ARTIKEL EFEKTIFITAS MANEJEMEN DRAINASE ROB KOTA SEMARANG Galuh, Larasati, Santoso Jurusan Administrasi Publik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Diponegoro Jalan H. Prof. Soedarto, SH Tembalang Semarang Kotak Pos 1269
ABSTRAKSI
Permasalahan utama drainase kota Semarang diantaranya, (1) Topografi wilayah Semarang yang terdiri dari dataran rendah dan dataran tinggi; (2) Alih fungsi lahan (khususnya di kawasan hulu) yang tidak terkontrol (diperkirakan 10 tahun kedepan daerah banjir semakin meluas) menyebabkan meningkatkan limpasan permukaan (beban drainase) dan meningkatkan laju erosi, sedimentasi saluran sehingga menurunkan kapasitas saluran/sistem drainase; (3) Penambangan galian C yang tidak memperhatikan kondisi lingkungan, dan tidak dilakukan dengan benar menimbulkan longsor, erosi, banjir lumpur, sedimentasi saluran dan sungai, polusi, dll; (4) Penurunan muka tanah atau land subsidence karena pengambilan air bawah tanah yang berlebihan, konsolidasi lapisan tanah lunak atau tanah hasil urugan, atau penyebab lain; (5) Sampah menjadi salah satu permasalahan drainase karena anggapan masyarakat bahwa badan air merupakan tempat pembuangan sampah; (6) Penyerobotan lahan umum, bantaran sungai, saluran drainase jalan raya, dll. Dengan demikian apabila ditilik kembali dari perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan maka dapat disimpulkan sementara bahwa manajemen drainase rob Kota Semarang dapat dikatakan kurang efektif karena masih ada beberapa yang belum terlaksana dengan baik seperti misalnya dalam tahap pengawasan yang masih perlu meningkatkan lagi partisipasi masyarakat dalam penyusunan masterplan. Selain itu untuk tahapan perenacanaan, pengorganisasian serta pengarahan sudah berjalan dengan sebagaimana mestinya. Namun jika dilihat secara keseluruhan untuk manajemen drainase rob Kota Semarang sudah berjalan efektif. Langkah yang perlu dilakukan dalam rangka mewujudkan efektivitas manajemen drainase rob Kota Semarang adalah, (1) Perlu adanya koordinasi dan kerjasama yang baik dalam pemeliharaan maupun perencanaan sistem drainase antar sektor yang terkait; (2) Penglibatan partisipasi masyarakat; (3) Perlunya dibuat peraturan daerah yang resmi tentang sistem drainase kota; (4) Sumber Daya Manusia; (5) Sarana dan Prasaran; (6) Pendanaan. Kata Kunci : Manajemen, Drainase, Rob
A. PENDAHULUAN Kota Semarang memiliki letak strategis sebagai ibukota Provinsi Jawa Tengah dan berkembang kota perdagangan dan industri. Secara fisik kota Semarang terdiri dari dua bagian yaitu Semarang atas di sebelah selatan dengan elevasi diatas kurang lebih 25 m dan Semarang bawah di sebelah utara dengan elevasi di bawah kurang lebih 25 m terutama daerah pantai dan kawasan Kaligawe dengan elevasi sekitar 1 m. Guna memperbaiki kondisi tersebut serta mengantisipasi kemungkinan terjadinya permasalahan banjir/genangan dan rob yang semakin kompleks, maka diperlukan pengkajian kembali terhadap elevasi pasang laut sebagai dasar penanganan banjir dan rob dikawasan tersebut. Tabel 1.1 Data Genangan Rob Kota Semarang No 1.
Kecamatan Semarang Tengah
Lokasi
Jl. Kol. Sugiono
Luas Ha
Tg Genangan Cm
Waktu Jam
Keterangan
22,92
40
5
Lokal
- Komp Ps Johar
dan Rob
2. Jl. Letjend Suprapto
3
50
24
Rob
Jl. Petudungan
1,5
50
24
Rob
Jl. Ranggawarsito
50
50
12
Rob
Jl PPI Tambaklorok
50
50
12
Rob
Jl Mlatibaru
25
20
1,5
Rob
Jl. Pengapon Ps Rejomulyo
8
50
5
Rob
Mangunharjo RW I
20
50
4
Pedurungan Jl. Muktiharjo Kidul 8 60 Sumber : Dinas PSDA dan ESDM Kota Semarang, 2010
72
Lokal dan Rob Lokal Kali Tenggang
3. 4. Semarang Timur 5. 6. 7. 8. Tugu 9.
Dari sekitar 790,5 lahan di kecamatan semarang utara tidak ada lahan tambak lagi, dan dari sekitar 585 hektar total lahan di kecamatan semarang barat hanya terdapat sekitar 126,5 hektar lahan tambak. Sedangkan proses terjadinya penurunan muka tanah di kawasan pantai sangat bervariasi berkisar antara 2 hingga 25 cm per tahun. Bahkan di wilayah Kelurahan Bandarharjo, Tanjung Mas dan sebagian kelurahan Terboyo Kulon mencapai 20 cm per tahun. Adapun kenaikan muka air laut sebagai efek pemanasan global, antara tahun 1990 hingga tahun 2010 diprediksi akan terjadi kenaikan suhu rerata permukaan bumi sebesar 5,8 derajat celcius. Pemanasan global ini akan menyebabkan perubahan iklim bumi, dan kenaikan muka air laut mencapai satu meter. Beberapa yang telah dijelaskan diatas juga merupakan bagian dari sebuah usaha perbaikan, dan tidak dipungkiri juga dengan adanya genangan rob yang ‘selalu bertahan’ dikarenakan kurang maksimalnya sistem drainase Kota Semarang. Dan menurut hasil penelitian, terjadinya banjir rob menimbulkan pengaruh yang besar terhadap masyarakat Semarang, terutama yang bertempat tinggal di kawasan pesisir. Bahkan banjir rob di kawasan pesisir akan semakin parah dengan adanya genangan air hujan atau banjir kiriman, dan banjir lokal akibat saluran drainase yang kurang terawat. Permasalahan utama drainase kota Semarang sendiri diantaranya : 1. Topografi wilayah Semarang yang terdiri dari dataran rendah dan dataran tinggi. Bagian utara yang merupakan pantai dan dataran rendah memiliki kemiringan 0-2% sedang ketinggian ruang bervariasi antara 0-3,5 m. Bagian selatan merupakan daerah perbukitan, dengan kemiringan 2-40% dan ketinggian antara 90-200 m diatas permukaan air laut (DPL).
2. Alih fungsi lahan (khususnya di kawasan hulu) yang tidak terkontrol (diperkirakan
10
tahun
kedepan
daerah
banjir
semakin
meluas)
menyebabkan meningkatkan limpasan permukaan (beban drainase) dan meningkatkan laju erosi, sedimentasi saluran sehingga menurunkan kapasitas saluran/sistem drainase. Salah satu penyebab banyak lahan resapan air dan kawasan penghijauan di daerah hulu yang berada di Kota Semarang atas berubah menjadi pemukiman. Salah satu contoh akibat sedimentasi dan kurangnya perawatan lebar sungai semakin berkurang sampai 3 meter, seperti Sungai Plumbon dan Sungai Beringin. 3. Penambangan galian C yang tidak memperhatikan kondisi lingkungan, dan tidak dilakukan dengan benar menimbulkan longsor, erosi, banjir lumpur, sedimentasi saluran dan sungai, polusi, dll. Pada dasarnya penambangan galian C yang menjadi permasalahan utama rob adalah karena tidak dibuatkan embung untuk menampung galian yang tercecer apabila terkena hujan. Jika tidaka ada embung, lumpur galian akan hanyut ke sungai dan membuat pendangkalan yang kemudian mengakibatkan luapan air sungai. 4. Penurunan muka tanah atau land subsidence karena pengambilan air bawah tanah yang berlebihan, konsolidasi lapisan tanah lunak atau tanah hasil urugan, atau penyebab lain. Penurunan yang terjadi terjadi terutama di kecamatan Semarang Utara, Kecamatan Genuk dan kecamatan yang terletak didekat pantai yang ditandai dengan penurunan permukaan tanah (land subsidence). Dari hasil survey, penurunan permukaan ABT di Kota Semarang di tahun 1970-an baru 0,5-3,5 cm tapi penurunan dari tahun ke
tahun terus meningkat dan pada tahun 2000 telah mencapai 11,5-24,6 cm. Sekitar pelabuhan Tanjung Mas bahkan mencapai 15 cm/tahun. 5. Sampah menjadi salah satu permasalahan drainase karena anggapan masyarakat bahwa badan air merupakan tempat pembuangan sampah. Dan timbunan sampah yang terjebak di jembatan menyebabkan kapasitas saluran air menurun. 6. Penyerobotan lahan umum, bantaran sungai, saluran drainase jalan raya, dll. Lalu untuk bangunan seperti rumah-gubug liar untuk tempat tinggal maupun kios
jalanan,
mengakibatkan
penampang
sungai/saluran
berkurang,
pemeliharaan sulit. Fenomena yang muncul tersebut maka dapat difokuskan mengenai permasalahan yang diangkat oleh peneliti, yaitu keefektifan manajemen drainese rob Kota Semarang yang menjadi permasalahan utamanya serta faktor pendorong dan faktor penghambat apa yang mempengaruhi baik dari pelaksanaan manajemen Drainase Rob Kota Semarang. Beberapa konsep yang digunakan dalam rangka memecahkan permasalah Drainase rob Kota Semarang adalah : 1. Teori Manajemen Pada dasarnya manejemen dapat didefinisikan sebagai bekerja dengan orangorang untuk menentukan, menginterpretasikan, dan mencapai tujuan-tujuan organisasi
dengan
pelaksanaan
fungsi-fungsi
perencanaan
(planning),
pengorganisasian (organizing), penyusunan personalia atau kepegawaian (staffing),
pengarahan
(controlling).
dan
kepemimpinan
(leading)
serta
pengawasan
2. Konsep Efektifitas Berdasarkan beberapa teori yang dikemukakan oleh para pakar di atas, berkaitan dengan efektifitas manajemen dalam sistem drainase rob lebih dapat menggunakan konsep yang lebih sederhana dari teori Emerson (Handayaningrat, 1996:16) bahwa “Efektivitas adalah pengukuran dalam arti tercapainya sasaran atau tujuan yang telah ditentukan”. Jadi apabila tujuan tersebut telah dicapai, baru dapat dikatakan efektif. 3. Konsep Sistem Drainase Bertitik tolak pada kurang berhasilnya pola siklus pembangunan SIDLACOM yang tidak lengkap, maka dalam pengembangan sistem drainase dan Prasarana dan Sarana Perkotaan (PSP) pada umumnya mengacu pada siklus yang lengkap yang terbagi dalam 4 (empat) tahapan, yaitu Tahap Perencanaan dan Pemrogaman; Tahap Pelaksanaan; Tahap Operasi dan Pemeliharaan; Tahap Evaluasi dan Monitoring. Tabel 1.2 Manajemen dalam Drainase Rob Studi yang telah ada
Manajemen dalam sistem Drainase rob
Tahap I, Planning
The Masterplan on Water Semarang Urban Drainage Resource Development and Masterplan Project (SUMDP) Feasibility Study for Urgen Flood Control and Urban Drainage in Semarang City and Suburbs 1. Membuat perencanaan drainase Kota Semarang berdasarkan masterplan drainase yang ada. 2. Mendata drainase beserta subsistem drainase Kota Semarang dari saluran primer, sekunder, tersier dan kwarter atau saluran
1. Penentuan daerah sempadan sungai. 2. Perencanaan drainase untuk kawasan hulu terhadap perubahan lahan serta urbanisasi untuk masa yang akan datang. 3. Perencanaan pembersihan sungai dan saluran dari
Rumah Tangga.
4.
5.
Tahap II, Organizing
Tahap III, Actuating
sampah dan limbah cair untuk mengurangi biaya operasional pompa. Memperhitungkan penurunan tanah dalam mendesain. Konsultasi publik dan sosialiasasi dari program masterplan. Pelaksanaan program per wilayah. Pemisahan sistem drainase kawasan hulu dengan kawasan hilir. Pelaksanaan pembangunan sistem drainase dengan polder dan pompa untuk daerah hilir yang tidak bisa menggunakan sistem gravitasi.
1. Pra (kesiapan) pelaksanaan 1. (pra kontrak), terdiri dari beberapa kegiatan 2. diantaranya penyusunan program, penyusunan rencana/desain rinci, 3. penyususnan anggaran biaya, penyusunan organisasi dan personalia, pembebasan lahan, pra kualifikasi, pelelangan/pengadaan, penetapan pemenang, pengumuman pemenang, penunjukkan pemenang, dan pembuatan dokumen kontrak. 2. Pelaksanaan (konstruksi/pelaksanaan kontrak), yaitu penyerahan lapangan, surat perintah mulai bekerja, rapat persiapan pelaksanaan, mobilisasi alat dan tenaga, pemeriksaan bersama, shop drawing, pelaporan, pemeriksaan pekerjaan, pembayaran prestasi pekerjaan, perubahan pekerjaan, perpanjangan waktu pelaksanaan, denda, show cause meeting, dan as built drawing. 3. Penyerahan proyek selesai (project completion report=PCR) yaitu rangkaian kegiatan pelaksanaan proyek pembangunan sistem drainase. 1. Standard Operating 1. Perencanaan banjir periode Procedure untuk operasi dan ulang 25 tahunan untuk
pemeliharaan. 2. Inventarisai dan dokumentasi sistem drainase. 2. 3.
Tahap IV, Controlling
1. Memperbaharui program perbaikan. 2. Evaluasi program. 3. Menjadwalkan rehabilitasi dan pemeliharaan sebagaimana diindikasikan dalam evaluasi dan memperbaharui prediksi. 4. Menganalisis prediksi yang teridentifikasi. 5. Memperbaharui performa prediksi.
1. 2. 3.
4. 5.
daerah hilir oleh pimpinan program dan tim. Pengarahan terhadap Tim. Pengarahan terkait dengan peran pemimpin. Memperbaharui program perbaikan. Evaluasi program. Menjadwalkan rehabilitasi dan pemeliharaan sebagaimana diindikasikan dalam evaluasi dan memperbaharui prediksi. Menganalisis prediksi yang teridentifikasi. Memperbaharui performa prediksi.
4. Faktor Pendorong dan Faktor Penghambat Pendorong dalam upaya meminimalisir rob berkaitan dengan sistem drainasenya adalah penyusunan masterplan drainase yang tertuang dalam Rencana Strategis tahun 2010-2015 Dinas PSDA dan ESDM sebagai berikut : 1. Tersedianya Data Base Infrastruktur Sumber Daya Air, Drainase dan Energi Sumber Daya Mineral (%) di seluruh wilayah sebagai tolok ukur kinerja. 2. Terpenuhinya sebagian pelayanan di bidang Sumber Daya Air, Drainase dan Energi Sumber Daya Mineral yang optimal dan efisien sesuai alokasi dana yang tersedia. 3. Berkurangnya
daya
rusak/
efek
negatif
terhadap
lingkungan
akibat
pembangunan infrastruktur kota (Banjir & rob, Polusi / Pencemaran Lingkungan). 4. Adanya Penegakkan Peraturan/ Undang- Undang di bidang Sumber Daya Air, Drainase dan Energi Sumber Daya Mineral.
Disisi lain juga terdapat permasalahan rob berkaitan dengan sistem drainasenya tidak terlepas dari berbagai permasalahan yang menghambat dalam upaya meminimalisir terjadinya rob berkaitan dengan sistem drainase. Telah dijelaskan sebelumnya mengenai kendala yang ada yaitu : 1. Jumlah Sumber Daya Manusia Yang dimaksudkan disini adalah jumlah personel atau Sumber Daya Manusia tidak mencukupi dalam upaya meminimalisir terjadinya rob berkaitan dengan sistem drainase Kota Semarang. 2. Sarana dan Prasarana Jenis sarana yang diperlukan tentunya disesuaikan dengan sifat bencana dan skala bencana yang mungkin terjadi sesuai dengan hasil identifikasi dan perencanaan awal. Jenis dan jumlah peralatan untuk tingkat wilayah daerah atau perusahaan tentu berbeda. 3. Tersendatnya masterplan drainase yang telah direncanakan Perencanaan masteplan sesungguhnya sudah diawali sejak tahun 1993 namun ada beberapa hal yang menjadi penghambat dalam proses pelaksanaan program masterplan itu sendiri. B. PEMBAHASAN Efektivitas manajemen drainase rob Kota Semarang sangat kompleks, maka dari itu dalam pembahasan kali ini peneliti menjabarkannya melalui fungsi manajemen sebagai berikut : 1. Perencanaan Perencanaan didalam penyusunan masterplan tahun ini dapat dikatakan efektif karena dari ketujuh indikator yang dijelaskan diatas infroman yang
berhasil diwawancarai sepakat bahwa penyusunan masterplan berdasarkan masterplan sebelumnya dengan memperhatikan pula hal-hal semacam penurunan tanah, saluran primer sampai saluran kwarter, sempadan sungai sampai melakukan konsultasi publik berupa sosialisasi kepada masyarakat mengenai masterplan drainase Kota Semarang. 2. Pengorganisasian Pada tahap pengorganisasian kali ini dapat dikatakn belum sepenuhnya dari penyusunan masterplan tersebut dikatakan efektif karena ada beberapa hal yang pandangannya berbeda dalam melihat kondisi. Seperti yang ada pada pembagian per wilayah, dari pihak BAPPEDA lebih melihat secara komprehensif. Namun apabila melihat dari indikator secara keseluruhan sudah efektif dalam penyusunan masterplan tahun ini. 3. Pengarahan Pengarahan dalam efektifitas manajemen drainase rob Kota Semarang yang telah terurai diatas ada beberapa perbedaan pandangan, seperti contohnya terkait dengan peranan pimpinan yang dikemukakan oleh informan dari BAPPEDA dengan informan yang dari Dinas PSDA dan ESDM. Dalam hal ini Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Semarang bertindak sebagai aktor penengah dalam pembuat kebijakan, sedangkan disisi lain yaitu Dinas PSDA dan ESDM pada dasarnya juga tidak terjun langsung, namun mempunyai tim tersendiri yaitu Tim Sub sistem masterplan. Namun perbedaan pernyataan yang terungkap diatas tidak mempengaruhi terhadap seberapa efektif manajemen drainase rob, karena hal tersebut hanya pembedaan wewenang antara pemerintah kota dengan dinas
yang
menjalankan. Pada dasarnya untuk tahap manajemen ketiga ini yaitu pengarahan sudah dapat dikatakan efektif. 4. Pengawasan Pengawasan yang dilakukan selama ini sudah dilakukan sesuai dengan prosedur yang ada, perbaikan-perbaikan dari evaluasi yang dilakukan juga sesuai walaupun masih ada beberapa juga yang masih belum teridentifikasi terkait dengan sistem drainase di lapangannya itu sendiri. Sehingga harapannya adalan masyarakat juga harus turut berpartisipasi agar perbaikan program juga dapat terlaksana dengan baik. Namun sejauh ini pengawasan dalam manajemen drainase rob Kota Semarang sudah dapat dikatakan efektif. Dengan demikian apabila ditilik kembali dari perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan maka dapat disimpulkan sementara bahwa manajemen drainase rob Kota Semarang dapat dikatakan kurang efektif karena masih ada beberapa yang belum terlaksana dengan baik seperti misalnya dalam tahap pengawasan yang masih perlu meningkatkan lagi partisipasi masyarakat dalam penyusunan masterplan. Selain itu untuk tahapan perenacanaan, pengorganisasian serta pengarahan sudah berjalan dengan sebagaimana mestinya. Namun jika dilihat secara keseluruhan untuk manajemen drainase rob Kota Semarang sudah berjalan efektif. 5. Faktor Pendorng dan Faktor Penghambat Faktor pendorong diharapkan menjadi salah satu pemicu dalam pembuatan penyusunan masterplan yang sesuai dengan kondisi Kota Semarang itu sendiri. Selain itu juga dengan adanya harapan dari masterplan juga menjadi bahan pertimbangan daam penyusunan masterplan berikutnya. Sehingga dengan adanya pendorong tersebut dapat dianalisis seberapa
efektifkan manajemen drainase Kota Semarang. Namun dari ulasan diatas dapat disimpulkan bahwa pendorong penyusunan masterplan dapat dikatakan efektif karena dapat mengidentifikasikan permasalahan apa saja terkait dengan rob yang harus ada didalam sebuah masterplan drainase tersebut. Selain itu hambatan dalam penyusunan masterplan sendiri dapat dari mekanisme dalam penyusunannya yang memerlukan waktu, kemudian juga mengenai anggaran yang dapat dikatakan belum sesuai bahkan untuk anggaran dapat turunpun juga membutuhkan waktu dan proses yang cukup panjang. Namun terdapat pula perbedaan pendapat dalam memandang kesulitan dalam penyusunan masterplan ini dari sikap masyarakat yang tidak sadar lingkungan sehingga, masih banyak “Pekerjaan Rumah” bagi pemerintah dalam memperbaiki sistem drainase Kota Semarang.
C. PENUTUP Melihat dari pembahasan efektifitas manajemen drainase rob Kota Semarang, maka rekomendasi yang dapat diberikan adalah sebagai berikut dengan harapan sistem drainase Kota Semarang dapat menjadi lebih baik lagi. 1. Perlu adanya koordinasi dan kerjasama yang baik dalam pemeliharaan maupun perencanaan sistem drainase antar sektor yang terkait. Seperti yang terdapat dalam analisis hasil pembahasan bahwa Pemerintah Kota Semarang kedepannya dapat menjalin kerjasama dengan daerah tetangga yaitu dalam hal ini adalah Kabupaten Semarang untuk keberhasilan drainase kota tersebut. Kemudian berkaitan dengan koordinasi juga diperlukan koordinasi antar pemerintah, masyarakat, LSM, stakeholders dalam meningkatkan efektifitas manajemen
drainase rob di Kota Semarang. Peran dari masing-masing pihak sangat berpengaruh juga terhadap keberhasilan sistem drainase kota. 2. Penglibatan partisipasi masyarakat dalam kegiatan ini perlu ditindaklanjuti. Dalam hal ini masyarakat juga mempunyai peran serta tanggungjawab dalam menjaga dan merawat sistem drainase Kota Semarang, dimana masyarakat memiliki kewajibannya untuk menjaga saluran kwarter atau yang biasa disebut dengan saluran Rumah Tangga. Saluran kwarter ini biasanya berupa got-got, sehingga harapannya masyarakat mampu mengindahkan peraturan untuk merawat agar saluran kwarter juga dapat berjalan dengan baik sehingga meringankan aliran sampai ke saluran primer. Selain itu juga diharapkan masyarakat sadar akan pentingnya drainase dengan menjaga lingkungan dengan mengubah perilaku dengan melakukan hal-hal dimulai secara sederhana yaitu tidak membuang sampah di sembarang tempat terutama pada saluran drainase demi keberlangsungan fungsi sistem drainase Kota Semarang yang dapat meminimalisir pula terjadinya rob. 3. Perlunya dibuat peraturan daerah yang resmi tentang sistem drainase kota sebagai payung hukum dan pedoman dalam menjalankan kegiatannya yang berhubungan dengan pembangunan sistem drainase di Kota Semarang. Karena selama ini peraturan yang mengatur tentang sistem drainase kota belum ada dan hanya masih sebatas berdasarkan peraturan walikota, serta peraturan yang terpisah-pisah terkait dengan sistem drainase kota. Dengan adanya produk hukum nantinya harapannya dalam setiap pembuatan kebijakan atau program yang berhubungan dengan sistem drainase kota baik pembuatan polder, pompa, pembangunan kolam retensi sampai yang terbaru yaitu mengenai pembuatan
embung sudah berdasarkan pada peraturan yang berlaku secara resmi serta sebagai pedoman untuk penyusunan masterplan untuk periode selanjutnya. 4. Sumber Daya Manusia yang tergabung dalam Tim Sub Sistem harus mempunyai keahlian yang benar-benar memahami seluk beluk drainase Kota Semarang, selain itu juga perlu adanya penambahan jumlah personil. Kemampuan yang dimaksud dalam hal ini adalah kesesuaian latar belakang SDM terhadap bidang yang ditanaganinya saat ini yaitu tentang drainase, walaupun pada kenyataannya untuk memperoleh SDM yang mempunyai keahliah sesuai dengan latar belakangnya cukup sulit, sehingga dari pihak dinas berusaha mengantisipasi SDMnya untuk mendapatkan pelatihan dan pendidikan terkait dengan sistem drainase rob Kota Semarang. Seperti yang telah menjadi hambatan pada awalnya yaitu tentang kemampuan dan jumlah. Selain jumlah juga kemampuan yang harus dimiliki terkait dengan drainase. Karena tidak semua orang memahami dan mengerti cara kerja sistem drainase Kota Semarang, sehingga ketika orang yang terlibat baik dalam yang di lapangan maupun yang berada di belakang meja untuk menyusun masterplan tersebut sekiranya juga paham akan sistem drainase Kota Semarang. 5. Sarana dan Prasaran menjadi sangat penting juga dalam mendukung berjalannya sistem drainase Kota Semarang, sehingga dari pihak Pemerintah harapannya mampu memenuhi kebutuhan peralatan berat dalam rangka mendukung pekerjaan yang dilapangan. Karena permasalahan yang masih muncul sampai saat ini adalah terbatasnya peralatan berat atau sarana dan prasarana yang memadai. Sarana dan prasaran yang mendukung seperti stasiun pompa, saluran rumah pompa, serta pompa mobile portable juga harus mendapatkan perawatn
dan pemeliharaan yang baik agar tetap bisa berjalan dengan baik guna mendukung manajemen sistem drainase rob Kota Semarang. Selain itu juga terdapat beberapa alat berat yang masih harus disediakan seperti halnya bego (alat berat yang berfungsi untuk mengeruk) dan Pump Truck. Kedua alat berat tersebut merupakan informasi yang peneliti peroleh dari hasil wawancara yang masih menjadi kebutuhan utama dalam mendukung berjalannya manajemen sistem drainase rob Kota Semarang. 6. Pendanaan juga menjadi sangat vital untuk menjalankan kegiatan yang berhubungan dengan manajemen sistem drainase rob Kota Semarang. Dikatakan bahwa dalam memperoleh dana membutuhkan waktu yang tidak sebentar dalam pengajuannya serta ketidaksesuaian dana yang diperoleh dengan yang telah diajukan menjadi salah satu tantangan tersendiri. Sehingga rekomendasi yang dapat peneliti berikan adalah baik Pemerintah Kota maupun Dinas terkait juga harus mampu mencari dana yang bersumber dari non pemerintah, seperti menjalin kerjasama dengan LSM maupun lembaga-lembaga lain yang peduli akan lingkungan terutama dengan kondisi drainase Kota Semarang untuk memperoleh bantuan dana.
DAFTAR PUSTAKA
Handoko, T. Hani. 2003. Manajemen Edisi 2. Yogyakarta : BPFE. Ramli, Soehatman. 2010. Pedoman Praktis Manajemen Bencana (Disaster Management). Jakarta : Dian Rakyat. Hasibuan, Malayu. 1985. Manajemen Dasar, Pengertian dan Masalah. Jakarta : CV. Haji Masagung. J. Moleong, Lexy. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya. Nasution. 1995. Metode Research (Penelitian Ilmiah). Jakarta : Bumi Aksara. Purnomo, Hadi dan Sugiantoro, Ronny. 2010. Manajemen Bencana (Respons dan Tindakan terhadap Bencana). Yogyakarta : MedPress. Bangun, Wilson. 2008. Intisari Manajemen. Bandung : PT Refika Aditama. Keban, Yeremias T. 2008. Enam Dimensi Strategis Administrasi Publik (Konsep, Teori dan Isu). Yogyakarta : Gava Media. Amirullah dan Budiyono, Haris. 2003. Pengantar Manajemen. Yogyakarta : Graha Ilmu. Suwitri, Sri. 2008. Jejaring Kebijakan dalam Perumusan Kebijakan Publik (Suatu Kajian tentang Perumusan Kebijakan Penanggulangan Banjir dan Rob Pemerintah Kota Semarang). Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Suripin. 2004. Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan. Yogyakarta : Andi Offset. Kodoatie, Robert. J dan Sjarief, Roestam. 2005. Pengelolaan Sumber Daya Air Terpadu. Yogyakarta : Andi Offset. Afifuddin dan Saebeni, Beni Ahmad. 2009. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : Pustaka Setia. Ravianto, J. 1995. Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia. Yogyakarta : BFEE UGM. Ndraha. 2005. Teori Budaya Organisasi. Jakarta : Rineka Cipta.
Prawirosoentono, Suyadi. 1999. Kebijakan Kinerja Karyawan “Kiat Membangun Organisasi Menjelang Perdagangan Bebas Dunia”. Yogyakarta : BPFE. Amirullah dan Rindyah Hanafi, 2002. Pengantar Manajemen. Malang : Universitas Negeri Malang. Handayaningrat, Soewarno. 1996. Pengantar Studi Ilmu Administrasi dan Manajemen. Jakarta : Gunung Agung.
REFERENSI Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kota Semarang Tahun 2005-2025 Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2004 tentang Garis Sempadan Peraturan Daerah Nomor 14 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Semarang Peraturan Pemerintah Nomor 11 Peraturan Walikota Nomor 74 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air dan Energi Sumber Daya Mineral Rencana Strategis Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air dan Energi Sumber Daya Mineral Kota Semarang Tahun 2010-2015 www.semarang.go.id http://tesisdisertasi.blogspot.com/2010/10/teori-efektifitas.html http://al-bantany-112.blogspot.com/2009/11/kumpulan-teori-efektifitas.html http://mafiosodeciviliano.com/home/profil/521-penataan-drainase-dan-pengendalianbanjir-1