Aspek Perubahan Lahan terhadap Kondisi Tata Air Sub DAS Cisangkuy-DAS Citarum Oleh Idung Risdiyanto, Nana Mulyana, F.S. Beny, Sudharsono 1. Analisis perubahan penutupan lahan Dinamika perubahan penggunaan lahan memberikan pengaruh yang nyata terhadap kondisi hidrologis suatu DAS. Pengaruh-pengaruh tersebut antara lain adalah perubahan iklim mikro, limpasan permukaan, erosi dan sedimentasi. Perubahan penggunaan lahan dapat diketahui dengan melakukan suatu analisis terhadap jenis penutupan lahan. Jenis-jenis penutupan lahan yang merupakan representasi dari penggunaannya antara laian adalah lahan berhutan, kebun/perkebunan, semak belukar, tegalan, tanah kosong, badan air dan lahan terbangun. Analisis perubahan penutupan lahan di wilayah DAS Cisangkuy menggunakan data citra satelit Landsat 5 TM untuk tahun 1991 dan Landsat 7 ETM untuk 2001 dan 2008. Hasil interpretasi dari ketiga data tersebut, menunjukkan bahwa terjadi perubahan jenis penutupan lahan yang dinyatakan dengan penambahan atau pengurangan luas dari masing-masing jenis. Tabel 1 menunjukan perubahan penutupan lahan di DAS Cisangkuy dan Gambar 1 menunjukkan peta jenis penutupan lahan untuk tahun 1991, 2001 dan 2008. Tabel 1. Jenis penutupan lahan DAS Cisangkuy dan perubahan luasnya pada tahun 1991, 2001 dan 2008. Tahun No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Perubahan (%)
Penutupan Lahan Hutan Kebun/Perkebunan Permukiman/terbangun Sawah Irigasi Sawah Tadah Hujan Semak belukar Tegalan/Ladang Tegalan/Ladang bersemak Tubuh air Luas Total
1991
2001
2008
8738.8 3452.2 1283.7 2736.4 2032.6 1106.7 4770.5 3376.2 298.1 27795.3
6157.6 3961.6 1549.0 2661.0 1963.8 3271.2 3464.7 4379.2 387.2 27795.3
5702.0 3575.8 3482.0 2171.1 1826.1 2754.7 3933.4 3952.9 397.4 27795.3
1991-2001 2001-2008 1991-2008 -29.5 14.8 20.7 -2.8 -3.4 195.6 -27.4 29.7 29.9
-7.4 -9.7 124.8 -18.4 -7.0 -15.8 13.5 -9.7 2.6
-34.8 3.6 171.2 -20.7 -10.2 148.9 -17.5 17.1 33.3
Jenis tutupan lahan berhutan, sawah irigasi dan sawah tadah hujan mengalami penurunan luas dengan pola yang berbeda. Selama tahun 1991-2008, luas lahan berhutan mengalami penurunan sebesar 34.8% dengan jumlah penurunan terbesar terjadi pada periode 1991-2001 yaitu sebesar 29.5%, sedangkan untuk tahun 20012008 adalah 7.4%. Perubahan yang terbesar dari lahan berhutan tersebut adalah menjadi semak belukar, tegalan/ladang, tegalan/ladang bersemak masing-masing sebesar 1624 ha, 518 ha, 1064 ha pada periode 1991-2001 dan 925 ha, 316 ha, 321 ha pada 2001-2008.
Berbeda dengan pola penurunan lahan berhutan, pada lahan tanah sawah irigasi dan tadah hujan penurunan terbesar terjadi pada tahun 2001-2008 yaitu masing-masing sebesar 18.4% dan 7%. Perubahan lahan terbesar pada dua penutupan lahan tersebut adalah menjadi pemukiman/ terbangun, tegalan/ladang dan semak belukar sebesar 523 ha, 52 ha dan 45 ha untuk sawah irigasi dan 158 ha, 65 ha dan 97 ha untuk sawah tadah hujan. Sedangkan pada periode 1991-2001 penurunan lahan sawah irigasi adalah 2.8% dan sawah tadah hujan 3.4%, dengan perubahan terbesar menjadi permukiman/terbangun masing-masing 63 ha dan 39 ha. Jenis penutupan lahan yang perubahannya fluktuatif adalah kebun/perkebunan, semak belukar, tegalan/ladang dan tegalan/ladang bersemak. Luas penutupan lahan kebun/perkebunan mengalami peningkatan sebesar 14.8% pada periode 1991-2001 dan mengalami penurunan pada periode 2001-2008 sebesar 9.7%. Peningkatan luas kebun/perkebunan didapatkan dari perubahan tegalan/ladang (700 ha) dan tegalan/ladang bersemak (914 ha) dan berhutan (483.2 ha), sedangkan penurunan yang terjadi karena terdapat konversi menjadi semak belukar (137 ha), tegalan/ladang (387 ha), tegalan/ladang bersemak (1002 ha) dan hutan (158 ha) Luas semak belukar juga mengalami peningkatan sebesar 195.6% pada periode 19912001 dan mengalami penurunan pada tahun 2001-2008 sebesar 15.8%. Kenaikan luas tersebut disebabkan oleh perubahan yang terjadi pada lahan berhutan (1624 ha) tegalan/ladang (664 ha) dan tegalan/ladang bersemak (526 ha). Sedangkan penurunan luas terjadi karena terdapat konversi menjadi lahan berhutan (793 ha), tegalan/ladang bersemak (658 ha) dan tegalan/ladang (528 ha) Luas tegalan/ladang mengalami penurunan pada periode 1991-2001 sebesar 27.4% dan mengalami peningkatan pada periode 2001-2008 sebesar 13.5%. Penurunan terjadi karena terdapat konversi tegalan/ladang menjadi tegalan/ladang bersemak (1203 ha), kebun/perkebunan (700 ha), semak belukar (664 ha) dan hutan (458 ha). Sedangkan untuk peningkatanya terjadi karena konversi dari hutan (316 ha), kebun/perkebunan (387 ha), semak belukar (523 ha) dan tegalan/ladang bersemak (1033 ha). Perubahan luas tegalan/ladang bersemak mengalami peningkatan pada periode 19912001sebesar 29.7% dan penurunan pada periode 2001-2008 sebesar 9.7%. Peningkatan luas terjadi karena konversi dari hutan (1064 ha), kebun/perkebunan (977 ha), semak belukar (257 ha) dan tegalan/ladang (1203 ha). Sedangkan penurunan luas terjadi karena konversi menjadi hutan (359 ha), kebun/perkebunan (918 ha), permukiman/terbangun (294 ha) semak belukar (306 ha) dan tegalan/ladang (1032 ha). Pola perubahan yang terjadi pada lahan bervegatasi seperti berhutan, kebun/perkebunan, semak belukar, tegalan/ladang dan tegalan/ladang bersemak merupakan suatu dinamika perubahan yang saling mempengaruhi. Berdasarkan pola perubahan tersebut maka dapat diketahui jika di suatu lokasi terjadi peningkatan kerapatan vegetasi maka di lokasi lainnya akan terjadi penurunan. Lebih lengkap mengenai dinamika perubahan lahan untuk wilayah DAS Cisangkuy dapat dilihat pada Lampiran xxx yang menunjukkan lokasi/sub DAS dimana perubahanperubahan tersebut terjadi.
Gambar 1. Jenis penutupan lahan di DAS Cisangkuy
Konversi lahan berhutan tahun 1991, 2001 dan 2008 Berdasarkan tingkat klasifikasi yang digunakan dalam interpretasi data satelit, lahan berhutan adalah jenis tutupan dengan kerapatan vegetasi yang paling tinggi. Tingkat kerapatan vegetasi ini sangat berpengaruh terhadap keseimbangan neraca air dalam suatu DAS. Lahan berhutan akan menghasilkan jumlah limpasan permukaan yang lebih rendah dibandingkan jenis tutupan lahan yang lain, dan sebaliknya akan mempunyai tingkat infiltrasi yang lebih tinggi. Oleh karena itu dinamika perubahan lahan berhutan dalam kajian DAS Cisangkuy ini menjadi penting. Perubahan lahan berhutan menjadi jenis tutupan lahan yang lain, menunjukkan bahwa pada periode 1991-2001 lebih besar dibandingkan pada periode tahun 2001-2008. Pada tahun 2001, luas lahan berhutan turun 29.5% (2581 ha) dari kondisi tahun 1991, sedangkan pada tahun 2008 turun sekitar 7.4% (456 ha) dari kondisi tahun 2001. Pada Gambar 2 ditunjukkan bahwa perubahan lahan berhutan pada dua periode tersebut didominasi dengan konversi menjadi semak belukar, tegalan/ladang dan tegalan/ladang bersemak.
1800 1600 1400 1200 1000 800 600 400 200 0
1991-2001
Tegalan/Ladang bersemak
Tegalan/Ladang
Semak belukar
Sawah Tadah Hujan
Sawah Irigasi
Permukiman
2001-2008
Kebun/Perkebunan
Luas (ha)
Konversi lahan be rhutan
Gambar 2. Konversi lahan berhutan menjadi non-hutan tahun 1991, 2001 dan 2008
Pada periode tahun 2001-2008 terjadi penambahan luas hutan di zona 1, 2, 3 dan 5, walaupun pada periode tersebut secara keseluruhan untuk DAS Cisangkuy mengalami penurunan. Sedangkan pada periode 1991-2001, hanya zona 8 yang mengalami peningkatan luas lahan berhutan. Hal ini merupakan indikasi bahwa masih terdapat upaya peningkatan luas lahan berhutan walaupun jumlahnya tidak sebanding dengan degradasinya (Gambar 3 dan Lampiran xxx)
Gambar 3. Perubahan lahan berhutan di masing-masing zona (1991-2001 dan 2001-2008)
2. Analisis limpasan permukaan dan Infiltrasi Perubahan lahan penutupan lahan di suatu DAS menyebabkan perubahan jumlah air hujan yang menjadi limpasan permukaan dan infiltrasi. Limpasan permukaan akan meningkat jika kemampuan lahan untuk menginfiltrasikan air hujan berkurang. Lahan-lahan dengan penutupan vegetasi akan memberikan nilai infiltrasi yang lebih besar dibandingkan dengan non-vegetasi. Untuk menghitung perubahan kemampuan lahan untuk menginfiltrasikan air hujan digunakan pendekatan SCS dengan bilangan kurva (CN) yang merupakan fungsi dari jenis tekstur tanah (SHG-Soil Hydrology Group) dan tutupan lahan diatasnnya. Pada metode ini setiap perubahan tutupan lahan akan menyebabkan perubahan nilai CN. Pada lahan-lahan bervegetasi mempunyai nilai CN yang relatif lebih rendah sesuai dengan SHG-nya. Nilai CN yang rendah adalah indikasi kemampuan lahan untuk infiltasi tinggi dan limpasan permukaan yang rendah. 2.1. Perubahan nilai CN DAS Cisangkuy Sesuai dengan perubahan lahan yang terjadi, secara keseluruhan wilayah DAS Cisangkuy mengalami peningkatan nilai CN. Pada periode tahun 1991-2001 nilai CN naik sebesar 1.1% dan periode 2001-2008 naik 2.0% (Gambar 4). Meskipun penurunan lahan berhutan menjadi non hutan pada periode 1991-2001 lebih besar, namun karena perubahan yang terjadi pada periode 2001-2008 banyak menjadi lahan non-vegetasi (terutama di daerah hilir) maka menyebabkan peningkatan CN yang lebih besar. Gambar 5 menunjukkan peta sebaran nilai CN di DAS Cisangkuy. 87.00
86.68
86.50 86.00
Nilai CN
85.50 85.02 85.00 84.50
84.08
84.00 83.50 83.00 82.50 1991
2001
2008
Tahun
Gambar 4. Rata-rata nilai CN DAS Cisangkuy tahun 1991, 2001 dan 2008 Peningkatan nilai CN pada periode 1991-2001 didominasi oleh perubahan lahan hutan menjadi tegalan/ladang, semak belukar dan tegalan/ladang bersemak di daerah hulu, yaitu zona 1, 2 dan 6. Sedangkan peningkatan nilai CN pada periode tahun 20012008 lebih banyak disebabkan perubahan lahan bervegetasi menjadi lahan permukiman/terbanguan yang terjadi daerah hilir seperti zona 8, 9, 10 dan 5. Gambar 6 menunjukkan perubahan nilai CN di masing-masing zona.
Gambar 5. Sebaran nilai CN di wilayah DAS Cisangkuy tahun 1991, 2001 dan 2008
Gambar 6. Perubahan nilai CN di masing-masing zona pada periode 1991-2001 dan 2001-2008. 2.2. Curah hujan wilayah Sebagai masukan untuk menghitung nilai limpasan adalah curah hujan wilayah DAS Cisangkuy dan CN. Curah hujan tahunan di wilayah ini berkisar antara 1900-2500 mm/tahun dengan rata-rata jumlah bulan kering adalah empat bulan (Juni-September), dua bulan lembab (Mei dan Oktober) dan 6 bulan basah (Januari-April dan November-Desember) seperti yang tersaji dalam Gambar 7. Wilayah-wilayah yang menerima jumlah curah hujan tahunan persatuan luas (ha) yang terbesar adalah zona 9
sebesar 17.5% dari total hujan yang diterima DAS Cisangkuy seperti yang disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Curah hujan tahunan di masing-masing zona DAS Cisangkuy zona 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
subdas
luas (ha)
Cisangkuy hulu, Cibereum, Citere Situ Cipanunjang, Situ Cileunca Cisarua Cinyiruan, Cimalawindu, Cisurili, Cibiana, Cibanjaran, Cisadawindu Cilaki, Cileutik, Ciherang, Cimedal, Cirangang Cikalong Cigereuh Citalitik Citalutug Cibintuni Rata-rata/Jumlah
CH tahunan juta m3 juta m3/ha 73.31 0.024 59.98 0.023 68.43 0.024
3028.2 2553.5 2852.7
mm 2421 2349 2399
3308.9
2226
73.65
0.022
2940.6 1230.7 3061.7 1574.1 4763.3 2419.0 27732.6
2209 2198 2292 2308 2344 2273 2302
64.95 27.06 70.18 36.33 111.65 54.97 638.35
0.022 0.022 0.023 0.023 0.023 0.023 0.023
Gambar 7. CH wilayah tahunan dan bulanan DAS Cisangkuy 2.3. Limpasan permukaan DAS Cisangkuy Berdasarkan kondisi curah hujan, CN dan luas wilayah masing-masing zona subdas pada saat ini maka diperoleh bahwa zona-zona yang berada di bagian hilir memberikan nilai limpasan yang tinggi dibanding dengan zona di bagian hulu. Untuk zona yang memberikan limpasan tertinggi adalah zona 9 dengan nilai limpasan hampir dua kali lipat dibandingkan dengan zona 1 di bagian hulu, kondisi ini sesuai dengan jenis tutupan lahan yang di zona tersebut. Gambar 8 menunjukkan kontribusi limpasan permukaan masing-masing zona DAS Cisangkuy.
90.0
limpasan (juta m3/tahun)
80.0 70.0 60.0 50.0 40.0 30.0 20.0 10.0 0.0 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
zona
Gambar 8. Kontribusi limpasan permukaan (juta m3/tahun) masing-masing zona di wilayah DAS Cisangkuy pada tahun 2008 Untuk mengetahui pengaruh perubahan jenis tutupan lahan yang terjadi di DAS Cisangkuy, maka nilai limpasan permukaan yang terjadi dihitung dengan input curah hujan yang sama. Perubahan lahan yang terjadi dalam waktu 1991-2008 telah menyebabkan peningkatan jumlah limpasan permukaan di hampir setiap zona, kecuali di zona 10 pada periode 1991-2001 dan zona 3 pada periode 2001-2008 mengalami penurunan. Tabel 3 menunjukkan jumlah limpasan permukaan dalam satu tahun yang terjadi di masing-masing zona pada tahun 1991, 2001 dan 2008. Tabel 3. Limpasan permukaan di tiap zona DAS Cisangkuy pada tahun 1991, 2001 dan 2008. Zona 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Sub DAS Cisangkuy hulu, Cibereum, Citere Situ Cipanunjang, Situ Cileunca Cisarua Cinyiruan, Cimalawindu, Cisurili, Cibiana, Cibanjaran, Cisadawindu Cilaki, Cileutik, Ciherang, Cimedal, Cirangang Cikalong Cigereuh Citalitik Citalutug Cibintuni Jumlah
Luas (ha) 3028.2 2553.5 2852.7
Limpasan permukaan (juta m3/tahun) 1991 2001 2008 46.7 48.1 48.4 42.5 43.7 44.1 45.6 46.5 46.4
3308.9
49.0
49.9
50.9
2940.6
45.5
45.6
46.9
1230.7 3061.7 1574.1 4763.3 2419.0 27732.6
18.1 46.3 26.8 82.6 44.5 447.7
18.6 47.3 26.8 82.8 44.2 453.5
18.8 48.3 27.5 84.1 44.8 460.1
Hal yang menarik adalah prosentase perubahan limpasan permukaan pada periode 2001-2008 di daerah hulu seperti zona 1, 2, 3, 6 dan 7 lebih rendah dibandingkan pada periode 1991-2001 terutama di zona 1. Bahkan di zona 3 yang terjadi adalah penurunan jumlah limpasan permukaan. Sedangkan untuk zona 4, 5, 8, 9 dan 10 yang terjadi adalah perubahan peningkatan limpasan yang lebih besar dengan jumlah yang signifikan. Kondisi ini menunjukkan bahwa perubahan lahan vegetasi menjadi non-
vegetasi di zona-zona kawasan hulu pada periode 2001-2008 lebih rendah dibandingkan pada periode 1991-2001, dan perubahan lebih banyak terjadi di kawasan hilir. Gambar 10 menunjukkan jumlah peningkatan limpasan permukaan pada periode 1991-2001 dan 2001-2008 untuk masing-masing zona di DAS Cisangkuy. Distribusi jumlah limpasan menurut wilayah menunjukkan bahwa limpasan permukaan yang ada di bagian Utara (zona 8, 9 dan 10) mempunyai nilai yang lebih besar dan semakin meningkat setiap tahunnya. Hal ini berbeda dengan di kawasan Selatan (bagian hulu, zona 1-5) yang jumlah limpasan permukaannya relatif lebih stabil dibandingkan bagian hilir terutama periode 2001-2008. Gambar 11 menunjukkan distribusi limpasan permukaan di DAS Cisangkuy pada tahun 1991, 2001 dan 2008.
Gambar 10. Perubahan jumlah limpasan (%) di masing-masing zona DAS Cisangkuy tahun 1991, 2001 dan 2008
Gambar 11. Distribusi perubahan jumlah limpasan di masing-masing zona DAS Cisangkuy tahun 1991, 2001 dan 2008
Wilayah DAS Cisangkuy merupakan bagian hulu dari DAS Citarum yang mempunyai ketinggian antara 630-2300 m dpl. Terkait dengan besar limpasan permukaan yang terjadi di wilayah ini, nilai terbesar lebih banyak dihasilkan dari wilayah-wilayah yang menjadi bagian hilir DAS Cisangkuy (<1000 mdpl), yang besarnya sekitar 57.7% dari seluruh limpasan permukaan yang dihasilkan. Sedangkan untuk bagian tengah (10001500 mdpl) adalah 24.6% dan bagian hulu (>1500 mdpl) adalah 17.7%. Hal ini menunjukkan bahwa bagian bahwa bagian hilir yang mempunyai luas wilayah sekitar 28.1% dari luas DAS Cisangkuy ternyata memberikan sumbangan limpasan yang sangat besar jika dibandingkan dengan bagian tengah yang mempunyai luas sekitar 41.6% dan hulu sekitar 30.3%. Selain itu kondisi ini menunjukkan bahwa daerah hulu sebagai daerah tangkapan air untuk DAS Cisangkuy masih terindikasi baik dan bukan sebagai penyebab utama banjir di bagian hilir. Gambar 9 menunjukkan kontribusi limpasan permukaan menurut ketinggian tempat di wilayah DAS Cisangkuy pada tahun 2008.
limpasan permukaan (juta m3/tahun)
1200 1000 800 600 400 200 0 <1000
1000-1500
1500-2000
>2000
ketinggian ( mdpl)
Gambar 9. Kontribusi limpasan permukaan menurut ketinggian tempat di wilayah DAS Cisangkuy pada tahun 2008.
2.4. Infiltrasi Sampai dengan tahun 2008, jumlah curah hujan yang menjadi limpasan permukaan telah menunjukkan peningkatan sebesar 2.8% dari tahun 1991. Kondisi ini akan menyebabkan terjadinya penurunan jumlah air yang dapat disimpan oleh tanah melalui proses infiltrasi. Secara keseluruhan sampai dengan tahun 2008, wilayah DAS Cisangkuy telah mengalami penurunan infiltrasi sampai dengan 6.5% dari tahun 1991. Pada periode 1991-2001, kemampuan infiltrasi telah turun 3.0% dari tahun 1991 dan periode 2001-2008 telah turun 3.6% dari tahun 2001. Meskipun angka prosentase penurunan infiltrasi ini terlihat kecil, namun jika dilihat dari besaran volume air yang seharusnya dapat diinfiltrasikan, maka pada tahun 2001 telah terjadi penurunan sebesar 5.8 juta m3/tahun dan tahun 2008 sebesar 12.4 juta m3/tahun dari tahun 1991. Gambar 12 menunjukkan perubahan jumlah air yang dapat diinfiltrasikan oleh DAS Cisangkuy dari tahun 1991-2008
194.0 192.0
infiltrasi (juta m3/tahun)
190.0 188.0 186.0 184.0 182.0 180.0 178.0 176.0 174.0 172.0 1991
2001
2008
tahun
Gambar 12. Perubahan jumlah infiltrasi DAS Cisangkuy tahun 1991-2008 Perubahan infiltrasi untuk masing-masing zona menunjukkan suatu pengurangan laju perubahan yang berbeda. Zona 1, 2, 3, 4 dan 6 menunjukkan laju perubahan yang lebih kecil jika dibandingkan dengan zona yang lainnya. Pada zona tersebut, jumlah penurunan kapasitas infiltrasi pada periode 2001-2008 menunjukkan pengurangan yang tidak sebesar pada periode 1991-2008, terutama di zona 1, 2, 3 dan 6. Dari zona-zona tersebut, zona 3 justru menunjukkan peningkatan infiltrasi sampai dengan 3.3 % antara tahun 2001-2008. Hal ini menunjukkan, bahwa di kawasan-kawasan tersebut terdapat suatu usaha perbaikan lahan untuk meningkatkan kapasitas infiltrasinya, walaupun belum menyamai kondisi tahun 1991, kecuali pada zona 3. Sedangkan untuk selain zona tersebut diatas, menunjukkan nilai penurunan infiltasi yang lebih besar pada periode 2001-2008 jika dibandingkan dengan periode 19912001. Namun demikian, untuk zona 8 dan 10 pernah mengalami peningkatan infiltasi yaitu pada periode 1991-2001 dan kemudian mengalami penurunan hampir 2-4 kali lipat pada periode 2001-2008. Gambar 13 menunjukkan perubahan kapasitas infiltrasi lahan di DAS Cisangkuy untuk masing-masing zona.
Gambar 13. Perubahan kapasitas infiltrasi lahan di DAS Cisangkuy untuk masing-masing zona 3.
Neraca Air DAS Cisangkuy
Neraca air digunakan untuk mengetahui kesetimbangan kondisi sumberdaya air dalam suatu DAS, sehingga dapat diketahui masa atau periode surplus dan defisit air wilayah. Faktor-faktor yang mempengaruhi neraca air adalah kondisi tutupan/penggunaan lahan, jenis tanah dan iklim, yang masing-masing ditunjukkan dengan peubah-peubah curah hujan, limpasan permukaan dan evapotranspirasi. Oleh karena itu, setiap bentuk perubahan dari penggunaan lahan yang mempengaruhi kondisi hidrologi dan iklim mikro suatu wilayah akan merubah kondisi neraca airnya. Wilayah DAS Cisangkuy mempunyai rata-rata status cadangan air yang defisit baik pada musim hujan maupun musim kemarau. Nilai defisit air pada bulan-bulan basah (November-April) berkisar antara 2-15 mm/bulan, sedangkan pada bulan-bulan kering (Mei-Oktober) berkisar antara 20-68 mm/bulan. Kondisi defisit terbesar didapatkan pada bulan terkering yaitu hampir 90% dari nilai evapotranspirasi potensialnya. Perubahan-perubahan tutupan/penggunaan lahan yang terjadi di wilayah ini mempengaruhi peningkatan defisit air pada bulan-bulan basah. Pada periode 19912001, nilai defisit ini meningkat rata-rata 49.1% dan pada tahun 2001-2008 meningkat rata-rata 38.1%. Sedangkan jika tahun 1991 digunakan sebagai tahun dasar, maka sampai dengan tahun 2008, wilayah ini rata-rata mengalami peningkatan defisit ratarata sebesar 109.1%. Gambar 14 menunjukkan fluktuasi neraca air di wilayah DAS Cisangkuy.
0.0 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
defisit (mm/bulan)
-10.0 -20.0 -30.0 -40.0 -50.0
1991 2001 2008
-60.0 -70.0 bulan
Gambar 14. Fluktuasi neraca air bulanan di wilayah DAS Cisangkuy (mm/bulan) Dalam konteks hulu-hilir, DAS Cisangkuy bagian hulu mempunyai kondisi surplus dan defisit sesuai dengan kondisi iklim di wilayah ini. Pada tahun 2008, meskipun di kawasan hulu (zona 1, 2, 3 dan 4) terdapat bulan-bulan dengan surplus air, tetapi jika diakumulasikan dalam satu tahun dan satuan luas wilayah masing-masing zona, maka yang terjadi adalah wilayah dengan defisit air. Sedangkan kondisi di bagian hilir mengalami defisit sepanjang tahun yang disebabkan oleh jenis penutupan dan penggunaan lahan di kawasan tersebut (Gambar 15). Perubahan-perubahan yang terjadi selama periode 1991, 2001 dan 2008 juga mempengaruhi keadaan neraca air di kawasan ini. Pada periode tersebut, kondisi surplus cenderung menurun dan defisit cenderung untuk meningkat dengan laju perubahan pada tahun 1991-2001 secara umum lebih besar jika dibandingkan pada periode tahun 2001-2008. Hal ini berkorelasi dengan pola dan laju perubahan lahan yang terjadi pada periode tersebut. Sesuai dengan penjelasan sebelumnya, perubahan lahan-lahan bervegetasi menjadi non-vegetasi mengalami perlambatan pada periode 2001-2008 dibandingkan pada periode 1991-2001.
Gambar 15. Perubahan distribusi surplus dan defisit air DAS Cisangkuy tahun 1991, 2001 dan 2008 (mm/ tahun)
Berikut ini penjelasan kondisi neraca air masing-masing zona untuk tahun 1991, 2001 dan 2008. Zona 1 (Cisangkuy hulu, Cibereum dan Citere) zona 1 40
dS (mm/bulan)
20 0 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
-20 -40 1991 2001 2008
-60
Pada tahun 1991, wilayah ini mempunyai 8 bulan surplus air yaitu bulan Januari-Mei dan OktoberDesember dan defisit air pada bulan Juni-September. Namun kondisi ini berubah pada tahun 2001 dan 2008, yang menunjukkan periode defisit bertambah satu bulan pada bulan Oktober. Selain itu, jumlah surplus tersebut juga menurun sekitar 30% dari tahun 1991-2001 dan turun 10% dari tahun 2001-2008.
-80 bulan
Zona 2 (Situ Cipanunjang, Situ Cileunca) zona 2 20
0 dS (mm/bulan)
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
-20
-40 1991 2001 2008
-60
Wilayah ini adalaha pemasok utama pembangkit listrik yang ada di dalam DAS Cisangkuy. Bulan surplus air pada tahun 1991 adalah 3 bulan (Desember-Februari) dan pada tahun 2001 dan 2008 berkurang menjadi satu bulan (Februari). Rata-rata penurunan surplus atau peningkatan defisit pada tahun 1991-2001 adalah 23% dan pada tahun 2001-2008 adalah 9%
-80 bulan
Zona 3 (Cisarua) zona 3 40
dS (mm/bulan)
20 0 1
2
3
4
5
6
7
-20 -40 -60
1991 2001 2008
-80 bulan
8
9
10
11
12
Jumlah bulan surplus air pada tahun 1991 adalah delapan bulan (OktoberMei) dan kemudian menjadi enam bulan pada tahun 2001 (NovemberApril) dan tujuh bulan 2008 (November-Mei). Penurunan surplus atau peningkatan defisit dari tahun 1991-2001 rata-rata 53%. Kondisi ini berubah pada tahun 2001 s.d. 2008 dengan peningkatan surplus air ratarata 5%.
Zona 4 (Cinyiruan, Cimalawindu, Cisurili, Cibiana, Cibanjaran, Cisadawindu) zona 4 20
dS (mm/bulan)
0 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
-20
-40
Rata-rata penurunan surplus air di wilayah ini pada tahun 1991-2001 adalah 21% dan pada tahun 20012008 adalah 19%. Wilayah ini mempunyai periode surplus air pada tahun 1991 dan 2001 adalah enam bulan dan pada tahun 2008 berkurang menjadi lima bulan.
1991 2001 2008
-60
-80 bulan
Zona 5 (Cilaki, Cileutik, Ciherang, Cimedal, Cirangang) zona 5
0 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10 11 12
dS (mm/bulan)
-20
-40 1991 2001 2008
-60
Wilayah ini sepanjang tahun mengalami defisit air dengan peningkatan defisit yang makin besar sampai dengan tahun 2008. Defisit air meningkat sebesar 0.4% dari tahun 1991-2001 dan meningkat sampai dengan 18% dari tahun 20012008. Lahan terbangun dan sawah irigasi yang luas di kawasan ini menjadi penyebab utama kondisi defisit ini.
-80 bulan
Zona 6 (Cikalong) zona 6
20
dS (mm/bulan)
0 1
2
3
4
5
6
7
-20 -40 -60
1991 2001 2008
-80 bulan
8
9
10 11 12
Pada tahun 1991, wilayah ini masih mempunyai lima bulan dengan kondisi surplus, kemudian pada tahun 2001 menjadi satu bulan surplus dan pada tahun 2008 mengalami defisit sepanjang tahun. Dari tahun 19912001 rata-rata penurunan cadangan air sampai dengan 21% dan pada tahun 2001-2008 adalah 6%. Perubahan lahan bervegetasi menjadi non-vegetasi/tegalan menjadi penyebab penurunan cadangan air tanah
Zona 7 (Cigereuh) zona 7
20
dS (mm/bulan)
0 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10 11 12
-20 -40 1991 2001 2008
-60
Jumlah bulan surplus air pada tahun 1991 adalah lima bulan. Kondisi ini ini berubah pada tahun 2001 yang hanya menjadi dua bulan dan pada tahun 2008 terjadi defisit cadangan air sepanjang tahun. Rata-rata penurunan yang terjadi adalah 17% dari tahun 1991-2001 dan 18% dari tahun 2001-2008.
-80 bulan
Zona 8 (Citalitik) zona 8
0
dS (mm/bulan)
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10 11 12
-20
-40 1991 2001 2008
-60
Bagian hilir dari DAS Cisangkuy ini mempunyai jenis tutupan lahan pemukiman dan sawah yang cukup luas, sehingga menyebabkan sepanjang tahun terjadi defisit. Pada tahun 1991-2001 terjadi penurunan defisit cadangan air sampai dengan 3%, tetapi mengalami peningkatan kembali sampai dengan 12% pada tahun 2001-2008.
-80 bulan
Zona 9 (Citalutug) zona 9
0
dS (mm/bulan)
1
2
3
4
5
6
7
-20 -40 -60
1991 2001 2008
-80 bulan
8
9
10 11 12
Wilayah ini merupakan bagian terluas dari DAS Cisangkuy dan merupakan penyumbang terbesar limpasan permukaan. Dengan kondisi tutupan lahan yang didominasi oleh lahan terbangun, tegalan dan sawah, maka wilayah ini mengalami defisit cadangan air subdas sepanjang tahun. Berkorelasi dengan peningkatan luas lahan terbangun, maka terjadi peningkatan defisit air pada tahun 1991-2001 adalah 2% dan pada tahun 2001-2008 adalah 7%.
Zona 10 (Cibintuni) zona 10
0
dS (mm/bulan)
1
2
3
4
5
6
7
-20
8
9
10 11 12 1991 2001 2008
Sebagian wilayah ini adalah bagian Selatan dari cekungan Bandung yang sepanjang tahun mengalami defisit air. Peningkatan defisit air pada tahun 1991-2001 adalah 1% dan pada tahun 2001-2008 adalah 5%.
-40
-60
-80 bulan
Luas wilayah dengan kondisi laju simpanan air yang surplus di wilayah ini pada tahun 2008 adalah 4342.7 ha atau sekitar 15.6% dari seluruh luas wilayah DAS Cisangkuy. Jumlah ini merupakan suatu kenaikan laju simpanan air sebesar 14.2% dari luas surplus pada tahun 2001. Hal ini menunjukkan terdapat suatu upaya untuk meningkatkan laju simpanan air pada periode 2001-2008, terutama di bagian hulu
DAS Cisangkuy. Pada Gambar 16 ditunjukkan bahwa pada periode 1991-2001, wilayah-wilayah surplus air mengalami penurunan sebesar 17.5% dan mengalami peningkatan pada periode 2001-2008, dan Gambar 17 menunjukkan sebaran lokasi yang mempunyai laju simpanan air pada kondisi surplus.
perubahan luas surplus (ha)
5000.0
4500.0
4000.0
3500.0
3000.0 1991
2001
2008
tahun
Gambar 16. Perubahan luas wilayah yang mempunyai laju simpanan air surplus (ha)
Gambar 17. Distribusi wilayah yang mempunyai laju simpanan air surplus (ha)
Bagian hulu DAS Cisangkuy (zona 1, 2, 3, 4, 5, dan 6) mengalami peningkatan luas wilayah yang mempunyai laju simpanan surplus pada periode 2001-2008, bahkan jika dibandingkan dengan tahun 1991 untuk beberapa zona 4, 5 dan 6 juga menunjukkan peningkatan. Namun demikian, secara kesluruhan luas tersebut turun sampai dengan 5.8% jika dibandingkan dengan kondisi pada tahun 1991. Tabel 4 menunjukkan
perubahan luas wilayah dengan kondisi laju simpanan air surplus masing-masing zona dan Gambar 18 menunjukkan fluktuasi perubahan luas tersebut. Tabel 4. Luas wilayah dengan kondisi laju simpanan air surplus Zona 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Sub DAS Cisangkuy hulu, Cibereum, Citere Situ Cipanunjang, Situ Cileunca Cisarua Cinyiruan, Cimalawindu, Cisurili, Cibiana, Cibanjaran, Cisadawindu Cilaki, Cileutik, Ciherang, Cimedal, Cirangang Cikalong Cigereuh Citalitik Citalutug Cibintuni Jumlah
Luas subdas (ha) 3028.2 2553.5 2852.7 3308.9 2940.6 1230.7 3061.7 1574.1 4763.3 2419.0 27732.6
Luas wilayah surplus (ha) 1991 2001 2008 1418.0 1172.2 1292.4 601.9 454.7 509.9 1303.8 1032.6 1280.4 596.0 143.4 29.4 315.3 67.2 115.0 19.2 4609.1
499.3 119.9 28.9 271.9 80.1 123.6 18.1 3801.2
625.8 207.6 86.3 265.3 19.3 50.7 5.0 4342.7
10 9 8 7 zona
6 5 4 3 2001-2008 1991-2001 -100.0
-50.0
2 1 0.0
50.0
100.0
150.0
200.0
250.0
perubahan luas surplus (%)
Gambar 18. Perubahan luas wilayah di tiap zona dengan kondisi laju simpanan air surplus (%)