Ayam Broiler Ayam pedaging merupakan jenis ayam yang sangat efisien dalam menghasilkan daging ukuran badannya yang besar, padatdan berlemak, bergerak lamban, tenang, cepat dewasa, dan kemampuan bertelurnya rendah. Ayam pedaging adalah ayam ras seleksi dari rekayasa genetika yang diternakkan khusus untuk menghasilkan daging (Wiryosunarto, 1995). Ayam pedaging mempunyai sifat-sifat utama antara lain penambahan bobot badan yang cepat dalam waktu yang singkat, bentuk dada yang lebar dan dengan timbunan yang baik pada umur 35 hari bobot badan berkisar 1,5-2kg (Siregar, 1982). Ayam pedaging salah satu komoditi peternakan yang sangat banyak di butuhkan masyarakat. Secara genetika ayam ras pedaging telah dibuat agar mampu tumbuh cepat danmengkonversi pakan menjadi daging secara efisien. Faktor penentukeberhasilan pemeliharaan ayam broiler adalah ransum ternak. Fase akhir pada masa pemeliharaan ayam broiler merupakan masa ayam mengkonsumsi ransum dalam jumlah yang banyak sehingga penghematan ransum pada fase ini nyata memberikan keuntungan. Ayam broiler dapat digolongkan ke dalam kelompok unggas penghasil daging artinya dipelihara khusus untuk menghasilkan daging. Umumnya memiliki ciri-ciri sebagai berikut: kerangka tubuh yang besar, pertumbuhan badan yang tegap pertumbuhan bulu yang cepat, lebih efisien dalam mengubah ransum manjadi daging (Rukminah, 2000).
Usaha ayam ras pedaging merupakan salah satu jenis usaha yang sangat potensial dikembangkan karena masa produksi yang relatif pendek kurang lebih 32-35 hari, produktivitasnya tinggi, harga yang relatif murah, dan permintaan yang semakin meningkat.
Faktor-faktor yang mendukung usaha budidaya ayam ras pedaging sebenarnya masih dapat terus dikembangkan, antara lain karena permintaan domestik terhadap ayam ras pedaging masih sangat besar (Anggorodi, 1995).Zat makanan ayam broiler pada fase pertumbuhan broiler tergantung pada pakan disamping tata laksana dan pencegahan penyakit. Tujuan pemberian ransum pada ayam adalah untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok dan berproduksi. Untuk produksi maksimum dilakukan dengan jumlah cukup, baik kualitas maupun kuantitas. Ransum broiler harus seimbang antara kandungan protein dengan energi dalam ransum. Disamping itu kebutuhan vitamin dan mineral juga harus diperhatikan (Kartadisastra, 1994). Ubi kayu Produksi ubi kayu di Indonesia mengalami peningkatan yang cukup pesat dalam lima tahun terakhir ini dari sebesar 19.321.183 ton pada tahun 2005 menjadi 21.786.691 pada tahun 2009 atau mengalami peningkatan sebesar 11,32% (Departemen Pertanian, 2009). Bahan pakan yang berasal dari limbah pascapanen tanaman ubi kayu antara lain pucuk ubi kayu, batang ubi kayu, kulit ubi kayu, bonggol ubi kayu, gaplek afkir, singkong afkir, dan gamblong atau onggok tergolong sebagai pakan sumber karbohidrat mudah dicerna (Mariyono et al., 2008). Ubi kayu mempunyai potensi sebagaisalah satu bahan yang dapat digunakan untukmenyusun ransum ternak terutama ternakunggas. Kandungan karbohidrat pada ubicukup tinggi sehingga dapat digunakansebagai sumber energi bagi ternak unggas.Kandungan energi ubi kayu ± 2970 Kkal/kg, mengalahkan energi dalam dedak, bungkil kedelai, dan bungkil kelapa.
Tabel 1. Komposisi kimia ubi kayu Komponen
Komposisi Ubi Kayu Segar Tepung Ubi Kayu
Air Abu Lemak Protein Karbohidrat (by difference) Pati 74,81 Serat kasar 11,05 Selulosa Hemiselulosa Lignin
57,00 2,46 85,86
8,65 2,55 6,54 1,81 80,45 62,54 2,69
0,36 1,88 0,02
Sumber : (a) Susmiati (2010), (b) Arnata (2009)
Meskipun kandungan protein ubi kayu relatifrendah, tetapi kandungan asam amino ubi inicukup baik bagi masa pertumbuhan ternak.Kelemahan dari ubi kayu adalah kandunganHCN yang tidak baik bagi ternak. Untuk ituperlu dilakukan
pengolahan
jumlahnya.Penelitian
sehingga
kandungan
HCN
dapat
dikurangi
Palupi (2002)menyatakan bahwa umbi ubi kayu
yangdifermentasikan menggunakan 5 gram startertempe dengan waktu fermentasi 48 jamdapat menghasilkan 6,45% kadar air, 11,75%protein kasar, 7,35% serat kasar dankandungan HCN mengalami penurunanhingga 28,08 gr/kg sehingga amandigunakan sebagai bahan baku untuk pakan ternak. Tabel 2.Perbandingan Kandungan Nutrisi Jagung dan Ubi Kayu Uraian Protein kasar Serat kasar Lemak kasar Asam amino -Metionin -Lisin -Treonin Mineral -Kalsium -Posfor Sumber: NRC(1994) dan Susmiati (2010)
Ubi kayu 2,50 4,0 0,5
Jagung 8,50 2,2 3,8
0,04 0.08 0,08
0,65 0,26 0,29
0,12 0,10
0,02 0,28
Kebutuhan Nutrisi Broiler Untuk keperluan hidupnya dan untuk produksi, ayam membutuhkan sejumlah nutrisi yaitu protein yang mengandung asam amino seimbang, dan berkualitas, energi yang mengandun karbohidrat, lemak, vitamin, dan mineral (Rasyaf, 1997). Kartadisastra (1994) menyatakan bahwa jumlah ransum yang diberikan sangat bergantung dari jenis ayam
yang dipelihara,
sistem
pemeliharaan, dan tujuan produksi. Disamping itu juga dipengaruhi oleh beberapa faktor yang berkaitan dengan genetik dan lingkungan tempat ternak itu dipelihara. Kebutuhan protein hidup pokok secara praktis didefenisikan sebagai jumlah protein endogen ditambah dengan protein cadangan (protein reserves) untuk pembentukan antibodi, enzim, hormon serta untuk mempertahankan jaringan bulu dan bobot badan tetap. Metode pengukurannya adalah dengan (1) mengukur besarnya retensi nitrogen yang diperlukan untuk protein cadangan pada keadaan tidak berproduksi dan rontok bulu atau (molting); (2) mengukur nitrogen endogen. Keduanya diukur pada saat kebutuhan energi metabolis basal terpenuhi. Tahap pertama memerlukan ransum yang diketahui tepat kandungan nitrogennya dan tahap kedua ransumnya bebas protein (Amrullah, 2003). Pada penyusunan formulasi ransum secara praktis, perhitungan kebutuhan nutrien hanya didasarkan pada kebutuhan energi dan protein, sedangkan kebutuhan nutrien yang lain hanya disesuaikan. Apabila ternak menunjukkan gejala defisiensi maka perlu ditambahkan suplemen terutama vitamin dan mineral. Tingkat kandungan energi ransum harus disesuaikan dengan kandungan proteinnya, karena protein sangat penting untuk pembentukan jaringan tubuh dan produksi. Apabila energi terpenuhi namun proteinnya kurang maka laju pertumbuhan dan produksi akan terganggu. Oleh karena itu, perlu diperhitungkan
keseimbangan antara tingkat energi dan protein, sehingga penggunaan ransum menjadi efisien (Suprijatna et al., 2005). Perbedaan ransum yang diberikan tergantung pada kebutuhan broiler pada fase pertumbuhannya. Kebutuhan zat makanan broiler pada fase yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Kebutuhan Nutrisi Broiler Fase Starter dan Finisher Zat Nutrisi Protein kasar (%) Lemak kasar (%) Serat kasar (%) Kalsium (%) Pospor (%) EM (kkal/kg)
Starter 22 4–5 3–5 1 0,7 3050
Finisher 20 3–4 3–5 1 0,7 3050
Sumber : NRC (1994)
Pada penyusunan formulasi ransum secara praktis, perhitungan kebutuhan nutrien hanya didasarkan pada kebutuhan energi dan protein, sedangkan kebutuhan nutrien yang lain hanya disesuaikan. Apabila ternak menunjukkan gejala defisiensi maka perlu ditambahkan suplemen terutama vitamin dan mineral. Tingkat kandungan energi ransum harus disesuaikan dengan kandungan proteinnya, karena protein sangat penting untuk pembentukan jaringan tubuh dan produksi. Apabila energi terpenuhi namun proteinnya kurang maka laju pertumbuhan dan produksi akan terganggu. Oleh karena itu, perlu diperhitungkan keseimbangan antara tingkat energi dan proteinsehingga penggunaan ransum menjadi efisien (Suprijatna et al., 2005). Keunggulan ayam pedaging didukung oleh sifat genetik, karena ayam pedaging ini memiliki laju pertumbuhan dan perkembangan yang sangat cepat, sehingga produksi optimal hanya dapat diwujudkan apabila ayam tersebut memperoleh makanan yang berkualitas baik dalam jumlah kebutuhan nutrisi yang mencukupi. Rekayasa genetik, perkembangan teknologi pakan dan manajemen
perkandangan menyebabkan strain ayam broiler yang ada sekarang lebih peka terhadap formula pakan yang diberikan (Wahju, 2004). Fermentasi Fermentasi adalah suatu proses perubahan kimia dalam satu substrat organik yang dapat berlangsung karena aksi katalisator biokimia yaitu enzim yang dihasilkan oleh mikrobia tertentu. Fermentasi padat dengan substrat kulit ubi kayu dilakukan untuk meningkatkan kandungan protein dan mengurangi masalah limbah pertanian (Ichwan,2008). Secara umum, semua bagian dari tanaman ubi kayu dapat dimanfaatkan sebagai pakan. Bagian daun dapat dijadikan sebagai sumber protein, pemberiannya dalam bentuk kering atau silase. Umbi dapat diubah bentuknya menjadi pelet, sedangkan bagian kulit umbi dan onggok dapat di keringkan terlebih dahulu sebelum digunakan atau dapat digunakan sebagai substrat untuk produksi protein sel tunggal (Antari dan Umiyasih, 2009). Rhizopus oligosporus Jumlah Rhizopus oligosporus juga merupakan faktor yang mempengaruhi kadar akhir sianida dalam tepung ubi kayu, jenis tepung ubi kayu (dalam bentuk parutan dan chips)terjadi penurunan kadar sianida yang signifikan. Semakin besar persen Rhizopus oligosporus, semakin kecil kadar sianida yang tertinggal. Fenomena tersebut ditemukan pula pada tepung ubi kayu dalam bentuk parutan. Hal tersebut dikarenakan semakin banyak persen berat Rhizopus oligosporus yang digunakan, semakin banyak pula enzim yang dihasilkan di dalam fermentasi ini. Kadarsianida yang kecil menunjukkan seberapa banyak sianida yang terlepas dikonversi menjadi protein (Sumardino,2013).Hasil penelitian Hartadi et al,(1990) menunjukkan bahwa kandungan nutrisi ubi kayu yang di fermentasi meningkat
bila dibandingkan dengan kandungan ubikayu dalam bentuk segar dan kering. peningkatan ini karena aktifitas kapang dalam ragi tempe yang dapat menghasilkan biomassa yang tumbuh dari proses fermentasi. Irmansyah (2005) bahwa dengan cara merebus, mengupas, mengiris kecil-kecil, merendam dalam air, menjemur hingga kemudian dimasak adalah proses untuk mengurangi Kadar HCN. Proses pencucian dalam air mengalir dan pemanasan yang cukup,sangat ampuh untuk mencegah terbentuknya HCN yang beracun. Hermanto (1995) dan Sabrina (2001) melaporkan hasil fermentasi ubi kayu meningkatkan kadar protein. Sebagaimana pernyataan Ichwan (2003) bahwa penggunaan ubi kayu dalam pakan ternak perlu didahului dengan proses pemanasan, seperti di bawah terik matahari. Ubi kayu yang akan dipanaskan harus dipotong-potong menjadi bagian yang kecil, supaya proses pemanasan dan pengeringan lebih sempurna. Proses pemanasan ini bertujuan untuk menghilangkan kandungan racun HCN. Bahan Pakan Penyusun Ransum Adapun bahan baku makanan yang digunakan untuk menyusun ransum ternak unggas adalah bahan baku yang mengandung zat-zat makanan yang dapat memenuhi kebutuhan ternak unggas yang mengkonsumsinya dari sifat bioligis, kimiawi dan fisis. Tepung Ikan Tepung ikan merupakan salah satu bahan baku sumber protein hewani dan mineral yang dibutuhkan dalam komposisi makanan ternak.Tepung ikan juga produk berkadar air rendah yang diperoleh dari penggilingan ikan. Kandungan proteinnya relatif tinggi tersusun oleh asam-asam amino esensial yang kompleks (methionin dan lysin) dan mineral (Ca dan P serta vitamin B12).Kandungan nutrisi tepung ikan dapat dilihat pada Tabel 4 berikut.
Tabel 4. Kandungan nutrisi tepung ikan Nutrisi Protein Kasar (%) Serat Kasar (%) Lemak Kasar (%) Kalsium (%) Posfor (%) Energi Metabolisme (kkal/kg)
Kandungan 52,6 2,2 4,8 6,65 3,59 2810
Sumber : Hartadi et al, (1997)
Bungkil Kedelai Bungkil kedelai merupakan sumber protein yang sangat bagus karena keseimbangan asam amino yang terkandung didalamnya cukup lengkap dan tinggi. Menurut penelitian Boniran bungkil kedelai dibuat melalui beberapa tahapan seperti pengambilan lemak, pemanasan, dan penggilingan. Bungkil kedelai yang baik mengandung air tidak lebih dari 12 % (Hutagalung, 1990). Kandungan nutrisi bungkil kedelai dapat dilihat pada Tabel 5 berikut. Tabel 5. Kandungan nutrisi bungkil kedelai Nutrisi Protein Kasar (%) Serat Kasar (%) Lemak Kasar (%) Kalsium (%) Posfor (%)
Kandungan 43,80 4,4 1,5 0,32 0,65
Sumber: Hartadi et al. (1997)
Tepung Jagung Jagung atau Zea mays adalah bahan pakan utama ayam broiler yang mempunyai nilai nutrisi tinggi. Protein pada jagung sendiri adalah zein dan defisiensi lisin.Kandungan nutrisi tepung jagung dapat dilihat pada Tabel 6 berikut.
Tabel 6. Kandungan nutrisi tepung jagung Nutrisi Protein Kasar (%) Serat Kasar (%) Lemak Kasar (%) Kalsium (%) Posfor (%) Energi Metabolisme (kkal/kg)
Kandungan 8,3 2,2 3,9 0,03 0,28 3350
Sumber : NRC (1998)
Minyak Minyak nabati mempunyai kandungan energi yang cukup tinggi seperti minyak kelapa yang mempunyai EM 8600 kkal/kg dan lemak yang bisa melebihi 90%. Minyak digunakan dalam ransum hanya sebagai pelengkap dan penambah untuk mencapai kebutuhan energi baik bagi ternak dan untuk meningkatkan palatabilitas. Dengan demikian pemakaiannya hanya sedikit yaitu kurang dari 5%. Mineral Mineral merupakan salah satu zat nutrisi yang sangat esensial untuk kehidupan unggas dan organisme akuatik lainnya. Berdasarkan jumlah kebutuhan dan keberadaan dalam tubuh unggas, Mineral berperanan penyusun struktur skeleton (tulang dan gigi) dan esoskeleton, pemeliharaan tekanan osmotik dan mengatur perubahan air dan larutan dalam tubuh unggas. Mineral juga berperan besar dalam menyusun struktur jaringan lunak unggas, transmisi impuls syaraf dan kontraksi otot. Disisi lain berperan sangat vital di dalam keseimbangan asambasa tubuh dan mengatur pH darah serta cairan tubuh lainnya. Mineral juga berperan serta sebagai komponen banyak enzim, vitamin, hormon, pigmen pernafasan atau sebagai kofaktor dalam metabolisme, katalis, dan aktifator enzim. Walaupun demikian, kebutuhan mineral dari ternak dipengaruhi beberapa faktor yaitu jenis dan tingkat produksi, tingkat dan bentuk ikatan kimia dari elemen,
bangsa ternak, proses adaptasi, tingkat konsumsi, umur, dan hubungan dengan zat makanan lain (Parakkasi,1985). Karkas Ayam Broiler Persentasi karkas Persentase karkas tidak banyak berpengaruh terhadap kualitas karkas namun penting pada penampilan ternak sebelum dipotong. Pembeli ternak akan memperkirakan nilai karkas dari penampilan ternak sewaktu ternak tersebut masih hidup. Bila pembeli menaksir persentase karkas terlalu tinggi misalnya 1% saja, Faktor-faktor yang mempengaruhi persentase karkas adalah konformasi tubuh dan derajat kegemukan. Ternak yang gemuk, persentase karkasnya tinggi, dan umumnya berbentuk tebal seperti balok (Kartasudjana, 2001). Faktor lain yang mempengaruhi persentase karkas adalah jumlah pakan dan air yang ada pada saluran pencernaan ternak. Bila jumlahnya cukup banyak maka persentase karkasnya akan rendah,kulit yang besar, dan juga tebal juga akan berpengaruh terhadap persentase karkas (Kartasudjana,2000). Bobot Karkas Menurut Eldawati (1997), karkas ayam terdiri dari daging dan tulang sedangkan daging 50-70% dari bobot karkas atau kurang lebih 40% dari bobot hidup. Bagian-bagian karkas yang banyak diperdagangkan adalah bagian daging dada, paha atas dan paha bawah yaitu sekitar 32% dari bobot total karkas dan mempunyai harga yang lebih tinggi, sedangkan bagian karkas yang banyak mengandung tulang terdapat di daerah punggung, leher, dan sayap yaitu sekitar 30% dan jeroan (hati, jantung, dan ampela) sekitar 7% kemudian diimbangi oleh bagian-bagian lainnya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi persentase bobot karkas meliputi jenis kelamin, bobot badan dan umur. Persentase bobot karkas ayam broiler jantan lebih tinggi dibandingkan dengan persentase bobot karkas ayam betina (Brake et al. 1993). Grey et al. (1982), menambahkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi bobot karkas tidak hanya jenis kelamin, umur dan bobot badan tetapi ada beberapa faktor-faktor yang dapat mempengaruhi karkas diantaranya strain, makanan, manajemen, dan lingkungan. Bobot hidup Rataan bobot akhir tertinggi diperoleh dari strain Hubbard sebesar 1976 gram, diikuti strain Cobb sebesar 1970 gram, dan terendah strain Hybrosebesar 1898 gram. Hasil ini sejalan dengan penelitian Terix (1984) dan Annis(2003) bahwa strain Hubbard, bobot akhirnya lebih tinggi dibandingkan strain lain. North (1984) berpendapat bahwa bobot hidup yang dicapai pada umur yang sama antara berbagai strain akan berbeda dan hal ini disebabkan selain adanya perbedaan mutu genetik juga disebabkan oleh faktor lingkungan yang mendukung potensi genetik tersebut. Dari hasil analisis ragam, diketahuibahwa perlakuan berpengaruh tidak nyata terhadap bobot akhir Haysedan Marion (1973) menyatakan bobot karkas yang dihasilkan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu umur, jenis kelamin, bobot potong, besar dan komformasi tubuh, perlemakan, kualitas, dan kuantitas ransum serta strain yang dipelihara. Lemak abdominal Banyaknya lemak dalam jaringan-jaringan merupakan kelebihan energi pada ayam. Salah satu bagian tubuh yang digunakan untuk menyimpan lemak
adalah bagian sekitar perut atau abdomen. North dan Bell (2002) menyatakan bahwa persentase lemak abdomen ayam berkisar antara 2,64-3,3% dari bobot hidup. Palo et al.(1995) menyatakan bahwa secara kuantitatif semakin pendek umur pemeliharaan, jumlah lemak abdomen karkas semakin menurun tetapi tidak memberikan efek yang nyata terhadap persentase bobot lemak abdominal. Kelebihan lemak dapat disebabkan darikandungan energi dalam pakan yang berlebih sehingga terjadi deposit lemak dalam tubuh ayam broiler(Furuse et al., 1991). Deaton et al.(1981) lebih lanjut menyatakan bahwa peningkatan persentase lemak abdominal dipengaruhi oleh umur dan level energi ransum, dimana dengan meningkatnya umur dan level energi ransum maka semakin tinggi kandungan lemak abdominal.