ASPEK HUKUM PIDANA DALAM TINDAK PIDANA PERPAJAKAN Ruben Achmad Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya Palembang E-mail:
[email protected] ABSTRAK Tindak Pidana Perpajakan adalah dalam perspektif hukum pidana materiel membicarakan 3 (tiga) masalah pokok, yaitu rumusan tindak pidana perpajakan, pertanggungjawaban pidana perpajakan dan solusi pidana perpajakan. Kebijakan formulasi mengenai tindak pidana pajak dirumuskan dalam Pasal 38, 39, 39A, 40, 41, 41A, 41B, 41C, 43 dan Pasal 43A. dari rumusan pasal-pasal tersebut jenis tindak pidana perpajakan dalam bentuk pelanggaran (culpa) sebagai perbuatan yang tidak sengaja dan tindak pidana pajak dalam bentuk kejahatan (dolus) sebagai perbuatan yang dilakukan dengan sengaja. Subjek tindak pidana pajak adalah manusia dan korporasi (badan hukum). Tanggung jawab pidana perpajakan yang dilakukan manusia berbasis pada culvabilitas (kesalahan), untuk korporasi sebagai pelaku tindak pidana perpajakan maka asas pertanggungjawaban perpajakannya berdasarkan teori identifikasi, vicarious liability, dan strict liability. Sanksi pidana terhadap pelaku tindak pidana perpajakan, hanya menggunakan sanksi pidana penjara dan kurungan. Demi menjaga pendapatan negara, maka rumusan pidana denda terhadap pelaku tindak pidana perpajakan oleh wajib pajak menjadi sanksi utama (premum remedium), sedangkan pidana penjara dirumuskan sebagai sanksi bersifat ultimum remedium (senjata pamungkas). Kata kunci: tindak pidana pajak, pertanggungjawaban pidana, dan sanksi pidana dalam tindak pidana perpajakan.
ABSTRACT Crime Taxation is in the perspective of criminal law materiel discuss three (3) main problems, namely the formulation of tax crime, criminal liability of taxation and tax crime solutions. Formulation of policies regarding tax criminal offense defined in article 38, 39, 39A, 40, 41, 41A, 41B, 41C, 43 and Article 43A. from formulation of those articles of the offenses taxation in the form of violation (culpa) as an act that is not deliberate and criminal act of tax in the form of crime (dolus) as acts committed intentionally. Criminal offense subject is human and corporation tax (legal entity). Criminal liability of taxation by humans based on culvabilitas (error), to the corporation as a criminal tax liability, the principle of taxation based on the identification theory, vicarious liability and strict liability. Criminal sanctions against the perpetrators of the crime of tax, using only the sanction of imprisonment and confinement. In order to maintain income countries, the formulation of criminal penalties against the perpetrators of the crime of tax by the taxpayer becomes a major penalty (premum remedium), while imprisonment is defined as the sanctions are ultimum remedium (ultimate weapon). Keyword: tax criminal offense , criminal liability and criminal sanctions in tax
crime
Pendahuluan
membangun keseimbangan hak dan
Sejalan
dengan
kewajiban
antara
perkembangan teknologi informasi,
dengan
ekonomi, sosial, politik, dan untuk
keseimbangan
menciptakan
sebagai
clean
pemerintahan
governance
perubahan Perpajakan.
yang
Wajib
Apara
Pajak,
menjaga
penerimaan
tulang
Pajak pajak
punggung
dilakukan
penerimaan APBN dan membangun
Undang-Undang
citra institusi Direktorat Jenderal
Perubahan
tersebut
Pajak yang lebih baik. Undang-
bertujuan untuk lebih memberikan
Undang tersebut adalah Undang-
keadilan, meningkatkan pelayanan
Undang Republik Indonesia Nomor 6
kepada
Tahun
Wajib
memberikan
Pajak,
lebih
kepastian
1983
Tentang
Ketentuan
hukum,
Umum dan Tata Cara Perpajakan
serta mengantisipasi kemajuan di
sebagaimana telah diubah terakhir
bidang
dengan
teknologi
informasi
dan
Undang-Undang
Republik
perubahan ketentuan material di
Indonesia Nomor 26 Tahun 2007
bidang
yang telah diubah terakhir dengan
perpajakan.
perubahan
Selain
tersebut
itu juga
Undang-Undang No 16 Tahun 2009.
dimaksudkan untuk meningkatkan profesionalisme
aparatur
Tulisan ini hanya meninjau kebijakan
formulatif
mengenai
perpajakan,
meningkatkan
Tindak Pidana Pajak yang tertuang
keterbukaan
administrasi
didalam Undang-Undang Nomor 28
meningkatkan
Tahun 2007 telah diubah terakhir
perpajakan,
dan
kepatuhan sukarela wajib pajak.
dengan
Undang-Undang
No.
16
Sistem mekanisme, dan tata
Tahun 2009. Ruang Lingkup yang
cara pelaksanaan hak dan kwajiban
ditinjau dalam tulisan ini meliputi
perpajakan
yang
kebijakan
menjadi
dan
ciri
perubahan
sederhana corak
dalam
Undang-Undang
ini
Tindak
dalam Pidana
Sanksi
assessment
Tindak Pidana Pajak.
khususnya
tersebut
bertujuan
untuk
Pajak,
Pertanggungjawaban pidana, dan
dengan tetap menganut sistem self Perubahan
merumuskan
Pidana
terhadap
pelaku
KUHP.
Namun
dalam
perkembangannya, Pembahasan A.
perkumpulan
Jenis
Tindak
Pidana
Perpajakan
dagang
atau
korporasi yang dapat disamakan dengan sutu pribadi manusia yang
Ada beberapa istilah untuk menyatakan suatu perbuatan yang dilarang
terdapat
oleh
aturan
dapat
melakukan
suatu
tindak
pidana.
pidana,
Berbagai
perundang-
perbuatan pidana, delik (delict)
undangan
atau strafbaarfeit. Dari keempat
mencantumkan korporasi sebagai
istilah
subyek tindak pidana seperti UU
tersebut,
istilah
“tindak
di
Indonesia
pidana” merupakan istilah yang
Lingkungan
banyak
dalam
KUHP, UU Tindak Pidana Korupsi,
perundang-undangan di Indonesia
demikian pula diberbagai negara
seperti UU No 7 Drt 55 tentang
seperti Belanda, Inggeris, Amerika
Tindak Pidana Ekonomi, UU No. 15
Serikat, Malaysia dan Singapore.
Tahun 2002 tentang Tindak Pidana
Selain subyek hukum sebgai unsur
Pencucian Uang, UU No. 31 Tahun
tindak pidana, masih terdapat satu
1999 tentang Tindak Pidana Korupsi
unsur
dan
Perbuatan
digunakan
sebagainya.
adalah
suatu
Tindak
Pidana
perbuatan
yang
Hidup,
telah
lagi
yaitu yang
Rancangan
perbuatan.
dapat
dikenai
hukum pidana tentu saja perbuatan
pelakunya dapat dikenai hukuman
yang
pidana. Pelaku ini dapat dikatakan
perbuatan yang memenuhi rumusan
merupakan subyek hukum. Dengan
delik
demikian
pidana
dalam undang-undang. Perbuatana
perbuatan
tersebut dapat berupa berbuat atau
dalam
terdapat
unsur
seseorang. dapat
tindak
Pada
dasarnya
melakukan
tindak
yang
melawan
hukum
sebagaimana
yaitu
dirumuskan
tidak berbuat.
pidana
Wujud atau sifat perbuatan
adalah orang (natuurlijke person).
pidana itu selain melawan hukum,
Dahulu
hanya
mengenal
subyek
perbuatan-perbuatan tersebut juga
tindak
pidana
adalah
manusia
merugikan masyarakat, dalam arti
seperti
yang
tercantum
dalam
bertentangan
dengan
atau
menghambat
akan
terlaksananya
asas
yang
fundamental
dalam
tata dalam pergaupan masyarakat
hukum pidana. Asas Legalitas ini
yang
adil.
berorientasi pada kepastian hukum.
Menururt Roeslan Saleh perbuatan
Ada dua fungsi yang diemban
pidana adalah perbuatan yang anti
atau dibebankan pada asas legalitas
sosial.
yaitu fungsi instrument yang berarti
dianggap
baik
dan
Perbuatan
seseorang
tidak ada perbuatan pidana yang
dikatakan sebagai tindak pidana
tidak
apabila perbuatan tersebut telah
melindungi yang berarti tidak ada
tercantum dalam undang-undang.
pemidanaan kecuali atas undang-
Dengan kata lain untuk mengetahui
undang.
sifat perbuatan tersebut dilarang
hukum yang menyatakan adanya
atau
pidana terdapat di dalam Kitab
tidak,
harus
dilihat
dari
dituntut
rumusan undang-undang. Asas yang
Undang-
menentukan
bahwa
Di
dan
fungsi
Indonesia,
Undang
sumber
Hukum
Pidana
tidak
ada
(KUHP) sebagai induk aturan umum
dilarang
dan
dan peraturan perundang-undangan
diancam dengan pidana jika tidak
khusus lainnya di luar KUHP. KUHP
ditentukan terlebih dahulu dalam
sebagai
perundang-undangan
mengikat
perbuatan
yang
dikenal
dengan asas legalitas. Asas
induk
peraturan
undangan khusus
Legalitas
ini
dalam
namun
dalam
bahasa Latin : “Nullum delictum
peraturan
nulla
poena
poenali”, delik,
sine
perundang-
di luar KUHP, hal-hal
tertentu
perundang-undangan
lege
khusus tersebut dapat mengatur
tidak
ada
sendiri atau menyimpang dari induk
pidana
tanpa
dahulu;
tiada
KUHP sebagai induk aturan
seorangpun dapat dihukum tanpa
umum memasukkan rumusan asas
peraturan
mendahului
Legalitas dalam Pasal 1 ayat (1)
terjadinya perbuatan dan bahwa
KUHP yang berbunyi “tiada suatu
peraturan termaksud harus telah
perbuatan dapat dipidana kecuali
mencantumkan
atas kekuatan aturan pidana dalam
peraturan
ada
umum
praevia
bermakna
tidak
aturan
lebih yang
suatu
ancaman
hukuman, Asas Legalitas merupakan
aturan umum.
perundang-undangan
yang
telah
ada sebelum perbuatan dilakukan”.
undang.
Bunyi
secara analogi ini dilakukan apabila
dari
pasal
tersebut
mengandung dua arti yaitu:
ada
a. Suatu tindak pidana harus
Penetapan
kekosongan
dengan
dalam perundang-undangan;
undang-undang.
b. Peraturan undang-undang ini ada
sebelum
dalam
undang-
undang untuk perbuatan yang mirip
dirumuskan atau disebutkan
harus
peraturan
apa
yang
diatur
oleh
Peraturan undang-undang ini harus
ada
sebelum
terjadinya
terjadinya tindak pidana.
tindak pidana, dengan perkataan
Suatu tindak pidana harus
lain
peraturan
dirumuskan atau disebutkan dalam
pidana
peraturan
retroaktif (berlaku surut). Ratio
undang-undang
mempunyai
konsekuensi
tidak
undang-undang boleh
berlaku
yaitu
(dasar fikiran) dari hal ini ialah
perbuatan seseorang yang tidak
untuk menjamin kebebasan individu
tercantum
terhadap
dalam undang-undang
kesewenang-wenangan
sebagai suatu tindak pidana, tidak
penguasa (peradilan) dan pendapat
dapat dipidana. Jadi dengan adanya
yang berhubungan dengan pendirian
asas ini hukum yang tak tertulis
bahwa pidana itu juga sebagai
tidak berkekuatan untuk diterapkan
paksaan
dan adanya larangan penggunaan
dwang). Dengan adanya ancmana
analogi
pidana
untuk
membuat
suatu
psychis
(psychologische
terhadap
orang
yang
perbuatan menjadi suatu tindak
melakukan tindak pidana, penguasa
pidana
sebagaimana
berusaha
dalam
undang-undang.
artinya
memperluas
berlakunya
peraturan
dengan
Dengan demikian unsur dari
menjadi
tindak pidana ini adalah adanya
suatu
mengabstraksikannya
dirumuskan Analogi
sicalon
mempengaruhi pembuat
untuk
jiwa tidak
berbuat.
aturan hukum yang menjadi dasar
perbuatan,
dari peraturan itu dan kemudian
rumusan
menerapkan aturan yang bersifat
bersifat
umum ini kepada perbuatan konkrit
melawan hukum ini diperluas tidak
yang tidak diatur dalam undang-
yang
mencocoki
undang-undang melawan
hukum.
dan Sifat
hanya melawan hukum formil tetapi
perbuatan
juga melwan hukum materiil.
merupakan
Kebijakan mengenai
formulatif
Tindak
Pidana
tersebut perbuatan
setelah
perbuatan
pertama
kali
yang
sebagaimana
Perpajakan diatur dalam Bab VIII
dimaksud dalam Pasal 13A,
tentang „Ketentuan Pidana” Pasal
didenda
38, 39, 39A, 40,41, 41A, 41B, 41C,
(satu)
43, 43A.
terutang
paling kali
sedikit
jumlah
yang
1
pajak
tidak
atau
Dalam hubungannya dengan
kurang dibayar dan paling
tindak pidana di bidang perpajakan,
banyak 2 (dua) kali jumlah
penggolongan
tindak
pajak terutang yang tidak
pidana perpajakan terbagi kedalam
atau kurang dibayar, atau
tindak pidana perpajakan dalam
dipidana
bentuk pelanggaran (culpa) sebagai
singkat 3 (tiga) bulan atau
perbuatan yang tidak sengaja dan
paling lama 1 (satu) tahun”.
atau
jenis
tindak pidana perpajakan dalam
Pasal
39
kurungan
ayat
(1)
paling
huruf
bentuk kejahatan (dolus) sebagai
a,b,c,d,e,f,g,h,i, ayat (2) dan (3)
perbuatan yang dilakukan dengan
menentukan:
sengaja.
1. Setiap orang yang dengan
Pasal 38 huruf a dan b UU KUP menentukan bahwa “setiap orang karena kealpaannya:
sengaja : a. Tidak mendaftarkan diri untuk
a. Tidak menyampaikan surat pemberitahuan; atau b. Menyampaikan
diberikan
Pokok Wajib Pajak atau tidak
surat
Nomor
melaporkan
usahanya
untuk
pemberitahuan, tetapi isinya
dikukuhkan
tidak
Pengusaha Kena Pajak;
benar
atau
tidak
lengkap, atau melampirkan
sebagai
b. Menyalahgunakan
atau
keterangan yang isinya tidak
menggunakan tanpa hak
benar
Nomor Pokok Wajib Pajak
sehingga
dapat
menimbulkan kerugian pada
atau
pendapatan
pengusaha Kena Pajak;
negara
dan
Pengukuhan
c. Tidak
menyampaikan
pembukuan yang dikelola
surat pemberitahuan; d. Menyampaikan
secara
surat
elektronik
diselenggarakan
atau secara
pemebritahuan dan/atau
perogram aplikasi online
keterangan
isinya
di Indonesia sebagaimana
tidak benar atau tidak
dimaksud dalam Pasal 28
lengkap;
(11); atau
yang
e. Menolak untuk melakukan
i. Tidak menyetorkan pajak
pemeriksaan sebagaimana
yang telah dipotong atau
dimaksud dalam Pasal 29;
dipungut sehingga dapat ,
f. Memperlihatkan pembukuan
menimbulkan
kerugian
pencatatan,
pada pendapatan Negara
atau dokumen lain yang
dipidana dengan pidana
palsu
dipalsukan
penjara apaling singkat 6
seolah-olah benar, atau
(enam) bulan dan paling
tidak
menggambarkan
lama 6 (enam) tahun dan
yang
denda paling sedikit 2
atau
keadaan sebenarnya;
(dua) kali jumlah pajak
g. Tidak menyelenggarakan pembukuan
terutang yang tidak atau
atau
kurang dibayar dn paling
pencatatan di Indonesia,
banyak 4 (empat) kali
tidak
jumlah
memperhatikan
pajak
terutang
atau tidak meminjamkan
yang tidak atau kurang
buku,
bayar;
catatan,
atau
dokumen lain;
2. Pidana
h. Tidak menyimpan buku,
sebagaimana
dimaksud
dalam
ayat
(1)
catatan, atau dokumen
ditambahkan 1 (satu) kali
yang
menjadi 2 (dua) kali sanksi
menjadi
pembukuan
dasar atau
pidana
apabila
seseorang
pencatatan dan dukumen
melakukan lagi tindak pidana
lain
hasil
di
dari
sebelum
termasuk
pemgolahan
data
bidang lewat
perpajakan 1
(satu)
tahun,
terhitung
sejak
kali jumlah restitusi yang
selesainya menjalani pidana
dimohonkan
dan/atau
penjara yang dijatuhkan;
kompensasi
atau
pengkreditan
yang
3. Setiap orang yang melakukan percobaan untuk melakukan tindak
pidana
menyalahgunakan menggunakan
atau
tanpa
hak
Nomor Pokok Wajib Pajak atau Pengukuhan Pengusaha Kena
Pajak
sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b, atau menyampaikan Surat Pemberitahuan
dan/atau
keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap, sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf d, dalam
rangka
mengajukan
permohonan
restitusi
atau
melakukan kompensasi pajak atau
pengkreditan
dipidana penjara (enam) lama
dilakukan”.
dengan paling bulan
pajak, pidana
singkat dan
6
paling
2 (dua) tahun
dan
denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah restitusi yang dimohonkan
dan/atau
kompensasi
atau
pengkreditan yang dilakukan dan paling banyak 4 (empat)
Sedangkan tentang faktur pajak, Pasal
39A
huruf
a
dan
b
menentukan : “Setiap orang yang dengan sengaja : a. Menerbitkan
dan/atau
menggunakan faktur pajak, bukti
pemungutan
pajak,
bukti pemotongan pajak, dan atau/ bukti setoran pajak yang
tidak
berdasarkan
transaksi yang sebenarnya; atau b. Menerbitkan tetapi
faktur
belum
pajak
dikukuhkan
sebgai
Pengusaha
Pajak,
dipidana
Kena dengan
pidana penjara paling sedikit 2 (dua) tahun dan paling lama 6 (enam) tahun serta denda paling sedikit 2 (dua) kali
jumlah
faktur
pajak
pajak,
pemungutan
pajak,
dalam bukti bukti
pemotongan pajak dan/atau bukti setoran pajak paling
dan paling banyak 6 (enam)
ayat (3) terkait dengan Tindak
kali
Pidana Percobaan. Pasal 39A terkait
jumlah
faktur
pajak
pajak,
pemungutan
dalam bukti
pajak,
tindak pidana Faktur Pajak.
bukti
Tindak Pidana yang terkait
pemotongan pajak, dan/atau
dengan pihak ketiga diatur dalam
bukti setoran pajak”.
Pasal 41 A dan 41 C UU KUP yang
Berdasarkan
menetukan :
Ketentuan
Pidana Perpajakan tersebut, maka
“Setiap orang yang wajib
uraian Pasal 38 mengatur tentang
memberikan keterangan atau
Kealpaan
bukti
(Culpa)
yang
terkait
yang
diminta
dengan Surat Pajak Tahunan (SPT),
sebagaimana
dimaksud
yang berhubungan dengan Pasal
dalam Pasal 35 tetapi dengan
13A UU Nomor 28 Tahun 2007
sengaja
tentang perubahan ketiga Undang-
keterangan atau bukti, atau
Undang Ketentuan Umum dan Tata
memberi
Cara Perpajakan (UUKP).
bukti
tidak
memberi
keterangan
yang
tidak
Pasal 39 berkaitan berkaitan
dipidana
dengan
dengan kesengajaan (Dolus) SPT,
kurungan
paling
Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP),
(satu)
Nomor
paling
Pengusaha
Kena
Pajak
tahun
atau benar pidana
lama
dan
banyak
(NPKP), Pemeriksaan, Pembukuan,
25.000.000,00
(dua
Penyetoran Pajak, dan Pasal 39
lima juta rupiah)”.
1
denda Rp. puluh
ayat (2) terkait dengan Tindak
Pasal 35 ayat (1) dan (2) UU
Pidana
KUP menentukan :
Pengulangan
menentukan
“pidana akan ditambahkan 1 (satu)
(1) Apabila
dalam
kali menjadi 2 (dua) kali sanksi
menjalankan
pidana
seseorang
peraturan
perundang-
melakukan lagi tindak pidana di
undangan
perpajakan
bidang perpajakan sebelum lewat 1
diperlukan
keterangan
(satu)
atau bukti atau dari bank,
apabila
tahun,
selesainya
terhitung
menjalani
sejak pidana
penjara yang dijatuhkan “. Pasal 39
akuntan konsultan
ketentuan
publik, pajak,
notaris, kantor
adiministrasi,
dan
atau/
(1)
Setiap orang yang dengan
pihak ketiga lainnya, yang
sengaja tidak memenuhi
mempunyai
kewajiban
hubungan
sebagaimana
dengan wajib pajak yang
dimaksud dalam Pasal 35 A
dilakukan
ayat (1) dipidana dengan
pemeriksaan
pajak,
penagihan
atau
penyidik
pidana
pajak
di
Direktur
paling
lama 1 (satu) tahun atau
bidang
denda paling banyak Rp.
tertulis
Jendral
kurungan
tindak
perpajakan, permintaan
pidana
atas
1.000.000.000,-00
dari
milyar rupiah);
Pajak,
(2)
(satu
Setiap orang yang dengan
pihak-pihak tersebut wajib
sengaja
menyebabkan
memberikan
tidak
terpenuhinya
keterangan
atau bukti yang diminta. (2) Dalam
pihak-
kewajiban
pihak
sebagaimana
pihak
pejabat
lain
dan
sebagaimana
dimaksud
dimaksud dalam Pasal 35 A
dalam ayat (1) terikat oleh
ayat (1) dipidana dengan
kewajiban
pidana
merahasiakan,
kurungan
paling
untuk
keperluan
lama 10 (sepuluh) bulan
pemeriksaan,
penagihan
atau denda paling banyak
pajak,
penyidikan
rp. 800.000.000,-(delapan
atau
tindak pidana di bidang perpajakan,
kewajiban
merahasiakan
ratus juta rupiah); (3)
Setiap orang yang dengan
tersebut
sengaja tidak memberikan
ditiadakan, kecuali untuk
data dan iformasinya yang
bank,
kewajiban
diminta
merahasiakan
ditiadakan
Jenderal
atas
permintaan
tertulis
dari Menteri Keuangan.
oleh
Direktur pajak
sebagaimana
dimaksud
dalam Pasal 35 A ayat (2)
Pasal 41 C ayat (1), (2), (3) dan
dipidana
(4) UU KUP menentukan :
kurungan paling lama 10 (sepuluh)
dengan bulan
pidana atau
(4)
denda paling banyak Rp.
dimaksud pada ayat (1)
800.000.000,-
tidak mencukupi, Direktur
(delapan
retus juta rupiah);
Jenderal Pajak berwenang
Setiap orang yang dengan
menghimpun
sengaja menyalahgunakan
informasi
data
kepentingan
dan
informasi
untuk penerimaan
sehingga
Negara yang ketentuannya
menimbulkan
kerugian
diatur dengan Peraturan
kepada Negara dipidana
Pemerintah
dengan pidana kurungan
memperhatikan ketentuan
paling lama 1 (satu) tahun
sebagaimana
atau denda paling banyak
dalam Pasal 35 ayat (2).
500.000.000,-(lima
ratus juta rupiah).
dengan dimaksud
Pasal 43 ayat (1) dan (2) U KUP menentukan:
Dalam Pasal 35 ayat (1) dan (2)
(1)
UU KUP diatur bahwa :
Ketentuan
sebagaimana
dimaksud dalam Pasl 39
Setiap pemerintah,
instansi
dan Pasal 39 A, berlaku
lembaga
bagi wakil, kuasa, pegawai
asosiasi, dan pihak lain,
dari
wajib
memberikan
data
pihak lain yang menyuruh
dan
informasi
yang
melakukan,
wajib
pajak
atau
yang
turut
melakukan,
yang
berkaitan
dengan
serta
perpajakan
kepada
menganjurkan, atau yang
Direktorat Jenderal Pajak
membantu
yang ketentuannya diatur
tindak pidana di bidang
dengan
perajakan.
Peraturan
Pemerintah
(2)
dan
perpajakan
Rp.
(1)
data
dengan
(2)
Ketentuan
melakukan
sebagaimana
memperhatikan ketentuan
dimaksud dalam Pasal 41 A
sebagaimana
dan Pasal 41 B berlaku
dimaksud
dalam Pasal 35 ayat (2);
juga bagi yang menyuruh
Dalam
melakukan,
informasi
hal
data
dan
sebagaimana
serta
yang
turut
melakukan,
yang
menganjurkan, atau yang
penanggulangan
membantu
perpajakan
tindak
melakukan
pidana
dibidang
perpajakan. Pasal “Tindak
40 Pidana
tahun
lampau sejak
kualifikasi
yuridis
“pelanggaran
atau
kejahatan”, sehingga dari aspek
di
pendekatan rumusan / frasa juga
bidang
waktu
saat
tidak
menentukan
perpajakan tidak dapat dituntut setelah
karena
menyebutkan berupa
kejahatan
terdapat kekaburan norma.
sepuluh
terhutangnya
Ketentuan termasuk
Pidana
ketentuan
penggunaan
pajak, berakhirnya masa pajak,
sanksi
berakhirnya bagian tahun pajak,
administrasi sehingga UU KUP (UU
atau berakhirnya tahun pajak yang
No. 6 Tahun 1983 diubah dengan
bersangkutan”.
UU No. 9 Tahun 1994 diubah dengn
Pasal
UU
hukum
UU No. 16 Tahun 2000 diubah
menentukan “setiap orang yang
dengan UU No. 28 Tahun 2007,
dengan sengaja menghalangi atau
dengan perubahan terakhir UU No.
mempersulit
16 Tahun 2009) yang digunakan
di
B
dalam
KUP
pidana
41
Pidana
Pajak
penyidikan bidang
tindak
perpajakan
oleh
Majelis
Hakim
untuk
dipidana dengan pidana penjara
menghukum Pelaku Tindak Pidana
paling lama 3 (tiga) tahun dan
Perpajakan di Pengadilan Umum,
denda
Rp.
hanya ada pidana pokok (Pasal 38-
75.000.000.-00 (tujuh puluh lima
41B), meskipun pada mulanya, ada
juta rupiah)”.
kualifikasi
paling
banyak
Rumusan Kualifikasi Tindak Pidana
Kejahatan
Pidana
Pelanggaran
delik
(kejahatan/pelanggaran)
dalam
dan
Tindak
Pasal 42 tetapi Pasal 42 kemudian
di
bidang
dihapus oleh Pasal 1 sub 34 UU No 9
perpajakan dalam UU KUP sangat
Tahun 1994. Walaupun UU KUP
bermanfaat
telah
bagi
penerimaan
mengalami
perubahan,
KUP termasuk fenomena legislatif
pidananya tetap tidak berubah dan
yang
tetap
dapat
masalah
menghambat
dan upaya
tidak
ada
jenis
kali
negara. Namun sementara ini, UU mengandung
pola
tuga
sanksi
ketentuan
mengenai
pertanggungjawaban
pidana untuk korporasi. Kualifikasi pelanggaran
perbuatannya itu.1 Maksud celaan obyektif adalah bahwa perbuatan
kejahatan sanksi
dan
pidana
yang
dilakukan
memang
oleh
seseorang
merupakan
suatu
perpajakan sangat perlu dilakukan
perbuatan
yang
dilarang.
karena
Indikatornya
adalah
perbuatan
penerapan
sanksi
perpajakan tidak hanya melalui
tersebut
hukuman pidana kurungan, penjara
dalam arti melawan hukum formil
dan
terdapat
maupun melawan hukum materiel.
hukuman atau sanksi administrasi
Sedangkan maksud celaan subyektif
berupa
menunjuk
denda,
melainkan
pembayaran
denda
bunga
administrasi.
Adminstrasi
biasanya
terhadap
Sanksi dikenakan
pelanggaran
administrasi,
dan
sedangkan
melawan
hukum
kepada
orang
baik
yang
melakukan perbuatan yang dilarang tadi.
Sekalipun
secara
dilarang
telah
sanksi
seseorang,
perbuatan
yang
dilakukan
oleh
namun
jika
orang
pidana dikenakan terhadap pelaku
tersebut tidak dapat dicela karena
tindak pidana bidang perpajakan
pada
yang terbukti lalai dan sengaja
kesalahan,
(culpa
pertanggungjawaban pidana tidak
dan
dolus)
melanggar
Undang-Undang Ketentuan Umum
dirinya
terdapat maka
mungkin ada.
dan Tata ara Perpajakan.
Dalam memiliki
B.
tidak
bahasa
lain
tapi
esensi
yang
sama
oleh
Chairul
Huda
PERTANGGUNGJAWABAN
disebutkan
PIDANA
bahwa dasar adanya pidana adalah
TINDAK
PIDANA
PERPAJAKAN Roeslan
Saleh
azas
legalitas,
sedangkan
dasar
menyatakan
dapat dipidananya pembuat adalah
bahwa pertanggungjawaban pidana
asas kesalahan. Ini berarti bahwa
diartikan
pembuat tindak pidana hanya akan
sebagai
diteruskannya
celaan yang obyektif yang ada pada perbuatan
pidana
dan
secara
subyektif memenuhi syarat untuk dapat
dipidana
karena
1
Roeslan Saleh, Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana Dua Pengertian Dasar Dalam Hukum Pidana, Jakarta: Aksara Baru, 1983, hlm. 75.
dipidana
jika
ia
mempunyai
bertentangan dengan hukum atau
kesalahan dalam melakukan tindak
bersifat melawan hukum (celaan
pidana tersebut. Kapan seseorang
obyektif). Jadi meskipun perbuatan
dikatakan
kesalahan
tersebut memenuhi rumusan delik
masalah
dalam undang-undang dan tidak
pertanggungjawaban pidana. Oleh
dibenarkan, namun hal tersebut
karena
pertanggungjawaban
belum memenuhi syarat penjatuhan
pidana adalah pertanggungjawaban
pidana. Untuk pemidanaan masih
orang terhadap tindak pidana yang
perlu adanya syarat penjatuhan
dilakukannya.
pidana, yaitu orang yang melakukan
mempunyai
menyangkut itu,
Tegasnya,
yang
dipertanggungjawabkan orang itu
perbuatan
adalah
yang
kesalahan atau bersalah (celaan
Terjadinya
subyektif). Orang tersebut harus
tindak
pidana
dilakukannya.
itu
mempunyai
pertanggungjawaban pidana karena
dipertanggungjawabkan
telah
yang
perbuatannya atau jika dilihat dari
seseorang.
sudut perbuatannya, perbuatannya
Pertanggungjawaban pidana pada
baru dapat dipertanggungjawabkan
hakekatnya
kepada orang tersebut.3
ada
tindak
dilakukan
oleh
merupakan
mekanisme hukum
pidana
yang
pidana
terhadap
suatu
dibangun untuk
oleh
Secara lebih rinci, Sudarto
bereaksi
menyatakan bahwa agar seseorang
pelanggaran
kesepakatan
atas
menolak
suatu
perbuatan tertentu.2 Khusus
atas
memiliki
aspek
pertanggungjawaban pidana, dalam arti dipidananya pembuat, terdapat
terkait
celaan
beberapa
syarat
yang
harus
obyektif dan celaan subyektif ini,
dipenuhi, yaitu : (Sudarto, 1986 :
Sudarto
77 )
dipidananya cukup
mengatakan
bahwa
seseorang
tidaklah
apabila
melakukan
orang
itu
perbuatan
1. Adanya
suatu
telah
pidana
yang
yang
oleh pembuat;
tindak dilakukan
2
Chairul Huda, Dan Tiada Pidana Tanpa Kesalahan Menuju Kepada Tiada Pertanggungjawaban Pidana Tanpa Kesalahan, Cet. Kedua, Jakarta: Kencana, 2006, hlm. 68
3
Sudarto, Hukum Pidana I, Badan Penyediaan Bahan0bahan Kuliah, Semarang FH UNDIP, 1988, hlm. 85.
2. Adanya unsur kesalahan
perpajakan terkait dengan adanya
berupa kesengajaan atau
pertanggungjawaban
kealpaan;
pelaku
3. Adanya
pembuat
mampu
yang
bertanggung
jawab;
tindak
perpajakan
pidana
yang
yakni
perusahaan
korporasi,
Berdasarkan uraian di atas,
pertanggungjawaban
dapat
pertanggungjawaban
dimintai
pidana
jika
bidang
dengan suatu wajib pajak Badan Hukum,
baru
dari
berhubungan
4. Tidak ada alasan pemaaf. seseorang
pidana
dimana
dalam
atau teori pidana
korporasi, dikenal ada dua macam doktrine,
yaitu
doktrine
strict
sebelumnya orang tersebut telah
liability (tanggung jawab ketat atau
terbukti melakukan perbuatan yang
tanggung
dilarang. Merupakan hal yang tidak
doktrine
vicarious
mungkin jika terdapat seseorang
(tanggung
jawab
pengganti).
yang dimintai pertanggungjawaban
Namun,
karena
persoalan
pidana sementara dia sendiri tidak
pertanggungjawaban
korporasi
melakukan perbuatan yang dilarang
sedapat
oleh
mempertimbangkan
hukum.
Jika
demikian,loncatan
terjadi
mutlak)
liability
mungkin
harus unsur
kesalahan,
dapat dielakkan dan pelanggaran
dijelaskan
terhadap hak asasi manusia juga
teori baru yang dipertahankan oleh
tidak dapat dihindari.
Viscount
Haldane
yang
dikenal
dengan
“Theory
of
primary
tindak
pidana
di
maka
dan
tidak
Dalam
berfikir
jawab
oleh
sebagaimana
Muladi,
bidang perpajakan, yang berpotensi
corporate
sebagai pihak yang dapat dimintai
kenudian dikenal dengan sebutan
pertanggungjawaban pidana adalah
“Identification Theory”.4
Wajib
Pajak,
baik
seseorang
Ada
criminal
muncul
tiga
liability”yang
doktrine
maupun badan hukum perusahaan
pertanggungjawaban korporasi yang
yang didalamnya terdapat subyek
masing-masing memiliki ciri dan
hukum orang dan badan hukum. Pertanggungjawaban pidana dalam
tindak
pidana
bidang
4
Muladi, Barda Nawawi Arief, Teoriteori dan Kebijakan Pidana, Bandung: Alumni, 1998, hlm. 90.
pandangan yang berbeda, sebagai
directing
berikut:
corporation”
1. Doktrin
Identification
Theory
will
of
(yaitu
the
individu-
individu seperti para pejabat atau pegawai yang mempunyai tingkatan
Doktrin bahwa
mind
ini
memandang
perbuatan/delik
kesalahan/sikap
yang
dibawah
tugasnya
perintah
atau
tidak arahan
pejabat
atasan dalam organisasi), dapat
senior dipandang sebagai perbuatan
diidentifikasikan sebagai perbuatan
dan dikumpulkan dari perbuatan
atau tindak pidana yang dilakukan
dari sikap batin dari beberapa
oleh korporasi. Dengan demikian,
pejabat senior (Muladi, 1998 : 90)
pertanggungjawaban
Hal
tidak
itu
batin
dan
manager,
senada
dengan
yang
didasarkan
dikemukakan oleh Peter Gilles yang
pertanggungjawaban
menulis bahwa “more specifically,
(vicarious liability).
the criminal act and state of mind
korporasi atas
konsep pengganti
2. Doktrin Vicarious Liability
of the senior officer may be treated
Doktrin
vicarious
liability
as being the companys own act or
dapat diartikan bahwa seseorang
mind, so as to create criminal
yang
liability
The
pribadi, bertanggung jawab atas
element of an offence may be
tindakan orang lain, atau dalam
collected from the conduct and
beberapa sumber sering disingkat
mental states of several of its
dengan
senior
“pertanggungjawaban
pengganti”.
circumstances.(Peter Gillies, 1990 :
Pertanggungjawaban
seperti
133).
hampir semuanya ditujukan pada
in
the
officers,
company,
in
appropriate
Berdasarkan identification
tersebut,
tidak
memiliki
kesalahan
sebutan
teori
delik
dalam
maka
(statutory
ini
undang-undang
offences).5
Barda
semua tindakan atau tindak pidana yang dilakukan oleh orang-orang yang dapat diidentifikasikan dengan organisasi/korporasi atau mereka yang disebut “who constitute its
5
Yudi Wibowo Sukinto, Kebijakan Formulasi Sanksi Pidana Dalam Tindak Pidana Penyelunduoan di Indonesia , Malang: Disertasi Program Studi Doktor Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Malang, 2012, hlm. 208.
Nawawi
Arief
menulis
bahwa
hampir
sama
dengan
vicarious
doktrin vicarious liability diartikan
liability, karena kedua doktrin ini
bahwa pertanggungjawaban hukum
tidak mensyaratkan adanya mens
seseorang
rea
atas
perbuatan
salah
atau
kesalahan
yang dilakukan oleh orang lain (the
sipembuatnya.
legal responsibility of one person
terletak
for the wrongful acts of another),
pertanggung
sehingga
dimana
menurut
majikan
doktrin
(employer)
pertanggungjawaban
ini,
adalah
utama
perbuatan-perbuatan
Namun,
pada
dari bedanya
pengenaan
jawaban
pidana,
strict
liability
pada
pertanggungjawaban
pidana
dari
bersifat langsung, sedangkan pada
para
vicarious
liability
buruh/karyawan yang melakukan
pertanggungjawaban pidana tidak
perbuatan itu dalam ruang lingkup
langsung.6
tugas
/pekerjaannya.
didasarkan
pada
Hal
itu
Berdasarkan
paparan
“employ-ment
tersebut, pada umumnya, tindak
principle” yang menyatakan bahwa
pidana hanya dapat dilakukan oleh
“the servants act is he masters act
manusia atau orang pribadi. Oleh
in law” (Barda Nawawi Arief, 2001 :
karena itu, hukum pidana hanya
162).
mengenal
3. Doktrin Strict Liability
kelompok
Menurut Romly Atmasasmita dalam
doktrin
strict
pertanggungjawaban
liability
tidak
mempertimbangkan kesalahan.
Karena
pertanggungjawaban asas
kesalahan
harus
orang
seorang sebagai
atau subyek
hukum, yaitu sebagai pelaku tindak pidana. Hal ini dapat dilihat dengan rumusan Pasal-pasal
KUHP yang
adanya
menggunakan kata “barang siapa”,
dalam
yang secara umum mengacu kepada
korporasi,
tidaklah
orang
orang atau manusia.
mutlak
Perkembangan
berlaku. Seseorang sudah dapat
perpajakan,
dipertanggungjawabkan
pada keterlibatan korporasi baik
untuk
membawa
dibidang dampak
tindak pidana tertentu walaupun pada diri orang tersebut tidak ada kesalahan (mens rea) strict liability
6
Romli Atmasasmita, Kapita Selekta Hukum Pidana dan Kriminologi, Bandung: Mandar Maju, 1995, hlm. 79.
secara
langsung
maupun
langsungdalam
tidak
melakukan
perbuatan-
Tindak
Pidana
Perpajakan;
perbuatan yang melanggar hukum
2. Tanggung Jawab Pidana Bagi
yang mengakibatkan kerugian bagi
Pegawai / Pejabat Direktorat
kepentingan orang banyak ataupun
Jenderal
negara berupa kerugian negara.
Melakukan
Dengan besarnya dampak negatif
Perpajakan;
yang terjadi akibat pelanggaran hukum
yang
korporasi, pidana
dilakukan
maka mulai
3. Tanggung
oleh
Yang
Tindak
Pidana
Jawab
Pidana
Pihak Ketiga Yang Melakukan
dalam
hukum
Tindak Pidana Perpajakan.
dikenal
istilah
Tanggungjawab
korporasi sebagai subyek hukum
pidana
yang
tanggung
harus
mempertanggungjawabkan perbuatannya
Perpajakan
perpajakan
merupakan
jawab
berdasarkan
kesalahan (liability based on fault
terdapat
dalam
atau culpability). Wajib Pajak (WP)
peraturan perundang-undangan di
perorangan
luar KUHP, termasuk perubahan
melaksanakan
atas
karena
Undang-Undang
tindak
Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan. Uraian tersebut di atas jika
secara
jujur
harus
kewajibannya,
apabila
WP
perorangan
tidak melaksanakan kewajibannya maka pihak yang melanggar akan
dicermati, maka dalam kaitannya
terkena
dengan terjadinya tindak pidana di
mereka yang dalam hal ini tidak
bidang
terdapat
melaksanakan kewajibannya seperti
bentuk
pembangkang, pengemplang pajak,
Perpajakan,
beberapa pertanggungjawaban pelaku
tindak
pidana
pidana
dari
dibidang
sanksi
penghindaran pajak,
pidana.
Contoh
pajak,
pengelak
tanggungjawab
pidana
perpajakan yang meliputi sebagai
dibidang perpajakan selain oleh WP
berikut :
perorangan, juga oleh WP Badan
1. Tanggung Jawab Pidana Bagi Wajib Pajak (Perorangan dan Badan
Hukum)
yang
Hukum
(Perseroan,
Perusahaan,
Kumpulan, Yayasan. Koperasi). Dalam perpajakan
hal
tindak
yang
pidana
dilakukan
korporasi,
pertanggungjawaban
b) Pemberi
perintah
untuk
tindak
pidana
pidana diberikan terhadap badan
melakukan
hukum atau korporasi, sama seperti
atau yang bertindak sebagai
yang dilakukan orang perorangan.
pimpinan dalam melakukan
Akan
tindak pidana.
tetapi
ada
juga
yang
mengatakan, bahwa dalam tindak
Pertanggungjawaban pidana
pidana yang dilakukan korporasi,
dalam uraian ketentuan tersebut,
yang
apabila dikaitkan dengan tindak
bertanggungjawab
adalah
orang yang berada dalam organisasi
pidana
badan
dengan teori pertanggungjawaban
hukum
tersebut,
bertanggungjawab
atas
kegiatan
badan
usaha
yang
di
bidang
perpajakan
jalannya
pidana
(criminal
liability)-baik
hukum
dalam
perspektif
Identifications
tersebut. Sehingga, orang tersebut
Theory, Vicarious Liability, maupun
dapat dimintai pertanggungjawaban
Strict
atas tindak pidana yang dilakukan.
beberapa pihak yang dapat dimintai
Penjelasan dalam angka 126
Liability,
maka
pertanggungjawaban pidana, baik
lampiran 1 UU NO. 12 Tahun 2011
pimpinan
Tentang
Peraturan
(factual
leader)
(Lembarang
perintah
(instrumention
Pembentukan
Perundang-Undangan
terdapat
perusahaan
korporasi
dan
pemberi giver).
Negara Republik Indonesia Tahun
Keduanya dapat dikenakan sanksi
2011 Nomor 82
secara bersamaan. Sanksi pidana
Lembaran
dan Tambahan
Negara
Republik
tersebut bukan karena perbuatan
Indonesia Nomor 5234) menentukan
fisik,
bahwa “tindak pidana dilakukan
jabatan yang diembannya di dalam
oleh
suatu perusahaan.
orang
perorangan
atau
korporasi. Pidana terhadap tindak pidana
yang
dilakukan
oleh
korporasi dijatuhkan kepada: a) Badan hukum antara Perseroan,
akan
tetapi
Berdasarkan teori identifikasi (Identifications penguruslah
lain
Perkumpulan,
berdasarkan
Theory), yang
bertanggungjawab
ketika
harus suatu
korporasi melakukan tindak pidana.
Yayasan, atau Korporasi, dan
Dalam
hal
ini,
berlaku
asas
atau
societas/universitas delinquare non
potest. Artinya korporasi tidak bisa
meliputi
dimintai
Terbatas,
Perseroan
karena tidak bisa dipersalahkan
Komanditer,
Perseroan
atas
dari
lainnya, Badan Usaha Milik
pengurus atau karyawannya. Jadi,
Negara atau Badan Usaha
teori
dalam
Milik Daerah dengan nama
pidana
dalam bentuk apapun, firma,
pertanggungjawaban,
perbuatan ini
tercela
tidak
diakui
pertanggungjawaban
Perusahaan
terhadap tindak pidana dibidang
kongsi,
perpajakan Indonesia. Sebab, UU
pensiun,
Perubahan Ketiga atas UU KUP
perkumpulan,
menyatakan adanya beberapa pihak
organisasi masa, organisasi
yang
dimintai
sosial politik atau organisasi
pertanggungjawaban pidana apabila
lainnya, lembaga dan bentuk
terjadi tindak pidana di bidang
badan
perpajakan yang meliputi:
kontrak
dapat
a. Wajib Pajak orang pribadi atau
badan,
meliputi
pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak
dan
koperasi,
dana
persekutuan, yayasan,
lainnya
termasuk
investasi
bentuk
kolektif
usaha
tetap
(Pasal 1 ayat (3) dan Pasal 32, 38, 39, 39 A); d. Pihak ketiga meliputi, bank,
yang mempunyai hak dan
akuntan
kewajiban perpajakan (Pasal
konsultan
1 ayat (2), Pasal 13 A, 38,
administrasi,
instansi
39, 39A, 40);
pemerintah,
lembaga
b. Pegawai/Pejabat (Pasal 34, 36 A ayat (3) dana ayat (4), 41 ayat (1) dan ayat (2); c. Badan,
notaris,
pajak,
kantor
asosiasi (Pasal 35 dan 35 A); dan e. Setiap
orang
yang
sekumpulan
menghalangi
atau
yang
mempersulit
penyidikan
orang/modal merupakan
publik,
satu
kesatuan
tindak
pidana
dibidang
baik yang melakukan usaha
perpajakan........(Pasal 41 B)
maupun
yang
tidak
Dalam
melakukan
usaha
yang
model
Vicarious
Liability korporasi sebagai pembuat
dan
pengurus
bertanggungjawab.
Maka,
yang
Oleh karena itu, sangat mungkin
yang
untuk memidanakan korporasi dan
dipandang sebagai korporasi adalah
pengurus
apa
pertanggungjawaban
yang
dilakukan
perlengkapan
oleh
alat
sekaligus.
korporasi
menurut
jelas
dianut
wewenang berdasarkan
anggaran
pertanggungjawaban
Model
ini
dalam
secara
kebijakan terhadap
dasarnya. Sifat dari perbuatan yang
pelaku tindak pidana perpajakan.
menjadi tindak pidana itu adalah
Jadi,
“ompersoomlijk”.
yang
(pengurus perusahaan) saja yang
korporasi
dapat diminta pertanggungjawaban
Orang
memimpin
tidak
hanya
perorangan
bertanggungjawab secara pidana,
pidana,
terlepas apakah ia tahu atau tidak
perusahaannya pun dapat diminta
tentang
pertanggungjawaban pidana.
itu.
dilakukannya
Model
ini
perbuatan
sudah
tidak
terhadap
Pembenaran atas dianutnya
mempertimbangkan
adanya
kesalahan
(mens
rea)
dalam
(strict liability) didasarkan atas
perbuatan
pidana
untuk
dapat
beberapa hal sebagai berikut:
dipertanggungjawabkan
asas
tetapi
oleh
pertanggungjawaban
a. Atas
dasar
pengurus suatu korporasi (vicarious
integralistik,
liability). Apabila terjadi pelaku
sesuatu
tindak pidana perpajakan, model
atas
pertanggungjawaban berlaku,khususnya tindak
pidana
yaitu
segala
hendaknya
diukur
dasar
keseimbangan,
dapat
keselarasan dan keserasian
pada
bentuk
antara kepentingan individu
perpajakan
yang
dan 41.
dan kepentingan sosial; b. Atas dasar asas kekeluargaan dan gotong royong;
Sedangkan,
dalam
Liability,
korporasi
berbuat
falsafah
ini
diatur dalam Pasal 38, 39, 39A, 40
Strict
langsung
dan
korporasi
bertanggungjawab. pengurusnya
saja
yang
model
c. Untuk memberantas sukses
yang
tanpa
yang
success);
Jika
d. Untuk
dapat
Pajak;
dipidana, maka hal itu tidak cukup.
aturan
(anomie
perlindungan
of
Wajib
e. Untuk kemajuan teknologi.
Strict juga
liability
karena
digunakan
didasarkan
berujut suatu nestapa yang segaja
pada
ditimpakan negara pada pembuat
pandangan, bahwa secara tegas,
delik itu. Hal ini sesuai dengan
perusahaan
pernyataan Van Bemmelen yang
adalah
fungsional
pelaku
dan
menerima
menyatakan
“hukum
dari
dilakukannya
menentukan
sanksi
terhadap
tindak pidana perpajakan, yang
pelanggaran
peraturan
larangan.
berupa penghindaran perpajakan.
Sanksi itu dalam prinsipnya terdiri
Sehingga, apabila tanggungjawab
atas
tindak
kepada
dengan sengaja”.
terhadap
Selanjutnya
keuntungan
pidana
korpoeasi
diberikan
saja,
maka
penambahan
pidana
penderitaan
Roeslan
pelaku (pengurus) tindak pidana
menyatakan
perpajakan yang dilakukan oleh
nestapa itu bukanlah suatu tujuan
korporasi, akan terjadi kekosongan
yang
pemidanaan.
masyarakat. Nestapa hanya suatu
Oleh
karena
pertanggungjawaban diberlakukan
itu, harus
secara
bersama
(tanggung renteng).
bahwa
Saleh
terakhir
tujuan
yang
memang
dicita-citakan
terdekat.
Beliau
memberikan contoh ucapan seorang hakim di Inggeris yang bernama Hence Burnet kepada pencuri kuda
C.
SANKSI
PIDANA
PELAKU
TERHADAP
TINDAK
PIDANA
PERPAJAKAN Salah
usaha
kejahatan
ialah
dengan menggunakan hukum pidana dengan
sanksinya
yang
berupa
pidana. Sanksi pidana ini bersifat lebih tajam dibandingkan dengan sanksi
dalam
hukum
perdata
maupun dalam hukum administrasi. Menurut
Roeslan
having stolen the horse, but ini order that other horse may not
satu
penanggulangan
: “thou art to be hanged, not for
Saleh,
pidana
adalah reaksi atas delik dan ini
stolen”. Jadi suatu tujuan lain dalam
menjatuhkan
Menurut
Alf
Ross,
pidana
itu.
“concept
punishment” bertolak pada
of dua
syarat atau tujuan: 1.
pidana
ditujukan
pada
pengenaan penderitaan terhadap orang
yang
bersangkutan
(punishment is aimed at implicing
suffering upon the person upon
masalah
stelsel
sanksi
ataupun
whom it is imposed);
sistem
sanksi
tidak
hanya
2.
pidana
oernyataan
merupakan pencelaan
perbuatan
suatu terhadap
sipelaku
(the
menetapkan pidana
susunan
jenis-jenis
(strafsoort),
berat
ringannya sanksi (strafmaat) dan
punishment is an expression of
cara
disapproval of the action for which
tetapi harus memperhatikan juga
it is impossed).
aliran-aliran dalam hukum pidana
Berkaitan yang
dengan
memberikan
pidana
nestapa
atau
dan
melaksanakan
tujuan
pemidanaan.
Dalam
menetapkan sistem sanksi tersebut
menderitakan ini, maka masalah
menurut
yang
muncul
(strafmodus)
Muladi
akan
sangat
adalah
masalah
berkaitan
pidananya.
Masalah
permasalahan pokok dalam hukum
pemberian pidana ini mempunyai
pidana (perumusan perbuatan yang
dua arti yaitu :
dapat
a. dalam arti umum ialah yang
pertanggungjawaban
menyangkut
sanksi)
pemberian
pembentuk
undang-
dengan
dipidana, pidana
seringkali
undang, ialah yang menetapkan
mempengaruhi
stelsel
Sebagai contoh berat
sanksi
hukum
pidana
tiga
saling samalain. ringannya
(pemberian pidana in abstrakto).
sanksi
b. dalam arti konkrit, ialah yang
dipengaruhi oleh berat ringannya
menyangkut berbagai badan atau
tindak
jawatan
diakuinya korporasi sebagai subyek
mendukung
yang
kesemuanya
dan
melaksanakan
stelsel sanksi hukum pidana ini. Berkaitan
dengan
hukum
pidana
satu
dan
pidana. pidana
akan
banyak
Demikian dalam
pula
kejahatan
korporasi (corporate crime) akan
tahap
mengembangkan jenis-jenis sanksi
formulasi maka pemberian pidana
yang
berarti
korporasi. Berat ringannya korban
menyangkut
undang-undang,
pembentuk
ialah
yang
atau
dapat kerugian
diterapkan
pada
tindak
pidana
pemikiran
untuk
menetapkan stelsel sanksi hukum
menumbuhkan
pidana
mengatur pidana ganti rugi atau
(pemberian
abstrakto).
Dalam
pidana
in
menetapkan
pembayaran uang pengganti.
Demikian pula sekarang ini stelsel
sanksi
tersebut
diatas,
dalam
sistem
mengalami
hukum positip dewasa ini diatur
perkembangan yaitu tidak hanya
dala Pasal 38 huruf a dan b UU KUP,
meliputi
dimana
pidana
yang
bersifat
seseorang
terpidana
menderitakan tetapi juga tindakan.
perpajakan diancam dengan pidana
Hal ini menurut Sudarto merupakan
kurungan atau denda. Sedangkan,
pengaruh dari aliran modern dalam
pidana penjara dan/denda diatur
hukum pidana yang memperkaya
dalam Pasal 39 ayat (1) huruf i yang
hukum pidana dengan sanksi yang
menentukan “.....setiap orang yang
disebut tindakan. Secara dogmatis
dengan
pidana
sebagai
penjara paling singkat 6 (enam)
pembalasan
bulan dan paling lama 6 (enam)
dipandang
pengimbalan terhadap
atau
kesalahan
si
pembuat
sengaja.......dipidana
tahun dan denda..” dan ayat (3)
sedang tindakan dimaksudkan untuk
yang
melindungi
masyarakat
penjara paling singkat 6 (enam)
kejahatan
yang
teradap
dilakukan
si
menentukan”......dipidana
bulan dan paling lama 2 (dua)
pembuat. Pendapat ini juga sejalan
tahun
dengan pendapat Roeslan Saleh
sedikit.....”Pasal 39
yang menyatakan bahwa maksudnya
menentukan “setiap orang dengan
tindakan ini adalah untuk menjaga
sengaja : menerbitkan faktur pajak
keamanan
tetapi belum dikukuhkan sebagai
daripada
masyarakat
dan
denda
A huruf b
terhadap orang yang banyak sedikit
pengusaha
adalah
dipidana dengan pidana penjara
berbahaya,
dan
akan
melakukan perbujatan pidana. Kebijakan Penetapan Sanksi pidana
dalam
kena
pajak,
paling sedikit 2 (dua) tahun dan paling lama 6 (enam) tahun, serta
pidana
denda paling sedikit....dan paling
perpajakan diatur dalam ketentuan
banyak.......”. Selanjutnya Pasal 41
pidana perpajakan Bab VIII Pasal
C ayat (1), (2), (3), dan (4) UU No.
38, 39, 39 A, 41 A, dan Pasal 41 C
28 Tahun 2007 tentang Perubahan
UU KUP.
Ketiga Atas UU No. 6 Tahun 1983
Sanksi
tindak
kena
paling
pidana
pelanggaran
perpajakan berdasarkan ketentuan
Tentang
KUP
pada
prinsipnya
mengatur tentang pidana kurungan
Negara. Demi menjaga pendapatan
atau denda.
Negara,
Dari
uraian
kebijakan
denda
maka
rumusan
pidana
pelaku
tindak
terhadap
penetapan sanksi pidana tersebut,
pidana perpajakan oleh Wajib Pajak
maka
menjadi
yang
apakah
menjadi tujuan
terhadap
pertanyaan pemidanaan
pelaku
tindak
perpajakan?
Apakah
ditujukan
untuk
pembalasan
atas
yang bersifat ultimum remedium
yang dilakukan?. Apakah
tujuan
pidana
adalah
perpajakan
pencegahan tingkah laku yang anti social? Ataukah tujuan pemidanaan dalam bidang perpajakan adalah mengembalikan
kerugian
penerimaan
Negara oleh pelaku tindak pidana di Hukum
tentang
Sanksi
Pidana
Perpajakan
berorientasi pendapatan Negara,
Pidana
Pidana
pada
seharusnya pengembalian
pada
melalui
Tindak
penerimaan
tahap
aplikasi
dalam proses pidana. Selama ini, sanksi pidana bidang perpajakan hanya mengutamakan sanksi pidana penjara
dan
kurungan
khusus
terhadap pelaku oleh Wajib Pajak adalah rumusan sanksi pidana yang tetap
(senjata pamungkas). D.
PENUTUP Demikian
pokok-pokok
pikiran dari tiga masalah pokok hukum pidana materiel di bidang perpajakan yakni : Tentang Tindak Pidana Tentang
di
bidang
Perpajakan,
Pertanggungjawaban
Pidana dibidang Perpajakan, dan Tentang Pidana dan Pemidanaan di
bidang perpajakan? Politik
pidana
pemidanaan melakukan
pada
sedangkan
(premum
penjara dirumuskan sebagai sanksi
pidana
pendapatan
remedium),
utama
pidana
tindak
untuk
saksi
merugikan
pendapatan
bidang Perpajakan.
DAFTAR PUSTAKA Roeslan Saleh, Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana Dua Pengertian Dasar Dalam Hukum Pidana, Jakarta: Aksara Baru, 1983, halaman 75. Chairul Huda, Dan Tiada Pidana Tanpa Kesalahan Menuju Kepada Tiada Pertanggungjawaban Pidana Tanpa Kesalahan, Cet. Kedua, Jakarta: Kencana, 2006, halaman 68. Sudarto, Hukum Pidana I, Badan Penyediaan Bahan0bahan Kuliah, Semarang FH UNDIP, 1988, halaman 85. -------- , Kapita Selekta Hukum Pidana, Cetakan II, Bandung: Alumni, 1986, halaman 77. Muladi, Barda Nawawi Arief, Teoriteori dan Kebijakan Pidana, Bandung: Alumni, 1998, halaman 90. Pets Gillies, Criminal Law, (The Law Book Company Limited, Sydney: 1990), page 133
Yudi Wibowo Sukinto, Kebijakan Formulasi Sanksi Pidana Dalam Tindak Pidana Penyelunduoan di Indonesia , Malang: Disertasi Program Studi Doktor Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Malang, 2012, halaman 208. Barda Nawawi Arief, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Penanggulangan Kejahatan, Bandung: Citra Aditya, 2001, halaman 162. Romli Atmasasmita, Kapita Selekta Hukum Pidana dan Kriminologi, Bandung: Mandar Maju, 1995, halaman 79. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan UndangUndang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 yang telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009.