunaan mobile marketingAccor Group sebagai suatu bentuk evolusi dari teknik pemasaran sebelumnya. 2) Peneliti memiliki peluang yang sedikit sempit dalam mengontrol fenomena perkembangan marketing karena fenomena tersebut telah berlangsung dan peneliti menempatkan diri sebagai pengamat suatu fenomena.
15
Wilfried Modinger. 2011. Marketing 3.0 – New Issues in Marketing. Germany. Stuttgart Media University. Hal 23-33. 16 Hamid Oatilima. 2007. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta. Hal. 57.
28
3)Fokus dari penelitian ini mengarah pada fenomena kontemporer (peristiwa masa kini) dalam dunia pemasaran global. Dari ketiga ciri yang telah disebutkan, maka dapat diketahui bahwa metode yang paling tepat yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus. 2. Metode Penelitian Menurut Bogdan dan Bikien (1982) studi kasus merupakan pengujian secara rinci terhadap satu latar atau satu orang subjek atau satu tempat penyimpanan dokumen atau satu peristiwa tertentu. Kekuatan unik studi kasus adalah kemampuannya untuk berhubungan sepenuhnya dengan berbagai jenis bukti seperti dokumen, peralatan, wawancara, dan observasi.17 Penelitian ini seperti yang sudah diungkapkan pada awal, akan meneliti tentang penerapan mobile marketing sebagai salah satu bentuk marketing 3.0 di Accor Group. Untuk meneliti masalah ini peneliti menggunakan studi kasus eksploratif. Studi kasus eksploratif ini digunakan karena dianggap memberikan gambaran-gambaran yang detil dan menyeluruh mengenai penggunakan mobile marketing di Accor Group. Studi kasus eksploratif akan menguraikan alasan-alasan penerapan marketing 3.0 dalam hospitality industry. 3. Teknik Pengumpulan Data Penelitian studi kasus merupakan penelitiann yang pengumpulan informasinya dilakukan dengan menggunakan berbagai prosedur pengumpulan data, sehingga informasi yang digunakan dalam penelitian ini didapatkan dari berbagai ragam sumber.18 Dalam penelitian ini, sumber bukti yang akan digunakan adalah:
a. Data primer •
Observasi langsung Teknik observasi langsung dapat dilakukan dengan melakukan pengamatan secara mendalam terhadap objek yang akan
17
Shimp. Op.Cit. Hal. 21 Puji Rianto. 2008. Studi Kasus. Pitra Narendra (ed.). Metodologi Riset Komunikasi. Yogyakarta: BPPI dan Pusat Kajian Media dan Budaya Populer. Hal 34 18
29
diteliti. Pengamatan akan dilakukan selama Januari-Februari 2014. Observasi yang dilakukan bersifat non partisipan karena peneliti tidak terlibat secara langsung dalam peristiwa yang diteliti. Tujuannya adalah memperoleh data-data primer yang nanti akan diinterpretasikkan
dengan
kualitatif
dan
dianalisis
secara
deskriptif.Observasi ini dilakukan di Hotel Novotel Yogyakarta sebagai mediasi antara peneliti dan Accor Group. •
Wawancara Wawancara
dilakukan
dengan
pihak-pihak
yang
bersangkutan dalam peristiwa ini dan juga opini mereka tentang peristiwa
yang
ada.
Pihak-pihak
tersebut
adalah
divisi
marketingAccor Group. b. Data sekunder •
Dokumentasi Dokumentasi ini diperoleh melalui penggunaan dokumen yang pernah ada maupun pernah diterbitkan oleh Accor meliputi surat, pengumuman resmi, press release, foto dan video, agenda, kliping, penelitian atau evaluasi, serta laporan tertulis lainnya.
•
Studi pustaka Studi pustaka merupakan sumber-sumber referensi yang dapat digunakan sebagai tinjauan teoritis bagi peneliti untuk menganalisis hasil penelitian, membandingkan dengan kajian teoritis yang pernah ada, sehingga peneliti dapat memberikan penilaian terhadap objek.
4. Teknik Analisis Data Penelitian ini menggunakan tiga tahap penyajian data, yaitu:
Eksploratif Penyajian data eksploratif dilakukan dengan menguraikan secara eksploratif data-data yang telah diperoleh dari pengumpulan 30
dokumentasi, observasi langsung, serta wawancara yang telah dilakukan oleh peneliti. Penyajian data eksploratif ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui seperti apa jenis mobile marketing yang digunakan oleh Accor Group dan bagaimana marketing 3.0 diterapkan oleh pihak Accor Group.
Triangulasi data Triangulasi merupakan kombinasi beragam sumber data, tenaga peneliti, teori, dan teknik metodologis dalam suatu penelitian atas gejala sosial. Triangulasi ini diperlukan karena setiap teknik memiliki keunggulan sendiri. Dengan demikian teknik triangulasi data memungkinkan tangkapan realitas secara lebih valid.
Konklusif Penyajian data deskriptif dan evaluatif yang akan dijabarkan, peneliti akan memaparkan kesimpulan dengan tujuan untuk mempertegas hasil dari penelitian ini.
31