ISSN 2502-4981
Jurnal
ASUHAN IBU ANAK
&
Volume 1 | Nomor 1 | Februari 2016 Alamat Redaksi: STIKES ‘Aisyiyah Bandung Jl. KH. Ahmad Dahlan Dalam No. 6 Bandung 40264 Telp. (022) 7305269, 7312423 - Fax. (022) 7305269
DEWAN REDAKSI
&ANAK (JAIA)
JURNAL ASUHAN IBU
Volume 1 | Nomor 1 | Februari 2016
Pelindung: Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan ‘Aisyiyah Bandung Penanggung Jawab: Reyni Purnama Raya, SKM., M.Epid. Ketua: Sajodin, S.Kep., M.Kes., AIFO. Sekretaris: Diah Nurindah Sari, SKM. Bendahara: Riza Garini, A.Md.
Penyunting/Editor: Giari Rahmilasari, S.ST., M.Keb. Nurhayati, SST Perla Yualita, S.Pd., M.Pd.
Setting/Layout: Aef Herosandiana, S.T., M.Kom. Pemasaran dan Sirkulasi : Ami Kamila, SST
Mitra Bestari : DR. Intaglia Harsanti, S. Si., M.Si Ari Indra Susanti, S.ST,. M.Keb. Dewi Nurlaela Sari, S.ST., M.Keb.
Alamat Redaksi: Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan ‘Aisyiyah Jl. KH. Ahmad Dahlan Dalam No. 6, Bandung Telp. (022) 7305269, 7312423 - Fax. (022) 7305269 E-mail:
[email protected]
DAFTAR ISI 1. Pengetahuan Wanita Usia Subur (WUS) Kurang Dari 20 Tahun tentang Risiko Kanker Serviks di Desa Bojongmalaka Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung Tahun 2015 Adetia Nur’aeni, Fatiah Handayani, Nandang Jami’at N ..................................................................
1-9
Fatiah Handayani ............................................................................................................................................
11 - 19
Neli Sunarni
..................................................................................................................................................
21 - 30
Mulyanti ............................................................................................................................................................
31 - 43
Prita Putri Prima Pertiwi, Ardini Raksanagara, Kuswandewi Mutyara .........................................
45 - 54
Asri Tresnaasih, Ardini Raksanagara, Kuswandewi Mutyara ..........................................................
55 - 62
2. Hambatan-Hambatan dalam Penggunaan Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR)
3. Hubungan Berat Badan Lahir dengan Rupture Perineum Persalinan Normal Primigravida di Wilayah Kerja Puskesmas Handapherang Kabupaten Ciamis
4. Hubungan Antara Persalinan Remaja dengan Hasil Luaran Janin di RSUD Kota Bandung Periode 1 Januari - 31 Desember 2009
5. Makna Kekerasan pada Remaja Putri yang Melakukan Transaksi Seksual
6. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Praktik Penyuluhan Infeksi Saluran Pernafasan Akut pada Balita oleh Kader Posyandu di Puskesmas “X” di Kabupaten Bandung Barat
&ANAK
JURNAL ASUHAN IBU
JAIA 2016;1(1):45-54
MAKNA KEKERASAN PADA REMAJA PUTRI YANG MELAKUKAN TRANSAKSI SEKSUAL Prita Putri Prima Pertiwi1, Ardini Raksanagara2, Kuswandewi Mutyara2 1 STIKes ‘Aisyiyah Bandung, 2Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran ABSTRAK Transaksi seksual pada remaja menunjukkan bahwa remaja putri menerima perlakuan seksual dari laki-laki yang membayarnya sehingga memiliki posisi subordinasi dan berisiko besar terhadap kekerasan. Penerimaan remaja putri terhadap kekerasan dikarenakan ada faktor-faktor kekerasan dan perilaku menyimpang yang diterima dari keluarga dan lingkungannya. Tujuan penelitian ini ingin mengungkapkan makna kekerasan bagi remaja putri yang melakukan transaksi seksual mengetahui ideologi remaja, pelaku dan masyarakat mengenai kekerasan, mengetahui riwayat kekerasan dan perilaku menyimpang yang dialami remaja putri sebelum melakukan transaksi seksual. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan fenomenologis. Wawancara mendalam di lakukan kepada 5 remaja putri yang melakukan transaksi seksual, mucikari, tamu pelanggan, masyarakat yang tinggal di eks lokalisasi Saritem kota Bandung. Makna kekerasan bagi remaja putri pada transaksi seksual adalah pemaksaan yang dilakukan oleh orang-orang yang terlibat dalam transaksi seksual baik dalam proses awal masuk dan proses transaksi seksual dengan jenis kekerasan fisik, ekonomi, verbal dan seksual yang menyebabkan dampak kerugian secara ekonomi. Ideologi gender remaja berlawanan dengan ideologi patriarki dari pelaku dan masyarakat sehingga remaja terus menerus mengalami kekerasan. Remaja putri memiliki riwayat lingkungan dengan perilaku menyimpang dan riwayat kekerasan sebelumnya. Diharapkan keluarga, lingkungan sekolah dan masyarakat dapat mendidik anak bebas dari tindak kekerasan dan perilaku menyimpang. Kata Kunci : kekerasan, remaja putri, transaksi seksual Abstract
The sexual transaction in adolescents shows that the young girls receive sexual violence from men, therefore they have subordinate position and great risk to sexual violence. The violence factors which are accepted from family and community are related to the acceptance of violence in sexual transaction. The purpose of this study is to reveal the meaning of violence for adolescents who do sexual transaction; patriarchal ideology of young girls, perpetrator and community; history of violence and deviant behavior before entering the former localization. This study uses qualitative method with phenomenological approach. The subjects of study are 5 young girls who do sexual transaction, pimps, and community who live in former localization in saritem Bandung, also the young girl’s customer. The data collected by indepth interviews. The result of study shows the meaning of violence for young girls in sexual transactions are conducted coercion by people who engage in sexual transactions either in the process of early entry or transaction processing with the kind of physical, economic, verbal and sexual abuse cause economic impact. The ideology of adolescent gender is opposite to patriarchal ideology from the perpetrator and local community, therefore adolescents have a high risk to get continuous violence. The young girls have a violence history and environment with deviant behavior before doing sexual transaction. Violence will be prevented if the family, school environment and community take care childern free from abuse and deviant behavior. Keywords: sexual transaction, violence, young girls
45
Prita Putri Prima Pertiwi, Ardini Raksanagara, Kuswandewi Mutyara
LATAR BELAKANG Pergaulan yang salah pada remaja dapat menimbulkan perilaku seksual yang salah seperti transaksi seksual remaja. Remaja melakukan hubungan seksual dengan berganti-ganti pasangan dan diberikan imbalan berupa uang, barang atau bahkan alkohol dari pasangan seksualnya pada transaksi seksual. Data Kementerian Sosial menyebutkan perdagangan manusia yang terjadi di Indonesia dalam tahun 2008-2009 diperkirakan mencapai 70 ribu hingga 95 ribu, perdagangan anak untuk dijadikan pekerja seksual termasuk salah satunya. Jawa barat menyumbang 38% dari transaksi seksual berlatar belakang perdagangan manusia. (Kirsten Stoebenau et al., 2011, P2TP2A, 2010).
Transaksi seksual remaja khususnya yang dilakukan oleh remaja putri ini diindikasikan terjadi karena ada pengaruh budaya kekerasan yang ada dalam masyarakat setempat. Remaja pada dasarnya belum memiliki kemampuan untuk memutuskan apa yang terbaik bagi dirinya dan tidak memiliki posisi tawar yang baik. Penerimaan terhadap kekerasan dikarenakan ada faktor-faktor kekerasan dan perilaku menyimpang yang diterima dari keluarga dan lingkungannya sehingga mampu menerima budaya kekerasan tersebut. Kondisi ini didukung oleh pengambil kebijakan yang masih menganggap kekerasan sebagai masalah kriminal, bukan sebagai masalah kesehatan masyarakat sehingga walaupun pencegahan kekerasan harus dilakukan dalam skala besar penanganannya masih bersifat individual (Dahlberg LL, 2002, Ditjen Rehsos Kemensos,2010, MacKinnon, 1989, 2013). Hal ini diperkuat dengan data dari LSM PKBI pada tahun 2012, 37 remaja dinyatakan positif HIV AIDS(Human Immunology Virus/ Acquired Immunology Defficiency Syndrom) 32 % adalah remaja putri. Jumlah penderita IMS (Infeksi Menular seksual) yang ditangani sejumlah 508 orang dan 45% adalah wanita berusia 15-24 tahun.
&
JURNAL ASUHAN IBU
(PKBI, 2012) Data IMS dan HIV AIDS pada remaja putri menunjukkan rendahnya kontrol remaja untuk posisi tawar penggunaan kondom pada saat transaksi seksual berlangsung. Pernyataan dari tenaga kesehatan di LSM PKBI, remaja putri yang datang dengan kasus kekerasan seksual hanya datang apabila kekerasan menimbulkan keluhan fisik, remaja tidak memahami kejadian yang dialami sebagai bentuk kekerasan. Permasalah transaksi seksual remaja merupakan permasalahan kesehatan masyarakat dilihat dari sudut pandang kekerasan.
Analisis kekerasan menggunakan teori feminis dapat menjelaskan mengapa fenomena kekerasan seksual dikalangan remaja yang melakukan transaksi seksual ini bisa terjadi. Teori feminis mengenai perkosaan yang dikemukakan oleh MacKinnon( 1989) menyebutkan bahwa kekerasan seksual adalah bentuk kekerasan berbasis gender. Pandangan feminis tidak memfokuskan pada bentuk perilaku seksual yang dilakukan tetapi pada sifat pemaksaan tindakan dan persetujuan dari wanita korban perkosaan. Tindakan kekerasan seksual ini meliputi tidak adanya persetujuan dari wanita ataupun terdapat persetujuan namun hubungan seksual disertai kekerasan pada proses pelaksanaannya. Teori Feminis mengungkapkan pentingnya ideologi kekerasan yang ditanamkan oleh masyarakat setempat. Ideologi kekerasan yang ditanamkan akan membentuk pandangan antara pelaku dan korban terhadap kekerasan seksual. Ideologi yang ditanamkan oleh masyarakat adalah wanita dididik untuk pasif dan menerima walaupun hal tersebut tidak disetujui, sedangkan laki-laki menganggap dalam diam seorang wanita berarti terdapat persetujuan. Pandangan masyarakat mengenai kekerasan yang sama dengan pelaku kekerasan akan membuat wanita terus menerus menerima kekerasan seksual tersebut.(MacKinnon, 1989).
ANAK | Volume 1 | Nomor 1 | Februari 2016
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk 46
Makna Kekerasan pada Remaja Putri yang Melakukan Transaksi Seksual
mengetahui makna kekerasan pada remaja putri yang melakukan transaksi seksual Mengetahui ideologi patriarki remaja, pelaku dan masyarakat Mengetahui riwayat kekerasan dan riwayat perilaku menyimpang yang dialami remaja putri sebelum melakukan transaksi seksual
bener..dia boongin aku..bilang kerjanya enak lah tapi ga jadi cewek kaya gini… Jadi aku dapet uangnya dulu baru dikasih tahu Jadi kepaksa da uangnya udah habis mau ganti dari mana. Jadi aku bayar ke bos aku sekarang..jadi dia kasi bon dulu ke aku..ditransferin gitu.Sedih aja udah dijual, sakit tu diperawanin…” (Informan_04)
Subjek dalam penelitian adalah 5 remaja putri yang melakukan transaksi seksual di wilayah eks lokalisasi Saritem, Germo atau Mucikari, pelanggan, dan masyarakat yang tinggal di eks lokalisasi Saritem Kota Bandung. Informan dipilih dengan cara purposive sampling dan snowball sampling.(Sugiyono, 2012) Strategi penelitian yang digunakan adalah fenomenologis untuk mengetahui fenomena esensial partisipan dalam pengalaman hidupnya dan mengembangkan pola-pola dan relasi makna. Dalam penelitian ini dilakukan wawancara mendalam menggunakan teknik wawancara tak terstruktur. (Sugiyono, 2012, Creswell, 2009) Analisis data yang digunakan adalah analisis data induktif menggunakan perspektif feminis dengan model kekerasan seksual perkosaan berbasis gender.
Remaja putri merasakan bahwa kekerasan tidak hanya datang dari laki-laki yang menjadi tamu, namun juga berasal dari teman, mucikari atau bos setempat.
Hasil Penelitian
Remaja putri juga mengungkapkan bahwa kekerasan yang dirasakan apabila menolak permintaan dari laki-laki tamunya berkaitan juga dengan ekonomi yaitu laki-laki tidak mau membayar sesuai dengan transaksi awal.
METODOLOGI
HASIL DAN PEMBAHASAN
Makna Kekerasan Remaja putri merasakan pada awal kedatangan tidak semuanya mengetahui jenis pekerjaan apa yang akan dilakukan begitu sampai di kota Bandung. Remaja mengungkapkan bahwa awal kedatangannya dikarenakan dijual oleh orang yang tidak begitu dikenal baik di daerah asal. Remaja putri Informan berusia 19 tahun mengungkapkan bahwa dirinya dijual dan kehilangan keperawanan pada pertama kali transaksi seksual. 47
“…Baru kenal dua bulanan jadi nggak tahu
“…Nggak betah aja suka salah dimata orang. Ya banyaklah sekarang aja banyak yang benci..aku nggak mau banyak omong cukup tahu aja didalam hati. Cuma dipendem dihati..nggak mau banyak omong..lebih baik diem pasti diperpanjang omongannya kemana mana..mending lebih baik diem aja. Kata aku mah kalo..gimana ya nggak kaya bos aku dulu. Aku pernah di café,,,kalo dicafe kalo ga suka ngomong blak-blakkan..walaupun ga ada anak tersayang ya ngomong..klo nggak ada anak tersayangnya nggak ngomong kalo ada anak tersayang nya ngomong Itu yg paling aku benci…”(Informan_05)
“…ga mau lah ya ngomong. Bilangnya ke calonya..kan aku dah ditonggeng digesergeser gitu… ga dibayar enak banget tuh cowok maunya apa sih..” (Informan_01)
Dampak ekonomi lebih dirasakan oleh remaja rasakan dibandingkan dampak fisik akibat kekerasan seksual, remaja harus mengeluarkan
&ANAK | Volume 1 | Nomor 1 | Februari 2016
JURNAL ASUHAN IBU
Prita Putri Prima Pertiwi, Ardini Raksanagara, Kuswandewi Mutyara
biaya pengobatan atas luka yang diderita dan tidak bisa bekerja. Informan remaja mengatakan karena luka fisik menyebabkan dirinya harus beristirahat dan mengobati lukanya.
bersifat spontan dan emosional membuat remaja mengalami lebih dari satu kekerasan pada saat transaksi seksual.
“…Suka kasar tau teh..kalo nggak nurutin permintaan gitu teh, ya gimana...Aku pernah dulu ya ngalamin dulu ya cowonya kan mabok, ih malah makin berontak tuh cowok…Aku sampe dijambak, sampe dipukul..pahanya, aku kabur ga bisa ditarik..aku teriak-teriak…” (Informan_02)
“…ya iyalah..sampe lecet ga kerja lagi..” (Informan_01)
“Kasar itu maennya ampe sakit,.. kesakitan…takut akunya kan luka… daripada kena penyakit mending kagak jadi…” (Informan_02) Triangulasi dari warga menyebutkan kerugian ekonomi lebih besar apabila kasus kekerasan diteruskan ke kepolisian. Proses yang lama dan pemanggilan dari kantor kepolisian membuat aktivitas remaja terganggu dan berdampak secara ekonomi, kerugian ekonomi juga dirasakan apabila hasil pemeriksaan dokter tidak menunjukkan gejala fisik yang serius maka remaja putri harus membayar biaya pengobatannya sendiri. “…kalau dimasukin kantor polisi otomatis harus diproses bu harus di bap akhirnya anak-anak nggak bisa kerja” (Informan_07)
“…Kalo ga ada bekas kalo korbannya sakit terus ya bisa diurusin..iya..nanti dibawa ke dokter divisum gitu kalo luka dalem paribasannya iya kalo kata doker gapapa yang segala risiko ditanggung sendiri…” (Informan_08)
Remaja yang memiliki kemampuan untuk memutuskan mendapat stigma negatif dari lakilaki tamunya.
“…Jadi perempuan..gitu bu psk didalem tuh jutek..kadang-kadang. Jadi kalau tua dikit ga mau..jadi pilih-pilih..kan padahal dia jualan gitu…” (Informan_09)
Kemampuan negoisasi dengan laki-laki dapat menyelamatkan remaja dari kekerasan dan meminimalisir kerugian secara fisik dan ekonomi. Hasil triangulasi dari warga juga menunjukkan bahwa kemampuan komunikasi dengan tamu pelanggan menjadi suatu hal yang wajib dipelajari oleh remaja putri.
“…..Kalo disini harus pandai merayu. pandai merayu aja disini..kalo enggak pandai merayu ya..habis.. Ya habis harus ngikutin kemauan dia…” (Informan_02)
Riwayat Kekerasan Ideologi Remaja, Pelaku dan Masyarakat Ideologi gender yang dimiliki oleh remaja adalah mengambil keputusan untuk tetap melakukan transaksi seksual walaupun merasa terpaksa pada tindakan yang dilakukan oleh laki-laki tamu pelanggannya. Remaja baru akan memutuskan untuk menolak atau melawan apabila sudah tidak sanggup bertahan dan merasa dirinya terancam bahaya. Keputusan yang
&
JURNAL ASUHAN IBU
Peran orang tua dalam kehidupan remaja disaat kecil sangatlah penting. Remaja putri yang melakukan transaksi seksual memilik latar belakang keluarga yang beragam. Orang tua yang bercerai dan menikah lagi merupakan faktor yang tidak disetujui oleh remaja putri namun harus diterima. Ibu yang tinggal serumah dengan pasangan barunya tanpa pernikahan dirumah yang sama dengan remaja putri juga merupakan
ANAK | Volume 1 | Nomor 1 | Februari 2016
48
Makna Kekerasan pada Remaja Putri yang Melakukan Transaksi Seksual
kekerasan yang dirasakan oleh remaja.
“…Mama mau nikah lagi..sebenernya ga boleh tapi cowoknya udah tinggal dirumahnya ga enak…” (Informan_01)
Remaja putri mengungkapkan tidak dekat dengan ibu akibat dari penelantaran yang dirasakan.
“…Mama ke malaysia waktu aku kecil, umur setahun sampe kelas 6…Enggak terlalu deket sama mama, aku deket sama nenek..” (Informan_02)
Riwayat Perilaku Menyimpang Remaja memiliki teman dengan perilaku
menyimpang, yang mengharuskan remaja untuk mengikuti aktivitas yang sama dengan teman sebayanya.
“…yah begitu sama cowoknya dikosan kakaknya ..pas aku disuruh main..cewenya bertiga cowonya berdua..jadi aku langsung pergi..karena dia saling pacaran kan akunya nggak ada cowonya…” (Informan_04)
Remaja memiliki ibu dengan latar belakang pernah melakukan transaksi seksual sebelumnya, sehingga tidak merasa transaksi seksual harus di tutupi dari keluarga. Remaja juga memiliki ibu yang tinggal serumah tanpa ikatan pernkahan dengan pasangan baru setelah bercerai dengan ayah remaja. “…Mama kan kerjaannya kaya gini. Pertamanya ga terima kesini-sininya terima.” (Informan_01)
“…cerai terus mama nikah lagi. Mama kan gara-gara tergila-gila sama cowok tinggal dirumah…” (Informan_02) Pembahasan Perdagangan manusia atau human trafficking adalah masalah di Negara berkembang. 49
Pada penelitian ini remaja putri dijual oleh orang yang tidak begitu dikenal baik oleh remaja. Remaja dijual dengan tawaran perbaikan ekonomi keluarga dengan jenis pekerjaan yang tidak secara benar di beritahukan. Remaja menyebutnya dengan sistem cash bon, yaitu memberikan sejumlah uang diawal, kemudian remaja diberikan pekerjaan dan dapat mencicil hutangnya dengan diambil dari gaji pekerjaan yang dijanjikan. Penelitia Reed et al mendukung hasil temuan pada penelitian ini, Kekerasan yang terjadi pada saat transaksi seksual lebih tinggi terjadi pada perempuan yang memiliki ketidak stabilan ekonomi. Wanita yang memiliki hutang berisiko lebih tinggi untuk melakukan hubungan seksual tanpa kondom, anal seks, dan memiliki gejala penyakit menular seksual.(Elizabeth Reed, 2010 )
Cara rekruitmen pada proses trafficking yang dilakukan agen atau germo untuk mendapatkan remaja putri dan wanita yang akan dijual adalah dengan menjanjikan pekerjaan yang baik di tempat baru. Cara yang paling umum dilakukan adalah dengan sistem hutang, remaja atau wanita dijanjikan dapat membayar kembali setelah bekerja. Agen akan mencari remaja atau wanita dalam keluarga yang rentan. Kerentanan secara ekonomi dan dapat pula kerentanan sosial seperti terisolasi karena pernah mengalami kekerasan seksual, putus sekolah.atau memiliki riwayat perilaku kriminal. Agen akan dengan kecerdikan menunjukkan kebaikan, tipuan secara psikologis dengan memberikan banyak hadiah pada remaja. Trafficking dan prostitusi tidaklah sama, akan tetapi trafficking dapat menjadi awal dari transaksi seksual.(Neha A. Deshpande, 2013)
Kekerasan seksual berbasis gender yang dialami remaja adalah merasa terpaksa melakukan hubungan seksual tanpa kondom hal ini sesuai dengan penelitian pada WPS di Kampala Uganda yang menyatakan bahwa wanita tidak
&ANAK | Volume 1 | Nomor 1 | Februari 2016
JURNAL ASUHAN IBU
Prita Putri Prima Pertiwi, Ardini Raksanagara, Kuswandewi Mutyara
memiliki cukup kekuatan untuk tawar menawar pada negoisasi penggunaan kondom ketika lakilaki menolak untuk menggunakannya.(Martin Mbonye and Seeley, 2012)
Kekerasan menyebabkan dampak yang merugikan bagi remaja putri. Dampak ekonomi remaja rasakan lebih besar daripada dampak fisik akibat kekerasan seksual. Dampak ekonomi dirasakan apabila remaja melawan pada saat kekerasan seksual sedang berlangsung, remaja bisa menerima kekerasan seksual, ketika mencoba melawan mendapat kekerasan fisik dan ketika berhasil menyelamatkan diri dari kekerasan mengalami kekerasan ekonomi dengan tidak di bayar oleh pelaku. Remaja juga mengeluarkan biaya pengobatan atas luka yang diderita dan harus beristirahat akibat luka yang di derita. Dampak ekonomi sangat menonjol pada penelitian ini dikarenakan informan dan triangulasi dari warga dan mucikari lebih memfokuskan pada kerugian ekonomi dibandingkan fisik dan psikologis. Dampak ekonomi yang di rasakan oleh remaja putri belum ada dalam penelitian sebelumnya. Dampak dari kekerasan seksual yang sudah ada lebih berfokus pada kesehatan secara fisik, psikologis dan sosial.(Neha A. Deshpande, 2013) Ideologi gender yang membuat remaja mengalami kekerasan terus menerus adalah remaja putri merasa memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan terhadap kebaikan dirinya. Keputusan yang remaja ambil merupakan keputusan yang dilandasi emosionalitas perasaannya. Remaja mengambil keputusan untuk tetap melakukan transaksi seksual walaupun merasa terpaksa pada tindakan yang dilakukan oleh laki-laki tamu pelanggannya. Remaja baru akan memutuskan untuk menolak atau melawan apabila sudah tidak sanggup bertahan dan merasa dirinya terancam bahaya. Keputusan yang bersifat spontan dan emosional membuat
&
JURNAL ASUHAN IBU
remaja mengalami lebih dari satu kekerasan pada saat transaksi seksual. Kekerasan seksual dan kekerasan fisik adalah yang paling sering ditemukan. Wanita yang melakukan transaksi seksual dapat mengalami 2 jenis kekerasan sekaligus.(Kamalesh Sarkar and Arundhuti Ghosh, 2008) Remaja putri merasa bisa menolak kekerasan yang dilakukan oleh tamu, namun tidak semua dapat terhindar dari kekerasan tersebut. Remaja beranggapan kemampuan negoisasi dengan laki-laki dapat menyelamatkan remaja dari kekerasan dan meminimalisir kerugian secara fisik dan ekonomi. Kemampuan negoisasi penggunaan kondom terbukti dapat mencegah penularan HIV, tidak ada standar baku bagaimana cara melakukan negoisasi. Kemampuan ini sangat bergantung pada keterampilan, pengetahuan dan sikap yang dimiliki para wanita yang melakukan transaksi seksual. Kekerasan pada konteks negoisasi terjadi ketika aktivitas seksual yang diinginkan oleh pelaku ditolak pada saat transaksi seksual. Kemampuan negoisasi dapat mengurangi jenis kekerasan yang terjadi pada remaja selama transaksi seksual berlangsung. Masyarakat membenarkan bahwa mucikari memberikan latihan untuk memberikan pelayanan kepada tamu yang salah satu tujuannya untuk memberikan keamanan pada remaja saat melakukan transaksi. Tipe layanan yang diberikan tidak diberikan secara formal, pada umumnya berupa cara melakukan negoisasi pemakaian kondom dan cara mencegah kekerasan dari pelaku kekerasan termasuk cara menolak pelayanan yang tidak diinginkan oleh pada saat transaksi seksual berlangsung.
Cara menyelamatkan diri dari kekerasan dengan melakukan kontrol yang tinggi pada saat negoisasi sehingga bisa menurunkan risiko kekerasan yang dilakukan oleh pelaku. Cara pertahanan diri lainnya dapat dengan cara
ANAK | Volume 1 | Nomor 1 | Februari 2016
50
Makna Kekerasan pada Remaja Putri yang Melakukan Transaksi Seksual
meminta pertolongan kepada warga yang tinggal di lingkungan tempat kekerasan terjadi.(Andrea Krüsi, 2012) Cara ini serupa dengan yang terjadi pada informan remaja putri, lingkungan tempat remaja tinggal memperkenalkan kemampuan negoisasi dan meminta bantuan warga sebagai bagian dari pencegahan kekerasan. Lingkungan tempat remaja yang melakukan transaksi seksual berada memberdayakan remaja untuk bisa melindungi dirinya sendiri dan bisa menyelesaikan masalah kekerasan saat transaksi seksual. Pada situasi kerja remaja mempelajarinya sendiri. Ini adalah bentuk bagaimana sebuah negoisasi dianggap sebagai bentuk pemberdayaan.
Masyarakat dan pelaku di eks lokalisasi Saritem menganggap bahwa dalam proses transaksi seksual seharusnya laki-laki menjadi penentu transaksi, dan ketika dihadapkan pada situasi bahwa remaja putri memiliki kemampuan untuk menolak. Masyarakat dan pelaku mengungkapkan bahwa pengambil keputusan seharusnya bukan wanita, tetapi laki-laki tamu pelanggannya. Hal ini berkebalikan dengan cara pandang remaja yang merasa bahwa diri mereka memiliki kendali atas transaksi seksual yang dilakukan. Remaja yang memiliki kemampuan untuk memutuskan mendapat stigma negatif dari laki-laki tamunya.
Stigma negatif ini berkaitan dengan maskulinitas laki-laki. Maskulinitas adalah suatu stereotip tentang laki-laki yang dapat dipertentangkan dengan feminitas sebagai stereotip wanita. Dalam hubungan individu laki-laki diakui maskulinitasnya jika dilayani oleh wanita. Kekerasan secara tradisional juga merupakan stereotip laki-laki.(Darwin, 1999) Sistem patriarki menentukan laki-laki yang memiliki kendali kekuasaan dan dominasi, karenanya laki-laki merasa berhak memberikan definisi mengenai perilaku yang dapat diterima dan dirasa pantas untuk dilakukan perempuan, atau 51
dengan kata lain perilaku perempuan dilakukan untuk memenuhi keinginan dan menyenangkan laki-laki agar memperoleh rasa aman. Masalah terjadi ketika remaja putri tidak mau melayani laki-laki yang menjadi tamunya, maka harga diri laki-laki seolah tidak diakui maskulinitasnya. Masyarakat yang memiliki budaya patriarki jika dihadapkan dengan wanita yang melawan budaya setempat maka dapat memicu konflik. Kultur patriarki belum bisa dihapuskan dalam masyarakat yang dianggap modern Penelitian Fulu et.al mengenai kekerasan di 6 Negara Asia Pasifik menyebutkan bahwa kekerasan berasal dari subordinasi dan ketidak setaraan laki-laki di ruang publik. Faktorfaktor maskulinitas laki-laki yang berhubungan dengan kekerasan adalah adanya dominasi lakilaki terhadap wanita, agresi, kekuatan yang menimbulkan kerugian bagi wanita, cara menjadi laki-laki yang seharusnya, dan kemampuan mengontrol wanita. Faktor ini sudah mengakar dalam kebudayaan patriarki.(Emma Fulu, 2013)
Kekerasan yang di terima remaja berhubungan dengan kekerasan saat masih anakanak. Keluarga memiliki peranan penting dalam kehidupan anak dan remaja. Dukungan keluarga yang rendah terbukti memiliki hubungan yang kuat terhdap terjadinya kekerasan yang dialami remaja.(Riane N. Miller, 2014 ) Orang tua memiliki peran sebagai kontrol perilaku, membina kualitas hubungan dan mempunyai fungsi dukungan pembiayaan terhadap anak. Menurut penelitian Bingenheimer dan Reed, remaja yang memiliki orang tua yang terdiri dari ayah dan ibu memiliki permasalahan kekerasan seksual lebih rendah dibandingkan yang tinggal dengan salah satu orang tua. Konflik pada keluarga yang lebih tinggi dialami remaja meningkatkan kecenderungan remaja mengalami pemaksaan aktivitas seksual. Kontrol dari keluarga terbukti mengurangi risiko remaja putri untuk mengalami kekerasan, orang
&ANAK | Volume 1 | Nomor 1 | Februari 2016
JURNAL ASUHAN IBU
Prita Putri Prima Pertiwi, Ardini Raksanagara, Kuswandewi Mutyara
tua menjaga anak perempuannya untuk tidak pacaran yang berisiko tinggi untuk terjadinya kekerasan.(Reed, 2014)
Seseorang mempelajari perilaku dari observasi dan imitasi, termasuk perilaku menyimpang dapat dipelajari dari orang tua dan teman. Penelitian mengenai masalah eksternal remaja menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara masalah eksternal yang dialami remaja dengan perilaku yang diturunkan dari ibu dan temannya. Interaksi yang bersifat negatif diturunkan dari ibu kepada anaknya terkait dengan masalah eksternal. Perilaku menyimpang dapat dipelajari oleh remaja dari ibu sebagai lingkungan keluarga terdekat dan teman yang menjadi peer groupnya.(Ivy N. Defoe et al., 2013) Remaja memiliki teman dengan perilaku menyimpang, yang mengharuskan remaja untuk mengikuti aktivitas yang sama dengan teman sebayanya. Teman dengan perilaku yang menyimpang ini juga memanfaatkan pertemanan dengan menjual remaja putri kepada orang yang tidak dikenal. Hasil penelitian ini ditegaskan oleh penelitian mengenai pengaruh teman sebaya terhadap kekerasan seksual yang menyebutkan kejadian kekerasan seksual saat anak-anak secara spesifik bersinggungan dengan sosialisasi oleh teman sebaya sebelum terjadinya kekerasan seksual.(Ivy N. Defoe et al., 2013) Teman sebaya yang memiliki perilaku menyimpang juga berhubungan dengan perilaku seks bebas pada remaja. Suatu kelompok peer grup yang memiliki perilaku menyimpang akan memiliki nilai yang sama mengenai seksualitas. Hubungan remaja putri yang mau melakukan aktivitas seksual dengan laki-laki pasangannya menurut analis gender menunjukkan peran wanita dibawah laki-laki seperti yang ada pada budaya patriarki. Remaja merasa bahwa pasangan lakilaki adalah guru dan remaja adalah murid yang diajari banyak hal mengenai seksualitas, remaja
&
JURNAL ASUHAN IBU
putri merasa senang jika sanggup menyenangkan pasangannya.(Tolman, 2012, Ivy N. Defoe et al., 2013, Thomas J. Dishion, 2012 )
Ibu dan teman sebaya yang memang memiliki posisi subordinat terhadap pasangannya, membuat remaja putri memiliki nilai yang rendah terhadap dirinya, sehingga ketika melakukan aktivitas seksual pada transaksi seksual akan cenderung bertahan pada situasi kekerasan. SIMPULAN DAN SARAN
Makna kekerasan pada remaja putri yang melakukan transaksi seksual adalah pemaksaan yang dilakukan oleh orang-orang yang terlibat
dalam transaksi seksual baik dalam proses awal masuk dan proses transaksi seksual dengan jenis kekerasan fisik, ekonomi, verbal dan seksual menyebabkan dampak kerugian secara ekonomi. Ideologi gender untuk pemberdayaan seksualitas terlihat pada remaja putri, pelaku, dan masyarakat. Ideologi gender yang dimiliki remaja putri berupa kemampuan pengambilan keputusan, berlawanan dengan ideologi patriarki pelaku dan masyarakat . Ideologi ini membuat remaja putri memiliki risiko untuk terus menerus berada dalam situasi kekerasan.Remaja memiliki riwayat kekerasan dan perilaku menyimpang sebelum melakukan transaksi seksual di eks lokalisasi saritem. Diharapkan keluarga, lingkungan sekolah dan masyarakat dapat mendidik anak bebas dari tindak kekerasan dan perilaku menyimpang. DAFTAR PUSTAKA
Andrea Krusi, J. C., Amelia Rigway, Janice Abbott, Steffanie A. Strathdee, And Kate Shannon June 2012. Negotiating Safety And Sexual Risk Reductionwith Clients In Unsanctioned Safer Indoor Sex Work Environments:A Qualitative Study. American Journal Of Public Health, Vol 102,
ANAK | Volume 1 | Nomor 1 | Februari 2016
52
Makna Kekerasan pada Remaja Putri yang Melakukan Transaksi Seksual
1154-1159.
Creswell, J. W. (Ed.) 2009. Research Design Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif Dan Mixed, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Dahlberg Ll, K. E. (Ed.) 2002. Violence-A Global Public Health Problem: World Health Organization. Darwin, M. June 24, 1999. Maskulinitas:Posisi Laki-Laki Dalam Masyarakat Patriarkis. S.281,Center For Population And Policy Studies Gadjah Mada University. Elizabeth Reed, J. G., Monica Biradavolu,Vasavi Devireddy, Kim M. Blankenship 2010 The Context Of Economic Insecurity And Its Relation To Violence And Risk Factors For Hiv Among Female Sex Workers In Andhra Pradesh, India. Public Health Reports Supplement 4 Volume 125, 81-89.
Emma Fulu, X. W., Stephanie Miedem,Rachel Jewkes, Tim Rosellii, James Lang 09/2013. Why Do Some Men Use Violence Against Women And How Can We Prevent It? . Ncj, 121. Ditjen
Rehsos Kemensos. 2010. Praktik Perdagangan Manusia [Online]. Http:// Rehsos.Kemsos.Go.Id. [Accessed 25 Maret 2014].
Ivy N. Defoe, L. K., Skyler T. Hawk, Susan Branje, Judith Semon Dubas,, Kirsten Buist, T. F., Marcel A. G. Van Aken,Hans M. Koot, Pol A. C. Van Lier, & Meeus, A. W. 2013. Siblings Versus Parents And Friends: Longitudinal Linkages To Adolescent Externalizing Problems. Journal Of Child Psychology And Psychiatry 54, 881–889.
Kamalesh Sarkar, B. B., Rita Mukherjee, Sekhar Chakraborty, Suman Saha, & Arundhuti Ghosh, A. S. P. 2008 Jun. Sex-Trafficking, 53
Violence, Negotiating Skill, And Hiv Infection In Brothel-Based Sex Workers Of Eastern India, Adjoining Nepal, Bhutan, And Bangladesh. J Health Popul Nutr, 26(2), 223-231.
Kirsten Stoebenau, S. A. N., Clara Rubincam, Samantha Willan, Yanga Zn Zembe,, Tumelo Tsikoane, P. T. T., Haruna M Bello, Carlos F Caceres, Loraine Townsend, Paul G Rakotoarison & Razafintsalama, A. V. 2011. More Than Just Talk: The Framing Of Transactional Sex And Its Implications For Vulnerability To Hiv In Lesotho, Madagascar And South Africa. Biomed Central, 7.
Mackinnon, C. A. 1989. Toward A Feminist Theory Of A State. Rape: On Coercion And Consent. 1 Ed. London England: Harvard University Press. Martin Mbonye, W. N., Sarah Nakamanya, Betty Nalusiba, Rachel King,Judith Vandepitte & Seeley, A. J. 2012, . Gender Inequity In The Lives Of Women Involved In Sex Work In Kampala, Uganda. Journal Of The International Aids Society, 15(Suppl 1):17365, 1-9.
Neha A. Deshpande, N. M. N. 2013 • Sex Trafficking Of Women And Girls. Reviews In Obstetrics & Gynecology, Vol. 6 E22-E27 P2TP2A.2013. Transaksi Seksual Di Bandung Kasat Mata [Online]. Bandung: Www. P2tp2ajabar.Org. [Accessed 27 Februari 2014].
PKBI 2012. Rekapitulasi Pelayanan Ims Dan Hiv Aids Di Klinik Mawar Pkbi. Bandung: Pkbi.
Reed, J. B. B. A. E. December 2014. Risk For Coerced Sex Among Female Youth In Ghana: Roles Of Family Context, School Enrollment And
&ANAK | Volume 1 | Nomor 1 | Februari 2016
JURNAL ASUHAN IBU
Prita Putri Prima Pertiwi, Ardini Raksanagara, Kuswandewi Mutyara
Relationship Experience. International Perspectives On Sexual And Reproductive Health, Volume 40, 184-195.
Riane N. Miller, A. A. F., And Emily M. Wright 2014 October The Moderating Effects Of Peer And Parental Support On The Relationship Between Vicarious Victimization And Substance Use. J Drug Issues., 44, 362–380. Sugiyono (Ed.) 2012. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif Dan Kombinasi (Mixed Methods), Bandung: Alfabeta.
&
JURNAL ASUHAN IBU
Thomas J. Dishion, T. H., Marie-Hélène Véronneau 2012 An Ecological Analysis Of The Effects Of Deviant Peer Clustering On Sexual Promiscuity, Problem Behavior, And Childbearing From Early Adolescence To Adulthood: An Enhancement Of The Life History Framework. Dev Psychol., 48, 703– 717. Tolman, D. L. 2012. Female Adolescents, Sexual Empowerment And Desire: A Missing Discourse Of Gender Inequity. Sex Roles, 66.
ANAK | Volume 1 | Nomor 1 | Februari 2016
54