ARTIKEL
HUBUNGAN ANTARA TERAPI MODALITAS DENGAN TANDA GEJALA PERILAKU KEKERASAN PADA PASIEN SKIZOFRENIA DI RUANG RAWAT INAP RSJ. Prof. dr. SOEROJO MAGELANG
OLEH: HUSNI HADIYANTO 010214A032
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN NGUDI WALUYO 2016
LEMBAR PENGESAHAN ARTIKEL
Artikel dengan judul ― Hubungan Antara Terapi Modalitas dengan Tanda dan Gejala Perilaku Kekerasan pada Pasien Skizofrenia di Ruang Rawat Inap RSJ. Prof.dr. Soerojo Magelang‖ yang disusun oleh : Nama
: Husni Hadiyanto
NIM
: 010214A032
Program Studi : Ilmu Keperawatan Telah disetujui dan disahkan oleh pembimbing utama skripsi Program Studi Keperawatan STIKES Ngudi Waluyo Ungaran Semarang
Ungaran, Maret 2016 Pembimbing Utama
Zumrotul Choiriyah, S.Kep., Ns., M.Kes NIDN. 0611067101
ii
HUBUNGAN ANTARA TERAPI MODALITAS DENGAN TANDA DAN GEJALA PERILAKU KEKERASAN PADA PASIEN SKIZOFRENIA DI RUANG RAWAT INAP RSJ.Prof. dr. SOEROJO MAGELANG Husni Hadiyanto*), Zumrotul Choiriyah**), Sri Wahyuni***) *) Mahasiswa Program Studi Keperawatan STIKES Ngudi Waluyo Ungaran **) Staf Pengajar Program Studi Keperawatan STIKES Ngudi Waluyo Ungaran ***) Staf Pengajar Program Studi Kesehatan Masyarakat STIKES Ngudi Waluyo Ungaran
ABSTRAK Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri maupun orang lain. Kondisi psikiatri yang paling sering berhubungan dengan perilaku kekerasan adalah gangguan psikotik seperti skizofrenia. Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara terapi modalitas dengan tanda gejala perilaku kekerasan pada pasien skizofrenia. Desain penelitian yang digunakan adalah analitik korelasional menggunakan pendekatan cross sectional. Jumlah sampel 60 pasien Skizofrenia dengan perilaku kekerasan. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik purposif sampling di ruang rawat inap RSJ Prof dr. Soerojo Magelang. Data diambil dari rekam medis catatan keperawatan evaluasi tanda dan gejala perilaku kekerasan kemudian dianalisa dengan menggunakan uji chi square. Hasil penelitian didapatkan bahwa responden yang mendapat terapi modalitas penuh lebih banyak yaitu 65,0 % (39 pasien) dibandingkan responden yang mendapat terapi modalitas tidak penuh yaitu 35,0 % ( 21 Pasien). Responden yang mempunyai tandadan gejala perilaku kekerasan sebagian besar dengan kategori rendah yaitu 61,7 % ,(37 pasien) sedangkan kategori tinggi sebesar 38,3 % (21 pasien). Hasil uji statistik memperlihatkan p value = (0,0001) < (0,05) menunjukkan ada hubungan antara terapi modalitas dengan tanda dan gejala perilaku kekerasan pada pasien Skizofrenia. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan diharapkan pemberian terapi modalitas keperawatan jiwa pada pasien perilaku kekerasan dapat diberikan secara penuh.
Kata Kunci: perilaku kekerasan, skizofrenia, terapi modalitas.
Hubungan Antara Terapi Modalitas dengan Tanda dan Gejala perilaku Kekerasan pada pasien Skizofrenia di Ruang Rawat Inap RSJ. Prof.dr. Soerojo Magelang
1
ABSTRACT Violent behavior is a condition in which a person's actions can harm physically, both to themselves and others. The most frequent psychiatric conditions associated with violent behavior are psychotic disorders such as schizophrenia.The purpose of this study is to find the correlation between the modality therapy and the signs and symptoms of violent behavior in patients with schizophrenia. The design study was an analytic correlation using cross sectional approach. Samplesize of 60 schizophrenia patients with violent behavior. Sampling was done by purposive sampling technique at inpatient ward of RSJ Prof. dr. Soerojo Magelang. The data was collected from by takingfrom nursing notes medical recordon signs and symptoms of violent behavior, and were analyzed by using chi square test . The results show that respondents who get completemodality therapy is higher 65,0% (39 patients) than respondents whoget incomplete modality therapy 35.0% (21 patients).Respondents which have violent behavior signs and symptom is dominant with low category 61,7% (37 patients) whereas the high category 38.3%(21 patients). The statistical test result shows that p value=(0.0001) <α (0,05) that means there is a correlation between modality therapy and the signs and symptom of violent behavior in Schizophrenia patients. Based on the results, it is expected to conduct modality therapy in with schizophrenia patients with violent behavior can be given completely. Keywords : Violent behavior, schizophrenia, modality therapy
PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan utama di bidang kesehatan adalah penyakit degeneratif, kanker, kesehatan jiwa (gangguan jiwa) dan kecelakaan. Gangguan jiwa merupakan salah satu penyakit yang mempunyai kecenderungan untuk menjadi kronis dan sering disertai dengan adanya penurunan fungsi (disability) di bidang pekerjaan, hubungan sosial dan kemampuan merawat diri sehingga cenderung menggantungkan sebagian aspek kehidupannya pada keluarga (Keliat et.al., 2010). Berdasarkan World Health Organization (WHO) tahun 2010 memperkirakan tidak kurang dari 450 juta penderita gangguan jiwa skizofrenia ditemukan di dunia. Sekitar 1 dari setiap 100 orang penduduk Amerika Serikat (2,5 juta) mengalami skozofrenia, tanpa memperhatikan ras, kelompok, etnik, atau gender. Data RISKESDAS 2013
menunjukkan prevalensi gangguan jiwa berat, termasuk skizofrenia mencapai 1,7 per mil atau 1-2 orang dari 1.000 warga di Indonesia. Prevalensi penderita gangguan jiwa di Provinsi Jawa Tengah sebesar 2,3 per mil penduduk, prevalensi tertinggi di Kabupaten Sragen yaitu 7,4‰ penduduk, Wonogiri sebesar 6,1‰ penduduk, Purworejo sebesar 6‰. Menurut Swanson et.al. (2006) pasien gangguan jiwa sering dijumpai mempunyai perilaku yang membahayakan jiwa orang lain maupun lingkungan seperti mengejar dengan ekspresi wajah yang tegang, serta tiba-tiba memukul atau melakukan tindakan merusak lingkungan.Kementerian Kesehatan Republik Indonesiatahun 2010, menyatakan jumlah penderita gangguan jiwa di Indonesia mencapai 2,5 juta yang terdiri dari pasien perilaku kekerasan. Diperkirakan sekitar 60% mengalami perilaku kekerasan (Wirnata, 2012). Pasien gangguan jiwa banyak dijumpai melakukan perilaku kekerasan yang
Hubungan Antara Terapi Modalitas dengan Tanda dan Gejala perilaku Kekerasan pada pasien Skizofrenia di Ruang Rawat Inap RSJ. Prof.dr. Soerojo Magelang
2
ditujukan pada diri, orang lain dan lingkungan sekitarnya (Keliat et al, 2010). Perilaku kekerasan merupakan suatu keadaan seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain dan lingkungan yang timbul sebagai respon kecemasan dan ancaman (Yosep, 2007). Perilaku kekerasan timbul akibat ketidakmampuan individu dalam mengungkapkan secara verbal sebagai alat pengungkapan perasaan, pengharapan, kekhawatiran, kegelisahan, kehendak yang menggumpal di dalam dirinya (Maramai dalam Direja, 2011). Menurut Doenges et.al (2007) perilaku kekerasan yang dilakukan oleh pasien skizofrenia dapat disebabkan karena gejala positif antara lain halusinasi, waham, delusi dan pikiran ambivalensi, selain itu rasa percaya dan hubungan interpersonal yang tidak berkembang juga mendorong pasien melakukan serangan secara fisik yang tidak rasional dan mengancam jiwa. Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang penulis lakukan dengan melakukan wawancara pada 10 pasien yang mempunyai riwayat perilaku kekerasan yang sudah dirawat selama 2 minggu di bangsal Puntadewa RSJ Prof.dr.Soerojo Magelang didapatkan hasil, 20% pasien masih mengeluh kesal dan marah pada keluarganya, 10% pasien masih tampak mondar-mandir dan wajah tegang dan 70% belum mempunyai koping adaptif dalam mengungkapkan marahnya. Tindakan selama perawatan yang telah diberikan adalah 60% pasien telah mendapatkan terapi modalitas (terapi individu dan terapi psikofarmaka, dan Terapi Aktifitas Kelompok). Pelaksanaan dari terapi modalitas tersebut sudah dilakukan sesuai dengan Standar Prosedur Operasional (SPO) sejak bulan Juli 2015, walaupun demikian belum pernah dilakukan evaluasi efektifitas beberapa terapi modalitas tersebut dalam mengatasi gejala dan tanda perilaku kekerasan.
Rumusan Masalah ―Apakah ada hubungan antara terapi modalitas dengan tanda gejala perilaku kekerasan pada pasien skizofrenia di Ruang Rawat Inap RSJ Prof.Dr.Soerojo Magelang?‖ Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk: 1) Mengetahui gambaran pemberian terapi modalitas pada pasien skizofrenia di Ruang Rawat Inap RSJ Prof.dr.Soerojo Magelang.; 2) Mengetahui gambaran tanda gejala perilaku kekerasan pada pasien skizofrenia di Ruang Rawat Inap RSJ. Prof.dr.Soerojo Magelang; 3) Menganalisis hubungan antara terapi modalitas dengan tanda dan gejala perilaku kekerasan pada pasien skizofrenia di ruang rawat inap RSJ. Prof. dr. Soerojo Magelang. Manfaat Penelitian Hasil penelitian diharapkan dapat di jadikan kajian bagi para pengajar, mahasiswa, dan peneliti selanjutnya tentang kemajuan riset keperawatan, terkait tentang hubungan antara terapi modalitas dengan tanda dan gejala perilaku kekerasan pada pasien skizofrenia . Bagi perawat, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai fakta ilmiah untuk mengetahui efektifitas pemberian terapi modalitas keperawatan dalam mengatasi tanda gejala perilaku kekerasan. METODOLOGI Desain Penelitian Penelitian ini adalah penelitian analitik korelasional, yaitu penelitian yang bertujuan untuk menganalisis dan mengetahui hubungan antara dua variabel atau lebih (Sugiyono, 2007). Penelitian ini menggunakan pendekatan cross sectional. pendekatan ini dipilih karena peneliti ingin mempelajari hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat dengan melakukan pengukuran sesaat (Sastroasmoro & Ismail, 2010). .
Hubungan Antara Terapi Modalitas dengan Tanda dan Gejala perilaku Kekerasan pada pasien Skizofrenia di Ruang Rawat Inap RSJ. Prof.dr. Soerojo Magelang
3
Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan pada Januari 2016 di 14 ruang inap MPKP RSJ. Prof dr. Soerojo Magelang Populasi dan Sampel Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien skizofrenia yang sudah kooperatif pada saat masuk di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Jiwa Prof. dr. Soerojo Magelang. Rata-rata jumlah pasien skizofrenia di ruang rawat inap Rumah Sakit Jiwa Prof. dr. Soerojo selama tiga bulan terakhir adalah 292 pasien yang tersebar di 24 ruang rawat inap. Sampel Sampel dalam penelitian ini berjumlah 60responden dengan pendekatan metode sampel non random (non probability) sampling yaitu pengambilan sampel tidak didasarkan atas kemungkinan yang dapat diperhitungkan, dengan menggunakan tehnik purposive sampling yaitu didasarkan pada suatu pertimbangan tertentu berdasarkan ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya Pengumpulan Data Jenis/sumber data Jenis data yang akan digunakan adalah data sekunder. Data sekunder diperoleh dari cek list catatan keperawatan evaluasi tanda dan gejala perilaku kekerasan pada rekam medis pasien rawat inap. Alat pengumpulan data Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini berupa lembar catatan cek list dari asuhan keperawatan pasien rawat inap di RSJ. Prof. dr. Soerojo Magelang yang sudah tervalidasi secara conten validity. Analisis Data Analisis Univariat Analisis univariat dilakukan dengan tujuan menggambarkan tiap variable yang
diteliti secara terpisah dengan cara membuat table distribusi frekuensi. Variabel yang dianalisis adalah terapi modalitas dan tanda dan gejala perilaku kekerasan. Analisis Bivariat Analisis bivariat pada penelitian ini menggunakan chi square untuk mengetahui hubungan antar variabel nominal dengan variabel nominal. HASIL PENELITIAN Analisis Univariat Analisis univariat pada bagian ini menyajikan hasil gambaran tentang terapi modalitas pada pasien skizofrenia dengan perilaku kekerasan, dimana hasilnya disajikan berikut ini. Tabel 1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Terapi Modalitas di RSJ. Prof. dr. Soerojo Magelang
Terapi Persentase Frekuensi Modalitas (%) Penuh 39 65,0 Tidak Penuh 21 35,0 Jumlah 60 100, 0 Gambaran Tanda dan Gejala Perilaku Kekerasan pada Pasien Skizofrenia di RSJ. Prof. dr. Soerojo Magelang Tabel 2
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tanda Dan Gejala Perilaku Kekerasan Pada Pasien Skizofrenia di RSJ Prof. dr. Soerojo Magelang Tanda dan gejala perilaku kekerasan Rendah Tinggi Jumlah
Frekuensi
Persentase (%)
37 23 60
61,7 38,3 100, 0
Hubungan Antara Terapi Modalitas dengan Tanda dan Gejala perilaku Kekerasan pada pasien Skizofrenia di Ruang Rawat Inap RSJ. Prof.dr. Soerojo Magelang
4
Analisis Bivariat Hubungan Antara Terapi Modalitas dengan Tanda dan Gejala Perilaku Kekerasan pada Pasien Skizofrenia di Ruang Rawat Inap RSJ. Prof.dr. Soerojo Magelang. Tabel 3
Hubungan Antara Terapi Modalitas dengan Tanda dan Gejala Perilaku Kekerasan pada Pasien Skizofrenia di Ruang Rawat Inap RSJ. Prof.dr. Soerojo Magelang Terapi Modalitas Penuh Tidak Penuh Total
Tanda dan Gejala Perilaku Kekerasan Rendah tinggi Total f % f % f % 34 87,2 5 12,8 39 100,0 3 14,3 18 85,7 21 100,0 37 61,7 23 38,3 60 100,0
PEMBAHASAN Gambaran Pemberian Terapi Modalitas pada Pasien Skizofrenia di RSJ. Prof. dr. Soerojo Magelang Dari hasil penelitian yang dilakukan dapat diketahui bahwa sebagian besar pemberian terapi modalitas dalam kategori penuh, yaiu sejumlah 39 pasien (65,0%) sedangkan pemberian terapi modalitas dalam kategori tidak penuh sejumlah 21 pasien (35,0%). Terapi modalitas merupakan hal yang utama yang diberikan dalam keperawatan jiwa. Terapi ini diberikan dalam upaya mengubah perilaku pasien dan perilaku yang maladaptive menjadi perilaku adaptif (Direja, 2011). Pemberian terapi modalitas yang penuh didapatkan oleh pasien setiap harinya yakni, terapi psikofarmaka yang diberikan dalam rentang tiap 12 jam, terapi individu pada setiap shif dengan strategi pertemuan (SP) pasien dengan perilaku kekerasan dan terapi aktifitas kelompok. Terapi aktifitas kelompok dikhususkan dengan topik stimulasi persepsi perilaku kekerasan. Sedangkan pasien yang mendapatkan terapi modalitas tidak penuh, hanya mendapat 2 terapi yakni psikofarmaka dan terapi individu. Untuk terapi aktifitas kelompok sejumlah 21 pasien tidak bisa mengikuti secara rutin dikarenakan banyak faktor diantaranya harus mengikuti kegiatan rehabilitasi di unit rehabilitasi dan pasien pada saat jam terapi aktifitas kelompok sedang tidak ada
p value 0,0001
PR 40,8
di ruangan karena berjalan-jalan di lingkungan rumah sakit. Terapi individu merupakan bentuk terapi yang menekankan pada perubahan individu dengan cara mengkaji perasaan, sikap dan cara berfikir dan perilakunya. Hal ini bertujuan agar pasien mampu memahami diri dan perilakunya sendiri, membuat perubahan personal atau berusaha lepas dari rasa sakit hati dan ketidakbahagiaan. Pada pelaksanaan terapi individu ini perawat di ruang rawat inap menggunakan strategi pertemuan (SP) interaksi dengan pasien perilaku kekerasan. Diantara materi interaksi individu adalah melatih klien relaksasi nafas dalam ketika emosi akan muncul. Relaksasi nafas dalam merupakan salah satu cara untuk menurunkan respon emosi seseorang. Hasil penelitian Sumirta et al (2013) tentang pengaruh terapi relaksasi nafas dalam terhadap pengendalian marah klien dengan perilaku kekerasan di RSJ Provinsi Bali menunjukkan bahwa kemampuan mengendalikan marah pada pasien dengan perilaku kekerasan mengalami peningkatan yang signifikan setelah diberikan terapi dan dilatih melakukan nafas dalam dengan nilai p value =0,000 < α (0,05). Hal ini menunjukkan ada pengaruh teknik rekasasi nafas dalam terhadap pengendalian marah klien dengan perilaku kekerasan. Penelitian sejenis yang dilakukan oleh Zelianti ( 2011) tentang pengaruh teknik relaksasi nafas dalam terhadap tingkat emosi klien perilaku kekerasan di Rumah
Hubungan Antara Terapi Modalitas dengan Tanda dan Gejala perilaku Kekerasan pada pasien Skizofrenia di Ruang Rawat Inap RSJ. Prof.dr. Soerojo Magelang
5
Sakit Jiwa Daerah dr. Amino Gondohutomo Semarang menyatakan ada pengaruh yang signifikan dengan nilai p =0,000. Kustanti (2008) juga menyatakan bahwa ada pengaruh teknik relaksasi nafas dalam terhadap perubahan status mental klien Skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta dengan p value= 0,000. Hasil penelitian tersebut membutikan bahwa pemberian terapi relaksasi nafas dalam pada interaksi individu pasien skizofrenia dengan perilaku kekerasan efektif untuk menurunkan tanda dan gejala perilaku kekerasan. Menurut Smeltzer dan Bare (2002) relaksasi nafas dalam dapat meningkatkan ventilasi alveoli, memelihara pertukaran gas, mencegah atelektase paru, memberikan perasaan tenang, mengurangi stress baik fisik ataupun emosional. Relaksasi nafas dalam merangsang tubuh untuk melepaskan opioid endogen yaitu endorphin dan enkefalin. Dilepaskannya hormon endorphin dapat memperkuat daya tahan tubuh, menjaga sel tetap awet muda, melawan penuaan, menurunkan agresifitas dalam hubungan antar manusia (Smeltzer & Bare, 2002). Komunikasi terapeutik juga diterapkan oleh perawat ruang rawat inap Rumah Sakit Jiwa Prof. dr. Soerojo Magelang dalam memberikan terapi individu pasien perilaku kekerasan. Komunikasi terapeutik memberikan pengaruh menurunkan ketegangan fisik dan emosi pasien. Penelitian Sembiring (2011) tentang pengaruhstrategi pelaksanaan komunikasi perilaku kekerasan terhadap kemampuan pasien dalam mengendalikan perilaku kekerasan di Rumah Sakit Jiwa daerah Provsu Medan menunjukkan bahwa ada perbedaan kemampuan psikomotor pasien perilaku kekerasan pada kelompok intervensi sebelum dan setelah intervensi (p value=0,000; p <0,05). Psikofarmaka merupakan pendekatan penanganan pasien dengan memberikan obat psikotropika. Medikasi psikotropik mengeluarkan efek di dalam otak, mengubah emosi dan mempengaruhi
perilaku. Obat-obatan yang digunakan untuk mengatasi perilaku kekerasan di RSJ. Prof. dr Soerojo Magelang berdasarkan dari cacatan rekam medik adalah obat-obatan golongan antipsikotik typical dan atypical, golongan typical diberikan pada fase akut yang diberikan melalui injeksi, golongan atypical diberikan pada saat kondisi klien sudah stabil. Obat-obatan yang digunakan adalah haloperidol 1,5 mg - 5 mg, chlorpromazine 100 mg, risperidon 2 mg, dan clozapin 25 mg – 100 mg, obat-obatan digunakan secara tunggal atau kombinasi atara typical dan atypical. Sehingga dengan obat-obatan yang diberikan akan mengurangi ketegangan emosi dari pasien dan mengurangi tanda dan gejala perilaku kekerasan pasien. Perawat memberikan TAK stimulasi persepsi perilaku kekerasan ini agar pasien bisa mengenal perilaku kekerasan yang biasa dilakukan, mencegah perilaku kekerasan secara fisik, mencegah perilaku kekerasaan dengan cara interaksi sosial asertif, mencegah perilaku kekerasan dengan cara spiritual dan mencegah perilaku kekerasan dengan patuh mengonsumsi obat. Penelitian yang dilakukan oleh Mail et al (2012) tentang Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok StimulasiPersepsi Terhadap Kemampuan Pasien Mengontrol Perilaku Kekerasan Di Rumah Sakit Khusus Daerah ProvSulawesi Selatan menyatakan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan kemampuan mengontrol perilaku kekerasan responden sebelum dan setelah, dilakukan TAK stimulasi persepsi dengan hasil uji wilcoxon didapatkan nilai p= 0,005 ( p< 0,05). Gambaran Tanda dan Gejala Perilaku Kekerasan pada Pasien dengan Skizofrenia di RSJ. Prof. dr. Soerojo Magelang Dari hasil penelitian yang dilakukan dapat diketahui bahwa sebagian besar tanda dan gejala pada pasien dengan
Hubungan Antara Terapi Modalitas dengan Tanda dan Gejala perilaku Kekerasan pada pasien Skizofrenia di Ruang Rawat Inap RSJ. Prof.dr. Soerojo Magelang
6
perilaku kekerasan dalam kategori rendah, yaitu 61,7%(37 pasien), kategori tinggi 38,3% (23 pasien). Tanda dan gejala perilaku kekerasan yang sering muncul pada responden dengan kategori rendah nampak dalam rentang yang bervariasi dari satu sampai lima tanda dan gejala yang muncul, diantaranya afek labil, perasaan marah, mondar-mandir, tidak bisa duduk tenang,dan perasaan sakit hati, dan perasaan kesal. Sedangkan pada tanda dan gejala perilaku kekerasan kategori tinggi responden masih menunjukkan tanda dan gejala dalam rentang tujuh sampai 12 tanda dan gejala diantaranya perasaan marah, perasaan kesal, perasaan sakit hati, kecewa pada orang lain, keinginan memukul, bicara keras, intonasi bicara meninggi, wajah tegang, wajah merah, afek labil, tidak bisa duduk tenang dan mondar-mandir. Berdasarkan dari hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat perilaku kekerasan pada pasien dengan skizofrenia dalam kategori rendah setelah mendapatkan terapi modalitas di ruang rawat inap. Tanda dan gejala yang mengalami penurunan adalah dari aspek perilaku yaitu bicara keras, intonasi bicara meninggi, tidak bisa duduk tenang dan mondar-mandir. Perubahan ini terjadi karena pasien telah diajarkan bagaimana mengontrol rasa marah secara asertif. Hubungan antara Terapi Modalitas dengan Tanda dan Gejala Perilaku Kekerasan pada Pasien Skizofrenia di RSJ. Prof. dr. Soerojo Magelang Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa persentase responden yang mempunyai tanda dan gejala perilaku kekerasan kategori rendah adalah lebih tinggi pada responden yang mendapatkan terapi modalitas penuh (terapi psikofarmaka, terapi aktivitas kelompok, terapi individu) yaitu 87,2%, dibandingkan responden yang mendapatkan terapi modalitas tidak penuh (hanya mendapatkan terapi psikofarmaka
dan atau terapi individu dan atau terapi aktifitas kelompok) yaitu 14,3%. Sedangkan persentase responden yang mempunyai tanda dan gejala perilaku kekerasan kategori tinggi lebih tinggi pada responden yang mendapatkan terapi modalitas tidak penuh (hanya mendapatkan terapi psikofarmaka dan atau terapi individu dan atau terapi aktifitas kelompok) yaitu 85,7% dibandingkan responden yang mendapatkan terapi modalitas penuh (terapi psikofarmaka, terapi aktivitas kelompok, terapi individu) 12,8%. Pasien yang mendapatkan terapi modalitas secara penuh (psikofarmaka, terapi individu dan terapi aktifitas kelompok) pada penelitian ini masih ada yang menunjukkan tanda dan gejala perilaku kekerasan kategori tinggi yaitu dijumpai pada responden yang mempunyai tingkat pendidikan yang rendah dan pada responden yang tidak bersekolah sehingga untuk memberikan perubahan pada aspek kognitif menemui hambatan. Faktor predisposisi lain yang mungkin menjadi penghambat adalah faktor genetik dalam hal ini terkait dengan jenis kelamin yang berdasarkan pada penelitian bahwa kadar testosteron yang tinggi menunjukkan potensial perilakui kekerasan dibandingkan dengan kadar testosteron yang sedang (Stuart,2013). Kemungkinan faktor lain yang menjadi penyebab masih tingginya tanda dan gejala perilaku kekerasan setelah pasien mendapatkan terapi modalitas secara penuh adalah faktor pencetus berupa stressor yang dihadapi oleh pasien sangat komplek sehingga sangat mempengaruhi mekanisme kopingnya. Pada pasien yang mendapatkan terapi modalitas tidak penuh (hanya mendapatkan terapi psikofarmaka dan terapi individu) terdapat 3 responden mempunyai tanda dan gejala perilaku kategori rendah, yaitu hanya mempunyai dua sampai tiga tanda dan gejala yaitu, afek yang labil, perasaaan kesal dan mondar- mandir. Hal ini dijumpai pada
Hubungan Antara Terapi Modalitas dengan Tanda dan Gejala perilaku Kekerasan pada pasien Skizofrenia di Ruang Rawat Inap RSJ. Prof.dr. Soerojo Magelang
7
responden yang mempunyai riwayat rawat inap di RSJ yang lebih dari 3 kali dan sudah sering mengikuti terapi individu ataupun terapi aktifitas kelompok. Responden ini sudah mempunyai kemampuan koping yang adaptif. Namun lingkungan rumah dan masyarakat yang kurang mendukung menjadi salah satu faktor presipitasi munculnya kembali kekambuhan. Berdasarkan uji Chi-Square diperoleh p-value 0,0001. Oleh karena p-value = 0,0001 (p < 0,05), disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara terapi modalitas dengan tanda dan gejala perilaku kekerasan pada pasien skizofrenia. Dari hasil uji juga diperoleh prevalence ratio40,800, ini menunjukkan bahwa terapi modalitas yang diberikan secara penuh 40,800 kali lebih besar kemungkinan pasien mengalami tanda dan gejala perilaku kekerasan yang rendah dibandingkan dengan terapi modalitas yang diberikan secara tidak penuh. KESIMPULAN Pemberian terapi modalitas keperawatan jiwa pada pasien skizofrenia dengan perilaku kekerasan diperoleh hasil pemberian terapi modalitas sejumlah 39 pasien (65,0%) dalam kategori mendapatkan terapi modalitas penuh sedangkan pemberian terapi modalitas dalam kategori tidak penuh sejumlah 21 pasien (35,0%). Sebagian responden dalam penelitian ini mempunyai tandadan gejala perilaku kekerasan dalam kategori rendah, yaitu sejumlah 37 pasien (61,7%) dan tinggi 23 pasien (38,3%). Ada hubungan antara terapi modalitas dengan tanda dan gejala perilaku kekerasan pada pasien skizofrenia di ruang rawat inap RS. Jiwa Prof. dr. Soerojo Magelang dengan p value = (0,0001) < α (0,05).Nilai prevalenceratio terapi modalitas secara penuh, sebesar 40,800, dapat disimpulkan bahwa terapi modalitas yang diberikan secara penuh 40,8 kali
lebih besar kemungkinan pasien mengalami tanda dan gejala perilaku kekerasan yang rendah dibandingkan dengan terapi modalitas yang diberikan secara tidak penuh penuh. SARAN Pelaksanaan terapi modalitas keperawatan pada pasien dengan perilaku kekerasan di ruang rawat inap diharapkan dapat diberikan secara penuh yaitu semua pasien dapat terapi psikofarmaka, terapi individu serta mengikuti terapi aktifitas kelompok secara rutin setiap hari agar memberikan efek yang lebih optimal untuk pasien skizofrenia dengan masalah perilaku kekerasan. Bagi perawat di ruang rawat inap Perlunya Pengaturan jadwal kegiatan terapi aktifitas kelompok pasien supaya tidak berbarengan dengan kegiatan lain seperti rehabilitasi psikososial, sehingga pasien mempunyai kemampuan mengontrol perilaku kekerasan dari aspek sosial dapat lebih optimal. Peneliti selanjutnya diharapkan Disarankan untuk melakukan penelitian berkaitan dengan terapi modalitas pada pasien skizofrenia dengan masalah keperawatan yang berbeda seperti halusinasi, harga diri rendah, waham, isolasi sosial dan resiko bunuh diri. DAFTAR PUSTAKA [1] Dalami, E., Suliswati., Rochimah., Suryati, K.R., Lestari, W. (2009). Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Jiwa. Jakarta: Penerbit Trans Info Media [2] Damaiyanti, M. (2008). Komunikasi Terapeutik dalam Praktik Keperawatan. Cetakan I. Bandung : PT Refika Aditama
[3] Dermawan, D., dan Rusdi. (2013). Keperawatan Jiwa Konsep dan Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Penerbit Pustaka Baru Hubungan Antara Terapi Modalitas dengan Tanda dan Gejala perilaku Kekerasan pada 8 pasien Skizofrenia di Ruang Rawat Inap RSJ. Prof.dr. Soerojo Magelang
[4] Direja, A.H.S. (2011). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Penerbit Nuha Medika
3/e-library%20 stikes%20nani%20hasanuddin— jusman mail-102-1-artikel-2.pdf
[5] Doenges, M.E, Townsend, M.C dan Moorhouse, M.F. (2007). Rencana Asuhan Keperawatan Psikiatri (terjemahan). Edisi 3. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC
[13] Maramis,W.F. (2009). Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: Airlangga University Press.
[6] FKUI. (2001). Kapita Selekta Kedokteran. Edisi ketiga. Jakarta : Media Aescupalius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia [7] Hariwijaya dan Triton. (2005). Pedoman Penulisan Ilmiah Skripsi Tesis. Cetakan I. Yogyakarta: Penerbit Tugu Publisher [8] Harris, G. (2000). What is the Relationship Between Violence and Mental Disorder?, retrieved 15 Desember 2015, from http://www.mhcp-research.htm. [9] Harnawati. (2008). Perilaku kekerasan. Diakses tanggal 15 Desember 2015, dari http://harnawatiaj.wordpress.com/200 8/03/09/perilaku-kekerasan/ [10] Hawari, D.(2006). Pendekatan Holistik pada Gangguan Jiwa Skizofrenia. Edisi kedua. Jakarta : Balai Penerbit Fakultasi Kedokteran Universitas Indonesia. [11] Isaacs, A. 2005. Panduan Belajar Keperawatan Kesehatan Jiwa & Psikiatrik (terjemahan). Edisi 3. Jakarta: EGC [12] Mail,Jusman et al.(2012). Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi Terhadap Kemampuan Pasien Mengontrol Perilaku Kekerasan di Rumah Sakit Khusus Daerah Prov.Sulawesi Selatan .Diunduh tanggal 2 Februari 2016 dari http://library.stikesnh.ac.id/files/disk1/
[14] Keliat, B. A., & Akemat. (2010). Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. [15] Katona, C dkk. (2012). At a Glance Psikiatri. Edisi Keempat (terjemahan). Jakarta: Erlangga [16] Kustanti. (2008). Pengaruh Teknik Relaksasi terhadap Perubahan Status Mental Klien Skizofrenia di Rumah Sakt Jiwa Daerah Surakarta. Skripsi. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta [17] Mitchell, E.W., (1999). Does Psychiatric Disorder Affect The Likelihood Of Violent Affending? A Review and Critique of the Mayor Finding, Diakses tanggal 15 Desember 2015, from http://www.critpsynet.freeuk.com/psy dis.htm. [18] Monahan, J., (2000).Mental Disorder and Violent Behaviour Perceptions and Evidence, Diakses tanggal 15 Desember 2015. darihttp://www.cscscc.gc.ca/text/html. [19] Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta [20] Nursalam dan Pariani, S. (2001). Pendekatan Praktis Metodologi Penelitian Riset Keperawatan. Cetakan I. Jakarta : Penerbit CV Sagung Seto.
Hubungan Antara Terapi Modalitas dengan Tanda dan Gejala perilaku Kekerasan pada pasien Skizofrenia di Ruang Rawat Inap RSJ. Prof.dr. Soerojo Magelang
9
[21] Pratikno, B. (2005). Studi Diskriptif Karakteristik Perilaku Kekerasan pada Pasien Gangguan Jiwa di RSJ Prof. Dr. Soeroyo Magelang. Tidak dipublikasikan [22] Puri, B.K., Laking, P.J; dan Treasaden, I.H. (2011). Buku Ajar Psikiatri. Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. [23] Purwaningsih, W dan Karlina, I. (2009). Asuhan Keperawatan Jiwa Dilengkapi Terapi Modalitas dan Standar Operating Procedure (SOP). Yogyakarta: Penerbit Nuha Medika [24] Ridwan. (2009). Metode &Teknik Menyusun Proposal Penelitian. Cetakan ke-1. Bandung: Penerbit Alvabeta [25] RISKESDAS. (2007). Laporan Nasional Riset Kesehatan Dasar Tahun 2007. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan, Republik Indonesia. [26] RISKESDAS. (2013). Laporan Nasional Riset Kesehatan Dasar Tahun 2013 Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kementerian Kesehatan, Republik Indonesia. [27] Sastroasmoro, S., & Ismail. (2010). Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis (3 ed.). Jakarta: Penerbit Sagung Seto. [28] Soewadi. (2003). Anggota DPR/MPR dimungkinkan terkena gangguan jiwa. Diakses tanggal 15 Desember 2015. darihttp://www.media-indonesia.com /newsprint.as [29] Smeltzer, SC dan Bare, BG. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC
[30] Stuart, G. W. (2013). Principles and Practice of Psychiatric Nursing (9 ed.). Missouri: Mosby, Inc. [31] Stuart, G.W., dan Sundeen, S. J., (2008). Buku Saku Keperawatan Jiwa (terjemahan). Edisi 3. Jakarta : EGC [32] Swanson, J. W, Swart, Dorn, V., Elbogen. Wagner, Rosemheck, Stroup, McWvoy, Lieberman. (2006). A National Study Of Violent Behavior In Persons With Schizophrenia. Arch Gen Psychiatry. 2006 May;63(5):4909 [33] Sugiyono. (2007). Metode Penelitian Kesehatan. Cetakan ke-15. Bandung: Penerbit Alfabeta [34] Sujono.(2009).Terapi Aktivitas Kelompok Peyaluran Energi. Skripsi: Tidak dipublikasikan [35] Sulistiowati, N. M. D. (2012). Pengaruh Acceptance and Commitment Therapy Terhadap Gejala dan Kemampuan Klien Dengan Perilaku Kekerasan dan Halusinasi Di RSMM Bogor Tahun 2012. Magister Keperawatan Kekhususan Jiwa, Universitas Indonesia, Depok. [36] Sumirta, I.N, et al. (2013). Pengaruh Relaksasi Nafas Dalam Terhadap Pengendalian Marah Klien dengan Perilaku Kekerasan. Jurnal Keperawatan Poltekkes Denpasar. Diunduh tanggal 2 Februari 2016 dari http://poltekkesdenpasar.ac.id/files/jurnal%20gema% 20keperawatan/juni %202014/nengah%20sumirta,%20dkk .pdf [37] Videbeck, S. L. (2008). Buku Ajar Keperawatan Jiwa (R. Komalasari & A. Hani, Trans.). Jakarta: EGC.
Hubungan Antara Terapi Modalitas dengan Tanda dan Gejala perilaku Kekerasan pada 10 pasien Skizofrenia di Ruang Rawat Inap RSJ. Prof.dr. Soerojo Magelang
[38] Wasis. (2008). Pedoman Riset Praktis untuk Profesi Perawat. Cetakan I. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC [39] WHO. (2010). Schizophenia and publich health. Genewa: Division of Mental Health and Prevention of Substance Abuse, World Health Organization [40] Wirnata. (2012). 280 Tanya Jawab Mengenai Kesehatan Jiwa. Cetakan I. Jakarta: Rumah Sakit Jiwa Dr. SoehartoHeerdjan [41] Yosep, I. (2007). Keperawatan Jiwa. Cetakan I. Jakarta : Penerbit Refika Aditama [42] Zelianti. ( 2011). Pengaruh Teknik Relaksasi Nafas Dalam Terhadap Tingkat Emosi Klien Perilakui Kekerasan di Rumah Sakit Jiwa Daerah dr. Amino Gondohutomo Semarang. Skripsi. Semarang: Universitas Diponegoro
Hubungan Antara Terapi Modalitas dengan Tanda dan Gejala perilaku Kekerasan pada 11 pasien Skizofrenia di Ruang Rawat Inap RSJ. Prof.dr. Soerojo Magelang