APP Pemerintah Indonesia mengidentifikasi sektor kelapa sawit dan pulp & kertas sebagai dua pendorong utama pengrusakan hutan hujan.1 Pemain terbesar di kedua sektor ini di Indonesia adalah Sinar Mas Group. Kedua divisi dalam Sinar Mas Group (SMG) ini mengambil pendekatan bersebrangan mengenai emisi deforestasi. Misalnya, dalam hal lahan gambut yang kaya karbon, divisi kelapa sawit (GAR) akan melindungi semua lahan gambut apapun kedalamannya, sementara divisi pulp dan kertas (APP) secara aktif menargetkan lahan gambut untuk persediaan kayu hutan hujan saat ini dan di masa depan. •
•
APP menebangi habis hutan hujan di wilayah yang merupakan habitat kritis satwa yang terancam punah dan lahan gambut dalam, yang secara teori terlarang untuk dikembangkan menurut hukum Indonesia. Pernyataan-pernyataan perusahaan barubaru ini menunjukkan niat mereka meneruskan pembukaan hutan sampai 2015. Sejumlah industri prngguna yang terus bertambah berusaha untuk melindungi merk mereka dengan menghindari kaitan dagang dengan perusahaan-perusahaan yang terlibat deforestasi. Korporasi dunia tersebut termasuk Staples, Kraft dan Nestlé telah menghentikan pembeliannya dari APP.
APP MENJUAL KERTAS SECARA GLOBAL YANG SUMBERNYA BERASAL DARI DEFORESTASI Sinar Mas Group (SMG) adalah sekelompok perusahaan yang beroperasi lintas sektor yang cukup luas, dan kelompok ini mencirikan diri sebagai ‘salah satu kelompok perusahaan berdasar sumberdaya alam terbesar dunia’.2 Sektor-sektor dimana mereka secara aktif berkembang termasuk pulp dan kertas, kelapa sawit dan batubara.3 Asia Pulp & Paper (APP), divisi pulp & kertas Sinar Mas, menyatakan diri sebagai salah satu dari produsen tiga terbesar dunia.4 Basis utama produksi pulp APP adalah Indonesia, dan divisi ini menyumbang sekitar 40% dari total produksi pulp Indonesia.5 APP Group bergantung pada penebangan habis hutan alam oleh perusahaan-perusahaan mitra di bawah SMG untuk memenuhi kebutuhan produksinya.6 Kayu gelondongan hasil penebangan hutan hujan Indonesia, termasuk hutan lahan gambut, menyumbang sekitar 20% serat yang dijadikan bubur kertas di pabrik-pabrik APP antara tahun 2007 dan 2009.7 Cina saat ini adalah basis produksi produk-produk kertas, kemasan dan tisu APP.8 Pabrik-pabrik APP di Indonesia dan Cina memproduksi produk-produk kertas kemasan dan produk-produk untuk banyak merk global lintas sektor, dari makanan sampai elektronik, kosmetik, alas kaki, rokok dan mainan.9 Pada bulan Juli 2010 Greenpeace Internasional meluncurkan laporan ‘Bagaimana Sinar Mas meluluhkan bumi’.10 Investigasi di lapangan mendokumentasikan dampak operasi SMG/APP di hutan Bukit Tigapuluh dan Kerumutan di Sumatra. Tindakan mereka termasuk pembukaan lahan gambut dalam dan habitat harimau. Investigasi laporan mengungkapkan ambisi ekspansif besarbesaran dalam hal luas wilayah untuk pembukaan di masa mendatang serta aspirasi ekspansi kapasitas pabrik pulp di Indonesia. Perusahaan-perusahaan konsumen yang dulunya pembeli produk APP, dari investigasi Greenpeace diketahui bahwa saat ini memberlakukan kebijakan yang akan melepaskan mereka dari kaitan dagang dengan perusahaan-perusahaan yang terkait deforestasi dalam rantai pasokan mereka. Jumlah perusahaan semacam ini terus bertambah. Perusahaan semacam ini
termasuk Kraft, Nestlé, Unilever, Carrefour, Tesco, Auchan, LeClerc, Corporate Express dan Adidas.11 Keluarga yang sama, logo yang sama, strategi pengembangan bisnis yang berbeda Dikepalai oleh Franky Widjaja, divisi kelapa sawit Sinar Mas, Golden Agri Resources (GAR), memberlakukan kebijakan konservasi hutan baru ‘untuk memastikan operasi-operasi kelapa sawit mereka tidak meninggalkan jejak deforestasi. Intinya adalah […] tidak ada pengembangan pada lahan gambut dan wilayah kaya karbon’12 – artinya, ini adalah model pengembangan yang menghindari deforestasi. Sebaliknya, APP – dikepalai oleh saudara Franky, Teguh Widjaja – secara pesat mengembangkan kerajaan globalnya melalui akuisisi pabrik-pabrik pulp dan kertas,13 dengan tujuan menjadi perusahaan kertas terbesar di dunia.14 Pernyataan-pernyataan perusahaan mengkonfirmasi bahwa Indonesia akan tetap menjadi basis kunci produksi pulp,15 dan akan terus menggunakan kayu gelondongan dari hutan hujan untuk memenuhi kebutuhan produksinya16 – artinya, model pengembangan yang dituju adalah bisnis yang bergantung pada deforestasi. APP mempekerjakan Cohn and Wolfe,17 cabang dari kelompok PR terbesar di dunia, WPP, untuk membantu mencitrakan mereka sebagai perusahaan yang mengedepankan konservasi. Pernyataan-pernyataan PR baru-baru ini termasuk dukungan bagi Instruksi Presiden mengenai moratorium dua tahun untuk penerbitan izin-izin bari pada lahan gambut dan hutan.18 Namun pengumuman moratorium yang diterbitkan bulan Mei 2011 itu19 hanya berlaku pada hutan alam primer dan lahan gambut di luar konsesi yang ada. Analisis pemetaan Greenpeace20 menunjukkan bahwa jutaan hektar habitat satwa liar dan lahan gambut yang kaya karbon tetap terancam ekspansi sektor pulp. Wilayah hutan hujan yang ditargetkan oleh APP tetap tidak tersentuh moratorium. Pembabatan hutan dalam wilayah ini dapat mendorong perubahan iklim dan menggeser spesies seperti harimau Sumatra selangkah lebih dekat menuju kepunahan.
APP MENGHANCURKAN HUTAN HUJAN INDONESIA APP telah berulang kali berjanji dalam sepuluh tahun terakhir untuk sama sekali bergantung pada serat dari perkebunan yang terbarukan – awalnya ditargetkan pada tahun 2007, kemudian direvisi menjadi 200921 – dan menghentikan kebergantungan mereka pada kayu gelondongan hasil tebang habis dari hutan hujan di Indonesia. Pada tahun 2011, kepala bagian keberlanjutan APP, Aida Greenbury, mengulang kembali komitmen mereka untuk memenuhi target ini pada akhir 201522 – delapan tahun lebih lambat dari waktu yang dijanjikan semula. Pada tahun 2010, APP menyatakan bahwa sekitar 20% serat yang masuk ke kilang-kilang pulp mereka di Indonesia pada tahun sebelumnya berasal dari pembukaan hutan alam.23 Saat ini sebagian besar dari pembukaan ini terjadi di dalam wilayah konsesi di Riau dan Jambi.24 Dokumen rahasia SMG/APP tahun 200725 mengidentifikasi jutaan hektar wilayah konsesi perusahaan yang ditargetkan untuk memenuhi kebutuhan produksi yang ada dan memberi ruang untuk potensi ekspansi produksi kilang pulp di Indonesia. Dua juta hektar ditargetkan di Kalimantan dan Sumatra. Analisis Greenpeace akan dokumen-dokumen pemerintah dan perusahaan memastikan bahwa sejak Desember 2010, SMG/APP telah meningkatkan wilayah konsesi bahan bakunya setidaknya seluas 800.000 hektar. Status dari wilayah target sisanya tidak jelas. Analisis pemetaan menunjukkan bahwa sekitar 40% dari wilayah tambahan yang saat ini dikuasai oleh SMG/APP atau dimana SMG/APP telah mendapatkan izin prinsip adalah wilayah yang masih berhutan pada tahun 2006, termasuk wilayah cukup luas yang merupakan habitat satwa liar dan lahan gambut26.
Di propinsi Riau dan Jambi saja, SMG/APP bertujuan menambah konsesinya seluas 900.000 hektar antara tahun 2007 dan 2009. Pada tahun 2006, lebih dari separuh wilayah ini berhutan dan seperempatnya lahan gambut.27 Pada akhir tahun 2007, lebih dari separuh wilayah yang ditargetkan untuk ekspansi konsesi ini disetujui oleh pemerintah Indonesia atau sedang dalam proses akuisisi oleh SMG/APP.28 Dua wilayah target ekspansi terbesar oleh SMG/APP adalah Bentang Hutan Bukit Tigapuluh, yang membentang di propinsi Riau dan Jambi, serta Hutan Gambut Kerumutan di Riau. Analisis pemetaan oleh Greenpeace yang diterbitkan bulan Juli 2010 mengidentifikasi wilayah hutan, lahan gambut dan habitat satwa liar yang ditargetkan untuk ekspansi.29 Peta-peta ini disertai bukti fotografis dari deforestasi baru dan yang sedang berjalan dalam konsesi yang baru diakuisisi. Investigasi dan analisis Greenpeace tahun 2011 menunjukkan bahwa ekspansi SMG/APP berlanjut di wilayah tersebut dan sesuai dengan rencana 2007.30
INVESTIGASI GREENPEACE MENGUAK DAMPAK APP Analisis independen dari dampak operasi sektor pulp dan kelapa sawit terhalang oleh kurangnya transparansi pemerintah dan industri; hal ini termasuk kesulitan mendapatkan data yang terkini dan cukup rinci. Lemahnya kualitas data semacam ini dan kesediaan bukti lainnya dari sumbersumber resmi berarti analisis harus dipahami sebagai sebuah penilaian risiko indikatif, dan beberapa elemen harus dikonfirmasi melalui validasi lapangan. Dalam skala regional, marjin kesalahan dalam data sumber menjadi impas, walau bias yang ada dalam asumsi nilai estimasi akan teramplifikasi – misalnya estimasi konservatif simpanan karbon dalam lahan gambut. Walau dengan keterbatasan ini, menggunakan data resmi yang tersedia dari sumber-sumber pemerintah dan para ahli, Greenpeace menggunakan beberapa teknik untuk mengakses risiko operasi dan rencana-rencana ekspansi SMG/APP terhadap wilayah hutan, lahan gambut dan habitat satwa liar dan memantau dampak dari operasi tersebut. Penilaian Greenpeace mengenai nilai-nilai bentang wilayah didasarkan pada sejumlah sumber termasuk peta tutupan lahan 2006 Kementrian Kehutanan, peta habitat orangutan Kalimantan United Nations Environment Program (UNEP), bentang alam prioritas untuk konservasi harimau dari WWF/WCS/Smithsonian dan NFWF-STF, serta peta lahan gambut Wetlands International. Data konsesi dikumpulkan dari berbagai sumber pemerintah. Data hutan tanaman industri (HTI) tersedia dari Kementrian Kehutanan. Data ini tidak mengidentifikasi perusahaan yang menguasai konsesi terkait. Metode ini sering digunakan oleh pemerintah, kelompok-kelompok konservasi dan bahkan perusahaan pemegang konsesi, termasuk Sinar Mas, untuk menimbang risiko dan memantau perubahan. Berikut adalah beberapa lapisan analisis: Pemetaan risiko (analisis spasial) 1) Memetakan operasi perusahaan: hal ini membutuhkan diketahuinya batas-batas konsesi perusahaan. Sinar Mas tidak membuat informasi ini tersedia untuk umum, dengan demikian menyulitkan pemantauan publik akan operasi mereka. Sementara Kementrian Kehutanan menyediakan peta ini dan menunjukkan konsesi kayu pulp yang berizin lengkap. Informasi ini tidak selalu terkini dan tidak merinci kepemilikan dan hanya menyebutan pemegang konsesi, yang berbeda untuk hampir semua konsesi. Informasi terbaik yang ada untuk pemegang konsesi SMG/APP harus dikumpulkan dari serangkaian sumber termasuk Kementrian Kehutanan, dokumen internal perusahaan, kantor-kantor pemerintah kabupaten, organisasi konservasi dan para penilai lingkungan.
2) Memetakan nilai ekologis: menggunakan data pemetaan spasial terbaik (Geographic Information System, GIS) dari Kementrian Kehutanan, Wetlands International, United Nations Environment Program (UNEP), kelompok-kelompok ahli konservasi dan otoritas lainnya. Para ahli GIS menggunakan lapisan-lapisan data ini untuk menciptakan visi ekosistem. Misalnya pada tingkat bentang alam, hal ini menunjukkan kualitas tutupan hutan, luas dan kedalaman gambut, wilayah-wilayah konservasi keanekaragaman hayati kunci dan habitat orangutan dan harimau. Daftar kelompok data inti dijabarkan di bawah. 3) Analisis risiko: mengidentifikasi dimana letak nilai-nilai ekologis yang perlu dilindungi dalam wilayah konsesi. Pemetaan dampak (analisis temporal) 1) Membandingkan citra satelit dalam jangka waktu yang relevan: salah satu metode untuk menentukan kecepatan pembukaan hutan adalah menganalisa dan membandingkan citra satelit dari tanggal-tanggal yang berbeda. Tidak seperti Amazon di Brazil, dimana terdapat waktu satu bulan dimana relatif tidak ada tutupan awan, wilayah daratan Indonesia seringkali tertutup oleh tutupan awan tebal, dan menjadikan penggunaan citra satelit untuk menilai perubahan tutupan lahan menjadi sangat terbatas. 2) Menggabungkan analisis satelit dengan peta nilai ekologis dan batas konsesi untuk menentukan perubahan kualitas atau ketinggian nilai dalam wilayah konsesi. Investigasi lapangan dan pantauan udara (ground truthing) 1) Menentukan wilayah-wilayah prioritas untuk investigasi berdasarkan analisis risiko ekologis, analsis dampak dan data intelejen lainnya yang dapat menunjukkan potensi penebangan aktif. 2) Melakukan pantauan udara pada sejumlah konsesi untuk memastikan dan mendokumentasikan penebangan aktif dan pembangunan infrastruktural dalam wilayah yang memiliki nilai ekologi penting. 3) Mengakses wilayah-wilayah konsesi untuk mendokumentasikan bukti nilai-nilai ekologis dan sosial yang terkena dampak operasi perusahaan. Dimana memungkinkan secara logistik, juga dilakukan bukti kedalaman gambut, adanya orangutan (misalnya dengan melihat sarangnya) atau harimau (misalnya dengan jejaknya), kualitas hutan dan kepatuhan hukum dalam operasi. Informasi lain selanjutnya dapat dikumpulkan melalui kesaksian dari para pekerja dan masyarakat. Kelompok data inti yang digunakan dalam analisis pemetaan Zona tataguna lahan:31 Kementrian Kehutanan menyediakan peta tataguna lahan. Namun, peta-peta ini tidak terkini untuk propinsi Riau dan Kalimantan Tengah. Untuk kepentingan analisis ini, Greenpeace menggunakan peta rencana tataruang wilayah propinsi Riau 2007. Tutupan lahan:32 Tahun terbaru dimana data Kementrian Kehutanan untuk tutupan lahan tersedia adalah 2006. Lahan gambut:33 Peta lahan gambut pada tingkat bentang alam yang tersedia di Indonesia dibuat oleh Wetlands International. Habitat berhutan: Habitat orangutan Kalimantan:34 Peta terbaik habitat orangutan pada tingkat bentang alam yang ada dibuat oleh United Nations Environment Programme (UNEP), pertama diterbitkan pada
tahun 2004 dan kemudian diperbaharui. Habitat harimau Sumatra: Peta-peta Bentang Alam Konservasi Harimau Prioritas dikembangkan oleh sebuah koalisi termasuk WWF, WCS, Smithsonian dan NFWF-STF. Peta ini menunjukkan wilayah luas yang dapat mendukung sejumlah besar harimau. Wilayah habitat yang lebih kecil tidak disertakan yang sebenarnya penting untuk konservasi harimau. 35
Karena pesatnya deforestasi, Greenpeace menggabungkan peta ini dengan data tutupan lahan Kementrian Kehutanan. Dengan demikian data menunjukkan habitat ‘berhutan’ sejak tahun 2006. Konsesi: 1. Batubara36 Data mengenai konsesi batubara tidak tersedia dari pemerintah Indonesia. Peta konsesi batubara dapat didapatkan dari Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia. Greenpeace telah mendigitasi data tahun 2009 untuk Sumatra dan Kalimantan, wilayah prinsip yang ditargetkan untuk pengembangan batubara. Data tambahan selanjutnya tersedia pada November 2010. Dengan demikian kelompok data yang digunakan untuk analisis harus dianggap tidak lengkap. Greenpeace akan meminta data konsesi batubara agar tesedia secara terpusat dan bebas. 2. Kelapa sawit Data mengenai konsesi kelapa sawit tidak secara langsung tersedia secara terpusat dari pemerintah Indonesia. Kelompok data untuk analisis didasarkan pada data 2006–2008 yang dikumpulkan oleh beberapa sumber dan sebagiannya diperbaharui oleh Greenpeace. Sumber yang utama adalah badan pemerintah sentral dan regional termasuk Badan Pertanahan Nasional (BPN), Dinas Perkebunan (Disbun) dan Badan Perencanaan Daerah (Bapeda). Selanjutnya Kementrian Kehutanan menyediakan sebagian data mengenai konsesi dalam HTI (termasuk perkebunan karet dan kelapa sawit). Karena kurangnya transparansi sektor ini, kelompok data yang digunakan untuk analisis ini harus dipahami sebagai informasi parsial terbaik yang tersedia. Greenpeace akan menerima data konsesi kelapa sawit agar tesedia secara terpusat dan bebas. 3. Pulp/HTI37 Hutan Tanaman Industri (HTI) sebagian besar adalah perkebunan kayu pulp. Data mengenai perkebunan industri tersedia dari Kementrian Kehutanan, tetapi tidak mengidentifikasi perusahaan yang menguasai konsesi. Greenpeace akan menerima dengan baik bila ada data konsesi HTI yang lebih komprehensif. 4. Tebang pilih/ HPH38 Data mengenai konsesi HPH tersedia dari Kementrian Kehutanan.
BUKIT TIGAPULUH Bentang Hutan Bukit Tigapuluh di Sumatra bagian tengah adalah salah satu suaka terakhir untuk spesies terancam punah termasuk harimau Sumatra, dan perannya penting untuk masa depan orangutan Sumatra. Sementara sebagian dari Bentang Hutan ini dicanangkan untuk taman nasional, banyak habitat yang akan ditebangi dan terancam oleh SMG/APP. •
Bentang Hutan Bukit Tigapuluh adalah habitat yang sangat penting untuk kehidupan sejumlah spesies yang kritis terancam punah. Hutan ini juga lokasi Pusat pelepasliaran Orangutan Sumatra (Sumatran Orang-utan Reintroduction Centre) dan tempat tinggal hampir 10% semua harimau Sumatra di alam bebas.
•
Bentang Hutan Bukit Tigapuluh penting bagi dua kelompok masyarakat adat hutan: Orang Rimba dan Talang Mamak.
•
SMG/APP memperluas operasinya di Bentang Hutan Bukit Tigapuluh.
HUTAN BUKIT TIGAPULUH ADALAH SUAKA HARIMAU TERAKHIR Harimau Sumatra di ambang kepunahan, antara lain diakibatkan oleh hilangnya habitat hutan. Diperkirakan terdapat sekitar 400 harimau Sumatra tersisa di alam bebas;39 sekitar 30 ekor diperkirakan tinggal di Bentang Hutan Bukit Tigapuluh.40 Wilayah ini begitu kritis untuk keberlangsungan hidup harimau di alam bebas, sehingga ditetapkan sebagai satu dari duapuluh Bentang Konservasi Harimau Prioritas Global.41 Harimau-harimau ini berbagi habitat dengan lebih dari 150 gajah Sumatra42 dan 130 orangutan Sumatra yang telah direintroduksi ke alam bebas.43 Bentang alam ini juga merupakan tempat tinggal masyarakat dari dua kelompok adat hutan: Orang Rimba dan Talang Mamak.44 Kurang dari sepertiga Bentang alam ini telah ditetapkan oleh pemerintah sebagai taman nasional.45 Taman nasional secara prinsip meliputi wilayah dataran tinggi yang sulit diakses. Sebaliknya, gajah, harimau dan satwa liar lainnya secara umum hidup di hutan dataran rendah di luar taman nasional. Misalnya pada Mei 2011, WWF mengeluarkan gambar video dari jebakan kamera mereka yang menunjukkan 12 harimau termasuk anak-anak mereka di wilayah luar batas-batas taman nasional.46 Hutan dataran rendah di luar taman nasional diidentifikasi sebagai habitat sangat baik untuk reintroduksi orangutan Sumatra ke alam bebas, sebuah program yang dimulai tahun 2002.47 Walau demikian, pemerintah telah membagi banyak hutan dataran rendah untuk dibuka untuk perkebunan hutan industri seperti untuk kayu pulp.48 Hasilnya, perusahaan-perusahaan termasuk SMG/APP terus menargetkan dan secara aktif menebang habis hutan Sumatra yang paling penting untuk keberlangsungan satwa liar yang secara kritis terancam kepunahan. Selanjutnya, sejak tahun 2007 SMG/APP telah membuka jalan logging membelah wilayah hutan ini untuk membawa kayu-kayu dari konsesi mereka ke pabrik-pabrik pulp.49 Jalan ini membentang dari barat laut sampai tenggara, persis bersebelahan dengan batas taman nasional. Pencurian satwa liar di wilayah sekitar taman nasional meningkat tajam setelah jalan logging SMG/APP membuka akses ke wilayah ini, menurut data yang dikumpulkan antara lain oleh Frankfurt Zoological Society (FZS).50 Di beberapa tempat, jalan logging melintasi hanya beberapa kilometer dari batas taman nasional, dan koalisi ini telah mendokumentasikan beberapa kejadian pencurian yang persis di batas taman nasional.51
APP MENGHANCURKAN HABITAT SATWA LIAR Dokumen rahasia SMG/APP 200752 yang diperoleh Greenpeace menunjukkan bahwa kelompok ini menargetkan sepuluh wilayah hutan untuk ekspansi dalam Bentang Hutan Bukit Tigapuluh, berbatasan dengan Taman Nasional. Pada tahun 2011, para pemasok SMG/APP mendapatkan izin atau izin prinsip pada setidaknya empat konsesi kayu pulp.53 Menurut analisis pemetaan Greenpeace, antara 2007 dan 2011 SMG/APP telah menambah 69.500 hektar wilayah persediaan kayu pulp mereka di dalam Bentang Hutan Bukit Tigapuluh.54 Dua pertiga wilayah ini berhutan pada tahun 2006.55 Investigasi Greenpeace mendokumentasi kehilangan pesat hutan hujan dan pembangunan perkebunan setelah tahun 2006 dalam konsesi SMG/APP yang baru-baru ini diperoleh di ujung barat laut dari Bentang Hutan Bukit Tigapuluh.
Pada bulan Juli 2010, bukti dokumenter yang dirilis Greenpeace mengenai penebangan aktif di bagian barat laut Bentang Hutan Bukit Tigapuluh oleh pemasok SMG/APP, PT Artelindo Wiratama.56 Konsesi yang telah ditentukan oleh SMG/APP sebagai target ekspansi dalam dokumen internal 2007,57 dan investigasi lapangan mendokumentasikan kayu gelondongan ditransportasikan kilang APP Indah Kiat di Riau.58 Konsesi ini tertulis dalam dokumen pemerintah sebagai pemasok Indah Kiat di tahun 2009.59 Pada bulan Agustus 2010, pemantauan udara Greenpeace mendokumentasi penebangan yang berlangsung di wilayah PT Artelindo Wiratama. Konsesi dekat PT Tebo Multiagro adalah pemasok SMG/APP lainnya.60 Pada tahun 2006, lebih dari dua pertiga wilayah ini berhutan, menurut data Kementrian Kehutanan.61 Pada bulan Agustus 2010, pemantauan udara Greenpeace menunjukkan wilayah luas yang baru-baru ditanami, serta penebangan yang berlangsung di bagian barat konsesi.
INVESTIGASI GREENPEACE MENGUAK BAGAIMANA APP MENARGETKAN HABITAT SATWA LIAR Dokumen rahasia SMG/APP tahun 200762 yang diperoleh Greenpeace menunjukkan wilayahwilayah yang ditargetkan kelompok ini untuk ekspansi yang berbatasan dengan Taman Nasional Bukit Tigapuluh. Wilayah ini termasuk 31.000 hektar wilayah ex-HPH PT Dalek Hutani Esa, dimana – dengan dukungan Kementrian Kehutanan Indonesia – FZS telah membangun stasiun lapangan pada tahun 2002 dan memulai program reintroduksi orangutan ke alam bebas.63 Hutan dataran rendah telah diidentifikasi sebagai habitat yang cocok dan memberikan orangutan kesempatan paling baik yang memungkinkan untuk berkembang biak, dan membangun keluarga-keluarga baru.64 Pada tahun 2010, koalisi organisasi konservasi termasuk FZS juga memetakan kehadiran satwa liar yang terancam punah di wilayah ini, termasuk harimau, gajah dan tapir.65 Menurut dokumen Kementrian Kehutanan, pada tahun 2009 PT Rimba Hutani Mas – pemasok SMG/APP – telah mendapatkan izin prinsip66 untuk ekspansi di wilayah Bentang Alam Bukit Tigapuluh. Ex-HPH PT Dalek Hutani Esa disebutkan dalam dokumen rahasia perusahaan 200767 sebagai salah satu wilayah target. Peta Kementrian Kehutanan menunjukkan bahwa sejak 2011 wilayah konsesi ini sekarang mendapatkan izin penuh untuk pengembangan perkebunan kayu pulp.68 Analisis pemetaan Greenpeace menunjukkan bahwa pada tahun 2006 sekitar separuh dari konsesi ini adalah hutan habitat harimau.69 Hutan dalam wilayah konsesi ini beririsan dengan wilayah yang disebutkan pada tahun 2009 dan 2010 sebagai pendukung hidup masyarakat pemburu dan pengumpul hasil hutan, yaitu masyarakat Orang Rimba dan Talang Mamak.70 Pada bulan Agustus 2010, pemantauan udara Greenpeace mendokumentasikan hutan hujan yang tersisa dalam konsesi PT Rimba Hutani Mas di wilayah dekat stasiun lapangan FZS antara jalan logging dan Taman Nasional.
KERUMUTAN Hutan Gambut Kerumutan seluas 1,3 juta hektar adalah habitat yang penting bagi harimau Sumatra yang terancam punah dan salah satu wilayah lahan gambut kaya karbon yang tersisa di dunia. Sebagian besar dari wilayah ini adalah gambut dalam (>3 meter). SMG/APP secara aktif menebangi dan mengeringkan lahan gambut di bentang alam ini. •
SMG/APP telah terdokumentasi menebangi dan mengeringkan lahan gambut dalam (>3 meter) dalam Hutan Rawa Gambut Kerumutan.
•
Pada tahun 2009, PT Bina Duta Laksana dan PT Mutiara Sabuk Khatulistiwa bersamasama memasok lebih dari 170.000m³ kayu pulp yang berasal dari pembukaan hutan alam kepada PT Indah Kiat.
LAHAN GAMBUT PENTING BAGI IKLIM Di propinsi Riau terdapat 40% lahan gambut Indonesia, dan mungkin merupakan simpanan karbon paling penting di dunia dan pertahanan kunci dalam menghadapi perubahan iklim. Membentang seluas 1,3 juta hektar, Hutan Rawa Gambut Kerumutan71 di Riau adalah salah satu yang tersisa dari lahan gambut Indonesia yang luas. Bentang alam ini telah ditetapkan sebagai prioritas regional untuk kelangsungan hidup harimau di alam bebas.72 Hampir semua wilayah ini ditetapkan untuk ditebangi untuk pengembangan perkebunan industri,73 terutama untuk kayu pulp dan kelapa sawit.74 Sebagian besar dipetakan pada lahan gambut yang sangat dalam.75 Sementara APP mengkonfirmasi bahwa ‘gambut lebih dalam dari tiga meter dan terletak di hulu […] harus dilindungi dari pembangunan’ dalam hukum Indonesia,76 di SMG terdapat pendekatan yang bersebrangan mengenai pengembangan lahan gambut. Divisi kelapa sawit SMG, GAR, mempunyai kebijakan untuk ‘tidak mengembangkan lahan dengan stok karbon tinggi’.77 ‘Intinya adalah […] tidak membangun pada lahan gambut.’78 Sebaliknya, para pemasok SMG/APP terus menebangi dan mengeringkan lahan gambut, termasuk pembangunan pada lahan gambut dalam. Mereka mengaku telah menyisihkan wilayah yang ditetapkan sebagai ‘hutan rawa gambut alam yang kelebihan unik dan khusus’.79
APP MENGHANCURKAN HUTAN RAWA GAMBUT SMG/APP dipasok oleh enam konsesi di Kerumutan, dengan total lebih dari 150.000 hectares.80 Analisis pemetaan menunjukkan bahwa konsesi ini mencakup wilayah cukup luas yang merupakan lahan gambut dalam dan habitat harimau berhutan.81 Greenpeace telah menginvestigasi perdagangan kayu hutan dari konsesi-konsesi ini ke kilang pulp APP, PT Indah Kiat di Riau. Menurut dokumen resmi Kementrian Kehutanan, salah satu konsesi ini, PT Bina Duta Laksana, telah diterima untuk memasok PT Indah Kiat dengan lebih dari 80.000m³ kayu pulp dari pembukaan hutan alam pada tahun 2009.82 Investigasi Greenpeace pada September 2009 memastikan bahwa kayu hutan dari konsesi ini dibawa ke PT Indah Kiat.83 PT Mutiara Sabuk Khatulistiwa adalah wilayah konsesi pada gambut dalam berhutan sebelah utara konsesi PT Bina Duta Laksana. Wilayah ini disebutkan dalam dokumen rahasia SMG/APP 2007 sebagai target persediaan, dengan luas wilayah 45.000ha.84 Analisis mengungkap 100% dari wilayah ini dipetakan pada gambut dalam >3 meter, dan lebih dari 90% wilayah ini adalah habitat harimau berhutan pada tahun 2006.85 Menurut arsip Kementrian Kehutanan yang diterbitkan tahun 2010, konsesi ini hanya memiliki izin HPH, bukan HTI.86 Walau demikian, rencana kerja lima tahun (2006–2010) untuk HPH ini merencanakan pembukaan separuh wilayah (22.960 hektar), dan menghasilkan produksi kayu pulp sebanyak 590.000m³.87 Pada tahun 2009 kilang pulp PT Indah Kiat seharusnya menerima sebanyak hampir 99.000m³ kayu hutan dari konsesi ini, menurut dokumen Kementrian Kehutanan yang diperoleh Greenpeace.88
INVESTIGASI GREENPEACE MENGUAK BAGAIMANA APP TERUS MENARGETKAN LAHAN GAMBUT Analisis menunjukkan bahwa konsesi pemasok SMG/APP di Hutan Rawa Gambut Kerumutan berada di wilayah yang dipetakan sebagai gambut dalam >3 meter.89
PT Bina Duta Laksana sebagian besar terletak pada lahan gambut yang dipetakan berkedalaman >3 meter.90 Analisis citra satelit91 PT Bina Duta Laksana antara 2005–2009 menunjukkan penebangan pesat yang terjadi dalam konsesi ini. Sebagian besar penebangan ini berada pada wilayah yang dipetakan sebagai lahan gambut berkedalaman >3 meter. Pada April 2010, pantauan udara Greenpeace mendokumentasikan penebangan pada lahan gambut yang berlangsung pada wilayah yang dipetakan sebagai gambut dalam >3 meter di bagian barat daya dari PT Bina Duta Laksana.92 Pada bulan Agustus 2010, pantauan udara Greenpeace mendokumentasikan penebangan pada lahan gambut yang berlangsung pada wilayah yang dipetakan sebagai gambut dalam >3 meter di ujung barat konsesi.93 Serangkaian citra satelit94 sepanjang periode 2005–2011 mengungkapkan penebangan ekstensif dalam PT Mutiara Sabuk Khatulistiwa, wilayah konsesi lahan gambut berhutan di utara konsesi PT Bina Duta Laksana. Mayoritas wilayah ini dipetakan sebagai lahan gambut >3 meter. Pada bulan Mei 2011, pantauan udara Greenpeace mendokumentasikan bukti penebangan ekstensif hutan hujan di batas wilayah paling barat wilayah konsesi PT Mutiara Sabuk Khatulistiwa. Wilayah ini dipetakan sebagai lahan gambut >3 meter. Kebijakan APP paling baru, menunda komitmen mereka sampai akhir 2015 untuk hanya menggunakan serat dari perkebunan,95 menunjukkan bahwa terus bergantungnya pada penebangan hutan dan lahan gambut Indonesia, termasuk gambut dalam.96 Hal ini jauh berbanding terbalik dengan kebijakan divisi kelapa sawit SMG yaitu GAR, yang sekarang menganggap semua wilayah lahan gambut tidak boleh dikembangkan, apapun kedalamannya.97
CATATAN AKHIR 1
DNPI (2010)
2
Petromindo (2010)
3
Lihat Greenpeace (2010b)
4
Rushton (2009)
5
Harahap (2010)
6
Sinarmas Forestry mengaku menjadi ‘pemasok eksklusif’ kayu pulp untuk APP. Sinarmas Forestry Group terdiri dari sejumlah konsesi yang sebagian besar dikuasai oleh dua badan hukum: PT Arara Abadi dan PT Wirakarya Sakti. Sumber: APP (2009a): 24 7
% pada 2007, menurut APP (2009a). Perhitungan Greenpeace berdasarkan data pemerintah Indonesia juga menghasilkan 20% untuk 2009. Sumber: Kemenhut (2010a). 8
Berbagai sumber perusahaan, misalnya APP China www.app.com.cn/english/aboutus/xsdw/index.html 9
Investigasi Greenpeace 2010–2011
10
Greenpeace (2010a)
11
Korespondensi perusahaan dengan Greenpeace 2010–2011
12
GAR (2011): 4
13
Lihat misalnya, Reuters (2010), Donville (2010), Vancouver Sun (2010), CNW (2011), NGNews.ca (2011), Smith (2010)
14
Rushton et al (2010): ‘Wijaya telah mengumumkan bahwa misi perusahaan adalah menjadi “pemasok kertas dan papan kertas nomer satu di dunia”, dan investasi agresifnya di Asia saat ini mendukung pernyataan misinya’. 15
Greenbury (2010b)
16
Greenbury (2010a): 3
17
Mattinson (2010)
18
Greenbury (2010a): 1–2
19
Pemerintah Indonesia (2011)
20
Analisis pemetaan Greenpeace 2011. Disini dan selanjutnya, kelompok data termasuk Kemenhut (2010d), Kemenhut (2009a), Wahyunto et al (2003, 2004, 2006), Meijaard et al (2004), Dinerstein et al (2006), APBI-ICMA (2009) dan Kemenhut (2010c), diperbaharui dengan Kemenhut (2010b), Kemenhut (2010f) dan Kemenhut (2011). 21
APP (2004): ii dan APP (2007): 58
22
Sumber: Greenbury (2011). ‘Pada akhir 2015, kami akan mengadakan 100 persen pasokan kayu pulp kami dari stok perkebunan berkelanjutan dan mensyaratkan para pemasok kami untuk memenuhi standar pengelolaan hutan berkelanjutan Indonesia.’ 23
Sumber: Rushton (2010). ‘Pada tahun 2009, proporsi konsumsi pabrik pulp adalah sekitar 80% dari kayu perkebunan yang berkelanjutan dan 20% kayu campuran dari sisa pembangunan perkebunan.’ Hal ini konsisten dengan angka-angka sebelumnya: 20% pada 2007, menurut APP (2009a). Perhitungan Greenpeace berdasarkan data pemerintah Indonesia juga menghasilkan 20% untuk 2009. Sumber: Kemenhut (2010a). 24
Kemenhut (2010a)
25
Sinarmas Forestry (2007)
26
Analisis pemetaan Greenpeace 2011
27
Analisis pemetaan Greenpeace 2011. Peta rahasia Sinar Mas (salinan diperoleh Greenpeace) digabung dengan Kemenhut (2009a) 28
75.000 hektar telah sepenuhnya diakuisisi atau diambil alih dari perusahaan lain dan disetujui oleh Pemerintah Indonesia. Sisa konsesi 385.000 hektar telah diakuisisi. Sumber: Dokumen rahasia Sinar Mas (salinan diperoleh Greenpeace). 29
Greenpeace (2010a)
30
Analisis pemetaan Greenpeace 2011.
31
Kemenhut (2010d)
32
Kemenhut (2009a)
33
Wahyunto et al (2003, 2004, 2006)
34
Meijaard et al (2004)
35
Dinerstein et al (2006) dan WWF, SaveSumatra.org
36
APBI-ICMA (2009)
37
Kemenhut (2010c), diperbaharui dengan 1) Kemenhut (2010b) (catatan: batas konsesi diambil dari peta-peta pendukung laporan ini, yang dapat diunduh dari www.dephut.go.id/files/peta_pemanfaatan_2010/) dan 2) Kemenhut (2011).
38
Kemenhut (2010f)
39
WWF (2011)
40
KKI Warsi / Frankfurt Zoological Society / Eyes on the Forest / WWF-Indonesia (2010): 8 mengutip Balai Taman Nasional Bukit Tigapuluh, Kabupaten Tebo, Kabupaten Tanjabar, Kabupaten
INHIL, Kabupaten INHU, Frankfurt Zoological Society, WWF, Warsi, ZSL, PKHS (2009) 41
Bentang Alam Konservasi Harimau Prioritas Global (Global Priority Tiger Conservation Landscapes) adalah habitat yang dapat mendukung setidaknya 100 harimau dimana terdapat bukti perkembangbiakan. Sumber: Dinerstein et al (2006). 42
KKI Warsi / Frankfurt Zoological Society / Eyes on the Forest / WWF-Indonesia (2010): 8 mengutip Kemenhut (2007); Moßbrucker (2009) 43
KKI Warsi / Frankfurt Zoological Society / Eyes on the Forest / WWF-Indonesia (2010): 8, sejak
1 September 2010 44
misalnya KKI Warsi / Frankfurt Zoological Society / Eyes on the Forest / WWF-Indonesia (2010): 12 45
Bentang Hutan Bukit Tigapuluh terdiri dari hampir 508.000 hektar hutan bersambungan di dataran rendah dan pegunungan. Sumber: Website WWF Save Sumatra, Bukit Tigapuluh www.savesumatra.org/index.php/wherewework/detail_location/8 144.000 hektar telah ditetapkan sebagai Taman Nasional Bukit Tigapuluh. Sumber: Website Kemenhut, Taman Nasional Bukit Tiga Puluh www.dephut.go.id/INFORMASI/TN%20INDOENGLISH/bukit30_NP.htm 46
WWF (2011). Lihat http://gvn.panda.org/?r=3138&k=d4fe799aad.
47
Website Kebun Binatang Perth: www.perthzoo.wa.gov.au/Conservation--Research/Projectsin-the-Wild/Sumatran-Orangutan-Pilot-Project/. Populasi orangutan yang dibangun kembali sekarang menempati banyak bagian bentang alam Bukit Tigapuluh, terutama di zona pengangga selatan. Sumber: GRASP (2009). 48
Berdasarkan analisis Unit Pemetaan Greenpeace akan peta-peta Tataguna lahan Kementrian Kehutanan. Sumber: Kemenhut (2010d). 49
APP (2009b): 4, lihat juga KKI Warsi / Frankfurt Zoological Society / Eyes on the Forest / WWF-Indonesia (2010): 26 dan investigasi Greenpeace 2010 50
KKI Warsi / Frankfurt Zoological Society / Eyes on the Forest / WWF-Indonesia (2010): 27 Peta 14 51
KKI Warsi / Frankfurt Zoological Society / Eyes on the Forest / WWF-Indonesia (2010): 27 Peta 14 52
Sinarmas Forestry (2007)
53
PT Artelindo Wiratama, PT Rimba Hutani Mas PT Tebo Multi Agro dan PT Wirakarya Sakti. Tiga konsesi yang ada telah ditargetkan oleh SMF untuk ekspansi, tapi apakah pengambil alihan telah dirampungkan tidak diketahui (ini adalah PT Arangan Lestari, PT Wana Mukti Wisesa dan PT Wana Teladan). APP (2009b); lihat juga Chundawat et al (2008). 54
PT Artelindo Wiratama (10.470ha) + PT Rimba Hutani Mas (total wilayah 52.000ha, dengan 39.300ha dalam bentang alam BTP) + PT Tebo Multi Agro (19.770ha) = 69.531ha. 55 56
Analisis pemetaan Greenpeace 2011
Informasi lebih rinci mengenai pengadaan APP dari wilayah ini dapat ditemukan dalam Greenpeace (2010): 16-17
57
Sinarmas Forestry (2007)
58
Investigasi Greenpeace Maret 2010
59
Kemenhut (2009b)
60
Sinarmas Forestry (2007) dan WWF (2008): 8 (lihat foto)
61
Kemenhut (2009a)
62
Sinarmas Forestry (2007)
63
Misalnya KKI Warsi / Frankfurt Zoological Society / Eyes on the Forest / WWF-Indonesia (2010): 16 64
Prietje et al (2009)
65
Lihat KKI Warsi / Frankfurt Zoological Society / Eyes on the Forest / WWF-Indonesia (2010): 9 Peta 2 66
Peraturan Menteri Kehutanan No. 777/Menhut-IV/2008
67
Sinarmas Forestry (2007)
68
Kemenhut (2011)
69
Analisis pemetaan Greenpeace 2011
70
Cara hidup masyarakat ini bergantung pada berlangsungnya kesehatan hutan dataran rendah Bukit Tigapuluh dan keanekaragaman hayati yang didukungnya; deforestasi mengabaikan kepentingan masyarakat hutan ini. Survei Frankfurt Zoological Society pada tahun 2009 menemukan 42 keluarga Talang Mamak (dengan 165 jiwa) yang hidup dalam konsesi afiliasi APP/SMG yaitu PT Rimba Hutani Mas (exHPH PT Dalek Hutani Esa), yang bersebelahan dengan PT Lestari Asri Jaya. Sumber: KKI Warsi / Frankfurt Zoological Society / Eyes on the Forest / WWF-Indonesia (2010) mengutip Presentasi ‘Aliansi NGO untuk Ekosistem B30’ oleh KKI Warsi, FZS, PKHS, ZSL dan WWF, 2009. Populasi Orang Rimba di ekosistem Bukit Tigapuluh berjumlah 551 orang, terbagi menjadi 15 kelompok yang tersebar di Hutan Produksi sebelah selatan taman nasional, yaitu wilayah konsesi ex-PT IFA dan ex-PT Dalek Hutani Esa. Sumber: KKI Warsi / Frankfurt Zoological Society / Eyes on the Forest / WWF-Indonesia (2010): 12 mengutip survei KKI WARSI, April-Juni 2010. 71
IUCN (2010)
72
Bentang Alam Konservasi Harimau Prioritas Global adalah habitat yang dapat mendukung setidaknya 100 harimau dan dimana ada bukti perkembangbiakan. Sumber: Dinerstein et al (2006). 73
Konsesi HTI: Kemenhut (2010b); Konsesi kelapa sawit: Kemenhut (2010e)
74
Konsesi HTI: Kemenhut (2010b); Konsesi kelapa sawit: Kemenhut (2010e)
75
Wahyunto et al (2003)
76
Greenbury (2010b), Pemerintah Indonesia (1990)
77
GAR (2010): 39
78
GAR (2011): 4
79
APP (2009a): 104
80
PT Arara Abadi (28.143ha), PT Satria Perkasa Agung (KTH Sinar Merawang) (9.859ha), PT Riau Indo Agropalma (9.682ha), PT Bina Duta Laksana (29.132ha), PT Mutiara Sabuk Khatulistiwa (44.595ha) 81
Analisis pemetaan Greenpeace 2011
82
Kemenhut (2009b)
83
Investigasi Greenpeace September 2009
84
Sinarmas Forestry (2007)
85
Analisis pemetaan Greenpeace 2011
86
Kemenhut (2010b)
87
Kemenhut (2006)
88
Kemenhut (2009b)
89
Analisis pemetaan Greenpeace 2011
90
Wahyunto et al (2003)
91
Landsat 7 TM Path/Row 126/060, Composite band 542, citra diperoleh dari US Geological Survey. 92
Investigasi Greenpeace 2010–2011
93
Investigasi Greenpeace 2010–2011. Citra satelit dari 18 Juni 2010, 20 Juli 2010, 8 Oktober 2010 dan 13 Februari 2011 mengkonfirmasi bahwa kegiatan pembukaan ini terkonsentrasi di wilayah barat. Sumber: Landsat 7 TM Path/Row 126/060 Composite band 542, citra diperoleh dari US Geological Survey. 94
Citra satelit Landsat dari 11 November 2005, 30 Mei 2006, 1 Mei 2007, 22 Januari 2009, 18 Juni 2010, 20 Juli 2010, 8 Oktober 2010 dan 13 Februari 2011. Sumber: Landsat 7 TM Path/Row 126/060 Composite band 542, citra diperoleh dari US Geological Survey. 95
Sumber: Greenbury (2011). ‘Pada akhir 2015, kami akan mengadakan 100 persen pasokan kayu pulp kami dari stok perkebunan berkelanjutan dan mensyaratkan para pemasok kami untuk memenuhi standar pengelolaan hutan berkelanjutan Indonesia.’ 96
Greenbury (2010b): ‘Lahan gambut lebih dalam dari tiga meter dan berlokasi di hilir dan dan di rawa harus dilindungi dari pembangunan’ menurut hukum Indonesia. Di Kerumutan, APP telah mengumumkan bahwa ‘lahan gambut kritis semacam itu ada di wilayah-wilayah pasokan kayu pulp [APP] di Kerumutan, tapi telah dilindungi, tidak dikembangkan’. Sumber hukum gambut: Pemerintah Indonesia (1990). 97
GAR (2010): 39 dan GAR (2011): 4
Full presentation of this briefing is available at www.greenpeace.org/app-toying-with-extinction June 2011 Published by Greenpeace International Ottho Heldringstraat 5 1066 AZ Amsterdam The Netherlands
[email protected]