Interelasi Agensi Dan Struktur Dalam Produksi Berita Kekerasan Agama: (Studi Kasus Produksi Berita Kekerasan yang Menimpa Ahmadiyah di Kantor Berita Antara)
Arya Satya Nugraha
Departemen Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia, Kampus Baru UI Depok, Depok, 16424, Indonesia
E-mail:
[email protected]
Abstrak
Pemerintah dan media massa memiliki andil dalam kekerasan agama. Pemerintah mengeluarkan regulasi diskriminatif seperti SKB 3 Menteri no 3 tahun 2008 sementara media kerap memberitakan isu kekerasan agama secara menyudutkan. Penelitian ini berusaha melihat produksi berita kekerasan agama di Kantor Berita Antara yang memiliki afiliasi dengan pemerintah. Penelitian kualitatif ini menggunakan teori strukturasi dari Giddens dan konsep jurnalisme keberagaman. Analisis dilakukan dengan paradigma kritis dan metode studi kasus tunggal analisis level jamak (mikro, meso, dan makro). Temuan menunjukan bahwa tidak ditemukan interelasi agensi dan struktur dalam kasus ini. Antara memiliki kekuatan namun tunduk pada struktur sehingga strukturasi tidak terjadi. Kata kunci: Strukturasi, agensi, struktur, jurnalisme keberagaman, Kantor Berita Antara.
Interrelation between Agency and Structure in the News Production on Religion-based Violence (A Case Study of the News Production on Anti-Ahmadiyah Violence in Antara News Agency)
Abstract
Indonesia government and media play a part in anti-minority group violence. Government sponsors violence through discriminative regulation, like SKB 3 Menteri no 3 tahun 2008, while media tend to cover the issue with a discriminative tone. This undergraduate thesis explains the production of anti-Ahmadiyah violence in a government-owned news agency named Antara. Giddens’ Structuration and multicultural journalism are incorporated in this qualitative research. The researcher uses critical paradigm for single case multi-level
Interelasi agensi…, Arya Satya Nugraha, FISIP UI, 2014
(micro, mezzo, macro) analysis method. The finding shows that there is no interrelation between agency and structure found in this case study. Antara, as a powerful agent, bows down to the government that acts as the structure. Thus Antara plays no role in structuration. Key words: Structuration, agency, structure, multicultural journalism, Antara News Agency
Pendahuluan
Sebagai suatu bangsa, Indonesia terdiri atas beragam suku, bahasa, dan agama. Konstitusi menjamin hak kebebasan beragama sayangnya pemerintah Indonesia hanya mengakui enam agama (Islam, Protestan, Katolik, Budha, Hindu, dan Kong Hu Cu). Padahal Kementrian Agama mencatat ada 0.11% penduduk diluar enam agama tersebut. Kelompok agama yang tidak diakui secara hukum rentan terhadap pelanggaran kebebasan beragama dalam bentuk kekerasan dan pelarangan ibadah (Kontras, 2012). Jumlah pelanggaran kebebasan beragama meningkat setiap tahunnya. Tabel 1.1 Rekap pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan No
Tahun
Peristiwa
Tindakan
1
2009
200
291
2
2010
216
286
3
2011
244
299
4
2012
264
371
Sumber: Setara Institute Ahmadiyah merupakan kelompok agama yang paling sering mengalami pelanggaran di tahun 2013 (Setara Institute, 2013). Salah satu peristiwa pelanggaran kebebasan beragama yang menimpa Ahmadiyah di tahun 2013 adalah penyegelan masjid Al Misbah di Bekasi, Jawa Barat. Penyegelan tersebut didasari sejumlah keputusan resmi dari pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Menurut Bill Kovach dan Tom Rosenstiel (2006) jurnalisme harus dapat memantau kekuasaan pemerintah/ lembaga yang kuat dan menyambung lidah kelompok tertindas.
Interelasi agensi…, Arya Satya Nugraha, FISIP UI, 2014
Sayangnya prinsip pengawasan dan penyambung lidah kelompok tertindas belum terlaksana. Pemberitaan media terhadap Ahmadiyah kerap mengaburkan fakta seperti yang terlihat pada penggunaan kata. Andreas Harsono dalam laporannya untuk Nieman Foundation, Harvard University
mengatakan
jurnalis
cenderung
menggunakan
kata
“bentrok”
bukan
“penyerangan” dalam berita penyerangan kelompok Ahmadiyah di Cikeusik, Banten tahun 2011. Produksi berita tidak bisa dilepaskan dari apa yang agen jurnalis lakukan (agensi) dan bagaimana organisasi media (struktur) tempatnya bernaung. Teori strukturasi Giddens (1993) melihat ada interelasi (hubungan saling mempengaruhi) antara agensi dengan struktur. Pada konteks produksi berita agensi merujuk pada apa yang jurnalis lakukan dan stuktur merujuk pada organisasi media dan entitas eksternal yang melingkupi ruang redaksi. Di Kantor Berita Antara yang merupakan objek penelitian ini agensi merujuk kepada jurnalis dan ruang redaksi. Kualitas jurnalis Kantor Berita Antara tergolong baik. Hal itu terlihat dari penghargaan yang diperoleh seperti penghargaan M.H.Thamrin dan Udin Award dari Aliansi Jurnalis Independen. Selain itu banyak jurnalis Kantor Berita Antara yang memiliki latar belakang pendidikan master dan telah berkecimpung puluhan tahun dalam dunia jurnalistik. Dengan bekal pendidikan dan pengalaman yang mumpuni seharusnya jurnalis Antara mampu menjadi agen yang kuat. Sementara itu struktur di Kantor Berita Antara merujuk kepada pemerintah yang memberikan penugasan Public Service Organization (PSO) dan government PR. Penugasan tersebut menjadikan Antara berhak menerima uang dari pemerintah dengan syarat penerapan prinsip 3E + 1N yaitu Educative (mendidik), Enlightening (mencerahkan), Empowering (memberdayakan), dan Nasionalisme dalam berita Antara. Penugasan government PR menjadikan
Antara
sebagai
pusat
informasi
kebijakan
negara
yang
berperan
mempublikasikan kebijakan pemerintah pada publik. Antara mendapatkan penugasan karena kantor berita tersebut adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) pertama dan satu-satunya di bidang media. Kantor Berita Antara berada di bawah Kementrian BUMN, dengan status Perusahaan Umum (Perum), dan bermitra dengan Kementrian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo). Disaat 32.2% masyarakat menganggap kekerasan terhadap Ahmadiyah merupakan tanggung jawab pemerintah (Setara Institute,2011), Antara harus mengabarkan isu tersebut
Interelasi agensi…, Arya Satya Nugraha, FISIP UI, 2014
dalam kerangka penugasan PSO dan government PR-nya. Padahal sebagai kantor berita profesional Antara dapat memberitakan kekerasan terhadap Ahmadiyah sebagai kelalaian pemerintah. Berdasarkan uraian tersebut peneliti sampai pada pertanyaan penelitian yaitu bagaimana Antara sebagai media yang berafiliasi dengan pemerintah memproduksi berita mengenai isu yang dianggap masyarakat terjadi karena kegagalan pemerintah?
Tinjauan Teoritis
Penelitian ini menggunakan teori strukturasi dari buku The Constitution of Society: Outline of the Theory of Structuration yang ditulis Anthony Giddens (1984). Selain teori tersebut, konsep jurnalisme keberagaman yang diusung oleh Usman Kansong (2013) dan konsep mengenai berita juga digunakan dalam penelitian ini.
Metode Penelitian
Metode penelitian kualitatif ini adalah studi kasus yang secara intensif mengobservasi berbagai pemangku kepentingan di suatu lingkungan seperti organisasi (Swanborn, 2010, p.5). Metode tersebut sesuai dengan penelitian ini yang menjelaskan interelasi agensi dan struktur dalam Kantor Berita Antara. Variasi studi kasus yang sesuai dengan penelitian ini adalah studi kasus tunggal dengan level jamak. Kasus tunggal dalam penelitian ini adalah produksi berita kekerasan yang menimpa Ahmadiyah di Kantor Berita Antara. Analisis dilakukan pada level jamak. Level pertama adalah level meso yaitu analisis struktur internal dan eksternal media. Level kedua adalah level mikro yaitu analisis berita yang bertujuan untuk mengonfirmasi temuan dari level meso. Untuk melengkapi analisis level meso dan mikro, peneliti juga menganalisis level makro yaitu konteks terjadinya penyerangan Ahmadiyah di masyarakat.
Interelasi agensi…, Arya Satya Nugraha, FISIP UI, 2014
Unit analisis penelitian ini adalah jurnalis di Kantor Berita Antara baik di tingkat fungsional maupun struktural, berita produksi Kantor Berita Antara mengenai kekerasan terhadap Ahmadiyah dan literatur. Unit analisis dipilih secara non probabilitas dengan teknik purposive sampling. Wimmer dan Domminick (2006, p.89) mendefinisikan sampel non probabilitas sebagai sampel yang dipilih bukan karena panduan matematis tetapi kriteria spesifik. Data-data dalam penelitian ini dikumpulkan melalui wawancara mendalam dan studi pustaka untuk kemudian dianalisis secara tematik dengan paradigma kritis. Untuk menjamin kualitas penelitian, peneliti melakukan triangulasi data dari wawancara mendalam, studi literatur, dan wawancara pakar terhadap jurnalis dan peneliti HAM, Andreas Harsono.
Hasil Penelitian
Antara menderita masalah keuangan sebelum menjadi Perusahaan Umum (Perum) yang berada di bawah Kementrian BUMN dan menerima PSO. Pada masa itu setiap tahunnya Antara mengalami defisit sekitar 16 milliar. Setelah menjadi Perum, masalah tersebut teratasi karena Antara mendapatkan dana PSO yang saat ini menopang 40 persen biaya operasional. Dasar hukum PSO adalah Undang-undang RI no 19 tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara Pasal 66 ayat 1. Kementrian BUMN dianggap sebagai pemilik modal Kantor Berita Antara sehingga menteri BUMN hadir pada Rapat Pembahasan Bersama (RPB). RPB menempati hierarki paling atas dalam struktur Kantor Berita Antara. Pada RPB dilakukan sejumlah pengambilan keputusan strategis yang kewenangannya bukan di tangan direksi Kantor Berita Antara maupun Dewan Pengawas seperti urusan permodalan dan pemilihan Board of Director, termasuk direktur pemberitaan/pemimpin redaksi.
Interelasi agensi…, Arya Satya Nugraha, FISIP UI, 2014
Gambar 4.1 Struktur organisasi LKBN Antara
Sumber: Data Antara Dana PSO sewaktu-waktu bisa dicabut, namun Informan 6 sebagai pemimpin redaksi yang juga wakil ketua tim PSO mengatakan pemerintah membutuhkan Antara untuk menyuarakan kebenaran versi pemerintah. Menurutnya peran Antara mirip dengan peran TVRI, RRI, dan Suara Karya pada zaman dahulu. Penugasan PSO tidak hanya berimplikasi kepada keuangan Antara saja tetapi juga pada berita yang Antara hasilkan. Jurnalisme PSO bersifat 3E+ 1N yaitu Educative (mendidik), Empowering (memberdayakan), Enlightening (mencerahkan) serta Nasionalisme. Selain nilai dalam pemberitaan, PSO juga mengatur tema berita yaitu Polhukam, ekonomi, dan Kesra. Kemkominfo memiliki kapasitas sebagai pemberi tugas PSO sehingga dapat terlibat dalam agenda setting dan evaluasi berita yang diproduksi Antara. Tahap produksi berita di Antara secara umum terbagi menjadi empat tahap yaitu perencanaan, penulisan, editing, dan evaluasi. Perencanaan dilaksanakan secara terencana (mingguan) maupun spontan (harian). Rapat perencanaan mingguan dilakukan setiap hari Kamis dan Jumat. Rapat hari Kamis melibatkan redaksi bersama yaitu Antara dan Ditjen IKP Kemkominfo yang membahas
Interelasi agensi…, Arya Satya Nugraha, FISIP UI, 2014
agenda setting pada minggu tersebut. Agenda redaksi bersama bertujuan membentuk opini publik yang menguatkan kebijakan pemerintah. Agenda dapat merupakan gabungan ide dari kedua belah pihak maupun ide dari salah satu pihak saja. Di luar perencanaan agenda bersama Kemkominfo, Kantor Berita Antara juga masih memiliki keleluasaan untuk menentukan agendanya sendiri. Agenda tersebut ditetapkan saat rapat internal perencanaan yang dilaksanakan setiap hari Jumat. Tahapan setelah perencanaan adalah penulisan berita yang dilakukan oleh pewarta dari jenjang P1 hingga P7. Pewarta berada di bawah redaktur dan manajer tiap-tiap desk. Di Antara berita mengenai kekerasan terhadap Ahmadiyah diproduksi oleh desk Kesra. Gambar 4.2 Struktur redaksi Kantor Berita Antara
Sumber: Data Antara Seperti Kantor Berita pada umumnya, Antara memproduksi straight/ hard news yang berciri menggunakan kalimat aktif (subjek, predikat, dan objek). Straight news yang dihasilkan oleh Antara juga bercirikan memiliki judul maksimal 7 kata dan lead maksimal 35 kata. Tujuan aturan penulisan tersebut adalah agar pembaca mudah mengerti inti berita. Menurut Informan 1 straight news yang dihasilkan oleh Antara terbagi menjadi dua jenis yaitu running news dan round up news. Running news merupakan berita yang ditulis dan dirilis sesaat setelah suatu peristiwa terjadi sedangkan round up news merupakan rangkuman dari berbagai running news yang memiliki kesamaan benang merah.
Interelasi agensi…, Arya Satya Nugraha, FISIP UI, 2014
Pewarta di Kantor Berita Antara dapat berinisiatif menulis suatu isu diluar penugasan manajer. Menurut Informan 5 yang merupakan pewarta junior, jumlah berita yang dihasilkan atas inisiatif sendiri tergolong banyak dengan perbandingan 1:2 atau 1:3 antara berita perencanaan manajer dan inisiatif sendiri. Menurut Informan 6 selaku pemred, kemerdekaan pewarta untuk menulis berita tetap dijaga oleh redaktur selaku gate keeper. Peran redaktur yang memeriksa berita sebelum didistribusikan ke pelanggan membuat kemerdekaan pewarta terbatasi. Dalam menulis suatu berita, nilai-nilai yang dipercaya pewarta masih sering terlihat. Secara umum dua nilai dominan dalam isu Ahmadiyah adalah nilai Hak Asasi Manusia (HAM) yang melindungi apapun kepercayaan manusia dan nilai Islam yang menganggap Ahmadiyah menyimpang dari ajaran Islam. Baik Informan 3 maupun 5 sebagai pewarta menilai Ahmadiyah dari kacamata Islam bukan HAM. Mereka juga memandang kekerasan yang menimpa Ahmadiyah merupakan isu buatan untuk mengalihkan isu dan mengacaukan kedaulatan Indonesia. Akibatnya, Informan 5 sebagai pewarta enggan mengangkat isu kekerasan terhadap Ahmadiyah kecuali atas penugasan manajer. Saat mengangkat isu tersebut, Informan 5 memilih untuk menggunakan sudut pandang pemerintah untuk menghindari bias. Menurut Informan 6 bias atau masuknya nilai personal (agama) pewarta dalam berita yang diproduksi kerap terjadi di Kantor Berita Antara. Masuknya nilai pribadi pewarta pada berita kekerasan agama tidak hanya terjadi pada kasus Ahmadiyah saja tetapi juga pada kasus sejenis. Pada kasus penutupan Gereja Yasmin, Informan 6 mengisolasi pemberitaan Gereja Yasmin untuk mencegah pemberitaan yang bias. Selain melihat pandangan informan terhadap kasus Ahmadiyah, peneliti juga mencari tahu bagaimana pandangan informan terhadap kebijakan pemerintah atas Ahmadiyah. Informan 2, Informan 3, dan Informan 6 sepakat bahwa pemerintah tidak bisa disalahkan atas apa yang menimpa Ahmadiyah. Alasannya antara lain karena peristiwa kekerasan bukan tanggung jawab pemerintah pusat dan pemerintah pusat telah mengupayakan penerapan HAM. Sikap Antara terhadap pemerintah melatarbelakangi angle yang Antara pilih dalam pemberitaan Ahmadiyah. Antara menghindari pro kontra dengan mengikuti apapun keputusan pemerintah terhadap Ahmadiyah. Jika ajaran Ahmadiyah dianggap sesat oleh
Interelasi agensi…, Arya Satya Nugraha, FISIP UI, 2014
pemerintah maka keputusan tersebut yang akan Antara ikuti. Penggunaan kata sesat untuk menyebut Ahmadiyah pun diperbolehkan asalkan kata tersebut dikeluarkan oleh pemerintah. Karena mengabarkan apapun yang menjadi keputusan pemerintah, suara pemerintah diutamakan dalam beritanya. Menurut Informan 3 selaku pewarta senior dan redaktur, pernyataan Menteri Agama dalam kasus Ahmadiyah harus ditampilkan karena menjernihkan situasi. Padahal Menteri Agama Suryadharma Ali pernah memerintahkan pembubaran Ahmadiyah pada acara partainya. Selain narasumber pemerintah, Antara juga menampilkan pernyataan dari tokoh agama Islam atau lembaga keislaman yang mereka anggap kompeten seperti Majelis Ulama Indonesia (MUI), Organisasi Masyarakat (Ormas) Islam seperti Muhammadiyah dan Nahdhatul Ulama (NU), dan ulama terkemuka di Indonesia. Menurut Informan 3 yang seorang redaktur dan pewarta senior, kompetensi tokoh atau badan agama Islam tersebut dinilai dari pemahaman mereka mengenai aqidah dan hukum agama Islam. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) pembela HAM bukanlah preferensi narasumber utama Antara saat memproduksi berita mengenai kekerasan yang menimpa Ahmadiyah. Menurut Informan 2 dan Informan 3 dari deks Kesra, Antara tidak pernah secara sengaja mewawancarai aktivis yang membela Ahmadiyah. Informan 2 menjelaskan hal tersebut dilakukan bukan karena apriori terhadap aktivis melainkan karena menghindari pro kontra dalam pemberitaan. Setelah ditulis, berita melalui proses editing oleh redaktur atau pewarta senior (jenjang minimal P3). Prinsip editing di Kantor Berita Antara adalah berita tidak bisa dilepas ke pelanggan tanpa persetujuan pihak yang mengedit berita. Peraturan tersebut juga berlaku bahkan untuk pewarta yang dianggap senior dan sangat mumpuni. Peran redaktur/editor dalam proses produksi berita sangat penting karena ia yang memastikan berita yang dilepas ke pelanggan Antara melalui sistem VSAT bebas dari kesalahan jurnalistik. Dalam berita mengenai kekerasan yang menimpa Ahmadiyah, Informan 3 selaku redaktur menilai kesalahan pewarta terletak pada pemahamannya yang kurang mengenai isu agama. Asal usul suatu istilah juga menyebabkan kesalahan. Menurut Informan 6 kadang pewarta menggunakan istilah yang berlebihan seperti pembantaian etnis, padahal kenyataannya jumlah korban dalam suatu peristiwa tidak cukup banyak untuk disebut pembantaian etnis.
Interelasi agensi…, Arya Satya Nugraha, FISIP UI, 2014
Setelah lolos proses editing dan didistribusikan ke pelanggan, berita Antara dievaluasi baik oleh ombudsman internal maupun Kemkominfo. Evaluasi ombudsman menilai teknis berita sedangkan evaluasi Kemkominfo menilai pencapaian misi PSO dalam berita. Ombudsman terdiri dari wartawan senior yang bertugas untuk mengevaluasi berita Antara. Dalam satu hari, jumlah berita yang dievaluasi oleh Informan 4 selaku ombudsman mencapai 200 berita. Karena jumlah yang banyak tersebut, Informan 4 hanya melakukan evaluasi pada judul dan teras berita. Hasil evaluasi dari ombudsman juga disampaikan oleh pihak manajemen kepada biro-biro di daerah. Selain evaluasi ombudsman, evaluasi juga dilakukan oleh Kemkominfo selaku pemberi tugas PSO. Hasil evaluasi Kemkominfo menjadi dasar bagi Antara untuk mengklaim uang PSO ke Kementrian Keuangan. Jika berita yang sesuai nilai PSO semakin banyak, uang PSO yang bisa didapatkan pun semakin banyak. Untuk mengonfirmasi temuan dari wawancara mendalam, peneliti menganalisis berita mengenai kekerasan agama yang menimpa Ahmadiyah.
Analisis berita dilakukan pada
berita yang diproduksi oleh Informan 3 selaku pewarta senior dan oleh pewarta lainnya dengan tujuan membandingkan perbedaan cara penulisan tiap-tiap pewarta. Berita peneliti susun berdasarkan tanggal penerbitan, dari yang terbaru hingga terlama. Berita yang dianalisis diproduksi tahun 2009-2013. Aspek yang dianalisis adalah judul, jenis judul, nilai berita, angle yang dominan, lead, jenis lead, jenis berita, 5W+1H, narasumber, dan penggunaan kata yang memojokkan Ahmadiyah. Berikut adalah berita yang peneliti analisis: 1. Kemenag Kutuk Kekerasan atas Nama Agama 2. Dialog Ahmadiyah Tak Pernah Berujung 3. SKB Penghentian Kegiatan Ahmadiyah Bersifat Mengikat 4. Kebanyakan Anggota Ahmadiyah Pasrah, Jika SKB Diterbitkan 5. Amnesty International Khawatirkan Nasib Kaum Minoritas Indonesia 6. Pengadilan Gelar Sidang Perdana Perusakan Masjid Ahmadiyah 7. Polisi Evakuasi Pengikut Ahmadiyah
Interelasi agensi…, Arya Satya Nugraha, FISIP UI, 2014
8. Pemerintah Harus Tindak Tegas Kekerasan Berlatar Agama Ada benang merah dari delapan berita yang dianalisis. Pertama, lead berita banyak berasal dari pernyataan narasumber bukan peristiwa yang terjadi. Kedua, narasumber yang dipilih kebanyakan berasal dari kelompok pemerintah dan berisi dukungan terhadap kebijakan pemerintah. Ketiga, berita Antara secara konsisten menolak kekerasan agama namun dalam berita masih ditemui kalimat yang menempatkan Ahmadiyah sebagai sumber masalah. Untuk melengkapi analisis, peneliti juga menyajikan konteks penyerangan Ahmadiyah secara ringkas. Konteks merupakan hal penting karena Antara sebagai organisasi media melakukan proses produksi berita di tengah masyarakat. Ahmadiyah merupakan gerakan keagamaan yang didirikan pada tahun 1889 oleh Mirza Ghulam Ahmad. Di Indonesia Ahmadiyah Qadiyan berada di bawah organisasi Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI), sedangkan Ahmadiyah Lahore di bawah Gerakan Ahmadiyah Indonesia (GAI). Kedua organisasi tersebut merupakan organisasi legal karena sejak tahun 1950-an telah menjadi badan hukum. Di Indonesia, konflik yang terjadi lebih sering melibatkan Ahmadiyah Qadiyan dibanding Ahmadiyah Lahore. Ajaran Ahmadiyah Qadiyan banyak berbeda dengan ajaran Islam arus utama yang dianut mayoritas penduduk Indonesia. Penolakan secara nasional terhadap Ahmadiyah Qadiyan dimulai semenjak tahun 1980. Pada saat itu MUI mengeluarkan fatwa yang menyatakan bahwa ajaran Ahmadiyah Qadiyan sesat. Tahun 2005 MUI kembali mengeluarkan fatwa yang menyatakan kedua aliran Ahmadiyah sesat. Pemerintah daerah yang seharusnya melindungi warganya malah mengeluarkan peraturan daerah yang melarang aktivitas kelompok Ahmadiyah pasca terbitnya fatwa MUI di tahun 2005. Kekerasan terhadap kelompok Ahmadiyah pun marak terjadi menyusul penerbitan Perda. Pada tahun 2008, menteri agama, menteri dalam negeri, dan jaksa agung mengeluarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 Menteri yang memerintahkan JAI untuk menghentikan kegiatannya. SKB tidak terang-terangan membubarkan atau mengizinkan JAI tetapi memerintahkan pembatasan kegiatan. Penerbitan SKB merupakan respon pemerintah atas kekerasan yang menimpa kelompok pembela keberagaman yang berunjuk rasa secara damai di Monumen Nasional (Monas) pada 1 Juni 2008. Penerbitan SKB tidak menyurutkan
Interelasi agensi…, Arya Satya Nugraha, FISIP UI, 2014
kekerasan yang menimpa Ahmadiyah, malah menjadi justifikasi bagi kelompok radikal dan pemerintah daerah untuk melarang kegiatan Ahmadiyah.
Diskusi
Pada kasus ini Antara tidak menggunakan kekuatannya sehingga interelasi tidak terjadi. Apa yang terjadi di Antara hanyalah hubungan satu arah (relasi) dimana pemerintah berada pada posisi yang lebih superordinat. Absennya interelasi menunjukan ketidakdinamisan Antara sebagai organisasi media. Antara malah tunduk pada pemerintah dengan mengabarkan peristiwa penyerangan Ahmadiyah dari kacamata pemerintah. Kesadaran untuk melakukan hal tersebut terjadi baik pada level ruang redaksi maupun individu. Sebagai agen, ruang redaksi Antara sebenarnya memiliki kekuatan untuk terlibat dalam interelasi seperti yang digambarkan dalam skema ini.
Gambar 5.1 Interelasi yang Seharusnya Terjadi di Ruang Redaksi Antara
Relasi Antara dengan pemerintah membuat kebijakannya, baik terkait pengelolaan organisasi maupun pemberitaan, mendapat intervensi dari pemerintah. Pemimpin redaksi pun
Interelasi agensi…, Arya Satya Nugraha, FISIP UI, 2014
mengkonfirmasi relasi Antara dengan pemerintah dengan menyebut Antara sebagai aparat pemerintah karena berada di bawah Kementrian BUMN dan Kemkominfo. Sebagai organisasi media yang memiliki tugas memantau kekuasaan, Kantor Berita Antara seharusnya independen dari campur tangan pemerintah. Pada kenyataannya, Kementrian BUMN memiliki wewenang untuk ikut memilih pemimpin redaksi Kantor Berita Antara. Kebijakan pemberitaan pun sulit mengkritisi pemerintah apabila komando ruang redaksi dipegang oleh orang yang ditunjuk pemerintah. Campur tangan pemerintah dalam menentukan keputusan strategis di Antara membuat organisasi media yang seharusnya independen ini menjadi alat pemerintah. Sementara itu, relasi dengan Ditjen IKP Kemkominfo terjadi melalui redaksi bersama terkait penugasan Public Service Obligation (PSO). Kemkominfo adalah rekanan Antara dalam menentukan agenda setting yang bertujuan membentuk opini positif publik mengenai kebijakan pemerintah. Tujuan tersebut tidak tepat karena lebih menyerupai propaganda daripada peran jurnalistik. Menurut Kovach dan Rosenstiel (2006) tujuan jurnalisme adalah menyediakan informasi yang diperlukan agar orang menjadi bebas dan dapat mengatur hidupnya sendiri. Dengan tujuan tersebut agenda pemberitaan tidak boleh disetir untuk membuat masyarakat pro terhadap apapun kebijakan pemerintah seperti yang Antara lakukan. Pemberian dana PSO membuat Antara tergantung pada pemerintah. Pendanaan yang tidak independen membuat pemberitaan Antara menjadi tidak independen pula. Hal tersebut terlihat dari sikap Antara yang dalam beritanya selalu mengangkat kebenaran versi pemerintah. Antara sebagai agen tidak sadar kepada siapa mereka harus menempatkan loyalitasnya. Padahal sebagai agen yang memiliki kekuatan, Antara sebenarnya mampu melawan struktur. Kekuatan Antara tidak terpakai karena terhalangi oleh kesadaran bahwa kantor berita negara harus menyuarakan kebenaran versi pemerintah. Peran jurnalisme yang menempatkan loyalitas pada warga pun menjadi tidak berjalan di Kantor Berita Antara. Hal tersebut terlihat dari sikap redaksi Antara dalam memandang kebijakan pemerintah terhadap Ahmadiyah. Alih-alih mengkritisi, redaksi Kantor Berita Antara memandang pemerintah tidak bisa dipersalahkan atas kekerasan yang menimpa Ahmadiyah.
Interelasi agensi…, Arya Satya Nugraha, FISIP UI, 2014
Kesadaran untuk terus mendukung kebijakan pemerintah tercipta melalui proses college of osmosis yaitu kemampuan wartawan memilah berita yang ditentukan oleh pengalamannya di ruang redaksi. Sayangnya college of osmosis yang terjadi Kantor Berita Antara membuat kesadaran untuk menjadi aparat pemerintah langgeng. Sebagai agen, Kantor Berita Antara tidak mengupayakan perubahan pada struktur. Kepatuhan Antara sebagai agen pada struktur (pemerintah) membuat agensi tidak terjadi. Antara sebagai agen seolah memiliki peran dalam membentuk struktur karena tunduk dan patuh pada struktur tersebut. Strukturasi pun tidak terjadi karena agen patuh pada struktur. Sebagai akibatnya posisi struktur semakin lama semakin kuat. Di level internal ruang redaksi, interelasi antara agen (pekerja posisi fungsional) dan struktur (pekerja posisi struktural) juga tidak terjadi. Fenomena tersebut sesuai dengan apa yang terjadi dengan struktur eksternal (pemerintah) dan semakin memperparah pemberitaan mengenai kekerasan terhadap Ahmadiyah. Posisi struktural mengeluarkan sejumlah kebijakan mengenai pemberitaan kekerasan agama di Kantor Berita Antara, salah satunya adalah mengisolasi berita kekerasan agama seperti yang terjadi di Gereja Yasmin Bogor. Kebijakan tersebut mengkhianati kewajiban utama jurnalisme pada kebenaran karena berusaha menimbulkan kesan bahwa peristiwa tersebut tidak pernah terjadi. Absennya peliputan konflik antar agama merupakan tanda masih adanya SARA-fobia di pers Indonesia (Kansong, 2013). Apa yang terjadi di Kantor Berita Antara mengingatkan kita pada media di era orde baru yang mengisolasi isu bernuansa suku, agama, ras, dan antar golongan dengan alasan menjaga ketertiban umum (Kansong, 2013). Sungguh ironis apabila Antara masih tunduk kepada pemerintah, meskipun kebijakan pemerintah tidak serepresif zaman orde baru. Agen (pekerja fungsional) yang memiliki kekuatan untuk menjadi agen perubahan tidak melakukan tindakan resistensi terhadap kebijakan SARA fobia tersebut. Agensi pun tidak terjadi. Agen di ruang redaksi Kantor Berita Antara bahkan memandang kekerasan terhadap Ahmadiyah sebagai isu yang dihembuskan untuk mengganggu stabilitas negara. Sebagai konsekuensi dari pandangan tersebut mereka enggan
mengangkat isu itu dan
menghindari narasumber non pemerintah. Dalam perspektif jurnalisme keberagaman, keenganan Antara mengangkat isu kekerasan agama semakin mengancam keberagaman.
Interelasi agensi…, Arya Satya Nugraha, FISIP UI, 2014
Selanjutnya peneliti akan membahas lebih dalam mengenai proses produksi berita kekerasan agama terhadap Ahmadiyah dalam perspektif jurnalisme keberagaman dan struktur ruang redaksi. Kekuatan struktur eksternal media terlihat pada angle yang dipilih saat memberitakan isu Ahmadiyah. Antara tidak mengangkat sisi pro kontra isu Ahmadiyah tetapi cenderung memberitakan apa yang menjadi keputusan pemerintah terkait Ahmadiyah. Cara Antara mengangkat isu Ahmadiyah menyerupai media di era orde baru dimana apa yang dikatakan pemerintah menjadi sumber kebenaran. Hal tersebut melanggar prinsip verifikasi dalam jurnalistik karena pemerintah bukan sumber kebenaran satu-satunya. Pernyataan pemerintah dapat dikategorikan sebagai kebenaran apabila jurnalis telah melakukan verifikasi. Sesuai dengan peran government PR, berita mengenai kekerasan Ahmadiyah disampaikan dari kacamata pemerintah. Implikasinya narasumber yang dipilih oleh pewarta banyak berasal dari kelompok pemerintah yang memiliki otoritas di bidang keagamaan seperti Menteri Agama, Kepala Depag di daerah, Majelis Ulama Indonesia (MUI), dan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB). Kecenderungan Antara mengangkat isu kekerasan terhadap Ahmadiyah dari sisi pemerintah menunjukan buruknya penerapan prinsip jurnalisme keberagaman di Kantor Berita Antara. Kansong (2013) menilai pengutipan sumber resmi sebagai sumber berita merupakan ironi karena pemerintah seringkali abai terhadap Ahmadiyah. Pemerintah bahkan gagal melindungi kelompok minoritas dengan menerbitkan sejumlah kebijakan yang diskriminatif. Di sisi lain, pernyataan kelompok Islam di berita Antara menjadi kontradiksi bagi Antara yang enggan mengangkat pro kontra isu Ahmadiyah. Kenapa demikian? Pro kontra Ahmadiyah selalu melibatkan dua pihak, yaitu kelompok Ahmadiyah beserta pembelanya dan penentangnya yang berasal dari kelompok ekstrimis Islam. Masuknya pernyataan kelompok penentang Ahmadiyah sebenarnya bukan hal yang keliru apabila disajikan berimbang dan proporsional (cover both sides). Apabila berita tidak imbang dan proporsional maka Antara melanggar prinsip cover both sides. Pelanggaran prinsip cover both sides terlihat dari keengganan manajer dan pewarta Kesra untuk mewawancarai LSM HAM pembela Ahmadiyah. Awigra (2013) memaparkan argumen terhadap pembelaan korban kekerasan agama dibangun atas dasar HAM sehingga
Interelasi agensi…, Arya Satya Nugraha, FISIP UI, 2014
pembela kerap dituding sebagai pendukung liberalisme, kapitalisme, dan pro barat. Padahal Indonesia merupakan negara demokrasi dimana penerapan HAM merupakan bagian dari demokrasi. Sebagai media di negara yang demokratis Kantor Berita Antara tidak boleh antipati terhadap pandangan HAM dalam isu kekerasan agama. Kepekaan jurnalis terhadap HAM membuatnya mampu menakar peranan yang harus dilakukan pemerintah terhadap warganya. Dengan demikian apabila peranan pemerintah tidak terlaksana, jurnalis bisa melakukan kritik melalui berita. Rasa antipati terhadap HAM membuat Antara semakin menyerupai media di era orde baru yang hidup dibawah represi pemerintah.
Kesimpulan
Penelitian ini menemukan bahwa tidak terjadi interelasi antara agensi dan struktur dalam kasus produksi berita kekerasan terhadap Ahmadiyah di Kantor Berita Antara. Agen yang sebenarnya memiliki kekuasaan malah tunduk pada struktur. Kekuatan yang dimiliki agen tidak dipakai untuk melakukan perubahan pada struktur sehingga strukturasi tidak terjadi pada kasus ini. Absennya agensi dalam kasus proses produksi berita kekerasan terhadap Ahmadiyah membuat Antara gagal mengubah struktur. Hal tersebut terlihat dari, redaksi Antara yang mendukung apapun keputusan pemerintah terhadap Ahmadiyah. Sikap tersebut membuat fungsi kritik tidak berjalan.
Saran
1. Peneliti selanjutnya bisa meneliti interelasi antara struktur dan agensi di Kantor Berita Antara sebelum dan sesudah pemberian tugas PSO. Pembandingan dilakukan karena sebelum dapat PSO keuangan Antara lebih mandiri namun secara posisi berada langsung di bawah Presiden RI.
Interelasi agensi…, Arya Satya Nugraha, FISIP UI, 2014
2. Antara
harus
merenegosiasi
kedudukannya
dengan
pemerintah.
Penugasan
government PR dan PSO seharusnya tidak membuat Antara wajib memberitakan isu apapun dari versi pemerintah. Evaluasi dari pihak ombudsman independen (bukan pekerja Antara dan perwakilan pemerintah) juga dibutuhkan untuk menjaga agar berita tetap fair.
Daftar Referensi Antara. (2012). Sejarah Badan Hukum LKBN Antara Menuju Kantor Berita Kelas Dunia. Jakarta: Antara Publishing. Asian Human Right Comission. (2011). Indonesia Runtuhnya Pancasila dan Perlindungan Konstitusi. Hak Asasi Manusia di Indonesia Tahun 2011. Cassell, Philip. (1993). The Giddens Reader. California: Stanford University Press. Creswell, John W. (2003). Research Design Qualitative, Quantitative, and Mixed Methods Approaches (2nd ed.). London: Sage Publication. Giddens, Anthony. (2010). Teori Strukturasi Dasar Dasar Pembentukan Struktur Sosial Masyarakat. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Giddens, Anthony. (2004). The Constitution of Society. Cambridge: Polity Press. Halili et al. (2013). Kepemimpinan Tanpa Prakarsa Kondisi Kebebasan Beragama/ Berkeyakinan di Indonesia 2012. Jakarta: Pustaka Masyarakat Setara. Harsono, Andreas. Indonesia’s Religious Violence The Reluctance of Reporters to Tell the Story. 2011. http://www.nieman.harvard.edu/reports/article/102685/Indonesias-ReligiousViolence-The-Reluctance-of-Reporters-to-Tell-the-Story.aspx Human Rights Watch. (2013). Atas Nama Agama Pelanggaran terhadap Minoritas Agama di Indonesia. Amerika Serikat: Human Rights Watch. Human Rights Watch. Indonesia: Minoritas Agama Sasaran Kekerasan. February, 25. 2013. http://www.hrw.org/id/news/2013/02/25/indonesia-minoritas-agama-sasaran-kekerasan Indian Institute of Mass Communication. (n.d). Sebuah Pedoman untuk Pewarta Kantor Berita. New Delhi-Bombay-Calcutta-Madras, Bangalore, Hyderadab: Allien Publishers Private Limited. Johnson, Doyle Paul. (2008). Contemporary Sociological Theory An Integrated Multi Level Approach. New York: Springer. Jorgensen, K.W.& Hanitzsch, T. (2009). The Handbook of Journalism Studies. New York: Routledge. Kontras. (2012). Laporan Pemantauan Pemolisian dan Hak atas Berkeyakinan, Beragama, dan Beribadah. Jakarta: Kontras.
Interelasi agensi…, Arya Satya Nugraha, FISIP UI, 2014
Kovach, Bill. & Rosenstiel, Tom. (2006). Sembilan Elemen Jurnalisme Apa yang Seharusnya Diketahui Wartawan dan Diharapkan Publik. Jakarta: Yayasan Pantau. Neuman, W. Lawrence. (2007). Basics of Social Research Qualitative and Quantitative Approaches (2nd ed.). Boston: Pearson. Neuman, W. Lawrence. (2000). Social Research Methods Quantitative and Qualitative Approaches. Massachusets: Pearson. Priyono, B.H. (2002). Anthony Giddens: Suatu Pengantar. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia. Rahmawati, Evi. & Anwari, Tantowi. (Ed.).(2013). Jurnalisme Keberagaman Sebuah Panduan Peliputan. Jakarta: Hivos dan Sejuk Press. Ritzer, G., & Douglas, J.G. (2003). Sociological Theory. New York: Mc Growhill. Strauss, Anselm L. (2003). Qualitative Analysis for Social Scientists. Cambridge: Cambridge University Press. Suparlan, Parsudi. (2002). Menuju Masyarakat Indonesia yang Multikultural. Jurnal Antropologi Indonesia no 69 tahun 2002 hal 98-105. Swanborn, Peter. (2010). Case Study Research: What, Why, and How?. London: Sage Publication. Wallace, Ruth A. & Wolf, Alison. (1995). Contemporary Sociological Theory Continuing the Classical Tradition (4th ed.). New Jersey: Prentice Hall. West, Richard. & Turner, Lynn H. (2007). Introducing Communication Theory Analysis and Application (3rd ed.). Singapore: McGraw Hill.
Interelasi agensi…, Arya Satya Nugraha, FISIP UI, 2014