BAB 1 Konsep Dasar
1
BAB 2 Solusi Persamaan Fungsi Polinomial
2
BAB 3 Interpolasi dan Aproksimasi Polinomial
3
BAB 4 Metoda Numeris untuk Sistem Nonlinier
4
BAB 5 Metoda Numeris Untuk Masalah Nilai Awal Gerak harmonis pendulum (bandul), sebagaimana digambarkan dibawah ini, menunjukkan masalah nilai awal dengan PD order 2. d2 + g sin = 0 dt2 L (t0) = 0 (t0) = 0 Dapat juga ditulis sebagai ddt22 + Lg = 0, bila sangat kecil sekali. Dalam 0
0
L θ
hal ini L adalah panjang tali pendulum, g gravitasi bumi dan sudut antara pendulum dengan posisi setimbang. Selanjutnya solusi analitik terhadap persamaan difrensial ini tidak efektif dilakukan, mengingat persamaan itu tidak linier. Dengan demikian metoda numeris sangat dibutuhkan. 67
BAB 5. METODA NUMERIS UNTUK MASALAH NILAI AWAL
68
Persamaan difrensial biasa order pertama dapat disajikan dalam bentuk berikut
dy = f (x y) atau y = f (x y): dx
(5.1)
0
Solusi dari persamaan ini adalah y(x) yang memenuhi persamaan y (x) = f ( y(x)) 0
di semua titik pada interval domain a b]. Selanjutnya persamaan (5.1) dikatakan merupakan masalah nilai awal bila solusi itu memenuhi nilai awal y(a) = y0, sehingga persamaan itu dapat digambarkan sebagai
y = f (x y) a x b 0
y(a) = y0: Kemudian bila persamaan ini terdiri dari lebih dari satu persamaan yang saling terkait maka dikatagorikan sebagai sistem persamaan difrensial. Sistem persamaan difrensial order pertama disajikan sebagai berikut.
y1 = f1(t y1 y2 : : : yn) 0
y2 = f2(t y1 y2 : : : yn) ... 0
yn = fn(t y1 y2 : : : yn): 0
Atau dalam bentuk umum dapat disajikan sebagai
yi = fi (t y1 y2 : : : yn) i = 1 2 : : : n dan a t b: 0
(5.2)
dengan nilai awal y1(a) = 1 y1(a) = 2 : : : y1(a) = n . Metoda numeris pada umumnya diterapkan dalam menyelesaikan sistem persamaan difrensial order satu ini. Sehingga bila fenomena yang dihadapi adalah sistem persamaan difrensial order n maka haruslah ditransformasikan terlebih dahulu kedalam sistem persamaan difrensial order satu.
BAB 5. METODA NUMERIS UNTUK MASALAH NILAI AWAL
69
Contoh 5.0.1 Transformasikan sistem persamaan difrensial dibawah ini dalam sistem persamaan difrensial order satu.
u + u v = xv v + v + 1 +u x = cos x 000
00
0
0
dimana u(0) = ;1 u (0) = 1 u (0) = 1 v (0) = 1 0
00
Penyelesaian 5.0.1 Misal y1 = u y2 = u y3 = u dan y4 = v, maka 0
00
y1 = u = y2 0
0
y2 = u = y3 0
00
y3 = u = xy4 ; y3(cos x ; y4 ; 1 y+1 x ) y4 = v = cos x ; y4 ; 1 y+1 x : 0
000
0
0
Nilai awal seakarang adalah y1(0) = ;1 y2(0) = 1 y3 (0) = 1 y4(0) = 1.
5.1 Teori Dasar Sebelum menyelesaikan suatu model persamaan difrensial terlebih dahulu harus diselidiki apakah persamaan itu mempunyai solusi (existence) atau tidak dan bila solusi itu ada apakah solusi itu tunggal (uniqueness) atau trivial. Pertanyaan ini merupakan hal yang sangat penting untuk didahulukan mengingat betapa kompleknya suatu model fenomena riel yang banyak dimungkinkan tidak dapat diselesaikan dengan metoda analitik ataupun kualitatif.
De nisi 5.1.1 (Sarat Lipschitz) Suatu fungsi f (t y) dikatakan memenuhi sarat Lipschitz dalam variabel y di suatu domain D 2 R2 jika ada konstanta L > 0
BAB 5. METODA NUMERIS UNTUK MASALAH NILAI AWAL
70
sedemikian hingga
jjf (t y1) ; f (t y2)jj Ljjy1 ; y2jj untuk sebarang (t y1) (t y2) 2 D. Selanjutnya konstanta L disebut sebagai konstanta Lipschitz.
De nisi 5.1.2 (Konvek) Suatu himpunan D 2 R2 dikatakn konvek bila untuk sebarang (t y1) (t y2) 2 D maka titik ((1 ; )t1 + t2 (1 ; )y1 + y2 ) juga merupakan elemen dari D untuk 2 0 1]. Secara geometris dapat digambarkan sebagai berikut
(t , y ) 1
1
(t , y ) (t , y ) 2
2
Konvek
1
1
(t 2 , y 2 ) Tidak Konvek
Gambar 5.1: Diagram kekonvekan untuk D 2 R2
Teorema 5.1.1 Andaikata f (t y) terdenisi dalam himpunan konvek D 2 R2 dan ada konstanta L > 0 dimana
df (t y) L untuk semua (t y) 2 D dy
(5.3)
maka f memenuhi suatu sarat Lipschitz.
Teorema 5.1.2 Misal D = f(t y)ja t b ;1 y 1g dan f (t y) adalah fungsi kontinyu dalam D, kemudian bila f memenuhi sarat Lipschitz dalam variabel y maka masalah nilai awal
y (t) = f (t y) a t b y(a) = 0
BAB 5. METODA NUMERIS UNTUK MASALAH NILAI AWAL
71
mempunyai solusi tunggal y (t) untuk a t b.
Contoh 5.1.1 y = 1 + t sin(ty) 0 t 2 y(0) = 0. Tentukan apakah 0
persamaan ini mempunyai solusi tunggal.
Penyelesaian 5.1.1 f (t y) = 1 + t sin(ty), kemudian terapkan teorema nilai rata-rata pada buku "Analisa Numerik I" yaitu untuk sebarang y1 < y2, maka ada bilangan 2 (y1 y2) sedmikian hingga
f (t y2) ; f (t y1) = @ f (t ) = t2 cos(t): y2 ; y1 @y Kemudian
f (t y2) ; f (t y1) = (y2 ; y1)t2 cos(t)
jjf (t y2) ; f (t y1)jj = jj(y2 ; y1)t2 cos(t)jj jjy2 ; y1jjjjt2 cos(t)jj jjy2 ; y1jjjj 0max t2 cos(t)jj t 2
= 4jjy2 ; y1jj:
Degan demikian sarat Lipschitz terpenuhi yaitu jjf (t y1) ; f (t y2)jj Ljjy1 ; y2jj, dimana konstanta Lipschitznya adalah L = 4, berarti persamaan itu mempunyai solusi tunggal.
5.2 Beberapa Metoda Numeris Ada beberapa metoda numeris yang dapat digunakan dalam menyelesaikan masalah nilai awal. Metoda-metoda ini dikembangkan dan dikaji berdasarkan
BAB 5. METODA NUMERIS UNTUK MASALAH NILAI AWAL
72
ekspansi deret Taylor.
f (x) pn (x) + Rn+1(x) n pn (x) = f (x0) + (x ;1!x0) f (x0) + + (x ;n!x0) f (n)(x0) Z x 1 Rn+1 (x) = n! (x ; t)nf (n+1) (t)dt x0 )n+1 f (n+1)() = (x(n;+x01)! 0
(5.4) (5.5) (5.6) (5.7)
untuk antara x0 dan x. Selanjutnya kita mulai dengan masalah
y = f (x y) a x b y(a) = y0 0
(5.8)
Solusi numeris terhadap masalah ini diperoleh dengan membagi doain itu a b] kedalam grid yakni
xi = a + ih i = 0 1 : : : n h = (b ; a)=n: Dengan demikian x0 = a, dan xn = b, sedangkan h disebut besarnya grid (stepsize). Solusi numerisnya adalah himpunan dari nilai grid
y0 = y(x0 = a) y1 y2 : : : yn
(5.9)
Nilai-nilai ini dihitung secara berurutan kemudian hasilnya dipakai sebagai aproksimasi terhadap solusi eksak y(x) sedemikian hingga
yn y(xn) n = 0 1 2 : : : n: 5.2.1 Metoda Euler
Deret Taylor secara umum adalah
f (x) f (x0) + (x ;1!x0) f (x0) + (x ;2!x0) f (2)(x0) + : : : : 0
2
BAB 5. METODA NUMERIS UNTUK MASALAH NILAI AWAL
73
Bila x = x1 maka
x0) y (x ) + (x1 ; x0) y (x ) + : : : y(x1) = y(x0) + (x1 ; 0 0 1! 2! 2
0
00
sedangkan x1 ; x0 = h sehingga secara berurutan disetiap grid dirumuskan
y(xn+1) = y(xn) + (xn+11!; xn) y (xn) + (xn+12!; xn) y (xn ) + : : : 2 3 y(xn+1) = y(xn) + 1!h y (xn) + h2! y (xn) + h3! y (xn) + : : : 2
0
0
00
00
000
Formulasi Euler memandang bahwa suku-suku setelah suku kedua dapat dipenggal (truncation) mengingat h2!2 h3!3 : : : hnn! akan mendekati nol, sebagai gantinya kita hitung
y(xn+1) = y(xn) + 1!h y (xn) 0
yn+1 = yn + hf (xn yn)
(5.10)
secara berulang. Rumus ini kemudian disebut dengan Metoda Euler.
De nisi 5.2.1 (Kesalahan global) Kesalahan global didenisikan sebagai en := y(xn) ; yn De nisi 5.2.2 (Konvergen) Suatu metoda dikatakan konvergen bila max jjy(xi) ; yijj ! 0 untuk h ! 0
0in
De nisi 5.2.3 (Kesalahan Pemenggalan Lokal) Kesalahan pemenggalan lokal adalah kesalahan yang ditimbulkan oleh perumusan suatu metoda dalam bentuk
ln := y(xn+k ) ; yn+k .
De nisi 5.2.4 (Order) Suatu metoda dikatakan berorder p bila ln := O(hp+1).
BAB 5. METODA NUMERIS UNTUK MASALAH NILAI AWAL
74
De nisi 5.2.5 (Konsisten) Suatu metoda dikatakan konsisten bila ordernya minimal satu.
Dapat dibuktikan bahwa metoda Euler adalah berorder satu, hal ini dapat ditelusuri dengan menentukan kesalahan pemenggalan lokal dari metoda tersebut, dengan memperluas rumusan Taylor
xn = x0 + nh xn+1 = x0 + (n + 1)h yn+1 y(xn+1)
2 3 y(xn+1) = y(xn) + 1!h y (xn) + h2! y (xn ) + h3! y (xn) + : : : 2 3 y(xn 1) = y(xn) ; 1!h y (xn) + h2! y (xn) ; h3! y (xn ) + : : :
(5.11)
0
00
000
(5.12)
0
00
000
(5.13)
;
(5.14)
Sehingga kesalahan pemenggalan lokal adalah 2 h h ln := y(xn+1) ; yn+1 = (y(xn) + 1! y (xn) + 2! y (xn) + : : : ) ; y(xn) ; hy (xn) 2 ln := h2! y (xn) + : : : 0
00
0
0
ln := O(h1+1):
Kemudian suatu metoda harus teruji keakurasiannya dengan meneliti apakah kesalahan yang ditimbulkan dalam perhitungan semakin mengecil pada setiap iterasi (konvergen) artinya untuk h ! 0 maka kesalahan global en dari Euler harus mendekati 0. Selanjutnya bila suatu metoda memiliki sifat ini dikatakan bahwa metoda itu memenuhi prinsip dasar (principal property) yang harus dipenuhi.
BAB 5. METODA NUMERIS UNTUK MASALAH NILAI AWAL
75
Teorema 5.2.1 Disebarang titik grid xn dalam a b] kesalahan global dari metoda Euler memenuhi sifat 2 (b jjenjj hM 2L (e
a)L ; 1)
(5.15)
;
dimana L adalah konstanta Lipschitz dan
jjy (x)jj M2 a x b: 00
Bukti 5.2.1 Solusi numeris metoda Euler yn+1 = yn + hf (xn yn) dan ekpansi Taylor 2 y(xn+1) = y(xn) + 1!h y (xn) + h2! y (n) xn n xn+1: 0
00
Suku terakhir dari deret ini merupakan ekspresi dari kesalahan pemenggalan lokal. Kurangkan kedua rumus itu dan gunakan terorema sarat Lipschitz diperoleh 2 h jjen+1jj jjenjj(1 + hL) + 2 M2
Selanjutnya gunakan fakta bahwa jje0jj = 0 jje1 jj
h2 M 2
2
dan jje2jj (1 +
hL) h22 M2, sehingga
jjenjj h2 M2(1 + (1 + hL) + + (1 + hL)n 1 ): 2
;
Dengan menggunakan rumus jumlah deret geometri, didapat 2 )n ; 1 jjenjj h2 M2 (1(1++hL hL) ; 1 2 n = h M (1 + hL) ; 1
2 2 hL h = 2L M2((1 + hL)n ; 1)
BAB 5. METODA NUMERIS UNTUK MASALAH NILAI AWAL
76
Kita memahami bahwa untuk h L > 0 berlaku
(1 + hL)n enhL sedang xn = x0 + (n)h atau h = xn n x0 sehingga ;
enhL = e(xn
;
x0 )L
e(b
a)L
;
sehingga
jjenjj 2hL M2(e(b
a)L ; 1)
;
Jelas disini
lim0 jjenjj = 0:
h
!
Dengan demikian dikatakan bahwa metoda Euler adalah konvergen. 2
Contoh 5.2.1 Gunakan metoda Euler untuk menyelesaikan persamaan difrensial berikut
8 > < > :
dy dt
= f (t y) = y ; t 0 t 1
y(0) = 0:5
Penyelesaian 5.2.1 Solusi analitik dari persamaan ini adalah y(t) = t + 1 ; 0:5et. Selanjutnya dengan menetapkan h = 0:1 dapat dihitung solusi numeris sebagai berikut.
n = 0 ! t0 = 0 dan y0 = 0:5 y1 = y0 + hf (x0 y0) = 0:5 + 0:1f (0 0:5) = 0:5500 n = 1 ! t1 = 0 + 1 0:1 dan y1 = 0:5500 y2 = y1 + hf (x1 y1) = 0:5500 + 0:1f (0:1 0:5500) = 0:5950 dan seterusnya. Lakukan dengan cara yang sama sehingga diperoleh tabel berikut ini
BAB 5. METODA NUMERIS UNTUK MASALAH NILAI AWAL tn 0.0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1.0
yn 0.5000 0.5500 0.5950 0.6345 0.6679 0.6947 0.7142 0.7256 0.7282 0.7210 0.7031
y(tn) 0.5000 0.5474 0.5893 0.6251 0.6541 0.6756 0.6889 0.6931 0.6872 0.6702 0.6409
77
en 0.0000 0.0026 0.0057 0.0094 0.0138 0.0191 0.0253 0.0325 0.0410 0.0508 0.0622
Dalam visualisasi gras kedua solusi itu dapat dibandingkan sebagai berikut 0.75
0.7
0.65
0.6
__ : Solusi numeris y_n 0.55
0.5 0
oo : Solusi analitik y(x)
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0.7
0.8
0.9
1
Gambar 5.2: Metoda Euler dalam grak 5.2.2 Metoda Runge-Kutta
Metoda Euler adalah metoda yang cukup lama dikenal, namun demikian keakura-sian metoda ini masih perlu dipertimbangkan untuk kategori persoalan yang sedekit lebih komplek. Metoda ini hanya bekerja dengan baik pada awalawal interval domain selanjutnya diujung akhir interval domain biasanya mengalami osilasi yang cukup besar (perhatikan gambar 5.2). Untuk meningkatkan keakurasian metoda ini diperlukan proses bertahap dengan mengasumsikan suatu
BAB 5. METODA NUMERIS UNTUK MASALAH NILAI AWAL
78
estimasi awal y^n+1 , kemudian tentukan nilai dari turunan di ujung grid xn de-ngan menghitung f (xn+1 y^n+1 ). Selanjutnya selesaikan langkah berikutnya dengan menggunakan rumus rata-rata dua gradien, yang diberikan berikut ini
y^n+1 = yn + hf (xn yn) yn+1 = yn + h2 (f (xn yn) + f (xn+1 y^n+1)) Teknik seperti ini lebih akurat daripada metoda Euler. Metoda Runge Kutta mengadobsi teknik diatas dengan representasi sebagai berikut
k1 = f (xn yn) k2 = f (xn + c2h yn + ha21k1) yn+1 = yn + h(k1 + k2): Selanjutnya secara umum dapat disajikan dalam bentuk
k1 = f (xn yn) ki = f (xn + cih yn + h yn+1 = yn + h
m X i=1
i;1 X j
aij kj ) i = 1 2 : : : m
biki:
(5.16)
Dengan istilah lain metoda ini terkenal dengan nama metoda Ekpslisit Runge
Kutta, dan dapat direpresentasikan dalam bentuk tabel berikut dimana ci =
Pm
j =1 aij
dan
Pm
i=1 bi
= 1. Dengan kata lain dapatlah disajikan
dalam bentuk Sebagai contoh metoda Runge-Kutta dua tahap adalah
BAB 5. METODA NUMERIS UNTUK MASALAH NILAI AWAL
79
0 c2 a21 c3 a31 a32 ... . . . ... ... cm am1 am2 : : : amm 1 b1 b2 : : : bm 1 bm ;
;
c A bT Dengan demikian dapatlah diuraikan
k1 = f (x0 y0) k2 = f (x0 + h y0 + hk1) yn+1 = yn + 12 h(k1 + k2):
(5.17)
Kondisi dari Order Runge-Kutta Order dari metoda Runge-Kutta ditunjukkan dengan jumlah tahap dari metoda tersebut. Contoh diatas adalah metoda Runge-Kutta dua tahap, berarti order dari metoda itu adalah 2. Selanjutnya setiap order metode ini menunjukkan kondisi yang berbeda dari hubungan antara elemen matrik A, vektor c dan b. 0 1 1 1 2
1 2
BAB 5. METODA NUMERIS UNTUK MASALAH NILAI AWAL
80
Teorema 5.2.2 Metoda Runge-Kutta dua tahap yang sekaligus berorder 2 mempunyai sifat sebagai berikut:
a21 = c2 b1 + b2 = 1 b2c2 = 12
Bukti 5.2.2 Persamaan difrensial adalah y = f (x y) y(x0) = y0: 0
Gunakan aturan Chain yakni untuk turunan partial
y = fx + fy y = fx + fy f
(5.18)
y
(5.19)
00
0
= fxx + 2fxy f + fyy f 2 + fy (fx + fy f ) @ + n @ )f f (x + m y + n) = f (x y) + (m @x @y @ @ 1 + 2 (m @x + n @y )2f + : : : 000
(5.20)
Sekarang ingat ekspansi Taylor 2 3 y(xn+1) = y(xn) + 1!h y (xn) + h2! y (xn) + h3! y (xn) + : : : 2 3 y(x1) = y(x0) + hy (x0) + h2 y (x0) + h6 y (x0) + : : : 0
0
00
00
000
000
Perluas k1 dan k2
k2 = f (x0 + c2h y0 + ha21f ) = f (x0 y0) + h(c2fx + a21ffy )(x0 y0) h2 (c2f + 2c a ff + a2 f 2f )(x y ) + : : : 2 21 xy yy 0 0 21 2 2 xx
(5.21)
BAB 5. METODA NUMERIS UNTUK MASALAH NILAI AWAL
81
Kemudian substitusikan k1 dan k2 kedalam (5.17) dengan mempertimbangkan nilai awal y (x0) = y0.
y1 = y0 + h(b1 + b2)f (x0 y0) + h2b2(c2fx + a21ffy )(x0 y0) 3 + h2 b2(c22fxx + 2c2 a21ffxy + a221f 2 fyy )(x0 y0) + : : : y1 y(x0) + h(b1 + b2)y (x0) + h2b2(c2fx + a21ffy )(x0 y0) 3 + h2 b2(c22fxx + 2c2 a21ffxy + a221f 2 fyy )(x0 y0) + : : : 0
(5.22)
Suatu metoda dikatakan berorder p bila ln := O(hp+1). Dengan demikian untuk order 2 dalam metoda ini, selisih persamaan (5.21) dan (5.22) atau kesalahan pemenggalan lokal l0 = y (x1) ; y1 = O(h2+1), lihat denisi (5.2.3). Artinya suku-suku dari l0 sebelum O(h2+1 ) harus dinolkan. Untuk memenuhi ini maka tidak ada jalan lain pada persamaan (5.22) harus mempunyai sifat
a21 = c2 b1 + b2 = 1 b2c2 = 12
2
Sifat kekonvergenan dari metoda ini dapat dianalisa dengan membuktikan teorema berikut ini.
Teorema 5.2.3 Disebarang titik grid xn dalam a b] kesalahan global dari metoda Runge-Kutta berorder p memenuhi sifat
jjenjj h M^p+1 (e(b p
CL
dimana L^ adalah konstanta Lipschitz.
a)L^ ; 1)
;
(5.23)
BAB 5. METODA NUMERIS UNTUK MASALAH NILAI AWAL
82
Buktikan dengan cara yang tidak jauh berbeda dengan pembuktian kekonvergenan pada metoda Euler, dan bila benar maka lim0 jjenjj = 0
h
!
sehingga metoda Runge-Kutta adalah metoda yang konvergen.
Contoh 5.2.2 Gunakan metoda Runge-Kutta order 2 untuk menyelesaikan persamaan yang tertera dalam contoh (5.1.1)
Penyelesaian 5.2.2 Dengan memanfaatkan rumus yang diberikan pada (5.17) didapat tabel solusi numeris sebagai berikut.
tn 0.0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1.0
yn 0.5000 0.5475 0.5895 0.6254 0.6546 0.6763 0.6898 0.6942 0.6886 0.6719 0.6429
y(tn) 0.5000 0.5474 0.5893 0.6251 0.6541 0.6756 0.6889 0.6931 0.6872 0.6702 0.6409
en 0.0000 0.0001 0.0002 0.0003 0.0005 0.0007 0.0009 0.0011 0.0014 0.0017 0.0020
Tabel 5.1: Data hasil eksekusi program metoda Runge-Kutta
BAB 5. METODA NUMERIS UNTUK MASALAH NILAI AWAL
83
Dalam grak dapat digambarkan sebagai berikut 0.7 0.68 0.66 0.64 0.62 0.6 0.58 __ : Solusi numeris
0.56
oo : Solusi analitik 0.54 0.52 0.5 0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0.7
0.8
0.9
1
Gambar 5.3: Metoda Runge-Kutta order 2 Bila kita bandingkan dengan gambar 5.2 maka metoda Runge-Kutta jelas memberikan perbedaan yang segnikan. Solusi dari metoda ini, yn , menginterpolasi y(xn) dengan akurat diseluruh interval domain. Berbeda dengan metoda Euler yang akurasinya hanya ditunjukkan pada awal interval domain. Dengan demikian interpolasi oleh hasil metoda ini tidak mengalami osilasi. 5.2.3 Metoda Multistep Linier (MML)
Metoda ini berada dalam satu kelas dengan metoda Runge-Kutta. Dalam arti tingkat keakurasiannya sama-sama berada diatas level metoda Euler. Sedangkan perbandingan dengan metoda Runge-Kutta sendiri tidak dapat dibandingkan, hal ini tergantung kepada kompleknya persoalan. Secara umum metoda multistep didenisikan sebagai berikut k X i=0
iyn+i = h
k X i=0
ifn+i :
(5.24)
Bila k = 0 maka metoda ini dikatakan multistep eksplisit dan jika tidak disebut
implisit. Selanjutnya metoda ini dapat dispesikasikan kedalam dua bentuk
BAB 5. METODA NUMERIS UNTUK MASALAH NILAI AWAL
84
polinomial, yang dinotasikan dengan dan .
(s) = k sk + k 1sk 1 + + 0 (ruas kiri) ;
;
dan
(s) = ksk + k 1sk 1 + + 0 (ruas kanan) ;
;
Dengan demikian untuk metoda Euler, dapatlah disajikan dalam bentuk ( ) (s ; 1 1), yang kemudian disebut metoda satu step.
Kondisi dari Order MML De nisi 5.2.6 (Kesalahan pemenggalan lokal) Kesalahan pemenggalan lokal untuk MML didenisikan sebagai berikut k X
ln =
i=0
k X
=
i=0
iy(xn+i) ; h iy(xn+i) ; h
k X i=0
k X i=0
if (xn+i y(xn+i)) iy (xn+i):
(5.25)
0
Rumus ini tidak berbeda dengan denisi (5.2.3), dengan demikian sesuai dengan konsep ekspansi Taylor dapatlah ditulis 2 3 y(xn+i) = y(xn) + i 1!h y (xn) + (ih2!) y (xn) + (ih3!) y (xn) + : : : 2 3 y (xn+i) = y (xn) + i 1!h y (xn) + (ih2!) y (xn) + (ih3!) y (xn ) + : : : 0
0
0
00
00
000
000
0000
maka k X
2 3 ln = i y(xn) + i 1!h y (xn) + (ih2!) y (xn) + (ih3!) y (xn) + : : : i=0 k 2 3 X h ( ih ) ( ih ) ;h i y (xn) + i 1! y (xn) + 2! y (xn ) + 3! y (xn) + : : : i=0 0
0
00
00
000
000
0000
BAB 5. METODA NUMERIS UNTUK MASALAH NILAI AWAL
85
Kelompokkan semua suku yang mempunyai order h yang sama sehingga diperoleh 2 ln = C0y(xn) + C1hy (xn) + C2 h2! y (xn) + : : : 0
00
dimana
C0 = k + k 1 + + 0 C1 = C2 = ...
Cq =
k X i=0 k X i=0 k X i=0
;
ii ;
k X i=0
i2i ; 2 iq
i;q
i
k X i=0
k X i=0
i i iq 1 i q = 2 3 : : : p p + 1 : : : s: ;
Kemudian suatu metoda dikatakan berorder p bila
C0 = C1 = = Cp = 0 sedang Cp+1 6= 0
Contoh 5.2.3 Buktikan bahwa MML berikut ini konsisten dalam order 3. yn+2 + 4yn+1 ; 5yn = h(4fn+1 + 2fn )
Penyelesaian 5.2.3 Gunakan sifat-sifat (5.11),(5.12) dan (5.13) sehingga didapat
ln = yn+2 + 4yn+1 ; 5yn ; 4hfn+1 + 2hfn
y(xn+2) + 4y(xn+1) ; 5y(xn) ; 4hy (xn+1) ; 2hy (xn) 0
0
BAB 5. METODA NUMERIS UNTUK MASALAH NILAI AWAL
86
Sederhanakan kedalam y (xn+1)
2 3 4 ln = y(xn+1) + 1!h y (xn+1) + h2! y (xn+1) + h3! y (xn+1 ) + h4! y (xn+1 ) + : : : 2 3 +4y(xn+1 ) ; 5 y(xn+1) ; 1!h y (xn+1 ) + h2! y (xn+1) ; h3! y (xn+1 ) 2 4 h + 4! y (xn+1) + : : : ; 4hy (xn+1) ; 2h y (xn+1) ; 1!h y (xn+1 ) + h2! y (xn+1) 3 h ; 3! y (xn+1) + : : : 0
00
0
0000
0
000
0000
00
000
0
00
000
0000
Dengan mengelompokkan suku-suku yang sama diperoleh
ln = 4 4!h y (xn+1) + : : : = h6 y (xn+1 ) + = O(h3+1) 0000
0000
Sehingga terbukti bahwa MML diatas adalah order 3.
Tidak dapat dipastikan bahwa bila suatu metoda konsisten akan secara otomatis metoda itu konvergen. Oleh karena itu kita membutuhkan sarat lain yaitu nol-stabil
De nisi 5.2.7 (Nol-stabil) Suatu metoda dikatakan memiliki sifat nol-stabil atau memenuhi kondisi akar bila akar dari (s) = 0 memenuhi sifat jsn j 1. Bila semua sn = 1 maka metoda itu dikatakan sangat stabil.
Teorema 5.2.4 Bila MML memenuhi sifat konsisten dan sekaligus nol-stabil maka metoda itu dikatakan konvergen. konsisten + nol-stabil , konvergen
Teorema 5.2.5 Order maksimum dari MML k-step adalah 2k untuk implisit dan 2k ; 1 untuk eksplisit. Kemudian MML implisit k -step dengan order p yang
BAB 5. METODA NUMERIS UNTUK MASALAH NILAI AWAL
87
mempunyai sifat nol-stabil akan memenuhi sifat p k + 2 untuk k genap dan
p k + 1 untuk k ganjil, sedangkan MML eksplisit k-step memenuhi sifat p k. Berikut ini beberapa contoh MML yang banyak dipakai 1. MML eksplisit (a) yn+1 = yn + hfn order 1, dan MML 1-step (b) yn+2 = yn+1 + h2 (3fn+1 ; fn ) order 2, dan MML 2-step (c) yn+3 = yn+2 + 12h (23fn+2 ; 16fn+1 + 5fn ) order 3, dan MML 3-step 2. MML implisit (a) yn+1 = yn + h2 (fn+1 + fn) order 2, dan MML 1-step (b) yn+2 = yn+1 + 12h (5fn+2 + 8fn+1 ; fn ) order 3, dan MML 2-step (c) yn+3 = yn+2 + 24h (9fn+3 + 19fn+2 ; 5fn+1 + fn ) order 4, dan MML 3-step
Contoh 5.2.4 Buktikan bahwa beberapa contoh MML eksplisit maupun implisit diatas memenuhi sifat konsistensi dan nol stabil.
5.3 Kesimpulan Ada beberapa kesimpulan yang dapat dirangkum dalam modul ini, diantaranya adalah:
Bentuk umum sistem PDB order pertama adalah yi = fi (t y1 y2 : : : yn) i = 1 2 : : : n dan a t b: (5.26) 0
dengan nilai awal y1(a) = 1 y1(a) = 2 : : : y1(a) = n .
BAB 5. METODA NUMERIS UNTUK MASALAH NILAI AWAL
88
Misal D = f(t y)ja t b ;1 y 1g dan f (t y) adalah fungsi kontinyu dalam D, kemudian bila f memenuhi sarat Lipschitz dalam variabel
y, yaitu
jjf (t y1) ; f (t y2)jj Ljjy1 ; y2jj untuk sebarang (t y1) (t y2) 2 D dan konstanta L > 0, maka
y (t) = f (t y) a t b y(a) = 0
mempunyai solusi tunggal y(t) untuk a t b.
Beberapa metoda numeris yang dapat dipakai untuk menyelesaikan PDB dengan masalah nilai awal adalah 1. Metoda Euler
y(xn+1) = y(xn) + 1!h y (xn) 0
yn+1 = yn + hf (xn yn)
(5.27)
2. Metoda Runge-Kutta
k1 = f (xn yn) ki = f (xn + cih yn + h yn+1 = yn + h
m X i=1
i;1 X j
aij kj ) i = 1 2 : : : m
biki:
(5.28)
3. Metoda Multistep k X i=0
iyn+i = h
k X i=0
ifn+i :
(5.29)
Bila k = 0 maka metoda ini dikatakan multistep eksplisit dan jika tidak disebut implisit.
BAB 5. METODA NUMERIS UNTUK MASALAH NILAI AWAL
89
Latihan Tutorial 1
1. Suatu sistem PD yang disajikan dalam persamaan berikut
z + 2w = y + ew 00
0
z + sin y + w = 1 + t2 0
0
w + y cos t ; z = 0 0
00
dengan nilai awal z(0) = 1 z (0) = 1 y(0) = 1 w(0) = ;20, dapat disele0
saikan dengan mudah dalam numerik bila ditransformasikan terlebih dahulu kedalam sistem PD order satu, laku-kan transformasi itu. Kemudian untuk meyakinkan sistem itu dapat mempunyai solusi tunggal terlebih dahulu harus dicek dengan teorema Lipschitz. Sebagai gambaran periksa mana diantara soal berikut ini yang memenuhi teorema Lipschitz: (a) f (t y) = y cos t 0 t 1 y(0) = 1 (b) f (t y) = 1 + t sin y 0 t 2 y(0) = 0 (c) f (t y) = 2t y + t2e2 1 t 2 y(1) = 0 4t3 y (d) f (t y) = 1+ t4 0 t 1 y (0) = 1
dan tentukan besar konstanta Lipschitz dari masing-masing soal ini. 2. Perhatikan PDB y = ;y2 dan y = jyj. Buktikan bahwa kedua PDB itu 0
0
p
tidak memenuhi syarat Lipschitz pada selang interval 0 x 1 ;1 y
1, dan pada sebarang nilai awal y(0) = y0 tunjukkan bahwa persamaan pertama tidak mempunyai solusi pada 0 x 1. Kemudian Buktikan bahwa persamaan kedua tidak mempunyai solusi tunggal untuk y(0) = 0.
BAB 5. METODA NUMERIS UNTUK MASALAH NILAI AWAL
90
3. Ada beberapa metoda yang dapat dipakai untuk menyelesaikan sistem PD diatas diantaranya dengan metoda yang sederhana dari Euler yn+1 = yn +
hf (t y). Sebagai metoda teknik Euler ini harus memenuhi sifat prinsip kekonvergenan, sekarang tunjukkan apakah metoda ini merupakan metoda yang konvergen (gunakan teorema Lipschitz). Kemudian terapkan metoda ini dalam sistem persamaan order pertama soal no. 1 untuk menghitung
y1 . 4. Berikan penjelasan lengkap bagaimana metoda Runge-Kutta diformulasikan. Dan Buktikan bahwa metoda Runge-Kutta dua tahap (RungeKutta order 2) mempunyai sifat sebagai berikut:
a21 = c2 b1 + b2 = 1 b2c2 = 21 5. Perbincangan kekonvergenan dapat ditempuh dengan memahami teorema konsistensi dan nol-stabil. Sebutkan bunyi kedua teorema tadi dan telusuri apakah metoda MML dibawah ini konsisten atau nol-stabil.
yn+3 + 23 yn+2 ; 3yn+1 + 12 yn = 3hf (tn+2 yn+2) Sebenarnya dengan rumus
Pk
i=0 i yn+i
=h
Pk
i=0 i fn+i
kita dapat menen-
tukan sendiri koesien dari metoda ini terlepas dari metoda yang diperoleh itu konvergen atau tidak. Coba gunakan 2 = 1 dan 2 = 0, dan tentukan MML eksplisit step 3 ini, kemudian beri komentar tentang kekonvergenanya.