BAB 1 PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Masalah Berdasarkan UU No.2 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
angkutan umum adalah angkutan dengan penggunaan kendaraan dari satu tempat ke tempat yang lainnya dalam kawasan perkotaan yang terikat dalam trayek. Angkutan umum merupakan suatu bentuk kegiatan memindahkan orang atau barang dari satu tempat ke tempat yang lain (Morlok, 1985). Selain menjadi suatu bentuk pemindahan orang atau barang, angkutan umum telah menjadi suatu bagian dari pergerakan orang atau barang dari satu tempat ke tempat lainnya dengan menggunakan kendaraan bermotor sesuai dengan jenis angkutannya yang digunakannya (Setijowarno, 2005). Angkutan umum, sejatinya tidak hanya sekedar menjadi tujuan semata melainkan menjadi suatu bentuk sarana untuk mencapai tujuan guna menanggulangi kesenjangan jarak dan waktu (Nasution, 1996). Angkutan umum memiliki berbagai macam lajur pengoperasian, seperti laut, udara, dan lajur darat. Namun, angkutan umum di lajur darat lebih banyak menyita perhatian dari berbagai macam aspek, dan telah menjadi bagian yang tidak dapat terpisahkan dari rutinitas luar ruang masyarakat di wilayah kota besar, yaitu sebagai transportasi yang digunakan dengan biaya yang dianggap lebih terjangkau. Pada jenis sarana angkutan umum lajur darat terbagi menjadi dua jenis sarana, yaitu sarana angkutan kereta api, dan sarana angkutan jalan raya. Jenis sarana angkutan kereta api, kendaraan yang digunakan adalah kereta api. Kendaraan yang dapat bergerak dengan tenaga gerak yang dapat berjalan sendiri maupun dirangkaikan dengan kendaraan lainnya yang dapat tetap bergerak di dalam lajur rel (Mogajayatrans, 2010).
Pada jenis sarana angkutan jalan raya terdapatnya ciri dari kendaraan tertentu yang diperbolehkan untuk dapat beroperasi pada lajur jalan raya yaitu, seperti (1) sepeda motor dengan ciri kendaraan bermotor beroda 2 atau 3 dengan tanpa atap; (2) mobil penumpang dengan ciri kendaraan bermotor yang dilengkapi sebanyak-banyaknya 2 hingga 8 tempat duduk tidak termasuk tempat duduk pengemudi dengan maupun tanpa perlengkapan pengangkutan bagasi; (3) mobil bus dengan ciri kendaraan bermotor yang dilengkapi lebih dari 8 tempat duduk dengan tidak termasuk tempat duduk pengemudi dengan maupun tanpa perlengkapan pengangkutan bagasi; dan (4) mobil barang, dengan ciri kendaraan bermotor selain dari yang termasuk dalam sepeda motor, mobil penumpang dan mobil bus (Mogajayatrans, 2010). Angkutan umum di lajur jalan raya di wilayah kota besar seperti Jakarta, terdapatnya berbagai macam pilihan moda angkutan umum, yang antara lain seperti bus, mikrolet, ojek, bajaj, dan taksi. Seperti, bus yang memiliki memiliki beragam macam pilihan pada modanya, yaitu antara lain Mayasari Bakti, Kopaja (Koperasi Angkutan Jakarta), MetroMini, Transjakarta atau pada umumnya disebut Busway dengan sistem transportasi bus cepat atau Bus Rapid Transit yang beroperasi hanya di wilayah Jakarta dan juga beberapa kota besar lannya di Indonesia dengan nama bus yang berbeda. Angkutan umum dengan jenis mikrolet, disebut sebagai angkutan umum kota atau angkutan kota (angkot) yang mulai diperkenalkan di akhir 1970-an yang masih beroperasi hingga saat ini (Khadafi, 2009). Terdapatnya jenis angkutan umum lajur jalan raya lainnya yaitu dengan jenis ojek, yang identik dengan penggunaan sepeda motor, yaitu angkutan umum yang sifatnya informal di ibukota dan Indonesia secara keseluruhan, karena keberadaannya tidak diakui pemerintah dengan tidak ada izin dalam pengoperasiannya. Terdapat pula angkutan umum dengan jenis bajaj, angkutan umum dengan penggunaan kendaraan berbentuk seperti segitiga, menjadi salah satu jenis angkutan umum yang sempat menjadi pro kontra karena dianggap sebagai kendaraan yang dapat mengeluarkan asap hitam pekat saat berkendara di kisaran wilayah ibukota sehingga dianggap sebagai penyumbang polusi udara. Berikut pula dengan jenis angkutan umum yang dapat dipandang ekslusif seperti taksi, jenis angkutan umum yang berada di lajur jalan raya yang memiliki perbedaan ciri
yang sangat signifikan dalam berbagai aspek, antara lain seperti tarif yang dikenakan, penggunaannya, dan kendaraan yang digunakan. Angkutan umum taksi, berdasarkan Keputusan Menteri No. 35 tahun 2003 Pasal 29, melayani dengan pelayanan angkutan dari pintu ke pintu dalam wilayah operasi terbatas meliputi daerah kota atau perkotaan. Spesifiknya, dalam Pasal 29 ayat 2, pelayanan angkutan taksi diselenggarakan dengan ciri - ciri sebagai berikut: (a) tidak terjadwal; (b) dilayani dengan mobil penumpang umum jenis sedan atau station wagon dan van yang memiliki kontruksi seperti sedan sesuai standar teknis yang ditetapkan Direktur Jenderal;, (c) tarif angkutan berdasarkan argometer; (d) pelayanan dari pintu ke pintu. Terdapatnya berbagai daftar operator atau perusahaan taksi yang telah beroperasi di kisaran wilayah Jakarta, antara lain Blue Bird / Pusaka, Silver Bird, Batavia, Cendrawasih, Centris, Citra, Dian, Dynasty, Express, Gading, Gamya, Koperasi, Kosti, Jakarta International, Liberty, Lintas Buana, Master, Maya Kencana, Metropolitan, Morante Jaya, Prestasi, Putra, Queen, Ratax, Royal City, Sri Medali, Steady Safe, Taxiku, Tiffany, dan Wahana (id.shvoong.com, 2011). Terdapatnya alasan atau anggapan individu dalam memilih taksi sebagai angkutan umum yang digunakan. Salah satu seperti apa yang dipaparkan oleh salah seorang penumpang atau pengguna taksi yaitu Cinta Laura (dalam bluebirdgroup, 2011), yang berprofesi sebagai artis atau seniman Indonesia, yang menyatakan bahwa taksi lebih praktis dan murah, karena tidak perlu repot untuk mencari parkiran, bahkan tarif taksi di Indonesia masih relatif terjangkau jika dibandingkan dengan di negara-negara lain. Taksi dan moda angkutan umum dengan jenis lainnya, pada dasarnya merupakan sebuah bagian sarana yang disediakan oleh suatu kota. Oleh sebab itu baik buruknya dari sarana angkutan umum tersebut, dalam kurun waktu yang berjangka akan dapat menjadi suatu bentuk dari suatu cerminan kota yang dapat berdampak terhadap nama besar dari suatu kota selaku penyedia sarana dari moda angkutan umum itu sendiri. Pada sepanjang tahun 2012 telah terdapat beragam jenis tindak kejahatan dengan bentuk aksi-aksi kriminalitas yang terjadi di moda angkutan umum, dari pencopetan hingga pelecehan seksual dan mayoritas korban berasal dari para penumpang wanita. Berdasarkan data yang tercatat di Humas Polda Metro Jaya (dalam Hetifah, 2012),
angka kejahatan di angkutan umum sepanjang 2012 ada sebanyak 31 kasus, 16 kasus di antaranya dialami oleh wanita. Wanita dihimbau untuk lebih meningkatkan kewaspadaan dalam menggunakan angkutan umum, karena belum adanya jaminan keamanan, rasa takut dan khawatir masih terus membayangi masyarakat saat bepergian dengan menggunakan angkutan umum. Kaum wanita menjadi pengguna angkutan umum yang kerap menjadi korban, mulai dari pelecehan seksual hingga pemerkosaan (Nainggolan dalam metro.news.viva, 2011). Maraknya pelecehan seksual dan tindak kekerasan di angkutan umum, membuat masyarakat resah. Sembilan dari 18 kasus kejahatan di Ibukota seringnya terjadi di angkutan umum (portalkbr, 2012). Berdasarkan catatan Kepolisian Daerah Metro Jaya hingga September tahun 2011, telah terjadi 40 kasus pemerkosaan, tiga kasus di antaranya terjadi di dalam moda angkutan umum (metro.news.viva, 2011). Aksi kejahatan di angkutan umum bukan hanya terjadi di angkutan umum yang jumlah penumpangnya selalu padat, namun juga di angkutan umum yang jumlah penumpangnya lebih bersifat ekslusif seperti taksi (metropolitan.inilah, 2012). Berdasarkan data yang terangkum di kepolisian wilayah Polda Metro Jaya (dalam metropolitan.inilah, 2012), telah terjadi sebanyak 31 kasus yang diantaranya telah terjadi di taksi 11 kasus kejahatan, di angkutan kota 9 kasus, di bus kota terjadi 4 kasus, di kereta api 4 kasus, di truk 2 kasus, di Bajaj 1 kasus, dan dari total 16 kasus di antaranya dialami oleh wanita. Diketahui, kasus kejahatan yang paling banyak terjadi di angkutan umum terjadi di taksi, dan dalam melancarkan aksinya, para pelaku pun tak segan-segan mengancam untuk menghabisi nyawa korban (m.inilah, 2012). Dalam kurun waktu Februari-Oktober 2012 dan hingga bulan Maret-April 2013, kerap terjadi kasus aksi-aksi kejahatan yang terjadi di moda angkutan umum taksi di wilayah Jakarta, yang antara lain seperti penodongan, perampokan, pemerasan, pelecehan seksual, dan pemerkosaan, dan korbannya sendiri mayoritas adalah penumpang wanita dalam rentang usia 20 hingga 30 tahunan atau tergolong dewasa muda (m.inilah, 2012; indonesiarayanews, 2013). Berikut ini runutan kasus aksi-aksi kejahatan berdasarkan jenis kejahatannya tersebut berdasarkan data yang dirangkum dari berbagai surat kabar seperti wartakota.tribunnews (2012), jakarta.okezone (2012),
m.poskotanews
(2012),
jakarta.okezone
(2012),
jakarta.okezone
(2013),
indonesiarayanews (2013), suarakarya-online (2013), depokterkini (2012), metro7 (2013), merdeka.com (2012), jakarta.okezone (2012), yaitu:
Tabel 1.1.
Kasus Kejahatan di Taksi Dalam kurun waktu Februari-Oktober 2012 dan hingga bulan Maret-April 2013 Berdasarkan kasus aksi-aksi kejahatan yang terjadi di moda angkutan umum taksi
Jenis Kejahatan Penodongan
Kejadian
Korban ES seorang ibu, dan anaknya MW, 24 tahun, di todong oleh sopir taksi dan tiga pelaku lainnya yang masuk ke dalam taksi.
Perampokan
Korban NLB, dan RCTP, dirampok kawanan penjahat yang menyergap masuk dalam taksi yang sebelumnya dicegat oleh pelaku kejahatan tersebut yang terjadi di wilayah mal pada Agustus 2012.
Korban M, 30 tahun. yang bekerja di Glodok Jakarta Barat, dirampok dan dikuras hartanya oleh dua pria yang menerobos masuk taksi yang ditumpanginya dan sopir taksi dengan sengaja membiarkan dua pria tersebut mengapit korban M yang terjadi di wilayah Jakarta Barat pada September 2012.
Korban RK, 30 tahun, karyawati perusahaan swasta, saat menaiki taksi berlabel I F yang awalnya dikira taksi berlabel B B dari kawasan PIM Jakarta Selatan, dirampok di dalam taksi oleh sopir dan tiga orang pelaku kejahatan lainnya yang tiba-tiba masuk ke dalam taksi pada Oktober 2012.
Korban DBB, 32 tahun, saat menaiki taksi dari
Hayam Wuruk ke Kemayoran Jakarta Pusat, dirampok dengan ditodong senjata tajam oleh pelaku ke arah leher korban DBB dan mengancamnya sesaat setelah korban DBB yang saat itu baru masuk ke dalam taksi yang terjadi pada April 2013. Pemerasan
Korban AM, vokalis di band Be Violet saat menaiki taksi berwarna kuning berinisial T dari ITC, terkaget-kaget ketika sopir taksi tiba-tiba memberhentikan kendaraannya dan kemudian memeras korban AM dengan cara mengancam disertakan penodongan pisau ke arah korban AM serta sempat mencekik leher korban AM yang terjadi di dalam taksi.
Pelecehan Seksual
Korban S, 32 tahun, seorang diri menaiki taksi, ketika
tiba-tiba
sopir
taksi
memutar
kendaraannya ke arah jalan raya dan secara tiba-tiba pula tiga pelaku masuk secara paksa ke
dalam
taksi
dengan
mengancam
menggunakan senjata tajam dengan jenis pisau ke arah korban S yang terjadi pada Februari 2013. Pemerkosaan
Korban JM, 22 tahun, artis (FTV) ibukota, saat menaiki taksi B B dari gereja di sekitar Taman Mini Indonesia Indah (TMII) ke Condet Kramat Jati, Jakarta Pusat. Korban JM mulai merasa seperti dihipnotis oleh sang sopir taksi tak dan korban JM mulau tak sadarkan diri. Korban
JM
mengaku
diperkosa
dengan
ditelanjangi, digerayangi, dicium dan bahkan dijilati oleh pelaku sopir taksi di kawasan Malakasari yang terjadi pada 1 April 2012. Setelah sang pelaku merasa puas melakukan aksinya, korban JM dibuang di kawasan Kampung Dukuh Kramatjati, pada 2 April 2012 Sumber: Wartakota.Tribunnews, 2012; Jakarta.Okezone, 2012; M.PosKotaNews, 2012; Jakarta.Okezone, 2012; Jakarta.Okezone, 2013; IndonesiaRayaNews, 2013; SuaraKaryaOnline, 2013; DepokTerkini, 2012; Metro7, 2013; Merdeka.com, 2012; Jakarta.Okezone, 2012.
Angkutan umum di Jakarta pada saat ini memang sudah sangat tidak bersahabat bagi wanita (Adrianus dalam metro.news.viva, 2011). Masyarakat, khususnya kaum perempuan pun yang harus pulang bekerja pada malam hari dihimbau agar berhati-hati dalam memilih angkutan umum. Angkutan umum adalah tempat yang paling sering terjadinya tindak kriminal (Sujarno dalam metro.news.viva, 2011). Kasus kriminal atau aksi-aksi kejahatan yang kerap terjadi, menjadi penyebab menurunnya rasa aman masyarakat (publik) yang terjadi hampir di semua segmen demografis masyarakat, bahkan wanita yang berasal dari masyarakat perkotaan menyatakan rasa aman mereka hanya berada di bawah kisaran 30 persen (Hanggoro dalam centroone, 2012; news.detik, 2012). Hak atas rasa aman sebagai hak warga negara sesungguhnya telah dinyatakan tegas di dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Pasal 28G Ayat 1. Rasa aman diharapkan dapat dinikmati oleh semua kalangan, namun belakangan ini aspek rasa aman hanya dapat dinikmati kaum pria, sedangkan kaum wanita yang notabene turut menjadi pelaku perjalanan atau penumpang, merasa kian sulit dalam mendapatkan rasa aman perihal menggunakan moda angkutan umum. Kebutuhan akan rasa aman dalam arti yang luas, sesungguhnya tidak sebatas dalam keamanan fisik, tetapi juga keamanan yang bersifat psikologis, dan rasa aman sesungguhnya berhubungan dengan perlindungan jaminan keamanan, stabilitas sistem
yang dapat menghindarkan manusia dari rasa cemas, khawatir dan sebagainya Kretch dkk (dalam Krochin, 1976) Timbulnya kebutuhan rasa aman dapat dipengaruhi oleh faktor lingkungan, dan faktor hubungan individu dengan orang lain (Kretch dkk dalam Krochin, 1976). Oleh karena itu, membicarakan rasa aman di negara ini khususnya di wilayah kota besar seperti Jakarta, seakan-akan masih menjadi sesuatu yang mahal. Rata-rata dengan adanya kasus yang melibatkan penumpang wanita yang menjadi korban pada aksi kejahatan dalam moda angkutan umum, membuat kaum wanita pun menjadi kian resah, takut dan khawatir apabila harus naik angkutan umum terutama pada malam hari. Keresahan atau rasa takut kaum wanita yang paling mencuat yang sempat menghebohkan pemberitaan di media dalam beberapa waktu terakhir, yaitu dapat terlihat pada kejadian yang dialami oleh penumpang wanita bernama Annisa yang nekat melompat dari angkutan umum yang saat itu akan mengantarkan Annisa ke arah rumah tantenya (m.tribunnews, 2012). Seorang psikolog, Tara Adhisti de Thouars, B.A, M.Psi (dalam tabloidnova, 2013), mengasumsikan perihal faktor pemicu kenekatan Annisa yang melompat dari angkutan umum saat masih melaju kencang, yang sesungguhnya dilatarbelakangi oleh rasa cemas, takut, dan panik. Hal tersebut muncul dapat didasarkan pola pikir seseorang, misalnya, seseorang berpikir negatif mengenai suatu hal, maka emosi yang muncul negatif. Apalagi, ditambah maraknya berita tentang kriminalitas dalam angkutan umum turut berperan sangat besar dalam membentuk pola berpikir seseorang, akhirnya timbul persepsi tertentu tentang angkutan umum yang bisa menjadi suatu bentuk kepercayaan, seperti ’’angkutan umum berbahaya’’ atau harus waspada terhadap angkutan umum. Emosi negatif tersebut, terkait erat dengan adanya aspek mengindahkan rasa aman dalam diri saat menggunakan angkutan umum, dapat membentuk suatu persepsi tertentu pada penggunanya khususnya bagi para penumpang wanita itu sendiri perihal penggunaan moda angkutan umum tersebut. Sesungguhnya para pengguna angkutan umum akan memilih angkutan umum berdasarkan persepsi yang dimilikinya terhadap angkutan umum dan menjadikannya alternatif sebagai pilihan angkutan umum yang tersedia (Joewono & Kubota, 2007). Persepsi pengguna angkutan umum dibangun berdasarkan pengalaman pada saat
menggunakan angkutan umum itu sendiri. Pengalaman dalam menggunakan angkutan umum selain berpengaruh terhadap persepsi pengguna, dapat juga berpengaruh terhadap tingkat pengharapan dari penggunanya (Zeithaml dkk, 1990). Persepsi sendiri merupakan bagian mendasar dalam kehidupan manusia. Persepsi adalah kemampuan seseorang untuk mengorganisir suatu pengamatan, kemampuan tersebut
antara
lain;
kemampuan
untuk
membedakan,
kemampuan
untuk
mengelompokkan, dan kemampuan untuk memfokuskan. Seseorang bisa saja memiliki persepsi yang berbeda, walaupun objeknya sama, karena adanya perbedaan dalam hal sistem nilai dan ciri kepribadian individu yang bersangkutan, (Sarwono, 1983). Menurut Leavit (dalam Faradina, 2007), persepsi memiliki pengertian dalam arti yang sempit dan arti yang luas. Dalam arti yang sempit persepsi adalah penglihatan, bagaimana seseorang melihat sesuatu. Sedangkan, dalam arti yang luas persepsi adalah pandangan atau pengertian, bagaimana seseorang memandang atau mengartikan sesuatu. Persepsi menjadi suatu sensasi atau stimulus yang diterima oleh otak kemudian diorganisasikan dan diinterpretasi (Lahey, 2007). Persepsi menjadi suatu proses dimana seseorang mengorganisasikan dan menginterpretasikan kesan-kesan sensorisnya dalam usahanya memberikan suatu makna tertentu dalam lingkungannya (Sondang, 1989). Indrajaya (dalam Prasilika, 2007) turut memaparkan bahwa persepsi merupakan proses saat seseorang mengorganisasikan dalam pikirannya, memanfaatkan, mengalami, dan mengolah perbedaan atau segala sesuatu yang terjadi dalam lingkungannya. Kemampuan dalam mempersepsikan tergantung dari pengalaman individu pada masa-masa lalu berdasarkan Watson dan Lindgren (dalam Wulan, 1998). Melalui pengalaman tersebut dapat dilihat pengetahuan dan pemahaman individu terhadap suatu objek (Abubakar, 2009). Pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan (Rahmat, 2000). Ditambahkan menurut Rakbrnad (dalam Rumita, 2010), pengalaman tentang objek, peristiwa atau hubungan dalam persepsi diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan, yang dihasilkan oleh indera penglihatan, pendengaran, penciuman dan sebagainya. Didasarkan uraian-uraian diatas, menarik untuk dapat melihat gambaran persepsi rasa aman dan faktor-faktor yang dapat terlibat dalam mempengaruhi pembentukan
persepsi seseorang dan komponen-komponen yang dapat mendasari rasa aman seseorang perihal fenomena aksi-aksi kejahatan yang kerap terjadi di moda angkutan umum taksi terhadap wanita Jakarta yang khususnya sering terjadi terhadap wanita-wanita dewasa muda dengan rentang usia 20 hingga 40 tahunan yang seakan tampak rentan menjadi korban aksi kejahatan di moda angkutan umum taksi, terkait dengan fenomena kasuskasus aksi kejahatan yang kerap terjadi di moda angkutan umum taksi terhadap penumpang wanita Jakarta. Penelitian ini sendiri pun akan dilakukan dengan pendekatan kuantitatifdeskriptif. Penelitian ini melibatkan 500 partisipan wanita dewasa muda yang berdomisili atau tinggal di Jakarta, baik yang pernah ataupun yang belum pernah menjadi pengguna angkutan umum Taksi.
1.2
Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka dapat
diidentifikasi dan diajukan rumusan masalah penelitian sebagai berikut: ‘’Seperti apakah gambaran persepsi rasa aman wanita dewasa muda Jakarta terhadap angkutan umum taksi?’’
1.3.
Tujuan Penelitian Sesuai dengan rumusan masalah diatas, maka tujuan yang ingin dicapai oleh
peneliti dalam melakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui seperti apakah gambaran persepsi rasa aman wanita dewasa muda Jakarta terhadap angkutan umum taksi.