171
ASPEK-ASPEK HUKUM PIDANA DARI PEMALSUAN DAN PENYALAH GUNAAN KARTU KREDIT * Oleh: LOEBBY LOQMAN Penggunaan kartu kredit (credit card) sebagal alat pembayaran yang dinilai aman dan praktis dibanding dengan uang tunal. Ternyata tidak lepas dari penyalah gunaan berupa pemalsuan, penipuan, ataupun penggelapan sebagaimana yang telah diatur KUHP kita. Namun timbul persoalan di sini apakah memang semua permasalahan yang timbul dalam penggunaan kartu kredit telah tertampung dalam hukum pidana ? Kita harus membedakan serta memisahkan perbuatan-perbuatan apa yang termasuk dalam ruang lingkup hukum pidana, dan perbuatan apa yang termasuk dalam bidang non hukum pidana. DaIam kesempatan ini penulis mencoba memaparkao Aspek-aspek hukum pidana dari pemaIsuao dao penyaIah guoaao kartu kredit
PENDAHULUAN Tidak dapat dibayangkan dalam perekonomian modern seperti sekarang ini perdagangan hanya berlumpu pada peredaran uang kontan. Bayangkan seseorang membeli suatu barang yang berharga ratusan juta dengan uang kontan. Tentu hal demikian sudah tidak praktis lagi. Di samping dilihat dari segi kepraktisan, peredaran uang kontan dalam perdagangan juga mengandung bahaya. Suatu kejahatan dengan obyek uang kontan akan lebih sulit melacakoya dari pada obyek yang berupa barang-barang. Makalah
ini disampaikao pada SEMINAR NASIONAL ASPEK·ASPEK I1UKUM KARTU
KREDIT yang diselenggarakan 0100 Fakuhas Hukum UI di Hotel WisaJa Intemasiooal Jakarta, 12 Maret 1991.
April1991
172
Hukum dan Pembangunan
Oleh sebab itu, tidak mung kin lagi dipisahkan jasa Bank dalam suatu perekonomian modern. Salah satu jasa bank yang sekarang sedang menjamur adalah Kartu Kredit. Lain dari pada itu sctiap pcrkcmbangan dalam masyarakat selalu diikuti dcngan tcrjadi pcnyimpangan-pcnyimpangan yang dilakukan o1ch warga rnasyarakat. Baik suatu pcnyimpangan yang mcrupakan pcngceualian, maupun pcrilaku mcnyirnpang yang mcrupakan pcnyclewcngan. Banyak oflmg yang bcrusaba mc1akukan bal ··hal sedcmikian rupa mcneari jalan agar sc,;cpatnYII, dan dcngan cara yang mudah untuk mcndapatkan kcunlung;m bagi dirinya. Dcmikian pula halnya di dalam pcreueran kartu krcuit, tidak lcrlcpas uari jamahan orang-orang yang ingin berpcri laku menyimpang. Schingga dicari jalan scjauh mana dapat mcnccgah timbulnya penyclewcngan penyclcwengan itu. Disatu pihak perkembangan masyarakat yang discbabkan bcrkcrnbangnya tekhnologi dan ilmu pcngetahuan membawa kcmakmuran kcpada masyarakat, akan tetapi bukan tidak mungkin perkembangan itu memberikan dampak negati( dalam masyarakat. Dampak negatif yang menjurus kepada timbulnya kcjabatan menjadi tinjauan utama dalam membahas hal-hal yang bersangkutan dengan perkembangan dalam masyarakat. Peredaran kartu kredit merupakan perkembangan yang tidak dapat dihindari dalam suatu masyarakat dengan perekonomian yang mulai maju. Dampak positifnya amat tcrasa bagi warga yang terlibat dalam peredaran kartu kredit tersebut. Akan tetapi ternyata darnpak ncgatif scring sudab mengarah ke tcrjadinya kejahatan dalam bidang peredaran kartu kredit. Sejaub mana pcrundang-undang yang ada di Indonesia tc1ab siap mernberikan antisipasinya terhadap perkcmbangan dalarn bidang pcrckonornian ini. Khususnya dalarn bidang pcredaran kartu kredi!. Dcmikian juga, apakah rncmang ada perbuatan yang dianggap men yimpang yang harus dialur, khususnya dalarn hukurn pidana.
PERKEMBANGAN KARTU KREDIT Kartu krcdit yang akhir-akhir ini mcnjamur di Indonesia uimulai dari suatu pcrjanjian dian tara Bank, Pemegang Kartu Kredit dan Pedagang. Artinya kartu kredit termasuk dalam ruang lingkup Hukum Perdata, lcbib khusus lagi adalah bukum pcrjanjian. Dasar dari padanya adalah kcpercayaan di antara mereka yang telah mclakukan pcrjanjian terscbut. Sebingga apabila tcrjadi penyimpangan-penyimpangan dalam pcrcderan kartu kreuit, penyelcsaiannya adalah mcJalui bukum perdata.
Aspek-aspek
173
Suatu penyelesaian melalui hukum perdata kerap kali dianggap terlampau lama dan bertele-tele, sehingga kerap kali pula orang mencari jalan penyelesaian yang lebih mudah, akhimya mencari jalan sedemikian rupa dimana yang sebenarnya termasuk di didalam bukum perdata, dicoba untuk mencari pen yelesaian melalui bukum pidana. Dengan pertolongan aparat penegak hukum, kbususnya Polisi dan Jaksa suatu masalab yang semula merupakan perjanjian yang didasarkan kepercayaan ilU, bcralih menjadi suatu perkara pidana. Peristiwa demikian dibarapkan untuk tidak terjadi di dalam pcrederan kartu kredit. Hal ini diutarakan di sini karena peredaran karlu kredit di dalam praktek mengalami kemajuan/perkembangan yang pesa!. Semula peraturan yang ada dalam kartu kredit adalah bahwa seseorang dapat memperoleb karlu kredit apabila dia Lelah menempalkan sejumlah uang di Bank. Atas penempatan uangnya lerscbut dia dapal berbclanja dengan memakai karlu kredit paling bariyak sebesar uangnya di bank. Perkembangan selanjulnya ada lab bahwa lidak perlu pemegang kartu kredit menempalkan uangnya terlcbih dahulu di Bank, asalkan pada saal penagiban, jumlah nilai uang yang pemab dikeluarkan mclalui kartu krcdit dapat dibayar, baik melalui bank atau dapat pula di tagib di tempat yang telab ditentukan semula dalam pcrjanjian. Jadi benar-benar disini diartikan bahwa kartu kredit adalah sualu pemberian kredit. Kembali disini unsur kepercayaan menempati unsur pokok. Dalam arti babwa seseorang pemegang kartu kredit memang benar-benar dipercaya oleb pihak penerbit kartu kredit untuk menggunakan senilai uang tertentu yang akan ditagib kemudian bari. Sedangkan pibak pedagang dapat menagib terlebib dahulu ke pihak penerbit kartu kredit. Sebingga terlihat bahwa hubungan yang terjadi di antara mereka ada lab masib dalam ruang lingkup hubungan bukum antar pribadi. Permasalahan selanjulnya adalah, apabila pihak penerbit karlu kredit merupakan lembaga yang mempergunakan fasilitas dari masyarakal atau fasilitas negara. Apabila terjadi suatu manipulasi, di mana ternyata merugikan keuangan / perekonomian negara, tentunya Undang-undang Tindak Pidana Korupsi dapat saja diberlakukan. Akan tetapi sebaiknya kita sampingkan dulu bal tersebut, dan kita membatasi pada kemungkinan perilaku menyimpang yang lain lagi. Dengan adanya persaingan anlara penerbit kartu kredit, mereka berlomba memberikan pelayanan sebaik-baiknya terhadap pemegang kartu kredit, agar sebanyak mungkin orang mempergunakan jasanya. Banyak cara yang telah' digunakan mereka. Babkan dengan cara "door to door"
Apri1199J
174
Hukum dan Pembangunan
sampai dcngan cara mc1akukan kcrja sarna dengan instansi tertcntu. Suatu pemberian kredit dengan cara yang kurang teliti akan mengakibatkan tcrjadinya "kredit macet" dalamjasa perbankan. Dengan dcmikian perlu mendapat perhatian apakah pembcrian krcdit dcngan cara mcngcluarkan kartu kredit sudah sesuai dengan ketcntuan kredit dalam suatu pcrbankan. Kembali pcmbicaraan dalam mcmbcrikan praktck pcredaran kartu kredit, pclayanan yang dibcrikan bahkan dcngan mudah mcngganti kartu kredit yang hilang dcngan kartu kredit pengganti. Cara dcmikian tcntu saja membcrikan kcmungkinan tcrjadinya pcnyalah gunaan kartu krcdit. Dapat saja penemu kartu krcdit yang dinyatakan hilang, mcmpcrgunakan kcscmpatan waktu antara laporan hilang dan edaran ketidak bcrlakuan kartu yang hilang unluk IIlcnggunakan kartu krcdit tcrscbut. Hal dClIlikian bukan tidak mungkin dilakukan olch pClllcgang kartu krcdit itu scndiri.
KARTU KREDlT DAN KUHP Sepanjang pengetahuan penulis, dalam praktck, sejauh ini yang terjadi dalam peredaran kartu kredit adalah : 1. Pemegang Kartu Kredit tidak membayar sewaktu dilakukanpenagihan; 2. Pemegang kartu kredit membelanjakan jumlah yang Icbih dari ketentuan yang telah ditentukan; 3. Seseorang "berbelanja" denganmemakai kartukredilorang lain. 4. Seseorang memalsukan kartu kredit. Sedangkan di pihak penerbit kartu kredit sering terjadi kesalahan dalam penagihan, atau terlambat menagih akan tctapi dianggap ketcrlambatan ilu adalah kesalahan pemegang kartu kredit dimana akhirnya ditarik bunga dari padan ya. Dari pihak pcdagang, sering tcrjadi salah mcmasukkan antara satu pcnagihan dengan penagihan yang lain. Disamping mungkin saja terjadi penambahan-penambahan nilai tagihan . Meskipun faktur atau bon pcmbelian dilampirkan dalam penagihan. Bagi pcmegang karlu kredit yang tidak mcmbayar tagihannya, pihak penerbit kartu kredit biasan ya memasukkan mcreka dalam suatu daftar hitam, dan mengeluarkan edaran untuk tidak memberlakukan lagi kartu kredit dari pcmegang tersebut. Bahkan mencabut kebcrlakuan kartu krcdit yang dimaksud. Akan tetapi biasanya pemegang kartu kredit justru mempergunakan kcscmpatan waklu sebelum daftar hitam yang dikeluar sampai kepada para pcdagang. Sehingga bertambahlah hutang yang tidak tertagih tcrsebut.
Aspek-aspek
175
Penyalahgunaan lain yang mungkin terjadi, adalah dengan mempergunakan kartu kredit oleh orang yang tidak berhak. Hal demikian biasanya dilakukan dengan meniru tanda tangan pemegang kartu kredit yang sah. U ntuk perbuatan tersebut, tidak terlampau sulit melakukan tindakan represifnya. Pasal-pasal dalam KUHP dapat diterapkan dalam peristiwa diatas. Pasal-pasal tentang penipuan maupun pemalsuan dapat digunakan. Demikian pula terhadap memalsukan kartu kredit. Jelas pasal-pasal tentang pemalsuan dapat diterapkan. Barangkali kalau dibandingkan dcngan KUHP negara-negara lain, ada beberapa negara yang jclas memberikan pcrincian tentang pemalsuan tanda tangan / cap suatu badan atau seseorang, seperti KUHP Argentina, Jepang dan sebagainya. Akan tetapi ada pula yang merumuskannya secara umum. Pada hakekatnya penipuan ataupun pemalsuan baik surat maupun tanda tangan orang lain, sifat krirninalnya mempunyai sifat yang universal. Dengan kata lain, meskipun semula kartu kredit ada dalam bidang hukum pcrdata, dalam hal-hal terlentu apabila perbuatan tersebut sudah sampai pada tahap pemalsuan ataupun penipuan, sudah termasuk bidangnya hukum pidana. Oleh scbab itu, harns ada suatu ketentuan ,yang tegas, kapan suatu perbuatan masih dalam bidang hukum perjanjian dan kapan perbuatan tersebut sudah sampai ke bidang hukum pidana. Contoh-contoh perbuatan yang diutarakan diatas, baik yang dilakukan oleh pemegang kartu kredil, penerbit kartu kredit ataupun para pedagang, harus diteliti termasuk bidang hukum apakah perbuatan tersebut. Sehingga dapat ditentukan penindakan selanjutnya. Disamping itu sejauh mana tindakan preventif dapat dilakukan untuk menghindari terjadinya perilaku menyimpang yang terdapat dalam peredaran kartu kredit.
CUKUPKAH ANTISIPASI HUKUM PIDANA TERHADAP MASALAH KARTU KREDlT?
Sampailah kita pada pertanyaan apakah memang semua permasalahan yang timbul dalam peredaran kartu kredit telah terlarnpung dalam hukum pidana. Seperti diuraikan diatas, kita harus membedakan scrta memisahkan perbuatan-perbuatan apa yang termasuk dalam ruang Iingkup hukum pidana perbuatan apa yang termasuk dalam bidang non hukum pidana. Bukan berarti bahwa dalam hal demikian di arahkan agar memberikan tindakan terhadap perbuatan yang selama ini ada dalam bidang non pidana
April1991
176
Hukum dan Pembangunan
mcnjadi perbuatan yang dianggap tindak pidana, akan tetapi kalaupun pcrbuatan tcrscbut sudah dianggap scdcmikian tcrcela, maka memang sclayaknya sudah merupakan proses kriminalisasi. Suatu proscs kriminalisasi haruslah dipikirkan masak-masak karena tidak selamanya suatu penyclesaian melalui hukum pidana akan bcrhasil. Mungkill saja pelaku perbuatltn tcrcela sudah dijatuhi pidana, akan tctapi pcrmasalahannya sclldiri bclum tuntas tersclesaikan, schingga pcrbuatan-perbuatan terscbut masih saja menjadi masalah dalam masyarakat. Terlcbih lagi dcngan proses pcnalisasi. Harus dicari tindakan yang paling tcpat untuk mcmbcrikan antisipasi suatu masalah baru yang timbul. Khususn ya dalam bidang percdaran kartu krcdit. Yang pertama harus kita lakukan adalah melakukan inventarisasi pcrmasalahan scrta perbuatall yang dianggap scbagai perbuatan yang mcrugikan. Merugikan disini bukan saja terhadap pcnerbit kartu kredit, akan tetapi tcrmasuk juga pcmegang kartu kredit dan pedagang. Subyek dari pcrcdaran kartu kredit, yakni penerbit kartu kredit, pcmegang kartu kredit scrta pedagang harus mempunyai kesamaan perlindungan. Hukum harus memberikan perlindungan tcrhadap subyek-subyek tcrsebut. Tidak mungkin periindungan !lanya diberikan kepada satu atau beberapa pihak dengan mengorbankan pihak yang lain. Sifat perlindungan yang akan diberikan oleh hukum harus diteliti. Apakah dalam bidang hukum administrasi, hu\,:um perdata ataukah sudah sampai pada hukum pidana. Sekali lagi dalam hal ini ditekankan bahwa scyogiyanya hukum pidana mcrupakan "ultimum remedium". Pengaturan penipuan maupun pcmalsuan dalam KUHP yang dapat dipergunakan untuk mclakukan penindakan terhadap pcnyclewengan dalam pcredaran kartu kredit sclama ini, dirasakan sudah cukup memadai. Yang harus diperhatikan adalah apakah sclama tnl dengan mcmpergunakan pasal-pasal KUHP tcrhadap penyclcwcngan dalam pcrcdaran kartu kredit dianggap scbagai suatu hal yang "dipaksakan". Artinya apakah pencrapan pasal-pasal KUHP tcrscbut dianggap sudah mcmperluas pcngcrtian yang terkandung dalam pasal -pasal KUHP itu. Sejauh mengenai perluasan pengertian suatu istilah dalam hukum pidana, adalah dibenarkan. Apabila kita terpaku hanya kepada pengertian yang kaku dalam pcrundang-undangan, maka hukum selalu kctinggalan jaman. Pcrkembangan hukum dapat melalui ilmu pengctahuan, yurisprudensi dan undang-undang. Olch sebab itu ajaran penafsiran haruslah berkembang. Pcnafsiran futuristis, pcnafsiran yang didasarkan alas pcrkcmbangan
Aspek-aspek
177
tekhnologi serta ilrnu pengetahun sudah sering diterapkan di ncgara-negara lain. Bahkan penafsiran harfiah dianggap rnerupakan penafsiran yang hanya rnenguntungkan pihak-pihak yang bersangkutan. Tentu saja dalarn rnelakukan penafsiran harus diingat azas legalitas yang selalu harus dipegang teguh dalarn hukurn pidana. Karena dengan rnernberikan penafsiran yang terlampau luas akan rnenyebabkan dilanggamya azas legalitas, dan hal dernikian akan dapat rnenirnbulkan ketidak pastian hukurn dalam rnasyarakat. Kepentingan hukurn para subyek dalam peredaran kartu kredit harus rnendapatkan perlindungan yang seirnbang. Jangan sampai tcrjadi bahwa hukurn justru rnernberikan perlindungan lebih terhadap satu pihak. Yang harus di antisipasi adalah tingkah laku rnenyimpang dalam peredaran kartu kredit. Yang paling rnengetahui perbuatan apa yang dianggap pcrilaku rnenyirnpang dalarn peredaran kartu kredit, tentunya rnereka yang berkccimpung dalam peristiwa tersebut. Oleh sebab itu rnereka, baik penerbit, pernegang kartu kredit rnaupun pedagang, harus dapat rnernberikan rnasukan yang obyektif, sehingga dengan dernikian pihak pernbuat hukurn dapat rnernberikan antisipasinya. Perlu diingatkan disini bahwa di kalangan perdagangan / perekonornian terdapat "hukurn" nya sendiri sehingga pcnentuan suatu perilaku rnenyirnpang di bidang perekonornian / perdagangan rnungkin akan berbeda dengan penentuan perilaku rnenyirnpang di bidang lain. Mungkin saja dalam satu bidang tertentu suatu perbuatan dianggap telah rnerupakan sebagai perilaku yang rnenyirnpang. Sedangkan dalarn bidang perekonornian atau perdagangan perilaku dernikian rnasih dianggap sebagai hal yang rnasih dibenarkan. Penentuan norma ini pcnting sekali, terutarna untuk rnenentukan tindakan bagi penyirnpangannya. Harus pula dibedakan antara etik dan hukurn. Norma dalam suatu etik adalah ketentuan yang didasari olch profesi kalangan yang rnenentukan etik tersebut. Sedangkan norma dalarn hukurn sudah lebih luas. Juga rnenyangkut orang-orang diluar rnasyarakat profesi bersangkutan. Pelanggaran sualu elik rnungkin bel urn rnerupakan pelanggaran hukurn. Akan tetapi hampir dapat dikatakan bahwa pelanggaran hukurn sudah rnerupakan pelanggaran elik.
PENUTUP 1. Dalarn batas-batas tertentu, perbuatan yang terjadi dalam bidang peredaran kartu kredit dapat dipergunakan pasal-pasal yang tclah ada
April 1991
178
Hukum dan Pembangunan
dalam KUHP. Khususnya pasal-pasal tcntang pcnipuan, pcmalsuan atau pasal tentang pcnggclapan. 2. Perkembangan yang tcrjadi dalam bidang perekonomian sejauh dimungkinkan diikuti pula dengan pcrkcmbangan di bidang hukum. Perkembangan di bidang hukum bukan hanya diartikan mengganti I mcrobah perundang-undangan. Pcrkcmbangan di bidang hukum dapat mclalui ilmu pcngetahuan hukum atau yurisprudcnsi. Antara lain melalui perkcmbangan dalam ajaran penafsiran hukum. 3. Seyogiyanya dihindari "memaksakall" kcbcrlakuan hukum pidana terhadap peristiwa-pcristiwa yang nyata-nyata termasuk bidang non hukum pidana. KalaupuIl suatu perbuatan dianggap sudah dcmikian tcrccla dalam suatu masyarakat, perlu dipcrhatikan proses kriminalisasi yang mungkin saja akan diikuti proses penalisasi. 4. Perlu ditentukan k1asifikasi perbuatan yang dianggap "tcrccla". Termasuk penggolongan bidang hukumnya. Sehingga dapat dilakukan pcnentuan penindakannya agar dapat mencapai tujuan pcnyelesaian masalah yang timbu!. Hukum pidana seyogiyanya tetap merupakan "Ultimum Remcdium". Hal ini diutarakan disini karena telah timbul pendapat bebcrapa sarjana di Indonesia untuk mempergunakan hukum pidana tidak lagi sebagai ultimum remedium akan tetapi hendakoya dalarn bidang kejahatan perekonomian hukum pidana dipakai sebagai "premium remedium". 5. Apabila diperlukan suatu pengaturan khusus tentang pcrcdaran kartu kredit, haruslah dipcrhatikan kcseimbangan perlindungan antara subyekoya.
DAITAR PUSTAKA Andi Harnzah, KORUPSI DI INDONESIA, Pemecahannya, PT. Gramedia, Jakarta, 1984.
Masalab
dan
-------------------,HUKUM PIDANA EKONOMI,Erlangga, Jakarta, 1987. -------------------,( ed) Jakarta, 1986.
KUHP
Austria, terjemahan, Ghalia Indonesia,
-------------------,(ed) KUHP Argentina, terjemahan, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1986.
179
Aspek-aspek
-----------------,( ed) KUHP lepang, terjemahan, Ghalia Indonesia, lakarta 1986. Clinard, Marshall B. dan Peter C.Yeager, CORPORATE CRIME, The Free Press, New York - London, 1980. Groenhuijzen, Pro~.M.S. dan Mr. D.van der Landen (red), DE MODERNE RICHTING IN RET STRAFRECHf. Theorie, Praktijk, Latere Ontwikkelingen en Actuele Betekenis,Guoda Quintbv - Amehm, 1990. lacobs, Francis G. CRIMINAL RESPONSIBILITY, London School Of Economics and Political Sciences, London, 1971. Keijzer. Prof. Mr.N. BAHAN KULIAH,PadaPenataran Hukum Pidana yang diselenggarakan oleh konsorsium ilmu hukum. Mochamad Anwar, SH. BrigJen. PoI.Drs.(Dading), HUKUM PIDANA BAGlAN KHUSUS (KUHP BUKU II) lilid 1 dan mid 2 Alumni, Bandung, 1982. Noyon,Mr.TJ. en Mr. G.E.Langemeijer, HET WETBOEK VAN STRAFRECHf, bewerkt door Mr. I.Remmelink, S.Guida Quint D.Brouwer en zoon. Amhem, 1972.
••• ..... " "hnagiration"is more impontnt than knowledae
(Albert EiDSII:id)
.
.~. Every thought is an afterthought. Setiap gagasan adalah renungan. (Robert Ardrey)
April 1991