Artikel Asli DETEKSI VIABILITAS MYCOBACTERIUM LEPRAE PADA BIOPSI KULIT DAN DARAH TEPI PASIEN KUSTA (STUDI BIOLOGI MOLEKULER 16S rRNA M.LEPRAE) Cita Rosita Sigit Prakoeswa*, Dinar Adriaty**, Ratna Wahyuni**, Indropo Agusni*, Shinzo Izumi** * Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin, ** Tropical Disease Centre FK. Universitas Airlangga/RSU dr Sutomo, Surabaya ABSTRAK Latar Belakang: Deteksi viabilitas M.leprae masih merupakan masalah yang sulit karena sifat kuman yang belum dapat dibiakkan pada media buatan. Teknik biomolekular dengan metode isolasi RNA sekarang dapat digunakan untuk deteksi viabilitas M.leprae, karena RNA akan segera rusak setelah kuman tersebut mati. Tujuan: Deteksi 16S rRNA M.leprae dari biopsi kulit dan darah tepi pasien kusta baru. Metoda: Biopsi kulit dan peripheral blood mononuclear cell (PBMC) diambil dari 24 pasien kusta baru di Unit Rawat Jalan RSU dr Sutomo, Surabaya. Semua sampel dilakukan isolasi RNA, síntesis cDNA dan deteksi 16S rRNA M.leprae dengan conventional PCR dan Real Time PCR menggunakan primer P2 (forward) dan P3 (reverse). Hasil: Dari 24 pasien (18 MB & 6 PB) didapatkan BTA positif pada MB 61.11%; PB 0%. Dengan conventional PCR didapatkan hasil positif pada sampel biopsi: MB 100% ; PB 50%, sedangkan pada PBMC: MB 72.22% ; PB 0%. Dengan Real Time PCR didapatkan hasil positif pada sampel biopsi: MB 100%; PB 50%, sedangkan pada PBMC: MB = 83.33% ; PB 33.33%. Secara conventional PCR tidak didapatkan perbedaan secara bermakna ekspresi 16S rRNA M.leprae pada sampel biopsi dan PBMC, baik pada tipe MB maupun tipe PB (p>0.05). Begitu pula dengan metoda Real Time PCR (p>0.05).Didapatkan perbedaan bermakna antara kuantitas 16S rRNA M.leprae pada sampel biopsi dan PBMC pada tipe MB (p<0.05)., tetapi tidak didapatkan perbedaan bermakna tipe PB (p>0.05). Kesimpulan: 16S rRNA M.leprae dapat dideteksi pada sampel biopsi maupun PBMC baik dari pasien kusta tipe PB maupun MB, menunjukkan proses sistemik yang sedang terjadi. Deteksi viabilitas M.leprae berdasarkan 16S rRNA M.leprae dapat digunakan sebagai deteksi awal kusta yang berpotensi sebagai sumber transmisi, selain itu untuk evaluasi pengobatan yang berkaitan dengan potensi terjadinya relaps.(MDVI 2011; 38/3:118 - 123) Kata kunci: kusta, viabilitas M.leprae, 16S rRNA, biopsi kulit, darah tepi
ABSTRACT
Korespondensi : Jl. Prof. Moestopo No.6-8, Surabaya Telpon. 031-55 01609 Email:
[email protected]
Background: Detection of viable M.leprae is still a difficult problem due to the uncultivable characteristic of the bacilli. New biomolecular technique RNA isolation is now used for detection of viable M.leprae, since RNA is rapidly degraded upon cell death. Aim of Study: To detect 16S rRNA M.leprae from skin biopsy and blood of new leprosy patients. Material and Method: Skin biopsy and peripheral blood mononuclear cell (PBMC) were obtained from 24 newly diagnosed, untreated leprosy patients in dr. Sutomo Hospital, Surabaya. To all samples were performed RNA isolation, cDNA synthesis, PCR conventional and Real Time PCR using primer set P2 (forward) dan P3 (reverse). Results: From 24 patients (18 MB & 6 PB): AFB staining positive: MB 61.11% ; PB 0% Conventional PCR positive: skin biopsy: MB 100%; PB 50%; PBMC: MB 72.22%; PB 0%. Real Time PCR positive: skin biopsy: MB 100% ; PB 50%; PBMC: MB 83.33% ; PB 33.33% Conventional PCR: no significant difference 16S rRNA between biopsy sample and PBMC, from MB and PB leprosy (p>0.05), same result was found with Real Time PCR (p>0.05). There is significant difference quantity of 16S rRNA M.leprae between biopsy sample and PBMC in MB type (p<0.05), but no significant difference in PB type (p>0.05). Conclusion: 16S rRNA M.leprae can be detected in skin biopsy and blood from both of MB and PB leprosy, showing a systemic process occured. Detection of viable Mycobacterium leprae by Reverse Transcription methods may prove to be useful in early detection of leprosy and potensy of transmission, also assessing the efficacy of treatment and potensy source of relapse.(MDVI 2011; 38/3:118 - 123) Key words: Leprosy, viable Mycobacterium leprae, 16S rRNA, skin biopsy, peripheral blood
118
MDVI
PENDAHULUAN Kusta adalah infeksi kronis yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae (M.leprae) yang terutama menyerang kulit dan saraf tepi. Pada tahun 2000 WHO menyatakan eliminasi kusta, tetapi ternyata masih ditemukan kasus baru di dunia sebanyak 719.000 pada tahun 2000. 1,2 Di Indonesia tahun 2000 angka prevalensi kusta sebesar 1.1/10.000; sedangkan angka kejadian baru kusta sebesar 8.3 / 100.000.3 Laporan tahun 2005 di Indonesia menunjukkan bahwa dari 15.000 pasien kusta, terdapat 6.885 orang yang berasal dari Jawa Timur yang merupakan peringkat ke-7 kusta; di antaranya 5.025 merupakan pasien kusta baru, dengan termasuk tipe multibasilar (MB) (80 %). Angka kejadian yang tinggi mencerminkan transmisi M. leprae yang tinggi pula, antara lain disebabkan oleh kendala pada diagnosis dini kusta. 4 Selain itu, cara evaluasi setelah pengobatan, selama ini dilakukan melalui pemeriksaan basil tahan asam (BTA), merupakan cara yang tidak sensitif. Kendala pada diagnosis dini dan evaluasi pengobatan disebabkan oleh kesulitan pemeriksaan viabilitas M. leprae karena sampai sekarang belum dapat dilakukan kultur in vitro.5,6 Pemeriksaan viabilitas M. leprae dapat dilakukan dengan mouse foot pad namun sulit dilakukan serta membutuhkan waktu dan sarana khusus. Dapat juga dilakukan radiorespirometrik untuk mengukur hasil metabolisme M. leprae, namun membutuhkan sarana khusus. Viabilitas M. leprae belakangan ini dilakukan dengan pemeriksaan RNA M. leprae dari biopsi jaringan kulit pasien, karena RNA akan segera terdegradasi setelah M. leprae mati.7 Metode Reverse Transcriptase (RT) PCR untuk mendeteksi 16 sub unit ribosomal RNA (16S rRNA) M.leprae dapat digunakan sebagai petanda viabilitas M.leprae. 16S rRNA M.leprae merupakan housekeeping gene, mengandung sekuens 1170 nukleotida yang khas dan unik karena memiliki variasi struktur yang spesifik dan terdapat dalam jumlah yang relatif banyak, yaitu 1.000 – 10.000 copy rRNA dalam 1 bakteri.8,9 Dengan sifatnya yang khas dan akan segera rusak setelah M.leprae mati, maka studi 16S rRNA dengan menggunakan metode RT PCR dapat mencerminkan viabilitas M.leprae dengan sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi.7,8 Pada penelitian ini kami ingin memperbaiki kelemahan penelitian dengan sampel biopsi jaringan kulit yang invasif dan kurang memperhatikan kenyamanan pasien. Telah banyak penelitian yang dilakukan pada darah tepi pasien kusta dengan menggunakan teknik PCR untuk deteksi DNA M. leprae, tetapi hal ini tidak menunjukkan viabilitas yang berkaitan dengan potensi sebagai sumber transmisi. Sampai saat ini belum pernah dilakukan penelitian tentang viabilitas M. leprae pada peripheral blood mononuclear cell (PBMC). Kami telah melakukan studi pendahuluan pada pasien kusta baru tipe borderline dimana hasil pemeriksaan BTA dengan spesimen sayatan kulit, darah
119
Vol. 38 No. 3 Tahun 2011; 118 - 123
maupun biopsi negatif dan didapatkan hasil pemeriksaan 16S rRNA yang positif pada biopsi maupun PBMC, ini menunjukkan telah terjadi kegagalan fagolisosom oleh monosit yang beredar dalam darah tepi pasien kusta. Penelitian ini bertujuan untuk mendeteksi keberadaan 16S rRNA M. leprae pada jaringan dan PBMC pasien kusta baru. Manfaat dari penelitian ini adalah mendapatkan piranti untuk pemeriksaan viabilitas M. lepra yang dapat digunakan untuk diagnostik dini dan evaluasi pasca pengobatan, dengan memperhatikan kepentingan kenyamanan pasien sehingga dapat memperluas jangkauan pemeriksaan.
METODE PENELITIAN Subyek penelitian adalah 24 pasien kusta baru (14 pria, 10 wanita; rerata umur 30.87 tahun, kisaran usia 16-55 tahun) di unit rawat jalan (URJ) Penyakit Kulit dan Kelamin RSU dr Soetomo. Diagnostik kusta ditegakkan secara klinis dan bakteriologis. Pasien tidak sedang mengalami reaksi. Sebelumnya pasien telah bersedia ikut dalam penelitian dan menandatangani informed consent. Penelitian dikerjakan di Laboratorium Leprosy - Tropical Disease Centre – Universitas Airangga.
Prosedur penelitian 1. Preparasi sampel jaringan kulit pasien kusta yaitu biopsi plong 4 mm, dimasukkan dalam 600 µl RNA later stabilization. 2. Isolasi RNA dari biopsi jaringan kulit menggunakan Rneasy Fibrous Kit 3. Pengambilan darah vena cubiti 3 mm dengan venoject + EDTA, dilakukan isolasi PBMC dengan lymphoprep 4. Isolasi RNA dari PBMC menggunakan Rneasy Kit 5. Sintesis cDNA dari isolasi RNA jaringan kulit yang dibiopsi dan PBMC dilakukan menggunakan RT sensicript. 6. Amplifikasi dengan metode PCR konvensional menggunakan primer P2 & P3 7. Elektroforesis dengan gel 3 % HS TBE 8. Dokumentasi menggunakan UV transiluminator 9. Hasil positif tampak band pada 171 bp sesuai kontrol positif 10. Real Time PCR dengan SYBR green menggunakan primer P2 & P3 11. Analisis data dengan soft ware SPSS 12
Alat dan bahan PCR konvensional 1. Mesin : Biorad 2. Primer M. leprae 16S r RNA : P2 ( forward, 69-91 ) 5’ CGG AAA GGT CTC TAA AAA ATC TT 3’ P3 ( reverse, 218-239 ) 5’ CAT CCT GCA CCG CAA AAA GCT T
Cita Rosita Sigit Prakoeswa dkk.
Deteksi Viabilitas Mycobacterum Leprae
3 Profil siklus 98 0 C
1. Pre heat
2 menit
1X
98 C
20 detik
5X
63 0 C - 58 0 C (touch down)
30 detik
72 0 C
30 detik
0
0
2. Denaturation
98 C
20 detik
3. Annealing
58 0 C
30 detik
4. Extension
72 0 C
30 detik
5. Prolonged Extension
0
72 C
5 menit
40C
8 menit
40 X
1X
PCR Real Time 1. Mesin : Biosystems 7300 2. Primer Mycobacterium leprae 16S r RNA : P2 ( forward, 69-91 ) 5' CGG AAA GGT CTC TAA AAA ATC TT 3' P3 ( reverse, 218-239 ) 5' CAT CCT GCA CCG CAA AAA GCT T 3' 3
Profil siklus 1. Initial activation
95 0 C
15 menit
1X
2. Denaturation
94 0 C
15 detik
40 X
3. Annealing
58 0 C
30 detik
4. Extension
72 0 C
30 detik
HASIL 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11 12
13
14
15
171 bp
Gambar 1. Hasil PCR konvensional sampel 14, 15, 16, 17, 18, 19
Hasil positif bila tampak band pada 171 bp. Lane 1: sampel biopsi no 14; hasil positif; Lane 2: sampel biopsi no 15; hasil positif; Lane 3: sampel biopsi no 16; hasil positif; Lane 4: sampel biopsi no 17; hasil positif Lane 5: sampel biopsi no 18; hasil negatif; Lane 6: sampel biopsi no 19; hasil positif Lane 7: 100 bp ladder; Lane 8: sampel PBMC no 14; hasil positif; Lane 9: sampel PBMC no 15; hasil positif; Lane 10: sampel PBMC no 16; hasil positif; Lane 11: sampel PBMC no 17; hasil positif; Lane 12 : sampel PBMC no 18; hasil negatif; Lane 13: sampel biopsi no 19; hasil negatif; Lane 14: kontrol negatif; Lane 15: kontrol positif
120
MDVI
Vol. 38 No. 3 Tahun 2011; 118 - 123
Gambar 2. Kurva standar PCR Real Time
Menunjukkan garis lurus antara plot threshold cycle (CT) standar dengan log dari jumlah template pada standar
Gambar 3 Plot amplifikasi
Menunjukkan berapa jumlah siklus saat fluoresensi mulai terdeteksi
Gambar 4. Kurva disosiasi Menunjukkan produk PCR yang spesifik berdasarkan temperature melting
Gambar 5. Jumlah sampel yang menunjukkan hasil positif berdasarkan masing-masing tipe, dengan pemeriksaan BTA, 16S rRNA M.leprae dengan PCR konvensional dan PCR Real Time, baik pada sampel biopsi maupun PBMC.
Tabel 1. Hasil uji statistik dan kemaknaan. Uji statistik Mc Nemar Mc Nemar Mc Nemar Mc Nemar Wilcoxon signed rank Paired-t test
121
Variabel Perbedaan ekspresi 16S rRNA pada biopsi jaringan kulit dan PBMC dengan PCR konvensional pada tipe MB Perbedaan ekspresi 16S rRNA pada biopsi jaringan kulit dan PBMC dengan Real Time PCR pada tipe MB Perbedaan ekspresi 16S rRNA pada biopsi jaringan kulit dan PBMC dengan PCR konvensional pada tipe PB Perbedaan ekspresi 16S rRNA pada biopsi jaringan kulit dan PBMC dengan Real Time PCR pada tipe PB Perbedaan jumlah 16S rRNA pada jaringan kulit dan PBMC pada pasien kusta baru tipe MB Perbedaan jumlah 16S rRNA pada jaringan kulit dan PBMC pada pasien kusta baru tipe PB
Kemaknaan 0.063 (tidak bermakna) 0.250 (tidak bermakna) 0.250 (tidak bermakna) 1.00 (tidak bermakna) 0.00 (bermakna) 0.31 (tidak bermakna)
Cita Rosita Sigit Prakoeswa dkk.
PEMBAHASAN Dari 24 pasien kusta baru didapatkan 18 tipe MB (75%) dan 6 tipe PB (25%). Pada pemeriksaan BTA didapatkan hasil positif sebanyak 11 (61.2%) tipe MB dan semua negatif pada tipe PB (Gambar 5). Deteksi 16S rRNA M.leprae dengan PCR konvensional ditunjukkan oleh band pada 171 bp (Gambar 1). Pada tipe MB, seluruh sampel biopsi menunjukkan hasil yang positif, sedang sample PBMC menunjukkan hasil positif sebanyak 13 (72.22%). Pada tipe PB, 3 dari 6 sampel biopsi menunjukkan hasil positif (50%), dan tidak didapatkan hasil positif pada PBMC (Gambar 5). Deteksi 16S rRNA M.leprae dengan PCR Real Time menggunakan SBYR Green didapatkan kurva standar (Gambar 2), yang menunjukkan hubungan antara threshold cycle (CT) yaitu siklus pertama fluoresens terdeteksi dengan log jumlah template standar, didapatkan R 0.994214, hal ini menunjukkan bahwa standar layak digunakan sebagai acuan untuk kuantifikasi hasil produk PCR. Plot amplifikasi (Gambar 3) menunjukkan pada siklus tertentu masing-masing sampel mulai dapat terdeteksi fluoresensi. Kurva disosiasi (Gambar 4) menunjukkan melting temperature pada 820C, merupakan tolok ukur spesifisitas yang akan dijadikan acuan untuk deteksi 16S rRNA M.leprae pada produk PCR masingmasing sampel. Pada tipe MB, seluruh sampel biopsi menunjukkan hasil yang positif, sedang sampel PBMC menunjukkan hasil positif sebanyak 15 (83.33%). Pada tipe PB 3 dari 6 (50%) baik sampel biopsi maupun PBMC menunjukkan hasil positif (Gambar 5). Pada uji statistik Mc Nemar antara ekspresi 16S rRNA dari biopsi dan PBMC pada tipe MB menggunakan PCR konvensional tidak didapatkan perbedaan secara bermakna (p>0.05), demikian pula dengan menggunakan PCR Real Time tidak didapatkan perbedaan secara bermakna (p>0.05) (Tabel 1). Penemuan ini menunjukkan proses sistemik sesuai dengan peranan fungsi sistem fagosit mononuklear pada patogenesis kusta, yaitu M. leprae yang memiliki 3 target utama yaitu jaringan saraf tepi (sel Schwann), pembuluh darah kecil (sel endotelial dan perisit) serta sistem monosit makrofag.9,10 Fagositosis atau endositosis partikel organik dalam vakuol fagosit (fagosom) terjadi pada sel-sel keratinosit, sel otot polos dan sel Schwann; pada makrofag, mekanisme ini meliputi proses dan degradasi melalui lisis kompleks glikolipid protein oleh enzim lisosom yang berasal dari badan Golgi dan retikulum endoplasmik kasar. Lisosom makrofag berfusi dengan fagosom membentuk fagolisosom yang merupakan organel spesifik sel. Makrofag sumsum tulang yang secara sitogenetik berhubungan dengan sel Langerhans merupakan bagian dari sistem fagosit mononuklear dan efektor imunoregulator. Monosit berada dalam sirkulasi selama 30-72 jam sebelum menuju connective interstices untuk mengalami transformasi menjadi makrofag profesional dan bertahan selama 3 bulan.10,11 Penemuan ini
Deteksi Viabilitas Mycobacterum Leprae
juga didukung oleh studi kultur monosit dari darah pasien kusta Mitsuda positif maupun negatif menunjukkan bahwa monosit mampu memfagosit M. leprae. Dalam proses ini terdapat perbedaan, pada kusta tuberkuloid M. leprae dapat dihancurkan secara total, sedangkan pada kusta tipe lepromatosa didapatkan M. leprae yang persisten.9 Pada uji statistik Mc Nemar antara ekspresi 16S rRNA pada biopsi dan PBMC pada tipe PB dengan menggunakan PCR konvensional tidak didapatkan perbedaan secara bermakna (p>0.05), demikian pula dengan menggunakan PCR Real Time tidak didapatkan perbedaan secara bermakna (p>0.05) (Tabel 1). Hasil ini kurang sesuai dengan pendapat yang telah diterima secara luas bahwa pada kusta tipe PB tidak terjadi proses sistemik, dan tidak didapatkan M. leprae hidup karena telah berhasil dihancurkan secara sempurna oleh sistem fagosit.9 Teori bakteremia pada kusta dimulai dengan jaringan saraf tepi M. leprae yang difagosit dalam fagosom sel Schwann tanpa ada enzim lisosom sehingga M. leprae dapat bermultiplikasi dan terlindungi terhadap antibodi dan antimikroba, sehingga menyebabkan perjalanan penyakit kusta menjadi kronis. Replikasi bakteri menyebabkan terjadi migrasi perineural dan pembentukan granuloma dengan pembentukan sel lepra bervakuol pada kusta lepromatosa, sel epiteloid pada kusta tuberkuloid atau infiltrat perineural limfositik pada kusta indeterminate. Bila M. leprae dapat menembus barrier perineural sehingga memasuki aliran darah dan terjadi bakteremia. Di dalam pembuluh darah M. leprae dicerna oleh sel endotelial dan perisit, sedangkan dalam jaringan konektif M. leprae dicerna oleh makrofag profesional yang normal (kusta tuberkuloid) atau makrofag profesional yang tidak normal (kusta lepromatosa), hal tersebut menunjukkan perbedaan petanda pada bipolaritas kusta.10-12 Hal baru pada penemuan kami adalah perjalanan kusta sangat dinamis tergantung sistem imun pejamu, agen, dan interaksi keduanya. Perlu dikaji lebih lanjut tentang viabilitas M. leprae pada pasien kusta tipe PB, dan juga viabilitas M. leprae pada kusta stadium subklinis terutama di daerah hiperendemis, karena hal ini akan berperan penting dalam upaya memutus rantai transmisi. Uji perbedaan kuantitas 16S rRNA M.leprae pada sampel biopsi dan PBMC kusta tipe MB didapatkan hasil berbeda secara bermakna (p<0.05) (Tabel 1), hal ini sesuai dengan patogenesis kusta, meski terjadi bakteremia, tetapi jumlah kuman yang terdeteksi di jaringan lebih besar dibandingkan yang beredar di dalam darah tepi. Sedangkan uji perbedaan kuantitas 16S rRNA M.leprae pada sampel biopsi dan PBMC kusta tipe PB didapatkan hasil tidak berbeda bermakna (p<0.05) (Tabel 1), hal ini perlu pengkajian lebih lanjut dengan sampel yang lebih besar karena secara teoritis patogenesis kusta pada tipe PB terjadi proses penghancuran kuman di jaringan.
122
MDVI
KESIMPULAN 16S rRNA M.leprae dapat dideteksi pada sampel biopsi maupun PBMC baik dari pasien kusta tipe PB maupun MB, menunjukkan proses sistemik yang sedang terjadi. Deteksi viabilitas M.leprae berdasarkan 16S rRNA M.leprae dapat digunakan sebagai deteksi awal kusta yang berpotensi sebagai sumber transmisi, selain itu untuk evaluasi pengobatan yang berkaitan dengan potensi terjadinya relaps. DAFTAR PUSTAKA 1. Hashimoto K, Maeda Y, Kimura H, Makino M. Mycobacterium leprae infection in monocyte-derived dendritic cells and its influence on antigen-presenting function. Infection and Immunity. 2002; 70(9): 5167-76. 2. Durrheim DN, Speare R. Global leprosy elimination. J Epidemiol Community Health. 2003; 57: 316-7. 3. Rachmat H. Program pemberantasan penyakit kusta di Indonesia. Dalam: S. Emmy, Daili S, Menaldi SL, Ismiarto SP, Nilasari H. editor. Kusta, edisi ke-2, Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2003. h.1-11 4. Izumi S. Subclinical infection by Mycobacterium leprae. Int
123
Vol. 38 No. 3 Tahun 2011; 118 - 123
J Lepr. 1999; 67( 4)(Suppl): S67-71. 5. Lane J.E, Balagon MV, Dela Cruz EC, Abalos RM, Tan EV, Cellona RV, et al. Mycobactrium leprae in untreated lepromatous leprosy: more than skin deep. Clin & Exp Dermatol. 2006; 31 (3): 469. 6. Scollard D. M, Adams LB, Gillis TP, Krahenbuhl JL, Truman RW, William DL. The continuing challenges of leprosy. Clinical Microbiology Reviews. 2006; 19 (2): 338 -81. 7. Kurabachew M, Wondinu A, Ryon JJ. Reverse-TranscriptionPCR detection of M. leprae in clinical specimens. J Clin Microb. 1998; 36(5): 1352-6. 8. Hagge DA, Ray NA, Krahenbuhl JL, Adams LB. An in vitro model for the lepromatous leprosy granuloma. J Immunol. 2004; 172 : 7771-9. 9. Abulafia J, Raul A Vignale RA. Leprosy: Pathogenesis update. Int J Dermatol. 1999; 38; 321-34. 10. Abulafia J, Vignale RA. Leprosy: accessory immune system as effector of infectious, metabolic and immunologic reactions. Int J Dermatol. 2001; 40: 673-87. 11. Koul A, Hergel T, Klebl B, Ultrach A. Interplay between mycobacteria and host signaling pathways. Nature Reviews Mycrobiology. 2004; 2: 189-200. 12. Santos AR, Balassiano V, Oliveira ML, Pereira MA, Santos PB, Degrave WM, et al. Detection of Mycobacterium leprae DNA by PCR in the blood of individuals. Setor de Hanseniase, Departamento de Medicina Tropical. 2001; 96(8): 1129-33.