ARAH PERGESERAN PELAFALAN DAN KAIDAH MORFOFONEMIK KATA TURUNAN BARU BAHASA MINANGKABAU Jufrizal Jurusan Bahasa dan Sastra Inggris FBS Universitas Negeri Padang e-mail:
[email protected] Abstrak Semua aspek bahasa bergeser dan berubah secara alami sepanjang waktu. Pergeseran dan perubahan itu dapat didorong oleh faktor linguistik dan bukan-linguistik. Di antara banyak jenis pergeseran dan perubahan tersebut, pergeseran dan perubahan bunyi dan kata dapat terjadi dalam waktu singkat melalui kata-kata pinjaman dan pelafalan lisan. Kasus kebahasaan seperti ini terjadi juga dalam bahasa Minangkabau, terutama di kawasan perkotaan, seperti di Padang, West-Sumatera. Makalah ini, yang dikembangkan dari sebagian hasil penelitian yang dilakukan tahun 2012, membahas gejala pergeseran pelafalan dan kaidah morfofonemik kata turunan baru dalam bahasa Minangkabau, khususnya dengan kata dasarnya adalah kata pinjaman. Pembahasan didasarkan pada tiga pertanyaan khusus, yaitu: (i) bagaimana pelafalan kata-kata turunan baru (dengan kata dasarnya adalah kata pinjaman) dalam bahasa Minangkabau?; (ii) apa arah pergeseran pelafalan dan kaidah morfofonemik kata-kata turunan baru dalam bahasa Minangkabau?; dan (iii) mengapa arah pergeseran seperti itu terjadi? Data yang disajikan dalam artikel ini adalah kata-kata turunan baru di mana kata dasarnya adalah kata pinjaman. Pengkajian data didasarkan pada teori sosiolinguistik dan morfofonemik terkait. Kata/frasa kunci: bahasa Minangkabau, pergeseran bahasa, pelafalan, kata pinjaman, morfofonemik, kata turunan baru Abstract All aspects language shift and change all times. The shifts and changes can be motivated by linguistic and non-linguistic factors. Among the others, sound and word changes may take place in short time in the forms of borrowing words and practical pronunciation. The linguistic cases naturally occur in Minangkabaunese, moreover in urban areas, such as in Kota Padang, West-Sumatera. This paper, which is further developed based on the results of a research conducted in 2012, discusses the shift of pronunciation and morphophonemic rules of new derived words in Minangkabaunese, especially the borrowing words as the bases. The discussion is argumentatively based on three specific questions, namely: (i) how is the pronunciation of new derived words (borrowing words as the bases) of Minangkabaunese?; (ii) what is the direction of the shift of pronunciation and morphophonemic rules of new derived words in Minangkabaunese?; and (iii) why does such direction of the shift commonly occur? The data presented in this article are the new derived words in which the borrowing words are the bases. The analyses are linguistically based on related Socilinguistic and Morphophonemic theories. Keywords/phrases: Minangkabaunese, language shift, pronunciation, borrowing word, morphophomenic, new derived words
PENDAHULUAN Sejak keberadaan dan perkembangan peradaban manusia di muka bumi, bahasa sebagai alat komunikasi utama manusia selalu bergeser, berubah, berkembang, dan bahkan mati seiring dengan keadaan dan suasana sosial-budaya masyarakat penuturnya. Perkembangan dan persentuhan antar-budaya yang semakin cepat dan “mendunia” menyebabkan terjadinya persentuhan bahasa yang mengakibatkan terjadinya berbagai 81
Vol.2, No.2 Agustus 2016
JURNAL TUTUR
ISSN 2442-3475
gejala sosial-kebahasaan seperti kedwibahasaan, interferensi bahasa, kelahiran dan kematian bahasa, pergeseran dan perubahan bahasa, peminjaman kata, dan lain-lain. Gejala “mendunia” yang terjadi hampir pada semua segi kehidupan manusia adalah perihal alamiah yang, di antaranya, terjadi pada bahasa. Peristiwa dan proses peminjaman kata-kata baru dari bahasa lain dan bahasa asing ke dalam satu bahasa terjadi akibat persentuhan bahasa yang juga bisa mempengaruhi proses dan kaidah gramatikal dan pelafalan asli bahasa penerima. Pergeseran dan/atau perubahan kaidah pembentukan kata dan pelafalannya akibat adanya persentuhan bahasa dan peminjaman kata sangat besar kemungkinannya untuk terjadi pada zaman mutakhir dan mendunia ini. Ini berarti bahwa fenomena pergeseran dan perubahan bahasa pada setiap lapisannya tidak dapat dipisahkan dari proses pergeseran dan perubahan butir-butir sosial-budaya manusia sebagai penutur bahasa yang bersangkutan. Pembentukan kata, yang secara morfologis melahirkan kata turunan, dan pelafalannya adalah gejala kebahasaan yang terjadi tataran fonologis dan morfologis yang dikelompokkan oleh para ilmuwan bahasa ke dalam bidang kajian morfofonemik. Artikel yang merupakan telaah lanjut dari sebagian hasil penelitian (lihat Mukhaiyar dan Jufrizal, 2012) ini menelaah secara morfofonemis dan sosiolinguistis perihal pembentukan katakata turunan baru dalam bahasa Minangkabau (selanjutnya disingkat BM). Yang dimaksud dengan kata-kata turunan baru dalam tulisan ini adalah kata-kata bentukan melalui proses morfologis yang bentuk dasar (kata dasar)-nya adalah kata-kata pinjaman yang “relatif” baru dan masuk ke dalam BM. Arus kata pinjaman dan wujud pelafalan yang menunjukkan kecenderungan bergeser dari kaidah morfofonemik BM yang asli cukup “deras” dalam dua – tiga dekade terakhir ini, meskipun fenomena ini pada dasarnya terjadi sepanjang masa. Pencermatan awal menunjukkan bahwa pelafalan dan kaidah morfofonemik yang berlaku pada kata turunan baru, yang kata dasarnya adalah kata-kata pinjaman dari bahasa asing, cenderung tidak mengikuti kaidah morfofonemik BM yang asli. Arti penting telaah lanjut dari sebagian hasil penelitian (Mukhaiyar dan Jufrizal, 2012) ini adalah untuk mengungkapkan bahwa secara sosiolinguistis dan gramatikal (morfofonemis) ada gejala pegeseran dan/atau perubahan kaidah morfofonemik kata-kata turunan baru pelafalannya dalam BM. Ada tiga pertanyaan yang mendasari penelaahan data yang disajikan pada tulisan ini, yaitu: (i) bagaimana pelafalan kata-kata turunan baru BM yang ditemui di Kota Padang?; (ii) apa arah pergeseran pelafalan dan kaidah morfofonemik kata-kata turunan baru BM?; dan (iii) mengapa arah pergeseran pelafalan dan kaidah morfofonemik kata-kata turunan baru BM seperti itu terjadi? TINJAUAN SINGKAT TEORI TERKAIT Tipologi Morfologis Bahasa Minangkabau Secara tipologis, tatakata bahasa-bahasa manusia dapat dikelompokkan berdasarkan ciri lahiriahnya secara lintas bahasa. Pentipologian bahasa-bahasa secara morfologis merupakan bagian dari kajian tipologi linguistik yang menelaah sistem morfologis (tatakata) yang ada dan/atau mungkin ada dalam bahasa alami manusia. Telaah tipologi morfologis sangat penting artinya pada bahasa-bahasa aglutinasi, seperti pada bahasabahasa rumpun Melayu. Ilmuwan tipologi linguistik mengelompokkan tatakata (sistem morfologis) bahasa-bahasa menjadi kelompok-kelompok berikut ini (lihat Mallinson dan Blake, 1981; Comrie, 1989; Song, 2001). (i) Bahasa isolasi (isolative language), yaitu bahasa yang tidak mempunyai afiks dan proses morfologis. Pada bahasa-bahasa isolatif ini ada hubungan 82
Vol.2, No.2 Agustus 2016
(ii)
(iii)
(iv)
JURNAL TUTUR
ISSN 2442-3475
satu lawan satu antara kata dan morfem. Bahasa China, Vietnam, Korea, dan sejumlah bahasa daerah di kawasan Indonesia Timur adalah contoh bahasa bertipologi isolatif ini. Bahasa fusional atau bahasa infleksi (futional atau flectional language), yaitu bahasa yang morfemnya diwujudkan dengan afiks-afiks, tetapi perilaku morfologisnya berdempet atau berdekatan sekali dengan proses sintaksisnya, sehingga cukup sulit untuk menentukan/memilah afiks-afiks tersebut. Pada bahasa seperti ini proses morfosintaksis menjadi proses yang sangat menentukan. Bahasa Arab, Latin, Sanskerta, dan lain-lain adalah contoh bahasa fusional. Bahasa aglutinasi atau bahasa aglutinatif (agglutinative language), yaitu bahasa yang mempunyai proses morfologis; kata dapat terdiri atas lebih dari satu morfem, dan batas-batas antara morfem bebas dan morfem terikat cukup jelas. Pada bahasa seperti ini antara proses morfologis dan sintaktisnya dapat dibedakan, meskipun sering berkaitan. Contoh bahasa aglutinasi/aglutinatif ini adalah bahasa Melayu, Indonesia, Turki, dan Hongaria. Bahasa polisintetis atau inkorporasi (polysintetic atau incorporative language), yaitu bahasa yang mempunyai kemungkinan untuk mengambil sejumlah morfem leksikal dan menggabungkannya bersama menjadi kata tunggal, misalnya bahasa Eskimo, Inggris, dan lain-lain.
Bahasa Minangkabau, sebagai salah satu bahasa dalam rumpun Melayu termasuk bahasa bertipologi aglutinasi secara morfologis. Bahasa-bahasa aglutinasi secara morfologis mempunyai afiks-afiks (afiks bebas dan terikat) yang menentukan tatakata dan tatamakna secara bersamaan. Dalam bahasa-bahasa seperti ini, termasuk dalam BM, fungsi dan peran gramatikal-semantis afiks-afiks sangat penting dan menentukan. Berkenaan dengan itu, proses morfologis dan morfofonemis adalah bagian penting dari fitur gramatikal dalam bahasa-bahasa aglutinasi. Berdasarkan ciri-ciri gramatikal dan semantis bahasa aglutinasi, BM adalah salah satu bahasa yang mempunyai ciri tatakata sebagai bahasa aglutinasi (Badudu, 1982; Jufrizal, 1996; Jufrizal, 2012; Jufrizal, 2013). Sebagai salah satu bahasa rumpun Melayu dan bahasa bertipologi aglutinasi, BM mengenal tiga proses morfologis bersamaan dengan proses morfofonemik terkait. Tiga proses morfologis yang lazim adanya dalam BM, sebagaimana juga ditemukann dalam bahasa sejenis, adalah afiksasi, perulangan, dan pemajemukan. Wujud proses morfofonemik adalah lahirnya pelafalan (ujaran lahiriah) yang dapat didengar dalam peristiwa dan pemakaian bahasa sehari-hari. Secara teoretis, keberadaan dan pemakaian afiks-afiks terikat lebih menetap karena merupakan kerangka pembentukan katakata turunan. Keberadaan bentuk dasarnya (kata dasarnya) boleh jadi lebih berubah karena adanya berbagai proses sosial-budaya yang berkenaan dengan bahasa, terutama peminjaman dan interferensi bahasa. Tulisan ini mencoba membahas pergeseran pelafalan dan kaidah morfofonemik kata-kata turunan baru dalam BM yang banyak diserap dalam masa tiga – dua dekade terakhir ini. Proses Morfofonemik: Kaidah Tatakata dan Pelafalannya Linguistik-mikro berkenaan dengan pengkajian fenomena kebahasaan yang ada dalam bahasa itu sendiri. Selain fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantik, linguistik83
Vol.2, No.2 Agustus 2016
JURNAL TUTUR
ISSN 2442-3475
mikro mengenal istilah morfofonologi atau morfonologi. Istilah ini banyak dipakai oleh ilmuwan linguistik Eropa dan dapat disejajarkan dengan istilah lain yaitu morfofonemik. Morfofonemik (istilah ini digunakan dalam tulisan ini) banyak digunakan oleh ahli linguistik Amerika dan di berbagai belahan dunia yang banyak dipengaruhi oleh aliran linguistik Amerika. Morfofonemik adalah sub-bidang kajian linguistik-mikro yang muncul sebagai penanganan dan analisis gejala kebahasaan yang melibatkan tataran fonologi dan morfologi sekaligus. Bentuk kajian morfofonemik lebih bersifat dinamis dari pada fonologi dan morfologi secara terpisah-pisah (lihat Matthews, 1978; Malmkjaer, 1991; Spencer, 1993; Jufrizal, 1996). Dalam pemahaman dan penerapannya, sebagian ilmuwan bahasa menempatkan morfofonemik ke dalam bidang kajian fonologi, dan sebagian yang lain menempatkannya ke dalam kajian morfologi. Selain itu, ada pula ahli linguistik yang melihat morfofonemik itu sebagai bidang kajian linguistik yang berdiri sendiri. Pandangan yang lebih netral dan beralasan di antara pendapat itu adalah bahwa morfofonemik merupakan interaksi dinamis antara morfologi dan fonologi. Dalam hal ini, fenomena morfofonemik berasal dari perpaduan antara fenomena morfologis dan/atau fonologis beserta fonetisnya (Dressler, 1985; Spencer, 1993; Jufrizal, 1996; Jufrizal, 2012). Hockett (1965:134 – 138) menjelaskan bahwa cara-cara berbagai bentuk morfem suatu bahasa diwujudkan dengan berbagai bentuk fonemik dapat dianggap sebagai suatu kode. Kode inilah yang disebut sistem morfofonemik bahasa tersebut. Bahasa merupakan sistem kebiasaan yang kompleks dan terjadi dalam masa yang panjang. Sistem morfofonemik yaitu kode yang mengikat secara bersama sistem gramatikal dengan sistem fonologis. Subsistem morfofonemik adalah bagian dari subsistem utama dari sistem bahasa secara kesluruhan di samping subsistem gramatikal dan subsistem fonologis. Sementara itu, subsistem fonetik dan semantik dapat dimasukkan sebagai subsistem feriferal (lihat juga Jufrizal, 1996; Jufrizal, 2013). Berdasarkan hasil kajian dan simpulan teoretis peneliti dan ilmuwan bahasa, dapat dikemukakan bahwa cakupan kajian morfofonemik itu adalah: (i) kajian struktur fonologis morfem-morfem yang meliputi kajian fonotaktik intramorfemik dan kaidahkesatuan struktur morfem; (ii) kajian tentang bunyi gabungan yang membentuk realisasi morfem dalam kombinasi morfem; (iii) kajian tentang alternasi yang membantu fungsi morfologis; dan (iv) kajian tentang alternasi otomatis dan alternasi alomorf murni (Dressler, 1985; Jufrizal, 1996; Jufrizal, 2013). Untuk mengkaji fenomena fonologis dalam kaitannya dengan proses morfologis seperti afiksasi, reduplikasi, dan pemajemukan, kajian morfofonemik mempunyai arti sangat penting, terutama pada bahasa-bahasa aglutinasi, seperti dalam BM. Hasil kajian morfofonemis lazim disimpulkan dan dirumuskan oleh ilmuwan bahasa dalam bentuk kaidah morfofonemik. Keberterimaan kata, kata bentukan (turunan) dan pelafalannya mesti bersesuaian dengan kaidah morfofonemik yang bersifat fonetis atau fonologis. Biasanya, kaidah morfofonemis dalam satu bahasa cenderung bergeser dan berubah seiring dengan pergeseran dan perubahan bahasa pada tataran fonologis dan morfologis. Oleh karena itu, telaah tentang arah pergeseran pelafalan dan kaidah morfofonemik kata turunan baru BM ini akan berkenaan pula dengan fenomena sosio-linguistik yang terjadi dalam bahasa ini. Pembentukan Kata Turunan Baru dan Pelafalannya Dalam bahasa aglutinasi, proses morfologis afiksasi, pemajemukan, dan perulangan adalah proses pembentukan kata yang lazim adanya di samping proses pembentukan kata 84
Vol.2, No.2 Agustus 2016
JURNAL TUTUR
ISSN 2442-3475
lain seperti akronim, pemendekkan, penggabungan bebas, dan sebagainya. Selain itu, pembentukan kata juga dapat berupa peminjaman kata dari bahasa-bahasa serumpun dan bahasa asing, terutama kosakata baru. Dalam era globalisasi dan kehidupan modern ini proses peminjaman kata (borrowing word) paling mungkin dan banyak terjadi. Berbagai faktor linguistik dan bukan-linguistik menjadi penyebab derasnya arus peminajaman kata antar bahasa, baik dengan perubahan makna maupun tanpa perubahan makna (lihat Badudu, 1982; Jufrizal 1996; Schendl, 2001; Jufrizal, 2013). Tulisan ini tidak membahas semua proses pembentukan kata yang ada dalam BM, melainkan hanya mencermati yang berkenaan dengan pelafalan yang berhubungan dengan proses morfofonemik. Proses pembentukan kata yang menjadi titik perhatian pada kesempatan ini adalah pembentukan kata afiksasi dengan kata dasarnya adalah kata pinjaman. Inilah yang dimaksud dengan kata turunan baru BM dalam tulisan ini; katakata turunan ini melahirkan kosakata baru BM. Tulisan ini mencermati pembentukan kata dan pelafalannya dengan bentuk dasar kata-kata pinjaman dari bahasa asing yang arusnya cukup deras dalam 2 – 3 dekade terakhir ini. Peminjaman kata dari bahasa lain dan (penyesuaian) pelafalannya di dalam satu bahasa adalah bagian dari proses evolusi bahasa dalam bentuk pergeseran, perubahan, dan perkembangan bahasa yang dapat terjadi dalam rentang singkat. Kebutuhan akan komunikasi dan ketidaktersediaan kosakata tertentu dalam satu bahasa adalah faktor utama yang memicu terjadinya proses peminjaman kata. (Schendl, 2001; Foley, 1997; Mukhaiyar dan Jufrizal, 2012; Jufrizal, 2013). Oleh karena itu, persentuhan antar budaya dan bahasa disertai kebutuhan komunikasi untuk berbagai sisi kehidupan manusia menjadikan peminjaman kata dari bahasa penyumbang terus terjadi ke dalam bahasa penerima, baik melalui proses adopsi (pengambilan) maupun adaptasi (penyesuaian). Pembentukan kata baru, pembentukan kata turunan, dan pelafalannya dengan dasar kata pinjaman dapat mengikuti kaidah pembentukan kata dan pelafalan asli dalam bahasa yang menerima kata-kata baru itu (adaptasi). Ini, biasanya, terjadi setelah peminjaman itu berjalan dalam waktu lama dan telah mengalami penyesuaian linguistik secara bertahap. Akan tetapi, pembentukan dan penurunan kata-kata bentukan baru serta pelafalannya lazim mengikuti kaidah morfofonemik bahasa sumber. Biasanya itu dikaitkan dengan keinginan si peminjam secara psikologis untuk meniru kata-kata penjaman itu apa adanya (adopsi) dan ingin untuk memperlihatkan “perbedaan” di tengah-tengah penutur asli satu bahasa. Keadaan ini biasa terjadi di kalangan penutur usia muda dan kalangan terpelajar. Penyesusian pelafalan dengan bahasa asli lazim dilakukan oleh penutur usia tua dan berpendidikan rendah (Bonvillain, 1997; Schendl, 2001; Baugh dan Cable, 2002; Mukhaiyar dan Jufrizal, 2012; Jufrizal, 2013). Adanya proses pengambilan (adopsi) dan penyesuaian (adaptasi) dalam proses peminjaman kata baru dan bentuk-bentuk turunannya boleh jadi mengakibatkan terjadinya pergeseran pelafalan dan kaidah morfofonemik bahasa penerima. Tulisan ini membahas arah pergeseran pelafalan dan kaidah morfofonemik katakata turunan baru (kata bentukan baru dengan dasar leksikon kata pinjaman). Berkenaan dengan itu, pembahasan data dan kajiannya didasari oleh teori Sosiolinguistik dan morfofonemik terkait, terutama yang berkenaan dengan proses peminjaman dan pelafalan kata-kata turunan baru yang banyak muncul dalam dua dekade terakhir ini dalam BM. Penelaahan data ditujukan untuk melihat arah pergeseran pelafalan dan kaidah morfofonemik yang terjadi dalam kata-kata turunan baru tersebut. Dalam kaitannya dengan ini, tulisan ini berupaya menjelaskan secara linguistik apakah arah pergeseran 85
Vol.2, No.2 Agustus 2016
JURNAL TUTUR
ISSN 2442-3475
pelafalan dan kaidah morfofonemik itu bersifat pengambilan/pemungutan (adopsi) atau penyesuaian (adaptasi). METODE PENELITIAN Penelitian ini adalah jenis penelitian linguistik lapangan yang diperkuat oleh studi kepustakaan dengan pendekatan deskriptif-kualitatif. Data penelitian adalah katakata turunan baru dengan bentuk dasarnya adalah kata-kata pinjaman dalam BM yang digunakan penuturnya di kota Padang. Melalui penelitian lapangan dan studi pustaka, data penelitian dikumpulkan oleh tim peneliti dan dibantu oleh pembantu peneliti (12 orang mahasiswa Jurusan Bahasa dan Sastra Inggris FBS Universitas Negeri Padang). Instrumen pengumpul data adalah manusia (peneliti dan pembantu peneliti), perangkat rekam, perangkat catat, dan kuisioner. Sumber data adalah penutur asli BM dan sumbersumber tertulis yang memuat data dan informasi kebahasaan yang berkenaan dengan katakata turunan baru dalam bahasa daerah ini. Data dianalisis secara deskriptif-argumentatif berdasarkan teori sosiolinguistik dan morfofonemik terkait. SAJIAN DATA DAN PEMBAHASAN Sebagaimana dikemukakan di atas, ada tiga pertanyaan yang mendasari penelaahan data dalam tulisan ini. Untuk dapat mengungkapkan jawaban tiga pertanyaan itu secara sistematis dan argumentatif, sajian data dan pembahasannya dibagi menjadi dua subjudul, yaitu: (i) kata turunan baru BM dan pelafalannya; dan (ii) arah pergeseran pelafalan dan kaidah morfofonemik kata turunan baru BM. Berkenaan dengan kata-kata turunan baru, tentu saja pembahasannya tidak dapat dilepaskan dari kosakata baru BM, yaitu kosakata yang relatif baru dan merupakan kata-kata pinjaman dari bahasa asing. Kata Turunan Baru Bahasa Minangkabau dan Pelafalannya Penelaahan kata-kata turunan baru BM bermula dari mencermati bentuk-bentuk kata pinjaman yang diserap dari bahasa asing ke dalam bahasa daerah ini. Bentuk-bentuk kosakata baru BM yang muncul dan berkembang di kota Padang dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu: (i) kependekan atau akronim; (ii) kata pinjaman; dan (iii) pembentukan metafora baru. Berikut ini adalah contoh-contoh kosakata baru BM dari tiga kelompok tersebut (lihat juga Mukhaiyar dan Jufrizal, 2012; Jufrizal, 2013). I. Kependekan atau akronim: BM: BI: Bentuk Asal: ape hape HP tipi tivi TV kape café café pede pede percaya diri sidi CD CD jenset jenset genuine-set kompre kompre compre taplau tepi laut tapi lauik demo demo demonstrasi angkot angkutan kota angkutan kota warnet warnet warung internet 86
Bentuk Utuh: handphone ‘telepon genggam’ televisi ‘televisi’ cafeteria ‘kafetaria’ percaya diri ‘percaya diri’ compact disc ‘CD’ genuine-set ‘jenset’ comprehensive ‘komprehensif’ tapi lauik ‘tepi laut’ demonstrasi ‘demonstrasi’ angkutan kota ‘angkutan kota’ warung internet‘warung internet’
Vol.2, No.2 Agustus 2016
II. Kata Pinjaman: 1. Adopsi: 2. Adaptasi:
ISSN 2442-3475
JURNAL TUTUR
aksen enjoi tablet negatif webset feil kemping internet kosmetik notbuk apdet kopi paste
accent enjoy tablet negative web-site file camping internet cosmetic notebook update copy paste
‘logat’ ‘senang’ ‘tablet’ ‘negatif’ ‘website’ ‘fail’ ‘kemping’ ‘internet’ ‘kosmetik’ ‘notbuk’ ‘updeit’ ‘kopi’ ‘paste’
trapel rental pirus kater sunami lensa remot donlod kesing pidio miskol warles botik bazar jilbab
travel rental virus cutter tsunami lens remote download cashing video missed call wireless boutique bazaar jilbab
‘travel’ ‘sewaan’ ‘virus’ ‘pisau’ ‘tsunami’ ‘lensa’ ‘rimout’ ‘unduh’ ‘sarang, bungkus’ ‘video’ ‘miskol’ ‘wairles’ ‘boutik’ ‘bazar, pasar’ ‘kerudung’
III. Metafora Baru: indak ado sinyal akua galeh antene randah kesing murah baterai alkalin sunami gadang pirus utak selebriti tabao demo masak kotak kaciak tower randah utak digital kaset kosong potokopi kakaknyo
‘tidak bisa menangkap informasi’ ‘air kemasan ukuran gelas’ ‘tidak bisa memahami dengan baik’ ‘tampilan asal-asalan’ ‘sangar, kuat’ ‘hancul lebur’ ‘kacau pikiran’ ‘selebriti gadungan’ ‘lomba masak’ ‘telepon genggam’ ‘bermasalah dalam menyampaikan pesan’ ‘sangat pintar’ ‘tidak ada pengetahuan awal’ ‘mirip sekali dengan kakaknya’ 87
Vol.2, No.2 Agustus 2016
JURNAL TUTUR
moneter panjang krisis moral
ISSN 2442-3475
‘ekonomi sulit berkepanjangan’ ‘krisis moral’
Bentuk-bentuk kata baru yang berkembang dan (mungkin) menjadi kosakata baru BM yang lazim ditemukan di Kota Padang pada umumnya adalah kata-kata pinjaman yang berkenaan dengan istilah komputer, telepon genggam, ilmu pengethuan dan pendidikan, ekonomi, politik, dan istilah-istilah teknik. Hanya sedikit sekali kata-kata baru yang (mungkin) menjadi kosakata BM yang berasal dari bahasa Belanda, Arab, Latin, Sanskerta, Portugis, Spanyol, Jepang, Jerman, atau bahasa-bahasa daerah lain di Indonesia yang pada masa sebelum tiga atau empat dekade lalu adalah bahasa-bahasa donor untuk kata-kata bahasa Indonesia dan BM (seperti bazar, jilbab, sajadah (Arab), botik, garase (Prancis); sunami (Jepang); unduh (Jawa) dan sebagainya) (lihat juga Jufrizal, 2013). Jufrizal (2013) menyatakan bahwa arus perkembangan dan pembentukan kosakata baru BM melalui peminjaman kata (loan words) disebabkan oleh tiga alasan. Pertama, arus kedatangan dan penerimaan kosakata pinjaman dari bahasa asing itu adalah kebutuhan komunikasi. Berikut ini adalah contoh kata atau istilah pinjaman yang sudah menggeser kata (leksikon) yang kurang lebih bermakna sama dalam BM. Kata Pinjaman: Padanannnya dalam BM: kater pisau ‘pisau’ asesoris hiyasan ‘hiasan’ kopi salin ‘salin’ diskusi kaji, bahas ‘kaji, bahas’ negosiasi rundiang ‘runding’ edukatif pandidikan ‘pendidikan’ klining serpis tukang sapu ‘tukang sapu’ piket panjago, rundo ‘penjaga’ rental seo ‘sewa’ kaset pita ‘kaset’ len garih ‘garis’ mbak uni, one ‘kakak perempuan’ Kedua, kosakata (pinjaman) baru itu lebih dipilih karena alasan psikologis dan edukatif, sehingga keberadaannya sudah dapat menggantikan kosakata asli yang sebenarnya mempunyai arti sama. Alasan ketiga adalah adanya pemakaian kosakata pinjaman itu secara besar-besaran dan berkelanjutan di berbagai media masa, baik cetak maupun elektronik. Kata-kata pinjaman seperti dicontohkan diatas lebih dipilih untuk digunakan dalam tulisan populer dan media masa dari pada menggunakan kata-kata dengan makna sama yang tersedia dalam BM. Derasnya arus peminjaman kata dari bahasa asing adalah pangkal mula terjadikan pergeseran fonetis, fonologis, dan leksikal dalam satu bahasa. Gejala seperti ini lazim terjadi karena pada periode awal masuknya kata itu ke dalam satu bahasa dilafalkan sesuai dengan pelafalan bahasa sumbernya (adoption). Apalagi peminjaman dan pelafalan itu pada umumnya dimulai oleh orang terdidik (kaum terpelajar). Kata-kata turunan baru BM yang dibentuk dari kata dasar pinjaman itu cenderung dilafalkan mengikuti kaidah morfofonemik bahasa sumber atau mengikuti pelafalan umum yang digunakan oleh kalangan terpelajar di Indonesia. Berikut ini adalah contoh pelafalan kata turunan baru 88
Vol.2, No.2 Agustus 2016
JURNAL TUTUR
ISSN 2442-3475
BM yang umum ditemukan. Lafal yang ada: Lafal seharusnya dalam BM: 3. ba-aksi [baraksi] [baaksi] ba-tablet [batablet] [batableiʔ] ma-negatif-an [manegatifan] [manegatif’an] webset-an [websetan] [webset’an] ma-feil-an [mamfeilan [mafail’an] ba-kemping [ba-kemping] [bakampiang] ma-internet-an [manginternetan] [mainternet’an] ba-kosmetik [bakosmetik] [bakosmatiaʔ] ba-notbuk [banotbuk] [banotbuaʔ] ma-apdet [mangapdet] [ma‘apdaiʔ] ba-trapel [batrapel] [batrape] ma-rental-an [marentalan] [marentaan] ba-pirus [bapirus] [bapiruih] ba-kater [bakater] [bakate] ba-remot [baremot] [baremoiʔ] ma-donlod [mandonlod] [madonloiʔ] ba-kesing [bakesing] [bakesiang] ma-miskol [ma-miskol] [mamisko] ba-warles [bawarles] [bawarleih] ba-botik [babotik] [babotiaʔ] ba-bazar [babazar] [babaza:] ba-jilbab [bajilbab] [bajilabab] Hasil-hasil kajian linguistik diakronis menunjukkan bahwa awal mula pelafalan kata-kata dan kata turunan yang berasal dari kata pinjaman adalah bersifat penerimaan (adoption). Dalam perjalanannya dan dalam waktu yang lama, barulah terjadi penyesuaian pelafalan sehingga kata-kata tersebut dilafalkan dan bahkan dieja sesuai dengan sistem bunyi bahasa yang menerimanya (adaptation) (Schendl, 2001; Kramsch, 2001; Baugh dan Cable, 2002; Mukhaiyar dan Jufrizal, 2012). Seperti diperlihatkan oleh contoh-contoh kata turunan baru dalam BM di atas, sebagian besar pelafalannya bersifat penerimaan dari bahasa sumber atau mengikuti pelafalan umum dalam bahasa Indonesia kaum terpelajar, meskipun sebagian kecil ada yang sudah mengalami penyesuaian. Diduga bahwa kata-kata dan kata turunan baru yang sudah mengalami penyesuaian pelafalan itu adalah peminjaman yang sudah berlangsung lama. Hampir tiap hari kata dalam satu bahasa muncul dan/atau berganti (hilang) seiring dengan perkembangan sosial-budaya masyarakat penuturnya yang diiringi oleh perubahan pelafalan. Perubahan dan perkembangan kosakata baru malah makin cepat adanya pada masyarakat dinamis dan heterogen, seperti di kota-kota besar (Lyons, 1987; Bonvillain, 1997; Foley, 1997; Kramsch, 2001; Schendl, 2001). Lebih jauh dapat dikemukakan bahwa secara alami, pelafalan kata-kata pinjaman pada tahap awal bersifat penerimaan (adoption); pelafalannya mengikuti pelafalan penutur asli bahasa sumber. Ini disebabkan oleh kenyataan bahwa para “peminjam” kata atau bahasa berusaha meniru dari penutur asli. Biasanya para peminjam itu adalah orangorang terpelajar dan para dwibahasawan atau anekabahasawan pada masyarakatnya. Keadaan seperti ini ada hubungannya dengan sikap dan psikologi-sosial kebanyakan kaum terpelajar dan dwibahasawan. Lalu, sejalan dengan perjalanan waktu, pelafalan kata-kata 89
Vol.2, No.2 Agustus 2016
JURNAL TUTUR
ISSN 2442-3475
pinjaman itu mulai mengalami penyesuaian (adaptation) dengan berbagai bentuk dan sifat perubahan bunyi yang secara bertahap (lihat Appel dan Muysken, 1988; Bovillain, 1997; Schendl, 2001). Arah Pergeseran Pelafalan dan Kaidah Morfofonemik Kata Turunan Baru BM Telaah data di atas menunjukkan bahwa sebagian besar pelafalan kata-kata baru yang merupakan kata-kata pinjaman tersebut bersifat adopsi; menyesuaikan dengan pelafalan dalam bahasa sumber atau meniru pelafalan baku dalam bahasa Indonesia. Umumnya ini terjadi pada kata-kata yang periode waktu peminjamannya masih singkat; rata-rata belum melewati masa 30 tahun. Pelafalan yang bersifat adaptasi juga ditemui, namun penyesuaian itu belum sepenuhnya sesuai dengan kaidah bunyi BM. Hanya saja, berdasarkan penyesuaian yang masih bersifat “sedikit” itu dapat dikemukakan bahwa ada kemungkinan pelafalan kata-kata pinjaman yang masih bersifat adopsi itu akan mengarah ke pelafalan adaptasi pada masa yang akan datang. Dapat dinyatakan bahwa pelafalan kata dan kata-kata turunan pada tataran morfologis dan morfofonemis mengalami pergeseran secara fonetis yang cukup berarti. Pelafalan kata-kata pinjaman kebanyakan tidak mengikuti kaidah dan sistem bunyi yang lazim dalam sistem morfofonemik BM. Pergeseran pelafalan yang terjadi dalam BM, terutama yang dijumpai di Kota Padang, lebih banyak terjadi pada tataran fonetis, meskipun ada yang bersifat fonemis. Ini berarti bahwa terjadi pergeseran kaidah morfofonemik BM dalam kosakata dan kata-kata turunan baru yang diserap melalui proses peminjaman. Data di atas memperlihatkan bahwa tingkat pergeseran fonetis yang terjadi dalam BM cukup tinggi sehingga ikut memengaruhi pergeseran pelafalan fonetis kata-kata yang sudah dianggap asli dalam bahasa ini. Pergeseran fonetis dan fonemis yang secara linguistik berkenaan dengan sistem dan kaidah morfofonemik ini dipicu oleh pelafalan kata-kata (pinjaman) baru yang meniru pelafalan bahasa sumber atau menyesuaikannya dengan pelafalan umum dalam bahasa Indonesia. Di samping menggeser kaidah morfofonemik BM asli, kehadiran kata-kata pinjaman dan turunannya yang berkenaan dengan istilah-istilah teknologi, komputer, teknik, dan ilmu pengetahuan lainnya juga menggeser pemakaian kata-kata asli BM (lihat lebih jauh Jufrizal, 2013). Arah pergeseran kaidah morfofonemik yang meliputi tataran fonetis, fonemis, dan leksikal dapat dicermati melalu proses afiksasi. Proses afiksasi dengan kata dasar dari bahasa asing (pinjaman) mempunyai dua fenomena morfofonemis, yaitu: (i) proses morfofonemis yang disesuaikan (adaptasi); dan proses morfofonemis yang tidak disesuaikan dengan kaidah morfofonemik BM (adopsi). Proses afiksasi dengan dasar kata pinjaman (yang melahirkan kata turunan baru) yang mengikuti kaidah morfofonemik BM jumlahnya tidak banyak. Hampir semua katakata pinjaman yang mengalami proses afiksasi tidak mengikuti kaidah morfofonemik dan sistem bunyi BM asli, seperti ditunjukkan oleh data pada bagian terdahulu. Sebagian kata-kata turunan baru yang mengikuti kaidah morfofonemik BM adalah kata-kata yang telah lama dipinjam dan sudah dirasakan sebagai kata-kata asli BM sendiri. Ini merupakan kelaziman dan terjadi secara alami dalam waktu yang panjang (Schendl, 2001; Jufrizal, 2013). Berikut ini adalah contoh-contoh kata turunan baru lain melalui proses afiksasi dengan kata dasar dari bahasa asing yang tidak mengikuti kaidah morfofonemik BM (lihat juga Jufrizal, 2013). 90
ISSN 2442-3475
Vol.2, No.2 Agustus 2016
JURNAL TUTUR
Kata Dasar: terapi apdet sms install donlod kondisi on of edit sken serpis komplen pondasi adopsi
Pelafalan: Lafalan Seharusnya dlm BM: [manerapi] [manterapi] [mangapdet] [maʔapdeiʔ] [mangesms] [maʔesem’es] [manginstal] [maʔinstal] [mandonlod] [madonloiʔ] [mangondisi-an] [makondisi’an] [mang-on-an] [maʔonan] [mang-of-an] [maʔofan] [mangedit] [maʔedieʔ] [masken] [masken] [manyerpis] [maserpieh] [mangomplen] [makompen] [mamondasi] [mamondasi] [mangadopsi] [maʔadopsi]
Proses Afiksasi: ma + terapi ma + apdet ma + sms ma + instal ma + donlod ma + kondisi ma + on ma + of ma + edit ma + sken ma + serpis ma + komplen ma + pondasi ma + adopsi
Proses afiksasi yang diikuti oleh kaidah morfofonemik merupakan proses gramatikal alami dalam satu bahasa. Contoh-contoh di atas tidak mengikuti kaidah peluluhan bunyi dan asimilasi yang lazim terjadi dalam BM. Hampir semua kata-kata turunan baru, seperti pada data di atas, mengikuti pelafalan umum dalam bahasa Indonesia yang diujarkan oleh kelompok penutur usia muda dan kaum terpelajar. Dengan demikian, pelafalan kata turunan baru dalam BM cenderung tidak mengikuti kaidah morfofonemik asli bahasa ini; ini menunjukkan adanya pergeseran kaidah morfofonemik BM seiring dengan berbagai perkembangan dan perubahan sosial-budaya masyarakat Minangkabau. Seiring dengan pernyataan Jufrizal (2013), dapat dikemukakan bahwa arah pergeseran pelafalan dan kaidah morfofonemik kata turunan baru BM, yang meliputi tataran fonetis, fonemis, dan leksikal, adalah bersifat adopsi dan menyesuaikan dengan pelafalan umum dalam bahasa Indonesia. Pergeseran tersebut menuju ke pembentukan BM ragam umum atau ragam baku yang terbentuk dari berbagai anasir bahasa dan sosialbudaya masyarakat penuturnya. Arah pergeseran seperti ini menyebabkan hilangnya fitur-fitur bahasa asli dan berubah menjadi fitur-fitur kebahasaan baru sejalan dengan keadaan sosial-budaya yang terjadi. Dengan demikian, proses pembentukan kata turunan baru dan pelafalannya lebih banyak yang menyalahi kaidah morfofonemis BM asli; fiturfitur bunyi khas dan kelaziman pelafalan kata pada tataran morfofonemis mulai hilang dan diganti oleh pelafalan yang lebih mengarah ke bahasa yang lebih kuat pengaruhnya seperti bahasa asing (Inggris) atau bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional. SIMPULAN Adanya gejala pembentukan kata-kata turunan baru dan pelafalannya yang menyalahi kaidah morfofonemis BM adalah kerugian secara linguistik; fitur-fitur gramatikal yang khas dalam BM pada tataran morfofonemik bergeser, berubah, dan bahkan mungkin bisa hilang. Dengan adanya fenomena seperti ini ciri khas sistem bunyi dan morfofonemis BM boleh jadi menjadi luntur dan hilang. Di sisi lain, kaidah pembentukan kata turunan baru dan pelafalannya yang menuju ke pembentukan sistem morfofonemik umum boleh juga dianggap sebagai pemerkayaan. Dengan demikian, kaidah morfofonemik BM asli (lihat misalnya Jufrizal, 1996) sudah mulai bergeser dan bertambah dengan kaidah baru yang lebih mengarah ke sistem morfofonemik bahasa Indonesia umum. Dengan demikian, 91
Vol.2, No.2 Agustus 2016
JURNAL TUTUR
ISSN 2442-3475
pergeseran kaidah morfofonemis dan pelafalan kata-kata turunan baru BM bersifat adopsi. Kata-kata turunan baru yang sudah mengikuti penyesusaian dengan kaidah morfofonemik asli BM adalah kata-kata turunan dengan kata dasar BM, Melayu, atau kata asing yang dipinjam dalam waktu yang lama dan dilafalkan oleh penutur usia tua. DAFTAR PUSTAKA Appel, Rene., dan Muysken, Pieter. 1988. Language Contact and Bilingualism. London: Edward Arnold. Badudu, J. S. 1982. Pelik-Pelik Bahasa Indonesia. Bandung: Pustaka Prima. Baugh, Albert C., dan Cable, Thomas. 2002. A History of English Language. London: Routledge. Comrie, Bernard. 1989. Language Universals and Linguistic Typology. Oxford: Basil Blackwell Publisher Limited. Dressler, Wofgang U. dalam Kenneth C. Hill (ed.). Morphophonology: The Dynamic of Derivation. Ann Arbor: Karona Publisher, Inc. Foley, William A. 1997. Anthropological Lingustics. Malden: Blackwell Publishers Inc. Hockett, Charles F. 1965. A Course in Modern Linguistics. New York: The Mac Millan Company. Jufrizal. 1996. ‘Morfofonemik Bahasa Minangkabau Dialek Padang Area’. (tesis magister tidak terbit). Denpasar: Program Magister (S2) Linguistik Universitas Udayana. Jufrizal. 2012. Tatabahasa Bahasa Minangkabau: Deskripsi dan Telaah Tipologi Linguistik. Padang: Universitas Negeri Padang Press. Jufrizal. 2013. ‘Pembentukan dan Pelafalan Kosakata Baru Bahasa Minangkabau: Menyalahi atau Memperkaya Kaidah Morfofonemiknya?’ (Makalah disajikan pada Seminar Nasional Bahasa Ibu ke-6; 22 – 23 Februari 2013). Denpasar: Program Studi Magister dan Doktor Linguistik, Program Pascasarjana Universitas Udayana. Kramsch, Claire. 2001. Language and Culture. Oxford: Oxford University Press. Lyons, John. 1987. Introducion to Theoretical Linguistics. Cambridge: Cambridge University Press. Mallinson, G., dan Blake, B. J. 1981. Language Typology: Cross-Linguistic Studies in Syntax. Amsterdam: North-Holland Publishing Company. Malmkjaer, Kirstein. 1991. The Linguistics Encyclopedia. London: Clays Ltd. St. Ives Plc. Matthews, P. H. 1978. Morphology: An Introduction to the Teory of Word Structure. Cambridge: Cambridge University Press. Mukhaiyar dan Jufrizal. 2012. ‘Bahasa Minangkabau di Kota Padang: Kebertahanan, Penertahanan, dan Arah Pergeserannya’ (laporan penelitian tidak terbit). Padang: Program Pascasrjana Univeritas Negeri Padang. Schendl, Herbert. 2001. Historical Linguistics. Oxford: Oxford University Press. Song, J. J. 2001. Linguistic Typology: Morphology and Syntax. Harlow, England: Pearson Educated Limited. Spencer, Andrew. 1993. Morphological Theory. Oxford: Blackwell Publisher.
92