PROGRAM STUDI TRANSFER S-1 KEPERAWATAN STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2015 Arifin Puguh Waskitho
Peran Keluarga Terhadap Proses Penyembuhan Pasien Perilaku Kekerasan Di Panti Rehabilitasi Mental Wisma Budi Makarti Boyolali
Abstrak
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri maupun orang lain. Penderita gangguan jiwa seberat apapun bisa pulih asalkan mendapatkan pengobatan dan dukungan psikososial yang dibutuhkannya. Penelitian ini untuk mengetahui peran keluarga terhadap proses penyembuhan pasien dengan perilaku kekerasan di Panti Rehabilitasi Mental Wisma Budi Makarti Boyolali. Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif, dengan menggunakan pendekatan deskriptif fenomenology. Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan metode purposive sampling. Partisipan dalam penelitian ini adalah 3 anggota keluarga pasien yang mengalami gangguan jiwa perilaku kekerasan di Panti Rehabilitasi Mental Wisma Budi Makarti Boyolali. Teknik analisa yang digunakan pada penelitian ini adalah menggunakan metode Collaizi Keluarga memberi peran yang baik terhadap pasien dengan gangguan jiwa perilaku kekerasan. Didapatkan tema antara lain memberikan dukungan finansial dan dukungan emosional, menjaga kepatuhan dalam minum obat, memberikan perhatian, memahami perasaan, memperdulikan, menjaga perasaan, memberikan kesempatan dan memeriksakan pasien secara rutin. Dalam penelitian ini bentuk dukungan finansial yang diberikan oleh keluarga terhadap pasien perilaku kekerasan berupa membiayai pengobatan dan mencukupi kebutuhan sehari-hari. Penderita gangguan jiwa seberat apapun bisa pulih asalkan mendapatkan pengobatan dan dukungan psikososial yang dibutuhkannya. Mereka bisa pulih dan kembali hidup di masyarakat secara produktif, baik secara ekonomis maupun secara sosial.
Kata Kunci : Peran keluarga, dukungan keluarga, perilaku kekerasan Daftar Pustaka : 36 (2005-2015)
PENDAHULAN Keperawatan jiwa menurut American Nurses Association (2007) adalah area khusus dalam praktek keperawatan yang menggunakan ilmu tingkah laku manusia sebagai dasar dan menggunakan diri sendiri secara teraupetik dalam meningkatkan, mempertahankan, memulihkan kesehatan mental klien dan kesehatan mental masyarakat dimana klien berada (Kusumawati dan Hartono, 2010). Kesehatan Jiwa bukan hanya suatu keadaan tidak gangguan jiwa, melainkan mengandung berbagai karakteristik meliputi perawatan langsung, komunikasi dan manajemen, bersifat positif yang menggambarkan keselarasan dan keseimbangan kejiwaan yang mencerminkan kedewasaan kepribadian yang bersangkutan (Sudirman, 2008). Badan Kesehatan Dunia WHO (2001) menyebutkan angka kejadian gangguan jiwa diperkirakan 450 juta orang di seluruh dunia mengalami gangguan mental, sekitar 10% orang dewasa mengalami gangguan jiwa saat ini dan 25% penduduk diperkirakan akan mengalami gangguan jiwa pada usia tertentu selama hidupnya. Usia ini biasanya terjadi pada dewasa muda antara usia 18 sampai 21 tahun (Hawari, 2007). Berdasarkan hasil sensus penduduk Amerika Serikat tahun 2004, diperkirakan 26,2 % penduduk yang berusia 18 sampai 30 tahun atau lebih mengalami gangguan jiwa. Diperkirakan bahwa 2% sampai 3% dari jumlah penduduk Indonesia menderita gangguan jiwa berat. Bila separuh dari mereka memerlukan perawatan dirumah sakit dan jika penduduk indonesia berjumlah 120 juta orang maka ini berarti bahwa 120 ribu orang dengan gangguan jiwa berat memerlukan perawatan di rumah sakit. Padahal yang tersedia sekarang hanya kira-kira 10.000 tempat tidur (Yosep, 2007). Di Indonesia, menurut data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, prevalensi gangguan mental emosional berjumlah 11,6% dari populasi orang dewasa. Bila dihitung menurut jumlah
populasi orang dewasa Indonesia sebanyak lebih kurang 150.000.000 orang berarti terdapat 1.740.000 orang yang mengalami gangguan mental emosional (Depkes RI, 2010). Gangguan jiwa merupakan salah satu dari empat masalah kesehatan utama, baik di negara maju maupun negara berkembang. Gangguan jiwa tidak hanya dianggap sebagai gangguan yang menyebabkan kematian secara langsung, namun juga menimbulkan ketidak mampuan individu untuk berperilaku tidak produktif. Salah satu bentuk masalah gangguan mental emosional yang dialami sebagian besar pasien adalah perilaku kekerasan. Pasien dapat melakukan perilaku kekerasan kepada orang lain, lingkungan maupun terhadap dirinya sendiri (Hawari, 2009). Penderita gangguan jiwa seberat apapun bisa pulih asalkan mendapatkan pengobatan dan dukungan psikososial yang dibutuhkannya. Mereka bisa pulih dan kembali hidup di masyarakat secara produktif, baik secara ekonomis maupun secara sosial. Sebagian besar dari mereka bisa terbebas dari keharusan minum obat. Hanya saja, seperti juga kesehatan badan, kesehatan jiwa tetap harus dipelihara dan ditingkatkan.Tanpa pemeliharaan, baik kesehatan fisik maupun jiwa seseorang bisa kembali jatuh sakit (Setiahadi, 2014). Peran keluarga terhadap proses penyembuhan pasien gangguan jiwa, diantaranya: memberikan bantuan utama terhadap penderita gangguan jiwa, pengertian dan pemahaman tentang berbagai manifestasi gejala-gejala sakit jiwa yang terjadi pada penderita, membantu dalam aspek administrasi dan finansial yang harus dikeluarkan dalam selama proses pengobatan penderita, untuk itu yang harus dilakukan oleh keluarga adalah nilai dukungan dan kesediaan menerima apa yang sedang dialami oleh penderita serta bagaimana kondisi kesehatan penderita dapat dipertahankan setelah diklaim sehat oleh tenaga psikolog, psikiater, neurolog, dokter, ahli gizi dan terapis dan kembali
menjalani hidup bersama keluarga dan masyarakat sekitar (Salahuddin, 2009). Hasil penelitian Wuryaningsih, dkk (2013) yang meneliti tentang “Pengalaman Keluarga Mencegah Kekambuhan Perilaku Kekerasan Pasien Pasca Hospitalisasi RSJ” menunjukkan bahwa terdapat 5 tema yang menggambarkan pengalaman keluarga tersebut yaitu pengetahuan keluarga terhadap riwayat perilaku kekerasan, kepekaan keluarga terhadap pencetus kekambuhan, cara pengendalian pasien untuk mencegah kekambuhan, kepedulian keluarga sebagai upaya pencegahan kekambuhan, dan kepasrahan dalam menerima kondisi pasien. Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan di Panti Rehabilitasi Mental Wisma Budi Makarti Boyolali tanggal 31 Desember 2014 dengan dua orang keluarga pasien yang mempunyai keluarga dengan perilaku kekerasan, diketahui bahwa saat mengalami kekambuhan di rumah, pasien menunjukkan perilaku kekerasan seperti mengamuk. Berdasarkan fenomena tersebut maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul “Peran keluarga terhadap proses penyembuhan pasien perilaku kekerasan di Panti Rehabilitasi Mental Wisma Budi Makarti Boyolali”.
Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan metode purposive sampling yaitu pengambilan sampel didasarkan atas berbagai pertimbangan tertentu, dengan kecenderungan peneliti untuk memilih informannya berdasarkan posisi dengan akses tertentu yang dianggap memiliki informasi yang berkaitan dengan permasalahan secara mendalam dan dapat dipercaya sebagai sumber data. Alat penelitian dan cara pengumpulan data Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu dengan bersifat alami (naturalistik), yakni dengan wawancara. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode collaizi.ada tiga langkah proses keabsahan data pada penelitian kualitatif, yaitu menggunakan pendekatan transferability, pendekatan dependability, pendekatan trasferbaliti. Etika Penelitian
Prinsip dasar etik merupakan landasan untuk mengatur kegiatan suatu penelitian. Pengaturan ini dilakukan untuk mencapai kesepakatan sesuai kaidah penelitian antara peneliti dan subjek penelitian. Subjek pada penelitian kualitatif adalah manusia dan peneliti wajib mengikuti seluruh prinsip etik penelitian selama melakukan penelitian. HASIL PENELITIAN Penelitian ini dilakukan pada 21 Februari 2015 sampai dengan 23 Maret 2015. TEMA 1. Dukungan Finansial
METODE PENELITIAN Jenis dan rancangan penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan rancangan penelitian deskriptif studi fenomenologi. Populasi dan Sampel
Populasi penelitian adalah setiap subyek (misalnya manusia, pasien) yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan. Populasi dalam penelitian adalah semua keluarga yang anggota keluarganya yang mengalami gangguan jiwa perilaku kekerasan dan dirawat di Panti Rehabilitasi Mental Wisma Budi Makarti Boyolali.
Dalam tema dukungan finansial didapatkan sub tema: 1) membiayai pengobatan, 2) mencukupi kebutuhan. Berikut pernyataan dari partisipan: “… ya harus membiayainya, namanya juga keluarga…” (P01) “… pokoknya saya dibiayai sampai kondisinya bagus mas, walaupun dengan biaya sendiri mas …” P(02) Partisipan 1 mengatakan harus membiayai karena pasien merupakan keluarga dan partisipan 2 mengatakan membayai pasien sampai kondisi pasien bagus. “… yaa yang dibutuhkan apa kita belikan…” (P01)
“… kita cukupi kebutuhannya misalnya bapak butuh sabun atau perlengkapan mandi kita bawakan …” P(03)
“…wah harus disiapkan …” P(03) Partisipan 2 dan partisipan 3 mengatakan ketika akan memberikan obat kepada pasien harus disiapkan terlebih dahulu.
Partisipan 1 dan partisipan 3 mengatakan mencukupi kebutuhan pasien.
“…ya ditunggu mas...” P(01)#
TEMA 2. Dukungan Emosional
“... saya tunggu ...” P(02)
Dalam tema dukungan emosional didapatkan sub tema: 1) memotivasi, 2) bersabar, 3) memberi semangat. Berikut pernyataan dari partisipan:
“... ditunggu mas, jangan sampai dibuang…” P(03) Ketiga partisipan mengatakan mengatakan obat yang sudah disiapkan ditunggu.
“… bapak yang ngasih motivasi ...”
“... sampai obatnya diminum, karena Mas E merasa tidak sakit…” P(01)
P(01) “… biasanya kita beri motivasi mas ...’’ P(02) Partisipan 1 dan partisipan 2 mengatakan memotivasi pasien perilaku kekerasan. “... ya harus sabar soalnya mas E sulit orangnya… “ P(01) “... harus sabar soalnya masih muda …” P(02) “… saya suruh keluarga sabar, bapak kan juga sudah tua…” P(03)
“... sampai benar diminum…” P(02) Partisipan 1 mengatakan sampai obatnya diminum karena pasien merasa tidak sakit, sedangkan partisipan 2 mengatakan sampai benar diminum. TEMA 4. Pengawasan Dosis Obat Dalam tema pengawasan dosis didapatkan sub tema yaitu kesesuaian dosis. Berikut pernyataan dari partisipan: “…ya sesuai anjuran perawat dan resep dokternya mas...” P(01)
Ketiga partisipan mengatakan bersabar untuk merawatat pasien perilaku kekerasan. “..biasanya bapak menasihatinya, memperhatikannya dan kasih semangat buat mas E... “ (P01) “... yaa saya perhatikan saya beri semangat ...” (P02) Partisipan 1 dan partisipan 2 mengatakan memberikan semangat kepada pasien perilaku kekerasan. TEMA 3. Pengawasan Persiapan Minum Obat Dalam tema pengawasan persiapan minum obat didapatkan 3 sub tema: 1) disiapkan, 2) ditunggu dan 3) diminum. Berikut pernyataan dari partisipam: “.. pokoknya disiapkan dulu…” P(02)
“…ya sesuai resep dokter, biasanya lihat dibungkusnya ada…” (P02) Partisipan 1 dan partisipan 2 mengatkan pemberian obat sesuai dengan resep yang diberikan dokter dan anjuran dari perawat. TEMA 5. Pengawasan Ketepatan Waktu Minum Obat Ditema pengawasan ketepatan waktu didapatkan sub tema yaitu ketepatan waktu. Berikut pernyataan dari partisipan: “... jangan sampai terlambatlah …” P(01) “… jangan telat mas, kalau telat yaa mungkin gak lama..” P(02) “… kalau bisa jangan terlambat mas…” P(03)
sampai
Ketiga partisipan mengatakan dalam pemberian obat tidak boleh terlambat. TEMA 6. Keluarga Bersikap Empati Dalam tema empati didapatkan 3 sub tema: 1). Memperhatikan, 2) memahami, 3) peduli. Berikut pernytaan dari partisipan: “… ya diperhatikan mas, jangan omong kasar sama mas E…” P(01) “…selalu diperhatikan, disayang bagaimanapun juga dia anak saya…” P(02) Partisipan 1 dan partisipan 2 mengungkapkan memperhatikan pasien perilaku kekerasan.
Partisipan 1 dan partisipan 3 mengatakan harus menjaga perasaan pasien perilaku kekerasan. TEMA 8. Pengalihan Perhatian Dalam tema ini didapatkan sub tema yaitu rekreasi. Berikut pernyataan dari partisipan: “… mengajak anak saya ini jalanjalan, saya bonceng naik motor keliling desa atau melihat sawah pemandangan, kadang ke bandara…(P02) “… bapak kadang-kadang jalan-jalan ...” P(03)
diajak
“ mencoba memahami apa yang dipikirkannya…“ P(01)
Partisipan 2 mengatakan mengajak pasien jalan-jalan, partisipan 3 mengatakan kadang jalan-jalan untuk refreshing.
“…saya pahami apa yang anak saya mau…“ P(02)
TEMA 9. Kesehatan
Partisipan 1 dan partisipan 2 mengatkan mencoba untuk memahami apa yang dipikirkan pasien perilaku kekerasan. “…
yang
penting
kepeduliannya terhadap anak saya…” P(02)
“… semua keluarga memperdulikan bapak mas …” P(03) Partisipan 2 mengatakan yang penting kepedulian terhadap pasien perilaku kekersan sedangkan partisipan no 3 mengatakan semua keluarga peduli terhadap pasien. TEMA 7. Menciptakan Lingkungan Yang Kondusif Dalam tema ini didapatkan sub tema yaitu menjaga perasaan pasien. Berikut ungkapan dari partisipan: “… kalau bisa jangan menyingung, harus menjaga perasaan…” P(01) “…yaa anak-anaknya harus menjaga perasaan bapak, kalau ingat ibu ya harus mengalihkan perhatiannya jangan sampai menyinggungnya…” P(03)
Upaya
Mencari
Pelayanan
Dalam tema ini didapatkan sub tema yaitu periksa, berikut ungkapan dari partisipan: “… 2 minggu dibawa ke panti untuk kontrol mas…” (P01) “… kontrol jangan sampai terlambat lama mas…” (P02) Partisipan 1 mengatakan 2 minggu pasien dibawa ke panti untuk periksa, sedangkan partisipan 2 mengatakan periksa jangan sampai terlambat. PEMBAHASAN Dalam penelitian ini bentuk dukungan finansial yang diberikan oleh keluarga terhadap pasien perilaku kekerasan berupa membiayai pengobatan dan mencukupi kebutuhan sehari-hari. Hal ini sesuai dengan pendapat Iklima (2010) dalam penelitiannya mengatakan bahwa bentuk dukungan seperti penyediaan materi yang dapat memberikan pertolongan langsung seperti mencukupi kebutuhan, pemberian barang, makanan dan membiayai dapat mengurangi kecemasan karena individu dapat langsung memecahkan masalahnya yang berhubungan dengan materi.
Dalam penelitian ini keluarga memberikan dukungan emosional yaitu: memotivasi, bersabar dan memberi semangat. Pendapat serupa diungkapkan oleh Yulia (2009) dalam penelitiannya dukungan emosional berupa kasih sayang, menghargai dan pemberian semangat sangat diperlukan, karena dengan memberikan dukungan emosional pasien akan merasa dihargai dan dicintai. Kondisi ini yang memungkinkan pasien gangguan jiwa untuk kooperatif. Hasil dari wawancara ketiga partisipan disimpulkan bahwa pengawasan persiapam minum obat harus disiapkan, ditunggu dan memastikan obat diminum dikarenakan pasien merasa tidak sakit ataupun pasien merasa dirinya sudah sembuh. Pentingnya peran keluarga dalam pengawasan minum obat sebagaimana dilakukan oleh penelitian Akbar (2008) tentang hubungan dukungan sosial keluarga terhadap tingkat kekambuhan penderita skizofrenia di RS Grhasia Yogyakarta. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hubungan antara dukungan sosial keluarga terhadap tingkat kekambuhan skizofrenia adalah signifikan. Hasil penelitian dapat disimpulkan keluarga dalam meberikan obat sesuai dengan dosis yang dianjurkan oleh tenaga kesehatan. Hal serupa diungkapkan oleh Permatasari (2012) dalam penelitiannya obat yang dapat menyembuhkan penyakit serta tidak menimbulkan efek samping adalah obat yang diminum dengan dosis atau takaran yang tepat. Utuk dosis obat bisa disesuaikan berat badan atau usia. Sebelum minum obat perhatikan dengan seksama pada leaflet atau etiket obat, biasanya tertera jumlah obat yang harus diminum untuk setiap pemakaian. Hasil penelitian ini didapatkan bahwa keluarga berusaha memberikan obat sesuai waktu yang dianjurkan oleh tenaga kesehatan. Hal serupa dikatakan Yustina (2009) dalam penelitiannya mengatakan terdapat prinsip tepat yang harus dipatuhi dalam pemberian obat, yaitu salah satunya tepat waktu, yaitu a) Mengecek program terapi pengobatan dari dokter, Pastikan pemberian obat tepat pada jadwalnya, misalnya 3 x 1 berarti obat diberikan setiap 8 jam dalam 24 jam ; jika 2
x1 berarti obat diberikan setiap 12 jam sekali, b) Mengecek tanggal kadaluarsa obat, c) Memberikan obat dalam rentang 30 menit sebelum sampai 30 menit setelah waktu yang diprogramkan. Hasil penelitian untuk mengontrol emosi dapat disimpulkan keluarga bersikap empati dengan memahami, memperhatikan dan peduli. Hal ini sejalan dengan Hartanto (2014) dalam penelitiannya mengatakan keluarga menunjukkan hal yang positif dan baik. Setiap keluarga memberikan dukungan yang membuat penderita gangguan jiwa yaitu anggota keluarganya memperhatikan, peduli dan keluarga selalu berusaha untuk melakukan yang terbaik agar anggota keluarganya dapat sembuh. Peran keluarga yang lain dalam mengontrol ekspresi emosi keluarga dengan menciptakan lingkungan yang kondusif, hal ini sesuai dengan penjelasan yang diungkapkan Fitri (2012) dalam penelitiannya, bahwa ekspresi emosi keluarga seperti mengkritik, bermusuhan dapat mengakibatkan tekanan pada pasien Perilaku kekerasan sehingga dapat meningkatkan kekambuhan pasien. Pendapat yang serupa juga diungkapkan oleh peneliti Solahudin (2009), yang menyatakan bahwa kekacauan dan dinamika keluarga memegang peranan penting dalam menimbulkan kekambuhan. Pasien yang dipulangkan ke rumah lebih cenderung kambuh pada tahun berikutnya dibandingkan dengan pasien yang ditempatkan di lingkungan residensial. Pasien yang paling berisiko adalah pasien yang berasal dari keluarga dengan suasana penuh permusuhan, keluarga yang memperlihatkan kecemasan yang berlebihan, terlalu protektif berlebihan (disebut emosi yang diekspresikan). Hasil wawancara mengungkakan upaya pencegahan kekambuhan berupa pengalihan perhatian berupa rekreasi. Rekreasi memberikan efek distraksi atau pengalihan perhatian. Hal serupa dikatakan oleh Permatasari (2012) dalam penelitiananya terapi yang mempergunakan media rekreasi (bermain, olahraga, darmawisata, menonton TV, dan sebagainya), dia mengatakan
tujuannya mengurangi ketergangguan emosional dan memperbaiki perilaku melalui diskusi tentang kegiatan rekreasi yang telah dilakukan, sehingga perilaku yang baik diulang dan yang buruk dihilangkan. Meluangkan waktu untuk merawat kesehatan fisik dan mental anggota keluarga lain dengan melakukan rekreasi, rekomendasi ini telah dicantumkan sebelumnya disampaikan melalui pembicaraan dengan subjek penelitian. Umumnya penderita gangguan jiwa enggan untuk memeriksakan diri ke dokter, keluarga teman sangat penting dalam menghadapi situasi ini. Hal ini sejalan dengan peneliti Setyowati dan Murwani (2007), yang mengatakan keluarga mampu memanfaatkan fasilitas yang ada disekitarnya seperti puskesmas yang dapat digunakan sebagai sumber informasi serta pengobatan awal pada anggota keluarga yang mengalami perilaku kekerasan serta sebagai media rujukan untuk merujuk pasien ke tempat rumah sakit jiwa agar anggota keluarga yang mengalami perilaku kekerasan dapat dirawat dan diobati sesuai dengan penyakit yang dialaminya. KESIMPULAN Kesimpulan dari penelitian ini adalah keluarga telah menjalankan peran yang baik terhadap pasien dengan perilaku kekerasan di Panti Rehabilitasi Mental Wisma Budi Makarti Boyolali. SARAN 1. Bagi institusi Pendidikan Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai dasar teori tentang pentingnya peran keluarga dalam upaya pencegahan kekambuhan pasien perilaku kekerasan. 2. Bagi Mahasiswa Penelitian ini dapat menjadi masukan bagi mahasiswa dalam mempelajari perilaku kekerasan serta peran keluarga dalam pencegahan kekambuhan pasien perilaku kekerasan. Mahasiswa hendaknya senantiasa meningkatan pengetahuan mereka dan melakukan kegiatan
kepada masyarakat dengan memberikan pemahaman yang benar kepada masyarakat tentang perawatan pasien perilaku kekerasan. 3. Bagi rumah sakit atau panti rehabilitasi mental Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pihak rumah sakit khususnya tenaga kesehatan perawat dalam merawat dan melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan perilaku kekerasan. 4. Bagi Perawat Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber referensi tentang penanganan pasien dengan perilaku kekerasan menggunakan pendekatan keluarga atau SP keluarga.
REFERENSI Akbar, M. 2008. Hubungan dukungan sosial keluarga terhadap tingkat kekambuhan penderita skizofrenia di RS Grhasia Yogyakarta. Karya Tulis Ilmiah Yogyakarta : Universitas Islam Indonesia. International Journal of Social Psychiatry. http://isp.sagepub.com Afiyanti, Yantidan Nurrochmawati, Imami. 2014. Metodelogi Penelitian Kualitatif Dalam Riset Keperawatan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada Creswell, J.W (2010). Research Desaign Kuantitatif, Kualitatif and mixed. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Depkes RI. (2010). Pedoman pelayanan rehabilitsai medik di rumah sakit. Diperoleh pada tanggal 09 Desember 2014 dari: http://www.depkes.go.id Fitri. 2012. Hubungan Persepsi Keluarga Tentang Gangguan Jiwa Dengan Sikap Keluarga Pada Anggota Keluarga Yang Mengalami Gangguan Jiwa Di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta. Naskah Publikasi. FIK UMS. Friedman, M.M, Bowden, V.R & Jones, Elaine, G. (2010). Keperawatan Keluarga: riset, teori dan praktek: alih bahasa ,Achir Yani S, Hami (et al):
editor edisi bahasa Indonesia, Estu Tiar, Ed.5, Jakarta: EGC Harmoko. (2012). Asuhan Keperawatan Keluarga.Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hartanto, Dwi. 2014. Gambaran dan Sikap keluarga Terhadap Gangguan Skizofreinia di Kecamatan Kartasuro. Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta. Tidak dipublikasikan. Hawari, D.M.(2007). Pendekatan Holistik pada Gangguan Jiwa Skizofreni. Jakarta: FK-UI. Herman S.D, Ade. 2005. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha Medika Iklima. 2010. Peran Orang Tua Dalam Proses Penyembuhan Pasien Di Rumah Sakit Jiwa Dr.Soehato Heerdjan Jakarta. Naskah Publikasi. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.http://repository.uinjkt.ac.id/ Ircham, Machfoedz. 2013. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Fitramaya: Yogyakarta Keliat, B.A., (2009). Pemberdayaan klien dan keluarga dalam merawat klien Skizfrenia dengan perilaku kekerasan di Rumah Sakit Jiwa Pusat Bogor dengen ,tidak dipublikasikan. Kuntarti, 2005.Tingkat Penerapan Prinsip Enam Tepat dalam pemberian obat oleh Perawat. FKUI Ruspawan Made, Dewa, Nengah Sumirta, I, Luh Putu Yuliawati, Ni.(2011). Peran Keluarga Dengan Frekuensi Kekambuhan Klien Skizofrenia.Jurnal Keperawatan Poltekes Denpasar. Tidak Dipublikasikan Nurdiana. 2010. Korelasi Peran Serta Keluarga Terhadap Tingkat Kekambuhan Klien Skizofrenia.Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, Volume 3, No. 1 : STIkes Muhammadiyah Banjarmasin .http://digilib.stikesmuhgombong.ac.id/ diunduh pada tanggal 20-6-2014. Permatasai Linda. 2012. Gambaran dukungan keluarga yang diberikan keluarga dalam perawatan penderita skizofrenia di instalasi rumah sakit jiwa povinsi
Jawa Barat. Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran Bandung. Polit, Denise F & Cheryl Tatano Beck. 2006. Essentials of Nursing Research: Methods, Appraisal, and zutilization 6th ed. Lippincott William & Wilkins, A Wolter Kluwer Company: Philadelphia. Puspitasari, Esti. (2009). Peran Dukungan Keluarga dalam Penanganan Penderita Skizofrenia.Skripsi Sarjana Psikologi. Universitas Muhammadiyah Surakarta. Prinda. 2010. Hubungan Antara Dukungan Keluarga Dengan Keberfungsian Sosial Pada Pasien Skizofrenia Pasca Perawatan Di Rumah Sakit. Naskah publikasi. UNDIP Semarang. http//:eprint.undip.ac.id diunduh pada tanggal 21-6-2015 pukul 10.00. Riyadi, Sujono dan Teguh Purwanto. 2009. Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta :GrahaI lmu. Saryono dan Anggraeni, Mekar Dwi. (2010). Metodologi penelitian kualitatif dalam bidang kesehatan. Nuha Medika: Yogyakarta. Setiadi. 2014. Pemulihan Gangguan Jiwa: Pedoman Bagi Penderita, Keluarga dan Relawan. Tidak dipublikasikan. Setyowati dan Murwani.(2007). Asuhan Keperawatan Keluarga. Jakarta: Sagung Seto Solahudin, Muhammad. (2009). Peran keluarga terhadap proses penyembuhan pasien gangguan jiwa kabupaten magelang. Skripsi: fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri. Tidak dipublikasikan. Stuart & Laraia. (2005). Buku Saku Keperawatan Jiwa, Edisi 5. Jakarta: EGC Sudiharto.2007. Asuhan Keperawatan Keluarga Dengan Pendekatan keperawatan Trnaskultural. Jakarta: EGC Sudirman.(2014). Faktor Presipitasi yang Mempengaruhi Terjadinya Perilaku Kekerasan pada Klien Gangguan Jiwa di BPRS Dadi Provinsi Sulawesi Selatan.Jurnal Keperawatan Jiwa. Volume 3.Nomor 6.
Sugiyono.(2009). Memahami Penelitian Kuantitatf dan Kualitatif. Bandung: Alfabet. Sutopo, 2006, Metodologi Penelitian Kualitatif, Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Yudha,Tri S, Dr. Ah Yusuf, S.Kp., M.Kes, Hanik Endang.,S.Kep.,Ns.,M.Kep. 2015. Analisis Faktor Kepatuhan Keluarga Dalam Melakukan Kontrol Pada Penderita Skizofrenia Berdasarkan Theory Of Planned Behaviour Di Rumah Sakit Jiwa Dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang. Naskah publikasi Universitas Airlangga Surabaya Yulia Ice Wardani .(2009). Pengalaman Keluarga.Diambil pada tanggal 12 Agustus 2015, dari http://eprints.lib.ui.ac.id/4204/4/1257 69-TESIS0617%20Ice%20N09p-
Pengalaman%20KeluargaPendahuluan.pdf Yustina Nanik Lestari. 2009. Pengalamam Perawat Dalam Menerapkan Prinsip Enam Benar Dalam Pemberian Obat Di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Mardi Rahayu Kudus. Tidak dipublikasikan Wiyati Ruti, dkk. 2010. Pengaruh Psikoedukasi keluarga terhadap kemampuan keluarga dalam merawat klien Isolasi Sosial.Jurnal keperawatan Soedirman vol.5 no.2 Wuryaningsih, Emi Wuri, Achir, Yani S. Hamid, Novy. Helena C.D. (2013). Studi Fenomologi: Pengalaman Keluarga Mencegah Kekambuhan Perilaku Kekerasan Pasien Pasca Hospitalisasi di RSJ. Jurnal Keperawatan JIwa. VOL.1. NO.2