ASAL MULA DANAU RANU GRATI Pada zaman dahulu desa Kademangan Klindungan terkenal sebagai desa yang tenteram, pemandangannya sangat elok dan dikelilingi oleh hutan belantara. Suatu hari datanglah seorang wanita yang sangat cantik ke Kademangan Klindungan. Pakaian yang dipakai laksana puteri keraton, wanita itu adalah Endang Sukarni. Endang Sukarni merupakan salah seorang puteri kerajaan Mataram. Karena terjadi kekacauan di Mataram, akhirnya dia meninggalkan kerajaan. Dia menempuh perjalan yang sangat panjang dan melelahkan sampai kearah timur Pasuruan. Setelah sekian lama perjalanan, dia memutuskan untuk beristirahat sejenak sambil melepas letih. Pada saat itu melintas seorang warga dihadapan Endang Sukarni. “ Di daerah manakah sekarang saya berada ? “ Tanya Endang Sukarni, sambil terheran – heran. Warga tersebut menjawab, “ Puteri sekarang berada di Kedemangan Klindungan.” “ Maaf, kalau boleh saya tahu, siapa orang yang dituakan dan dihormati di daerah ini ?” Tanya Endang Sukarni sekali lagi. “ Di sekitar sini ada orang yang bernama Begawan Nyampo. Beliaulah orang yang paling dihornati didaerah ini.” Jawab warga tersebut. “ Terima kasih atas keterangannya. Kalau begitu , dimanakah rumahnya. saya ingin bertemu dengan Begawan Nyampo “ kata Endang Sukarni sambil berpamitan. “ Kalau ingin bertemu dengan Begawan Nyampo, teruslah berjalan sampai ke pinggir hutan. Disana ada sumur tua. Disitulah biasanya beliau bersemedi.” Ketika Begawan Nyampo sedang melakukan semedi, tiba – tiba ada orang memanggil namanya. “ Maafkan Tuan, saya terpaksa mengganggu ketenangan semedi Tuan.” Kata Endang Sukarni kepada Begawan Nyampo. Begawan Nyampo menghentika semedinya, “ Ada apakah gerangan sehingga engkau mengganggu ketenangan semediku ? “ Tanya Begawan Nyampo. “ Saya berasal dari jauh. Dari sebuah kerajaan yang terpecah belah. Saat ini saya hidup sebatang kara. Kalau Tuan berkenan, saya ingin mengabdi kepada Tuan,” pinta Endang Sukarni sambil memohon . Begawan Nyampo diam sejenak sambil berpikir, “ Siapa namamu ? ” “ Nama saya Endang Sukarni “ “ Baiklah kalau itu maumu. Untuk sementara saya minta engkau membantu memasak di dapur.”
Hari demi hari dilewati dengan perasaan yang senang oleh Endang Sukarni. Suatu ketika tanpa sengaja, Begawan Nyampo melihat kemulusan kulit betis Endang Sukarni. Kainnya tersingkap tiupan angina yang sangat kencang. Tanpa sadar keluarlah air suci dari tubuh Begawan Nyampo. Air suci yang biasa terpancar dari seorang lelaki dewasa yang sedang tenggelam dalam asmara. Pada saat itulah air suci itu jatuh ketanah. Atas kuasa Tuhan, air suci itu berubah menjadi sebuah pisau kecil. Dengan perasaan yang bersalah, Begawan Nyampo memberikan pisau itu kepada Endang Sukarni. “ Hai Endang Sukarni, Kemarilah “. “ Ada apakah Tuan memanggil saya ? “ Tanya Endang Sukarni. “ Saya mempunyai sebuah pisau kecil. Pakailah untuk berbagai keperluan mu didapur dan berhati – hatilah dengan pisau ini. Selain tajam ada satu pantangan yang harus kamu perhatikan dan harus kamu ingat , jangan sekali – kali pisau ini kau letakkan di atas pangkuanmu. “ ujar Begawan Nyampo sambil memberikan pisau itu pada Endang Sukarni. Setiap kali memasak didapur, Endang Sukarni selalu memakai pisau itu untuk berbagai keperluannya. Pesan Begawan Nyampo selalu diingatnya setiap selesai memakai, pisau itu ditaruh ditempat yang aman. Tetapi manusia selalu dilekati sifat lupa. Suatu ketika, setelah memasak di dapur, sifat kehati – hatian Endang Sukarni mulai nengendur. Tanpa sadar pisau itu diletakkan dipangkuannya. Endang Sukarni sangat terkejut. Dicarinya pisau tersebut disekitar tempat duduknya tetapi tidak ditemukan. Ending Sukarni merasa takut menyampaikan apa yang telah terjadi kepada Begawan Nyampo. Hilangnya pisau itu terus dipendam sampai beberapa bulan . tanpa ia sadari, ia merasakan ada sesuatu yang aneh pada tubuhnya. Semakin lama parutnya
terasa semakin
membesar. Hatinya bertanya – Tanya. Apa yang sedang menimpa dirinya : “ Munkinkah saya hamil ? tapi bagaimana mungkin sedangkan saya belum pernah bersentuhan dengan seorang lelaki.” Tak kuasa memendam rahasia akhirnya Endang Sukarni menceritakan kejadian yang telah menimpa dirinya kepada Begawan Nyamp. Meskipun terkejut tetapi Begawan Nyampo mencoba menenangkan Endang Sukarni. “ Tapi ini sudah terjadi, dan kamu benar – benar hamil, “ ucap Begawan Nyampo. Kini Endang Sukarni tinggal menunggu saat yang mendebarkan, yaitu melahirkan seorang bayi. Setelah sembilan bulan , akhirnya Endang Sukarni melahirkan. Dengan wajah kaget dan tidak percaya Endang Sukarni melihat bayinya, ternyata bayi yang baru dilahirkannya bukan seorang bayi mungil nan lucu yang diharapkan. Akan tetapi seorang bayi dengan kulit yang bersisik seperti ular dan dibagian belakang tubuhnya tumbuh semacam ekor. Akhirnya dengan menahan rasa malu dia membesarkan bayi tersebut layaknya manusia biasa yang sempurna. Bayi tersebut diberi nama Jaka Baru. Agar mudah mengetahui keberadaannya. Maka bagian ekornya diberi lonceng kecil ( klintingan ). Sehingga lama –
kelamaan dia dikenal dengan nama Baru Klinting. Karena malu memiliki anak yang aneh dengan barbagai cara Endang Sukarni mencoba menyingkirkan Baru Klinting. Pada suatu hari Baru Klinting disuruh ibunya untuk mencari air dengan menggunakan keranjang bamboo yang berlubang. “Baru Klinting tolong tunjukkan kepada ku apakah engkau mewarisi kesaktian ayahmu. Jika kamu berhasil, sebaiknya kau tinggalkan rumah ini. “ pinta Endang Sukarni . Dengan gembira Baru Klinting berangkat dengan membawa keranjang bamboo untuk mencari air. Betapa kagetnya orang tua Baru Klinting melihat dia berhasil membawa sekeranjang air. Rupanya dengan kecerdikannya bamboo tersebut dilapisi dedaunan yang dilekatkan dengan menggunakan air liurnya. Karena cara tersebut tidak berhasil menyingkirkan Baru Klinting, maka dicari cara lain untuk menyingkirkannya. Dan sebuah cara baru muncul dari pikiran Begawan Nyampo dan Endang Sukarni. Baru Klinting disuruh tempur dengan Buaya Putih di sungai Bedadung Jember, dengan alasan buaya tersebut mengganggu ketentraman warga sekitar. Sebenarnya Buaya Putih tersebut masih saudara sepupu Baru Klinting. Karena Buaya Putih adalah putera dari Raden Dodo Putih yang tidak lain adik dari Begawan Nyampo. Raden Dodo Putih bertempat tinggal dilereng Gunung Semeru. Suatu malam Raden Dodo Putih bermimpi melakukan hubungan layaknya suami istri dengan seorang bidadari. Mimpi itu begitu nyata. Setelah beberapa hari dari kejadian mimpi tarsebut, tiba – tiba batu yang dibuat bersemedi langsung pecah dan mengeluarkan seekor Buaya Putih yang masih kecil. Setelah dipelihara oleh Raden Dodo Putih, buaya tersebut menjadi besar dan memiliki kesaktian yang luar biasa. Karena dirundung malu, Rasen Dodo Putih bersepakat dengan Begawan Nyampo untuk mengadu putranya dengan Baru Klinting. Harapan mereka, dalam pertenpuran itu Buaya Putih dan Baru Klinting sama – sama mati. Baru Klinting seketika itu berangkat menemui Buaya Putih dengan tergesa – gesa dan rasa penasaran. Akibatnya saat dia melintasi sebuah gunung, maka runtuhlah puncak gunung tersebut ( tugel ) akibat dari sebetan ekornya. Gunung itu kini bernama Gunung Tugel yang berada didaerah Tongas Probolinggo. Saat bertempur dengan Buaya Putih, ternyata Baru Klinting menang dengan mudah. Tubuh Buaya Putih itu dipotong – potong dan dilemparkan kesegala arah. Sebagian dilempar sampai ke Gersik, sebagian dilempar dan jatuh menjadi Gunung Bentar di Probolinggo, dan sebagian dilempar ke Puger Jember. Semua tubuh buaya putih itu kini menjadi Gunung Kapur. Dengan gembira Baru Klinting pulang kerumahnya. Akan tetapi kedua orang tuanya masih gundah melihat Baru Klinting masih hidup. Akhirnya Begawan Nyampo mempunyai satu cara yang menurutnya berhasil, yaitu memerintahkan Baru Klinting untuk bertapa dihutan.
“ Baru Klinting berangkatlah kehutan untuk melakukan tapa disebuah bukit. Apabila engkau dapat memutari bukit itu dengan tubuhmu, maka engkau akan berubah menjadi manusia yang sempurna,” ucap Begawan Nyampo. Akhirnya Baru Klinting melakukan tapa disebuah bukit kecil. Pada saat itu pula di Kademangan Klindungan sedang mengalami paceklik. Warga bingung menghadapi musim kemarau yang berkepanjangan, sedangkan mereka harus mencari makan. Dan mereka memutuskan untuk berburu hewan dihutan untuk dijadikan makanan. Warga mulai melakukan pemburuan. Diantara warga itu ada seorang kakek tua yang buta yang bernama Kek Kerti. Dia pergi kehutan untuk berburu dan mencari kayu bakar. Para warga merasa kasihan melihat Kek Kerti pergi kehutan sendirian, akhirnya ada ide untuk membujuk supaya Kek Kerti pulang. Namun watak yang dimiliki Kek Kerti sangat keras, dia tidak mau pulang. Kek Kerti sudah mengelilingi hutan kemudian dia memutuskan istirahat dibawah pohon. Saat melepas lelah, tiba – tiba dia merasa akar yang didudukinya bergerak – garak. Dia merasa takut dan heran. “ Apa ini sebenarnya ? “ ucap Kek Kerti sambil terkaget –kaget “ Jangan kaget dan jangan takut Kek Kerti. Wujudku memang seekor ular, akan tetapi bukan ular sembarangan. Aku tidak akan menyakiti manusia seperti mu. Aku sedang melakukan semedi agar menjadi manusia yang sempurna kelak. “ “ Apa ? bagaimana ceritanya ? “ Tanya Kek Kerti sambil kaget. “ Panjang ceritanya, Kek, aku tidak mungkin menceritakannya. Namaku Baru Klinting, anak dari Begawan yang sangat sakti. Sudah bertahun – tahun aku melakukan semedi ini .” Baru Klinting mengetahui nahwa Kek Kerti tidak bisa melihat, dengan kemampuannya, dia akan menyembuhkannya. Tetapi Baru Klinting mempunyai syarat. “ Apabila Kek Kerti sudah dapat melihat jangan sekali – sekali mengatakan keberadaanku disini. Kalau Kek Kerti mengingkarinya, maka Kek Kerti akan buta lagi. “ “ Baiklah, asal mataku bisa melihat, saya memenuhi syarat itu .” kata Kek Kerti. “ Irislah punggungku, Kek. Darah yang nantinya keluar dari tubuhku usapkan kedua mata Kek Kerti,” ujar Baru Klinting. Dan sungguh ajaib, setelah Kek Kerti mengusapkan darah itu kematanya, dia langsung dapat melihat. Kek Kerti mengucapkan terima kasih dan pulang dengan senang. Warga terheran – heran melihat Kek Kerti yang buta kini bisa melihat lagi. Warga mulai menanyai Kek Kerti, akan tetapi dia tidak mau mengatakan apa yang terjadi. Dengan segala rayuannya warga mendesak Kek Kerti untuk mengatakan, dan akhirnya keluarlah perkataan yang seharusnya tidak boleh diucapkan oleh Kek Kerti. Akhirnya mata Kek Kerti menjadi buta kembali. Setelah mendengar cerita dari kek kerti,muncul ide dari salah satu warga untuk membantai Baru Klinting. Dagingnya akan digunakan untuk pesta selamatan desa. Untuk itu
warga beramai – ramai ke hutan. Setibanya bersemedi. Tanpa pikir panjang warga langsung menyenbelihnya. Karena tubuh Baru Klinting yang sangat besar akibatnya darah mengalir ke segalah arah. Tempat penyembelihan Baru Klinting (mbeleh), kini menjadi Desa Mbelerah. Setelah itu, badan Baru Klinting dikelupas sisiknya (kresek). Tempat itu kini menjadi Desa kresek. Setelah di bersihkan tubuh Baru Klinting dipotong – potong menjadi empat puluh (patang puluh) bagian, dan kini menjadi Desa patang puluh. Sedangkan daging dari tubuh Baru Klinting dibakar (tunu), kini menjadi kini menjadi Desa tunon atau biasa dikenal Grati tunon. Selamatan desa dimulai, berbagai hidangan ditumpuk jadi satu termasuk daging dari tubuh Baru Klinting. Tak lama berselang tiba – tiba datang seorang wanita yang tidak lain adalah Emdang Sukarni. Dia meminta – minta sambil menangis. Warga tidak suka dengan kehadiran Endang Sukarni karena itu mereka mengusirnya. Sambil memohon – mohon Endang Sukarni mulai putus asa. Tiba - tiba seorang nenek mendengar tangisannya. “ Apakah yang terjadi pada dirimu. Nak ?” Tanya sang nenek. “ saya ingin sekali meminta daging yang dipanggang itu karena perutku lapar sekali,” Ucap Endang Sukarni . “ jadi itu permintaanmu ? Ambillah sebagian daging punyaku ini supaya perutmu tidak lapar lagi.” Sambil makan daging Endang Sukarni mengucapkan terima kasih kepada nenek tersebut. “Siapakah nama kamu, Nak ?” Tanya nenek sambil tersenyum. “ Namaku Endang Sukarni . Saya ke sini untuk meminta daging ular agar dapat mengembalikan anakku Baru Klinting yang dagingnya dibuat pesta oleh warga.” “ Apa ?” Kata nenek itu kaget . “ Benar Nek, itulah kenyataannya,” jawab Endang Sukarni. Hati Endang Sukarni mulai tidak tenang. Ia ingin membalas apa yang telah di perbuat oleh warga terhadap Baru Klinting. Kemudian Endang
Sukarni berdiri dan menancapkan
sebatang lidi ( sodo lana), lalu berteriak – teriak meminta perhatian warga yang berpesta. “ Barang siapa baik laki – laki maupu perempuan yang merasa sakti, buktikan kemampuan kalian di hadapan ku dengan mencabut sebatang lidi yang tertancap ini,” teriak Endang Sukarni sambil menancapkan sebatang lidi. “ Apa ?” seluruh warga merasa terkejut dan bertanya – Tanya. “ heeeeeee, jangan kan mencabut sebatang lidi, nyawamu pun bisa ku cabut,” ucap salah satu yang besar mulut . “ Sekarang buktikan, jika kalian bisa mencabutnya,” ujar Endang Sukarni marah. Setelah berbagai macam cara di lakukan ternyata tidak ada seorang pun yang bisa mencabut batang lidi itu dengan mudah, mereka terheran – heran melihatnya. “ Kini kalian merasakan akibat dari perbuatan kalian terhadap keluargaku,” kata Endang Sukarni
Lubang bekas tancapan sebatang lidi, mulai mengeluarkan air yang sangat deras. Lama kelamaan menjadi sumber air yang sangat besar. Warga kebingungan ,berlarian kesana kemari. Satu per satu warga di telan air Bah dan akhirya seluruh warga tenggelam. Sumber air, bekas tancapan sebatang lidi tadi tidak pernah surut sampai sekarang. Kini sumber air itu menjadi sebuah danau yang di batasi oleh sebuah bukit di sebelah selatannya. Dan danau itu sekarang lebih di kenal oleh masyarakat dengan nama RANU GRATI Nama itu di ambil dari desa yang berada tepat di pinggir danau itu yaitu DESA RANU KLINDUNGAN .