EDISI KHUSUS, Vol : XXII, No : 2, JULI 2015
ASOSIASI PROFESI PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN INDONESIA Sri Muryati Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, IKIP Veteran Semarang Email :
[email protected] Abstrak Guru dalam pembelajaran memiliki tanggung jawab menanamkan karakter atau watak siswa sangat penting dijadikan titik tolak dalam penguasaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi sebagai dasar membangun pribadi yang memiliki mental spiritual, kesehatan, rohaniah dan jasmaniah yang utuh. Profesionalisme bukan sekedar pengetahuan teknologi manajemen tetapi lebih merupakan sikap, pengembangan professional lebih dari seorang teknisi bukan hanya memiliki ketrampilan yang tinggi tetapi memiliki suatu tingkah laku yang dipersyaratkan guru yang professional pada dasarnya ditentukan oleh metodennya yang berarti pada ketatanan kematangan yang mensyaratkan willingness dan ability, baik secara intelektual maupun pada kondisi yang prima. Usaha meningkatkan profesionalisme guru merupakan tanggung jawab bersama antara LPTK sebagai pencetak guru, instasi yang memberi guru dalam hal ini kementerian pendidikan kebudayaan dan persatuan guru Republik Indonesia. Kata Kunci : guru, profesionalisme
I. PENDAHULUAN Indikator suatu bangsa sangat ditentukan oleh tingkat sumber daya manusianya, dan indikator sumber daya manusia ditentukan oleh tingkat pendidikan masyarakatnya. Semakin tinggi sumber daya manusianya, maka semakin baik tingkat pendidikannya, dan demikian pula sebaliknya. Oleh sebab itu indikator tersebut sangat ditentukan
oleh
kinerja
guru
dan
tenaga
pendidikan
lainnya.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi
Akademik
Kerangka
Indikator untuk Pelaporan Pencapaian Standar Nasional Pendidikan,
Standar
Kualifikasi
dan
kompetensi
Akademik
dan
guru,
BNSP
Kompetensi
Nomor
Guru.
11
tahun
Peraturan
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor
2008
Menteri
16 Tahun
2009 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya, bahwa kompetensi pedagogic guru meliputi tujuh indikator, yaitu : 1) Menguasai karakteristik peserta didik; 2) Menguasai teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik; 3) Mengembangkan kurikulum; 4) Menyelenggarakan pembelajaran yang mendidik; 5) Pengembangan potensi peserta didik; 6) Berkomunikasi dengan peserta didik;
7)
penilaian dan evaluasi proses dan hasil belajar. Guru dalam pembelajaran memiliki tanggung jawab menanamkan karakter atau watak siswa sangat penting dan dijadikan titik tolak dalam penguasaan ilmu MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN
24
EDISI KHUSUS, Vol : XXII, No : 2, JULI 2015
pengetahuan dan teknologi, sebagai dasar membangun pribadi yang memiliki mental spritual, kesehatan rohaniah, dan jasmaniah yang utuh. Dengan karakter yang kuat akan menjadikan pribadi yang tangguh dan mampu membangun keunggulan komparatif dan kompetitif masyarakat, bangsa, dan negara. Implementasinya dalam pembelajaran di sekolah, guru dapat memaksimalkan motivasi berprestasi dan sekaligus pendidikan karakter salah satunya melalui pendekatan konstruktivisme atau pendekatan yang mengoptimalkan pemberian kesempatan yang seluas-luasnya kepada siswa untuk membangun
pengetahuannya
sendiri
sesuai
dengan
pengalamannya
dengan
bimbingan guru. Selanjutnya, kemerdekaan Negara Republik Indonesia yang diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945 perlu diisi dengan pembangunan di segala bidang demi tercapainya
cita-cita
masyarakat
Indonesia
yang
berasaskan
Pancasila
dan
berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945. Pembangunan Nasional itu menjadi tanggung jawab setiap warga negara dan oleh karenanya memerlukan partisipasi yang sebesar-besarnya dari setiap warga negara. Dengan menyadari bahwa pendidikan kewarganegaraan harus dikembangkan baik sebagai ilmu pengetahuan maupun sebagai profesi demi kesejahteraan umat manusia, khususnya masyarakat Indonesia dan dengan menyadari bahwa pengembangan yang dimaksud akan dapat lebih berdaya dan berhasil
guna apabila para ilmuwan dan
praktisi pendidikan
kewarganegaraan di seluruh Indonesia berhimpun dalam satu organisasi Kemerosotan pendidikan bukan diakibatkan oleh kurikulum tetapi oleh kurangnya kemampuan profesionalisme guru dan keengganan belajar siswa. Profesionalisme
menekankan
kepada
penguasaan
ilmu
pengetahuan
atau
kemampuan manajemen beserta strategi penerapannya. Profesionalisme bukan sekadar pengetahuan teknologi dan manajemen tetapi lebih merupakan sikap, pengembangan profesionalisme lebih dari seorang teknisi bukan hanya memiliki keterampilan yang tinggi tetapi memiliki suatu tingkah laku yang dipersyaratkan. Guru yang profesional pada dasarnya ditentukan oleh attitudenya yang berarti pada tataran kematangan yang mempersyaratkan willingness dan ability, baik secara intelektual maupun pada kondisi yang prima. Profesionalisme harus dipandang sebagai proses yang terus menerus. Usaha meningkatkan profesionalisme guru merupakan tanggung jawab bersama antara LPTK sebagai pencetak guru, instansi yang membina guru, dalam hal ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, juga Persatuan Guru Republik Indonesia. Idealnya, asosiasi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Indonesia harus mampu menjembatani mutu pendidikan yang bukan hanya dominant pada MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN
25
EDISI KHUSUS, Vol : XXII, No : 2, JULI 2015
pengetahuan dan keterampilan, namun lebih menekankan pada afektif, yaitu dalam meningkatkan kualitas karakter bangsa, sehingga mampu mengantisipasi berbagai dampak negative dalam pemerintahan dan kenegaraan seperti korupsi, nepoteisme, kolusi, kriminalisasi, maupun dampak globalisasi seperti pornografi, teknologi informasi berbau prono, dan sebagainya. II. PEMBAHASAN A. Orientasi Masa Depan Pengembangan dan strategi pengembangan profesi guru di kampus mesti sesuai dengan visi misi dan tujuan Pkn itu sendiri. Sebagaimana lazimnya semua mata pelajaran, mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan memiliki visi, misi, tujuan dan ruang lingkup isi. Visi mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan adalah terwujudnya
suatu
mata pelajaran yang
berfungsi
sebagai
sarana
pembinaan watak bangsa (nation and character building) dan pemberdayaan warga negara. Adapun misi mata pelajaran ini adalah membentuk warga Negara yang baik, yakniwarga negara yang sanggup melaksanakan hak dan kewajibannya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, sesuai dengan UUD 1945. Tujuan mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan adalah berkarakter kuat dalam mengembangkan kompetensi sebagai berikut memiliki kemampuan berfikir secara rasional, kritis dan kreatif, sehingga mampu memahami berbagai wacana kewarganegaraan, memiliki keterampilan intelektual dan keterampilan berpartisipasi secara demokratis dan bertanggung jawab, memiliki watak dan kepribadian yang baik, sesuai dengan norma-norma yang berlaku dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Rumusan tersebut sejalan dengan aspek-aspek kompetensi yang hendak dikembangkan dalam pembelajaran pendidikan kewarganegaraan. Aspek-aspek kompetensi tersebut mencakup pengetahuan kewarganegaraan (civic knowledge), keterampilan
kewarganegaraan (civic
skills),
dan
watak
atau
karakter
kewarganegaraan (civic dispositions). B. Penguatan Pendidikan Karakter Bangsa Aspek kompetensi pengetahuan kewarganegaraan menyangkut kemampuan akademik yang dikembangkan dari berbagai teori atau konsep politik, hukum, dan moral/ karakter Pancasila yang dominant melekat dalam jiwa dan kepribadian bangsa Indonesia. Secara lebih terperinci, materi pengetahuan pendidikan kewarganegaraan meliputi pengetahuan tentang hak dan tanggung jawab warga negara, hak asasi manusia, prinsip-prinsip dan proses demokrasi, lembaga MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN
26
EDISI KHUSUS, Vol : XXII, No : 2, JULI 2015
pemerintah dan non pemerintah, identitas nasional, pemerintahan berdasar hukum dan peradilan yang bebas dan tidak memihak, konstitusi, serta nilai-nilai dan normanorma dalam masyarakat. Keterampilan kewarganegaraan meliputi keterampilan intelektual dan keterampilan
berpartisipasi
dalam
kehidupan
berbangsa
dan
bernegara.
contoh keterampilan intelektual adalah keterampilan dalam merespon berbagai persoalan
politik,
misalnya
merancang
dialog
dengan
anggota
partai
politik. Contoh keterampilan berpartisipasi adalah keterampilan menggunakan hak dan kewajiban di bidang hukum, misalnya segera melapor kepada polisi atas tindakan kejahatan yang diketahui. Watak atau karakter kewarganegaraan sesungguhnya merupakan materi yang paling substantive dan esensial dalam mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan. Dimensi ini dapat dipandang sebagai muara dari pengembangan kedua dimensi sebelumnya. Dengan demikian seorang warga negara pertama-tama perlu memiliki pengetahuan kewarganegaraan yang baik, memiliki keterampilan intelektual maupun partisipatif, dan pada akhirnya pengetahuan serta keterampilan itu akan membentuk suatu karakter atau watak yang mapan, sehingga menjadi sikap dan kebiasaan sehari-hari. Watak yang mencerminkan warga negara yang baik itu misalnya sikap religius, toleran, jujur, adil, demokratis, taat hukum, menghormati orang lain, memiliki kesetiakawanan sosial dan lain-lain. (Sumber tulisan : Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP)) Pengertian tersebut menggambarkan bahwa pendidikan Kewarganegaaran dalam program strata satu juga merupakan pengkondisian situasi pembelajaran bagi peserta didik guna memungkinkan mereka mempunyai kompetensi-kompetensi professional sebagai guru yang dapat bermanfaat bagi kehidupan dirinya sendiri maupun
masyarakat.
Hal
ini
sejalan
dengan
fungsi
pendidikan
yaitu
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. (UU Sisdiknas No 20 tahun 2003 Pasal 3). Pengembangan Profesi guru PKn
melalui multi disiplin ilmu
yang
terintegral, terpadu dalam kurikulum di Prodi PKn, perlu peningkatan profesi guru yang dapat ditempuh dengan cara-cara berikut : peningkatan profesi melalui siaran radio pendidikan, pelatihan tertulis dan tatap muka, peningkatan profesi melalui MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN
27
EDISI KHUSUS, Vol : XXII, No : 2, JULI 2015
belajar mandiri, pembinaan profesi melalui jurnal dan majalah, pembinaan profesi melalui organisasi profesi,
dan peningkatan profesi melalui penelitian tindakan
kelas Dalam menciptakan manusia terdidik, membutuhkan; guru, materi atau teori pendidikan, orang tua, lingkungan dan sarana prasana dan motivasi pribadi yang bersangkutan serta keterlibatan pemerintah dengan kebijakan pemerintah yang bertujuan
menciptakan
kecerdasan
bangsa.
Pembangunan
pendidikan
di
Papua dan barangkali di Indonesia menurut penulis sendiri, cenderung mengejar target IQ (Intelegensi Quotient: kecerdasan inteligensi) dari pada EQ (Emotional Quotient: kecerdasan Emosional), SP (Spiritual). Yang diharapkan kepada semua pihak yang secara langsung maupun tidak langsung terlibat dalam sistem pendidikan berperan serta untuk menciptakan anak bangsa menjadi kaum terpelajar atau terdidik yang cerdas artinya mencerdaskan si subyek atau anak didik aktif yang memiliki keseimbangan antara IQ, EQ dan SP (spiritual Quotient). Anak yang dikatakan IQnya tinggi perlu didukung oleh orang tua dan lingkungan agar memiliki EQ dan SP yang stabil. Karena tanpa diimbangi EQ dan SP, anak tidak mampu beradaptasi ketika ia menghadapi masalah. Akibatnya muncul frustasi atau perilaku yang mengarah pada kemerosotan moral. Akhirnya kemerosotan moral kaum terdidik turut memperparah persoalan pendidikan dan akibat lain adalah menunjukkan seola-ola pemerintah Indonesia dan para guru tidak mampu dalam mendidik anak bangsa. Kepedulian dengan aksi nyata semoga dapat mendongkrak kualitas pendidikan di Papua dan Indonesia. Pembangunan
untuk
meningkatkan
kualitas
pendidikan
memerlukan
dukungan banyak faktor, salah satu faktor penting, bahkan terpenting, adalah peran tenaga pendidik yang sangat menentukan dalam peningkatan kualitas pendidikan tersebut oleh karena itu diperlukan upaya untuk mengembangkan profesi tenaga pendidik agar semakin berkualitas sehingga dapat berperan lebih produktif dalam upaya peningkatan kualitas pendidikan. Dalam pengembangan profesi tenaga pendidik sebagai perancang masa depan, hal yang penting adalah membangun kemandirian di kalangan tenaga pendidik sehingga dapat lebih mampu untuk mengaktualisasikan dirinya guna mewujudkan pendidikan yang berkualitas. Profesi guru PKn masih sangat dibutuhkan karena memiliki fungsi strategis dalam rangka ketahanan nasional, sehingga profesi guru PKn mesti dihargai, dikembangkan, serta dipertahankan. Pendidik mempunyai tanggung jawab untuk mewujudkan masyarakat yang berkualitas, terutama untuk mempersiapkan peserta didik menghadapi tantangan masa depan. Untuk itu profesionalisme perlu MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN
28
EDISI KHUSUS, Vol : XXII, No : 2, JULI 2015
ditingkatkan. Hal tersebut diperlukan untuk mengantisipasi kecanggihan ilmu pengetahuan dan globalisasi. Keberadaan yang profesional bagi suatu bangsa sangatlah penting apalagi suatu bangsa yang sedang membangun. Terlebih-lebih bagi keberlangsungan hidup bangsa ditengah-tengah lintasan zaman dengan teknologi yang semakin canggih dan segala perubahan serta pergeseran nilai yang cenderung memberi nuansa kepada kehidupan yang menuntut ilmu pengetahuan dan seni dalam kadar dinamik untuk dapat mengadaptasikan diri. Selanjutnya membahas tentang penguatan pendidikan karakter, pengertian pendidikan karakter merupakan suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa (YME), diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan sehingga menjadi manusia insan kamil (Yudi, 2011: 1). Dalam pengertian pendidikan karakter di sekolah, semua komponen (stakeholders) harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen pendidikan itu sendiri, yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, kualitas hubungan, penanganan atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas atau kegiatan ko-kurikuler, pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, dan ethos kerja seluruh warga dan lingkungan sekolah. Terlepas
dari berbagai
kekurangan dalam praktik pendidikan di Indonesia, apabila dilihat dari standar nasional pendidikan yang menjadi acuan pengembangan kurikulum (KTSP), dan implementasi pembelajaran dan penilaian di sekolah, tujuan pendidikan di SMP sebenarnya dapat dicapai dengan baik. Pembinaan karakter juga termasuk dalam materi yang harus diajarkan dan dikuasai serta direalisasikan oleh siswa dalam kehidupan sehari-hari. Permasalahannya, pendidikan karakter di sekolah selama ini baru menyentuh pada tingkatan pengenalan norma atau nilai-nilai, dan belum pada tingkatan internalisasi dan tindakan nyata dalam kehidupan sehari-hari (Yudi, 2011: 1). Sebagai upaya untuk mengoptimalkan kesesuaian dan mutu pendidikan karakter,
Kementerian
Pendidikan
Nasional
mengembangkan
grand
design
pendidikan karakter untuk setiap jalur, jenjang, dan jenis satuan pendidikan. Grand design menjadi rujukan konseptual dan operasional pengembangan, pelaksanaan, dan penilaian pada setiap jalur dan jenjang pendidikan (Yudi, 2011: 2). Makna pendidikan karakter dalam konteks totalitas proses psikologis dan sosial-kultural tersebut dikelompokan dalam: olah hati (spiritual and emotional development), olah pikir (intellectual development), olah raga dan kinestetik (physical MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN
29
EDISI KHUSUS, Vol : XXII, No : 2, JULI 2015
and kinestetic development), dan olah rasa dan karsa (affective and creativity development). Pengembangan dan implementasi pendidikan karakter perlu dilakukan dengan mengacu pada grand design tersebut. (Yudi, 2011: 2). Karakter tidak bisa diwariskan, karakter tidak bisa dibeli dan karakter tidak bisa ditukar. karakter harus dibangun dan dikembangkan` secara sadar hari demi hari dengan melalui suatu proses yang tidak instan. Karakter bukanlah sesuatu bawaan sejak lahir yang tidak dapat diubah lagi seperti sidik jari. Implementasi pendidikan karakter di sekolah, tentu tidak lepas dari peran guru. Berdasarkan kajian teoritis maupun empiris diyakini bahwa keberhasilan pendidikan karakter salah satunya diwarnai oleh faktor guru itu sendiri. Delapan belas nilai-nilai dalam pendidikan karakter bangsa : (1) religius; (2) jujur; (3) toleransi; (4) disiplin; (5) kerja keras; (6) kreatif; (7) mandiri; (8) demokratis; (9) rasa ingin tahu; (10) semangat kebangsaan; (11) cinta tanah air; (12) menghargai prestasi; (13) bersahabat/komuniktif; (14) cinta damai; (15) gemar membaca; (16) peduli lingkungan; (17) peduli sosial, dan (18) tanggung-jawab (Sudrajat, 2011: 1). Guru juga masih merupakan pribadi otonom yang bebas menentukan pilihannya sendiri. Guru bebas menerima dan mengintegrasikan nilai-nilai dan harapan-harapan masyarakat dalam dirinya. Kekuatan budaya masyarakat dan legal Negara yang bersifat mengikat lebih merupakan panduan dalam membentuk identitas guru di tengah masyarakat. Kalau intelektual terpisah dengan emosional dan spiritual maka akan lahir anarkis. Berbahaya kalau seseorang yang cerdas, yang paham Undang-Undang tapi moral rusak. Manusia yang lebih berbahaya dari bom atom. Setiap tahun berapa universitas yang memproduksi orang-orang seperti ini (Ginanjar, 2011: 2). Pendidikan berkarakter tertuang dalam Undang-Undang Nomor : 20 Tahun 2003 Bab II Pasal 3 yaitu : “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat, bertujuan untuk berkembangnya potensi siswa agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, sehat, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”. Pendidikan karakter adalah gerakan nasional untuk menciptakan sekolah yang membina generasi muda yang beretika, bertanggung jawab, dan peduli melalui pemodelan dan mengajarkan karakter baik dengan penekanan pada nilai universal yang kita setujui bersama (Jihad, dkk, 2010: 60).
MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN
30
EDISI KHUSUS, Vol : XXII, No : 2, JULI 2015
Karakter/ watak siswa sangat penting dan dijadikan titik tolak dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, sebagai dasar membangun pribadi yang memiliki mental spritual, kesehatan rohaniah, dan jasmaniah yang utuh. Dengan karakter yang kuat akan menjadikan pribadi yang tangguh dan mampu membangun keunggulan komparatif dan kompetitif masyarakat, bangsa, dan negara.
III. KESIMPULAN Dari uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa Asosiasi Profesi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Indonsia harus berlanut dan perlu selalu ada peningkatan melalui kegiatan orientsi program masa depan yang lebih efektif, dan penguatan pendidikan karakter bangsa khususnya melalui pembelajaran di sekolah yang semakin kuat. DAFTAR PUSTAKA Ginanjar,
Ary,
2011.
“Pendidikan
Karakter
dan
Moral
Bangsa
Bisa
Lenyap”.
http://antaranews.com Sudrajat,
Akhmad,
2008:
4.
Strategi
Pembelajaran.
http://akhmadsudrajat.
Berkarakter”.
http://akhmadsudrajat.
wordpress.com/ Sudrajat,
Akhmad,
2011.
“Menjadi
Guru
wordpress.com Yudi, 2011. “Pengertian Makna Pendidikan Karakter”. http://yudinet.com
MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN
31