ARKETIPE PAHLAWAN CARL GUSTAV JUNG DALAM NOVEL DEMIAN: DIE GESCHICHTE VON EMIL SINCLAIR JUGEND Olivia Syafitri, Lisda Liyanti
Program Studi Jerman, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, Kampus UI Depok, Depok, 16424, Indonesia E-mail:
[email protected]
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk memaparkan alur dalam cerita pahlawan sebagai manifestasi dari pembentukan kepribadian individu. Kepribadian individu yang dianalisis adalah tokoh utama bernama Sinclair dalam novel berjudul Demian: Die Geschichte von Emil Sinclair Jugend. Pembentukan kepribadian Sinclair sebagai manifestasi kisah pahlawan dapat dilihat dengan menganalisis perkembangan kepribadian dari masa kanak-kanak hingga dewasa, serta menganalisis relasinya dengan tokoh-tokoh lain yang muncul di dalam novel. Penelitian ini menggunakan teori arketipe pahlawan Carl Gustav Jung dan tahapan perjalanan pahlawan Joseph Campbell. Dari hasil analisis, terlihat bahwa alur dan struktur tokoh dalam novel sesuai dengan teori yang digunakan, yaitu tiap-tiap tokoh memiliki peran dan fungsi tersendiri dalam pembentukan kepribadian Sinclair.
Carl Gustav Jung‘s Archetypes of Hero in the novel Demian: Die Geschichte von Emil Sinclair Jugend
Abstract
The objective of this study is to describe the plot of the hero’s story as a manifestation of personality formation. The studied personality is the main character in the novel Demian: Die Geschichte von Emil Sinclair Jugend named Sinclair. Sinclair’s personality as a manifestation of the hero story can be seen by analyzing the development of personality from childhood to adulthood, and to analyze its relation to other characters who appear in the novel. This study uses the theory of Carl Gustav Jung's archetypes of the hero and Joseph Campbell’s seventeen stages of monomyth. From the analysis, appears that the plot and characters structure in the novel are in accordance with the theory used. Each character has its own role and function in Sinclair’s formation of personality. Keywords: Analytical psychology, archetype, hero, Carl Gustav Jung, dream, personality, Hermann Hesse, Demian, good and evil
Pendaluhuan Dalam sejarah literatur Jerman, pencarian jati diri bukanlah tema yang baru. Karya sastra yang mengangkat tema tersebut sudah ada pada abad ke-18, misalnya novel Willhelm Meister Lehrjahre
Arketipe pahlawan..., Olivia Syafitri, FIB UI, 2013
karya J.W. von Goethe. Dalam literatur Jerman, tema tersebut diklasifikasikan dalam sebuah genre, yaitu Bildungsroman. Secara etimologi, “Bildung” berarti bentuk, formasi dan “Roman” yang berarti novel. Bildungsroman juga sering disebut sebagai novel edukasi yang subjek utamanya adalah berkembangnya pemikiran dan karakter tokoh utama dengan melalui perjalanan dari masa kecil hingga mencapai kedewasaan untuk dapat merekognisi identitas dan perannya di dunia1. Suatu karya sastra dapat digolongkan sebagai Bildungsroman apabila memiliki beberapa faktor seperti; alurnya kronologis, tokoh utama sangat dipengaruhi oleh lingkungannya dan mencapai kedewasaan. Perkembangan novel bergenre Bildungsroman dilatarbelakangi oleh perubahan politik dari monarki ke masyarakat industri kelas menengah pada akhir abad ke-18. Penulis pada masa tersebut mulai menulis untuk dan tentang orang-orang seperti dirinya, bukan lagi mengenai kaum borjuis. Hal ini menghasilkan bentuk novel yang memungkinkan mereka untuk menceritakan kejadian sehari-hari dan perkembangan diri sebuah karakter. Tidak hanya perubahan politik, perkembangan agama protestan juga mempengaruhi terbentuknya genre Bildungsroman. Karena protestan mengajarkan seseorang harus berperang dengan dirinya sendiri untuk mempercayai pengorbanan, mayoritas penganut protestan tertarik mempelajari perilaku manusia untuk menentukan cara apa yang tepat untuk mendidik anak menjadi seorang dewasa yang percaya akan sebuah pengorbanan. Masyarakat, khususnya anak muda, menyukai tipe novel seperti ini, sebab mereka dapat belajar dari pengalaman-pengalaman yang dialami karakter. Dari sekian banyak novel Jerman bergenre Bildungsroman, yang menarik perhatian penulis adalah novel Demian: Die Geschichte von Emil Sinclairs Jugend2. Buku tersebut merupakan semiautobiografi yang ditulis oleh Hermann Hesse. Novel tersebut bercerita tentang perjalanan pencarian jati diri seorang pemuda bernama Emil Sinclair. Cerita dimulai dari narasi Sinclair yang akan menceritakan kembali peristiwa-peristiwa yang mengubah hidupnya saat ia masih berumur sepuluh tahun. Semenjak kecil, Sinclair membagi dunia menjadi dua, yaitu dunia terang atau “helle Welt” dan dunia gelap atau “dunkle Welt”. Dunia terang dijabarkan Sinclair sebagai dunia di dalam dinding rumah orang tuanya, yaitu tempat semua yang baik, bersih dan ayat-ayat Injil berada. Sebaliknya, dunia gelap berada di luar lingkup rumah orang tuanya, yaitu tempat kejahatan dan kriminalitas berada. Suatu hari, Sinclair bermain bersama teman-temanya yang dipimpin oleh Franz Kromer. Mereka menceritakan berbagai cerita kenakalan mereka pada Kromer. 1
Disarikan dari: http://www.princeton.edu/~achaney/tmve/wiki100k/docs/Bildungsroman.html Diakses pada 13 Maret 2013, pukul 21:40. 2 Hesse, Hermann. (1919). “Demian: Die Geschichte von Emil Sinclairs Jugend“. Berlin: Fischer Verlag.
Arketipe pahlawan..., Olivia Syafitri, FIB UI, 2013
Tertekan karena tidak mempunyai cerita nakal untuk diceritakan, Sinclair mengarang cerita palsu mengenai apel yang dia curi. Kromer mendesak Sinclair untuk bersumpah bahwa cerita tersebut benar. Kemudian dalam perjalanan pulang, Kromer mengancam jika Sinclair tidak memberikan Kromer uang maka ia akan melaporkan Sinclair pada pemilik apel dan pihak berwajib. Takut akan ancaman Kromer, Sinclair setuju untuk membayar sejumlah uang pada Kromer. Dari sinilah dimulai keterkaitan Sinclair dengan dunia gelap yang selama ini ditakutinya. Kemunculan Max Demian, murid baru di sekolah, merubah cara Sinclair memandang dunia sekitarnya. Salah satu contohnya adalah dekonstruksi Demian terhadap salah satu cerita dalam Injil, yaitu Abel dan Kain. Dari sudut pandangnya, Demian menempatkan Kain sebagai tokoh protagonis, bukan sebagai tokoh antagonis yang selama ini dipercayai oleh penganut Nasrani pada umumnya. Dikisahkan Abel dan Kain adalah anak dari nabi Adam, mereka diminta Tuhan untuk memberikan persembahan kepada-Nya. Abel memberikan anak sulung domba miliknya, sedangkan Kain memberikan setengah tanah pertaniannya kepada Tuhan. Tuhan tidak mengindahkan persembahan Kain dan memilih persembahan Abel. Mendengar bahwa Tuhan tidak memilih persembahannya, Kain merasa iri dan marah kepada Abel. Kemudian ia membawa Abel ke padang rumput dan membunuhnya. Tuhan marah pada Kain, kemudian memberinya kutukan berupa sebuah tanda sehingga ia tidak bisa dibunuh (Kejadian 4:2). Kisah Kain yang dihukum oleh Tuhan tersebut kemudian dipertanyakan oleh Demian. Demian menganggap kutukan berupa tanda tersebut sangat aneh, sebab tanda tersebut melindungi diri Kain dan membuatnya ditakuti oleh orang lain. Demian memiliki pengaruh yang besar dalam penemuan jati diri Sinclair, bahkan ketika Demian absen dari pandangan Sinclair. Dalam perjalanan menemukan jati dirinya, Sinclair bertemu dengan berbagai figur yang sedikit banyak memiliki andil dalam mempengaruhi pencapaian jati diri Sinclair yang utuh. Pertemuan kembali Sinclair dengan Demian menjadi kebahagiaan tersendiri baginya. Sinclair merasa seperti berada di dalam tempat yang tepat. Terlebih lagi dengan kehadiran Frau Eva (ibu dari Max Demian) membuat Sinclair merasa berada di tempat yang selama ini dicaricarinya. Hubungan dengan Demian terputus selamanya ketika Demian meninggal tepat di sampingnya di sebuah klinik di sebuah barak pada Perang Dunia I. Dari sinopsis di atas, terlihat adanya perubahan kepribadian tokoh Sinclair. Kepribadian seseorang tidaklah muncul dan terbentuk dengan sendirinya, melainkan memiliki berbagai faktor pembentuk. Dalam membahas kepribadian, seringkali merujuk pada psikologi. Menurut Kurt Lewin (dalam Meinarno, Eko., Widianto., Halida. 2011) tingkah laku merupakan hasil dari fungsi lingkungan dan
Arketipe pahlawan..., Olivia Syafitri, FIB UI, 2013
kepribadian. Faktor lingkungan, menurut Lewin sangat berpengaruh dalam pembentukan kepribadian. Tidak hanya lingkungan fisik, namun juga lingkungan sosial yang bersifat dinamis. Melihat konflik yang terjadi pada tokoh utama dalam buku ini - pembentukan kepribadian menjadikan novel ini sangat menarik untuk diteliti menggunakan salah satu teori psikologi analitis Carl Gustav Jung, yaitu arketipe pahlawan. Kedua tokoh, Demian dan Franz Kromer yang diimitasi Sinclair tersebut tampak memiliki sifat serta ciri-ciri yang dapat diperbandingkan dengan karakteristik arketipe pahlawan. Masalah utama yang akan dibahas dalam jurnal ini adalah bagaimana hubungan serta peran Sinclair terhadap tokoh-tokoh lain di dalam cerita Demian: Die Geschichte von Emil Sinclairs Jugend dilihat dari teori arketipe pahlawan C.G. Jung. Tinjauan Teoretis Secara etimologis, “arketipe” berasal dari bahasa Yunani, yaitu archein dan typos. Archein berarti kuno atau asli, sedangkan typos berarti pola, model atau tipe. Kombinasi dari keduanya memunculkan arti “pola original” 3. Menurut C.G. Jung, arketipe berarti gambaran lampau atau gambaran primordial yang merupakan bagian dari psike dan sistem sosial manusia dan berasal dari ketidaksadaran kolektif. Arketipe muncul dari pengalaman masa lalu leluhur manusia yang menumpuk akibat pengalaman yang berulang dari generasi ke generasi (Platania, 1997:58-59). Arketipe, menurut C.G. Jung, dapat dianalogikan dengan insting atau naluri seperti yang dijelaskan dalam kutipan berikut: …consequently they (instinct) form very close analogies to the archetypes, close, in fact, that there is good reason for supposing that the archetypes are the unconscious images of the instincts themselves, in other words, that they are patterns of instinctual behaviour.”(1981:43-44) C.G. Jung menyatakan bahwa naluri merupakan analogi arketipe yang paling tepat dan arketipe adalah gambaran tidak sadar dari insting itu sendiri, dengan kata lain arketipe adalah pola perilaku instingtif. Sebagai contoh, bayi yang baru lahir tidak memiliki rasa takut pada kegelapan. Akan tetapi, seiring dengan berjalannya waktu dan bertambahnya usia, ia merasa bahwa kegelapan itu menyeramkan. Hal tersebut disebabkan oleh berbagai hal yang ia terima sepanjang hidupnya, seperti ajaran atau didikan orang tua, interaksi dengan orang lain, dan lain sebagainya. Tanpa disadari hal-hal tersebut masuk ke alam bawah sadarnya (unconscious) dan dianggap sebagai suatu Dikutip dari jurnal “The 12 Common Archetypes” oleh Carl Golden http://www.soulcraft.co/essays/the_12_common_archetypes.html Terakhir diakses pada tanggal 27-3-2013, pukul 11:40 WIB 3
Arketipe pahlawan..., Olivia Syafitri, FIB UI, 2013
hal yang tidak pernah ia pelajari. Kemudian, bayi yang sudah bertambah besar tersebut menjadi takut gelap, sebab dalam pikirannya kegelapan diasosiasikan dengan hal yang buruk. Dalam bukunya, C.G. Jung (1981:5) mengatakan, “Another well-known expression of the archetypes is myth and fairytale. But here too we are dealing with forms that have received a specific stamp and have been handed down through long periods of time.” Mitos dan dongeng merupakan beberapa simbol dari arketipe. Bentuk arketipe tersebut menerima tanda spesifik yang telah diturunkan dari generasi ke generasi dalam waktu yang tidak dapat dibilang sebentar, sehingga tiap individu di tiap generasi terpengaruh oleh pengalaman leluhurnya yang terdahulu. Dalam buku The Archetypes and The Collective Unconscious (1981:166) C.G. Jung menyebutkan beberapa karakteristik untuk mengidentifikasi sosok pahlawan, seperti; “The hero's main feat is to overcome the monster of darkness” yaitu pahlawan memiliki tujuan untuk membasmi kejahatan yang digambarkan dengan perkelahian dengan sosok-sosok seperti monster, naga, dan lain sebagainya. Dilatarbelakangi teori arketipe C.G.Jung muncul tahapan perjalanan pahlawan yang dikemukakan oleh Joseph Campbell dalam buku The Hero with A Thousand Faces (1949). Campbell mengembangkan teori C.G. Jung mengenai arketipe pahlawan dan membuat beberapa tahapan yang dilalui oleh setiap pahlawan, ketujuhbelas tahapan tersebut yaitu: a. Call to Adventure : panggilan awal untuk turut serta dalam petualangan. b. Refusal of the Call : penolakan terhadap panggilan untuk menghadapi tantangan petualangan. c. Supernatural Aid : pertemuan dengan figur pelindung atau pembimbing. d. The Crossing of the First Threshold : kesediaan untuk menjalani petualangan. e. The Belly of the Whale : tantangan dan ujian yang dihadapi selama bertualang f. The Road of Trials : menghadapi tantangan dan ujian dengan bantuan dari pembimbing. g. The Meeting with the Goddess : pertemuan pahlawan dengan sosok wanita yang memberikan bantuan dan sinergi dalam menjalani petualangannya. h. Woman as the Temptress : pertemuan pahlawan dengan berbagai godaan yang seringkali muncul dalam bentuk wanita. i. Atonement With The Father : perlawanan pahlawan dengan sosok Ayah ataupun sosok lain yang merepresentasikan kekuatan dan otoritas yang menguasainya. j. Apotheosis : pencapaian tingkat yang lebih tinggi dari sebelumnya karena mampu mengatasi cobaan.
Arketipe pahlawan..., Olivia Syafitri, FIB UI, 2013
k. The Ultimate Boon : pahlawan memperoleh kebijaksanaan. l. Refusal of the Return : penolakan untuk kembali pulang ke dunia lama/rumah. m. The Magic Flight : perjalanan kembali pulang ke dunia lama/rumah dengan harta yang telah ditemukan dalam fase The Ultimate Boon n. Rescue from Without : pahlawan diselamatkan dari peristiwa buruk oleh seseorang yang tidak dikenal atau pernah diabaikannya. o. The Crossing of the Return Threshold : pertarungan kembali dengan musuh yang dianggap sudah ditaklukkan. p. Master of the Two Worlds : berakhirnya petualangan, memberikan pahlawan kemampuan yang sangat dikuasainya. q. Freedom to Live : akhir dari petualangan besar pahlawan. Kelanjutan perjalanan sang pahlawan berbeda-beda, namun seringkali mereka menjadi pemimpin, guru atau pembimbing, bahkan melakukan perjalanan kembali.
Pembahasan dan Hasil Penelitian Hasil penelitian Jung ditampilkan melalui penjabaran kecocokan karakter tokoh serta alur cerita dengan teori yang digunakan. a. Demian Demian merupakan anak seorang janda yang baru pindah ke kota tempat tinggal Sinclair. Meskipun usianya lebih tua beberapa tahun, ia berada di kelas yang sama dengan Sinclair. Tokoh berikut memiliki pola pikir yang berbeda dengan lingkungan sekitarnya, hal ini dapat dilihat dari sudut pandangnya mengenai kisah-kisah dalam kitab Injil. Ich sah ihm hilflos ins Gesicht, das war ernst und klug wie stets, und auch gütig, aber ohne alle Zärtlichkeit, es war eher streng. Gerechtigkeit oder etwas Ähnliches lag darin. Ich wußte nicht, wie mir geschah; er stand wie ein Zauberer vor mir. (hlm. 29) Penggalan kalimat di atas menjelaskan bahwa Demian memiliki kharisma sebagai seorang yang bijak. Ia digambarkan sebagai pribadi yang serius serta memiliki intelegensi yang tinggi, terlihat pada kutipan di atas. Ketika Sinclair mengetahui bahwa Demian yang menyelamatkan dan mengusir Kromer dari kehidupannya, Sinclair merasa terinspirasi dan kagum kepada Demian dan mulai menganggap Demian sebagai sosok yang menjadi teladannya.
Arketipe pahlawan..., Olivia Syafitri, FIB UI, 2013
Karakteristik yang telah disebutkan di atas adalah karakteristik yang terdapat dalam arketipe The Wise Old Man, yang telah dijelaskan sebelumnya sebagai sebuah arketipe yang menjadi karakteristik dari arketipe pahlawan dengan menjelma sebagai pembimbing pahlawan. Dari penjabaran karakteristik Demian sebelumnya dapat disimpulkan bahwa tokoh Demian merupakan representasi dari The Wise Old Man atau orang tua yang bijak. Mengacu pada teori arketipe pahlawan C.G. Jung, seorang pembimbing selalu muncul ketika sang pahlawan berada dalam kesulitan, kemudian memberikan pembaruan serta pencerahan bagi sang pahlawan. b. Franz Kromer Tokoh Franz Kromer termasuk sebagai tokoh antagonis sebab sejak awal cerita, Kromer ditampilkan sebagai individu yang dekat dengan kriminalitas. Ia merepresentasikan kegelapan, musuh yang harus dilawan oleh pahlawan. Representasi kegelapan Kromer terlihat dari kutipan berikut ini; Franz Kromer war mir wohlbekannt, ich hatte Furcht vor ihm, und es gefiel mir nicht, als er jetzt zu uns stieß. Er hatte schon männliche Manieren und ahmte den Gang und die Redensarten der jungen Fabrikburschen nach. (hlm. 6) Nama Franz Kromer cukup dikenal di lingkungan tempat tinggal Sinclair sebagai anak dari keluarga yang berstatus buruk karena ayahnya adalah seorang pemabuk berat. Perilaku, gaya berbicara dan cara berjalan Kromer digambarkan seperti pekerja pabrik. Kasar dan tidak berpendidikan merupakan stereotip yang sering didengar dari pekerja pabrik dan menjelaskan karakter Kromer yang kasar. Tidak hanya itu, Kromer dengan sengaja membuat Sinclair berbohong, mengancam dan memeras uang darinya. Sifat kasar dan kejam yang dimiliki Kromer menjadi beberapa alasan Sinclair takut padanya. Kromer adalah figur yang selalu ingin dilawan tokoh utama dan merepresentasikan musuh dari pahlawan (evil). c. Emil Sinclair Dalam penelitian ini, analisis karakter Sinclair akan dibagi berdasarkan periode waktu perkembangan diri Sinclair, sebab karakter Sinclair tidak konstan seperti karakter kedua tokoh yang telah dijelaskan sebelumnya. Karakter Sinclair berubah seiring dengan berjalannya waktu, kejadian yang dialaminya serta pertemuannya dengan tokoh-tokoh lain. Hal tersebut dibuktikan dengan karakternya ketika masih kecil (berumur 10 tahun) dan dewasa.
Arketipe pahlawan..., Olivia Syafitri, FIB UI, 2013
Sinclair kecil merasa tidak memiliki kekuatan untuk memulai petualangannya ke dalam dunia kegelapan. Meskipun ia sempat jatuh ke dalam dunia gelap, ia tetap memilih untuk tinggal di dalam dunia terang dan kembali ke dalam lindungan orang tuanya memutuskan untuk tetap berada di dalam perlindungan kedua orang tuanya yang merupakan representasi dari dunia terang. Kembalinya Sinclair ke dunia terang didasari oleh ketakutannya untuk memulai hal baru yang sangat bertentangan dengan pedoman hidup keluarganya. Di usianya yang kesepuluh tahun, Sinclair masih tergolong sebagai anak-anak yang sikap serta perilaku mereka dalam kendali orang tuanya. Sedangkan Sinclair yang telah dewasa merupakan pribadi yang memegang kendali penuh atas dirinya sendiri dan tidak menginginkan dirinya diatur dan dikendalikan oleh orang lain. Karakter tersebut muncul dalam kutipan di bawah ini; “Pistorius”, sagte ich plötzlich, mit einer mir selber überraschend und erschreckend hervorbrechenden Bosheit, “Sie sollten mir wieder einmal einen Traum erzählen, einen wirklichen Traum, den Sie in der Nacht gehabt haben. Das, was Sie da reden, ist so – so verflucht antiquarisch!” (hlm. 100) Karakter Sinclair yang berani dan tegas terlihat dari kutipan perpisahan Sinclair dengan Pistorius. Sinclair merasa bahwa perkataan Pistorius terlalu menggurui. Selain itu, Sinclair menganggap bahwa Pistorius tidak mengerti diri Sinclair seutuhnya dan menganggap ajaran yang diajarkan oleh Pistorius sudah sangat kuno dan mengakhiri hubungan mereka sebagai guru dan murid. d. Tahapan Perkembangan Diri Sinclair
Endlich begann ich aus lauter Angst auch zu erzählen. Ich erfand eine große Räubergeschichte, zu deren Helden ich mich machte. In einem Garten bei der Eckmühle, erzählte ich, hätte ich mit einem Kameraden bei Nacht einen ganzen Sack voll Äpfel gestohlen, und nicht etwa gewöhnliche, sondern lauter Reinetten und Goldparmänen, die besten Sorten. (hlm. 7) Kutipan di atas merepresentasikan fase Call to Adventure, yaitu panggilan awal untuk ikut serta dalam petualangan. Dalam cerita ini, panggilan tersebut ditandai oleh pertemuan Sinclair dengan Kromer, karena semenjak bertemu Kromer, Sinclair melakukan hal yang bertolak belakang dengan dunia terang yang didiaminya, yaitu berbohong. Sinclair membuat cerita palsu tentang pencurian apel untuk membuat kagum Kromer. Cerita palsu yang dikarangnya ternyata menyeretnya lebih dalam ke dunia gelap. Ia diperdaya dan diperas oleh Kromer. Ancaman yang diberikan Kromer
Arketipe pahlawan..., Olivia Syafitri, FIB UI, 2013
memaksa Sinclair untuk mencuri uang di rumahnya sendiri dan melakukan lebih banyak kebohongan untuk menutupi kebohongan yang ia buat sebelumnya. Mein Zustand zu jener Zeit war eine Art von Irrsinn. Mitten im geordneten Frieden unseres Hauses lebte ich scheu und gepeinigt wie ein Gespenst, hatte nicht teil am Leben der andern, vergaß mich selten für eine Stunde. (hlm. 19) Melalui kutipan kalimat di atas, dapat dilihat bahwa Sinclair menolak untuk masuk ke dalam dunia gelap dan memulai petualangannya. Pada periode berikut, Sinclair tidak menjadi subjek, melainkan menjadi objek yang membutuhkan pertolongan karena ia hidup dalam penderitaan dan ketakutan dalam menghadapi dunia baru, yaitu dunia gelap yang direpresentasikan oleh Kromer. Periode berikut termasuk dalam tahapan Refusal of the Call. Selama Sinclair berada di bawah tekanan Kromer, ia bertemu dengan seseorang bernama Demian. Demian memberikan Sinclair cara baru dalam memandang hidup, yaitu dengan menceritakan kisah Abel dan Kain. Cerita mengenai Abel dan Kain versi Demian selalu diingat oleh Sinclair. Ich kam nach Hause, und mir schien, ich sei ein Jahr lang weg gewesen. Alles sah anders aus. Zwischen mir und Kromer stand etwas wie Zukunft, etwas wie Hoffnung. Ich war nicht mehr allein! (hlm.32) Dari kutipan kalimat di atas dapat dikatakan bahwa Sinclair bertemu dengan figur pelindung dan pembimbingnya, yaitu Demian. Figur pembimbing yang seringkali digambarkan dengan kemunculan lelaki tua tidak muncul dalam novel ini, namun tokoh Demian sudah memenuhi fungsi sebagai pembimbing Sinclair. Selain itu, Demian telah menyelamatkan Sinclair dari tekanan Kromer. Periode ini termasuk dalam tahap Supernatural Aid. Cerita Demian mengenai dua pencuri yang ikut disalib bersama Yesus terngiang di pikiran Sinclair. Sinclair mulai merasa ragu dengan ajaran-ajaran agama yang diajarkan padanya. Hal tersebut terjadi ketika Sinclair dikonfirmasi, ia kemudian mempertanyakan nilai dan tujuan dari konfirmasi tersebut. Doch ich mochte tun, was ich wollte, der Gedanke war da, und er verband sich mir allmählich mit dem an die nahe kirchliche Feier, ich war bereit, sie anders zu begehen als die andern, sie sollte für mich die Aufnahme in eine Gedankenwelt bedeuten, wie ich sie in Demian kennengelernt hatte. (hlm. 51)
Arketipe pahlawan..., Olivia Syafitri, FIB UI, 2013
»Wir reden zuviel«, sagte er mit ungewohntem Ernst. »Das kluge Reden hat gar keinen Wert, gar keinen. Man kommt nur von sich selber weg. Von sich selber wegkommen ist Sünde. Man muß sich in sich selber völlig verkriechen können wie eine Schildkröte.« (hlm. 51) Kutipan di atas menandakan bahwa Sinclair telah bersedia dan siap untuk melintasi dunia baru yang belum ia kenal sama sekali. Sinclair bahkan mengakui bahwa ia sudah berani untuk bersikap berbeda dengan orang lain. Terlihat ketika ia terlibat dalam perdebatan dengan temannya, Sinclair mampu menguasai jalannya perdebatan dan membuat lawannya terdiam dan kesal. Ajaran yang diberikan Demian memberikan pengaruh pada Sinclair. Kini ia berani mengungkapkan pendapatnya dan tidak peduli dengan cemoohan orang lain padanya. Perubahan sikap tersebut menunjukkan bahwa Sinclair telah memasuki tahapan Crossing of the first threshold. Usai konfirmasi, orang tua Sinclair mengirimkannya ke sebuah asrama laki-laki untuk bersekolah disana. Sinclair bukan lagi seorang anak yang hidup di bawah bayang-bayang peraturan, kedisiplinan dan cahaya keluarganya, kini ia telah berubah sepenuhnya. Selama bersekolah di asrama tersebut, Sinclair sering mabuk-mabukan dan mengabaikan sekolahnya. Dabei war mir jammervoll zumute. Ich lebte in einem selbstzerstörerischen Orgiasmus dahin, und während ich bei den Kameraden für einen Führer und Teufelskerl, für einen verflucht schneidigen und witzigen Burschen galt, hatte ich tief in mir eine angstvolle Seele voller Bangnis flattern. (hlm. 59) Kegiatan Sinclair yang penuh dengan mabuk-mabukkan merupakan bentuk ekspresi kekesalannya pada hidupnya. Ia kesal kepada Demian yang telah membawanya masuk ke dunia yang tidak dikenalnya, namun ia juga merasa rindu dan kehilangan Demian. Dapat dikatakan bahwa Sinclair kehilangan arah dalam perjalanannya, ia merasa kesepian, sendiri dan menjadi pesimis untuk mencapai tujuannya. Penjabaran di atas merupakan bentuk ujian pertama yang dihadapi oleh Sinclair, ia tersesat di dalam dunia barunya. Pada masa berikut ini, Sinclair berada dalam tahapan The Belly of the Whale. Kehadiran sosok wanita bernama Beatrice membawa perubahan yang sangat besar. Sinclair menjadi bersemangat, tidak lagi mabuk-mabukan, sinis dan muram. Kini ia menemukan tujuan hidupnya, bahkan memulai kegiatan baru, yaitu melukis. Perubahan Sinclair tersebut nampak dalam kutipan berikut;
Arketipe pahlawan..., Olivia Syafitri, FIB UI, 2013
Dieser Kult der Beatrice änderte mein Leben ganz und gar. Gestern noch ein frühreifer Zyniker, war ich jetzt ein Tempeldiener, mit dem Ziel, ein Heiliger zu werden. (hlm. 64) Die freundliche Ruhe jener Wochen und Monate der Beatricezeit war lang vergangen. Damals hatte ich gemeint, eine Insel erreicht und einen Frieden gefunden zu haben. (hlm. 76) Dari penjabaran di atas, dapat dikatakan bahwa pertemuan Sinclair dengan Beatrice termasuk dalam tahapan The Meeting with The Goddess sebab Sinclair memperoleh kekuatannya setelah bertemu dengan Beatrice. Pertemuan dengan Beatrice pula yang membuatnya bangkit dari keterpurukan dan pemusnahan diri. Secara tidak langsung, Beatrice adalah penolong Sinclair dalam menjalani petualangannya. Setelah lama berimajinasi dan mengagumi sosok wanita pujaannya, Beatrice, Sinclair menyadari bahwa Beatrice adalah representasi dari Demian, yaitu ketika ia melihat ke lukisan Beatrice yang dilukisnya, Sinclair yakin bahwa wajah Sinclair adalah wajah Demian. Hal tersebut menggambarkan bahwa lukisan dan kekagumannya terhadap Beatrice merupakan bentuk ekspresi dirinya sendiri yang rindu akan sosok Demian. Das Mädchen, das ich Beatrice nannte, begegnete mir noch oft. Ich fühlte keine Bewegung mehr dabei, aber stets ein sanftes Übereinstimmen, ein gefühlhaftes Ahnen: du bist mir verknüpft, aber nicht du, nur dein Bild; du bist ein Stück von meinem Schicksal. (hlm. 67) Kutipan di atas menunjukkan periode ketika Sinclair sadar bahwa Beatrice hanyalah salah satu bagian dari takdirnya. Sinclair telah melewati berbagai cobaan dan mampu bertahan hingga akhirnya ia kini berada di tingkat pemahaman hidup yang lebih tinggi daripada sebelumnya. Pencapaian tingkat yang lebih tinggi tersebut dilatarbelakangi oleh pemahamannya terhadap tujuan hidupnya dan makna dari petualangan yang dijalaninya. Oleh karena itu, periode ini dapat dimasukkan ke dalam fase Apotheosis. Sinclair mencapai tujuan akhir dari perjalanannya ketika ia akhirnya mengetahui makna dari surat yang tidak diketahui pengirimnya. Ia mengerti, bahwa makna yang tersembunyi dari frase Der Vogel kämpft sich aus dem Ei adalah simbol dari dirinya sendiri, Sinclair harus berjuang untuk menerobos keluar dari dunianya untuk dapat menemukan pencerahan. Pencerahan tersebut disimbolkan oleh Abraxas, yaitu Tuhan yang memiiki dua sifat, baik dan jahat. Etwa dieser Art waren unsere Gespräche. Selten brachten sie mir etwas völlig Neues, etwas ganz und gar Überraschendes. Alle aber, auch das banalste, trafen mit leisem stetigem
Arketipe pahlawan..., Olivia Syafitri, FIB UI, 2013
Hammerschlag auf denselben Punkt in mir, alle halfen an mir bilden, alle halfen Häute von mir abstreifen, Eierschalen zerbrechen, und aus jedem hob ich den Kopf etwas höher, etwas freier, bis mein gelber Vogel seinen schönen Raubvogelkopf aus der zertrümmerten Weltschale stieß. (hlm. 85) Pemahaman Sinclair terhadap cara pencapaian diri yang disimbolkan dengan kutipan mengenai Abraxas merupakan bukti dari pencapaian tujuannya. Pencapaian tersebut tidak menjelma sebagai sebuah benda melainkan pemahaman Sinclair atas makna hidup. Penjabaran di atas menegaskan bahwa periode ini termasuk dalam fase The Ultimate Boon. Dalam fase Rescue from Without, Sinclair tanpa disengaja menyelamatkan Knauer, anak laki-laki yang pernah meminta pertolongan kepada Sinclair, namun permohonan tersebut ditolak oleh Sinclair. Penolakan Sinclair tersebut dikarenakan Sinclair tidak merasa yakin dengan kemampuan dirinya sendiri untuk membantu orang lain meskipun ia telah mencapai pemahaman dalam fase The Ultimate Boon. Sinclair terus menerus memikirkan ketidakmampuannya membantu Knauer untuk keluar dari masalahnya hingga akhirnya pada suatu malam, ia merasa ada sebuah kekuatan asing yang menggiring Sinclair keluar rumahnya. Ketika Sinclair keluar dari rumahnya, tanpa disengaja ia bertemu dengan Knauer yang berniat untuk bunuh diri. Ich führte den Jungen eine Strecke weit am Arm. Es sprach aus mir: »Jetzt gehst du nach Hause und sagst niemand etwas! Du bist den falschen Weg gegangen, den falschen Weg! Wir sind auch nicht Schweine, wie du meinst. Wir sind Menschen. Wir machen Götter und kämpfen mit ihnen, und sie segnen uns.« (hlm. 98) Kutipan di atas merupakan ucapan Sinclair kepada Knauer ketika ia mengetahui bahwa Knauer berencana untuk bunuh diri. Dari pernyataan Sinclair tersebut dapat dilihat bahwa Sinclair memberikan bimbingan pada Knauer dengan mengatakan bahwa ia berada di jalan yang salah dan hidup tidak seburuk yang dikira. Eigentümlich und zuweilen komisch war das Verhältnis, in welches der mißglückte Selbstmörder Knauer zu mir getreten war… Oft war er mir lästig und wurde herrisch weggeschickt, aber ich spürte doch: auch er war mir gesandt, auch aus ihm kam das, was ich ihm gab, verdoppelt in mich zurück, auch er war mir ein Führer, oder doch ein Weg. Die tollen Bücher und Schriften, die er mir zutrug und in denen er sein Heil suchte, lehrten mich mehr, als ich im Augenblick einsehen konnte. (hlm. 98)
Arketipe pahlawan..., Olivia Syafitri, FIB UI, 2013
Dalam cerita-cerita kepahlawanan, biasanya yang diselamatkan dari bahaya dalam tahapan ini adalah tokoh utama, yaitu sang pahlawan itu sendiri. Akan tetapi dalam cerita berikut ini, fase rescue from without tidak terlihat secara eksplisit melainkan hadir secara tersirat. Makna tersirat tersebut muncul dalam kutipan di atas yang menjelaskan keberlangsungan hubungan Sinclair dengan Knauer serta pengaruh kejadian tersebut bagi Sinclair. Pada dasarnya, yang diselamatkan adalah Sinclair sebab kemunculan Knauer telah membuat Sinclair sadar bahwa ia memiliki tugas untuk membantu orang lain. Ketika Sinclair kuliah, ia bertemu kembali dengan Demian. Keberadaan Demian dan ibunya, Frau Eva, dijadikan Sinclair sebagai zona amannya. Meskipun telah kembali berada di tempat amannya, Sinclair ternyata masih harus menghadapi sebuah pertarungan. Pertarungan tersebut merupakan pertarungan Sinclair melawan ketakutannya kehilangan pembimbing lagi, yaitu Demian. Ketakutan Sinclair dilatarbelakangi oleh prediksi Demian bahwa akan terjadi perang dan hal tersebut berarti mereka berdua akan kembali berpisah untuk kesekian kalinya. Akan tetapi Sinclair melalui fase tersebut tanpa kesulitan yang berarti. Demian hatte recht, sentimental war das nicht zu nehmen. Merkwürdig war nur, daß ich nun die so einsame Angelegenheit »Schicksal« mit so vielen, mit der ganzen Welt gemeinsam erleben sollte. Gut denn! Ich war bereit. (hlm. 130) Penggalan kalimat di atas membuktikan bahwa Sinclair telah menguasai inti dari kehidupan dan ia siap untuk menghadapi berbagai rintangan lain. Dalam fase Master of the Two Worlds Sinclair telah menjadi tuan dari dirinya sendiri karena ia telah mampu menguasai ketakutannya. Fase Freedom to Live merupakan fase terakhir dari perjalanan seorang pahlawan. Perang telah dimulai, Sinclair dan Demian keduanya masuk ke dalam barisan pertahanan namun tidak pernah bertemu hingga pada suatu waktu, Sinclair terluka di medan perang sehingga ia diharuskan untuk dirawat. Di samping Sinclair ternyata terbaring Demian yang kemudian menyapanya dan meminta izin untuk pergi. Kepergian Demian bermakna kematian, sebab ia sempat mengatakan bahwa ia tidak akan dapat menemani Sinclair lagi. Setelah kematian Demian, Sinclair mencoba untuk hidup di dalam dunia yang ia inginkan. Meskipun kepergian Demian sangat menyedihkan baginya, ia mencoba untuk dapat menjalani hidupnya sendiri tanpa Demian.
Kesimpulan
Arketipe pahlawan..., Olivia Syafitri, FIB UI, 2013
Dari analisis yang dilakukan, terlihat bahwa alur dan struktur tokoh dalam novel sesuai dengan teori arketipe pahlawan yang digunakan. Pembentukan kepribadian Sinclair sebagai manifestasi kisah pahlawan dapat dilihat dengan analisis yang dilakukan terhadap perkembangan kepribadian Sinclair dari masa kanak-kanak, remaja, hingga dewasa. Selain itu relasinya dengan tokoh Demian dan Franz Kromer pun dianalisis sesuai dengan karakteristik pahlawan seperti yang dijelaskan C. G. Jung dalam Man and His Symbols (1964). Dari hasil analisis yang didapat, terbukti bahwa di dalam novel Demian: Die Geschichte von Emil Sinclairs Jugend, tokoh Franz Kromer dan Demian masing-masing memiliki peran serta pengaruh besar dalam perkembangan diri Sinclair serta sesuai dengan teori arketipe pahlawan C.G.Jung dan tahapan perjalanan pahlawan Joseph Campbell. Dalam cerita ini, tokoh Franz Kromer merepresentasikan sosok evil atau penjahat yang selalu muncul dalam kisah-kisah pahlawan. Selain itu, tokoh Demian merupakan representasi dari figur The Wise Old Man atau pembimbing sang pahlawan. Tahapan petualangan sang pahlawan juga telah dibuktikan kesesuaiannya dengan pengembangan teori arketipe pahlawan C.G. Jung oleh Joseph Campbell (1949). Dari hasil analisis, ditemukan dua belas tahapan dari tujuh belas tahapan perjalanan pahlawan, yaitu: a) tahapan Call to Adventure, b) tahapan Refusal of The Call, c) Supernatural Aid, d) Crossing The First Threshold e) Belly of The Whale, f) Meeting with Goddess, g) Atonement with Father, h) Apotheosis, i) The Ultimate Boon, j) Rescue from Without, k) Master of The Two Worlds, dan l) Tahapan Freedom to Live. Meskipun tidak seluruh fase perjalanan sang pahlawan ditemukan dalam novel, sebagian besar fase tersebut muncul, yaitu 12 dari 17 tahapan perjalanan pahlawan terdapat di dalam cerita Demian. Hasil analisis tahapan perjalanan pahlawan membuktikan bahwa dalam cerita perkembangan diri manusia selalu ditemukan fase-fase perjalanan dengan pola yang hampir sama karena petualangan pahlawan adalah representasi dari perjalanan manusia yang mencari jati dirinya.
Daftar Referensi
Pustaka Utama: Hesse, Hermann. (1972). Demian: Die Geschichte von Emil Sinclairs Jugend. Berlin: Fischer Verlag.
Arketipe pahlawan..., Olivia Syafitri, FIB UI, 2013
Pustaka Acuan : Boeree, George. (2001). Carl Jung. PSY 345 (5 Maret 2013) Campbell, Joseph. (1949). The Hero With A Thousand Faces. New Jersey: Princeton University Press. Esselborn-Krumbiegel, Helga. (1991). Erläuterungen und Dokumente: Hermann Hesse – Demian. Germany: Philipp Reclam. Esselborn-Krumbiegel, Helga. (1998). Hermann Hesse: Demian/Unterm Rad. Muenchen: Oldenbourg. Jung, Carl Gustav. (1981). The Archetypes and The Collective Unconscious, Collected Works, Vol.9. London: Routledge. Jung, Carl Gustav. (1964). Man and His Symbols. New York: Anchor Press Meinarno, Eko., Widianto., Halida. (2011). Manusia dalam Kebudayaan dan Masyarakat. Jakarta: Salemba Humanika. Platania, Jon. (1997). Jung For Beginners. London: Writers and Readers. Singh, Sikander. (2006). Hermann Hesse. Germany: Philipp Reclam. Stevens, Anthony. (1994). Jung: A Very Short Introduction. United Kingdom: Oxford University Press. Saul, Nicholas. (Ed.). (2002). Philosophy and German Literature, 1700-1990. United Kingdom: Cambridge University Press
Sumber Internet: Au, John. (2011). The Bildungsroman Genre: Defining the Old, the New, and the Same. St. John Fisher College. Terakhir diakses pada 13 Maret 2013, pukul 8:45. http://ja00785.files.wordpress.com/2011/04/ess-final-research-paper-52.pdf Heisig, James. (1999). Jung, Christian and Buddhism. Nanzan Bulletin, 23. Terakhir diakses pada 13 Maret 2013, pukul 8.56 WIB. http://www.thezensite.com/non_Zen/Jung_Christianity_and_Buddhism.pdf Jung's Hero: The New Form of Heroism. Diakses dari http://jungiancenter.org/essay/jungs-heronew-form-heroism Pietrafetta, Matthew. (2009). The Bildungsroman: A desire for form and a form for desire. Terakhir diakses tanggal 13 Maret 2013, pukul 12.34 WIB http://udini.proquest.com/view/thebildungsroman-a-desire-for-form-pqid:1987647861/
Arketipe pahlawan..., Olivia Syafitri, FIB UI, 2013