Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Masalah Jurnalisme dan lingkungan hidup merupakan dua istilah yang masingmasingnya memiliki makna yang berbeda, namun keduanya memiliki kaitan yang sangat erat karena dalam praktiknya, jurnalisme tidak lepas dari lingkungan hidup. Hal ini berangkat dari pengertian jurnalisme itu sendiri yaitu proses mengumpulkan
fakta,
mem-framing
penulisan
berita,
menyunting,
dan
menyiarkannya kepada khalayak luas. Sementara itu lingkungan hidup ialah suatu kesatuan ekosistem, alam semesta yang tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan di dalamnya. Maka dari itu ketika membicarakan soal lingkungan hidup, termasuk berbicara alam semesta dan kehidupan yang ada di dalamnya. Dengan demikian, apa yang terjadi di alam semesta inilah yang di angkat oleh jurnalisme, melalui konstruksi dari realitas yang ada dan disajikan melalui media massa; media konvesional dan media online. Jurnalisme yang mengangkat isu mengenai keberlangsungan kehidupan makhluk hidup yang berada di ekosistem atau alam semesta ini disebut jurnalisme lingkungan hidup. Beberapa penelitian sebelumnya memfokuskan pada teks pemberitaan kasus lingkungan hidup di media cetak1, maka penelitian ini fokus pada proses jurnalisme lingkungan hidup yang dilakukan jurnalis dalam memproduksi berita lingkungan hidup di media online. Sehingga penelitian ini diharapkan mampu memberikan gambaran tentang dinamika dari proses jurnalisme lingkungan hidup di media online dalam hal ini situs Mongabay.co.id. Kemudian alasan lain yang dapat dikemukakan mengapa ingin melihat dinamika proses jurnalisme lingkungan hidup ialah berangkat dari pernyataan Ana Nadhya Abrar dalam bukunya yang berjudul “Mengurai Permasalahan Jurnalisme’. Pada subbab “Permasalahan Praktek Jurnalisme Lingkungan Hidup”, 1
Beberapa contoh Penelitian yang dilakukan terkait dengan tema jurnalisme lingkungan hidup yaitu: “Praktik Jurnalisme Lingkungan oleh Harian Jawa Pos” oleh Putri Aisyah Rachma Dewi. Kemudian “Jurnalisme Isu Eksplorasi Migas di Madura; Analisis dengan Pendekatan Ekonomi Politik Media” (penelitian ini dilakukan di Radar Madura) Yayan Sakti Suryandaru. Terakhir penelitian Dara Adila Sandy yang berjudul “Representasi Berita Lingkungan Hidup Kasus Kabut Asap pada Halaman Utama di Surat Kabar Riau Pos”.
1
ia mengatakan bahwa Kompas dan Suara Pembaruan sebagai media nasional pada masa itu belum memiliki desk khusus lingkungan hidup. Mereka memasukkan berita lingkungan hidup ke dalam desk IPTEK (Ilmu Pengetahuan dan Teknologi) yang juga memayungi berita-berita kesehatan, teknologi dan lingkungan hidup itu sendiri. Padahal, berita lingkungan hidup itu harus memiliki desk sendiri (Abrar, 1995 : 37). Pernyataan tersebut dirasa masih berlaku meski dua puluh tahun telah berlalu. Kompas sampai saat ini pun tidak memiliki desk khusus untuk berita lingkungan hidup. Demikian juga koran Suara Pembaruan, jika ada berita terkait lingkungan hidup maka berita ini masuk ke dalam kategori rubrik kesehatan, lingkungan dan IPTEK. Di samping kedua media tersebut, koran Tempo juga tidak memiliki rubrik khusus.
Ketiga media cetak nasional terkemuka di
Indonesia ini pun telah mengalami konvergensi media. Masing-masing dari ketiga media tersebut juga memiliki bentuk media online. Kompas dengan Kompas.com, Tempo
dengan
Tempo.co
serta
versi
online
Suara
Pembaruan
yaitu
Suarapembaruan.com. Perubahan platform ini membentuk praktik jurnalisme online yang secara tidak langsung juga turut mempengaruhi perkembangan jurnalisme lingkungan hidup. Jurnalisme lingkungan hidup dapat dikembangkan dengan media online. Tidak perlu mengandalkan media konvensional (cetak dan penyiaran) atau tidak masalah media online kebanyakan tidak memiliki desk khusus untuk lingkungan hidup, karena media baru ini dapat membuat praktik jurnalisme lingkungan hidup ini berkembang. Mongabay.co.id sebagai situs informasi berita lingkungan banyak mengupas permasalahan lingkungan hidup di Indonesia. Sebagai media online sepertinya ini merupakan ruang bagi wartawan lingkungan hidup untuk menginformasikan permasalahan maupun potensi lingkungan hidup yang ada di Indonesia. Made Ali, kontributor Mongabay.co.id daerah Riau, menyebutkan bahwa media mainstream sudah tidak bisa di harapkan lagi untuk memberitakan isu-isu lingkungan. Perusahaan bisa membayar siapa saja, tidak hanya orang politik, media massa pun bisa mereka bayar. Adapun cara yang mereka lakukan ialah dengan membeli advertorial sehingga media pun bergantung hidup pada uang perusahaan. Hal 2
inilah yang membuat media mainstream susah untuk dipercaya. Oleh karena itu, Made berpendapat bahwa media online independen yang dapat menyuarakan suara publik juga dapat memberikan harapan besar untuk informasi yang berkualitas (wawancara 9 Mei 2015). Selain masalah media yang sulit untuk diandalkan dalam memberitakan berita lingkungan hidup, Abrar dalam buku yang sama juga menyebutkan bahwa beberapa koran daerah merasa tidak perlu memiliki wartawan spesialisasi lingkungan hidup (Abrar, 1995 : 36). Bahkan sampai saat ini pun demikian, sebagaimana yang diungkapkan oleh Desriko, kontributor Mongabay.co.id daerah Sumatera Barat. Ia menyebutkan bahwa rekan-rekan wartawannya tidak begitu tertarik masuk menjadi sebagai wartawan Mongabay.co.id mengingat spesifikasi media ini yang spesifik memberitakan berita-berita lingkungan hidup.2 Alasan dipilihnya Mongabay.co.id ialah karena media ini merupakan media online yang masih aktif memberitakan berita-berita lingkungan hidup. Sementara media online bersegmentasi lingkungan hidup lainnya, Beritalingkungan.com yang merupakan media online lingkungan hidup pertama di Indonesia, terlihat jarang update, bahkan vakum. Hal ini diakui Marwan Azis sebagai pengelola beritalingkungan.com (wawancara via Whatsapp, 13 Februari 2015). Oleh karena alasan ini maka Mongabay.co.id dinilai media yang aktif dan senantiasa menyajikan berita aktual mengenai lingkungan hidup baik itu permasalahan maupun potensi mengenai lingkungan hidup secara up to date. Dengan adanya kontributor yang tersebar hampir di seluruh Indonesia, Mongabay.co.id mampu menyajikan berita-berita seputar lingkungan hidup yang 2 “Saya bergabung di Mongabay, September 2014. Sebelumnya kontributor untuk di Sumatera Barat belum ada. Saya dapat informasi dari kawan-kawan wartawan, karena mereka merasa tidak ada yang ahli. Selain itu Mongabay kan medianya tidak straight news, medianya lebih ke penelitian. Kontennya sangat mendalam, liputannya banyak menggunakan teknik indepth reporting, jadi asumsi saya barangkali inilah yang menjadi kendala bagi rekan-rekan wartawanwartawan yang lain untuk bergabung di Mongabay. Karena ini sinergi dengan kerjaan saya di Walhi, maka saya ambil. Saya pikir dalam konteks berita lingkungan sedikit banyak saya paham apabila berbicara soal hutan, perubahan iklim dan berbagai persoalan lingkungan hidup lainnya. Setidaknya dengan saya bergabung di Mongabay saya bisa berkontribusi untuk menyumbangkan informasi lingkungan hidup di Sumatera Barat untuk Indonesia bahkan Dunia. (wawancara dengan Desriko, Kontributor Mongabay.co.id wilayah Sumatera Barat, 13 Mei 2015)
3
mewakili seluruh daerah di Indonesia. Selain itu, sistem kerja yang dilakukan serba online juga menjadi pertimbangan peneliti, mengingat status kontributor Mongabay.co.id ini tersebar hampir di seluruh Indonesia dan tidak saling bertatap muka. Sebagaimana yang disebutkan oleh Tommy Apriando, kontributor Mongabay.co.id di Daerah Istimewa Yogyakarta bahwa berita-berita yang berhasil dihimpun oleh kontributor dikirim secara online. Tidak ada rapat redaksi serta Mongabay.co.id tidak memiliki kantor resmi. Media ini dikelola hanya dengan sekitar lima orang editor, yang membawahi sekitar tiga puluh kontributor di Indonesia.3 Sebagai media yang peduli dengan permasalahan lingkungan hidup Mongabay.co.id tentu saja memberitakan permasalahan lingkungan hidup yang kompleks. Mongabay.co.id merupakan media portal online yang diluncurkan untuk meningkatkan minat terhadap alam dan kesadaran masyarakat terhadap berbagai isu lingkungan di Indonesia. Mongabay.co.id memiliki fokus khusus pada hutan, tetapi juga menyediakan berita, analisis, dan informasi lain yang berhubungan dengan lingkungan hidup (lihat bab 2). Bahkan tak jarang media ini digunakan oleh peneliti untuk data awal dalam meneliti lebih lanjut.4 Selain itu, keunggulannya ialah Mongabay.co.id tidak hanya menyajikan berita teks dan gambar saja, bahkan jurnalisnya juga mengunggah video wawancara dengan narasumber. Ini juga yang menjadi sebuah suatu kesatuan yang ada dalam media online, dimana kita tidak hanya membaca, tapi juga
“Kita tidak pernah saling bertatap muka, hanya penugasan melalui Handphone, email dan media sosial. Untuk penugasannya tidak ada batasan berapa harus meliput, hanya melapor saja dan menulis liputannya, lantas diseleksi lalu terbit. Kecuali jika ada penugasan khusus. Sementara untuk struktural redaksional, Mongabay hirarkinya tidak seperti media pada umumnya, jadi dari wartawan langsung saja dengan editor, tidak memiliki tahapan seperti media pada umumnya dimana ada redaktur, redaktur pelaksana, lalu pimpinan redaksi. Yang menjadi pimpinan redaksinya ya editornya itu. Jadi dari wartawan lalu diedit oleh editor dan jika layak terbit maka langsung di share di web beritanya.” (wawancara dengan Tommy Apriando, Kontributor Mongabay.co.id Yogyakarta, 11 Januari 2015) 3
“Menurut saya, Mongabay cukup memberikan saya informasi terbaru mengenai satwa yang ada di Indonesia. Kebetulan saya membutuhkan informasi tersebut untuk penelitian saya. Dari Mongabay saya tau ada spesies burung yang akan saya teliti. Bahkan saya juga disarankan dosen saya menuliskan hasil penelitian saya di Mongabay, karena setau saya Mongabay menerima tulisan dari siapapun. terutama peneliti, mahasiswa dan dosen,” (wawancara dengan Yera Putri Rahayu, mahasiswa Pascasarjana Biologi Universitas Andalas. Padang, 15 Mei 2015) 4
4
melihat dan mendengarkan. Meskipun tidak semua berita ada videonya, namun ini juga menjadi alasan kuat mengapa Mongabay.co.id ini menarik diteliti di tengah kegelisahan akan media konvensional yang kebanyakan mengedepankan profit, dan mengabaikan prinsip dan etika lingkungan hidup. Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa menjadi kontributor lingkungan hidup membutuhkan kemampuan yang khusus agar berita yang dihasilkan benar-benar dapat memberikan informasi yang tepat sasaran. Di samping itu menjadikan isu lingkungan hidup sebagai segmentasi sebuah institusi media online tidaklah mudah di tengah maraknya media online yang muncul dengan segmentasi umum. Dengan demikian peneliti ingin menunjukkan bagaimana media berbasis siber ini mewartakan berita-berita seputar isu lingkungan hidup dengan cara mengamati proses jurnalisme lingkungan hidup yang dilakukan oleh kontributor Mongabay.co.id. Tentu saja penelitian ini akan memperlihatkan dinamika proses tersebut dalam mengumpulkan fakta, memframing berita dan menulisnya sebagai sebuah berita yang memberikan informasi kepada khalayak media online.
5
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah maka berikut pertanyaan penelitian yang dapat dirumuskan yaitu: Bagaimana proses jurnalisme lingkungan hidup yang dilakukan oleh kontributor Mongabay.co.id tahun 2015?
1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan yang dijelaskan di atas maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dinamika proses jurnalisme lingkungan hidup yang dilakukan kontributor Mongabay.co.id tahun 2015.
1.4 Manfaat Penelitian Dari tujuan diadakannya penelitian ini, maka terdapat dua manfaat penelitian. Pertama, untuk menunjukkan cara pengelola media dalam mengangkat isu lingkungan hidup dan proses jurnalisme lingkungan hidup di media online. Kedua, untuk mampu memberikan sumbangan pemikiran, khususnya terkait dengan jurnalisme lingkungan hidup.
1.5 Subjek dan Objek Penelitian Subjek dalam penelitian ini adalah reporter Mongabay.co.id – seterusnya disebut
kontributor
–
yang melakukan proses
jurnalisme pada
tahap
mengumpulkan fakta, mem-framing dan menulis berita untuk kemudian diserahkan kepada editor. Proses jurnalisme dengan ketiga tahapan tersebut pula yang sekaligus menjadi objek dalam penelitian karena merupakan sesuatu yang melekat dan dipermasalahkan dalam penelitian ini. Penulis memilih tujuh orang kontributor dari tujuh provinsi yang ada di Sumatera karena merupakan salah satu wilayah yang memiliki banyak kontributor. Disamping juga memiliki beragam isu yang krusial terkait lingkungan hidup di Indonesia. Tujuh orang kontributor tersebut dipilih berdasarkan keaktifan mereka dalam mengirimkan berita dan latar belakang mereka sebelum dan selain menjadi kontributor Mongabay.co.id. (secara singkat disebutkan dalam bab dua dan profil mereka dideskripsikan pada bab tiga). 6
1.6 Literature Review Pada prinsipnya, penelitian dalam bidang jurnalisme lingkungan hidup ini sudah pernah dilakukan, salah satunya ialah penelitian yang dilakukan oleh Putri Aisyiyah Rachma Dewi yang berjudul “Praktik jurnalisme Lingkungan oleh Harian Jawa Pos”. Dalam hal ini, ia melihat bagaimana harian jawa pos memberitakan tentang lumpur panas Sidoarjo dan obyek penelitiannya ialah Berita di harian Jawa Pos. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Harian Jawa Pos belum dapat menghasilkan produk jurnalisme lingkungan yang informatif. Jawa Pos cenderung menerima pesan lingkungan berdasarkan press release dari pihak pemerintah (BPLS) maupun korporat (PT. Lapindo Brantas Inc.). Sehingga, beberapa fakta di lapangan yang seharusnya muncul dalam pemberitaan misalkan tentang material yang menyembur dari bubbles, kadar yang diperbolehkan, atau rel kereta api yang dalam selang satu hari setelah berita yang menyatakan aman ternyata amblas - ternyata tidak muncul (Dewi, 2011: 205). Selanjutnya, Dewi menyimpulkan bahwa telah terjadi pengaburan faktafakta empiris, di antaranya mengenai mitigasi lingkungan yang dilakukan oleh pemerintah, gagalnya media massa melihat andil aktivitas pengeboran tanpa casing yang dilakukan Lapindo dalam memicu bencana lumpur Sidoarjo, masalah rehabilitasi lingkungan, dan lain-lain. Hal tersebut membawa implikasi legal terhadap perusahaan milik Aburizal Bakrie itu. Namun, media gagal melihat persoalan tersebut. Dalam persoalan pencemaran lingkungan pun, media massa masih belum menyediakan informasi
yang memadai, bahkan terkesan
mengecilkan dampak semburan lumpur terhadap degradasi lingkungan. Hasil penelitian ini melihat ketidakmampuan Jawa Pos dalam menyajikan informasi karena media tersebut cenderung mencari kemudahan dalam proses pengumpulan fakta sebuah berita. Inilah yang kemudian disebut sebagai jurnalisme paket atau pack journalism. Jawa Pos masih menuruti selera pasar dengan berita ringan dan tidak menjenuhkan. Sementara, beat lingkungan adalah persoalan yang cukup berat (karena sifatnya hampir sama dengan scientific),
7
bukan berangkat dari persoalan yang ada tetapi diharapkan mampu melihat sebuah potensi persoalan dan menekankan pada perspektif lingkungan. Sementara itu, Joel Simon dalam tulisannya yang berjudul “Unnatural Disaster; The Crisis of Environmental Journalism”, melihat bahwa kejadiankejadian di beberapa Negara (Rusia, Burma, Brazil, China, Filipina, Republik Kongo) yang berkaitan dengan isu lingkungan, baik itu hutan, pencemaran limbah, polisi udara, kecelakaan nuklir, pemanasan global (global warming) dan sebagainya merupakan isu lingkungan hidup yang krusial. Ia mengatakan bahwa jurnalis lingkungan selalu saja dihadapkan dengan masalah gangguan dalam meliput atau melakukan investigasi, yakni dihalang-halangi, bahkan tak jarang juga diserang yang dapat mengancam keselamatan jurnalis, hingga jurnalis tersebut bisa saja terjerat kasus hukum bila ia tetap memberitakan liputannya. Sehingga tulisan ini berkesimpulan bahwa susahnya jurnalis lingkungan dalam mendapatkan berita dan informasi tentu saja akan minim pula informasi mengenai lingkungan yang tersedia. Karena menurut Simon, semakin sedikit informasi yang tersedia, maka semakin susah untuk melakukan tindakan dalam menghadapi perubahan iklim dan beradaptasi terhadap perubahan tersebut. Begitu pula dengan isu lingkungan hidup lainnya. Dalam tulisan ini juga disebutkan bahwa koran Tempo pernah menerbitkan sebuah pemberitaan dan pemberitaan tersebut diprotes oleh salah satu perusahaan besar di Indonesia manakala Tempo memberitakan berita tentang illegal loging dimana Tempo harus membayar dan memita maaf kepada perusahaan tersebut. Dalam hal ini, pengacara koran Tempo menyebutkan bahwa keputusan ini tentu saja menjatuhkan kebebasan pers dan melecehkan peraturan yang pers jalankan sebagai suara untuk masyarakat. Begitu pula dengan kasus lainnya dimana wartawan Michael Baketov yang terancam nyawanya dalam meliput kecelakaan nuklir Cyernobil. Selain itu, penelitian dengan tema serupa juga pernah dilakukan oleh Yayan Sakti Suryandaru, yang berjudul “Jurnalisme Isu Eksplorasi Migas di Madura; Analisis dengan pendekatan Ekonomi - Politik Media”. Meski ia menggunakan istilah jurnalisme isu eksplorasi migas, akan tetapi jurnalisme isu eksplorasi migas 8
tersebut merupakan bagian dari jurnalisme lingkungan, sehingga jurnalisme lingkungan hidup ia gunakan sebagai perspektif dalam penelitiannya. 5 Penelitian ini berangkat dari latar belakang yang menyebutkan bahwa praksis jurnalisme lingkungan di Madura khususnya dalam peliputan eksplorasi minyak dan gas (migas) menjadi lokus yang menarik. Hal ini dikatakan Yayan bukan hanya lantaran dibingkai oleh peristiwa eksplorasi migas yang besarbesaran melainkan karena konfigurasi aktornya yang unik. Ia menyebutkan bahwa seiring dalam kurun waktu yang demikian panjang, persoalan lokalitas isu eksplorasi migas tidak membuat jurnalisme lingkungan bertumbuh kembang. Hal ini terlihat dari konsentrasi jurnalis yang sangat lemah atas elaborasi konflik lingkungan. Kemudian isu pertambangan belum dianggap oleh sebagian jurnalis sebagai persoalan krusial dan penting bagi publik dibanding isu. Jurnalis bahkan masih banyak yang belum paham tahapan dan istilah kegiatan pertambangan (membedakan antara eksplorasi, eksploitasi atau uji seismik misalnya). Selanjutnya kerangka teoritis yang digunakan ialah ekonomi politik media dan Jurnalisme lingkungan. Konsep ekonomi politik media yang digunakan merujuk pada konsep Vincent Mosco. Sementara itu, definisi jurnalisme lingkungan dalam penelitian ini disebutkan berakar dari komunikasi lingkungan yang dalam penafsiran peneliti atas uraian Robert Cox (2010) dalam Environmental Communication and The Public Sphere adalah studi dan penerapan tentang bagaimana individu, lembaga, masyarakat serta budaya membentuk, menyampaikan, menerima, memahami dan menggunakan pesan tentang lingkungan itu sendiri, serta hubungan timbal-balik antara manusia dengan lingkungan. Jika dikaitkan dengan jurnalistik, penelitian ini berkesimpulan bahwa jurnalisme lingkungan adalah pengumpulan, verifikasi, produksi, distribusi dan pertunjukan informasi terbaru yang berkaitan dengan berbagai peristiwa, Memberi istilah dibelakang kata ‘jurnalisme’ lazimnya dilakukan untuk isu yang sedang berkembang dan sedang diteliti, maka tak heran muncul jurnalisme isu migas, jurnalisme makanan, jurnalisme cincin api dan lain-lain. Pada prinsipnya hal ini memang tidak memiliki larangan. Hanya saja akademisi dan praktisi perlu berhati-hati dalam memberikan label tersebut, agar tidak terjadi salah pemahaman terhadap suatu istilah sehingga kata jurnalisme tidak ditempatkan disembarang tempat. 5
9
kecenderungan, permasalahan dan masyarakat, serta hubungan dengan dunia nonmanusia dimana manusia berinteraksi di dalamnya. Berita-berita seputar lingkungan hidup ini memiliki beberapa ciri antara lain: menunjukkan interaksi saling
memengaruhi
antar
komponen
lingkungan,
berorientasi
dampak
lingkungan. Kemudian peliputan isu lingkungan khususnya migas, dibenturkan pada tantangan jurnalis secara pribadi yang notabene tidak memiliki pendidikan atau latar belakang dalam isu-isu lingkungan. Akibatnya wartawan menghindari pertanyaan substantif karena mereka tidak dapat mengevaluasi apa yang akan mereka dapatkan lewat jembatan jawaban narasumber. Penelitian ini juga mencatat bahwa beberapa wartawan tidak bisa menafsirkan data pencemaran lingkungan. Hal lain yang menyebabkan jurnalisme lingkungan susah diterapkan ialah sulitnya membenturkan kepentingan masyarakat banyak dengan persyaratan organisasi media berita yang menyangkut periklanan serta keinginan konsumen. Pada prinsipnya, hasil penelitian dan telaah berpikir ketiga peneliti tersebut ialah sama, yaitu lemahnya kemampuan wartawan dalam mengeksplorasi isu lingkungan hidup dalam sebuah media. Hanya saja ketiga penelitian ini berbeda dalam menggunakan metodenya begitu pula waktu dan media yang diteliti. Oleh karena itu peneliti akan melakukan penelitian dengan media yang berbeda dari ketiga penelitian tersebut yakni meneliti proses jurnalisme lingkungan hidup di media online. Sehingga peneliti memfokuskan pada proses jurnalisme lingkungan hidup
yang
dilakukan
oleh
kontributor
Mongabay.co.id,
mulai
dari
mengumpulkan fakta, mem-framing hingga menulis berita.
1.7 Kerangka Pemikiran Sebelum menjabarkan kerangka berpikir yang akan menjadi acuan peneliti, maka peneliti menegaskan bahwa penelitian ini memfokuskan pada jurnalisme biasa yang digunakan untuk melihat proses jurnalisme lingkungan hidup yang hasilnya disiarkan oleh media online (Mongabay.co.id). Hal ini dilakukan berdasarkan pengamatan awal peneliti terhadap Mongabay.co.id yang notabene menyiarkan berita lingkungan hidup tidak mengacu pada kecepatan layaknya jurnalisme online melainkan kedalaman sebuah berita, sebagaimana lazimnya 10
pada hasil dari jurnalisme biasa (konvensional; cetak). Hal ini terlihat dari beberapa pemberitaan Mongabay.co.id yang bersifat human interest yang ditulis feature atau cenderung menggunakan tulisan panjang (tidak terdiri dari dua atau tuga paragraf saja). Dengan alasan inilah maka peneliti menggunakan jurnalisme biasa dalam melihat proses jurnalisme lingkungan hidup yang dilakukan oleh kontributor Mongabay.co.id, mulai dari mengumpulkan fakta, mem-framing dan menulis berita sebelum diserahkan kepada editor dan disiarkan di media online. Oleh karena itu berikut kerangka berpikir yang digunakan dalam penelitian ini: 1.7.1 Media Online Media online (online media) – disebut juga cybermedia (media siber), internet media (media internet) dan new media (media baru) – dapat diartikan sebagai media yang tersaji secara online di situs web (website) internet (Romli, 2012:30). Sementara itu, Pedoman Pemberitaan Media Siber (PPMS) mengartikan media siber sebagai segala bentuk media yang menggunakan wahana internet dan melaksanakan kegiatan jurnalistik, serta memenuhi persyaratan undang-undang pers dan standar perusahaan pers yang ditetapkan Dewan Pers. Menurut Bill kovach dan Rosenstiel (2012) di balik visi jurnalisme sebagai pelayan yang kian kompleks dan berkembang, ada teknologi baru, yang sangat membantu pers, dan perlu dikembangkan. Teknologi secara drastis memberi tanggung jawab dan kapasitas lebih bagi pencari berita. Internet tak hanya menciptakan jurnalisme baru tapi membuat jurnalisme lebih baik, yang menggali dan bersinggungan dengan publik lebih dalam. Mereka memetakan dalam elemen yang dapat dilakukan oleh media yang lebih tua (old media) dengan media yang digital semacam internet (new media). Elemen yang mampu disajikan oleh wartawan dalam old media yaitu; narasi utama atau kisah berita, kolom analisis, fotografi sebagai pendukung sebuah berita, headline yang menarik, grafik latar belakang. Selain itu, diperlukan sebuah “kutipan pemancing”, yaitu kutipan atau potongan dramatis dari artikel yang dicetak lebih besar untuk menarik perhatian pembaca terhadap isi berita. Jika dibandingkan dengan elemen di atas, maka media baru dengan web-nya bisa memberikan elemen yang jauh lebih beragam dalam memberitakan peristiwa 11
sama. Selain tambahan narasi utama, grafik, dan foto, situs berita bisa menggunakan dokumen asli, biografi pembuat berita, tokoh di latar-belakang, arsip berita terkait, daftar komentar pembaca yang terus bertabah dan lain-lain. Berikut ini daftar singkat elemen yang dikemukakan Kovach dan Rosenstiel (2012) dalam media siber, yaitu; grafik yang bisa diatur, galeri foto (yang dibuat staf ataupun warga), tautan yang menempel pada kata kunci berita yang mengarahkan pembaca ke defenisi atau elaborasi, tautan menuju pembuat berita dan organisasi yang disebut dalam berita dengan biografi dan detil lain dan tautan yang mendukung fakta kunci dalam berita, termasuk dokumen atau materi utama. Selanjutnya transkrip lengkap wawancara, baik itu wawancara video atau audio. Lalu biografi penulis berita, jadwal interaktif berisi peristiwa kunci yang menjadi latar belakang kejadian berita sekarang. Kemudian basis data yang relevan dengan berita dan bisa dilayari, beberapa situs ada di situs media tersebut, beberapa diarahkan ke situs lain, termasuk situs pemerintah. Daftar pertanyaan yang sering diajukan soal isu yang terkait dengan berita. Tautan menuju blog yang juga mengupas atau bereaksi terhadap berita tersebut. Undangan masuk ke materi “sumber khalayak” di berita atau pertanyaan yang muncul dari berita itu – saat media minta informasi pada pengunjung tentang elemen berita yang belum lengkap. Media online juga menjadikan warga untuk berkesempatan memberi tahu media tentang informasi yang ingin mereka ketahui. Kemudian latar belakang tentang apa yang bisa dikerjakan pembaca terkait dengan isu yang diberitakan menjadi nilai lebih bagi media online. Menurut Romli (2012) media online secara umum ialah segala jenis atau format media yang hanya bisa diakses melalui internet berisikan teks, foto, video dan suara. Pengertian ini juga dapat dimaknai sebagai sarana komunikasi secara online. Dengan demikian maka email, blog, whatsapp, dan media sosial lainnya masuk ke dalam kategori media online. Adapun media online dalam pengertian khusus ialah terkait dengan pengertian media dalam konteks komunikasi massa. Media – dalam singkatan dari media komunikasi massa – dalam bidang keilmuan komunikasi massa mempunyai karakteristik seperti publisitas dan periodisitas. Pengertian media online secara khusus adalah media yang menyajikan karya 12
jurnalistik (berita, artikel, feature) secara online. Sehingga dalam pengertian ini media online merupakan sarana untuk menyiarkan produk jurnalistik. Oleh karena itu, penelitian ini mengungkap bagaimana isu lingkungan hidup yang dikemas dalam tahapan proses jurnalisme pada umumnya disiarkan oleh media online. 1.7.2 Jurnalisme Lingkungan Hidup Istilah jurnalisme ini berasal dari kata journalistiek yang artinya catatan harian. Kata ini diambil dari bahasa Belanda yang kata dasarnya “jurnal” (journal), yang artinya catatan atau laporan. Sementara dalam bahasa Prancis berasal kata “jour” yang berarti “hari”. Kemudian dalam bahasa Yunani kuno istilah ini berasal dari kata “Du jour” yang berarti hari, yakni segala berita atau warta sehari itu termuat dalam lembaran tercetak (Badri, 2013:15). Pada prinsipnya, istilah jurnalisme ini sama dengan istilah jurnalistik, yaitu kegiatan yang berhubungan dengan menghimpun berita, baik oleh wartawan media elektronik maupun oleh wartawan media cetak (Kusumaningrat, 2007: 17). Sementara itu, pengertian jurnalisme menurut Richard Weiner (dalam Abrar, 2014 :135) adalah keseluruhan proses pengumpulan fakta, penulisan, penyuntingan, dan penyiaran berita. Hal ini juga sejalan dengan pengertian pers dalam arti luas yaitu segala kegiatan yang menyangkut kegiatan komunikasi baik yang dilakukan dengan media cetak maupun elektronik seperti radio, televisi maupun internet. Dengan demikian, istilah pers, jurnalisme, dan jurnalistik merupakan ragam istilah yang dipakai untuk kegiatan mencari, mengolah dan menyajikan berita dengan menggunakan media, baik itu cetak, elektronik maupun internet. Sementara itu, gagasan jurnalisme lingkungan hidup menurut Abrar (1993) ialah jurnalisme yang berpihak pada kesinambungan lingkungan hidup. Dalam arti,
penulisan
berita
tentang
lingkungan
hidup
diorientasikan
kepada
pemeliharaan lingkungan hidup agar bisa diwarisi oleh generasi berikutnya dalam keadaan yang sama, bahkan kalau bisa lebih baik lagi. Definisi jurnalisme lingkungan lainnya ialah menurut Jim Detjen, Fred Fico, Xigen Li dan Yoenshim Kim adalah cara untuk memberi label pada pandangan baru dalam melihat hubungan antara manusia dan habitatnya (environmental reporting is a way of labelling new way of looking at humankind – habitat 13
relationship) (Detjen, Fico, & Li, 2000). Pandangan baru yang dimaksud adalah perubahan dari pola pandang tradisional bahwa jurnalisme lingkungan tidak sekedar menyinggung pemeliharaan alam, akan tetapi lebih dari itu, yaitu dengan memberikan pandangan modern terkait dengan isu yang lebih luas lagi, seperti polusi dan sanitasi. Isu lingkungan merupakan isu yang kompleks dan meliputi hal-hal yang lebih dari sekedar lingkungan. Isu lingkungan terbentang mulai dari isu yang diasosiasikan dengan lingkungan alam seperti bumi, hingga ancaman terhadap lingkungan dan masalah kesehatan makhluk hidup. Oleh sebab itu, seringkali isu lingkungan dikaitkan dengan isu politik, ekonomi, dan sosial terkait dengan masalah lingkungan. Pada prinsipnya pengertian jurnalisme lingkungan hidup tentu tidak lepas dari definisi jurnalisme yang baku. Jurnalisme lingkungan, meskipun diakui sebagai ‘spesialisasi’ baru, tetaplah jurnalisme yang bertolak dari aturan, norma, dan etika baku di dalam jurnalistik. Oleh karena itu, jurnalisme lingkungan dapat didefinisikan sebagai proses-proses untuk mencari, mengumpulkan, mengolah, dan menyajikan berbagai informasi tentang peristiwa, isu, kecenderungan, dan praktik dalam kehidupan bermasyarakat yang berhubungan dengan dunia nonmanusia dimana manusia berinteraksi di dalamnya, yakni dunia lingkungan hidup dalam pengertian yang umum (Sudibyo, 2014: 2). Berdasarkan konsep di atas, maka dapat diidentifikasi persoalan-persoalan yang dibahas dalam jurnalisme lingkungan, yaitu: pencemaran lingkungan di darat, laut, dan udara; deforestasi; ancaman terhadap keanekaragaman hayati; kepunahan flora dan fauna; undang-undang dan kebijakan yang secara langsung maupun tak langsung berdampak terhadap masalah lingkungan; proses alih lahan pertanian dan hutan yang tak terkendali; bencana alam dalam berbagai bentuk; perkembangan terbaru di bidang pertanian, perkebunan; pertambangan, minyak bumi dan gas; perubahan iklim dan pemanasan global, persoalan tata kota dan seterusnya (Baskoro dalam Sudibyo, 2014: 3).6 6
Hal ini juga berkaitan dengan sistem beat dalam liputan berita. Sebagai kontributor lingkungan hidup, maka kontributor juga harus memahami sistem beat dalam jurnalisme lingkungan hidup, karena sistem beat dapat berbeda-beda tergantung segmentasi dan jenis medianya. Jika Mongabay.co.id memiliki segmentasi khusus yakni isu lingkungan hidup, maka dalam segmentasi
14
Berdasarkan ragam definisi tersebut maka dapat disimpulkan bahwa jurnalisme lingkungan hidup ialah kegiatan mencari dan mengumpulkan fakta, menyusun dan menuliskan fakta, menyunting dan menyiarkan informasi yang berpihak pada kesinambungan lingkungan hidup. 1.7.3 Proses Jurnalisme Lingkungan Hidup di Media Online Proses sering diartikan sebagai kegiatan atau pengolahan yang dilakukan secara terus menerus. Ada pula yang menjelaskan sebagai suatu fenomena yang menunjukkan perubahan dalam suatu waktu atau terus menerus. Sementara dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) proses diartikan sebagai tindakan, pembuatan atau pengolahan yang menghasilkan produk. Begitu juga dengan proses jurnalisme lingkungan hidup di media online yang memiliki rangkaian tindakan yang dilakukan – dalam hal ini oleh kontributor – untuk menghasilkan produk berupa berita lingkungan hidup yang kemudian diserahkan kepada editor dan disiarkan oleh media online. Pada dasarnya, untuk menyajikan proses jurnalisme lingkungan hidup di media online sama halnya dengan proses jurnalisme biasa (di media konvensional). Hal ini tentu saja berbeda dengan jurnalisme online yang pada umumnya mengedepankan kecepatan, sementara verifikasi terkait berita itu bisa dilakukan seiring perkembangan berita tersebut tentu saja ini mengabaikan konsep 5W+1H dalam menulis berita. Sehingga ada berita yang ditulis dengan dua bahkan satu paragraf saja, sementara paragraf lainnya bersifat pengulangan dari berita sebelumnya. Akan tetapi tidak demikian dengan berita yang ada di Mongabay.co.id. Ini berangkat dari pengamatan awal peneliti pada situs Mongabay.co.id yang tidak terlalu mementingkan kecepatan melainkan kedalaman suatu berita dan pemberitaan yang bersifat human interest. Pengamatan awal ini nnatinya akan teridentifikasi oleh pengamatan lebih lanjut yang dapat mengidentifikasi berita yang ditulis kontributor pada bab empat. Untuk itu, peneliti menggunakan konsep
ini pun memiliki beat-nya dengan varian berita yang beragam. Misalnya saja, isu satwa, isu eksplorasi alam, konflik hutan, kebakaran lahan, sanitasi air perkotaan dan sebagainya.
15
jurnalisme biasa dalam melihat proses jurnalisme lingkungan hidup yang dilakukan oleh kontributor Mongabay.co.id. Berdasarkan kategorinya jurnalisme lingkungan hidup masuk ke dalam berita spesifik khusus, bahkan ada juga yang mengkategorikannya sebagai jurnalisme isu spesifik. Sehingga dalam penelitian ini peneliti merangkum proses yang terjadi dalam jurnalisme lingkungan hidup yang dilakukan oleh kontributor Mongabay.co.id dengan teknik berikut; mengumpulkan fakta, mem-framing berita dan menulis berita. Teknik mengumpulkan fakta sebagaimana dalam Abrar (2005) ialah observasi, wawancara, konferensi pers dan press release. Observasi yang dimaksud di sini ialah pengamatan terhadap suatu realitas sosial. Baik itu pengamatan langsung maupun pengamatan tidak langsung. Pengamatan langsung yaitu apabila wartawan menyaksikan sebuah peristiwa dengan mata kepalanya sendiri. Sedangkan pengamatan tidak langsung ialah apabila wartawan tidak menyaksikan peristiwa yang terjadi, melainkan mendapatkan keterangan dari orang lain yang menyaksikan peristiwa tersebut. Aspek selanjutnya dalam teknik mengumpulkan fakta ialah wawancara, yang dalam hal ini terjadi tanya jawab antara wartawan dengan narasumber untuk mendapatkan data tentang sebuah fenomena (Itule dan Anderson, 1987, dalam Abrar 2005: 24). Dalam hal ini terdapat dua hal
yang perlu diperhatikan.
Pertama, posisi narasumber dalam wawancara yakni wartawan harus bernegosiasi dengan narasumber. Dengan demikian terjadi kesepakatan antara wartawan dan narasumber sebelum melakukan wawancara, sehingga tidak perlu terjadi kesalahpahaman setelah berita dibuat. Kedua, posisi wartawan dalam wawancara, yakni kedudukan wartawan sebagai penjaga kepentingan umum. Dengan demikian wartawan berhak mengorek informasi yang berkaitan dengan kepentingan umum dari narasumber. Wartawan bebas menanyakan apa saja kepada narasumber untuk menjaga kepentingan umum. Akan tetapi wartawan juga harus menghormati narasumber dan wartawan harus mengakui bahwa narasumber ialah individu yang bisa berpikir, memiliki alasan untuk berbuat dan mempunyai keinginan-keinginan (Olen, 1988, dalam Abrar, 2005: 26). 16
Poin wawancara ini memiliki tujuh jenis wawancara menurut para ahli yaitu man in the street interview, yaitu wawancara yang dilakukan untuk mengumpulkan pendapat orang awam mengenai sebuah peristiwa. Casual interview yakni sebuah wawancara yang bersifat mendadak. Personal interview, wawancara yang menghasilkan informasi mengenai profil seseorang. News peg interview/information interview, wawancara yang berkaitan dengan peristiwa yang sudah direncanakan. Telephone interview, wawancara yang dilakukan lewat Telephone. Selanjutnya ialah question interview yaitu wawancara tertulis. Untuk hal ini juga bisa dilakukan lewat e-mail interview atau wawancara yang dilakukan melalui sarana obrolan yang tersedia di media sosial yang sifatnya tertulis. Hanya saja wawancara jenis ini memiliki kelemahan yakni wartawan tidak dapat mengamati sikap narasumber ketika menjawab pertanyaan. Adapun jenis wawancara yang terakhir ialah group interview, yakni wawancara yang dilakukan dengan beberapa orang sekaligus untuk membahas satu persoalan atau implikasi dari kebijakan pemerintah dan sebagainya. Berdasarkan beragam jenis wawancara tersebut, Abrar (2005) menyebutkan bahwa jenis wawancara tersebut dapat dilakukan dengan lima teknik wawancara. Pertama, menggunakan daftar pertanyaan yang tresusun baik yang dipersiapkan terlebih dahulu. Kedua, memulai wawancara dengan pertanyaan-pertanyaan yang ringan. Ketiga, mengajukan pertanyaan secara langsung dan tepat. Keempat, tidak malu bertanya bila ada jawaban yang tidak dimengerti dan yang terakhir yaitu mengajukan pertanyaan tambahan berdasarkan perkembangan wawancara. Selanjutnya dalam teknik pengumpulan fakta juga bisa didapat dari konferensi pers. Konferensi pers ialah pernyataan yang disampaikan seseorang yang mewakili sebuah lembaga mengenai kegiatannya kepada wartawan. Hal ini biasanya dilakukan menyangkut citra lembaga, peristiwa yang sangat penting dan bersifat insidental bahkan bersifat periodik. Dalam hal ini wartawan berhak mengajukan pertanyaan kepada orang yang memberikan konferensi pers. Selain konferensi pers, poin lainnya dalam teknik mengumpulkan fakta juga ialah press release, siaran pers yang dikeluarkan oleh suatu lembaga, organisasi atau individu secara tertulis untuk wartawan (Abrar, 2005:28). 17
Keempat aspek dalam mengumpulkan fakta di atas tentu saja bertujuan untuk dapat menjawab pertanyaan 5W+1H (What, Who, Why, Where, When dan How). Apa yang terjadi? Siapa yang terlibat? Mengapa kejadian tersebut muncul? Dimana kejadian itu? Kapan kejadiannya? Bagaimana kronologis kejadiannya? Disamping itu, dalam teknik mengumpulkan fakta maka yang perlu diperhatikan oleh kontributor ialah nilai berita. Rolnicki, dkk (2015) menyebutkan bahwa seorang wartawan harus memastikan peristiwa tersebut
mengandung
elemen berita7. Kemudian mencari sumber primer, yaitu saksi mata, pencipta suatu karya dari pekerjaan orisinal (fisik dan non fisik). Adapun yang menjadi sumber primer lain ialah mereka yang menjadi juru bicara untuk organisasi, tokoh politik dan sosial dan agen pemerintah serta mereka yang menggeluti bidang tersebut. Sementara sumber sekunder ialah kata-kata ataupun kutipan dari karya publikasi, majalah, koran atau ucapan ahli yang sudah di dalam karya publikasi berupa hasil penelitian. Sumber sekunder lainnya ialah mencari informasi lewat internet, tentu saja dengan mencari informasi yang diyakini kredibilitasnya. Adapun proses selanjutnya yang dilakukan oleh kontributor ialah framing berita. Sebelum melahirkan sebuah wacana, kontributor perlu mengetahui teknik dalam mem-framing berita. Framing berita dilakukan agar pembaca dapat menangkap wacana sesuai dengan yang diharapkan oleh wartawan. Teknik yang dilakukan dalam mem-framing berita sebagaimana dikutip dari Abrar (2005) ialah sebagai berikut; pertama, mendefinisikan masalah dengan pertimbanganpertimbangan yang sering kali didasari nilai-nilai kultural yang berlaku umum. Kedua, mendiagnosis akar permasalahan dengan mengidentifikasi kekuatankekuatan yang terlibat dalam permasalahan. Ketiga, memberikan penilaian moral terhadap akar permasalahan dan efek yang ditimbulkan. Adapun yang terakhir ialah menawarkan solusi dengan menunjukkan perlakuan tertentu dan dugaan efek yang mungkin terjadi. Adapun yang menjadi obyek framing seorang wartawan ialah: pertama, judul berita yang menggunakan metode empati, yaitu menciptakan “pribadi 7
Sepuluh Elemen berita tersebut yaitu kesegeraan atau ketepatan waktu, kedekatan atau kemiripan, konsekuensi atau dampak, kemenonjolan atau ketenaran, drama, keanehan atau keganjilan, konflik, seks, emosi dan naluri, serta kemajuan.
18
khayal” dalam diri khalayak. Kedua, fokus berita yang biasanya di-framing orang dengan metode asosiasi, yaitu “menggabungkan” kebijakan yang aktual dengan fokus berita. Fokus berita merupakan fakta yang menjawab pertanyaan what. Fakta ini kemudian yang “digabungkan” dengan berbagai kebijakan yang sedang dilakukan oleh berbagai pihak. Ketiga, penutup berita yang dapat di-framing dengan menggunakan metode packing, yaitu menjadikan khalayak tidak berdaya untuk menolak ajakan yang dikandung berita (Abrar, 2005: 38). Proses berikutnya ialah menulis berita. Mengingat proses yang dilihat ialah jurnalisme lingkungan hidup maka menulis berita di sini ialah berita khusus lingkungan hidup. Pertama, melakukan wawancara lanjutan atau mengecek kembali hasil wawancara yang telah dituliskan dengan narasumber. Kedua, memahami makna dibalik statistik, isu, namun pastikan ada relevansinya atau tidak. Ketiga, menuliskannya dengan jenis tulisan khusus, baik ditulis dengan analogi atau anekdot (kisah ringan), maupun menuliskannya dengan feature ataupun indepth (feature panjang) yang lazimnya dilakukan dengan tim. (Rolnicki, dkk, 2015 : 53) Menurut Sumadiria (2005) berita terbagi ke dalam dua kategori yakni hard news dan soft news. Hard news atau berita berat (dalam segi penyajian) memiliki bahasa yang lugas dan formal, sementara soft news atau berita ringan (juga dalam segi penyajian) lebih mengutamakan keratif informal. Berita langsung (straight news) dapat masuk ke dalam kategori hard news, sedangkan feature masuk ke dalam kategori soft news. Feature juga dapat diartikan sebagai sebagai karangan khas yang berpijak pada fakta dan data yang diperoleh melalui proses jurnalistik yang dilakukan oleh kontributor. Dengan demikian seorang kontributor harus menguasai teknik dalam menulis berita, yaitu harus dapat membedakan format penulisan berita dengan teknik menulis berita hard news atau yang lebih sering disebut berita langsung (straight news),
berita ringan (soft news). Abrar (2005) mengartikan berita
langsung (straight news) sebagai berita yang dibuat untuk menyampaikan peristiwa-peristiwa yang secepatnya harus diketahui oleh khayalak. Struktur penulisannya pun mengikuti struktur penulisan piramida terbalik dengan bagian 19
penting pada pembukaan berita. Selanjutnya berita ringan (soft news) yaitu berita yang tentang kejadian yang bersifat manusiawi dalam sebuah peristiwa penting. Ini merupakan kebalikan dari straight news dan yang ditonjolkan bukan unsur pentingnya melainkan unsur yang menarik perasaan khalayak. (Abrar, 2005 : 53).
1.8 Operasionalisasi Penelitian Berdasarkan kerangka pemikiran tersebut maka berikut operasionalisasi penelitian ini: Tabel 1.2 Operasionalisasi Penelitian Teknik Jurnalisme Mengumpulkan
Makna
Kategori
Wartawan mencari
Observasi,
(Abrar,
fakta
fakta dan
Wawancara,
2005: 23-28
mengumpulkannya
Konferensi pers
& Rolnicki
dengan
Press release
dkk,
menggunakan
Sumber
2015:14)
metode tertentu. Framing berita
Agar berita memiliki wacana yang kelak
mendefinisikan masalah
(Abrar, 2005:36)
mendiagnosis
dipahami oleh
akar
pembaca
permasalahan 20
memberikan penilaian moral menawarkan solusi Menulis berita
Wartawan menulis
Menulis dengan
( Abrar,
ke dalam laporan
format
2005:53;
yang disebut berita
penulisan
Rolnicki
tertentu dalam
dkk, 2015:2-
berita (straight
3, 89;
news, hard news
Sumadiria,
dan soft news,
2005:149-
feature, dsb)
151)
1.9 Metodologi Penelitian 1.9.1 Metode Penelitian Jenis penelitian ini ialah penelitian kualitatif dengan pola deskriptif. Selaras dengan latar belakang, rumusan masalah serta tujuan dalam penelitian ini maka jenis dan sifat penelitian ini dirasa tepat untuk menggambarkan proses jurnalisme lingkungan hidup di Mongabay.co.id. Dengan demikian, studi deskriptif ini akan memberikan gambaran bagaimana dinamika proses jurnalisme lingkungan hidup di media online. Prinsipnya penelitian deskriptif menyajikan gambaran rinci dan akurat tentang sebuah obyek penelitian; membangun kategorisasi dan klasifikasi; serta memaparkan latar belakang dan konteks sebuah situasi (Neuman, 2000:22). Penelitian deskriptif juga ditujukan untuk membuat deskripsi secara sistematis, faktual dan akurat tentang fakta-fakta dan sifat-sifat populasi atau objek tertentu (Kriyantono, 2006:69). Selain itu, penelitian deskriptif merupakan suatu bentuk penelitian yang ditujukan untuk mendsekripsikan fenomena-fenomena yang ada, baik fenomena alamiah maupun fenomena buatan manusia. Fenomena ini bisa berupa bentuk, 21
aktivitas, karakteristik, perubahan, hubungan, kesamaan dan perbedaan antara fenomena yang satu dengan yang lainnya. (Sukmadinata, 2006:72). Dengan demikian metode ini berguna untuk melihat bagaimana aktivitas kontributor Mongabay.co.id dalam melakukan proses jurnalisme lingkungan hidup di media online. Karakteristik jurnalisme lingkungan hidup yang menggunakan media online. Sehingga pada akhirnya data yang telah dikumpulkan oleh peneliti kemudian diseleksi, dikelompokkan, dikaji, interpretasi dan disimpulkan. 1.9.2 Teknik Pengumpulan data Terdapat dua teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini, yaitu wawancara dan studi dokumen. Pertama, wawancara. Wawancara merupakan cara pengumpulan data melalui tanya jawab langsung dengan orang yang memahami obyek penelitian. Proses wawancara dilakukan dalam beberapa bentuk, yakni tanya jawab secara lisan dengan berhadapan langsung antara peneliti dengan informan; wawancara melalui email dengan mengirimkan pertanyaan serta wawancara via telepon (Arikunto. 2006: 139). Kedua, studi dokumen dengan teknik dokumentasi yang digunakan untuk mengumpulkan sumber-sumber berbentuk dokumen yang potensial dan berkaitan langsung dengan penelitian. Sugiyono (2008) menyebutkan bahwa dokumentasi merupakan teknik pengumpulan data dengan menghimpun dan menganalisis dokumen-dokumen, baik dokumen tertulis, gambar maupun elektronik yang digunakan oleh obyek penelitian. Termasuk dokumen teks berita yang telah dituliskan oleh kontributor yang diperoleh dari halaman situs Mongabay.co.id. 1.9.3 Teknik Pengolahan Data Data yang telah selesai dikumpulkan diolah dengan reduksi dan kategorisasi data. Reduksi data dilakukan sebagai sebuah proses pemilihan, penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data “kasar” yang diperoleh dari lapangan. Oleh karenanya, data yang diperoleh baik dari wawancara, maupun dokumentasi, telah dipilih dan kemudian dapat memberikan data yang siap pakai. Proses reduksi ini dilakukan untuk mensortir data-data yang tidak relevan dengan pertanyaan penelitian. Selanjutnya kategorisasi data dilakukan dengan menjabarkan data-data 22
yang telah dikumpulkan dalam bentuk kategori agar proses verifikasi menjadi mudah sehingga diperoleh kumpulan data yang siap dianalisis. Kategorisasi data tersebut ditentukan berdasarkan kategori teknik jurnalisme yang terdapat pada operasionalisasi penelitian yang menjawab rumusan masalah penelitian. 1.9.4 Teknik Penyajian Data Teknik penyajian data dilakukan dengan cara mendeskripsikan hasil temuan data-data secara naratif. Selanjutnya data-data berupa tabel atau skema terkait proses kegiatan jurnalisme lingkungan hidup ini juga akan disajikan sesuai dengan teknik jurnalisme dan masing masing kategori yang dilakukan oleh kontributor. 1.9.5 Teknik Analisis Data Berdasarkan teknik pegumpulan data di atas, maka terdapat lima langkah yang dilakukan peneliti. Pertama, mengumpulkan data wawancara terkait dengan konteks penelitian. Kedua, mencari dokumentasi yang terkait dengan penelitian. Ketiga, data-data yang diperoleh melalui sumber, kemudian dipilih, direduksi dikonfirmasi untuk menemukan validasi data. Setelah dikumpulkan maka akan dimulai dengan mengagregasi, mengorganisasi dan mengklasifikasi data tersebut menjadi unit-unit yang dapat dikelola. Keempat, proses agregasi dilakukan dengan mengabstraksi hal-hal khusus menjadi hal-hal umum guna menemukan pola umum data, kemudian data diorganisasi secara kronologis, mengkategorisasi atau memasukkan data ke dalam tipologi sesuai dengan operasionalisasi penelitian, setelah itu penyempurnaan atau penguatan. Selanjutnya yang terakhir ialah menyajikan dan menghubungkan data yang telah diklasifikasi untuk memperoleh kesimpulan yang menjawab rumusan masalah penelitian. Khusus dalam dokumentasi teks berita, dilakukan analisis framing sederhana untuk melihat kecenderungan pemberitaan yang dilakukan oleh kontributor Mongabay.co.id. 1.9.6 Sistematika Penulisan Penelitian ini terdiri dari lima bab yang masing-masing memiliki titik fokus tersendiri guna menyempurnakan hasil penelitian. Bab 1 merupakan pendahuluan yang membahas latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, kerangka pemikiran, operasionalisasi penelitian dan metodologi penelitian. Bab 2 memuat gambaran umum profil dan struktur Mongabay.co.id 23
sebagai media online. Secara rinci bab ini menggambarkan secara singkat sejarah Mongabay.co.id, perkembangan Mongabay.co.id, logo, struktur dan tata kelola Mongabay.co.id, profil singkat staf Mongabay.co.id, Mongabay audience dan harapan. Kemudian Bab 3 mendeskripsikan profil ketujuh kontributor yang menjadi informan dalam penelitian beserta berita yang mereka tulis dan terbit di Mongabay.co.id. Di samping itu akan mengulas secara singkat tentang sistem beat untuk kontributor lingkungan hidup. Selanjutnya Bab 4 memaparkan temuan dan analisis penelitian. Pada Bab ini akan memaparkan proses jurnalisme lingkungan hidup yang dilakukan kontributor Mongabay.co.id. Sehingga nanti akan ditemukan bagaimana proses jurnalisme lingkungan hidup di media tersebut, yakni dengan menganalisis bagaimana kontributor Mongabay.co.id dalam melakukan proses mengumpulkan fakta, memframing berita dan menulis berita lingkungan hidup. Kemudian Bab 5 merupakan kesimpulan dari hasil penelitian serta memuat saran terhadap Mongabay.co.id maupun rekomendasi penelitian selanjutnya bagi pihak yang hendak meneliti dengan tema serupa (diadaptasi dari Abrar, 2005: 54-55). 1.9.7 Limitasi Penelitian Penelitian ini memiliki sejumlah batasan. Pertama, penelitian ini hanya dilakukan dengan mewawancarai tujuh orang kontributor Mongabay.co.id di wilayah Sumatera. Kedua, penelitian ini hanya terbatas pada pengamatan proses jurnalisme lingkungan hidup di media online sebagaimana yang sudah dijabarkan pada sub bab operasionalisasi penelitian. Sehingga tidak membahas hal-hal di luar itu seperti ekonomi politik media, bisnis dan sebagainya.
24