BAB 1 PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara agraris sudah tidak diragukan lagi hasil buminya,
baik dari sisi buah-buahan maupun sayur-sayurannya. Salah satu yang menjadi andalan bagi Indonesia adalah kakao (biji coklat) atau dalam bahasa latin dinamakan Theobroma Caccao. Kakao menjadi salah satu komoditi yang penting dimana Indonesia menjadi produsen kakao nomor 3 di dunia dan di ekspor ke banyak daerah di pasar internasional. kakao di produksi oleh lebih dari 50 negara yang berada di kawasan tropis yang secara geografis terbagi menjadi 3 wilayah : Afrika, Asia Oceania, dan Amerika Latin (Rubiyo dan Siswanto, 2012, “Peningkatan Produksi dan Pengembangan Kakao di Indonesia”). Produksi kakao dunia diperkirakan sebesar 3.466.000 ton, dimana Afrika memproduksi sebanyak 2.442.000 ton (70.5%) sementara Asia menyumbang 17% dan Amerika menyumbang 22% dari total kakao dunia. Mengenai produsen dari kakao, produsen utama ditempati oleh Pantai Gading selain itu Ghana, Indonesia, Nigeria dan Brazil (Rubiyo dan Siswanto, 2012). Sejarah awal mula kakao masuk ke Indonesia dimulai dari 500 tahun yang lalu dimana tanaman kakao berasal dari daerah hutan hujan tropis di Amerika Selatan. Disana kakao merupakan tanaman kecil di bagian bawah hutan hujan tropis dan tumbuh karena terlindung dibawah pohon-pohon besar. Setelah itu menyebarlah dan masuk ke Indonesia, karena iklim Indonesia sangat memadai untuk perkebunan kakao maka perkebunan kakao di Indonesia dapat berkembang dengan pesat dan sanggup memenuhi kebutuhan pasar internasional. Selama 35 tahun, Indonesia telah berkecimpung dalam hal ekspor kakao dan pada tahun 2010, Indonesia menduduki posisi ketiga sebagai penghasil kakao terbesar di dunia., dimana menurut jurnal “competitiveness of Indonesia’s Cocos beans Export in the World Market” bahwa produksi pertama ditempati oleh Pantai Gading / Ivory Coast dengan volume 1,49 juta ton kakao dan di tempat kedua
1
2 ditempati oleh Ghana 1,025 juta ton. Selain itu di tahun 2011/2012 produksi kakao Indonesia mengalami pengurangan dengan rata-rata sebesar 3,16% dimana Pantai Gading dan Ghana berkebalikan dengan Indonesia, mengalami pertumbuhan produksi sebesar 1,63% dan 5,99%.
Produksi Kakao (ton) 2009-2013 800 600 400 200
772.771 741.981 644.688687.247665.401 32.99830.407 33.17 29.429 34.60434.74 29.582 34.37323.837 25.879
0 2009 2010 2011 2012
PR/perkebunan rakyat PBN/pemerintah PBS/Pribadi
2013
2015 *) estimasi
Gambar 1.1 Produksi Kakao (ton) tahun 2009-2013 Sumber : Direktorat Jendral Perkebunan 2009-2013
Dari gambar 1.1, grafik diatas dapat menjelaskan bahwa total produksi tahun 2009 adalah sebesar 809.583, tahun 2010 sebesar 837.918, tahun 2011 sebesar 712.231, tahun 2012 sebesar 740.513, dan tahun 2013 ditotal sebesar 720.862 ton. Selain itu terlihat pula adanya ketidakstabilan dalam hal jumlah produksi kakao, dimana hal itu akan berdampak pada volume ekspor, maka dari itu terdapat beberapa penyebab terjadinya penurunan pada produksi kakao yang disebutkan dalam LokaKarya Kakao Indonesia 2013 antara lain disebabkan oleh: 1. Umur tanaman yang sudah menua 2. Menuanya umur produsen/petani biji kakao 3. Serangan hama dan penyakit 4. Menurunnya tingkat kesuburan tanah 5. Kurang tertarik generasi penerus untuk menjadi petani biji kakao 6. Persaingan penggunaan lahan antara budidaya biji kakao dan komoditas lainnya
3 Dalam kegiatan produksi kakao, untuk bisa menghasilkan kakao diperlukan lahan. Lahan ini harus dimaksimalkan agar hasil produksi juga maksimal. Lahan yang maksimal didukung dengan cara penanaman kakao yang benar, teknik yang digunakan, dan pemberian pupuk supaya buah kakao tidak terserang hama dan penyakit. Produksi kakao yang dihasilkan di Indonesia ini dihasilkan dari perkebunan rakyat, perkebunan negara dan perkebunan swasta dan didominasi oleh perkebunan rakyat. Perkebunan di Indonesia ini sendiri sebagian besar didominasi oleh perkebunan rakyat namun kepemilikan per petaninya sangat kecil hanya rata-rata berkisar 1 ha per petani, namun luas perkebunan rakyat ini 92,7% dari total perkebunan kakao Indonesia, dimana sisanya dimiliki oleh perkebunan negara dan swasta. Setelah membahas produksi yang berkaitan erat dengan luas areal, maka harga merupakan faktor yang juga diperlukan dalam kegiatan ekspor. Harga merupakan komponen yang penting dalam suatu perdagangan baik domestik maupun internasional. Menurut data dari Pengantar Bisnis Edisi 8 Buku 2 (Nickels; McHugh:2010: 138-140) mengatakan bahwa penentuan harga sangatlah penting bagi pemasaran dan pengembangan produk sehingga dijadikan menjadi salah satu dari 4P (Product, Price, Promotion, Place). Menurut Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia yang dirangkum dalam buku berjudul “Buku Pintar Budi Daya Kakao” cara paling mudah untuk memperkirakan tingkat harga yang akan terjadi pada tahun mendatang adalah berdasarkan data stok kakao pada akhir tahun, stok kakao yang melimpah akan menekan harga, demikian juga dengan stok yang yang terbatas maka harga akan naik juga. Harga kakao internasional memiliki keterkaitan erat dengan harga kakao domestik hal ini disebabkan karena petani Indonesia mengikuti dengan harga bursa New York sebagai acuan dalam menetapkan harga, sehingga tidak bisa ditentukan sendiri, tidak bisa juga disesuaikan dengan permintaan konsumen.
Banyak faktor yang saling berpengaruh terhadap terbentuknya harga. Selama ini faktor pasokan kakao yang saling berpengaruh terhadap tingkat harga di samping faktor permintaan. Penyebabnya adalah beberapa kontrak pembelian, pengiriman dan
4 tingkat harga sudah disetujui selama 1 tahun yang akan datang. Harga kakao Indonesia berubah-ubah dan cenderung rendah untuk kakao dari Indonesia karena kakao Indonesia yang non fermentasi berbeda dengan negara pesaingnya Pantai Gading dan Ghana. Setelah membahas keseluruhan variabel, maka kakao ini akan diekspor ke negara-negara besar seperti Singapura, Malaysia, Amerika Serikat dan lain-lain. Pengertian ekspor itu sendiri adalah kegiatan menjual barang ke luar dengan tujuan untuk mendapat keuntungan, memperluas pasar serta meningkatkan devisa bagi negara. Ekspor Indonesia beragam, dari berbagai komoditi seperti kakao, kelapa sawit, ekspor bahan mentah, sayuran dan lain-lain. Ekspor kakao Indonesia cukup tinggi ke berbagai negara tujuan, sehingga pada tahun 2011 pemerintah mengeluarkan kebijakan tarif ekspor untuk mengurangi arus ekspor kakao dalam rangka pengembangan industri dalam negeri. Kebijakan ini berupa SNI (Standar Nasional Indonesia) untuk kakao dan bubuk kakao yang dikeluarkan tahun 2010. Ekspor kakao bisa beragam jenis namun yang paling menguntungkan adalah biji kakao. Ekspor biji kakao masih dominan dibanding ekspor produk olahan kakao dan produk akhir kakao. Ekspor kakao dalam bentuk biji diekspor ke beberapa negara seperti Malaysia, Singapura, Thailand , China, India, Jerman, United States. Berikut ini adalah tabel volume dan nilai ekspor Indonesia dalam hal kakao. Tabel 1.1 Volume dan Nilai Ekspor Kakao Indonesia Tahun 2009-2013
Tahun
Ekspor Volume (ton)
Nilai (US$)
2009
535.236
1.413.535
2010
552.880
1.643.726
2011
410.257
1.345.429
2012
387.790
1.053.533
2013
414.092
1.151.494
Sumber : Direktorat Jendral Perkebunan 2009-2013 Data tabel 1.1 menunjukkan bahwa volume ekspor kakao Indonesia dari tahun 2010 menurun cukup banyak dan yang paling rendah volume ekspor kakao Indonesia itu terjadi pada tahun 2012.
5 Pada tahun 2015, ekspor kakao Indonesia menurun dikarenakan kualitas yang kurang baik. Kualitas produk olahan kakao yang dihasilkan sangat tergantung kepada kualitas biji kakao dan proses pengolahan. Salah satu faktor yang sangat menentukan adalah proses fermentasi biji kakao. Kakao Indonesia khususnya yang dihasilkan oleh rakyat, dihargai paling rendah di pasaran Internasional, karena didominasi oleh biji-biji non fermentasi. Petani lebih memilih non fermentasi karena mereka lebih cepat dalam mendapat keuntungan ketimbang harus menunggu hasil fermentasi kakao memakan waktu yang cukup lama. Dibalik kualitas kakao Indonesia yang kurang baik, Indonesia tetap melakukan ekspor kakao dikarenakan ada 6 alasan lain, yaitu: 1. Ketersediaan dan kemudahan akses terhadap sumber permodalan 2. Tingkat konsumsi dalam negeri 3. Lemahnya industri pendukung khususnya industri benih/pembibitan kakao 4. Standarisasi mutu 5. Intensitas persaingan antara produsen kakao dalam negeri 6. Kesempatan atau peluang yaitu trend konsumsi kakao dunia yang terus meningkat
1.2
Formulasi Masalah 1. Apakah pengaruh antara jumlah produksi dengan kenaikan/penurunan ekspor kakao Indonesia? 2. Apakah pengaruh antara luas areal dengan kenaikan/penurunan ekspor kakao Indonesia ? 3. Apakah pengaruh antara harga dengan kenaikan/penurunan ekspor kakao Indonesia? 4. Bagaimana pengaruh jumlah produksi dan luas areal bisa mempengaruhi kenaikan/penurunan ekspor kakao? 5. Bagaimana pengaruh luas areal dan harga kakao bisa mempengaruhi kenaikan/penurunan ekspor kakao? 6. Bagaimana pengaruh jumlah produksi dan harga kakao bisa mempengaruhi kenaikan/penurunan ekspor kakao?
6 7. Bagaimana pengaruh jumlah produksi, luas areal dan harga kakao
bisa
mempengaruhi kenaikan/penurunan ekspor kakao?
1.3
Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah dan latar belakang dari penelitian ini, maka peneliti mempunyai tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah : 1.
Untuk mengetahui apakah jumlah produksi kakao mencukupi untuk kebutuhan ekspor kakao Indonesia dan apakah mempengaruhi volume ekspor
2.
Untuk mengetahui jumlah luas areal di Indonesia mencukupi untuk penanaman kakao atau tidak dan mempengaruhi volume ekspor atau tidak
3.
Untuk mengetahui apakah harga jual kakao yang fluktuatif mempengaruhi jumlah volume ekspor kakao Indonesia
4.
Untuk mengetahui apakah jumlah produksi dan luas lahan kakao mempengaruhi volume ekspor kakao Indonesia
5.
Untuk mengetahui apakah luas lahan kakao dan harga kakao mempengaruhi terhadap volume ekspor kakao Indonesia
6.
Untuk mengetahui apakah jumlah produksi dan harga kakao mempengaruhi terhadap volume ekspor kakao Indonesia
7.
Untuk mengetahui apakah jumlah produksi, luas lahan dan harga kakao mempengaruhi terhadap volume ekspor kakao Indonesia
1.4
Manfaat Penelitian
Dengan diadakannya penelitian ini, maka dapat diharapkan akan memberikan manfaat antara lain : 1.
Bagi penulis, dapat berguna untuk menambah pengetahuan tentang faktorfaktor yang dapat mempengaruhi ekspor kakao Indonesia
2.
Bagi pembaca, hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan referensi untuk penelitian yang selanjutnya.
3.
Bagi pihak akademik, hasil penelitian ini dapat menjadi bahan referensi untuk
7 penelitian selanjutnya dan menambah pengetahuan di sektor komoditi kakao Indonesia
1.5
Ruang Lingkup
Penelitian dapat dilakukan dengan batasan ruang lingkup sebagai berikut : 1. Data yang di analisis dalam periode tahun 2009 sampai dengan 2013 2. Data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) atau pada web www.bps.go.id 3. Data yang diperoleh dari Direktorat Jendral Perkebunan tahun 2009-2013 4. Data yang diperoleh dari web kakao internasional icco.org 5. Data yang diperoleh dari buku mengenai kakao dan yang berhubungan dengan topik skripsi penulis
8 1.6
State of Art
Tabel 1.2 State Of The Art No
Nama Jurnal
1
International
Competitiveness
Journal
of
of
Cocoa
Trade,
Export in the
eksport
Economics
World Market
kakao
(cocoa
and
bean)
yang
Finance,
dialami
Vol.
Indonesia,
4,
dimana
No.
Indonesia
5,
bersaing dengan
October
Ghana
2013
Nigeria
2
Judul Jurnal
Contributed
The
paper
Export
Penulis
Keterangan
Amzul Rifin
Isi dari jurnal ini
Indonesia’s
adalah mengenai
Beans
persaingan biji
dan
Effect
of Amzul Rifin
Dalam jurnal ini
Tax
on Departement
dibahas
prepared for Indonesia’s Cocoa
of
mengenai export
presentation
Export
Agribusiness,
tax
at the
Competitiveness
Faculty
cocoa,
of membandingkan
57th
Economics
produksi ketiga
AARES
and
Negara produsen
Annual
Management,
cocoa
Conference,
Bogor
Indonesia Ghana
Sydney,
Agricultural
dan
New
University,
pertumbuhan
Wales,
Indonesia
ekspor cocoa ,
5th-8th
Dahlia Nauly
jumlah produksi
February
Master
cocoa
South
yaitu
Nigeria
,
tiap
9 , 2013
Student,
Negara , pasar
Agribusiness
untuk
cocoa
Program,
sendiri
Negara
Syarif
apa saja.
Hidayatullah State Islamic University ,
Jakarta
Indonesia
3
of -Anggita
Analisis
Analysis
Perdagangan
Indonesian Cocoa Tresliyana
Kakao
Trade
in Suryana,
Indonesia di International Market
Pasar Internasional
Perdagangan kakao Indonesia yang mengalami
-Anna
perkembangan
Fariyanti,
yang
-Amzul Rifin
disertai
baik
kebijakan
dari
pemerintah yang mendukung untuk mengembangkan kakao Indonesia
4
Impact
Of -Abdul Muis Peningkatan
Pengaruh
The
Pencapaian
Export Tax And Hasibuan
Kebijakan
Cocos
Penerapan
Program
Gernas -Rita
Bea Ekspor Achievement dan
Gernas Cocoa
Nurmalina To -Agus Wahyudi
industry yang
hilir penting
untuk meningkatkan daya
saing
Kakao
Downstream
produk kakao di
Terhadap
Industry
pasar
10 Kinerja
Performamce And
internasiona. Hal ini
Industri Hilir Farmers Revenue
dilakukan
dengan program Gernas dan
Kakao
Kebijakan
Tarif
Ekspor
yang memberikan pengaruh negative terhadap -
5
para
petani
-Ratna Puspita Berisi beberapa
Pengaruh
Pengaruh
Produksi
Produksi
Kakao
Domestik, Harga Hidayat
harga , produksi
Domestik,
Kakao
serta
Harga
Internasional dan
menjelaskan
Kakao
Nilai
Tukar
hubungan antara
Internasional Terhadap Ekspor
Produksi Kakao
dan
Nilai kakao
Tukar
ke
Terhadap
Serikat
Kakao -Kadarisman
-Edy Yulianto
Indonesia Amerika
teori
mengenai
domestic terhadap ekspor kakao
dan
Ekspor
dampaknya
kakao
seperti
Indonesia ke
menjelaskan
Amerika
juga
Serikat
harga
apa,
hubungan kakao
dengan kegiatan ekspor. Menjelaskan pula
mengenai
regresi berganda
11 yang
dipakai
sebagai metode dalam jurnal. Serta penjelasam uji asumsi klasik (normalitas, autokorelasi) .
6
Peningkatan
Peningkatan
Produksi dan Produksi Pengembang an
dan Siswanto
Pengembangan
Kakao Kakao
(Theobroma
Rubiyo
Indonesia
dan Membahas mengenai variabel
di
produksi,
luas
areal serta harga
cacao L.) di
dan
Indonesia
ekspor.
volume
Membahas pula mengenai Gernas yang
Kakao menjadi
program
dari
pemerintah
,
alasan mengapa produksi kakao rendah, dan
hama penyakit
yang menyerang kakao. Perkembangan produksi kakao dunia
juga
dijelaskan serta konsumsi di luar negeri
seperti
12 apa Menjelaskan pula
bahwa
produksi kakao berpengatuh pada luas lahan kakao
dan
mengelelo tanaman
kakao
agar berkualitas.
lebih
13
vi