1
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah World health organization ( WHO ) telah mengumumkan bahwa prevalensi diabetes mellitus ( DM) akan meningkat di seluruh dunia pada millenium ketiga ini, termasuk negara di Asia Tenggara, di antaranya Indonesia. Sebagian besar dari penyakit ini adalah Diabetes mellitus (DM) tipe 2. Sekitar 40% dari pasien DM terdapat keterlibatan ginjal, sehingga dapat dipahami bahwa masalah penyakit ginjal diabetik juga akan mengalami peningkatan di era awal abad 21 ini. Pada dekade ini, di banyak negara maju penyakit ginjal diabetik tercatat sebagai komponen terbanyak dari pasien baru yang menjalani terapi pengganti ginjal. Keadaan yang sama sudah mulai juga tampak di Indonesia dari 30-40% penyakit ginjal diabetik mempunyai resiko tinggi cardiovascular disease (CVD) (Sasso et al., 2006). Penyakit ginjal diabetik meningkatkan morbiditas dan mortalitas pada penderita diabetes. Sementara beberapa mekanisme patofisiologi berkontribusi pada pengembangan penyakit tersebut, ada banyak bukti untuk terlibatnya stres oksidatif dalam patogenesis penyakit tersebut. ( Agrawal, 2014) Hiperglikemia kronik merupakan salah satu penyebab terjadinya penyakit ginjal diabetik yang nantinya akan menghasikan glikasi non-enzimatik protein dengan glukosa, dan menghasilkan produk Amadori, seperti Glycated Albumin (GA), Glycated Hemoglobin (HbA1c), dan fruktosamin (Zheng.CM, 2012). Pada pasien penyakit ginjal diabetik atau Diabetik kidney Disease ( DKD) stadium V yang telah menjalani haemodialisa sering menderita anemia, dan akibatnya, mereka sering mendapat terapi besi atau terapi eriropoietin dan transfusi darah yang berulang. Karena keterbatasan tersebut, maka serum GA merupakan indeks glikemik yang berguna pada pasien penyakit ginjal diabetik karena tidak dipengaruhi oleh anemia dan perawatan terkait (Zheng.CM, 2012). Glycated albumin juga dapat mencerminkan status glukosa darah hanya dalam waktu 2-3 minggu (Zheng.CM, 2012).
2
Peningkatan Glicated Albumin mengindikasikan diabetes mellitus yang tidak terkendali, dan penderita penderita diabetes mellitus berisiko tinggi mengalami komplikasi jangka panjang seperti proses aterosklerosis, nefropati, retinopati, neuropati, dan atau kardiopati. ( Bakris et al., 2000). Adanya hiperglikemia kronis dan peningkatan Glicated Albumin pada diabetes mellitus dapat menyebabkan peningkatan advanced glycation end products (AGEs), dan radikal bebas (Brahm et al., 2013). Berbagai penelitian klinik jangka panjang ( 5-7 tahun), dengan melibatkan ribuan pasien menunjukkan bahwa pengendalian kadar gula darah secara intensif akan mencegah timbulnya komplikasi seperti tersebut diatas. ( Copper, 1998). Hiperglikemia kronis juga menyebabkan menurunnya fungsi antioksidan endogen seperti superoxide dismutase (SOD) (Hamed et al.,2014). Peningkatan radikal bebas dan penurunan antioksidan endogen tersebut menyebabkan stres oksidatif. Stres oksidatif tersebut sangat berperan terhadap terjadinya penyakit ginjal diabetik pada penderita DM (Basta et al., 2004). Hal ini dibuktikan dengan adanya peningkatan biomarker stres oksidatif pada penderita penyakit ginjal diabetik ( Panici et al., 2010). Adanya berbagai macam rangsangan inflamasi termasuk Reactive Oxygen Species (ROS) dapat mengaktivasi pelepasan sitokin pro inflamasi seperti IL-1, IL-6, TNF α yang kemudian merangsang pelepasan High senstif-C reactive protein (hs-CRP) yang berperan dalam pembentukan plak aterosklerotik (Panichi et al., 2001). Akumulasi toksin uremi seperti sitokin proinflamasi, asymmetric dimethylarginine, homocysteine, dan protein yang termodifikasi oleh glikasi nonenzimatik terkait dengan inflamasi vaskuler, disfungsi endotel, dapat menginduksi stres oksidatif vaskuler. Penggunaan dialisis sebagai salah satu terapi pengganti ginjal menambah faktor yang menginduksi inflamasi dan stres oksidatif seperti infeksi kronis dan faktor-faktor terkait cairan dialisat (Fortes, 2007). High senstif-C reactive protein (hs-CRP) yang merupakan acute phase reactant, diproduksi di liver diaktivasi oleh berbagai sitokin, terutama IL-6. Saat terjadinya reaksi inflamasi, kadar hs-CRP dapat meningkat sampai 1000 kali.
3
Pada pasien-pasien yang di hemodialisa, adanya peningkatan kadar hs-CRP menunjukkan adanya proses inflamasi. High sensitivity C-Rreactive Protein (hsCRP) merupakan marker inflamasi yang sudah diakui dan dapat menjadi prediktor kejadian kardiovaskuler. High sensitivity C-Rreactive Protein juga merupakan faktor yang kuat untuk memprediksi komplikasi dan kematian akibat penyakit kardiovaskuler (Honda et al ., 2006; Razeghi et al., 2008). High sensitivity CRreactive Protein
dapat
secara langsung mengakibatkan perkembangan
aterosklerosis, melalui aktivasi komplemen, kerusakan jaringan dan aktivasi sel endotel (Koenig, 2003). Pada pasien penyakit ginjal diabetik terjadi peningkatan hs-CRP 25% dari seluruh populasi (Panichi et al., 2001). Selama proses hemodialisis, kadar hs-CRP akan meningkat akibat terpapar kontaminasi dengan dialisat. Tetapi dengan hemodialisis rutin dan jangka panjang akan terjadi penurunan jumlah sitokin secara bermakna bila dibandingkan dengan yang diterapi secara konservatif (Malaponte, 2002; Sukandar E, 2006). Pasien uremia, terutama mereka yang menjalani dialisis, berada pada risiko tinggi untuk mengalami kerusakan akibat stres oksidatif (Alhamdani, 2005). Ketidakseimbangan
antara
produksi
ROS
dan
pertahanan
antioksidan
menghasilkan kondisi stres oksidatif, yang dapat muncul baik dari defisiensi antioksidan (seperti glutation, askorbat, atau α-tokoferol) atau peningkatan pembentukan ROS seperti peroksinitrit (OONO-), asam hipoklorin (HOCL), atau anion superoksida (Nanayakkara, 2010). Sistem pertahanan antioksidan bisa memainkan peran penting dalam kerusakan vaskular diabetes. Superoksida dismutase (SOD) adalah enzim antioksidan
utama
untuk
menghilangkan
superoksida,
yang
mengubah
superoksida menjadi hidrogen peroksida (H2O2) dan oxygen.7,8 molekul hidrogen peroksida lanjut didetoksifikasi air (H2O) oleh katalase atau glutathione peroxidase. (Brownlee et al., 2009) Enzim superoksida dismutase, glutation peroksidase dan katalase adalah termasuk enzim antioksidan intrasel yang diproduksi dalam tubuh yang berfungsi penting bagi tubuh untuk meredam radikal bebas sehingga dapat mencegah kerusakan sel. Enzim superoksida dismutase sebagai salah satu ensim antioksidan
4
intrasel bekerja dengan cara membersihkan radikal bebas atau Reactive Oxigen Spesies (ROS) dengan reaksi enzimatis dan mengubahnya menjadi produk yang lebih stabil. SOD mengkatalisis reaksi dismutasi radikal bebas anion superoksida (O2 -) menjadi hidrogen peroksida dan molekul oksigen sehingga tidak berbahaya bagi sel (Halliwell, 2006) Dalam penelitian ini penulis ingin meneliti pengaruh suplementasi SOD terhadap penanda inflamasi yaitu high Sensitif C- Reactiv Protein (hs-CRP) dan penanda kontrol hiperglikemi Glicated Albumin ( GA ) pada pasien penyakit ginjal diabetik yang menjalani haemodialisa. B. Rumusan Masalah 1.
Adakah pengaruh pemberian SOD terhadap kadar Glicated Albumin pada pasien penyakit ginjal diabetik stadium V yang menjalani Haemodialisa
2.
Adakah pengaruh pemberian SOD terhadap kadar hs-CRP pada pasien penyakit ginjal diabetik stadium V yang menjalani Haemodialisa
C.
Tujuan Penelitian 1.
Tujuan umum Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh SOD terhadap kadar Glicated Albumin dan hs-CRP pada pasien penyakit ginjal diabetik stadium V yang menjalani Haemodialisa
2.
Tujuan khusus
a.
Membuktikan adanya pengaruh terhadap kadar Glicated Albumin pada pasien penyakit ginjal diabetik stadium V yang menjalani Haemodilisa
b.
Membuktikan adanya pengaruh terhadap kadar hs-CRP pada pasien penyakit ginjal diabetik stadium V yang menjalani Haemodialisa.
D. Manfaat Penelitian 1.
Manfaat Teoritis Memberikan bukti empiris terhadap teori bahwa SOD berpengaruh terhadap penurunan Glicated Albumin dan hs-CRP, sehingga dapat dipakai sebagai obat anti inflamasi pada pasien penyakit ginjal diabetik stadium V yang menjalani haemodialisa.
5
2.
Manfaat Terapan a. Efek SOD terhadap penurunan proses inflamasi pada pasien penyakit ginjal diabetik stadium V yang menjalani haemodialisa b. Menurunkan angka kesakitan dan kematian pasien penyakit ginjal diabetik stadium V
yang menjalani haemodialisa di RSUD Dr. Moewardi Surakarta.
6