I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Aren atau enau (Arrenga pinnata Merr) merupakan salah satu tanaman perkebunan jenis palma yang memiliki potensi nilai ekonomi yang tinggi dan dapat tumbuh subur di wilayah tropis seperti Indonesia. Tanaman aren bisa tumbuh pada segala macam kondisi tanah, baik tanah berlempung, berkapur maupun berpasir. Di Indonesia, tanaman aren dapat tumbuh dan berproduksi secara optimal pada tanah yang memiliki ketinggian di atas 1.200 meter di atas permukaan laut dengan suhu udara rata-rata 25oC (Soesono 2005). Pohon aren memiliki potensi ekonomi yang tinggi karena hampir semua bagiannya dapat memberikan keuntungan finansial, sehingga jika dikelola dengan baik akan mampu bersaing khususnya dengan jenis tanaman palma lainnya. Buah aren yang masih muda dengan teknologi yang sederhana dapat diolah menjadi bahan makanan yang disebut kolang-kaling. Daunnya yang masih muda dapat digunakan sebagai pembungkus rokok dan gula aren, sedangnya daun yang sudah tua dapat digunakan sebagai bahan atap rumah, bahan pembuat sapu lidi atau bahan kerajinan tangan. Akar pohon aren dapat dijadikan bahan obat-obatan. Pada bagian luar batang aren diperoleh ijuk yang dapat dibuat menjadi sapu, sikat, tali, dan atap rumah tradisional. Selain itu, batang aren yang masih muda dapat diambil sagunya sebagai bahan baku industri makanan atau industri lem, sedangkan batang aren yang sudah tua dapat dipakai sebagai bahan furniture. Namun dari semua produk aren, nira aren yang berasal dari lengan bunga jantan sebagai bahan untuk memproduksi gula aren adalah yang paling besar nilai ekonomisnya. Beberapa produk turunan dari aren yang berpotensi untuk dikembangkan dapat dilihat pada Gambar 1.
Akar
Industri Obat Industri Alat RT
Batang
Industri Makanan Sagu Industri Lem
AREN Industri Rokok Daun
Bunga
Buah
Industri Kerajinan Tangan
Nira
Gula Aren
Kolang-Kaling
Industri Makanan dan Minuman Industri Makanan
Gambar 1. Pohon Industri Produk Turunan Aren Sumber : BPTP Banten (2005)
Gula aren sudah dikenal oleh masyarakat Indonesia sebagai salah satu pemanis makanan dan minuman. Hingga saat ini kedudukan gula aren sebagai pemanis belum dapat digantikan oleh pemanis lainnya seperti gula pasir. Hal ini karena gula aren memiliki rasa yang khas dibandingkan zat pemanis lainnya. Apabila gula aren dikemas dengan kemasan yang lebih baik dari kemasan tradisional selama ini, maka gula aren dapat menjadi produk yang berpotensi untuk diekspor ke negara seperti Jepang, Singapura, Hongkong, Philipina, Arab Saudi, Bahrain, Brunei Darusalam, Belanda, Swiss, Maladewa, Amerika Serikat, Kanada, dan Australia (Ditjenbun 2007). Meskipun tidak sepopuler gula tebu, gula aren memiliki lebih banyak keunggulan baik dari segi kandungan gizi maupun tingkat harga. Gula aren mengandung kadar sukrosa lebih tinggi (84%) dibandingkan gula tebu (20%). Selain itu, kandungan nutrisi gula aren seperti kadar protein, lemak, kalium dan fosfor ternyata lebih tinggi dibandingkan dengan gula tebu (BPTP Banten 2005). Kelebihan lainnya, gula aren tidak mengandung bahan kimia dan bisa menjadi obat. Kandungan kalori dan glisenik indeknya yang rendah membuat gula aren
2
tidak berbahaya bagi penderita diabetes. Ini sesuai dengan gaya hidup sehat yang semakin popular di masyarakat1). Aren jauh lebih produktif dari tanaman tebu dalam menghasilkan kristal gula per satuan luas. Produktivitasnya bisa 4-8 kali dibandingkan tebu. Rendemen gula aren 12 persen, sedangkan tebu rata-rata hanya 7 persen. Gula aren dinilai baik dan dapat dijadikan gula kristal yang dapat diekspor. Harga ekspornya mencapai Rp 50.000/kg dan di tingkat konsumen di Belanda dapat mencapai Rp 90.000/kg, sedangkan harga gula tebu hanya mencapai Rp7.000/kg2). Permintaan gula aren baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri meningkat setiap tahunnya. Terkait dengan permintaan dalam negeri, kebutuhan gula semut terbesar datang dari industri makanan dan obat yang tersebar di berbagai daerah di Indonesia. Sementara untuk pasar lokal, permintaan tertinggi terjadi pada saat dan menjelang bulan puasa Ramadhan. Sedangkan untuk permintaan ekspor, banyak datang dari Jerman, Swiss dan Jepang3). Peningkatan permintaan gula aren dari dalam negeri dapat terlihat pada konsumsi gula merah (termasuk gula aren di dalamnya) di Indonesia yang mengalami kenaikan setiap tahun (Tabel 1). Berdasarkan Tabel 1, dapat dilihat bahwa dari tahun 2001 sampai 2006 terjadi peningkatan konsumsi gula merah perkapita pertahun dengan laju pertumbuhan rata-rata sebesar 1,70 persen. Peningkatan tersebut seiring dengan peningkatan jumlah penduduk dan pendapatan nasional. Selama kurun waktu 2001-2006 laju pertumbuhan penduduk sebesar rata-rata per tahun sebesar 1,27 persen dan peningkatan pendapatan nasional rata-rata per tahun mencapai 4,40 persen
1)
Zuhri Sepudin. 2008. Gula Aren Laris Manis. http://web.bisnis.com/edisi-cetak/edisiharian/laporan-khusus/1id73516.html [Diakses tanggal 11 Februari 2010] 2) Kusumanto D. Potensi Besar Agribisnis Aren. 2008. http://kebunaren.blogspot.com/2008_12_01_archive.html [Diakses tanggal 12 Januari 2010] 3) [BI] Bank Indonesia. 2008. Pola Pembiayaan Usaha Kecil (PPUK) Gula Aren. http://www.bi.go.id [Diakses tanggal 22 Desember 2009]
3
Tabel 1. Tahun 2001 2002 2003 2004 2005 2006
Jumlah Penduduk, Pendapatan Nasional, dan Konsumsi Gula Merah Perkapita per Tahun di Indonesia Tahun 2001-2006 Jumlah Penduduk Pendapatan Nasional Konsumsi gula merah (ribu) (milyar Rupiah) perkapita per tahun (kg) 208.621 1.277.341,6 1,25 212.003 1.316.776,4 1,28 215.276 1.353.473,6 1,30 216.382 1.451.041,1 1,32 219.205 1.521.161,4 1,33 222.192 1.583.447,9 1,36
Sumber : BPS 2006, diacu dalam Nurani (2008)
Tanaman aren banyak tumbuh dan tersebar hampir di seluruh wilayah Indonesia. Di Pulau Jawa, tanaman aren banyak tumbuh di daerah Jawa Barat dan Jawa Tengah. Sedangkan di luar Pulau Jawa, tanaman aren banyak tumbuh di daerah Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, dan Sumatera Utara. Secara nasional, Provinsi Banten menempati urutan ke-7 sebagai provinsi penghasil aren terbesar di Indonesia (Tabel 2). Pada tahun 2008 produksi gula aren di Provinsi Banten mencapai 1.626 ton dengan luas area pohon aren yang diusahakan seluas 2.764 hektar. Hal inilah yang mendorong dijadikannya gula aren sebagai salah satu produk unggulan Provinsi Banten. Tabel 2. Sepuluh Besar Provinsi Penghasil Aren di Indonesia Tahun 2008 Lokasi Luas Area (Ha) Produksi (Ton) Jawa Barat 13.873 7.503 Sulawesi Selatan 5.383 3.448 Sumatera Utara 5.044 3.379 Jawa Tengah 2.685 3.131 Sulawesi Utara 5.615 2.850 Bengkulu 3.024 2.604 Banten 2.764 1.626 Kalimantan Selatan 2.028 1.270 Nanggroe Aceh Darussalam 2,764.00 1,225.00 Sulawesi Tenggara 2,703.00 782.00 Sumber : Statistik Perkebunan (2008)
Pada tahun 2008, seluas 1.992,75 hektar atau hampir 72 persen dari luas area pohon aren yang ada di Provinsi Banten berada di Kabupaten Lebak dengan produksi gula aren mencapai 1.431 ton. Pada tahun 2009 produk gula aren Kabupaten Lebak ditetapkan menjadi komoditas inti daerah oleh Kementrian Perdagangan RI. Hal ini karena produksi gula aren Kabupaten Lebak menempati
4
urutan pertama di Indonesia4), yaitu sebesar 1.547 ton dengan area pohon aren seluas 2.111,5 hektar. Dilihat dari segi perkembangannya dari tahun 2003 hingga tahun 2009, terlihat bahwa peningkatan luas areal tanaman aren masih cukup tinggi yaitu mencapai rata-rata 7,2 persen per tahun dengan rata-rata peningkatan produksi gula aren sebesar 4,7 persen per tahun (Dishutbun Kabupaten Lebak 2009). Tabel 3. Perkembangan Luas Areal Tanaman Aren dan Produksi Gula Aren di Kabupaten Lebak Tahun 2003-2009 Tahun Luas Area (Ha) Produksi (Ton) 2003 1348,00 1156,00 2004 1498,00 1172,00 2005 1630,50 1176,00 2006 1747,25 1280,00 2007 1865,75 1346,00 2008 1992,75 1431,00 2009 2111,50 1547,00 Sumber : Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Lebak (2009)
Tanaman aren banyak ditemukan di hampir semua kecamatan yang ada di Kabupaten Lebak (Lampiran 1). Namun, dari 28 kecamatan yang ada, hanya 12 Kecamatan yang dijadikan sebagai sentra gula aren di Kabupaten Lebak, yaitu Kecamatan
Cijaku,
Cigemblong,
Sobang,
Muncang,
Gunungkencana,
Bojongmanik, Cihara, Cibeber, Cilograng, Panggarangan, Malingping dan Wanasalam. Sebagian besar sentra gula aren di Kabupaten Lebak menghasilkan gula aren dalam bentuk gula cetak dan hanya sebagian kecil yang membuat gula semut. Padahal, konsumen lebih menyukai gula aren dalam bentuk gula semut. Hal ini dikarenakan gula semut lebih tahan lama, lebih praktis dan dapat dikemas secara lebih menarik dibandingkan gula cetak. Namun tidak semua sentra gula aren dapat memproduksi gula semut. Hal ini karena harga mesin, harga peralatan produksi dan modal kerja untuk memproduksi gula semut sangat besar. Sedangkan, sebagian besar usaha pengolahan gula aren di Kabupaten Lebak merupakan usaha skala kecil dan mikro dengan modal yang tidak besar. Dari 44
4)
Febi. 2010. Gula Aren Lebak Jadi Komoditas Inti Daerah. http://lepmida.com/news_detail.phpid=17989&sub=news&page=1/news_detail.php.htm [Diakses tanggal 16 April 2010]
5
sentra gula aren yang ada di Kabupaten Lebak, hanya 6 usaha yang melakukan pengolahan gula aren menjadi gula semut (Tabel 4). Keenam usaha ini tersebar di Kecamatan Sobang, Cihara, Cibeber, Sajira dan Rangkasbitung. Setiap bulannya keenam usaha ini hanya mampu memproduksi gula semut sebanyak 70 ton, padahal permintaan pasar terhadap gula semut dari Kabupaten Lebak mencapai 180 ton per bulan (Dishutbun Kabupaten Lebak 2009). Hal ini menunjukkan masih banyaknya permintaan yang belum mampu dipenuhi oleh usaha pengolahan gula semut di Kabupaten Lebak. Tabel 4. Usaha Pengolahan Gula Semut di Kabupaten Lebak Tahun 2008 Nama Usaha Lokasi No 1. Kelompok Mitra Mandala Hariang Kecamatan Sobang 2. Kelompok Mandiri Kecamatan Cihara 3. Kelompok Berkah Jaya Arenga Kecamatan Cibeber 4. PD Saung Aren Kecamatan Sajira 5. Usaha Pengolahan Gula Semut H. Wiwin Kecamatan Rangkasbitung 6. Usaha Pengolahan Gula Semut Ibu Rina Kecamatan Rangkasbitung Sumber: Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Lebak (2009)
Usaha pengolahan gula semut di Kabupaten Lebak merupakan usaha yang memberikan nilai tambah pada produk unggulan daerah yaitu gula aren. Usaha ini tidak hanya melibatkan para pelaku usaha pengolahan gula semut, tetapi juga melibatkan kurang lebih 16.800 orang pengrajin gula cetak sebagai pemasok bahan baku utama dan pihak-pihak yang terlibat dalam saluran distribusinya. Untuk mendirikan usaha pengolahan gula semut dibutuhkan modal yang cukup besar. Oleh karena itu diperlukan suatu analisis yang menilai layak atau tidaknya usaha pengolahan gula semut untuk dijalankan. 1.2. Perumusan Masalah PD Saung Aren merupakan salah satu perusahaan yang mengolah gula semut di Kabupaten Lebak. Perusahaan yang dimiliki oleh Bapak Andi Maulana ini telah berdiri sejak tahun 2008 atau sekitar dua tahun yang lalu. Pada awal pendiriannya, PD Saung Aren mampu memproduksi gula semut sebesar 8 ton per bulan. Produksi gula semut di PD Saung Aren meningkat di tahun kedua menjadi 15 ton per bulan dan pada tahun 2010 ini produksinya mencapai 26 ton per bulan. Meskipun jumlah produksinya meningkat setiap tahun, namun PD Saung Aren tetap belum mampu memenuhi seluruh permintaan yang ada. Permintaan yang
6
belum terpenuhi berasal dari trader dan supermarket yang berada di Jakarta, serta konsumen langsung yang berada di Provinsi Banten. PD Saung Aren memproduksi gula semut dalam dua kemasan yaitu kemasan 40 kg dan kemasan 350 gram. Kedua kemasan gula semut ini dipasarkan ke industri makanan seperti PT Indofood, PT Mayora, dan PT Gandum Mas Kencana. Pemasarannya dilakukan secara langsung atau melalui trader yang ada di daerah Jakarta. Jumlah produksi dan permintaan pasar atas gula semut di PD Saung Aren dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Rata-Rata Produksi per Bulan dan Rata-Rata Permintaan per Bulan Gula Semut di PD Saung Aren tahun 2010 Rata-Rata Produksi per Rata-Rata Permintaan Jenis Produk Bulan (ton) per Bulan (ton) Gula semut kemasan 40 kg 26 78 Gula semut kemasan 350 gram 0,175 7 Sumber : PD Saung Aren (2010)
Tabel 5 menunjukkan bahwa kapasitas produksi perusahaan saat ini hanya mampu memenuhi 30,7 persen dari jumlah permintaan pasar terhadap gula semut PD Saung Aren. Dengan kata lain PD Saung Aren belum mampu memenuhi permintaan pasar, sehingga peluang pasar masih terbuka lebar. Tahun 2010 ini, PD Saung Aren mendapatkan tawaran dari salah satu supermarket yaitu Hero untuk memasok gula semut kemasan 350 gram sebanyak 5 ton setiap bulannya. Namun, pengalaman kegagalan usaha yang pernah dialami sebelumnya menyebabkan pemilik PD Saung Aren ragu untuk melakukan pengembangan usaha. Hal ini karena usaha yang dijalankannya saat ini belum pernah dianalisis kelayakannya. Selain itu, penambahan investasi dengan adanya pengembangan ini tentu saja memerlukan biaya yang cukup besar, padahal modal merupakan sumberdaya yang terbatas. Meskipun sudah ada investor yang bersedia menanamkan modalnya untuk pengembangan usaha nanti, tentunya dibutuhkan jaminan bahwa pengembangan usaha tesebut layak dan memberikan keuntungan yang lebih besar dari kondisi yang sedang dijalankan saat ini. Oleh karena itu diperlukan analisis untuk menilai layak atau tidaknya usaha pengolahan gula semut ini untuk dijalankan. Usaha pengolahan gula semut ini tidak lepas dari risiko yaitu adanya perubahan-perubahan yang akan mempengaruhi kelayakan usaha ini. Perubahan7
perubahan ini terjadi pada harga input dan harga output yang berfluktuasi. Input yang paling banyak menghabiskan biaya adalah gula cetak yang merupakan bahan baku utama dalam memproduksi gula semut. Hampir 95 persen dari total biaya variabel yang dikeluarkan PD Saung Aren adalah untuk membeli gula cetak. Adanya peningkatan harga gula cetak tentu akan mengubah kelayakan usaha sehingga perlu dilakukan analisis sensivitas karena adanya perubahan harga gula cetak. Harga output yaitu gula semut sampai saat ini cenderung berfluktuasi. Jika terjadi penurunan harga gula semut, maka akan mempengaruhi kelayakan usaha sehingga diperlukan adanya analisis sensitivitas terhadap penurunan harga gula semut. Berdasarkan uraian diatas dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian, sebagai berikut: 1)
Bagaimana kelayakan usaha pengolahan gula semut di PD Saung Aren dilihat dari aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen dan hukum, aspek sosial dan ekonomi, serta aspek lingkungan?
2)
Bagaimana kelayakan usaha pengolahan gula semut di PD Saung Aren dilihat dari aspek finansial?
3)
Bagaimana tingkat sensitivitas dari usaha pengolahan gula semut di PD Saung Aren apabila menghadapi perubahan-perubahan dalam hal ini peningkatan harga gula cetak dan penurunan harga gula semut?
1.3. Tujuan Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah tersebut maka tujuan penelitian ini adalah: 1)
Mengkaji kelayakan usaha pengolahan gula semut di PD Saung Aren dilihat dari aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen dan hukum, aspek sosial dan ekonomi, serta aspek lingkungan.
2)
Menganalisis kelayakan usaha pengolahan gula semut di PD Saung Aren dilihat dari aspek finansial.
3)
Menganalisis tingkat sensitivitas dari usaha pengolahan gula semut apabila menghadapi perubahan-perubahan dalam hal ini peningkatan harga cetak dan penurunan harga gula semut.
8
1.4. Manfaat Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi berbagai pihak yang berkepentingan : 1)
Bagi penulis, penelitian ini merupakan salah satu sarana untuk mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh di bangku kuliah.
2)
Bagi PD Saung Aren, penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan dan informasi untuk bahan pertimbangan dalam menjalankan operasional usaha dan dalam membuat kebijakan pengembangan usaha lebih lanjut.
3)
Bagi pemerintah, penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan untuk mengembangkan dan mendukung usaha pengolahan gula semut di Kabupaten Lebak.
4)
Bagi pembaca, penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan pembaca, dan dapat dijadikan acuan atau perbandingan dalam melakukan studi lanjutan, khususnya di bidang studi kelayakan bisnis.
1.5. Ruang Lingkup Ruang lingkup penelitian ini adalah mengkaji aspek-aspek non finansial yang terdiri dari aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen dan hukum, aspek sosial dan ekonomi, aspek lingkungan serta aspek finansial. Hal ini dilakukan untuk meneliti kelayakan usaha pengolahan gula semut di PD Saung Aren yang terletak di Kecamatan Sajira, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten.
9