PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI NOMOR 19 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN, PEMEKARAN, PENGHAPUSAN DAN/ATAU PENGGABUNGAN KELURAHAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI BOYOLALI, Menimbang
: a.
b.
Mengingat
: 1. 2.
3.
4.
5.
6.
bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 5 Ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa dan Pasal 2 Ayat (6) Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2005 tentang Kelurahan, dalam upaya meningkatkan pelayanan masyarakat dan melaksanakan fungsi-fungsi pemerintahan di perkotaan di Kabupaten Boyolali agar berdayaguna dan berhasilguna perlu mengatur pembentukan, pemekaran, penghapusan dan/atau penggabungan kelurahan; bahwa untuk pengaturannya perlu menetapkan Peraturan Daerah Kabupaten Boyolali tentang Pembentukan, Pemekaran, Penghapusan dan/atau Penggabungan Kelurahan. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-daerah Kabupaten dalam Lingkungan Propinsi Jawa Tengah; Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389); Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2005 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4548); Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438); Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 158, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4587); Peraturan Daerah Kabupaten Boyolali Nomor 8 Tahun 2006 tentang Badan Permusyawaratan Desa (Lembaran Daerah Kabupaten Boyolali Tahun 2006 Nomor 8 Seri E, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Boyolali Nomor
2
7.
8.
78); Peraturan Daerah Kabupaten Boyolali Nomor 9 Tahun 2006 tentang Peraturan Desa (Lembaran Daerah Kabupaten Boyolali Tahun 2006 Nomor 9 Seri E, Tambahan Lembaran daerah Kabupaten Boyolali Nomor 79); Peraturan Daerah Kabupaten Boyolali Nomor 11 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pencalonan, Pemilihan, Pelantikan dan Pemberhentian Kepala Desa (Lembaran Daerah Kabupaten Boyolali Tahun 2006 Nomor 11 Seri E, Tambahan Lembaran daerah Kabupaten Boyolali Nomor 81);
Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BOYOLALI Dan BUPATI BOYOLALI
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI PEMBENTUKAN, PEMEKARAN, PENGHAPUSAN PENGGABUNGAN KELURAHAN.
TENTANG DAN/ATAU
BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Kabupaten Boyolali. 2. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah. 3. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut DPRD adalah lembaga perwakilan rakyat daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah. 4. Bupati adalah Bupati Kepala Pemerintah Daerah Kabupaten Boyolali. 5. Peraturan Daerah selanjutnya disebut Perda adalah Peraturan Daerah Kabupaten Boyolali. 6. Kecamatan adalah wilayah kerja Camat sebagai Perangkat Daerah Kabupaten. 7. Camat adalah perangkat daerah Kabupaten yang mempunyai wilayah kerja tertentu yang berada dibawah dan bertanggungjawab kepada Bupati melalui Sekretaris Daerah. 8. Kelurahan adalah wilayah kerja Lurah sebagai Perangkat Daerah Kabupaten Boyolali dalam wilayah kerja kecamatan. 9. Lurah adalah Kepala Kelurahan yang memimpin Kelurahan sebagai Perangkat Daerah Kabupaten Boyolali. 10. Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
3
11. Pemerintah Desa adalah Kepala Desa dan Perangkat Desa sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Desa. 12. Kepala Desa adalah Kepala Pemerintah Desa yang dipilih langsung oleh dan dari penduduk desa warga negara republik Indonesia melalui Pemilihan Kepala Desa. 13. Badan Permusyawaratan Desa yang selanjutnya disingkat BPD adalah lembaga yang merupakan perwujudan demokrasi dalam penyelenggaraan gan pemerintahan desa sebagai unsur penyelenggara pemerintahan desa. 14. Perangkat Desa adalah unsur Pemerintah Desa yang terdiri dari Sekretaris Desa dan Pertangkat Desa lainnya. 15. Pembentukan Kelurahan adalah tindakan membentuk Kelurahan baru sebagai akibat dari pemekaran dari satu kelurahan menjadi dua kelurahan atau lebih, penggabungan beberapa kelurahan atau bagian kelurahan yang bersandingan, dan atau perubahan status Desa menjadi Kelurahan. 16. Penggabungan Kelurahan adalah penggabungan beberapa kelurahan atau bagian dari beberapa kelurahan yang bersandingan menjadi satu Kelurahan baru. 17. Pemekaran Kelurahan adalah tindakan mengadakan Kelurahan baru di dalam Wilayah Kelurahan. 18. Penghapusan Kelurahan adalah tindakan meniadakan Kelurahan yang ada. 19. Kelurahan induk adalah kelurahan yang sudah ada dan mengalami perubahan luas wilayah, batas wilayah, peta wilayah dan jumlah penduduk atau Kepala Keluarga sebagai akibat adanya pemekaran dan/atau penggabungan kelurahan. 20. Musyawarah Masyarakat Kelurahan adalah Musyawarah Masyarakat yang dihadiri oleh wakil-wakil Rukun Tetangga, Rukun Warga, Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga, Karang Taruna, Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan, Golongan Profesi, Pemuka Agama dan tokoh atau pemuka masyarakat lainnya yang ada di Wilayah Kelurahan yang bersangkutan. 21. Penghargaan adalah sejumlah uang dan piagam yang diberikan sesuai dengan kemampuan keuangan Daerah, atas jasa-jasa dalam menjalankan tugas penyelenggaraan pemerintahan desa dengan baik, setia dan taat kepada Negara, Bangsa dan Pemerintah Republik Indonesia sehingga dapat dijadikan teladan. 22. Kekayaan Desa adalah segala sesuatu yang dimiliki Desa dan merupakan sumber pendapatan bagi Desa yang bersangkutan. 23. Sumber Pendapatan Desa adalah segala sesuatu yang dapat memberikan penghasilan bagi desa yang bersangkutan yang dikelola untuk mendanai penyelenggaraan pemerintahan desa dan pemberdayaan masyarakat desa.
BAB II PEMBENTUKAN KELURAHAN Bagian Pertama Tujuan, Organisasi dan Tata-Kerja Pasal 2 (1) Tujuan pembentukan Kelurahan adalah untuk meningkatkan pelayanan publik guna mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat. (2) Organisasi dan tata-kerja Kantor Kelurahan diatur tersendiri dengan Peraturan Daerah.
4
Bagian Kedua Syarat - syarat Pembentukan Kelurahan Pasal 3 (1) Kelurahan dibentuk atas prakarsa masyarakat dengan memperhatikan syaratsyarat pembentukan Kelurahan sesuai kondisi sosial budaya masyarakat setempat. (2) Prakarsa masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimusyawarahkan dalam Musyawarah Masyarakat Kelurahan untuk Kelurahan, dan dalam rapat BPD untuk Desa. Pasal 4 (1) Di dalam pembentukan Kelurahan harus dipenuhi syarat-syarat administratif, teknis dan fisik serta dengan memperhatikan faktor- faktor sebagai berikut : a. Jumlah penduduk sekurang-kurangnya 2.500 jiwa atau 500 Kepala Keluarga, sebanyak-banyaknya 20.000 jiwa atau 4.000 Kepala Keluarga; b. Luas wilayah yaitu luas wilayah yang terjangkau secara berdayaguna dan berhasilguna dalam rangka pemberian pelayanan dan pembinaan masyarakat; c. Sosial budaya yaitu suasana yang memberikan kemungkinan adanya kerukunan hidup bermasyarakat dan kerukunan hidup beragama dalam hubungannya dengan adat istiadat; d. Potensi yaitu tersedianya tempat untuk mata pencaharian masyarakat perkotaan; e. Sarana dan prasarana yaitu tersedianya atau kemungkinan tersedianya sarana dan prasarana perhubungan, sosial, pemasaran, produksi dan prasarana pemerintahan; f. Letak yaitu mengenai komunikasi, jaringan perhubungan dan jarak dengan pusat pemerintahan dan pusat pengembangan. g. Ciri-ciri masyarakat yang bersifat majemuk dengan kehidupan sosial ekonominya sebagian besar terpengaruh oleh kehidupan perkotaan. (2) Disamping persyaratan sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) untuk membentuk Kelurahan perlu memperhatikan juga mengenai Nama Kelurahan, Batas Kelurahan, dan Jumlah Lingkungan atau bagian wilayah kerja. Bagian Ketiga Tata Cara Pasal 5 (1) Pembentukan Kelurahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) terjadi karena pembentukan Kelurahan baru sebagai akibat Pemekaran Kelurahan, Penggabungan beberapa kelurahan atau bagian dari beberapa kelurahan yang bersandingan atau Perubahan status Desa menjadi Kelurahan. (2) Pembentukan, penghapusan dan atau penggabungan Kelurahan dilakukan dengan Peraturan Daerah Kabupaten. (3) Pembentukan, penghapusan dan atau penggabungan Kelurahan diusulkan oleh Lurah setelah mendapat persetujuan dari hasil Musyawarah Masyarakat Kelurahan kepada Bupati dengan tembusan Camat, serta dilampiri Keputusan Lurah, Berita Acara Musyawarah Masyarakat Kelurahan, Data luas wilayah, batas wilayah dan jumlah penduduk atau Kepala Keluarga.
5
(4) Setelah menerima usulan sebagaimana dimaksud pada Ayat (3), Bupati melakukan penelitian dan pengkajian yang antara lain meliputi persyaratan dan faktor-faktor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dengan memperhatikan Rencana Tata Ruang dan Wilayah Daerah. (5) Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada Ayat (4) memungkinkan untuk dilakukannya Pembentukan, Penghapusan dan atau Penggabungan Kelurahan, maka usulan Lurah sebagaimana dimaksud pada Ayat (3) oleh Bupati meminta persetujuan kepada DPRD, dengan dilampiri hasil penelitian dan pengkajian yang telah dilakukan. (6) Atas persetujuan DPRD, Bupati menetapkan Peraturan Daerah tentang Pembentukan, Penghapusan dan atau Penggabungan Kelurahan. Pasal 6 Dalam Peraturan Daerah tentang Pembentukan Kelurahan harus disebutkan nama, luas wilayah, batas wilayah, peta wilayah dan jumlah penduduk atau Kepala Keluarga di Kelurahan yang dibentuk dan di Kelurahan induk.
Bagian Keempat Pemekaran, Penggabungan dan Penghapusan Kelurahan Pasal 7 (1) Kelurahan yang jumlah penduduknya melampaui jumlah penduduk maksimal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a dan dengan pertimbangan-pertimbangan teknis pemerintahan dan pelayanan terhadap masyarakat Kelurahan, dimungkinkan untuk dapat dimekarkan untuk selanjutnya dibentuk Kelurahan baru. (2) Kelurahan hasil pemekaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi syarat-syarat bagi terbentuknya suatu Kelurahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4. (3) Pemekaran Kelurahan menjadi dua atau lebih Kelurahan baru, diusulkan oleh Lurah setelah mendapatkan persetujuan dalam Musyawarah Masyarakat Kelurahan. (4) Usulan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan kepada Bupati dengan tembusan Camat, serta dilampiri : a. Keputusan Lurah; b. Berita Acara Musyawarah Masyarakat Kelurahan; c. Nama, luas wilayah, batas wilayah dan peta wilayah Kelurahan induk dan Kelurahan hasil pemekaran; d. Data jumlah penduduk atau jumlah Kepala Keluarga di wilayah Kelurahan Induk dan di Wilayah yang diusulkan sebagai Kelurahan baru sebagai akibat pemekaran. (5) Terhadap usulan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (4), ayat (5), dan ayat (6). Pasal 8 (1) Beberapa Kelurahan atau bagian dari beberapa Kelurahan yang berdampingan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan teknis pemerintahan dan pelayanan terhadap masyarakat Kelurahan serta karena perkembangan keadaan, dimungkinkan untuk dapat digabung menjadi Kelurahan baru.
6
(2) Kelurahan yang karena perkembangan keadaan tidak lagi memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, dimungkinkan untuk dihapus dan digabung dengan Kelurahan yang berdampingan setelah dimusyawarahkan dalam Musyawarah Masyarakat Kelurahan yang bersangkutan. (3) Penggabungan Kelurahan harus memperhatikan syarat-syarat bagi terbentuknya suatu Kelurahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4. (4) Penghapusan atau penggabungan Kelurahan diusulkan oleh Lurah setelah mendapatkan persetujuan dalam Musyawarah Masyarakat Kelurahan yang bersangkutan. (5) Usulan Penghapusan Kelurahan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disampaikan kepada Bupati dengan tembusan Camat, serta dilampiri : a. Keputusan Lurah; b. Berita Acara Musyawarah Masyarakat Kelurahan; c. Nama, luas wilayah dan batas wilayah serta Peta wilayah Kelurahan yang diusulkan untuk dihapus; d. Data jumlah penduduk atau jumlah Kepala Keluarga di wilayah Kelurahan yang diusulkan untuk dihapus; e. Sebab dan alasan yang mendasari usulan penghapusan Kelurahan dimaksud. (6) Usulan Penggabungan Kelurahan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disampaikan kepada Bupati dengan tembusan Camat, serta dilampiri : a. Keputusan Lurah yang bersangkutan; b. Berita Acara Musyawarah Masyarakat Kelurahan yang bersangkutan; c. Nama, luas wilayah, batas wilayah dan Peta wilayah Kelurahan induk dan di wilayah Kelurahan hasil penggabungan; d. Data jumlah penduduk atau jumlah Kepala Keluarga di wilayah Kelurahan Induk dan di wilayah Kelurahan hasil penggabungan; e. Sebab dan alasan yang mendasari usulan penggabungan Kelurahan dimaksud. (7) Terhadap usulan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan ayat (6) berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (4), ayat (5), dan ayat (6). Pasal 9 (1) Dalam hal hasil penelitian dan pengkajian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (4) tidak memungkinkan untuk dilaksanakannya pembentukan, penghapusan dan / atau penggabungan Kelurahan, maka Bupati mengembalikan usulan kepada Lurah dengan disertai alasan-alasannya. (2) Alasan-alasan pengembalian usulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), oleh Lurah diberitahukan kepada masyarakat melalui Musyawarah Masyarakat Kelurahan. BAB III PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN Pasal 10 (1) Desa-desa di Wilayah Kabupaten Boyolali yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dapat diubah statusnya dan dibentuk menjadi Kelurahan atas prakarsa masyarakat. (2) Perubahan status Desa menjadi Kelurahan dilakukan dengan Peraturan Daerah oleh Bupati setelah mendapatkan persetujuan dari DPRD Kabupaten. (3) Perubahan status Desa menjadi Kelurahan sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) diusulkan oleh Kepala Desa setelah mendapatkan persetujuan BPD, dengan memperhatikan saran, pendapat dan aspirasi dari masyarakat setempat.
7
(4) Usulan perubahan status Desa menjadi Kelurahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan kepada Bupati melalui Camat, serta dilampiri : a. Keputusan Kepala Desa; b. Keputusan Persetujuan dari BPD; c. Berita Acara Rapat BPD; d. Nama, luas wilayah, batas-batas wilayah dan peta wilayah Desa sebelum diadakan perubahan status; e. Nama, luas wilayah, batas-batas wilayah dan peta wilayah Desa dalam hal statusnya diubah menjadi Kelurahan; f. Data jumlah penduduk atau jumlah Kepala Keluarga di wilayah Desa sebelum diadakan perubahan status; g. Data jumlah penduduk atau jumlah Kepala Keluarga di wilayah Desa dalam hal statusnya diubah menjadi Kelurahan; h. Data Kepala Desa, Perangkat Desa dan Anggota BPD; i. Data Kekayaan dan sumber-sumber pendapatan Desa. (5) Terhadap usulan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (4), ayat (5), dan ayat (6). Pasal 11 Dengan ditetapkannya status Desa menjadi Kelurahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1), kewenangan Desa sebagai suatu kesatuan masyarakat hukum yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat berubah menjadi kewenangan wilayah kerja Lurah sebagai Perangkat Daerah Kabupaten di bawah Kecamatan. Pasal 12 (1) Kepala Desa dan Perangkat Desa serta Anggota BPD dari Desa-desa yang berubah statusnya menjadi Kelurahan, diberhentikan dari jabatannya dan diberikan penghargaan sesuai dengan kemampuan keuangan Daerah Kabupaten. (2) Desa yang berubah menjadi Kelurahan, Lurah dan Perangkatnya diisi dari Pegawai Negeri Sipil. Pasal 13 (1) Seluruh kekayaan dan sumber-sumber pendapatan yang menjadi milik Pemerintah Desa dengan berubahnya status Desa menjadi Kelurahan diserahkan kepada Pemerintah Daerah Kabupaten dan menjadi kekayaan milik Pemerintah Daerah Kabupaten. (2) Kekayaan dan sumber-sumber pendapatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dikelola oleh Kelurahan yang bersangkutan untuk kepentingan masyarakat setempat. (3) Pendanaan sebagai akibat perubahan status Desa menjadi Kelurahan dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten.
BAB IV KETENTUAN PERALIHAN Pasal 14 Pada saat berlakunya Peraturan Daerah ini, Kelurahan yang telah ada dengan nama, luas wilayah, batas wilayah dan peta Kelurahan yang bersangkutan dalam wilayah Kabupaten Boyolali masih diakui keberadaannya.
8
BAB V KETENTUAN PENUTUP Pasal 15 Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku, maka Peraturan Daerah Kabupaten Boyolali Nomor 10 Tahun 2001 tentang Pembentukan, Penghapusan dan Penggabungan Kelurahan (Lembaran Daerah Kabupaten Boyolali Tahun 2001 Nomor 13, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Boyolali Nomor 9) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 16 Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Peraturan Daerah ini akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati sepanjang mengenai pelaksanaannya. Pasal 17 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Boyolali.
Ditetapkan di Boyolali Pada tanggal 9 Agustus 2006 BUPATI BOYOLALI,
SRI MOELJANTO Diundangkan di Boyolali Pada tanggal 10 Agustus 2006 SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN BOYOLALI
SINGGIH PAMBUDI
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI TAHUN 2006 NOMOR 19 SERI E
9
PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI NOMOR 19 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN, PEMEKARAN, PENGHAPUSAN DAN / ATAU PENGGABUNGAN KELURAHAN
I.
PENJELASAN UMUM Penyesuaian pengaturan mengenai penyelenggaraan pemerintahan kelurahan di Kabupaten Boyolali harus dilakukan mengingat Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 mengamanatkan adanya pengaturan mengenai susunan organisasi dan pengendalian organisasi Perangkat Daerah termasuk didalamnya Kelurahan dalam rangka mengoptimalkan penyelenggaraan tugas dan kegiatan pemerintah kelurahan (Lurah dan Perangkat Kelurahan) dan Lembaga Kemasyarakatan Kelurahan. Berdasarkan pada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, Kelurahan merupakan salah satu Perangkat Daerah disamping sekretariat daerah, sekretariant Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Dinas Daerah. Lembaga teknis daerah dan Kecamatan. Dalam rangka menyesuaikan Peraturan Daerah dengan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 dan Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 2005, maka dipandang perlu adanya pembuatan dan pemantapan kerangka aturan melalui penetapan Peraturan Daerah tentang Pembentukan, Pemekaran, Penghapusan dan/atau Penggabungan Kelurahan sebagai Perangkat Daerah Kabupaten yang berkedudukan di wilayah kerja Kecamatan. Hal ini sejalan dengan amanat Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 yang mengatur ketentuan bahwa tata-cara atau prosedur, persyaratan, kriteria pembentukan suatu organisasi Perangkat Daerah ditetapkan dalam Peraturan Daerah yang mengacu pada pedoman yang ditetapkan Pemerintah.
II.
PENJELASAN PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup jelas Pasal 2 Cukup jelas Pasal 3 Ayat (1) Yang dimaksud dengan “kondisi sosial budaya masyarakat” adalah keanekaragaman status penduduk, mata pencaharian, perubahan nilai agraris ke jasa industri dan meningkatnya volume pelayanan. Ayat (2) Cukup jelas Pasal 4 Ayat (1) Yang dimaksud dengan “Syarat administratif” adalah untuk pembentukan Kelurahan meliputi adanya Keputusan Lurah atau Keputusan Kepala Desa, Berita Acara Musyawarah Masyarakat Kelurahan atau BPD, peta wilayah, serta Keputusan Persetujuan DPRD. Yang dimaksud dengan “Syarat teknis” adalah meliputi faktor yang menjadi dasar pembentukan kelurahan yang mencakup faktor : Jumlah penduduk, luas wilayah,
10
sosial budaya, potensi, sarana dan prasarana, dan letak serta faktor lain yang menungkinkan terselenggaranya pemerintahan Kelurahan. Yang dimaksud “Syarat fisik” adalah meliputi paling sedikit 2.500 jiwa atau 500 Kepala Keluarga untuk untuk pembentukan Kelurahan, keadaan wilayah, sarana dan prasarana pemerintahan. Ayat (2) Cukup jelas Pasal 5 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Yang dimaksud dengan “mendapat persetujuan dari hasil Musyawarah Masyarakat Kelurahan” adalah disetujui paling sedikit dua pertiga dari jumlah peserta yang hadir dalam Musyawarah Masyarakat Kelurahan yang jumlahnya proporsional dengan jumlah Kepala Keluarga yang ada, dengan memperhatikan saran masyarakat di wilayah kelurahan yang bersangkutan. Ayat (4) Yang dimaksud dengan “Bupati melakukan penelitian dan pengkajian” adalah dilakukan dengan membentuk tim yang beranggotakan unsur-unsur dari Dinas/Instansi/Lembaga yang terkait. Ayat (5) Cukup jelas Ayat (6) Cukup jelas Pasal 6 Cukup jelas Pasal 7 Ayat (1) Yang dimaksud dengan “pertimbangan teknis pemerintahan dan pelayanan” adalah berkaitan dengan pelaksanaan urusan administrasi pemerintahan, pengaturan kehidupan masyarakat, perlunya peningkatan dan percepatan pelayanan masyarakat, efisiensi, dan peningkatan akuntabilitas penyelenggaraan pemerintahan kelurahan yang bersangkutan. Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Yang dimaksud dengan “mendapat persetujuan dari hasil Musyawarah Masyarakat Kelurahan” adalah disetujui paling sedikit dua pertiga dari jumlah peserta yang hadir dalam Musyawarah Masyarakat Kelurahan yang jumlahnya proporsional dengan jumlah Kepala Keluarga yang ada, dengan memperhatikan saran masyarakat di wilayah kelurahan yang bersangkutan. Ayat (4) Cukup jelas Ayat (5) Cukup jelas Pasal 8 Ayat (1) Yang dimaksud dengan “pertimbangan teknis pemerintahan dan pelayanan” adalah berkaitan dengan pelaksanaan urusan administrasi pemerintahan, pengaturan kehidupan masyarakat, perlunya peningkatan dan percepatan pelayanan masyarakat, efisiensi, dan peningkatan akuntabilitas penyelenggaraan pemerintahan kelurahan yang bersangkutan.
11
Ayat (2) Yang dimaksud dengan “mendapat persetujuan dari hasil Musyawarah Masyarakat Kelurahan” adalah disetujui paling sedikit dua pertiga dari jumlah peserta yang hadir dalam Musyawarah Masyarakat Kelurahan yang jumlahnya proporsional dengan jumlah Kepala Keluarga yang ada, dengan memperhatikan saran masyarakat di wilayah kelurahan yang bersangkutan. Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Cukup jelas Ayat (5) Cukup jelas Ayat (6) Cukup jelas Ayat (7) Cukup jelas Pasal 9 Cukup jelas Pasal 10 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Yang dimaksud dengan “memperhatikan saran, pendapat dan aspirasi dari masyarakat setempat” adalah usulan disetujui paling sedikit dua pertiga penduduk desa yang mempunyai Hak Pilih. Ayat (4) Cukup jelas Ayat (5) Cukup jelas Pasal 11 Cukup jelas Pasal 12 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Yang dimaksud dengan “Pegawai Negeri Sipil” dalam ketentuan ini adalah Pegawai Negeri Sipil yang tersedia di Kabupaten Boyolali. Pasal 13 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Yang dimaksud dengan “dikelola oleh Kelurahan” adalah dalam perencanaan, pelaksanaan dan pemanfaatan melibatkan masyarakat Kelurahan. Ayat (3) Cukup jelas Pasal 14 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Yang dimaksud dengan “laporan realisasi APB Desa” adalah hasil nyata pengeluaran belanja rutin maupun pembangunan dalam tahun anggaran yang bersangkutan.
12
Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Cukup jelas Ayat (5) Cukup jelas Pasal 15 Cukup jelas Pasal 16 Cukup jelas Pasal 17 Cukup jelas TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI NOMOR 89