app KARAKTERISTIK MOLEKULER L-ASPARAGINASE Bacillus subtilis str. ITBCC1 ASAL INDONESIA MELALUI PENDALAMAN BIOINFORMATIKA
MUHAMAD UMAR SAID MUKSINI
ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2017
ii
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Karakteristik Molekuler L-asparaginase Bacillus subtilis str. ITBCC1 Asal Indonesia Melalui Pendalaman Bioinformatika adalah benar karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Maret 2017
Muhamad Umar Said Muksini NIM F24110061
ii
ABSTRAK MUHAMAD UMAR SAID MUKSINI. Karakteristik Molekuler LAsparaginase Bacillus subtilis str. ITBCC1 Asal Indonesia Melalui Pendalaman Bioinformatika. Dibimbing oleh MAGGY THENAWIDJAJA SUHARTONO dan SITI NURJANAH. Enzim L-asparaginase digunakan untuk mereduksi asam amino Lasparagin, prekursor akrilamida, sehingga menurunkan jumlah akrilamida yang dihasilkan pada berbagai produk olahan. Akrilamida dikelompokkan sebagai senyawa kanker kategori 2A dan menjadi perhatian publik karena ditemukan secara luas pada makanan yang diproses menggunakan suhu tinggi. Perlakuan dengan menggunakan L-asparaginase hanya mereduksi akrilamida sebesar 10% (Dria et al. 2004) hingga 25% (Lynglev dan Schoesler 2014) pada produk olahan berbasis biji kopi mentah. Nilai ini jauh lebih kecil dibanding dengan reduksi akrilamida pada produk olahan berbasis karbohidrat sebesar 97 %. Hal ini menjadikan pemanfaatan enzim L-asparaginase pada industri pengolahan berbasis kopi menjadi tidak layak secara finansial. Hipotesis penelitian ini adalah terdapat setidaknya satu atau lebih senyawa aktif pada biji kopi yang mempunyai nilai energi afinitas penambatan (energi bebas Gibbs/ ∆G) yang lebih rendah dibandingkan nilai ∆G substrat asli dari enzim L-asparaginase Bacillus subtilis str. ITBCC1 pada daerah sisi aktif, sehingga menjadikan senyawa tersebut berpotensi sebagai inhibitor kompetitif. Metode penambatan dengan menggunakan Autodock Vina dilakukan untuk menguji hipotesis. Enzim L-asparaginase Bacillus subtilis str. ITBCC1 asal Indonesia digunakan sebagai protein model yang dianalisis dalam penelitian ini karena potensi lokal yang perlu dieksplorasi. Hasil penambatan menunjukkan bahwa ligan uji asam 5kafeoilkuinat, sianidanol katekin, serta epikatekin galat sangat berpotensi sebagai inhibitor pada sisi aktif enzim. Dampak inhibisi asam 5kafeoilkuinat ditemukan secara konsisten pada hampir semua situs uji Lasparaginase dari D. Chrysanthemi, E. coli, H. Pylori, serta Cavia porcellus. Kata kunci: asparaginase, Bacillus, kopi, bioinformatika
iv
ABSTRACT MUHAMAD UMAR SAID MUKSINI. Molecular Characteristic of Bacillus subtilis str. ITBCC1 L-asparaginase from Indonesia Using Bioinformatics Analysis. Supervised by MAGGY THENAWIDJAJA SUHARTONO and SITI NURJANAH. L-asparaginase enzyme is used to reduce l-asparagine, acrylamide precursor, then reduce acrylamide content in the processed foods. Acrylamide is categorized as carcinogenic compound type 2A and being public concern since it has been found widely in heat-treated food. Treatment using Lasparaginase only reduce acrylamide content in green coffee products by 10 % (Dria et al. 2004) - 25 % (Lynglev and Schoesler 2014), lower than in starch-based products by 97 %. Therefore, the application of L-asparaginase in coffee industry is not financially feasible. Hypothesis of this research is that the presence of one or more coffee‟s active compound (s) which has lower Gibbs free energy (∆G) than native substrate in the active site of B. subtilis str. ITBCC1 L-asparaginase, thus being competitive inhibitor. Docking method was performed using Autodock Vina. Bacillus subtilis str. ITBCC1 L-asparaginase from Indonesia used as model protein analyzed in this experiment since it has local potency and need to be explored. Docking results show that tested-ligands (5-cafeoylquinic acid, cyanidanol catechin, and epicatechin gallate) exhibit the active site inhibitory effect. 5cafeoylquinic acid consistently inhibit almost all active site of lasparaginase from D. Chrysanthemi, E. coli, H. Pylori, serta Cavia porcellus. Keywords: asparaginase, Bacillus, coffee, bioinformatics.
KARAKTERISTIK MOLEKULER L-ASPARAGINASE Bacillus subtilis str. ITBCC1 ASAL INDONESIA MELALUI PENDALAMAN BIOINFORMATIKA
MUHAMAD UMAR SAID MUKSINI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2017
vi
J udul Skripsi : Karakteristik Molekuler L-asparaginase Bacillus subtilis str. ITBCCl Asal Indonesia Melalui Pendalaman Bioinformatika Nama
: Muhamad Umar Said Muksini
NIM
:F24110061
Disetujui oleh
Dr. Siti Nurjanah, S.TP, M.Si Dosen Pembimbing II
·
nandar, M.Sc
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
f-2
1 MAR 2011
PRAKATA Segala puji bagi Allah SWT, Tuhan semesta alam, yang senantiasa mencurahkan kasih sayang tiada putus-Nya, memberikan ilmu pengetahuan yang menerangi jalan, serta mendobrakkan jalan-jalan buntu bagi penulis. Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi besar Muhammad SAW, yang menunjukkan teladan terbaik bagi umatnya. Dengan segala kerendahan hati, penulis ucapakan terima kasih kepada dua wanita terhebat dan terkuat yang pernah ada di dalam hidup penulis, Ibu Siti Umai‟yah dan Kakak Siti C. Rosidah. Semangat dan segala pengorbanan kalian adalah inspirasi terbesar bagi penulis untuk tidak pernah menyerah. Serta pada almarhum Bapak Busri yang telah banyak mengajarkan kebaikan dalam hidup penulis. Serta pada Mbah Karsipah, Mas Anang, Arai, dan Aisyar yang memberikan banyak semangat dan dukungan bagi penulis. Ucapan terima kasih secara khusus penulis sampaikan kepada Prof. Dr. Maggy Thenawidjaja Suhartono, yang senantiasa memberikan kepercayaan dan pelajaran yang besar lagi berharga bagi penulis, di tengah banyaknya ketidakmampuan dan kesalahan yang penulis perbuat. Suatu kehormatan bagi penulis untuk dapat merasakan kesempatan yang mungkin hanya akan datang sekali dalam seumur hidup untuk menjadi anak bimbing Ibu. Terima kasih. Ucapan terima kasih tidak lupa penulis sampaikan kepada Dr. Siti Nurjanah, S.TP, M.Si atas kesabaran serta banyak bantuan dan masukan selama penulisan. Serta pada dosen penguji yang telah meluangkan waktu untuk memberikan saran serta masukan demi tersempurnanya tulisan ini. Ucapan terima kasih tidak lupa pula penulis sampaikan pada Dr. Puspo Edi Giriwono, S.TP, M.Sc yang telah bersedia meluangkan waktu untuk menguji sidang akhir penulis serta memberikan masukan yang berarti. Ucapan terima kasih yang tulus penulis sampaikan kepada guru IPA SD, Pak Parman, yang memperkenalkan penulis pada IPA serta menjadi guru teladan yang menginspirasi langkah-langkah akademik penulis. Serta pada semua guru TK hingga SMA dan dosen-dosen di IPB yang membagi ilmu pengetahuan serta pengalaman yang menerangi jalan penulis. Ucapan terima kasih penulis haturkan kepada Pemerintah Republik Indonesia atas program bantuan pendidikan Bidikmisi yang memungkinkan penulis untuk mengenyam ilmu-ilmu yang berharga di pendidikan tinggi. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada ketua Departemen ITP, komisi pendidikan Departemen ITP, penanggung jawab sekretariat serta kepala-kepala dan teknisi-teknisi laboratorium Mikrobiologi dan Biokimia Pusat Antar Universitas (PAU), Mikrobiologi Departemen ITP, serta Mikrobiologi SEAFAST Center. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada murid-murid penulis di kelas SBMPTN Alumni 2016 yang semangat belajar hingga jam 2 pagi, menghidupkan semangat penulis untuk tidak pernah lelah belajar. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Sandi dan Uta yang telah meminjamkan laptop serta meluangkan banyak waktu yang memungkinkan terselesaikannya tulisan ini.
x
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada teman-teman kos Soka Buntu 16, Anugrah, Yos Rizal, Farid, Ichsan, Hilman, Ian atas persaudaraan yang telah diberikan. Tulisan ini tidak mungkin akan terselesaikan tanpa bantuan dan motivasi-motivasi yang selalu diberikan oleh Maria Putri beserta Ibu Yohanna, Ririn Juni, Sonny Agmil, Naili Khadijah, Hidayati Fitri. Terima kasih penulis ucapkan kepada Mbak Ari, Teh Yayam, Mbak Tami serta teman-teman laboratorium. Penulis sampaikan terima kasih kepada karakter-karakter yang mempengaruhi kehidupan penulis: John Nash, Alan Turing, Linus Pauling, Watson bersaudara, Thomas Alva, Katniss Everdeen, Spock Vulcan, Sherlock, Sawamura, serta karakter-karakter lain yang berhasil menunjukkan pada penulis bahwa permasalahan yang dihadapi manusia tidak bersifat spesial, dan oleh karena itu tidak selayaknya manusia untuk menyerah. Tanpa mengurangi rasa hormat, penulis haturkan ucapan terima kasih yang setinggi-tingginya kepada teman-teman dan semua orang-orang baik yang berperan dalam mendorong hidup penulis ke arah yang lebih baik. Kesalahan tidak pernah luput dari penulisan, kritik yang membangun senantiasa penulis terima dengan senang hati demi tersempurnanya tulisan ini. Akhir kata, tulisan ini penulis dedikasikan bagi semua orang yang telah berjasa dalam hidup penulis, serta bagi mereka yang tidak ingin pernah berhenti untuk belajar. Jangan pernah menyerah. Semoga bermanfaat. “Tanggal 28 Juli 2016, saya dapat topik ini dengan tidak tahu sama sekali bioinformatika. Dan hari ini saya tidak menyangka bisa berjalan sejauh ini. Tulisan ini mustahil akan terselesaikan tanpa kesabaran dan kebaikan hati dari banyak orang. Terima kasih atas kesabaran kalian. Semoga semua ini bermanfaat.” (Muksin 2016) “Hanya karena siang berganti malam dan terang berganti petang bukan berarti kamu kehilangan jalan. Ciptaan terlangka terkadang hanya muncul saat malam, dan beranikan dirimu menantang gelap demi mendapatkan ilmu pengetahuan. Terang bukan sesuatu yang eksklusif sebagaimana gelap bukan sesuatu yang eksklusif. Bersenang-senanglah” (U.B.R Drescent 2016)
Bogor, Maret 2017
Muhamad Umar Said Muksini
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL ....................................................................................... xii DAFTAR GAMBAR ................................................................................... xii PENDAHULUAN ......................................................................................... 1 Latar Belakang ........................................................................................... 1 Tujuan Penelitian ....................................................................................... 3 Hipotesis .................................................................................................... 4 METODOLOGI PENELITIAN .................................................................... 4 Alat dan Bahan ........................................................................................... 4 Prosedur ..................................................................................................... 6 HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................... 11 Penjajaran Sekuens Nukleotida ................................................................ 11 Sekuens Asam Amino .............................................................................. 19 Karakteristik Sinyal Peptida..................................................................... 19 Pemodelan Protein Tiga Dimensi (3D) .................................................... 27 Validasi Model Protein ............................................................................ 29 Pendugaan Domain dan Pendugaan Sisi Aktif ........................................ 31 Karakteristik Protein Berdasar Sekuens Asam Amino Hasil Translasi ... 32 Pendugaan Penambatan Ligan L-Asparagin terhadap Enzim Lasparaginase Bacillus subtilis str. ITBCC1 .............................................. 32 Pendugaan Penambatan Ligan Native terhadap Enzim L-asparaginase Bacillus subtilis str. ITBCC1 ................................................................... 43 Pendugaan Penambatan Ligan Uji terhadap Enzim L-asparaginase Bacillus subtilis str. ITBCC1 ................................................................... 46 Prediksi Penambatan Ligan Native dan Ligan Uji terhadap Enzim LAsparaginase dari Berbagai Spesies ........................................................ 59 SIMPULAN DAN SARAN ......................................................................... 60 Simpulan .................................................................................................. 60 Saran ........................................................................................................ 61 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 62 RIWAYAT HIDUP ..................................................................................... 67
DAFTAR TABEL Perangkat lunak dan program daring beserta fungsi Perangkat lunak dan program daring beserta sumber pengunduhan Hasil penjajaran sekuens nukleotida uji terhadap basis data pada program BLASTN NCBI Hasil penjajaran sekuens nukleotida uji terhadap basis data sekuens nukleotida terpatenkan pada program BLASTN NCBI Hasil penjajaran sekuens nukleotida uji terhadap gen-gen tertentu menggunakan algoritma Needleman-Wunsch Situs pemotongan sinyal peptida sekretori pada delapan strain B. subtilis uji Skor lokalisasi (localization score) untuk daerah-daerah terprediksi pada sel Skor sinyal peptida untuk sinyal peptida sekretori dan sinyal peptida lipoprotein Probabilitas beberapa asam amino menjadi residu asam amino pada situs perlekatan terhadap ligan Energi afinitas penambatan (kcal/ mol) untuk dua puluh konformasi ligan uji Interaksi residu asam amino pada makromolekul uji dengan residu asam amino pada peptida uji
4 5 12 14 15 23 25 26 32 33 49
DAFTAR GAMBAR Sekuens nukleotida dari gen penyandi L-asparaginase B. subtilis str. ITBCC1 Hubungan kekerabatan antara B. subtilis str. ITBCC1 BLAST Uniprot sekuens uji terhadap basis data protein BLAST Uniprot sekuens uji terhadap basis data protein Hasil penjajaran sekuens uji dengan sekuens nukleotida dari gen ansB E. coli str. K-12 substr. MG1655 Prediksi situs pemotongan sinyal peptida pada sekuens protein uji oleh enzim sinyal peptidase tipe-II Sinyal peptida lipoprotein dengan situs pemotongan diprediksi di antara residu ke-19 (Gly-19) dan ke-20 (Cys-20) L-asparaginase monomerik yang diperoleh dari I-TASSER L-asparaginase homotetramerik yang diperoleh dari Swiss Model Expasy Plot Ramachandran residu-residu asam amino pada model protein homotetramerik Swiss Model Expasy Plot Ramachandran residu-residu asam amino pada model protein monomerik I-TASSER Sebaran penambatan 20 konformasi (mode) ligan L-asparagin uji pada 7 situs pada makromolekul uji (situs A, AB, AC, B, BD, CA, dan DB) Penambatan ligan L-asparagin pada situs A
12 13 14 15 17 24 27 28 29 30 31
34 35
Sebaran penambatan ulang 20 konformasi (mode) ligan Lasparagin uji pada situs-situs pada makromolekul uji yang secara positif ditemukan keberadaan kandidat residu katalitik Thr-61 ataupun Thr-141 (situs AC, BD, CA, dan DB) Penambatan ligan L-asparagin pada situs AC Penambatan ligan L-asparagin pada situs BD Penambatan Ligan L-asparagin pada situs CA Penambatan Ligan L-asparagin pada situs DB Nilai energi penambatan (∆G) dari beberapa ligan native terhadap situs penambatan AC dari makromolekul uji Nilai energi penambatan (∆G) dari beberapa ligan native terhadap situs penambatan BD dari makromolekul uji Nilai energi penambatan (∆G) dari beberapa ligan native terhadap situs penambatan CA dari makromolekul uji Nilai energi penambatan (∆G) dari beberapa ligan native terhadap situs penambatan DB dari makromolekul uji Struktur 3D dari: A (B-kalata) dan B (siklopeptida uji) Hasil penambatan ligan sikloppetida uji terhadap makromolekul uji Nilai energi penambatan (∆G) dari beberapa ligan native dan ligan uji terhadap situs penambatan AC dari makromolekul uji Penambatan kigan uji sianidanol katekin pada situs AC Nilai energi penambatan (∆G) dari beberapa ligan native dan ligan uji terhadap situs penambatan BD dari makromolekul uji Penambatan ligan uji sianidanol katekin pada situs BD Nilai energi penambatan (∆G) dari beberapa ligan native dan ligan uji terhadap situs penambatan CA dari makromolekul uji Penambatan ligan uji asam 5-kafeoilkuinat pada situs CA Nilai energi penambatan (∆G) dari beberapa ligan native dan ligan uji terhadap situs penambatan DB dari makromolekul uji Penambatan ligan uji epikatekin galat pada situs DB Nilai energi penambatan (∆G) dari beberapa ligan native dan ligan uji terhadap situs penambatan AC, BD, CA, dan DB dari makromolekul uji Nilai energi penambatan (∆G) dari beberapa ligan native dan ligan uji terhadap situs-situs penambatan pada asparaginase berbagai macam organisme
36 38 40 41 43 44 44 45 46 47 48 50 51 52 53 54 55 56 57
58
60
PENDAHULUAN Latar Belakang Enzim L-asparaginase (L-asparagin amidohidrolase, EC 3.5.1.1) digunakan untuk mereduksi asam amino L-asparagin, yang merupakan prekursor akrilamida (Stadler et al. 2002), menjadi L-aspartat dan amonia (NH3) (Borek dan Jaskolski 2001), sehingga menurunkan jumlah akrilamida yang dihasilkan pada produk pangan olahan (Morales 2008). Akrilamida dikelompokkan sebagai senyawa kanker kategori 2A dan menjadi perhatian publik karena ditemukan secara luas pada makanan yang diproses menggunakan suhu tinggi (Blank 2005). Kentang goreng, keripik, sereal, biskuit, roti, susu bubuk, serta produk-produk makanan yang digoreng diketahui sebagai sumber akrilamida yang sering dikonsumsi masyarakat. Sekitar 39 % konsumsi akrilamida pada masyarakat diketahui berasal dari kopi (Svensson et al. 2003). Mengingat tingginya konsumsi akrilamida yang berasal dari kopi, maka upaya reduksi akrilamida pada produk kopi menjadi penting untuk dilakukan. Aplikasi enzim asparaginase dilakukan dengan cara mengencerkan larutan buffer yang mengandung enzim dengan air baku industri. Campuran air baku industri dan enzim kemudian digunakan untuk merendam raw material selama waktu dan suhu terpilih sehingga dapat mereduksi konsentrasi L-asparagin, prekursor akrilamida, pada raw material. Namun demikian, perlakuan biji kopi mentah dengan menggunakan enzim L-asparaginase diketahui hanya dapat mereduksi akrilamida pada kopi sangrai setidaknya 10% (Dria et al. 2004) hingga 25% (Lynglev dan Schoesler 2014). Nilai ini jauh lebih rendah apabila dibandingkan dengan nilai aktivitas enzim L-asparaginase pada produk mashed potato yang dapat mereduksi akrilamida hingga 97 % (Ciesarova et al. 2006). Rendahnya aktivitas enzim L-asparaginase dalam mereduksi akrilamida pada produk kopi menjadikan aplikasi enzim L-asparaginase pada industri kopi, dalam rangka mereduksi akrilamida, menjadi tidak layak secara finansial. Reduksi akrilamida pada produk kopi setidaknya 50% (Cha 2013) dapat diperoleh apabila amidase termofilik digunakan selama penyeduhan dengan suhu 70 ˚C. Namun dalam konteks ini, penggunaan asparaginase akan lebih menguntungkan dibandingkan dengan penggunaan amidase termofilik. Hal ini terkait dengan aplikasi asparaginase pada bahan baku (raw material) sehingga inaktivasi enzim dapat dicapai dengan penggunaan suhu tinggi selama proses termal yang digunakan untuk mengubah raw material menjadi produk akhir. Sedangkan pada penggunaan amidase termofilik selama penyeduhan akan menyisakan pertanyaan mengenai inaktivasi enzim. Penggunaan asparaginase juga dapat mereduksi akrilamida pada produk akhir dengan mereduksi prekursor dari akrilamida itu sendiri. Sedangkan pada penggunaan amidase termofilik, walaupun dapat mereduksi akrilamida pada produk akhir, namun menghasilkan produk samping berupa asam akrilik yang masih mempunyai sifat toksin. Hal ini mendorong pada pemanfaatan asparaginase yang lebih luas dibandingkan dengan amidase termofilik itu sendiri. Berfokus pada rendahnya aktivitas enzim L-asparaginase pada produk kopi namun tidak pada produk mashed potato menunjukkan bahwa interaksi enzim dengan komponen senyawa-senyawa yang ditemukan pada biji kopi, dan tidak
2
ditemukan pada kentang (mashed potato), menyebabkan terjadinya fenomena inhibisi pada enzim L-asparaginase. Berusaha menjawab tantangan tersebut, penelitian ini bertujuan, salah satunya, untuk menganalisis ada atau tidaknya kemampuan inhibisi dari beberapa senyawa aktif yang terdapat pada biji kopi mentah terhadap enzim L-asparaginase yang dimungkinkan bertanggung jawab terhadap rendahnya aktivitas enzim L-asparaginase selama aplikasi pada produk kopi. Hipotesis yang dibangun dalam penelitian ini adalah terdapat setidaknya satu atau lebih senyawa aktif pada biji kopi (untuk selanjutnya disebut sebagai ligan uji) yang mempunyai nilai energi afinitas penambatan (energi bebas Gibbs/ ∆G) yang lebih rendah dibandingkan nilai ∆G substrat asli (untuk selanjutnya disebut sebagai ligan native) pada daerah sisi aktif. Melalui persamaan: ∆G = -RTlnKb Kb (konstanta binding) = ln Kb = - ln Kd Ki = Kd sehingga, ∆G = RTlnKi (1) Maka dapat ditunjukkan bahwa semakin rendah nilai ∆G akan menghasilkan nilai Ki (konstanta inhibisi) yang semakin rendah pula. Melalui persamaan 2, dapat diketahui bahwa semakin rendah nilai Ki yang diperoleh, menunjukkan tingginya konsentrasi enzim-substrat atau rendahnya konsentrasi enzim maupun substrat yang tidak terikat, sehingga menunjukkan potensi inhibisi yang lebih besar. [ ] [ ] Ki = [ ] (2) Sehingga semakin rendah nilai ∆G ligan uji yang menambat di daerah sisi aktif menunjukkan nilai Ki dari ligan uji tersebut yang semakin kecil pula, meningkatkan potensi inhibisi dari ligan uji tersebut untuk dapat menginhibisi enzim dengan lebih kuat. Mengingat analisis yang dilakukan dalam penelitian ini dibatasi pada daerah sisi aktif enzim, dengan demikian hipotesis penelitian ini dibangun secara terbatas untuk menguji kemungkinan adanya ligan uji yang dapat berperan sebagai inhibitor kompetitif, dengan tidak mempertimbangkan kemungkinan adanya kemampuan inhibisi ligan (-ligan) uji pada daerah allosterik. Penentuan ligan-ligan uji yang digunakan dalam penelitian ini didasarkan pada jurnal penelitian yang tersedia di internet mengenai senyawa-senyawa aktif yang terdapat pada biji kopi. Kreicbergs et al. (2011) melaporkan kadar dari beberapa senyawa aktif pada kopi, meliputi: asam klorogenat sebesar 1.4 hingga 2.8 g 100 g-1, asam kafeat sebesar 1.2 hingga 2.5 g 100 g-1, kafein sebesar 0.7 hingga 1.5 g 100 g-1, katekin sebesar 30 hingga 80 mg 100 g-1, serta epikatekin sebesar 11 hingga 30 mg 100 g-1. Asam klorogenat (asam kafeoilkuinat), kafein, serta trigonelin diduga berperan sebagai senyawa aktif pada kopi (Farah 2012). Senyawa siklopeptida (cyclopeptides) yang ditemukan pada kopi, contohnya kalata B1, sirkulin A, sirkulin B, serta siklopsikotrida diduga dapat menjadi inhibitor enzim. (Tam et al 1999). Siklopeptida mempunyai beberapa jembatan disulfida yang terbentuk dari residu-residu sistein pada peptida tersebut, hal ini menjadikan siklopeptida stabil terhadap temperatur tinggi, senyawa kimia, maupun enzim (Hernandez et al. 2000; Nguyen et al. 2014).
3
Berdasarkan literatur tersebut, maka asam klorogenat (asam 5-kafeoilkuinat serta asam 3-kafeoilkuinat), asam kafeat, kafein, katekin, epikatekin, trigonelin, serta siklopeptida kalata B1 dipilih untuk digunakan sebagai ligan-ligan uji dalam penelitian ini. Sejauh ini belum ditemukan laporan dampak inhibisi senyawa aktif pada biji kopi terhadap enzim L-asparaginase, baik laporan in vivo, in vitro, maupun in silico. Metode docking (penambatan) menggunakan perangkat lunak Autodock Vina dilakukan untuk melihat potensi ligan-ligan uji untuk dapat tertambat pada enzim L-asparaginase. Ligan native yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: asam amino L-asparagin, L-aspartat, L-glutamin, serta Lglutamat. Enzim L-asparaginase Bacillus subtilis str. ITBCC1 asal Indonesia digunakan sebagai protein model yang dianalisis dalam penelitian ini karena adanya potensi lokal yang perlu dieksplorasi lebih lanjut. Bakteri Bacillus sp. ditemukan secara luas pada produk pangan terfermentasi, secara historik teruji aman dikonsumsi manusia. Karakterisasi enzim L-asparaginase Bacillus sp. telah banyak dilakukan dalam menganalisis pH dan suhu optimum enzim. Informasi mengenai kemampuan sisi aktif, mekanisme penyerangan nukleofilik, residu pendorong elektron, residu yang bertanggung jawab terhadap stabilisasi sisi aktif, interaksi ligan-protein, interaksi protein-protein, folding, ataupun informasi molekuler lainnya dari enzim L-asparaginase Bacillus sp. belum banyak tersedia. Pengetahuan lebih luas mengenai enzim L-asparaginase Bacillus sp. secara molekuler diperlukan untuk dapat melakukan site-directed mutagenesis terhadap residu-residu asam amino tertentu dari enzim, terutama pada situs penambatan, sehingga dapat memodifikasi sifat enzim L-asparaginase Bacillus sp. ke arah yang lebih diinginkan. Terdapat lebih dari 3,430 hasil penelusuran terkait data gen asparaginase pada pangkalan data GeneBank dari National Center for Biotechnology Information (NCBI)(Per Agustus 2016). Sekuens genom lengkap (completed gene) dari beberapa spesies Bacillus sp. juga telah dideposit pada pangkalan data GeneBank. Namun demikian, penelusuran data kristalografi asparaginase pada pangkalan data Protein Data Bank (PDB) hanya menghasilkan 94 data (per Agustus 2016), dengan sebagian besar data redundan dan tidak satu pun data kristalografi asparaginase Bacillus sp. dapat ditemukan. Tidak adanya data kristalografi L-asparaginase asal Bacillus sp. menjadikan pengkarakterisasian molekuler dari asparaginase Bacillus sp. sulit untuk dilakukan, yang pada akhirnya akan mereduksi upaya pengkarakterisasian itu sendiri. Bioinformatika, melalui studi in silico, menengahi ketiadaan data terpenting di dalam penelitian ini, yaitu data kristalografi L-asparaginase Bacillus sp. dengan pendekatan terhadap data-data dan pola-pola yang sudah ada. Tujuan Penelitian Mengarakterisasi enzim L-asparaginase Bacillus subtilis str. ITBCC1 secara molekuler melalui pendalaman bioinformatika; menentukan potensi inhibisi dari senyawa-senyawa aktif yang terdapat pada biji kopi mentah (asam 5kafeoilkuinat, asam 3-kafeoilkuinat, asam kafeat, kafein, katekin, epikatekin, trigonelin, serta siklopeptida kalata B1) terhadap enzim L-asparaginase dari Bacillus subtilis str. ITBCC1; mengidentifikasi residu-residu asam amino penting
4
pada daerah sisi aktif pada enzim L-asparaginase Bacillus subtilis str. ITBCC1 secara in silico; dan membandingkan dampak inhibisi ligan terpilih terhadap enzim L-asparaginase dari Dickeya chrysanthemi, Escherisia coli, Heliobacter pylori, serta Cavia porcellus. Hipotesis Terdapat setidaknya satu atau lebih senyawa aktif pada biji kopi yang mempunyai nilai energi afinitas penambatan (energi bebas Gibbs/ ∆G) yang lebih rendah dibandingkan nilai ∆G substrat asli dari enzim L-asparaginase Bacillus subtilis str. ITBCC1 pada daerah sisi aktif, sehingga menjadikan senyawa tersebut berpotensi sebagai inhibitor kompetitif.
METODOLOGI PENELITIAN Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini berupa perangkat keras, perangkat lunak, serta program yang tersedia secara daring (dalam jaringan). Perangkat keras berupa komputer jinjing yang digunakan dalam uji penambatan (docking) dengan spesifikasi RAM (Random Access Memory) 8 GB Core I5 2450 M, grafik NVIDIA 610 M, sistem operasi Windows 10. Perangkat lunak yang digunakan Notepad, Biovia Discovery Studio v16.1.0.15350, Autodock, MGLTools, Swiss-PDB Viewer (DeepView). Program daring yang digunakan antara lain: program BLAST (Basic Local Alignment Search Tool), BLAST Uniprot, BLAST 2.2.15, translate tool, ProtParam Tool, COFACTOR, Prosite, SignalP versi 4.0, PSORTb v.3.0, CATH (Class, Architecture, Topology, Homology), Swiss Model Expasy, I-TASSER, RAMPAGE, Propka 3.0, serta program pengunduhan ligan PubChem. Perangkat lunak dan program daring yang digunakan dalam penelitian ini dapat diakses secara gratis. Perangkat lunak, fungsi singkat, beserta dengan sumber pengunduhannya dijelaskan dalam Tabel 1 dan Tabel 2. Tabel 1 Perangkat lunak dan program daring beserta fungsi Perangkat lunak Notepad
Fungsi Menyimpan konfigurasi dan log dalam proses penambatan (docking) dalam format *.txt Biovia Discovery Studio Visualisasi, pengeditan, serta analisis protein, ligan, serta interaksi protein-ligan Autodock Vina Penambatan molekuler (molecular docking) MGLTools Layanan antar-muka (interface) untuk mendukung Autodock Vina Swiss-PDB Viewer (DeepView) Visualisasi, pengeditan, serta analisis protein, ligan, serta interaksi protein-ligan BLAST (Basic Local Menjajarkan sekuens nukleotida uji terhadap
5
Alignment Search Tool)
basis data sekuens nukleotida penyedia layanan, mengonfirmasi organisme uji sebagai organisme target BLAST Uniprot Menjajarkan sekuens nukleotida uji terhadap basis data protein, mengonfirmasi sekuens nukleotida uji sebagai sekuens penyandi protein target BLAST 2.2.15 Menjajarkan sekuens nukleotida uji terhadap basis data penyedia layanan untuk mendapatkan pohon filogeni translate tool Menerjemahkan sekuens nukleotida uji menjadi sekuens asam amino uji ProtParam Tool Mengarakterisasi protein hasil translasi sekuens nukleotida uji berdasarkan parameter tertentu COFACTOR Memprediksi domain dan sisi aktif protein hasil translasi sekuens nukleotida uji Prosite Memprediksi domain dan sisi aktif protein hasil translasi sekuens nukleotida uji SignalP versi 4.0 Memprediksi keberadaan sinyal peptida serta memprediksi residu tempat pemotongan olah signal peptidase dari protein hasil translasi sekuens nukleotida uji PSORTb v.3.0 Memprediksi jenis protein sekretori melalui data skor lokalisasi CATH (Class, Architecture, Mengklasifikasi protein hasil translasi Topology, Homology) nukleotida uji berdasarkan class, architecture, topology, dan homology Swiss Model Expasy Membangun model protein 3D dari sekuens asam amino uji dengan basis homologi I-TASSER Membangun model protein 3D dari sekuens asam amino uji dengan basis threading RAMPAGE Memvalidasi model protein uji berdasarkan nilai Plot Ramachandran yang diperoleh Propka 3.0 Memprediksi nilai pKa teoritis untuk residuresidu asam amino penyusun protein uji PubChem Mengunduh basis data ligan yang digunakan dalam proses pengujian Tabel 2 Perangkat lunak dan program daring beserta sumber pengunduhan Perangkat lunak Biovia Discovery Studio Autodock Vina MGLTools Swiss-PDB Viewer (DeepView) BLAST (Basic Local Alignment Search Tool)
Sumber http://accelrys.com/ http://vina.scripps.edu/ http://mgltools.scripps.edu/ http://spdv.vital-it.ch/ http://blast.ncbi.nlm.nih.gov/blast/
6
BLAST Uniprot BLAST 2.2.15 translate tool ProtParam Tool COFACTOR
http://uniprot.org/ http://phylogeni.fr/ http://web.expasy.org/translate/ http://web.expasy.org/protparam/ http://zhanglab.ccmb.med.umich.edu/COFA CTOR/ Prosite http://web.expasy.org/prosite/ SignalP versi 4.0 http://cbs.dtu.dk/services/SignalP/ PSORTb v.3.0 http://psort.org/ CATH (Class, Architecture, http://cathdb.info/ Topology, Homology) Swiss Model Expasy http://swissmodel.expasy.org/ I-TASSER http://zhanglab.ccmb.med.umich.edu/ITASSER/ RAMPAGE http://mordred.bioc.cam.ac.uk/ Propka 3.0 http://nbcr-222.ucsd.edu/pdb2pqr_2.0.0/ PubChem http://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov/ Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekuens nukleotida dari gen penyandi asparaginase pada Bacillus subtilis str. ITBCC1 yang diperoleh dari Azara et. al. (2014). Data sekuens kemudian disimpan dalam format *.fasta. Data protein asparaginase Bacillus subtilis str. ITBCC1 dalam format *.pdb diperoleh dari penyedia layanan Swiss Model Expasy serta ITASSER. Data ligan natif berupa asam amino L-asparagin dan data ligan uji berupa kafein diperoleh dari PubChem dalam fomat *.sdf. Prosedur Penelitian ini terdiri dari tiga tahap, yaitu: tahap penjajaran sekuens nukelotida uji, karakterisasi protein uji dan pemodelan 3D, prediksi potensi inhibisi dari kafein. Tahap 1: Penjajaran Sekuens Nukleotida Uji Pengambilan Data Sekuens Nukleotida Data sekuens nukleotida dari gen penyandi enzim L-asparaginase Bacillus subtilis str. ITBCC1 (berikutnya akan disebut dengan sekuens nukleotida uji) diperoleh dari Azara et. al. (2014). Data disimpan dalam format *.fasta melalui perangkat lunak notepad. Penjajaran (Alignment) Sekuens Nukleotida Penjajaran sekuens nukleotida uji dilakukan dengan menggunakan program BLAST (Basic Local Alignment Search Tool). Kueri yang dimasukkan ke dalam program BLAST terdiri dari keseluruhan data nukelotida pada sekuens nukelotida uji. Program BLAST yang dijalankan berupa: BLASTN (blast nukelotida) terhadap pangkalan data non-redundan, BLASTN (blast nukleotida) terhadap pangkalan data nukleotida terpatenkan, BLASTX (blast nukleotida terhadap basis data protein). Program BLAST juga dijalankan menggunakan layanan Uniprot.
7
Kueri dijajarkan terhadap keseluruhan basis data yang ada pada penyedia layanan. Hasil BLAST dicari dengan kriteria nilai E terkecil, nilai recovery tertinggi, serta nilai identikal tertinggi. Penjajaran lebih lanjut dilakukan untuk melihat kemiripan sekuens nukleotida uji terhadap sekuens nukleotida organisme lain yang telah dikarakterisasi dengan lebih baik (completed genome sudah terkarakterisasi). Penjajaran dilakukan menggunakan Needleman-Wunsch alignment pada program BLAST. Sekuens nukleotida uji dijajarkan terhadap sekuens nukleotida dari gen asparaginase Z (ansZ) B. cereus str. 168 geneID: 938392; gen asparaginase A (ansA) B. cereus str. 168 geneID: 938717; gen asparaginase I (ansA) E. coli str. K-12 substr. MG1655 geneID: 946278; serta gen asparaginase II (ansB) E. coli str. K-12 substr. MG1655 geneID: 947454. Analisis Pohon Filogeni Pohon filogeni dibuat dengan menggunakan program BLAST 2.2.15 (Altschul et al. 1997; Dreeper et al. 2008; Dreeper et al. 2010). Kueri yang dimasukkan ke dalam program BLAST 2.2.15 terdiri dari keseluruhan data nukelotida pada sekuens nukleotida uji yang dijajarkan terhadap keseluruhan basis data penyedia layanan. Tahap 2: Karakterisasi Protein Uji dan Pemodelan Protein 3D Translasi Sekuens Asam Amino Sekuens nukleotida uji ditranslasi (diterjemahkan) menjadi sekuens asam amino L-asparaginase Bacillus subtilis str. ITBCC1 (berikutnya disebut sekuens asam amino uji). Data sekuens asam amino uji digunakan untuk karakterisasi protein L-asparaginase B. subtilis str. ITBCC1. Lebih lanjut, data sekuens asam amino uji digunakan sebagai kueri untuk tahap pemodelan protein. Sekuens nukleotida uji ditranslasi dengan menggunakan Translate Tool. Kueri yang dimasukkan ke dalam program Translate Tool terdiri dari keseluruhan data nukelotida pada sekuens nukleotida uji. Opsi “verbosa” dipilih sebagai output format. Opsi “standard” dipilih sebagai genetic code. Dihasilkan beberapa kerangka (frame) hasil dari translasi kueri. Kerangka (frame) yang berbeda dihasilkan dari proses pembacaan kueri yang berbeda, yaitu dimulai dari nukleotida pertama, kedua, dan ketiga dengan cara pembacaan forward maupun reverse. Karena kueri yang digunakan merupakan sekuens nukleotida dari gen penyandi enzim L-asparaginase yang fungsional (complete cds), maka kerangka (frame) dengan hasil translasi tanpa-terinterupsi oleh kodon stop di tengah proses translasi dipilih menjadi kerangka (frame) terpilih. Pencarian open reading frame (ORF) pada kerangka (frame) terpilih dilakukan dengan memilih asam amino metionina sebagai asam amino inisiator translasi. Sekuens asam amino uji disimpan dalam format *.fasta. Karakterisasi Sinyal Peptida Sekuens asam amino uji dikarakterisasi berdasarkan keberadaan dan jenis sinyal peptida sekretori menggunakan program SignalP versi 4.0 (Petersen et al. 2011). Sinyal peptida yang diperoleh dicek-silang dengan menggunakan program
8
PSORTb v.3.0 (Yu et al 2010). Sinyal peptida lipoprotein dianalisis menggunakan program Lipop 1.0. (Sierakowska et al. 2003). Pemodelan Protein Tiga Dimensi (3D) Pencarian templat dilakukan sebelum melakukan pemodelan protein dari enzim L-asparaginase B. subtilis str. ITBCC1 secara tiga dimensi (berikutnya akan disebut sebagai model protein). Templat dicari dengan menggunakan layanan Swiss Model Expasy. Templat dengan homologi tertinggi dipilih untuk kemudian dijadikan masukan pemodelan protein. Pemodelan otomatis, berbasis homologi, dilakukan dalam penelitian ini dengan menggunakan program Swiss Model Expasy (Arnold et al. 2006; Benkert et al. 2009; Biasini et al. 2014). Pemodelan otomatis, berbasis folding, dilakukan dalam penelitian ini dengan menggunakan situs I-TASSER (Roy et al. 2010; Yang et al. 2015; Yang dan Zhang 2015; Zhang 2008). Kueri yang digunakan baik di kedua penyedia layanan tersebut berupa keseluruhan data asam amino pada sekuens asam amino uji yang telah disimpan dalam format *.fasta. Model protein tiga dimensi dengan persen homologi tertinggi (>50%) pada laman Swiss Model Expasy diunduh dalam format *.zip/ *.rar. Model protein tiga dimensi dengan nilai C-score tertinggi pada laman I-TASSER diunduh dalam format *.pdb. File model protein disimpan dengan nama asparaginaseswiss.pdb dan asparaginasezhang.pdb untuk protein yang dimodelkan, secara berurutan, oleh penyedia layanan Swiss Expasy dan I-TASSER (Zhang Lab). Validasi Model Protein Model protein berformat *.pdb yang telah diperoleh dari Swiss Model Expasy maupun I-TASSER divalidasi dengan menggunakan Plot Ramachandran. Perhitungan Plot Ramachandran dilakukan secara daring dengan menggunakan program RAMPAGE (Lovell et al. 2002) atau dapat dilakukan secara manual dengan menggunakan perangkat lunak DeepView, menu Wind -> Plot Ramachandran. Luaran berupa daftar posisi asam-asam amino di dalam model yang terkategori favorable, allowed, dan outlier. Pengkategorian didasarkan pada plot asam amino terkait terhadap nilai phi dan psi. Model protein yang sudah tervalidasi disimpan dalam format *pdb untuk selanjutnya akan diperlakukan sebagai data makromolekul (macromolecule) pada uji penambatan (docking). Karakterisasi Domain dan Pendugaan Sisi Aktif Struktur domain yang terkonservasi selama evolusi dianalisis dengan menggunakan layanan Prosite. Kueri yang digunakan adalah keseluruhan data asam amino pada sekuens asam amino uji. Klasifikasi domain sekaligus pengecekan-silang dilakukan dengan menggunakan layanan CATH (class, architecture, topology, homology). Luaran data domain yang didapat juga dicek-silang dengan menggunakan program COFACTOR (Roy dan Zhang 2012; Roy et al. 2012; Yang et al. 2013). Kueri yang digunakan adalah keseluruhan data asam amino pada sekuens asam amino uji. Akses terhadap layanan membutuhkan waktu sekitar 24 jam hingga keluar hasil. Diperlukan surel non-komersial atau surel institusi pendidikan
9
@institusi.edu atau @instiusi.ac.id untuk dapat mengakses layanan. Surel institusi @apps.ipb.ac.id digunakan dalam penelitian ini. Sisi aktif diprediksi dengan menggunakan program Prosite. Pengecekansilang dilakukan dengan menggunakan COFACTOR. Kueri yang digunakan baik pada program Prosite maupun COFACTOR berupa keseluruhan data asam amino pada sekuens asam amino uji. Residu sisi aktif dianalisis berdasarkan literatur. Karakterisasi Protein Berdasar Sekuens Asam Amino Hasil Translasi Sekuens asam amino uji dikarakterisasi berdasarkan estimasi bobot molekuler, titik isoelektrik teoritis, komposisi asam amino, total asam amino bermuatan positif dan negatif, komposisi atom penyusun, estimasi waktu luruh (half-life), serta estimasi indeks instabilitas dari struktur primer protein yang dikuerikan. Karakterisasi menggunakan program ProtParam Tool. Kueri yang digunakan adalah keseluruhan data asam amino pada sekuens asam amino uji. Tahap 3: Prediksi Potensi Inhibisi dari Kafein Pengunduhan Ligan Data ligan yang akan diunduh adalah ligan natif dari enzim L-asparaginase serta ligan uji. Asam amino l-asparagin dipilih sebagai ligan natif yang secara alami berikatan dengan sisi aktif enzim L-asparaginase. Kafein dipilih sebagai ligan uji untuk menguji hipotesis mengenai penurunan aktivitas enzim Lasparaginase pada produk kopi yang diduga terkait kafein (lihat Pendahuluan). Senyawa aktif yang terdapat pada biji kopi mentah, selain kafein, tidak diuji sebagai ligan di dalam penelitian ini. Ligan asparagin diunduh dari situs PubChem. Ligan asparagin dalam bentuk tiga dimensi diunduh dan disimpan dalam format *.sdf. Ligan kafein diunduh dari situs yang sama dalam bentuk tiga dimensi dengan format *.sdf. Data ligan tiga dimensi berformat *.sdf yang sudah diunduh diubah menjadi format *.pdb melalui perangkat lunak Biovia Discovery Studio. Setelah ditambahkan hidrogen polar, data ligan asparagin dan data ligan kafein yang masih berformat *.sdf disimpan ulang, masing-masing, sebagai asparagin.pdb dan caffeine.pdb. Format *.sdf diubah menjadi *.pdb agar data dapat terbaca oleh perangkat lunak penambatan Autodock Vina. Uji Penambatan (Docking) Penambatan ligan natif dan ligan uji terhadap model protein L-asparaginase B. subtilis str. ITBCC1 dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak Autodock Vina (Oleg dan Arthur 2010). Perangkat lunak Autodock Vina yang berbasis Command Prompt. Perangkat lunak MGLTools digunakan sebagai antarmuka pengguna (user interface) dalam penelitian ini untuk memvisualisasikan tahapan penambatan. Penambatan dilakukan pada simulasi lingkungan vakum dengan meniadakan kemungkinan interaksi langsung terhadap molekul-molekul air, yang walaupun demikian ditutup dengan pemberian nilai penalti desolvasi untuk penentuan nilai ∆G yang diperoleh. Parameter penambatan yang diperlukan diperoleh dengan mengimpor data makromolekul (macromolecule) dan data ligan (ligand) ke dalam perangkat lunak MGLTools. Data makromolekul yang diimpor berupa data model protein yang
10
sebelumnya telah disimpan, yaitu: asparaginaseswiss.pdb dan asparaginasezhang.pdb. Penambahan hidrogen polar melalui menu Edit dan perhitungan muatan Gasteiger dilakukan untuk masing-masing makromolekul secara bergantian. File makromolekul yang sudah diedit disimpan dalam format *.pdbqt sehingga diperoleh file asparaginaseswiss.pdbqt. Data ligan yang diimpor berupa data ligan dalam bentuk tiga dimensi yang sebelumnya telah disimpan, yaitu: asparagin.pdb dan caffeine.pdb. Penambahan hidrogen polar melalui menu Edit dan pengeditan torsi melalui menu Ligand -> Torsion dilakukan untuk masing-masing ligan secara bergantian. File ligan yang sudah diedit disimpan dalam format *.pdbqt sehingga diperoleh asparagin.pdbqt dan caffeine.pdbqt. Penambatan dengan perangkat lunak Autodock Vina hanya dapat menjalankan (running) sepasang makromolekul-ligan pada sekali penambatan (penambatan multi-ligan atau multi-protein secara simultan tidak dapat dilakukan). Perangkat lunak Autodock Vina dapat dijalankan beberapa kali untuk menganalisis pasangan-pasangan makromolekul-ligan yang ingin ditambatkan. Penambatan dapat segera dimulai dengan sebelumnya memilih file yang akan bertindak sebagai makromolekul serta ligan. Data makromolekul dapat dipilih melalui menu Grid -> macromolecule -> choose. Data ligan dapat dipilih melalui menu Grid -> set map types -> choose ligand. Setelah dipilih makromolekul dan ligan yang akan ditambatkan, maka akan dilakukan penentuan koordinat penambatan. Koordinat penambatan ligan terhadap makromolekul dapat dilakukan dengan memilih menu Grid -> grid box. Penelitian ini menggunakan penambatan tidak-terarah (blind docking) yang berarti tidak dilakukan penentuan untuk koordinat penambatan spesifik pada daerah/ wilayah tertentu dari makromolekul/ protein yang diujikan, melainkan keseluruhan daerah/ wilayah dari protein tersebut yang akan dijadikan target penambatan. Sehingga cakupan wilayah Grid box akan meliputi keseluruhan ruang sebesar koordinat x, y, dan z yang dapat mengakomodir makromolekul yang utuh bersama dengan ligan. Koordinat yang telah diperoleh dicatat pada perangkat lunak notepad dan disimpan berupa conf.txt yang nantinya digunakan sebagai konfigurasi pada proses penjalanan Autodock Vina. File makromolekul dan ligan dalam format *.pdbqt disimpan dalam satu folder yang sama. Bersama dengan file tersebut, salinan perangkat lunak Vina.exe, Vina Split, serta file conf.txt disimpan dalam folder tersebut. File perangkat lunak Vina.exe dan Vina Split dapat disalin dari (lokasi penyimpanan default) Hard Disc: C -> Program Files -> The Scripps Research Institute. Folder yang telah berisikan file makromolekul dan ligan berformat *.pdbqt, Vina.exe, Vina Split, serta conf.txt disimpan dalam Hard Disc: E dengan nama folder autodocktrial pada penelitian ini. Penambatan dapat dimulai dengan membuka program Command Prompt pada menu Windows. Penambatan dijalankan dengan menggunakan coding. Kode yang dimasukkan ditujukan agar program Command Prompt dapat membuka perangkat lunak Vina.exe beserta file makromolekul, ligan, dan konfigurasi yang telah disimpan dalam folder E:\ autodocktrial. Luaran program Autodock Vina berupa file log dalam format *.txt yang berisikan daftar energi afinitas (kcal mol-1) dari konfigurasi-konfigurasi ligan yang disimulasikan. Konfigurasi ligan dengan energi afinitas paling rendah dipilih sebagai ligan terpilih untuk kemudian dibandingkan terhadap ligan terpilih lainnya. Jenis ikatan pada sisi penambatan maupun sisi aktif makromolekul
11
terhadap ligan dapat dilihat dengan menggunakan perangkat lunak Biovia Discovery Studio. Perangkat lunak Swiss-PDB Viewer (DeepView) dijadikan komplementer dari perangkat lunak Biovia Discovery Studio. Karakterisasi pKa Nilai pKa pada residu-residu asam amino digunakan sebagai data tambahan untuk menganalisis residu-residu pada sisi aktif pada penelitian ini. Nilai pKa diperoleh melalui program daring Propka 3.0.
HASIL DAN PEMBAHASAN 1. KARAKTERISTIK GEN PENYANDI L-ASPARAGINASE B. Subtilis str. ITBCC1 Penjajaran Sekuens Nukleotida Pengambilan Data Sekuens Nukleotida Data sekuens nukleotida dari gen penyandi L-asparaginase Bacillus subtilis str. ITBCC1 (berikutnya disebut sekuens nukleotida uji) diperoleh dari Azara et. al. (2014). Merujuk pada Azara et. al. (2014), isolat bakteri yang digunakan telah direkonfirmasi berdasarkan uji 16s rRNA sebagai Bacillus subtilis str. ITBCC1 dari yang sebelumnya diidentifikasi sebagai Bacillus nidulans. Sekuens nukleotida uji terdiri dari 1128 pasangan basa (bp) yang tersusun atas 31.5% basa adenin (A), 23.7% basa timin (T), 23% basa guanin (G), serta 21.8% basa sitosin (S/C). Sekuens nukleotida uji ditampilkan pada Gambar 1. 1 51 101 151 201 251 301 351 401 451 501 551 601 651 701 751 801 851 901 951 1001 1051 1101
ATGAAAAAAC TACCGGATGT CGCAGACACA CCAAACATTA ATCGAAAACC CACTGATCGA GAGCAGATTG GAAGCTGGCG GAATCGTCGT TTAAATCTTA GAGACCTTCC CAGTGAAAGT GTTCTTAACG AACCACAACA TTGCAGATGA GACACGGATT TATCTATGGA AAGCCGGAGC TCTGACGCAG AGTGGTGCGC ACTATGCGGA GCACGGATGT AATCCAAGCT
AACGAATGCT TCACATTCTC AAAAGTCTCT GAATTTTAGC TCAACGACTG GGCAGTTCCA TTAACGTCGG AAACGCATCA GACTCATGGA CCGTGAAAAG ACAGCCATCA GGCAGGTGCC ACCGGATTGC GGTACATTTA TTTCTATTTT TCTCGGTTTC TACCAAAATG AAAGGGGATT CCGAAAAAGG TCTACCCGCA AAAGGACCTG TGCTGATGCT TATTTCAATG
CGTACTTTTT CTGAAACAAA TCGGCTTCTG GACAGGAGGC AATATAAAGC GAAATGAAAG CAGCACAAAT ACCATTTGCT ACAGATACAT TGATAAACCG GCGCTGATGG CCTGAGGCAA CTCAGCCCGA AATCAGAAGA AATAATGAGA TAATCTTGAT ACGGAAGCTA GTATTTGCCG GGCGGACAGC CGGGAAATGG CTGGCATCGA TGCGCTTACC AGTATTGA
ACCGCACTAT AGAATCCCCG CCTCTGAAAA ACGATAGCTG AGGTGTTGTC ACATTGCAAA ATTGATAATA CGCTTCAGAT TGGAGGAAAC GTTGTTATTG GCCTTCTAAC AAGGGAAAGG TATGTCACCA AATGGGCTTC TTACCCGTAA GAGCTGCCGC CCTGTTTGAC GTTCTGGGAA GCAGTCAAAA TGTCGTCACA ACTCTTTAAA AAAACAAATG
TGTTTGTTTT AAAGAAAAAA AAAAGGTCTG GTGCCGATCA GGCGTTGAAT CGTCAGCGGC AAATATTGCT GATGTAGACG CGCTTATTTT TCGGTTCGAT CTGTACAATG GACGCTTGTT AAACAAACAC GTCGGAACAA GCATACGAAG AGGTTGACAT GCTGCTGTAA CGGGTCTTTA AAGGCGTCAC CCAAACCAAG CCCCCAAAAA ATCCTCAAAA
12
Gambar 1 Sekuens nukleotida dari gen penyandi L-asparaginase B. subtilis str. ITBCC1. Sekuens terdiri dari 1128 pasang basa (bp) dengan 45 % tersusun atas basa GC dan 55 % tersusun atas basa AT Penjajaran (Alignment) Sekuens Nukleotida Penjajaran (alignment) sekuens nukleotida uji menggunakan program BLAST – Basic Local Alignment Seacrh Tool yang tersedia melalui situs National Center for Biotechnology Information (NCBI). Hasil penjajaran menunjukkan bahwa sekuens nukleotida uji identik 100% terhadap gen B. subtilis str. ITBCC1 asparaginase (ansZ), complete cds. Data sekuens nukleotida dari gen penyandi Lasparaginase (ansZ) B. subtilis str. ITBCC1 telah dideposit oleh Azara et.al (2014) ke pangkalan data NCBI sehingga penjajaran yang dilakukan saat ini dapat menghasilkan keidentikan 100%, yang sekaligus merupakan konfirmasi bahwa sekuens nukleotida uji yang dikuerikan pada program BLAST berasal dari B. subtilis str. ITBCC1 yang diperoleh dari Azara et al. (2014). Sekuens nukleotida yang dikuerikan juga memiliki keidentikan yang tinggi (99%) terhadap B. subtilis subsp. subtilis str. OH 131.1, complete genome; Bacillus sp. YP1, complete genome; ataupun B. subtilis BSn5, compelete genome (Tabel 3). Tabel 3 Hasil penjajaran sekuens nukleotida uji terhadap basis data pada program BLASTN NCBI
Analisis pohon filogeni dibuat melalui layanan daring http://phylogeny.fr/ menunjukkan bahwa B. subtilis str. ITBCC1 mempunyai hubungan kekerabatan tertinggi (skor: 2141) terhadap B. subtilis subsp. subtilis str. OH 131.1 (Gambar 2).
13
B. subtilisstr. ITBCC1
Gambar 2 Hubungan kekerabatan antara B. subtilis str. ITBCC1 (dilambangkan dengan “QUERY”) dengan beberapa spesies bakteri pada basis data penyedia layanan, terlihat B. subtilis ITBCC1 berkerabat dekat dengan B. subtilis subsp. subtilis str. OH 131.1. Hasil penjajaran sekuens nukleotida uji terhadap basis data dari sekuens nukleotida terpatenkan dilakukan untuk melihat aspek legal atau aspek hukum dari sekuens nukleotida uji yang digunakan. Hasil penjajaran menunjukkan bahwa sekuens nukleotida uji mempunyai keidentikan yang tinggi (99%) terhadap sekuens 1461 dari paten EP2096177 dengan pemegang hak paten oleh Metanomics GmbH (berikutnya disebut sekuens 1461) dan terhadap sekuens 477 dari paten WO2009134339 dengan pemegang hak paten oleh Monsanto Technology, Llc (berikutnya disebut sekuens 477). Klaim sekuens 1461 ditujukan untuk sekuens mikroba yang digunakan pada proses produksi lutein, sedangkan klaim sekuens 477 ditujukan untuk sekuens DNA rekombinan pada nukleus dari biji tumbuhan. Mempertimbangkan bahwa sekuens nukleotida uji tidak terkait dengan klaim (tidak ditujukan untuk proses produksi lutein serta sekuens nukleotida uji bukan berasal maupun berada pada nukleus biji tumbuhan), maka
14
sekuens nukleotida uji terbebas dari klaim pada paten. Sekuens nukleotida 1461 juga dipatenkan di luar wilayah hukum Indonesia, sehingga klaim paten tidak mempunyai kekuatan hukum di Indonesia. Mempertimbangkan klaim dan wilayah paten terdaftar, maka sekuens nukleotida uji berdiri di atas aspek legal yang jelas, terbebas dari klaim serta tidak melanggar paten, sehingga dapat dimanfaatkan untuk dikembangkan lebih lanjut dalam penelitian asparaginase di Indonesia (Tabel 4). Tabel 4 Hasil penjajaran sekuens nukleotida uji terhadap basis data sekuens nukleotida terpatenkan pada program BLASTN NCBI
Penjajaran sekuens nukleotida uji melalui program BLASTX (blast nukleotida terhadap basis data protein) menunjukkan bahwa sekuens nukleotida uji mempunyai keidentikan yang tinggi (100%) dengan asparaginase asal Bacillus subtilis. Cek-silang dengan menggunakan layanan Uniprot menunjukkan bahwa sekuens nukleotida uji mempunyai keidentikan yang tinggi (99%) terhadap sekuens protein L-asparaginase dari B. subtilis str. 168 (Gambar 3). Hasil penjajaran melalui program BLAST, BLASTX, dan Uniprot mengindikasikan secara kuat bahwa sekuens nukleotida uji merupakan sekuens gen penyandi enzim L-asparaginase B. subtilis.
Gambar 3 BLAST Uniprot sekuens uji terhadap basis data protein. Nilai error = 0 dengan persen identik yang tinggi (98.9 %) menunjukkan bahwa sekuens gen nukleotida uji dikonfirmasi sebagai sekuens nukelotida dari gen penyandi L-asparaginase B. subtilis. Warna hitam menunjukkan sekuens nukleotida uji; warna merah menunjukkan sekuens nukleotida yang tersedia pada basis data
15
Gambar 4 BLAST Uniprot sekuens uji terhadap basis data protein. Nilai error dengan persen identik yang rendah antara sekuens nukleotida uji terhadap sekuens nukleotida dari gen penyandi L-asparaginase B. endophyt (65.6 %) maupun terhadap L-asparaginase Paenibacillus (61.4 %). Warna hitam menunjukkan sekuens nukleotida uji, warna hijau menunjukkan sekuens nukleotida yang tersedia pada basis data Penjajaran lebih lanjut dilakukan untuk melihat kemiripan sekuens nukleotida uji terhadap sekuens nukleotida organisme lain yang telah dikarakterisasi dengan lebih baik. Penjajaran dilakukan menggunakan Needleman-Wunsch alignment yang tersedia pada layanan BLAST NCBI. Hasil penjajaran sekuens nukleotida dari gen asparaginase B. subtilis str. ITBCC1 terhadap sekuens nukleotida dari gen asparaginase Z (ansZ) B. cereus str. 168, gen asparaginase A (ansA) B. cereus str. 168, gen asparaginase II (ansB) E. coli str. K-12 substr. MG1655, serta gen asparaginase I (ansA) E. coli str. K-12 substr. MG1655, masing-masing, menghasilkan persen keidentikan sebesar 99%, 48%, 56%, serta 47% (Tabel 5). Tabel 5 Hasil penjajaran sekuens nukleotida uji terhadap gen-gen tertentu menggunakan algoritma Needleman-Wunsch Gen uji ansZ B. cereus str. 168 ansA B. cereus str. 168 ansB E. coli str. K-12 substr. MG1655 ansA E. coli str. K-12 substr. MG1655
GeneID 938392 938717 947454 946278
Persen identitas 99% 48% 56% 47%
Hasil analisis menunjukkan bahwa sekuens nukelotida uji memiliki persen identitas yang lebih tinggi terhadap gen ansZ (99 %) dibandingkan dengan gen ansA (48 %) pada B. cereus str. 168. Hasil analisis juga menunjukkan bahwa sekuens nukleotida uji memiliki persen identitas yang lebih tinggi terhadap gen ansB (56 %) dibandingkan dengan gen ansA (47 %) E. coli str. K-12 substr. MG1655. Gen ansZ pada Bacillus sp. bertanggung jawab terhadap sintesis asparaginase tipe-II (Ye et al. 2000). Fungsi gen ansZ diduga setara dengan fungsi gen ansB pada Escheriscia coli yang juga menyandikan produk berupa enzim asparaginase tipe-II (Fisher dan Wray 2002). Sedangkan gen ansA, baik pada Bacillus sp maupun pada E. coli, bertanggung jawab dalam menyandikan enzim asparaginase tipe-I (Srikhanta et al. 2013, Fisher dan Wray 2002). Persen keidentikan yang tinggi antara sekuens nukleotida uji terhadap sekuens nukleotida dari gen ansZ B. cereus str. 168 maupun ansB E. coli str. K-12 substr. MG1655, serta persen keidentikan yang lebih rendah antara sekuens nukleotida uji terhadap
16
sekuens nukleotida dari gen ansA B. cereus str. 168 maupun ansA E. coli str. K12 substr. MG1655 mengonfirmasi mengenai fungsi sekuens nukleotida uji sebagai gen penyandi asparaginase tipe-II. Asparaginase tipe-II merupakan enzim periplasmik yang mempunyai afinitas tinggi (Cedar et al. 1967). Sedangkan enzim asparaginase tipe-I merupakan enzim sitoplasmik yang disintesis secara konstitutif dan mempunyai afinitas yang lebih rendah dibanding asparaginase tipe-II (Srikhanta et al. 2013). Enzim L-asparaginase tipe-II dari E. coli diketahui mempunyai aktivitas glutaminase (Miller dan Balis 1969). Pada umumnya aktivitas glutaminase pada enzim ini berkisar sekitar 10 % (Nguyen et al. 2016), walaupun tergantung pula pada sumber enzim L-asparaginase tersebut dihasilkan (Krasotkina 2004). Aktivitas glutaminase pada enzim ini dikaitkan dengan efek samping beracun (Nguyen et al. 2016), contohnya dikaitkan dengan efek samping neurotoxisitas (Offman et al. 2011), yang dialami pasien acute lymphoblastic leukemia (ALL) yang mendapat perlakuan terapi menggunakan dosis asparaginase. Pencarian dan pemodifikasian enzim L-asparaginase dengan aktivitas glutaminase yang rendah menjadi salah satu fokus penelitian di bidang medis. Gen asparaginase tipe-II diregulasi oleh Fnr dan Crp (Jennings dan Beacham 1993) serta diaktivasi oleh kondisi anaerobiosis (Atkinson dan Fisher 1990; Fisher 1999). L-asparaginase tipe-II diduga disekresikan ke luar sel selama konsentrasi amonia ektraseluler tinggi (Sun dan Setlow 1993) yang menyebabkan tidak berfungsinya transporter asparagin (sistem GlnLG) (Blawkamp et al. 2002), yang mendeplesi reseptor elektron di dalam sel (Shrikantha et al. 2013). Enzim Lasparaginase tipe-II memungkinkan terjadinya hidrolisis L-asparagin di luar sel menjadi L-aspartat dan amonia, yang memungkinkan sel untuk melakukan kemotaksis ke lingkungan yang kaya aspartat dengan bantuan persinyalan Tar (Goldberg et al 2009). Hal ini memungkinkan konversi sebagian besar aspartat menjadi fumarat yang berfungsi sebagai akseptor elektron di bawah cekaman anaerobiosis (Jones dan Gunsalus 1987).
17
.......................
Gambar 5 Hasil penjajaran sekuens uji (sekuens sebelah atas) dengan sekuens nukleotida dari gen ansB E. coli str. K-12 substr. MG1655 (sekuens sebelah bawah). Sekuens dalam kotak hijau merupakan sekuens sinyal peptida lipoprotein pada sekuens uji dengan lingkaran penanda hijau mengode asam amino sistein. Sekuens dalam kotak kuning merupakan sekuens pengode asam amino penyusun pra-domain. Sekuens yang dilingkari (ditandai selain tanpa warna hijau) merupakan sekuens pengode asam amino penting, secara berturutturut dari tanda awal ke akhir mengode asam amino prolin, treonin, treonin, aspartat, serta lisin
18
Gambar 5 menunjukkan hasil penjajaran sekuens uji (sekuens atas) dengan sekuens nukleotida dari gen ansB pada E. coli str. K-12 substr. MG1655 (sekuens bawah) (berikutnya disebut sekuens nukelotida E. coli). Asam amino pertama penyusun domain asparaginase, lisin, ditemukan pada urutan nukleotida ke-151 hingga ke-153 (CCA) pada sekuens nukelotida uji, serta pada urutan nukleotida ke-70 hingga ke-72 (CCC) pada sekuens nukleotida E. coli. Analisis lebih lanjut menunjukkan bahwa residu sisi aktif, treonin (Thr-61 pada mikroba uji; setara dengan Thr-34 pada E. coli), ditemukan pada urutan nukleotida ke-181 hingga ke183 (ACG) pada sekuens nukleotida uji, serta pada urutan nukleotida ke-100 hingga ke-102 (ACC) pada sekuens nukleotida E. coli. Residu sisi aktif lainnya (Thr-141 pada mikroba uji; setara dengan residu Thr-111 pada E. coli) ditemukan pada urutan nukleotida ke-421 hingga ke-423 (ACA) pada sekuens nukleotida uji, serta pada urutan nukleotida ke-331 hingga ke-333 (ACC) pada sekuens nukleotida E. coli. Residu aspartat-142 (pada mikroba uji; setara dengan residu Asp-112 pada E. coli) ditemukan pada urutan nukleotida ke-424 hingga ke-426 (GAT) pada sekuens nukelotida uji, serta pada urutan nukleotida ke-334 hingga ke-336 (GAC) pada sekuens nukleotida E. coli. Kandidat triad lisin-214 (pada mikroba uji; setara dengan residu lisin-184 pada E. coli) ditemukan pada urutan nukleotida ke-640 hingga ke-642 (AAA) pada sekuens nukleotida uji, serta pada urutan nukleotida ke-550 hingga ke-552 (AAA) pada sekuens nukleotida E. coli. Berdasarkan hasil penjajaran yang telah dilakukan antara sekuens nukleotida uji dengan sekuens nukleotida E. coli, terlihat bahwa beberapa asam amino yang sama (contohnya Thr-141 pada mikroba uji dengan Thr-111 pada E. coli) disandi oleh nukleotida yang berbeda. Dengan kata lain redundansi nukleotida dalam menyandi asam amino ditemukan pada sekuens nukleotida uji dengan sekuens nukleotida E. coli. Perbedaan sekuens nukleotida dapat menghasilkan perbedaan pada struktur sekunder pada mRNA (Lorenz et al. 2016), sehingga walaupun secara produk akhir akan ditemukan residu asam amino yang sama pada produk enzim L-asparaginase mikroba uji dengan produk enzim Lasparaginase E. coli (contohnya Thr-141 pada mikroba uji maupun Thr-111 pada E. coli), namun demikian kedua bakteri (baik mikroba uji ataupun E. coli) mengembangkan struktur sekunder mRNA yang berbeda (redundansi kodon). Perbedaan struktur sekunder mRNA dilaporkan dapat menghasilkan laju translasi yang berbeda (Spencer dan Barral 2012), translation pausing (D‟onrfio dan Abel 2014), sehingga menghasilkan laju pengekspresian gen yang berbeda. Keberadaan redundansi kodon pada asparaginase mikroba uji dan E. coli uji dimungkinkan menyebabkan perbedaan laju translasi dari mRNA L-asparaginase pada mikroba uji dengan E. coli uji. Namun demikian perbedaan struktur sekunder mRNA yang ditranskripsikan dari sekuens nukleotida uji maupun sekuens nukleotida E. coli, tidak diuji pada penelitian ini. Pengujian perbedaan struktur sekunder mRNA uji perlu dilakukan untuk melihat lebih jauh dampak nyata dari perbedaan sekuens nukleotida yang menyandi redundansi asam amino penting (contohnya asam amino pada residu katalitik). Sehingga belum dapat disimpulkan apakah perbedaan sekuens nukleotida penyandi residu asam amino penting (misal residu katalitik) pada penjajaran antara sekuens nukleotida uji dengan sekuens nukleotida E. coli pada penelitian ini mempunyai dampak yang berarti, terutama pada laju pengekspresien gen penyandi L-asparaginase.
19
Hasil penjajaran pada Gambar 5 juga menunjukkan ditemukannya residu Cys-20 yang disandi oleh nukleotida urutan ke-58 hingga ke-60 (TGT) pada sekuens nukleotida uji. Residu ini tidak ditemukan pada sekuens nukleotida E. coli. Keberadaan residu Cys-20 diprediksi berperan penting dalam persinyalan peptida (dalam hal ini sinyal lipoprotein prokariot) yang berfungsi untuk mengarahkan protein L-asparaginase tipe-II mentah pada sitoplasma mikroba uji menuju tujuan akhir/ target. Tidak ditemukannya residu sistein (Cys-20) pada produk translasi sekuens nukleotida E. coli menunjukkan bahwa kedua enzim dimungkinkan mempunyai sinyal peptida yang berbeda. Fenomena indel (insersi dan delesi) pada sekuens nukleotida pra-domain (sekuens nukleotida yang menyandi asam amino sebelum asam amino pertama pada domain asparaginase (lisin)), juga ditemukan secara signifikan di antara kedua sekuens nukelotida (uji dan E. coli). Hal ini menunjukkan bahwa selama evolusi, bagian sekuens yang terkait persinyalan peptida dari protein terkait, mengalami insersi dan delesi secara signifikan. Fenomena indel yang signifikan ini dimungkinkan sebagai tanggapan atas kondisi lingkungan yang berubah. Fenomena indel pada sekuens nukleotida yang berada di domain protein asparaginase tidak sesignifikan pada residu pada daerah pra-domain, sehingga relatif sebagian besar residu pada daerah domain masih terkonservasi dengan baik. Sekuens Asam Amino Penerjemahan (translasi) sekuens nukleotida uji menjadi sekuens asam amino L-asparaginase tipe-II dari Bacillus subtilis Str. ITBCC1 (berikutnya disebut sekuens asam amino uji) dilakukan dengan menggunakan Expasy translate tools. Kerangka (frame) ke-1 dipilih sebagai kerangka pilihan karena menghasilkan sekuens asam amino tanpa-terinterupsi kodon stop di tengah translasi. Hal ini mengingat sekuens nukleotida uji yang dijadikan kueri, merupakan sekuens nukleotida dari gen fungsional ansZ (complete cds). Translasi terhadap sekuens nukleotida uji menghasilkan sebanyak 375 asam amino uji. Sekuens asam amino uji ditunjukkan sebagai berikut: >seq.asam amino uji MKKQRMLVLFTALLFVFTGCSHSPETKESPKEKTQTQKVSSASASEKKGL PNIRILATGGTIAGADQSKTSTTEYKAGVVGVESLIEAVPEMKDIANVSGE QIVNVGSTNIDNKILLKLAKRINHLLASDDVDGIVVTHGTDTLEETAYFLN LTVKSDKPVVIVGSMRPSTAISADGPSNLYNAVKVAGAPEAKGKGTLVVL NDRIASARYVTKTNTTTTGTFKSEEMGFVGTIADDFYFNNEITRKHTKDT DFSVSNLDELPQVDIIYGYQNDGSYLFDAAVKAGAKGIVFAGSGNGSLSD AAEKGADSAVKKGVTVVRSTRTGNGVVTPNQDYAEKDLLASNSLNPQK ARMLLMLALTKTNDPQKIQAYFNEY* Karakteristik Sinyal Peptida Sinyal peptida N-terminal (sinyal sekuens) adalah sekuens asam amino yang mengarahkan protein untuk memasuki jalur sekretori/ sekresi sehingga dapat disekresikan menuju ke periplasma, lingkungan ekstraseluler, maupun dinding sel (Gebendorfer dan Winter 2009). Sekuens sinyal peptida pada umumnya tersusun
20
atas 30 asam amino (Leversen et al 2009). Sinyal peptida tersusun atas tiga bagian, yaitu: domain-N, domain-H, serta domain-C. Domain-N bermuatan positif yang terletak di sekitar N-terminal dari protein mentah dan tersusun atas sekitar 210 asam amino. Domain-N yang bermuatan positif diduga berperan dalam interaksi dengan protein-protein pentranslokasi (Akita et al 1990) maupun diduga berperan dalam interaksi dengan muatan negatif dari fosfolipid pada fosfolipid bilayer penyusun membran plasma selama translokasi protein mentah menuju daerah target (Deuerling et al 1997). Domain-H berada di sebelah domain-N dan mempunyai sifat hidrofobik. Domain ini terdiri atas 10-20 asam amino. Domain-C bersifat kurang hidrofobik dan pada domain ini terdapat situs pemotongan oleh sinyal peptidase (SPase). Karakteristik Sinyal Peptida Sekretori (Sinyal Peptidase-I) Sinyal peptida sekretori merupakan sinyal peptida yang ditemukan pada preprotein yang dipotong oleh salah satu dari sinyal peptidase (SPase) tipe-I (SPase I) pada B. subtilis (Tjalsma et al 1997). Sekuens pengenalan dari SPase I berada di antara domain-H dan domain-C, dengan situs pemotongan berada pada domain-C. Hal ini diprediksi akibat adanya residu pemecah helix (helix-breaking residue) pada ujung dari domain-H yang memfasilitasi pemotongan sinyal peptida oleh SPase (Cserzo 1997). Contoh residu pemecah helix antara lain adalah glisin dan prolin. Keberadaan sinyal peptida sekretori akan mendorong sebagian besar protein yang bersangkutan untuk disekresikan ke lingkungan ekstraseluler, namun sebagian lainnya tetap berada pada dinding sel atau diarahkan pada ruang inter membran (intermembrane space/ IMS) pada kasus endospora B. subtilis. Sinyal peptida sekretori dari enzim L-asparaginase tipe-II B. subtilis str. ITBCC1 (berikutnya disebut sebagai sinyal peptida uji), ditentukan dengan menggunakan layanan daring SignalP 4.1 pada penelitian ini. Sebelum dilakukan pengkarakterisasian sinyal peptida uji, maka terlebih dahulu dilakukan pengkarakterisasian sinyal peptida dari sekuens-sekuens asam amino penyusun protein L-asparaginase tipe-II dari berbagai macam strain Bacillus subtilis untuk melihat performa layanan. Hal ini ditujukan untuk memastikan bahwa hasil situs pemotongan sinyal peptida uji yang akan diperoleh dengan menggunakan layanan ini dapat dipercaya. Berikut disajikan sekuens-sekuens enzim L-asparaginase tipeII dari beberapa strain B. subtilis. >sekuens L-asparaginase B. subtilis str. Bs-916 | NZ_CP009611 REGION: 296580..297695 MKKQFMPFITFITALLFIAAGCSQSPQAKETPPRMAAAASAKKDGLPNVKILATGGTIAGA APSKTSATEYTAGAIGVDALIQAVPEIKEVAHVSGEQVVNIGSQNMNNETLLKLAKRVNK LLKSDDTDGIVITHGTDTLEETAYFLNLTVKSDKPVVVAGSMRPSTAIGADGPSNLYNAV KTAAAPDAKGKGTLVVLNDRIASARYVTKTNTTAADTFKSEEMGYIGTIADDIYFNNIMT RKHTKDTDFKIDKLDKLPQVDIIYGYQNDGSYLFEASVKSGAQGIIFAGPGNGSMSDAAH KGAVKSVKSGLAVVRSTRTGNGTVTPNREYEKDHLTASNSLNPQKARILLMLVLTKTHD PKRIQTYFNEY >sekuens L-asparaginase B. subtilis str. BS38 | NZ_CP017314 REGION: 285773..286900 MKKQRMLVLFTALLFVFTGCSHSPETKESPKEKTQTQKVSSASASEKKDLPNTRILATGGT IAGADQSKTSTTEYKAGVVGVESLIEAVPEMKDIANVSGEQIVNVGSTNIDNKILLKLAKR INHLLASDDVDGIVVTHGTDTLEETAYFLNLTVKSDKPVVIVGSMRPSTAISADGPSNLYN AVKVAGAPEAKGKGTLVVLNDRIASARYVTKTNTTTTDTFKSDEMGFVGTIADDIYFNNE ITRKHTKDTDFSVSNLDELPQVDIIYGYQNDGSYLFDAAVKAGAKGIVFAGSGNGSLSDA
21
AEKGADSAVKKGVTVVRSTRTGNGVVTPNQDYAEKDLLASNSLNPQKARMLLMLALTK TNDPQKIQAYFNEY >sekuens L-asparaginase B. subtilis str. HJ0-6 | NZ_CP016894 REGION: 288986..290113 MKKQRMLVLFTALLFVFTGCSHSPETKESPKEKTQTQKVSSASASEKKGLPNIRILATGGT IAGADQSKTSTTEYKAGVVGVESLIEAVPEMKDIANVSGEQIVNVGSTNIDNKILLKLAKR INHLLASDDVDGIVVTHGTDTLEETAYFLNLTVKSDKPVVIVGSMRPSTAISADGPSNLYN AVKVAGAPEAKGKGTLVVLNDRIASARYVTKTNTTTTDTFKSEEMGFVGTIADDIYFNNE ITRKHTKDTDFSVSNLDELPQVDIIYGYQNDGSYLFDAAVKAGAKGIVFAGSGNGSLSDA AEKGADSAVKKGVTVVRSTRTGNGVVTPNQDYAEKDLLASNSLNPQKARMLLMLALTK TNDPQKIQAYFNEY >sekuens L-asparaginase B. subtilis str. PS832 | NZ_CP010053 REGION: 290925..292052 MKKQRMLVLFTALLFVFTGCSHSPETKESPKEKAQTQKVSSASASEKKDLPNIRILATGGT IAGADQSKTSTTEYKAGVVGVESLIEAVPEMKDIANVSGEQIVNVGSTNIDNKILLKLAKR INHLLASDDVDGIVVTHGTDTLEETAYFLNLTVKSDKPVVIVGSMRPSTAISADGPSNLYN AVKVAGAPEAKGKGTLVVLNDRIASARYVTKTNTTTTDTFKSEEMGFVGTIADDIYFNNE ITRKHTKDTDFSVSNLDELPQVDIIYGYQNDGSYLFDAAVKAGAKGIVFAGSGNGSLSDA AEKGADSAVKKGVTVVRSTRTGNGVVTPNQDYAEKDLLASNSLNPQKARMLLMLALTK TNDPQKIQAYFNEY >sekuens L-asparaginase B. subtilis str. SG6 | NZ_CP009796 REGION: 249409..250536 MKKQRMLVLFTALLFVFTGCSHSPETKESPKEKTQTQKVSSASASEKKDLPNIKILATGGT IAGADQSKTSTTEYKAGVVGVESLIEAVPEMKDIANVSGEQIVNVGSTNIDNKILLKLAKR INDLLASDDVDGIVVTHGTDTLEETAYFLNLTVKSDKPVVIVGSMRPSTAISADGPSNLYN AVKVAGAPEAKGKGTLVVLNDRIASARYVTKTNTTTTDTFKSEEMGFVGTIADDIYFNNE ITRKHTKDTDFSVSNLDELPQVDIIYGYQNDGSYLFDAAEKAGAKGIVFAGSGNGSLSDA AEKGADSAVKKGVTVVRSTRTGNGVVTPNQDYAEKDLLASNSLNPQKARMLLMLALTK TNDPQKIQAYFNEY >sekuens L-asparaginase B. subtilis str. SZMC 6179J | NZ_CP015004 REGION: 290786..291913 MKKQRMLVLFTALLFVFTGCSHSPETKESPKEKAQTQKVSSASASEKKDLPNIRILATGGT IAGADQSKTSTTEYKAGVVGVESLIEAVPEMKDIANVSGEQIVNVGSTNIDNKILLKLAKR INHLLASDDVDGIVVTHGTDTLEETAYFLNLTVKSDKPVVIVGSMRPSTAISADGPSNLYN AVKVAGAPEAKGKGTLVVLNDRIASARYVTKTNTTTTDTFKSEEMGFVGTIADDIYFNNE ITRKHTKDTDFSVSNLDELPQVDIIYGYQNDGSYLFDAAVKAGAKGIVFAGSGNGSLSDA AEKGADSAVKKGVTVVRSTRTGNGVVTPNQDYAEKDLLASNSLNPQKARMLLMLALTK TNDPQKIQAYFNEY >sekuens L-asparaginase B. subtilis str. TO-A JPC | NZ_CP011882 REGION: 1243514..1244641 MKKQRMLVLFTALLFVFTGCSHSPETKESPKEKTQTQKVSSASASEKKDLPNIRILATGGT IAGADQSKTSTTEYKAGVVGVESLIEAVPEMKDIANVGGEQIVNVGSTNIDNKILLKLAKR INDLLASDDVDGIVVTHGTDTLEETAYFLNLTVKSDKPVVIVGSMRPSTAISADGPSNLYN AVKVAGAPEAKGKGTLVVLNDRIASARYVTKTNTTTTDTFKSEEMGFVGTIADDIYFNNE ITRKHTKDTDFSVSNLDELPQVDIIYGYQNDGSYLFDAAVKAGAKGIVFAGSGNGSLSDA AEKGADSAVKKGVTVVRSTRTGNGVVTPNQDYAEKDLLASNSLNPQKARMLLMLALTK TNDPQKIQAYFNEY >sekuens L-asparaginase B. subtilis str. UD1022 | NZ_CP011534 REGION: 280182..281309 MKKQRMLVLFTALLFVFTGCSHSPETKESPKEKTQTQKVSSASASEKKDLPNIRILATGGT IAGADQSKTSTTEYKAGVVGVESLIEAVPEMKDIANVSGEQIVNVGSTNIDNKILLKLAKR INHLLATDDVDGIVVTHGTDTLEETAYFLNLTVKSDKPVVIVGSMRPSTAISADGPSNLYN AVKVAGAPEAKGKGTLVVLNDRIASARYVTKTNTTTTDTFKSEEMGFVGTIADDIYFNNE ITRKHTKDTDFSVSNLDELPQVDIIYGYQNDGSYLFDAAVKAGAKGIVFAGSGNGSLSDA AEKGADSAVKKGVTVVRSTRTGNGVVTPNQDYAEKDLLASNSLNPQKARMLLMLALTK TNDPQKIQAYFNEY
22
Hasil analisis menunjukkan bahwa 88.89 % dari strain B. subtilis yang diujikan mempunyai situs pemotongan sinyal peptida sekretori yang terletak di antara residu ke-23 (Ser-23) dan residu ke-24 (Pro-24) dari sekuens-sekuens asam amino penyusun enzim L-asparaginase tipe-II. Strain-strain ini meliputi: strain BS38, HJ0-6, PS832, SG6, SZMC 6179J, TO-A JPC, dan strain UD1022. Situs pemotongan pada sekuens asam amino strain uji diketahui dari nilai Y maksimal yang didapat dari hasil analisis. Nilai Y maksimal pada strain-strain ini berkisar antara 0.512 – 0.519 (Tabel 6). Nilai Y diperoleh dari akar nilai C ke-i dikalikan dengan nilai ∆dS ke-i. Residu-residu asam amino pada posisi -3 hingga -1 relatif terhadap situs pemotongan pada tujuh strain ini adalah serin (-3), histidin (-2), serin (-1). Sehingga pola Ser-His-Ser yang ditemukan pada sinyal peptida sekretori ini adalah selaras dengan pola Ser-X-Ser (modifikasi dari pola yang paling diketahui, yaitu Ala-X-Ala (Gebendorfer dan Winter 2009)) yang terkonservasi dengan sangat baik pada sinyal peptida sekretori, dimana X dapat berupa berbagai macam asam amino polar. Sebanyak satu dari delapan strain uji (setara dengan 11.11%) mempunyai situs pemotongan sinyal peptida yang berbeda, yaitu antara residu ke-28 (Ala-28) dan residu ke-29 (Lys-29). Strain uji yang mempunyai situs pemotongan sinyal peptida yang berbeda tersebut adalah B. subtilis str. Bs-916. Nilai Y maksimal yang diperoleh pada strain Bs-916 (0.589) lebih tinggi dibandingkan dengan kisaran nilai Y maksimal pada tujuh strain uji lainnya. Residu-residu asam amino pada posisi -3 hingga -1 relatif terhadap situs pemotongan pada strain ini adalah Pro (-3), Gln (-2), Ala (-1) sehingga membentuk pola Pro-Gln-Ala. Residu pada posisi -3 dan -1 relatif pada situs pemotongan, pada kasus sinyal peptida sekretori, merupakan residu asam amino netral dengan rantai samping yang pendek, contohnya alanin, glisin, maupun serin. Sehingga keberadaan prolin pada posisi -3 tidak memenuhi pola Ala-X-Ala yang terkonservasi dengan baik pada sinyal peptida sekretori. Hal ini menyebabkan pola sinyal peptida sekretori (Ala-X-Ala; Gly-X-Gly; ataupun Ser-X-Ser) tidak ditemukan pada 100 % strain-strain Bacillus subtilis uji, sehingga menurunkan nilai relevansi dari keberadaan sinyal peptida sekretori pada strain-strain uji. Analisis terhadap sekuens uji pada strain ini menunjukkan bahwa sekuens asam amino penyusun L-asparaginase tipe-II pada strain Bs-916 terdiri atas 371 asam amino, sedangkan pada tujuh strain uji lainnya terdiri atas 375 asam amino. Perbedaan ini menunjukkan perbedaan struktur enzim pada strain Bs-916 dibanding tujuh (7) strain uji lainnya. Namun demikian, tidak dilakukan analisis lebih lanjut untuk melihat faktor yang dimungkinkan dapat menyebabkan perbedaan sinyal peptida pada strain Bs-916 dibandingkan dengan strain uji lainnya pada penelitian ini.
23
Tabel 6 Situs pemotongan sinyal peptida sekretori pada delapan strain B. subtilis uji Strain bakteri B. subtilis str. Bs-916 B. subtilis str. BS38 B. subtilis str. HJ0-6 B. subtilis str. PS832 B. subtilis str. SG6 B. subtilis str. SZMC 6179J B. subtilis str. TO-A JPC B. subtilis str. UD1022
Nilai C max
Nilai Y max
Nilai S max
Skor-D
0.481 0.589
0.909
0.666
0.301 0.519
0.949
0.670
0.300 0.516
0.944
0.666
0.299 0.512
0.943
0.661
0.301 0.518
0.946
0.668
0.299 0.512
0.943
0.661
0.300 0.516
0.944
0.666
0.300 0.516
0.944
0.666
Residu pemotongan Antara k-28 dan ke-29 (PQA-KE) Antara ke-23 dan ke-24 (SHS-PE) Antara ke-23 dan ke-24 (SHS-PE) Antara ke-23 dan ke-24 (SHS-PE) Antara ke-23 dan ke-24 (SHS-PE) Antara ke-23 dan ke-24 (SHS-PE) Antara ke-23 dan ke-24 (SHS-PE) Antara ke-23 dan ke-24 (SHS-PE)
Nilai D yang diperoleh untuk kesemua sekuens-sekuens dari strain yang diujikan berada pada kisaran 0.661 – 0.670 (Tabel 6). Nilai D diperoleh dari rataan dari mean nilai S dan nilai Y maksimal. Nilai D menjauhi nol (0) menunjukkan bahwa sekuens asam amino penyandi protein mentah Lasparaginase tipe-II pada strain-strain uji merupakan kelompok/ golongan protein sekretori. Mempertimbangkan bahwa sekuens yang diujikan merupakan sekuens prokariot, maka tidak terdapat kemungkinan bahwa protein sekretori ini untuk tetap berada di dalam sel akibat adanya ER-retention signal yang biasanya ditemukan pada eukariot (Bendtsen et al. 2004). Nilai D yang diperoleh menunjukkan bahwa protein L-asparaginase dari berbagai strain B. subtilis secara positif akan memasuki jalur sekresi. Namun masih terdapat kemungkinan bahwa protein yang memasuki jalur sekresi tertahan pada membran/ dinding sel dan tidak disekresikan ke lingkungan ekstraseluler. Konsistensi situs pemotongan sinyal peptida pada delapan (8) strain B. subtilis uji serta konsistensi nilai D pada semua strain B. subtilis uji menunjukkan bahwa hasil karakterisasi sinyal peptida sekretori menggunakan layanan daring SignalP 4.1 untuk protein (enzim) L-asparaginase tipe-II dari B. subtilis berbagai strain dapat dipercaya, walaupun nilai relevansinya menurun akibat tidak ditemukannya pola sinyal peptida sekretori pada strain Bs-916. Namun demikian pengujian sinyal peptida dari enzim L-asparaginase tipe-II B. subtilis str. ITBCC1 (berikutnya disebut sebagai sinyal peptida uji) dengan menggunakan layanan ini tetap dilakukan.
24
Gambar 6 Prediksi situs pemotongan sinyal peptida pada sekuens protein uji oleh enzim sinyal peptidase tipe-II. Sisi pemotongan, ditandai dengan nilai Y maksimal, berada diantara residu ke-23 (Ser-23) dan ke-24 (Pro-24), ditunjukkan dengan tanda panah Hasil analisis sinyal peptida uji menunjukkan bahwa situs pemotongan peptida oleh sinyal peptidase-I (SPase I) diduga berada di antara residu ke-23 (Ser-23) dengan residu ke-24 (Pro-24) (Gambar 6), selaras dengan hasil analisis sinyal peptide sekretori pada B. subtilis strain BS38, HJ0-6, PS832, SG6, SZMC 6179J, TO-A JPC, dan strain UD1022 yang telah dilakukan dalam analisis sebelumnya. Residu-residu asam amino pada posisi -3 hingga -1 relatif pada situs pemotongan pada sinyal peptida uji ini adalah Ser (-3), His (-2), Ser (-1), sehingga memenuhi pola sinyal peptida sekretori pada umumnya yaitu pola Ser-X-Ser (modifikasi dari pola paling umum Ala-X-Ala) dimana X merupakan residuresidu asam amino polar apa pun. Nilai D yang diperoleh sebesar 0.649 atau menjauhi nilai nol (0). Nilai D menjauhi nol (0) menunjukkan bahwa protein yang diujikan merupakan golongan protein sekretori atau protein yang dapat disekresikan ke luar sel. Mempertimbangkan tidak ditemukannya ER retention signal pada mikroba uji karena mikroba uji termasuk dalam kelompok prokariot, hal ini menghilangkan kemungkinan retensi protein uji untuk tetap tertahan di dalam sel/ tidak disekresikan ke luar sel. Keberadaan sinyal peptida yang bernilai positif (nilai D menjauhi nol) tidak selalu berarti bahwa protein tersebut pasti disekresikan ke luar sel, terutama pada kasus protein eukariot dimana keberadaan ER retention signal pada terminal-C dari protein akan menyebabkan protein sekretori menetap di dalam sel (Bendtsen et al. 2004). Nilai D menjauhi nol dan ketiadaan ERretention signal juga tidak menutup kemungkinan bahwa protein tidak disekresikan ke luar sel, melainkan dapat tertahan pada membran sel ataupun
25
dinding sel. Sehingga nilai D yang diperoleh menunjukkan bahwa protein uji (Lasparaginase tipe-II B. subtilis str. ITBCC1) secara positif memasuki jalur sekresi di dalam sel. Nilai D cut off yang diperoleh, baik untuk sinyal peptida pada sembilan strain uji maupun sinyal peptida uji B. subtilis str. ITBCC1, sebesar 0.45. Menunjukkan ditemukannya sekuens transmembran pada sekuens-sekuens yang diuji. Karakteristik Sinyal Lipoprotein (Sinyal Peptidase-II) Tidak ditemukannya pola sinyal peptida sekretori pada strain uji Bs-916 menyebabkan menurunnya nilai relevansi keberadaan sinyal peptida sekretori pada strain-strain uji. Sehingga untuk menutup keraguan akibat penurunan nilai relevansi ini, maka pengujian sinyal peptida selain sinyal peptida kelas sekretori perlu dilakukan pada penelitian kali ini. Analisis sinyal peptida lipoprotein dilakukan untuk menemukan kemungkinan hasil analisis sinyal peptida yang lebih memuaskan. Sinyal peptida lipoprotein merupakan sinyal peptida yang ditemukan pada prolipoprotein (proLpp) yang dipotong oleh sinyal peptidase (SPase) tipe-II (SPase II) atau lipoprotein-specific signal peptidase (Lsp) pada B. subtilis (Pragai 1997). Perbedaan utama antara sinyal peptida lipoprotein dengan sinyal peptida sekretori adalah adanya lipoboks yang terkonservasi dengan sangat baik pada proLpp (Tjalsma et al 2000). Terdapat residu sistein yang terkonservasi dengan sangat baik pada daerah lipoboks, yang terletak pada daerah pemotongan sinyal peptida proLpp. Gugus tiol pada residu sistein ini akan ditambati oleh diasilgliserol yang dikatalisis dengan bantuan enzim proLpp diasilgliserol transferase (Lgt) (Sankaran dan Wu 1995). Lsp kemudian akan memotong sinyal peptida pada daerah lipoboks dan menghasilkan sistein terlipidasi sebagai Nterminal dari Lpp yang matang (Braun dan Wu 1994; Sutcliffe IC dan Harrington DJ 2002). Sinyal peptida lipoprotein dianalisis dengan menggunakan layanan PSORTb dan LipoP 1.0. Skor lokalisasi (localization score) yang diperoleh dengan menggunakan program PSORTb menghasilkan skor lokalisasi tertinggi untuk daerah ekstraseluler (5.15) dan disusul daerah dinding sel (4.55). Skor lokalisasi untuk daerah membran sitoplasma menunjukkan nilai yang kecil (0.30) dan skor lokalisasi untuk daerah sitoplasma bernilai nol (Tabel 7). Skor lokalisasi yang tinggi untuk daerah ekstraseluler menunjukkan bahwa protein uji memasuki jalur sekresi dalam sel serta disekresikan ke ruang ekstraseluler. Skor lokalisasi yang cukup tinggi juga diperoleh pada daerah dinding sel, menunjukkan tingginya kemungkinan protein uji ditemukan pada wilayah ini. Tabel 7 Skor lokalisasi (localization score) untuk daerah-daerah terprediksi pada sel Daerah terprediksi Skora Sitoplasma 0.00 Membran sitoplasma 0.30 Dinding sel 4.55 Ekstraseluler 5.15 a
Dihitung dengan menggunakan program daring PSORTb
26
Tingginya skor lokalisasi pada daerah dinding sel memunculkan adanya kemungkinan bahwa sinyal peptida pada protein uji merupakan sinyal peptida lipoprotein. Lipoprotein ditemukan relatif melimpah sekitar 2 % dari proteom bakteri Gram-positif (Sutcliffe dan Harrington 2002, Babu et al 2006). Lipoprotein pada bakteri Gram-positif dapat ditemukan pada daerah di antara membran sel dan dinding sel (Hutchings et al 2008). Hasil analisis yang disajikan pada Tabel 8 menunjukkan bahwa skor sinyal peptida, untuk semua strain uji, untuk situs pemotongan oleh sinyal peptidase II (SPase II) lebih tinggi dibanding dengan skor sinyal peptida untuk situs pemotongan oleh SPase I. SPase I bertanggung jawab dalam pemotongan sinyal peptida pada preprotein yang umumnya disekresikan melalui jalur Sec (pada pola pengenalan Ala-X-Ala) maupun jalur Tat (pada pola pengenalan R-R-X-h-h), sehingga umumnya sinyal peptida jenis ini disebut sebagai sinyal peptida sekretori. SPase II bertanggung jawab dalam pemotongan sinyal peptida pada proLpp, menunjukkan keberadaan sinyal lipoprotein prokariotik. Analisis sinyal peptida sekretori maupun sinyal peptida lipoprotein menunjukkan bahwa keberadaan sinyal peptida sekretori masih terdeteksi ketika analisis sinyal peptida dengan menggunakan layanan SignalP 4.1. Namun demikian, analisis dengan menggunakan LipoP 1.0. menunjukkan bahwa nilai sinyal peptida proLpp memberikan nilai yang lebih tinggi dibanding nilai sinyal peptida sekretori. Selain itu, ditemukannya pola – G|C- pada semua sinyal peptida proLpp pada strain uji (termasuk strain Bs-916) menunjukkan bahwa keberadaan sinyal peptida jenis ini (proLpp) lebih relevan untuk ditemukan pada Bacillus subtilis. Sehingga model sinyal peptida lipoprotein (Lpp), dalam kasus sinyal peptida pada sekuens protein mentah dari enzim Lasparaginase tipe-II, digunakan pada penelitian kali ini sebagai model sinyal peptida pada B. subtilis. Tabel 8 Skor sinyal peptida untuk sinyal peptida sekretori dan sinyal peptida lipoprotein Strain
BS-916 BS38 HJ0-6 PS832 SG6 SZMC 6179J TO-A JPC UD1022
Sekuens
MKKQFMPFITFITALLFIAAG|CSQSPQ MKKQRMLVLFTALLFVFTG|CSHSPET MKKQRMLVLFTALLFVFTG|CSHSPET MKKQRMLVLFTALLFVFTG|CSHSPET MKKQRMLVLFTALLFVFTG|CSHSPET MKKQRMLVLFTALLFVFTG|CSHSPET MKKQRMLVLFTALLFVFTG|CSHSPET MKKQRMLVLFTALLFVFTG|CSHSPET
Residu
21-22 19-20 19-20 19-20 19-20 19-20 19-20 19-20
Skor (untuk SP I) 15.3177 12.1864 11.2904 10.7328 11.8591 10.7328 11.1277 11.1277
Skor (untuk SP II) 23.9674 26.9659 25.9452 26.0823 26.4892 26.0823 25.8978 25.8978
Hasil analisis sinyal peptida lipoprotein L-asparaginase B. subtilis str. ITBCC1 (berikutnya disebut sinyal Lpp uji), menunjukkan bahwa situs pengenalan sinyal Lpp uji berada di antara residu asam amino ke-19 (Gly-19) dan ke-20 (Cys-20) (Gambar 7). Skor sinyal Lpp uji sebesar 25.9452, selaras dengan hasil analisis sinyal peptida lipoprotein pada strain-strain Bs-916, BS38, HJ0-6, PS832, SG6, SZMC 6179J, TO-A JPC, dan strain UD1022. Ditemukan residu asam amino pemecah helix, glisin, pada posisi -1 relatif terhadap situs
27
pemotongan sinyal peptida Lpp uji. Serta ditemukan residu sistein (Cys-20) pada posisi +1 relatif terhadap situs pemotongan sinyal peptida Lpp uji, dimana pada residu Cys-20 akan ditambati diasilgliserol yang dikatalisis dengan bantuan enzim proLpp diasilgliserol transferase (Lgt) sebelum akhirnya sekuens protein mentah dipotong oleh SPase II (Lsp).
Gambar 7 Sinyal peptida lipoprotein pada makromolekul uji (ditandai dengan warna hijau) dengan situs pemotongan diprediksi di antara residu ke19 (Gly-19) dan ke-20 (Cys-20). Batang berwarna merah menunjukkan sinyal peptida sekretori (sinyal peptida yang dipotong oleh enzim SPase I) Pengujian sinyal peptida dengan menggunakan program Prosite menunjukkan adanya sekuens lipoprotein prokariotik pada protein uji, dengan sisi pemotongan oleh signal peptidase tipe-II (SPase II) berada antara residu ke-20 (Cys-20) dengan residu ke-21 (Ser-21). Signal peptidase-II mengenali sekuens tertentu dan memotong pada residu sistein yang kemudian residu ini akan ditambati oleh asam lemak-gliserida (Hayashi dan Wu 1990). Sehingga hasil analisis sinyal peptida yang telah dilakukan dengan menggunakan layanan LipoP 1.0. mengonfirmasi keberadaan sinyal peptida lipoprotein prokariotik pada protein uji, sebagaimana hasil anotasi menggunakan program Prosite. Pemodelan Protein Tiga Dimensi (3D) Model protein yang dihasilkan dari Swiss Model Expasy menunjukkan persen homologi yang tinggi (59.75%) terhadap struktur kristalografi dari Lasparaginase Dickeya chrysanthemi (kode PDB: 5i3z). Model protein berupa homotetramerik yang terdiri dari rantai A, B, C, dan D (Gambar 9). Sekuens asam amino pada model protein dimulai dari residu asam amino ke-50, residu pertama dari sekuens pada domain protein asparaginase. Model protein yang diperoleh dari I-TASSER berada dalam bentuk monomerik satu rantai (rantai A). Terdapat lima
28
buah model protein yang dihasilkan dari I-TASSER, dengan model protein bernilai C-skor tertinggi dipilih untuk berikutnya divalidasi (Gambar 8). Sekuens asam amino pada model protein I-TASSER dimulai dari residu pertama (metionina/ residu Met-1). Hal ini menunjukkan bahwa model protein masih mempunyai sinyal peptida di dalamnya. Kemungkinan tidak dilakukan analisis keberadaan sinyal peptida pada layanan sehingga model protein yang dihasilkan merupakan bentuk protein yang masih mentah (masih tergabung dengan sinyal peptida). Hasil analisis sinyal peptida yang telah dilakukan menunjukkan bahwa sinyal peptida yang terdapat pada sekuens uji merupakan sinyal peptida sekretori (pengarah protein menuju jalur sekresi). Mempertimbangkan hal ini, maka keberadaan sinyal peptida yang masih terinkorporasi di dalam model protein I-TASSER menunjukkan bahwa model protein yang bersangkutan, seharusnya, masih berada di dalam sitoplasma. Lingkungan sitoplasma yang reduktif, tidak memungkinkan pembentukan jembatan disulfida siteina-sisteina selama transpor protein di dalam sel (, sehingga protein sekretori (dalam hal ini asparaginase tipe-II model I-TASSER) dalam bentuk tiga dimensi dimungkinkan sulit untuk terjadi. Namun demikian, model protein dari I-TASSER akan tetap dianalisis pada proses berikutnya, yaitu proses validasi.
A
B
Gambar 8 L-asparaginase monomerik yang diperoleh dari I-TASSER. Kode A: diwarnai berdasarkan struktur sekunder. Kode B: diwarnai berdasarkan rantai penyusunnya, hanya terdapat warna tunggal (merah) menunjukkan bahwa model merupakan protein monomerik.
29
A
Gambar 9
B
L-asparaginase homotetramerik yang diperoleh dari Swiss Model Expasy. Kode A: diwarnai berdasarkan struktur sekunder protein. Kode B: diwarnai berdasarkan rantai penyusunnya; warna merah = rantai A, jingga = rantai B, hijau = rantai C, biru = rantai D Validasi Model Protein
Model protein divalidasi dengan menggunakan Plot Ramachandran. Plot Ramachandran digunakan untuk melihat konformasi antar asam amino yang berada pada daerah “allowed” dan “disallowed”. Daerah “dissallowed” diperoleh ketika sumbu rotasi phi dan psi menjadikan interaksi dua residu asam amino menjadi sangat dekat dan memasuki zona repulsi van der Waals. Tidak terdapat ikatan ataupun interaksi lain yang dapat mengompensasi repulsi yang terjadi di zona ini sehingga konformasi residu atom yang memasuki zona ini akan dikategorikan sebagai konformasi “disallowed”. Model protein yang akan divalidasi adalah model protein yang telah diperoleh dari Swiss Model Expasy serta dari I-TASSER. Hasil analisis Plot Ramachandran menggunakan program daring RAMPAGE terhadap model protein dari Swiss Model Expasy menunjukkan 96.1% dari total residu asam amino berada pada daerah favoured, 3.2% berada pada daerah allowed, dan 0.6% berada pada daerah outlier. Residu-residu asam amino yang berada pada daerah outlier antara lain: Thr 249 rantai A, Thr 249 rantai B, Asp 334 rantai B, Leu 340 rantai B, Thr 249 rantai C, Asn 258 rantai C, Thr 249 rantai D, serta Asp 334 rantai D (Gambar 10). Delapan residu asam amino yang berada pada daerah outlier diceksilang terhadap kemungkinan posisi residu tersebut berada di bagian penting dari model protein (seperti pada sisi aktif atau pada sisi pengikat ligan). Pengecekansilang terhadap prediksi residu sisi aktif yang diperoleh menggunakan layanan Prosite dan COFACTOR menunjukkan bahwa tidak satu pun dari residu asam amino yang berada di daerah outlier berada pada posisi sisi aktif ataupun posisi residu pengikat ligan. Mempertimbangkan prosentase residu-residu asam amino yang berada di daerah outlier (0.6%), maka tidak dilakukan pemodelan ulang terhadap residu-residu terkait. Pemodelan terhadap residu-residu di daerah outlier dapat menggunakan perangkat lunak MODELLER.
30
Gambar 10 Plot Ramachandran residu-residu asam amino pada model protein homotetramerik Swiss Model Expasy Hasil analisis Plot Ramachandran terhadap model protein I-TASSER menunjukkan 83.6% dari total residu asam amino berada pada daerah favoured, 11.5% berada pada daerah allowed, seta 4.8% berada pada daerah outlier. Residuresidu asam amino yang berada pada daerah outlier antara lain: Gln 4, Arg 5,Met 6, Leu 7, Thr 11, Phe 15, Cys 20, His 22, Ser 23, Glu 32, Gln 37, Ala 42, Asp 236, Lys 247, Asn 258, Thr 330, Pro 331, serta Ala 342. Kesemua residu-residu asam amino berada pada rantai A, mengingat program layanan I-TASSER hanya dapat menyediakan prediksi protein monomer. Berdasarkan hasil pemvalidasian terhadap model, model protein yang diperoleh dari Swiss Model Expasy dipilih sebagai model protein terpilih. Model protein terpilih digunakan sebagai data makromolekul (protein) yang digunakan dalam proses penambatan (docking).
31
Gambar 11 Plot Ramachandran residu-residu asam amino pada model protein monomerik I-TASSER Pendugaan Domain dan Pendugaan Sisi Aktif Hasil analisis domain dengan menggunakan Prosite menunjukkan bahwa sekuens asam amino dari protein yang diujikan mempunyai kemiripan (skor: 82.989) terhadap domain asparaginase/ glutaminase yang berada pada residu asam amino ke-55 hingga ke-375. Hasil cek-silang dengan menggunakan layanan CATH menunjukkan bahwa sekuens asam amino dari protein yang diujikan dikategorikan ke dalam domain 2gvnA01 dengan wilayah domain meliputi residu asam amino ke-50 hingga ke-263. Klasifikasi berdasarkan CATH menunjukkan bahwa domain berada pada kelas alfa-beta, dengan arsitektur 3-layer(aba) sandiwch, dengan topologi Rossmann fold, dan homologi dengan 3.40.50.1170. Pendugaan sisi aktif menggunakan layanan Prosite mengidentifikasi adanya dua buah wilayah sisi aktif. Wilayah sisi aktif pertama berada pada residu asam amino ke-55 hingga residu asam amino ke-63, dengan residu asam amino yang bertindak sebagai sisi aktif adalah residu ke-61 (asam amino treonin). Sisi aktif kedua berada pada residu asam amino ke-134 hingga ke-144, dengan residu asam amino yang bertindak sebagai sisi aktif adalah residu ke-141 (asam amino treonin). Pendugaan asam amino menggunakan layanan COFACTOR, menunjukkan bahwa residu sisi aktif berada pada residu asam amino ke-61 (treonin), ke-75 (tirosin), ke-141 (treonin), ke-142 (asam aspartat), dan ke-214 (lisin). Situs perlekatan terhadap ligan diprediksi berdasarkan probabilitas suatu residu asam amino terkait untuk dapat berperan sebagai residu asam amino pada
32
situs perlekatan terhadap ligan, meliputi residu asam amino ke-61, ke-107, ke108, ke-109, dan ke-141 (Tabel 9). Tabel 9 Probabilitas beberapa asam amino menjadi residu asam amino pada situs perlekatan terhadap ligan Residu asam amino Probabilitas Gly 60 0.989 Thr 61 0.992 Ser 99 1.000 Thr 109 0.853 Gly 140 0.997 Thr 141 1.000 Asp 142 1.000 Ser 166 0.988 Karakteristik Protein Berdasar Sekuens Asam Amino Hasil Translasi Karakterisasi L-asparaginase B. subtilis str. ITBCC1 menggunakan layanan ProtParam menunjukkan bahwa titik isoelektrik enzim ini, secara teoritis, berada pada pH 6.93. Residu asam amino dominan yang ditemukan pada enzim ini antara lain: alanin (menyusun 9.3% total protein), treonin (9.3%), valin (8.8%), serta lisin (8.5%). Waktu paruh hidup (half-life) enzim diperkirakan sekitar 30 jam pada uji in-vitro sel retikula mamalia. Stabilitas indeks diperoleh nilai sebesar 19.34 menunjukkan bahwa protein enzim ini bersifat stabil.
2.
ANALISIS KOMPONEN KOPI SEBAGAI INHIBITOR AKTIVITAS L-ASPARAGINASE B. Subtilis str. ITBCC1
PADA
Pendugaan Penambatan Ligan L-Asparagin terhadap Enzim L-asparaginase Bacillus subtilis str. ITBCC1 Penambatan Tidak Tertarget (Non-Targeted Docking) Ligan L-Asparagin Uji Penambatan (docking) pendahuluan dilakukan dengan cara menambatkan ligan native L-asparagin (selanjutnya disebut ligan L-asparagin uji) terhadap molekul enzim L-asparaginase Bacillus subtilis str. ITBCC1 (selanjutnya disebut sebagai makromolekul uji). Penambatan dilakukan menggunakan perangkat lunak Autodock Vina. Metode penambatan yang digunakan adalah metode penambatan tidak tertarget (non-targeted docking) dengan koordinat x, y, dan z masing-masing sebesar -17.217, -2.553, dan 22.504, serta dimensi ukuran x, y, dan z masingmasing sebesar 96, 92, serta 20 Å. Koordinat ini dapat mengakomodir keseluruhan makromolekul uji dan ligan native dalam satu ruang, sehingga memungkinkan penambatan ligan L-asparagin uji di berbagai tempat di seluruh permukaan makromolekul uji. Hasil uji penambatan pendahuluan menghasilkan 20 mode (konformasi) ligan L-asparagin uji beserta nilai energi afinitas penambatan (binding affinity energy) serta nilai RMSD (root-mean standar deviation) (Tabel 10). Energi afinitas penambatan (∆G) terbaik (ligan konformasi 1) yang diperoleh sebesar -5.4
33
kcal/ mol dengan nilai RMSD sebesar 0.000 Å. Berdasarkan persamaan 1, diperoleh nilai konstanta inhibisi (Ki) dari ligan konformasi 1 sebesar 1.1 x 10-1 mM. Tabel 10 Energi afinitas penambatan (kcal/ mol) untuk dua puluh konformasi ligan uji Mode Energi afinitas penambatan RMSD l.b. RMSD u.b. (kcal/ mol) 1 -5.4 0.000 0.000 2 -5.2 1.602 2.534 3 -5.1 32.014 32.952 4 -5.1 21.136 22.422 5 -5.1 2.090 3.756 6 -5.0 32.560 32.434 7 -5.0 31.865 33.131 8 -5.0 28.881 30.109 9 -4.9 32.626 33.301 10 -4.9 30.352 31.690 11 -4.9 30.911 32.133 12 -4.9 32.697 33.636 13 -4.8 29.337 30.820 14 -4.8 18.061 18.780 15 -4.8 30.790 31.767 16 -4.8 18.108 18.780 17 -4.7 26.231 27.274 18 -4.7 16.415 18.075 19 -4.6 33.202 33.739 20 -4.6 19.234 20.103 Sebanyak dua puluh konformasi (mode) ligan L-asparagin uji yang diperoleh, terdistribusi dalam tujuh (7) situs penambatan yang berbeda pada makromolekul uji: situs A, AB, AC, B, BD, CA, dan DB. Ligan dengan konformasi terbaik (konformasi ke-1), ditunjukkan dengan nilai ∆G terendah, ditemukan tertambat pada situs A. Situs A berada pada rantai A dari makromolekul uji. Selain ligan konformasi ke-1, ligan konformasi ke-2, ke-7, dan ke-10 juga ditemukan tertambat pada situs ini. Situs lain, yaitu situs AC berada diantara rantai A dan C dari makromolekul uji. Ligan konformasi ke-14 dan ke-17 ditemukan tertambat pada situs ini. Situs CA berada diantara rantai C dan A dari makromolekul uji dengan ditemukan ligan konformasi ke-6 tertambat pada situs ini. Situs B berada pada rantai B dari makromolekul uji. Ligan konformasi ke-3 dan ke-5 ditemukan tertambat pada situs ini. Situs AB berada diantara rantai A dan B dari makromolekul uji. Ligan konformasi ke-11, ke-12, dan ke-20 ditemukan tertambat pada situs ini. Situs BD berada diantara rantai B dan D dari makromolekul uji. Ligan konformasi ke-8, ke-9, ke-16, dan ke-17 ditemukan tertambat pada situs ini. Situs DB berada diantara rantai D dan B. Ligan konformasi ke-4, ke-13, ke-15, ke-18, serta ke-19 ditemukan tertambat pada situs ini (Gambar 12).
34
A
CA
AC
B
DB
AB
BD Gambar 12 Sebaran penambatan 20 konformasi (mode) ligan L-asparagin uji pada 7 situs pada makromolekul uji (situs A, AB, AC, B, BD, CA, dan DB). Garis merah = rantai A, jingga = rantai B, hijau = rantai C, dan biru = rantai D dari homotetramer L-asparaginase. Ligan Lasparagin uji ditandai dengan warna hijau Analisis lebih lanjut terhadap mode penambatan ligan asparagin uji terbaik (konformasi ke-1) pada situs penambatan A menunjukkan bahwa ligan tertambat pada kantong penambatan (binding pocket) dengan mulut pembukaan yang relatif sempit (Gambar 13 kiri). Nilai energi afinitas penambatan/ energi bebas Gibbs (∆G) yang diperoleh sebesar -5.4 kcal mol-1. Nilai ini diperoleh dari total nilai ∆G van der Waals, ikatan hidrogen, elektrostatik, torsi, dan solvasi. Ligan uji membentuk lima (5) ikatan hidrogen dengan residu-residu pada kantong penambatan, yaitu dengan residu-residu Glu-226, Gly-325, Asn-326, Gly-327, Ser-345 dengan masing-masing panjang ikatan hidrogen yang terbentuk adalah 2.7 Å, 2.5 Å, 2.3 Å, 2.0 Å, serta 2.8 Å. Residu katalitik, Thr-61 dan Thr-141, yang sebelumnya telah diprediksi dengan menggunakan Prosite dan COFACTOR, tidak ditemukan di dalam situs penambatan ini. Gugus karbonil dari rantai samping ligan L-asparagin, dimana karbokation pada daerah ini berperan penting selama reaksi katalisis enzim, ditemukan berikatan hidrogen dengan Glu-226. Menunjukkan kemungkinan Glu-226 sebagai residu katalitik pada daerah sisi aktif (Gambar 13). Analisis lebih lanjut terhadap residu di sekitar Glu-226 tidak menunjukkan adanya interaksi antara gugus karboksilat pada rantai samping maupun kepala peptida dari Glu-226 dengan residu lain, sehingga tidak ditemukan triad pada sisi aktif ini, meragukan kemampuan Glu-226 secara sendirian dapat menginisiasi serangan nukleofilik secara kuat terhadap karbonil dari rantai samping ligan. Hasil analisis pKa menunjukkan bahwa prediksi nilai pKa Glu-226 sebesar 5.26. Mempertimbangkan bahwa enzim L-asparaginase dari beberapa jenis bakteri dilaporkan masih aktif hingga pH 4 (Aghaiypour 2001), menunjukkan bahwa
35
aktivitas enzim masih tinggi bahkan pada saat pH lingkungan berada di bawah nilai pKa Glu-226, yang menunjukkan bahwa Glu-226 tidak memegang peran mayor dalam hal reaksi katalitik. Hal ini sekaligus melemahkan kemungkinan Glu-226 dapat berperan sebagai residu katalitik yang berperan penting di dalam reaksi katalisis di sisi aktif. Gagasan lain yang melemahkan kemungkinan residu glutamat dapat berperan sebagai residu katalitik pada kelompok L-asparaginase juga diajukan oleh Wehner (1993) dan Schleper (1999). Hasil penelitian Wehner )1993) dan Schleper (1999) menunjukkan bahwa mutan L-asparaginase pada bakteri E. coli Glu-283Gln, Glu-283Gly, serta Glu-283Val tidak mengalami penurunan aktivitas katalitik yang signifikan dibanding dengan wild type. Hal ini menguatkan kemungkinan bahwa residu Glu-226 pada sisi aktif ini tidak berperan sebagai penyerang nukleofilik utama di dalam mekanisme katalitik oleh enzim. Tidak ditemukannya residu Thr-141 maupun Thr-61 sebagaimana hasil prediksi sisi aktif, serta lemahnya kemungkinan residu Glu-226 untuk dapat berperan sebagai residu katalitik memunculkan keraguan bahwa situs A dapat berperan signifikan dalam reaksi enzimatis pada makromolekul uji. Mempertimbangkan hal ini, maka tujuh (7) buah situs yang telah diperoleh dianalisis ulang untuk dapat melihat keberadaan residu yang diprediksi berperan sebagai sisi aktif, yaitu Thr-141 maupun Thr-61. Hasil analisis akan ditindaklanjuti berupa penambatan ulang yang dilakukan secara tertarget (targeted docking) pada situs teridentifikasi dari tujuh (7) situs yang ada.
Gambar 13 Penambatan ligan L-asparagin pada situs A. Kiri: Interaksi ligan native L-asparagin terhadap residu-residu asam amino pada situs penambatan A. Kanan: Interaksi dua dimensi antara ligan native dengan residu-residu pada sisi penambatan. Tidak ditemukan kandidat residu katalitik Thr-61 maupun Thr-141 pada situs ini. Tanda merah menunjukkan kandidat residu katalitik Glu-226 beserta gugus karbonil pada rantai samping ligan native
36
Persiapan Penambatan Tertarget (Targeted Docking) Ligan L-Asparagin Uji Tujuh (7) situs penambatan yang telah diperoleh melalui proses penambatan tidak tertarget (non-targeted docking) dianalisis ulang untuk melihat keberadaan residu yang diprediksi sebagai residu katalitik, Thr-61 dan Thr-141. Hasil analisis situs menunjukkan bahwa residu Thr-61 maupun Thr-141 ditemukan pada empat (4) dari tujuh (7) situs penambatan yang teridentifikasi. Situs-situs tersebut yaitu situs AC, CA, BD, dan DB. Sekaligus mengonfirmasi ulang bahwa tidak ditemukan residu Thr-61 dan Thr-141 pada situs A (Gambar 14). Penambatan ulang ligan L-asparagin uji dilakukan secara tertarget (targeted docking) pada 4 empat situs yang telah teridentifikasi. Koordinat penambatan ditentukan ulang untuk masing-masing dari keempat situs uji. Dimensi ukuran yang digunakan sebesar 30 x 30 x 30 Å (setara dengan 9000 Å3) pada masing-masing situs penambatan. A CA
AC
DB
BD
Gambar 14 Sebaran penambatan ulang 20 konformasi (mode) ligan L-asparagin uji pada situs-situs pada makromolekul uji yang secara positif ditemukan keberadaan kandidat residu katalitik Thr-61 ataupun Thr141 (situs AC, BD, CA, dan DB). Lingkaran merah menunjukkan adanya residu Thr-61 ataupun Thr-141. Garis merah = rantai A, jingga = rantai B, hijau = rantai C, dan biru = rantai D dari homotetramer L-asparaginase. Ligan L-asparagin uji ditandai dengan warna hijau Penambatan Tertarget (Targeted Docking) Ligan L-Asparagin Uji pada Situs AC Penambatan ulang antara ligan L-asparagin uji terhadap situs AC dilakukan pada koordinat x, y, dan z, masing-masing, adalah -39.603, -2.298, 33.111. Penambatan ulang pada situs ini menghasilkan nilai ∆G terbaik pada ligan konformasi ke-1 sebesar -5.2 kcal mol-1 dengan nilai RMSD sebesar 0.000. Nilai ini diperoleh dari total nilai ∆G van der Waals, ikatan hidrogen, elektrostatik, torsi, dan solvasi. Berdasarkan persamaan 1, diperoleh nilai konstanta inhibisi
37
(Ki) sebesar 1.5 x 10-1 mM. Tidak ditemukan interaksi antara konformasi ligan Lasparagin terbaik (konformasi ke-1) dengan residu Thr-141 ataupun residu Thr61. Namun interaksi antara residu Thr-141 dengan gugus karbonil dari rantai samping L-asparagin ditemukan pada ligan konformasi ke-5 dengan nilai ∆G yang diperoleh sebesar -5.2 kcal mol-1 dengan nilai RMSD u.b. 16.329 Å. Besarnya nilai RMSD u.b. yang diperoleh menunjukkan deviasi posisi rata-rata dari atomatom penyusun ligan konformasi ke-5 terhadap atom-atom penyusun ligan konformasi ke-1, sekaligus menunjukkan pergeseran posisi ligan sehingga ligan dapat berinteraksi dengan residu yang diduga sebagai residu katalitik (Thr-141 maupun Thr-61). Berdasarkan persamaan 1, diperoleh nilai Ki pada ligan konformasi ke-5 tetap sama dengan konformasi ligan ke-1, yaitu sebesar 1.5 x 10-1 mM. Dengan demikian ligan uji konformasi ke-5 dipilih untuk dianalisis lebih lanjut pada situs penambatan AC. Ditemukan delapan (8) residu-residu yang membentuk interaksi van der Waals dengan ligan L-asparagin uji konformasi ke-5, yaitu antara ligan dengan residu-residu Gly-107, Thr-149, Gly-140, Asp-142, Thr-143, Lys-214 pada rantai A serta dengan Ser-299 dan Lys-338 pada rantai C. Selain interaksi van der Waals, juga ditemukan empat (4) ikatan hidrogen yang terbentuk antara ligan Lasparagin uji dengan residu-residu asam amino Thr-61, Tyr-75, Thr-141 pada rantai A, serta dengan residu Asn-297 pada rantai C, dengan masing-masing panjang ikatan hidrogen sebesar 2.6 Å, 2.0 Å, 2.2 Å, serta 1.9 Å. Ditemukan pula interaksi yang tidak menguntungkan (unfavorable) sesama donor hidrogen antara residu Ser-108 pada rantai A dengan atom hidrogen pada gugus –NH pada rantai samping ligan L-asparagin uji dengan jarak interaksi sebesar 1.1 Å. Selain itu, interaksi tidak menguntungkan sesama akseptor hidrogen juga ditemukan antara atom oksigen karbonil pada rantai samping Asn-297 dengan atom oksigen pada gugus karboksilat ligan, dengan panjang interaksi sebesar 2.9 Å. Nilai tolakan yang dihasilkan dari interaksi tidak menguntungkan ini diimbangi dengan besarnya nilai total ∆G yang dihasilkan dari interaksi yang menguntungkan yang terbentuk, sehingga nilai ∆G akhir yang diperoleh masih menguntungkan untuk dapat terjadinya reaksi secara spontan (∆G masih tetap negatif). Nilai |∆∆GA-AC| yang diperoleh sebesar 0.2 kcal mol-1 menunjukkan perbedaan yang tidak signifikan (di bawah 1) terhadap nilai ∆G pada konformasi ligan L-asparagin terbaik pada situs A (Gambar 15).
38
Gambar 15 Penambatan ligan L-asparagin pada situs AC. Kiri: Interaksi ligan native L-asparagin terhadap residu-residu asam amino pada situs penambatan AC. Kanan: Interaksi dua dimensi antara ligan native dengan residu-residu pada sisi penambatan Ditemukan juga adanya triad Asp-Lys-Thr pada situs ini. Triad ini terbentuk melalui ikatan hidrogen antara residu Asp-142 dengan Lys-214 dengan panjang ikatan hidrogen sebesar 1.7 Å, serta antara Lys-214 dengan Thr-141 dengan panjang ikatan hidrogen sebesar 1.8 Å. Keberadaan triad ini berperan penting dalam meningkatkan kemampuan nukleofilisitas dari treonin, sehingga menjamin kemampuan katalitik yang efektif pada sisi aktif. Mekanisme reaksi katalitik melalui dua tahap (mekanisme ping-pong). Tahap pertama adalah penyerangan nukleofilik oleh gugus hidroksil (-OH) dari treonin ke gugus karbonil dari rantai samping L-asaparagin sehingga terbentuk amonia (NH3) bebas dan aspartat yang masih berikatan kovalen dengan residu treonin membentuk intermediet asil-enzim. Konsentrasi amonia, sebagai produk reaksi, yang meningkat akan menyebabkan amonia berdifusi ke lingkungan, menyisakan asilenzim pada situs penambatan. Serangan nukleofilik kedua dilakukan oleh pasangan Asp-Lys terhadap molekul air bebas sehingga mengaktivasi molekul air. Molekul air teraktivasi kemudian menyerang gugus karbonil yang berikatan kovalen dengan oksigen dari rantai samping treonin sehingga terbentuk bentuk transisi tetrahedral. Hal ini menyebabkan terputusnya ikatan antara treonin dari asil-enzim sehingga terbentuk kembali gugus hidroksil bebas pada rantai samping treonin dan juga terbentuk produk berupa L-aspartat. Penambatan Tertarget (Targeted Docking) Ligan L-Asparagin Uji pada Situs BD Penambatan ulang antara ligan L-asparagin uji terhadap situs BD dilakukan pada koordinat x, y, dan z, masing-masing, adalah -20.045, -23.479, 32.332. Penambatan ulang pada situs ini menghasilkan nilai ∆G terbaik pada ligan
39
konformasi ke-1 sebesar -5.3 kcal mol-1 dengan nilai RMSD sebesar 0.000. Nilai ini diperoleh dari total nilai ∆G van der Waals, ikatan hidrogen, elektrostatik, torsi, dan solvasi. Berdasarkan persamaan 1, diperoleh nilai konstanta inhibisi (Ki) sebesar 1.3 x 10-1 mM. Ditemukan interaksi antara ligan L-asparagin uji konformasi ke-1 dengan residu yang diprediksi sebagai residu katalitik, Thr-141 maupun Thr-61, sehingga ligan dengan konformasi ini dianalisis lebih lanjut. Ditemukan lima (5) residu-residu yang membentuk interaksi van der Waals dengan ligan L-asparagin uji konformasi ke-1 pada situs BD, yaitu antara ligan dengan residu-residu Ala-77, Gly-107, Met-167 pada rantai B serta dengan Ser299 dan Asn-297 pada rantai D. Selain interaksi van der Waals, juga ditemukan empat (4) ikatan hidrogen yang terbentuk antara ligan L-asparagin uji dengan residu-residu asam amino Ser-108, Thr-141, Asp-142, dan Lys-214 pada rantai B, dengan masing-masing panjang ikatan sebesar 1.9 Å, 2.3 Å, 2.2 Å, serta 2.8 Å. Terbentuk sebanyak tiga (3) ikatan karbon-hidrogen antara ligan uji dengan residu-residu Gly-60, Thr-61, dan Gly-140 pada rantai B dengan masing-masing jarak interaksi sebesar 3.6 Å , 2.9 Å , serta 3.6 Å (Gambar 16). Ditemukan pula interaksi tidak menguntungkan (unfavorable interaction) sesama donor hidrogen antara atom hidrogen pada gugus amina dari rantai samping ligan dengan residu Thr-109 dengan jarak interaksi sebesar 1.5 Å. Interaksi tidak menguntungkan juga ditemukan terbentuk antara atom hidrogen pada residu serin dengan atom hidrogen pada gugus amina dari ligan uji Lasparagin dengan panjang interaksi sebesar 2.2 Å. Total nilai tolakan dari interaksi ini dapat diimbangi oleh total nilai interaksi menguntungkan yang terbentuk antara ligan dengan enzim, ditunjukkan dari nilai ∆G total yang masih memungkinkan terjadinya reaksi secara spontan (nilai ∆G negatif). Nilai |∆∆GA-1 menunjukkan perbedaan yang tidak BD| yang diperoleh sebesar 0.1 kcal mol signifikan (di bawah 1) terhadap nilai ∆G pada konformasi ligan L-asparagin terbaik pada situs A. Triad Asp-Lys-Thr juga ditemukan pada situs ini. Seperti yang ditemukan pada situs AC, triad terbentuk dari ikatan hidrogen antara residu Asp-142 dengan Lys-214 serta antara residu Lys-214 dengan Thr-141. Panjang ikatan hidrogen antara residu Asp-142 dengan Lys-214 sebesar 1.7 Å. Panjang ikatan antara residu Lys-214 dengan Thr-141 sebesar 1.8 Å.
40
Lys-214
Gambar 16 Penambatan ligan L-asparagin pada situs BD. Kiri: Interaksi ligan native L-asparagin terhadap residu-residu asam amino pada situs penambatan BD dengan ditemukannya kandidat triad yang ditandai dalam lingkaran penanda merah. Kanan: Interaksi dua dimensi antara ligan native dengan residu-residu pada sisi penambatan Penambatan Tertarget (Targeted Docking) Ligan L-Asparagin Uji pada Situs CA Penambatan ulang antara ligan L-asparagin uji terhadap situs CA dilakukan pada koordinat x, y, dan z, masing-masing, adalah -14.176, 21.356, 14.329. Penambatan ulang pada situs ini menghasilkan nilai ∆G terbaik pada ligan konformasi ke-1 sebesar -5.2 kcal mol-1 dengan nilai RMSD sebesar 0.000. Nilai ini diperoleh dari total nilai ∆G van der Waals, ikatan hidrogen, elektrostatik, torsi, dan solvasi. Berdasarkan persamaan 1, diperoleh nilai konstanta inhibisi (Ki) sebesar 1.5 x 10-1 mM. Tidak ditemukan interaksi antara konformasi ligan Lasparagin terbaik dengan residu Thr-141 ataupun residu Thr-61. Namun interaksi antara residu Thr-141 dengan gugus karbonil dari rantai samping L-asparagin ditemukan pada ligan konformasi ke-2 dengan nilai ∆G yang diperoleh sebesar 5.1 kcal mol-1 dengan nilai RMSD u.b. 15.758 Å. Besarnya nilai RMSD yang diperoleh menunjukkan deviasi posisi rata-rata dari konformasi ligan ke-2 terhadap konformasi ligan ke-1, sekaligus menunjukkan pergeseran posisi ligan sehingga ligan dapat berinteraksi dengan residu yang diduga sebagai residu katalitik (Thr-141 maupun Thr-61). Nilai Ki yang diperoleh pada ligan konformasi ke-2 sedikit lebih besar dibanding dengan konformasi ligan ke-1, yaitu sebesar 1.8 x 10-1 mM. Ditemukan empat (4) residu-residu yang membentuk interaksi van der Waals dengan ligan L-asparagin uji konformasi ke-5, yaitu antara ligan dengan residu-residu Ala-77, Gly-107, dan Asn-110 pada rantai C serta dengan residu Ser-299 pada rantai A. Selain interaksi van der Waals, juga ditemukan lima (5) ikatan hidrogen yang terbentuk antara ligan L-asparagin uji dengan residu-residu asam amino Ser-108, Thr-141, Asp-142, dan Lys-214 pada rantai A, serta dengan residu Asn-297 pada rantai C, dengan masing-masing panjang ikatan hidrogen
41
sebesar 2.0 Å, 2.7 Å, 2.4 Å, 2.6 Å, serta 2.6 Å. Terbentuk juga ikatan karbonhidrogen antar ligan uji dengan residu-residu asam amino pada situs CA, yaitu dengan residu Gly-60, Thr-61, dan Gly 140, dengan masing-masing jarak ikatan sebesar 3.6 Å, 2.9 Å, serta 3.6 Å. Ditemukan pula interaksi tidak menguntungkan (unfavorable interaction) antara atom hidrogen pada gugus amina pada residu Thr-109 dengan atom hidrogen pada gugus –NH2 pada rantai samping ligan. Panjang interaksi tidak menguntungkan ini sebesar 1.5 Å. Interaksi tidak menguntungkan ini terkompensasi atas banyaknya interaksi menguntungkan yang terbentuk antara residu-residu pada sisi aktif dengan ligan, ditunjukkan nilai ∆G total yang masih negatif (Gambar 17). Nilai |∆∆GA-CA| yang diperoleh sebesar 0.3 kcal mol-1 menunjukkan perbedaan yang tidak signifikan (di bawah 1) terhadap nilai ∆G pada konformasi ligan L-asparagin terbaik pada situs A. Triad Asp-Lys-Thr juga ditemukan pada situs ini. Seperti yang ditemukan pada situs AC, triad terbentuk dari ikatan hidrogen antara residu Asp-142 dengan Lys-214 serta antara residu Lys-214 dengan Thr-141. Panjang ikatan hidrogen antara residu Asp-142 dengan Lys-214 sebesar 1.7 Å. Panjang ikatan antara residu Lys-214 dengan Thr-141 sebesar 1.8 Å.
Gambar 17 Penambatan Ligan L-asparagin pada situs CA. Kiri: Interaksi ligan native L-asparagin terhadap residu-residu asam amino pada situs penambatan CA. Kanan: Interaksi dua dimensi antara ligan native dengan residu-residu pada sisi penambatan Penambatan Tertarget (Targeted Docking) Ligan L-Asparagin Uji pada Situs DB Penambatan ulang antara ligan L-asparagin uji terhadap situs BD dilakukan pada koordinat x, y, dan z, masing-masing, adalah 2.646, -6.041, 11.059. Penambatan ulang pada situs ini menghasilkan nilai ∆G terbaik pada ligan konformasi ke-1 sebesar -5.3 kcal mol-1 dengan nilai RMSD sebesar 0.000. Nilai ini diperoleh dari total nilai ∆G van der Waals, ikatan hidrogen, elektrostatik, torsi, dan solvasi. Berdasarkan persamaan 1, diperoleh nilai konstanta inhibisi
42
(Ki) sebesar 1.3 x 10-1 mM. Ditemukan interaksi antara ligan L-asparagin uji konformasi ke-1 dengan residu yang diprediksi sebagai residu katalitik, Thr-141 maupun Thr-61, sehingga ligan dengan konformasi ini dianalisis lebih lanjut. Ditemukan dua (2) residu-residu yang membentuk interaksi van der Waals dengan ligan L-asparagin uji konformasi ke-1 pada situs BD, yaitu antara ligan dengan residu-residu Gly-107 dan Asn-110 pada rantai D. Selain interaksi van der Waals, juga ditemukan enam (6) ikatan hidrogen yang terbentuk antara ligan Lasparagin uji dengan residu-residu asam amino Ser-108, Thr-141, Asp-142, dan Lys-214 pada rantai B, serta Asn-297 dan Ser-299 dari rantai B, dengan masingmasing panjang ikatan sebesar 2.0 Å, 2.5 Å, 2.3 Å, 2.7 Å, serta 2.4 Å dan 2.9 Å. Terbentuk sebanyak tiga (3) ikatan karbon-hidrogen antara ligan uji dengan residu-residu Gly-60, Thr-61, dan Gly-140 pada rantai B dengan masing-masing jarak interaksi sebesar 3.6 Å , 2.9 Å , serta 3.6 Å. Ditemukan pula interaksi tidak menguntungkan (unfavorable interaction) antara atom hidrogen pada gugus amina pada residu Thr-109 dengan atom hidrogen pada gugus –NH2 pada rantai samping ligan. Panjang interaksi tidak menguntungkan ini sebesar 1.5 Å. Interaksi tidak menguntungkan ini terkompensasi atas banyaknya interaksi menguntungkan yang terbentuk antara residu-residu pada sisi aktif dengan ligan, ditunjukkan nilai ∆G total yang masih negatif (Gambar 18). Nilai |∆∆GA-DB| yang diperoleh sebesar 0.1 kcal mol-1 menunjukkan perbedaan yang tidak signifikan (di bawah 1) terhadap nilai ∆G pada konformasi ligan L-asparagin terbaik pada situs A. Triad Asp-Lys-Thr juga ditemukan pada situs ini. Seperti yang ditemukan pada situs AC, triad terbentuk dari ikatan hidrogen antara residu Asp-142 dengan Lys-214 serta antara residu Lys-214 dengan Thr-141. Panjang ikatan hidrogen antara residu Asp-142 dengan Lys-214 sebesar 1.7 Å. Panjang ikatan antara residu Lys-214 dengan Thr-141 sebesar 1.8 Å.
43
Gambar 18 Penambatan Ligan L-asparagin pada situs DBKiri: Interaksi ligan native L-asparagin terhadap residu-residu asam amino pada situs penambatan DB. Kanan: Interaksi dua dimensi antara ligan native dengan residu-residu pada sisi penambatan Pendugaan Penambatan Ligan Native terhadap Enzim L-asparaginase Bacillus subtilis str. ITBCC1 Penambatan Tertarget (Targeted Docking) Ligan Native Uji pada Situs AC Ligan native yang ditambatkan pada situs AC adalah ligan L-asparagin, Lglutamin, L-aspartat, serta L-glutamat. Hasil penambatan menunjukkan bahwa nilai energi afinitas penambatan (∆G) terbaik dimiliki oleh ligan L-glutamin dan L-glutamat dengan keduanya memiliki nilai ∆G sebesar -5.3 kcal mol-1 dengan nilai konstanta inhibisi (Ki) sebesar 1.2 x 10-1 mM. Nilai ∆G ligan L-asparagin sebesar -5.1 kcal mol-1 dengan nilai Ki sebesar 1.8 x 10-1 mM. Nilai ∆G dari ligan L-aspartat yaitu -4.9 kcal mol-1 dengan nilai Ki sebesar 2.5 x 10-1 mM (Gambar 19). Nilai |∆∆Ggln-asn| sebesar 0.2 kcal mol-1, tidak berbeda signifikan (di bawah 1) menunjukkan bahwa laju reaksi penambatan antara ligan L-glutamin dan Lasparagin pada situs AC tidak berbeda secara signifikan. Hal ini juga terlihat dari nilai Ki antara ligan L-glutamin dengan L-asparagin yang tidak berbeda signifikan. Namun demikian, berdasarkan nilai ∆G dan Ki yang diperoleh, terlihat bahwa ligan L-glutamin mempunyai keuntungan yang relatif lebih besar dalam menambat ke situs AC dibanding dengan ligan L-asparagin, menjadikan kedua ligan berkompetisi memperebutkan situs AC. Selain itu, kompetisi perebutan sisi aktif pada situs AC juga mempertimbangkan keberadaan L-glutamat, yang umumnya merupakan produk dari pemecahan L-glutamin oleh enzim. Konsentrasi produk yang umumnya rendah di lingkungan (di luar situs penambatan) menyebabkan L-glutamat mempunyai tendensi untuk berdifusi ke lingkungan, meninggalkan sisi penambatan. Sehingga meninggalkan kompetisi perebutan situs AC pada kedua ligan utama, yaitu L-asparagin dengan L-glutamin. Fenomena kumulatif yang dapat teramati adalah adanya aktivitas glutaminase yang relatif tinggi pada situs AC. Aktivitas glutaminase yang tinggi pada enzim L-
44
asparaginase diduga bertanggung jawab terhadap reaksi alergi pada pasien acute lymphoblastic leukemia (ALL). -4,7
∆G (kcal mol-1)
-4,8
L-aspartat
L-glutamin
L-asparagin
L-glutamat
-4,9 -4,9 -5,0 -5,1 -5,1 -5,2 -5,3 -5,3
-5,3
-5,4
Gambar 19 Nilai energi penambatan (∆G) dari beberapa ligan native terhadap situs penambatan AC dari makromolekul uji Penambatan Tertarget (Targeted Docking) Ligan Native Uji pada Situs BD Ligan native yang ditambatkan pada situs BD adalah ligan L-asparagin, Lglutamin, L-aspartat, serta L-glutamat. Hasil penambatan menunjukkan bahwa nilai energi afinitas penambatan (∆G) terbaik dimiliki oleh ligan L-glutamin dengan nilai ∆G sebesar -5.5 kcal mol-1 dengan nilai konstanta inhibisi (Ki) sebesar 8.9 x 10-2 mM. Nilai ∆G ligan L-asparagin sebesar -5.3 kcal mol-1 dengan nilai Ki sebesar 1.2 x 10-1 mM. Nilai ∆G L-glutamat sebesar -5.2 kcal mol-1 dengan nilai Ki sebesar 1.5 x 10-1 kcal mol-1, serta nilai ∆G dari ligan L-aspartat sebesar -5.1 kcal mol-1 dengan nilai Ki sebesar 1.8 x 10-1 mM (Gambar 20). Nilai |∆∆Ggln-asn| sebesar 0.2 kcal mol-1, tidak berbeda signifikan (di bawah 10 menunjukkan bahwa laju reaksi penambatan antara ligan L-glutamin dan Lasparagin pada situs BD tidak berbeda secara signifikan, sehingga situs BD juga diprediksi mempunyai aktivitas glutaminase. -4,9
∆G (kcal mol-1)
-5,0
L-aspartat
L-glutamin
L-asparagin
L-glutamat
-5,1 -5,1 -5,2 -5,2 -5,3 -5,3 -5,4 -5,5 -5,5 -5,6
Gambar 20 Nilai energi penambatan (∆G) dari beberapa ligan native terhadap situs penambatan BD dari makromolekul uji
45
Penambatan Tertarget (Targeted Docking) Ligan Native Uji pada Situs CA Ligan native yang ditambatkan pada situs CA adalah ligan L-asparagin, Lglutamin, L-aspartat, serta L-glutamat. Hasil penambatan menunjukkan bahwa nilai energi afinitas penambatan (∆G) terbaik dimiliki oleh ligan L-glutamat dengan nilai ∆G sebesar -5.5 kcal mol-1 dengan nilai konstanta inhibisi (Ki) sebesar 8.9 x 10-2 mM. Nilai ∆G ligan L-glutamin sebesar -5.4 kcal mol-1 dengan nilai Ki sebesar 1.0 x 10-1 mM. Nilai ∆G untuk L-asparagin dan L-aspartat yang diperoleh, masing-masing, adalah -5.2 kcal mol-1 dan -5.0 kcal mol-1 dengan nilai Ki, masing-masing, adalah 1.5 x 10-1 mM dan 2.1 x 10-1 mM (Gambar 21). Nilai |∆∆Ggln-asn| sebesar 0.2 kcal mol-1, tidak berbeda signifikan (di bawah 1) menunjukkan bahwa laju reaksi penambatan antara ligan L-glutamin dan Lasparagin pada situs CA tidak berbeda secara signifikan. Kompetisi perebutan sisi aktif pada situs CA juga terjadi antara ligan Lasparagin dengan ligan L-glutamat, yang umumnya merupakan produk hasil pemecahan L-glutamin oleh makromolekul uji. Mempertimbangkan konsentrasi produk yang umumnya rendah di lingkungan (di luar situs penambatan), maka Lglutamat mempunyai tendensi untuk berdifusi ke lingkungan dan meninggalkan sisi penambatan, walaupun nilai energi afinitas penambatan yang diperolehnya relatif lebih rendah dibanding dengan nilai pada ligan L-asparagin maupun Lglutamin. Sehingga menyisakan kedua ligan, L-asparagin dan L-glutamin, untuk memperebutkan sisi penambatan pada situs CA. Fenomena kumulatif yang terlihat adalah adanya aktivitas glutaminase pada situs CA. -4,7 -4,8
L-aspartat
L-glutamin
L-asparagin
L-glutamat
∆G (kcal mol-1)
-4,9 -5,0 -5,1
-5,0
-5,2 -5,2
-5,3 -5,4 -5,5 -5,6
-5,4 -5,5
Gambar 21 Nilai energi penambatan (∆G) dari beberapa ligan native terhadap situs penambatan CA dari makromolekul uji Penambatan Tertarget (Targeted Docking) Ligan Native Uji pada Situs DB Ligan native yang ditambatkan pada situs DB adalah ligan L-asparagin, Lglutamin, L-aspartat, serta L-glutamat. Hasil penambatan menunjukkan bahwa nilai energi afinitas penambatan (∆G) terbaik dimiliki oleh ligan L-asparagin dan l-glutamin dengan keduanya memiliki nilai ∆G sebesar -5.3 kcal mol-1 dengan nilai konstanta inhibisi (Ki) sebesar 1.2 x 10-1 mM. Nilai ∆G ligan L-glutamat sebesar -5.2 kcal mol-1 dengan nilai Ki sebesar 1.5 x 10-1 mM. Nilai ∆G untuk Laspartat adalah -5.1 kcal mol-1 dengan nilai Ki adalah 1.8 x 10-1 mM (Gambar 22).
46
Nilai ∆G yang sama antara ligan L-asparagin dan ligan L-glutamin mendorong kompetisi perebutan sisi penambatan pada situs DB diantara kedua ligan tersebut, mendorong pada adanya aktivitas glutaminase pada situs penambatan DB. Namun dibandingkan terhadap situs penambatan lainnya yang terdapat pada makromolekul uji, maka situs penambatan DB adalah situs dengan afinitas tertinggi terhadap ligan L-asparagin sekaligus situs penambatan dengan afinitas terendah terhadap ligan L-glutamin. Aktivitas glutaminase pada situs ini diprediksi akan lebih rendah dibandingkan pada situs penambatan lainnya yang terdapat pada makromolekul uji. -5,0
(∆G (kcal mol-1)
L-aspartat
L-glutamin
L-asparagin
L-glutamat
-5,1 -5,1 -5,2 -5,2 -5,3 -5,3
-5,3
-5,4
Gambar 22 Nilai energi penambatan (∆G) dari beberapa ligan native terhadap situs penambatan DB dari makromolekul uji Pendugaan Penambatan Ligan Uji terhadap Enzim L-asparaginase Bacillus subtilis str. ITBCC1 Tahap ini dilakukan untuk melihat interaksi molekuler antara beberapa sisi aktif yang ada pada enzim L-asparaginase Bacillus subtilis str. ITBCC1 (berikutnya disebut dengan makromolekul uji) dengan ligan-ligan uji, meliputi: siklopeptida B-kalata (Tam et al 1999), asam 3-kafeoilkuinat, asam 5kafeoilkuinat, asam kafeat, trigonelin, sianidanol katekin, epikatekin, serta kafein (Kreicbergs et al 2011; Farah 2012). Hasil interaksi makromolekul uji dengan ligan uji diperbandingkan terhadap hasil interaksi makromolekul uji dengan ligan native. Hal ini ditujukan untuk melihat adanya kemungkinan inhibisi dari salah satu atau beberapa ligan uji terhadap ligan native. Pengeliminasian Siklopeptida sebagai Ligan Uji Siklopeptida (siklotida) adalah protein sirkuler yang ditemukan secara alami pada tumbuhan, khususnya ditemukan pada suku Rubiaceae (suku kopi-kopian), Violaceae (suku violet-violetan), serta Cucurbitaceae (suku kubis-kubisan) (Nguyen et al. 2014). Siklotida yang ditemukan pada kopi antara lain: kalata-B1, sirkulin A, sirkulin B, serta siklopsikotrida (Tam et al 1999). Biosintesis siklotida pada suku Rubiaceae (suku kopi-kopian) melibatkan peran gen albumin-1 (Gould et al. 2011). Siklotida terdiri atas 27 hingga 33 residu asam amino dengan topologi khusus berupa knot sistein (Daly et al. 2009). Topologi cyclic cystine knot (CCK) menyebabkan siklotida mempunyai struktur yang kompak dan sangat rigid (Puttamadappa et al 2010). Struktur ini menjadikan siklotida mempunyai kestabilan yang tinggi terhadap paparan suhu tinggi, senyawa kimia, maupun
47
degradasi enzimatik (Garcia dan Camarero 2010). Siklotida dari suku Cucurbitaceae, McoTI-I/II, dilaporkan mempunyai aktivitas inhibisi yang sangat tinggi terhadap tripsin (Ki = 20 hingga 30 pM) (Hernandez et al. 2010). Inhibisi terhadap tripsin, yang termasuk ke dalam kelompok protease serin, memunculkan kemungkinan kemampuan inhibisi yang sama yang dihasilkan siklotida terhadap makromolekul uji (yang merupakan protease dengan residu katalitik treonin). Maka akan dianalisis kemungkinan adanya dampak inhibisi siklotida terhadap makromolekul uji di dalam penelitian ini. Sekuens siklopeptida yang diuji dalam penelitian ini diperoleh dari Ireland et al. (2006). Sekuens siklopeptida tersusun atas 30 residu asam amino (GIPCGESCVFIPCITGAIGCSCKSKVCYRN) dan diidentifikasi sebagai sikloviolasin dengan persen homologi sebesar 90 % terhadap sikloviolasin-O2 (kode: 2kcg.1.A) (berikutnya disebut siklopeptida uji). Siklopeptida uji mempunyai persen homologi sebesar 76.67 % terhadap kalata-B5 (kode: 2kux.1.A) dan 53.57 % terhadap kalata-B1 (kode: 2mh1.1.A), yang merupakan siklopeptida yang ditemukan pada suku kopi-kopian (Rubiaceae) (Gambar 23). Siklopeptida uji ditambatkan pada makromolekul uji dengan menggunakan perangkat lunak Autodock Vina namun tidak menghasilkan data keluaran. Proses penambatan terkendala pada saat running penambatan ligan siklopeptida uji terhadap makromolekul uji yang membutuhkan waktu running yang lama (dua jam untuk menjalankan 10 % analisis) sehingga tidak cocok untuk dilakukan. Hal ini dimungkinkan karena banyaknya kemungkinan konformasi yang dapat terbentuk dari atom-atom pada siklopeptida uji, mengingat siklopeptida uji merupakan peptida berukuran relatif besar dan bukanlah ligan berukuran kecil sebagaimana ligan native. Ditunjukkan dalam penelitian ini bahwa perangkat lunak penambatan Autodock Vina tidak cocok digunakan dalam menganalisis interaksi protein-peptida. A A
B B
Gambar 23 Struktur 3D dari: A (B-kalata) dan B (siklopeptida uji). Siklopeptida uji diidentifikasi sebagai sikloviolasin-o2 dengan persen homologi sebesar 90 % Penambatan ulang antara siklopeptida uji terhadap makromolekul uji dilakukan dengan menggunakan layanan daring CABS-dock (Blaszczyk et al. 2016). Makromolekul uji yang digunakan dalam analisis ini adalah model protein asparaginase monomerik yang diperoleh dari penyedia layanan I-TASSER, mengingat adanya batasan residu makromolekul uji yang dapat dianalisis oleh penyedia layanan CABS-dock. Hasil penambatan menunjukkan bahwa peptida uji dengan konformasi terbaik (konformasi ke-1) menambat pada rongga makromolekul uji yang terdapat diantara domain N dan domain C (Gambar 24 A). Peptida uji tertambat di daerah sekitar residu katalitik, Thr-141, berada. Hal ini
48
diduga dapat menimbulkan hambatan sterik bagi ligan yang akan menambat pada sisi aktif di sekitar residu katalitik Thr-141, sehingga menghambat penambatan ligan. Namun demikian, analisis lebih lanjut menunjukkan bahwa peptida uji yang diperoleh dari hasil penambatan CABS-dock, tidak mempunyai satupun jembatan disulfida intramolekuler, yang merupaka karakter utama dari siklotida. Residu Gly-1 dengan residu Asn-30 juga tidak menunjukkan adanya ikatan maupun interaksi yang menyebabkan siklisisasi peptida (yang ditemukan pada Kalata), menjadikan model peptida uji menjadi linier. Selain itu, model peptida uji yang diperoleh dari CABS-dock juga tidak menunjukkan adanya struktur sekunder berupa helix alfa maupun lipatan beta, melainkan hanya terdiri dari coil (Gambar 24 B). Hal ini menyebabkan model peptida uji yang diperoleh tidak merepresentasikan atas siklopeptida yang diharapkan. Sebagai perbandingan terhadap linieritas peptida uji yang terbentuk, siklopeptida sikloviolasin-o2 yang ditunjukkan pada Gambar 24 C mempunyai dua jembatan disulfida yang terbentuk antara residu Cys-13 dan Cys-27 serta antara residu Cys-20 dengan Cys-24.
A
A
Letak residu katalitik Thr-141
B B
C
Gambar 24 Hasil penambatan ligan sikloppetida uji terhadap makromolekul uji. A: Interaksi antara makromolekul uji dengan siklopeptida uji pada rongga makromolekul di antara domain-N dan domain-C. B: Model peptida yang diperoleh dari penyedia layanan CABS-Dock menunjukkan model siklopeptida uji yang liniar
49
Ditemukan sebanyak 22 residu asam amino pada makromolekul uji yang berinteraksi dengan 14 residu peptida uji. Residu peptida yang paling banyak berinteraksi dengan makromolekul uji adalah residu peptida Ile-377 (setara dengan Ile-2 pada residu peptida uji). Residu Ile-2 pada peptida berinteraksi dengan Met-356, Arg-352, Glu-146, Asn-133, dan Thr-109. Secara lengkap, pasangan residu yang berinteraksi ditampilkan pada Tabel 11. Tabel 11 Interaksi residu asam amino pada makromolekul uji dengan residu asam amino pada peptida uji
Mempertimbangkan hasil penambatan yang didapat antara peptida uji terhadap makromolekul uji yang kurang relevan terhadap siklopeptida yang diharapkan, maka diperlukan penelitian khusus dan program yang lebih cocok yang ditujukan untuk menganalisis interaksi peptida uji terhadap makromolekul uji. Dengan demikian, penelitian ini tidak menghasilkan kesimpulan yang eksklusif mengenai interaksi siklopeptida uji (sikloviolasin-o2) terhadap makromolekul uji (enzim L-asparaginase B. subtilis str. ITBCC1). Namun kemungkinan peptida uji untuk dapat menambat pada rongga makromolekul uji, sehingga dapat menghambat makromolekul uji telah dipaparkan secara singkat dalam tulisan ini. Berdasarkan hal ini maka ligan siklopeptida uji dieliminasi sebagai ligan uji dalam penelitian ini, sehingga tidak dianalisis lebih lanjut. Penambatan Tertarget (Targeted Docking) Ligan Native dan Ligan Uji pada Situs AC Empat ligan native (L-asparagin, L-aspartat, L-glutamat, dan L-glutamin) serta tujuh ligan uji (asam 3-kafeoilkuinat, asam 5-kafeoilkuinat, asam kafeat, epikatekin galat, kafein, sianidanol katekin, dan trigonelin) ditambatkan pada situs AC. Hasil penambatan menunjukkan bahwa energi afinitas penambatan/ energi bebas Gibbs (∆G) terbaik dimiliki oleh ligan uji sianidanol katekhin dengan nilai -
50
9.1 kcal mol-1 dan nilai konstanta inhibisi (Ki) sebesar 2 x 10-1 µM. Mempertimbangkan nilai Ki dari ligan native terbaik pada situs ini, yaitu ligan Lglutamin, sebesar 1.2 x 10 mM-1, maka dapat terlihat bahwa nilai Ki ligan uji sianidanol katekin 600 kali lebih kuat dibanding dengan ligan native L-glutamin. Magnifikasi ini bernilai lebih besar, hingga 900 kali lebih kuat, apabila ligan uji sianidanol katekin dibandingkan dengan ligan native L-asparagin. Hal ini menunjukkan bahwa dalam konsentrasi sekecil 0.2 µM, ligan uji sianidanol katekin dapat mengokupasi separuh dari situs penambatan pada makromolekul uji. L-glutamin dapat mempunyai dampak yang sama pada kisaran nilai 1.2 mM. Nilai ∆G terbaik kedua dimiliki oleh asam 3- dan 5-kafeoilkuinat serta epikatekin galat dengan nilai ∆G sebesar -8.9 kcal mol-1 (Gambar 25). Nilai Ki yang diperoleh adalah 2.8 x 10-1 µM, menunjukkan bahwa dengan konsentrasi sekecil 0.28 µM ≈ 0.3 µM, ligan uji ini dapat mengokupasi separuh dari situs penambatan pada makromolekul uji. Membandingkan dengan data Ki ligan natif L-asparagin, maka terlihat bahwa nilai Ki dari ligan-ligan 3- dan 5-kafeoilkuinat serta epikatekin galat sebesar 628 kali ≈ 600 kali lebih kuat dibanding nilai Ki yang dimiliki ligan native L-asparagin. Ligan uji kafein dan asam kafeat, masing-masing, mempunyai nilai ∆G sebesar -6.4 kcal mol-1 dan -6.7 kcal mol-1 dengan nilai Ki, masing-masing, adalah 1.9 x 10-2 mM dan 1.2 x 10-2 mM. Sedangkan nilai ∆G ligan uji trigonelin sebesar -5.6 kcal mol-1 ( nilai |∆∆Gtrigonelin-glutamin| = 0.3 kcal mol-1 tidak menunjukkan perbedaan laju reaksi yang signifikan). Sehingga dapat diketahui bahwa ligan yang paling efektif menambat pada situs AC dari makromolekul uji adalah ligan uji sianidanol katekin, disusul oleh asam klorogenat (asam 3- dan 5-kafeoilkuinat) dan epikatekin galat. 0,0 -1,0 -2,0
∆G (kcal mol-1)
-3,0 -4,0 -5,0 -6,0
-5,1
-4,9
-5,3
-5,3
-5,6
-7,0
-6,4
-6,7
-8,0 -9,0 -10,0
-8,9
-8,9
-8,9
-9,1
Gambar 25 Nilai energi penambatan (∆G) dari beberapa ligan native dan ligan uji terhadap situs penambatan AC dari makromolekul uji Analisis lebih lanjut untuk melihat interaksi antara ligan uji sianidanol katekin dengan residu-residu asam amino pada situs penambatan AC menunjukkan bahwa ligan uji menambat dengan membentuk satu buah interaksi van der Waals dengan residu Ser-179 dari rantai B. Selain itu, ligan uji juga
51
membentuk empat buah ikatan hidrogen dengan residu Ile-173 dari rantai A, residu Asp-204 dan Ile-234 dari rantai B, serta residu Asn-297 dari rantai C (Gambar 26). Ditemukannya interaksi dengan residu-residu dari rantai B menunjukkan bahwa ligan sianidanol katekin tertambat pada situs ABC, dan bukan pada situs AC. Pengamatan terhadap interaksi ligan dan makromolekul uji menunjukkan bahwa ligan uji berada tidak tepat di daerah penambatan ligan native (situs AC). Namun demikian, bagian ekor dari ligan uji menutup sebagian pintu masuk bagi ligan native untuk dapat tertambat ke situs AC. Diduga bahwa hambatan sterik yang dihasilkan dari atom-atom pada ekor ligan uji, menyebabkan penghambatan bagi ligan native untuk dapat menambat pada situs AC. Residu Arg-168 dan Ala-172 dari rantai A, masing-masing, membentuk interaksi π-kation dan π-alkil dengan cincin benzen pada ligan. Residu Ala-235 dari rantai B membentuk interaksi π-alkil dengan cincin benzen lainnya yang terdapat pada ligan. Interaksi π-kation dan π-alkil yang terbentuk menyebabkan kestabilan ligan pada situs penambatan.
Gambar 26
Penambatan kigan uji sianidanol katekin pada situs AC. Kiri: Interaksi ligan uji sianidanol katekin terhadap residu-residu asam amino pada situs penambatan AC. Kanan: Interaksi dua dimensi antara ligan uji sianidanol katekin dengan residu-residu pada sisi penambatan
Penambatan Tertarget (Targeted Docking) Ligan Native dan Ligan Uji pada Situs BD Empat ligan native (L-asparagin, L-aspartat, L-glutamat, dan L-glutamin) serta tujuh ligan uji (asam 3-kafeoilkuinat, asam 5-kafeoilkuinat, asam kafeat, epikatekin galat, kafein, sianidanol katekin, dan trigonelin) ditambatkan pada situs BD. Hasil penambatan menunjukkan bahwa energi afinitas penambatan/ energi bebas Gibbs (∆G) terbaik dimiliki oleh ligan uji sianidanol katekhin dengan nilai 9.3 kcal mol-1 dan nilai konstanta inhibisi (Ki) sebesar 1.5 x 10-1 µM. Nilai ∆G terbaik kedua berikutnya diperoleh ligan uji asam 5-kafeoilkuinat dan epikatekin
52
galat dengan keduanya mempunyai nilai ∆G sebesar -9.2 kcal/ mol. Nilai Ki yang diperoleh sebesar 1.7 x 10-1 µM (Gambar 27). Berdasarkan Gambar 27 juga dapat diketahui bahwa ligan yang paling efektif menambat pada situs BD dari makromolekul uji adalah ligan uji sianidanol katekin, disusul oleh asam 5kafeoilkuinat, epikatekin galat, serta asam 3-kafeoilkuinat. 0,0 -1,0 -2,0
∆G (kcal mol-1)
-3,0 -4,0 -5,0 -6,0
-5,3
-5,1
-5,2
-5,5
-5,6 -6,4
-7,0
-6,8
-8,0 -9,0 -10,0
-9,1
-9,2
-9,2
-9,3
Gambar 27 Nilai energi penambatan (∆G) dari beberapa ligan native dan ligan uji terhadap situs penambatan BD dari makromolekul uji Analisis lebih lanjut untuk melihat interaksi antara ligan uji sianidanol katekin dengan residu-residu asam amino pada situs penambatan BD menunjukkan bahwa ligan uji menambat dengan membentuk delapan buah interaksi van der Waals dengan residu Ser-179, Asn-183, dan Ala-235 dari rantai A serta dengan residu Lys-69, Thr-72, Tyr-75, Met-167 dari rantai B, serta Asn297 dari rantai D. Selain itu, ligan uji juga membentuk tiga buah ikatan hidrogen dengan residu Asp-204 dari rantai A serta Ile-173 dan Thr-218 dari rantai B (Gambar 28). Ditemukannya interaksi dengan residu-residu dari rantai A menunjukkan bahwa ligan sianidanol katekin tertambat pada situs ABD, dan bukan pada situs BD semata. Pengamatan terhadap interaksi ligan dan makromolekul uji menunjukkan bahwa ligan uji berada tidak tepat di daerah penambatan ligan native (situs BD). Simulasi penambatan ligan uji dan ligan native L-asparagin pada sekitar situs BD menunjukkan bahwa jarak terdekat yang terbentuk antara gugus hidroksil pada gugus fungsi karboksilat L-asparagin terhadap atom pada sianidanol katekin sebesar 3.70 Å. Jarak ini cukup pendek untuk dapat memberikan interaksi terhadap ligan native L-asparagin. Residu Arg168 dan Ala-172 dari rantai B, masing-masing, membentuk interaksi π-kation dan π-alkil dengan cincin benzen pada ligan. Residu Arg-168 dari rantai B juga berinteraksi dengan cincin benzen lainnya dari ligan uji melalui interaksi π-kation. Interaksi π-anion dan π-alkil yang terbentuk menyebabkan kestabilan ligan pada situs penambatan.
53
Gambar 28
Penambatan ligan uji sianidanol katekin pada situs BD. Kiri: Interaksi ligan uji sianidanol katekin terhadap residu-residu asam amino pada situs penambatan BD. Kanan: Interaksi dua dimensi antara ligan uji sianidanol katekin dengan residu-residu pada sisi penambatan
Penambatan Tertarget (Targeted Docking) Ligan Native dan Ligan Uji pada Situs CA Empat ligan native (L-asparagin, L-aspartat, L-glutamat, dan L-glutamin) serta tujuh ligan uji (asam 3-kafeoilkuinat, asam 5-kafeoilkuinat, asam kafeat, epikatekin galat, kafein, sianidanol katekin, dan trigonelin) ditambatkan pada situs CA. Hasil penambatan menunjukkan bahwa energi afinitas penambatan/ energi bebas Gibbs (∆G) terbaik dimiliki oleh ligan uji asam 5-kafeoilkuinat dengan nilai -9.2 kcal mol-1 dan nilai konstanta inhibisi (Ki) sebesar 1.7 x 10-1 µM. Nilai ∆G terbaik kedua berikutnya diperoleh ligan uji sianidanol katekin dan asam 3kafeoilkuinat dengan keduanya, masing-masing, mempunyai nilai ∆G sebesar -9.1 dan -9.2 kcal/ mol. Nilai Ki yang diperoleh ligan uji sianidanol katekin dan asam 3-kafeoilkuinat, masing-masing, 2.0 x 10-1 µM serta 2.4 x 10-1 µM (Gambar 29). Berdasarkan nilai Ki yang diperoleh, dapat diketahui bahwa ligan yang paling efektif menambat pada situs CA dari makromolekul uji adalah ligan uji asam 5kafeoilkuinat, sianidanol katekin, disusul oleh asam 3-kafeoilkuinat.
54
0,0 -1,0 -2,0
∆G (kcal mol-1)
-3,0 -4,0 -5,0 -6,0
-5,1
-5,0 -5,5
-5,4
-5,6 -6,3
-7,0
-6,4
-8,0 -9,0 -10,0
-9,0
-8,7 -9,2
-9,1
Gambar 29 Nilai energi penambatan (∆G) dari beberapa ligan native dan ligan uji terhadap situs penambatan CA dari makromolekul uji Analisis lebih lanjut untuk melihat interaksi antara ligan uji 5-kafeoilkuinat dengan residu-residu asam amino pada situs penambatan CA menunjukkan bahwa ligan uji menambat dengan membentuk sepuluh buah interaksi van der Waals dengan residu Asn-297 dari rantai A, serta dengan Thr-61, Thr-70, Thr-72, Tyr75, Ala-172, Lys-214, Thr-218 dari rantai C, serta dengan residu Asp-204 dan Ile234 dari rantai D (Gambar 30). Ditemukannya interaksi dengan residu-residu dari rantai D menunjukkan bahwa ligan 5-kafeoilkuinat tertambat pada situs CAD, dan bukan pada situs CA semata. Pengamatan terhadap interaksi ligan dan makromolekul uji menunjukkan bahwa ligan uji berada tidak tepat di daerah penambatan ligan native (situs CA). Simulasi penambatan ligan uji dan ligan native L-asparagin pada sekitar situs CA menunjukkan bahwa jarak terdekat yang terbentuk antara gugus hidroksil pada gugus fungsi karboksilat L-asparagin terhadap atom pada 5-kafeoilkuinat sebesar 2.0 Å. Jarak sependek 2 Å tentunya dapat memberikan interaksi (hambatan sterik) yang berarti terhadap ligan native L-asparagin, sehingga menurunkan afinitas L-asparagin untuk dapat menambat pada daerah penambatan. Residu Lys-69, Arg-168 dan Ile-173 dari rantai C, serta residu Ser-179 membentuk ikatan hidrogen dengan ligan uji. Residu Met-167 ditemukan membentuk interaksi π-alkil dengan cincin benzen pada ligan uji, sehingga menyetabilkan cincin benzen ligan uji selama penambatan. Ditemukan pula interaksi tidak menguntungkan (unfavorable) antar sesama donor hidrogen antara residu Asn-183 dari rantai D dengan ligan uji. Interaksi tidak menguntungkan yang terbentuk diimbangi dengan besarnya nilai interaksi yang terbentuk antara ligan uji dengan residu-residu pada daerah sisi penambatan, sehingga secara keseluruhan nilai tolakan akibat interaksi tidak menguntungkan dapat terkompensasi. Hal ini ditunjukkan dengan nilai ∆G yang diperoleh yang masih – 9.2 kcal/ mol.
55
Gambar 30 Penambatan ligan uji asam 5-kafeoilkuinat pada situs CA. Kiri: Interaksi ligan uji asam 5-kafeoilkuinat terhadap residu-residu asam amino pada situs penambatan CA. Kanan: Interaksi dua dimensi antara ligan uji sianidanol katekin dengan residu-residu pada sisi penambatan Penambatan Tertarget (Targeted Docking) Ligan Native dan Ligan Uji pada Situs DB Empat ligan native (L-asparagin, L-aspartat, L-glutamat, dan L-glutamin) serta tujuh ligan uji (asam 3-kafeoilkuinat, asam 5-kafeoilkuinat, asam kafeat, epikatekin galat, kafein, sianidanol katekin, dan trigonelin) ditambatkan pada situs DB. Hasil penambatan menunjukkan bahwa energi afinitas penambatan/ energi bebas Gibbs (∆G) terbaik dimiliki oleh ligan uji epikatekin galat dengan nilai -9.8 kcal mol-1 dan nilai konstanta inhibisi (Ki) sebesar 6.1 x 101 nM. Nilai ∆G terbaik kedua berikutnya diperoleh ligan uji asam 3- dan 5-kafeoilkuinat dengan keduanya mempunyai nilai ∆G sebesar -9.0 kcal/ mol. Sehingga nilai Ki yang diperoleh ligan uji asam 3- dan 5-kafeoilkuinat adalah 2.4 x 10-1 µM (Gambar 31). Berdasarkan nilai Ki yang diperoleh, dapat diketahui bahwa ligan yang paling efektif menambat pada situs DB dari makromolekul uji adalah ligan uji epikatekin galat, disusul oleh asam 3-kafeoilkuinat dan asam 5-kafeoilkuinat.
56
0,0
∆G (kcal mol-1)
-2,0
-4,0
-6,0
-5,3
-5,1
-5,2
-5,3
-5,5 -6,2
-6,5
-8,0
-10,0
-9,0
-8,9
-9,0 -9,8
-12,0
Gambar 31 Nilai energi penambatan (∆G) dari beberapa ligan native dan ligan uji terhadap situs penambatan DB dari makromolekul uji Analisis lebih lanjut untuk melihat interaksi antara ligan epikatekin galat dengan residu-residu asam amino pada situs penambatan DB menunjukkan bahwa ligan uji menambat dengan membentuk 14 buah interaksi van der Waals dengan residu Ser-299 dan Asn-332 dari rantai B, serta dengan residu Thr-72, Thr-73, Glu-74, Tyr-75, Gly-107, Ser-108, Gly-140, Thr-141, Ser-166, Met-167, Pro-169, dan Lys-214 dari rantai D (Gambar 32). Ditemukan tiga buah ikatan hidrogen antara ligan uji dengan residu Asn-297 dari rantai B serta dengan residu-residu Thr-61 dan Thr-109 dari rantai D. Ditemukan pula interaksi π-anion antara residu Lys-338 serta Asp-142 dengan cincin-cincin benzen pada ligan. Interaksi π-alkil ditemukan pada residu Ala-336 dari rantai B maupun Ala-77 dari rantai D dengan cincin-cincin benzen pada ligan. Interaksi alkil juga ditemukan terbentuk antara residu Ala-77 dari rantai D dengan cincin siklopentana dari ligan. Interaksiinteraksi ini menyetabilkan cincin-cincin benzen maupun cincin siklopentana dari ligan selama penambatan.
57
Gambar 32 Penambatan ligan uji epikatekin galat pada situs DB. Kiri: Interaksi ligan uji epikatekin galat terhadap residu-residu asam amino pada situs penambatan DB. Kanan: Interaksi dua dimensi antara ligan uji sianidanol katekin dengan residu-residu pada sisi penambatan Ulasan Penambatan Tertarget (Targeted Docking) Ligan Native dan Ligan Uji pada Situs-Situs Makkromolekul Uji Gambar 33 menunjukkan nilai ∆G untuk semua ligan native maupun ligan uji di empat situs penambatan pada makromolekul uji (situs AC, BD, CA, dan DB). Ligan uji asam 3-kafeoilkuinat, asam 5-kafeoilkuinat, epikatekin galat, serta sianidanol katekin secara konsisten ditemukan memiliki nilai ∆G di atas – 8 kcal/ mol (rata-rata nilai ∆G ligan native sekitar - 5 kcal/ mol) pada kesemua situs penambatan yang ada (AC, BD, CA, dan DB) (Gambar 33). Melalui persamaan (1) dapat ditunjukkan hubungan antara nilai ∆G dengan konstanta inhibisi (Ki). Semakin negatif nilai ∆G suatu ligan maka semakin kecil pula nilai Ki ligan tersebut. Melalui persamaan (2) dapat diketahui bahwa nilai Ki yang semakin kecil menunjukkan bahwa suatu ligan semakin/ lebih potensial untuk menginhibisi suatu reaksi enzimatis. Berdasarkan hasil komparasi nilai Ki yang diperoleh pada analisis simulasi inhibisi makromolekul uji, maka ligan uji asam 3dan 5-kafeoilkuinat serta epikatekin galat dan sianidanol katekin ditentukan sebagai ligan-ligan uji yang paling potensial dalam menginhibisi makromolekul uji (dalam hal ini enzim L-asparaginase Bacillus subtilis str. ITBCC1).
58
0,0
∆G (kcal mol-1)
-2,0 -4,0 -6,0 -8,0 -10,0 -12,0 Situs AC
Situs BD
Situs CA
Situs DB
Gambar 33 Nilai energi penambatan (∆G) dari beberapa ligan native dan ligan uji terhadap situs penambatan AC, BD, CA, dan DB dari makromolekul uji Nilai Ki terkecil dari semua ligan uji ditemukan pada ligan uji epikatekin galat yang tertambat pada situs DB, dengan nilai Ki sebesar 6.1 x 101 nM (≈ 6.1 x 10-2 µM) . Nilai Ki terkecil dari ligan uji sianidanol katekin ditemukan pada tambatan situs BD dengan nilai Ki sebesar 1.4 x 10-1 µM. Nilai Ki terkecil dari ligan uji asam 5-kafeoilkuinat ditemukan pada tambatan situs CA dengan nilai Ki sebesar 1.7 x 10-1 µM. Selain pertimbangan dari nilai Ki yang sudah diperoleh, pertimbangan lain yang digunakan untuk menentukan ligan uji yang paling berpotensial dalam menginhibisi aktivitas makromolekul uji adalah pertimbangan konsentrasi masing-masing ligan uji pada kopi. Mempertimbangkan hasil penelitian Kreicbergs et al. (2011), konsentrasi asam klorogenat pada kopi ditemukan sebesar 1.4 hingga 2.8 g 100 g-1, epikatekin sebesar 11 hingga 30 mg 100 g-1, serta katekin sebesar 30 hingga 80 mg 100 g-1. Mengacu pada Farah (2012), asam klorogenat pada kopi didominasi oleh asam 5-kafeoilkuinat, sehingga data konsentrasi asam klorogenat pada Kreicbergs et al. (2011) diperlakukan sebagai data dari asam 5-kafeoilkuinat pada penelitian ini. Walaupun nilai Ki dari ligan uji epikatekin galat lebih tinggi dibanding nilai Ki dari ligan uji 5-kafeoilkuinat, namun demikian konsentrasi ligan uji epikatekin pada kopi ditemukan jauh lebih rendah dibandingkan konsentrasi ligan uji asam 5kafeoilkuinat, yang secara teknis menjadi ligan uji yang ditemukan paling melimpah di antara ligan uji lainnya pada kopi. Perbandingan nilai Ki dari ligan uji asam 5-kafeoilkuinat terhadap nilai Ki dari epikatekin galat menunjukkan bahwa nilai Ki epikatekin galat 28 kali lebih rendah dibandingkan nilai Ki asam 5-kafeoilkuinat. Perbandingan nilai konsentrasi maksimum dari ligan uji asam 5kafeoilkuinat terhadap konsentrasi maksimum ligan uji epikatekin menunjukkan bahwa konsentrasi maksimum ligan uji asam 5-kafeoilkuinat pada kopi sebesar 93 kali lebih melimpah dibanding konsentrasi ligan uji epikatekin. Berdasarkan hal ini disimpulkan bahwa ligan uji asam 5-kafeoilkuinat ditentukan sebagai ligan uji yang mempunyai potensi inhibisi terbesar dan terelevan terhadap makromolekul uji (enzim L-asparaginase B. subtilis str. ITBCC1).
59
Eksaminasi terhadap penambatan ligan native L-asparagin maupun ligan uji asam 5-kafeoilkuinat pada situs penambatan CA menunjukkan bahwa ligan uji tidak tepat menambat pada tempat yang sama sebagaimana ligan native tertambat. Kecuali ditemukannya residu katalitik Thr-61 dan residu kandidat triad Lys-214 dari rantai C yang berinteraksi van der Waals dengan ligan uji, maka tidak ada residu penting lain (dalam hal ini residu Thr-141 serta residu Asp-142) dari rantai C yang ditemukan berinteraksi dengan ligan uji. Mengasumsikan bahwa residu katalitik pada situs-situs penambatan pada makromolekul uji diakibatkan oleh adanya aktivitas residu katalitik Thr-141 beserta kandidat triad Asp-142 dan Lys214, serta residu katalitik lain yaitu Thr-61, maka tidak diketahui apakah ligan uji asam 5-kafeoilkuinat dapat mengalami reaksi enzimatis pada situs penambatan pada makromolekul uji, hal ini terkait dengan tidak ditemukannya interaksi ligan uji dengan residu katalitik Thr-141 beserta kandidat triadnya. Namun demikian, stabilnya penambatan ligan uji asam 5-kafeoilkuinat terhadap makromolekul uji, yang ditandai dengan nilai ∆G dari ligan uji yang jauh lebih negatif (-) dibanding dengan nilai ∆G ligan native L-asparagin, maka ligan uji dimungkinkan tertambat kuat pada makromolekul uji. Tambatan yang stabil ini dimungkinkan menghalangi daerah pembukaan pada situs CA sehingga menghalangi ligan native L-asparagin untuk dapat tertambat pada situs penambatan. Perbandingan nilai Ki dari ligan native L-asparagin terhadap ligan uji asam 5-kafeoilkuinat menunjukkan bahwa nilai Ki dari ligan uji asam 5-kafeoilkuinat sebesar 1,041 kali (≈ 1,000 kali) lebih kecil dibanding dengan nilai Ki dari ligan native. Hal ini menunjukkan ligan uji dapat mengokupasi separuh dari situs penambatan pada makromolekul uji dengan konsentrasi ligan uji sekecil seperseribu kali dari konsentrasi ligan native. Mempertimbangkan laporan penelitian dari Dong et al. (2015), konsentrasi asam amino asparagin pada biji kopi ditemukan sebesar 0.68 mg g-1 atau setara dengan 68 mg 100 g-1, maka perbandingan konsentrasi ligan native asparagin terhadap ligan uji asam 5kafeoilkuinat menunjukkan bahwa konsentrasi ligan native hanya sebesar 24 hingga 48 kali lebih tinggi dibanding konsentrasi ligan uji. Mempertimbangkan kedua hal ini, maka disimpulkan bahwa ligan uji asam 5-kafeoilkuinat mempunyai potensi inhibisi yang sangat kuat terhadap makromolekul uji dalam hal menghambat ligan native L-asparagin. Prediksi Penambatan Ligan Native dan Ligan Uji terhadap Enzim LAsparaginase dari Berbagai Spesies Simulasi penambatan ligan native dan ligan uji dilakukan terhadap enzimenzim L-asparaginase dari Dickeya chrysanthemi (kode PDB: 1hfw), Escherisia coli (kode PDB: 2p2n), Heliobacter pylori (kode PDB: 2wlt), serta Cavia porcellus (kode PDB: 4r8l) serta dari L-asparaginase str. ITBCC1. Hal ini ditujukan untuk melihat pola inhibisi dari ligan-ligan, baik native maupun uji, terhadap enzim-enzim L-asparaginase dari berbagai organisme yang diujikan. Gambar 34 menunjukkan hasil yang selaras dengan analisis inhibisi ligan pada enzim L-asparaginase B. subtilis str. ITBCC1 yang telah dilakukan. Asam 3- dan 5-kafeoilkuinat serta sianidanol katekin dan epikatekin galat ditemukan mempunyai nilai ∆G paling kecil (bernilai minus) pada hampir semua situs penambatan pada enzim L-asparaginase dari semua spesies uji (Gambar 34).
60
Ligan uji asam 5-kafeoilkuinat ditemukan mempunyai nilai ∆G yang paling konsisten pada hampir kesemua situs-situs penambatan dari enzim L-asparaginase spesies-spesies uji. Hal ini mendukung hasil analisis yang telah dilakukan pada simulasi penambatan ligan-ligan terhadap enzim L-asparaginase B. subtilis str. ITBCC1 yang telah dilakukan. Penemuan ini menunjukkan bahwa enzim Lasparaginase dari berbagai organisme uji, dapat dihambat dengan kuat oleh ligan uji asam 5-kafeoilkuinat dengan konsisten. Mempertimbangkan konsentrasi ligan uji asam 5-kafeoilkuinat yang melimpah pada biji kopi, maka ligan uji asam 5kafeoilkuinat diduga berpengaruh signifikan pada proses inhibisi enzim Lasparaginase selama perlakuan pada biji kopi, untuk kesemua enzim Lasparaginase dari organisme uji. 0,0
∆G (kcal mol-1)
-2,0
-4,0
-6,0
-8,0
-10,0
-12,0 1hfw1
1hfw2
1hfw3
1hfw4
2p2n1
2p2n2
2p2n3
2p2n4
2p2n5
2p2n6
2p2n7
2p2n8
2wlt1
4r8l1
4r8l2
4r8l3
4r8l4
ITBCC1 DB
ITBCC2 BD
ITBCC3 AC
ITBCC4 CA
Gambar 34 Nilai energi penambatan (∆G) dari beberapa ligan native dan ligan uji terhadap situs-situs penambatan pada asparaginase berbagai macam organisme. Kode 1hfw = Dickeya chrysanthemi, kode 2p2n = Escherisia coli, kode 2wlt = Heliobacter pylori, kode 4r8l = Cavia porcellus, kode ITBCC = B. subtilis str. ITBCC1. Angka di belakang kode organisme menunjukkan posisi situs penambatan relatif dari masing-masing asparaginase dari organisme yang dimaksud
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Penjajaran sekuens nukleotida uji mengonfirmasi sekuens nukelotida uji sebagai sekuens B. subtilis str. ITBCC1. Penjajaran terhadap basis data nukleotida
61
terpatenkan menunjukkan bahwa sekuens nukleotida berdiri pada aspek legal yang jelas, tidak terkait klaim apapun, sehingga dapat dimanfaatkan lebih lanjut. Penjajaran terhadap basis data protein mengonfirmasi sekuens nukleotida uji sebagai sekuens nukelotida dari gen penyandi asparaginase tipe-II. Analisis sinyal peptida menunjukkan bahwa sisi pemotongan sinyal peptida sekretori oleh sinyal peptidase tipe-I (SPase I) berada di antara residu asam amino ke-23 (Ser-23) dan ke-24 (Pro-24). Analisis sinyal peptida lipoprotein menunjukkan nilai yang lebih besar dibanding dengan analisis sinyal peptida sekretori, dengan situs pemotongan sinyal peptida berada di antara residu asam amino ke-19 (Gly-19) dan ke-20 (Cys20) serta dikonfirmasi sebagai protein sekretori. Sehingga jenis sinyal peptida pada makromolekul uji diduga berasal dari jenis sinyal peptida lipoprotein. Validasi terhadap model protein tiga dimensi menggunakan Plot Ramachandran menyimpulkan model protein homotetramerik L-asparaginase B. subtilis str. ITBCC1 yang diperoleh dari Swiss Model Expasy bernilai lebih valid dibanding dengan model protein monomerik L-asparaginase B. subtilis str. ITBCC1 yang diperoleh dari I-TASSER. Model protein juga dikarakterisasi berdasarkan estimasi bobot molekuler, titik isoelektrik teoritis, komposisi asam amino, total asam amino bermuatan positif dan negatif, komposisi atom penyusun, estimasi waktu luruh (half-life), serta estimasi indeks instabilitas. Residu katalitik Thr-141 beserta kandidat triadnya, Asp-142 serta Lys-214, serta residu Thr-61 diduga berperan penting dalam interaksi ligan native dengan situs penambatan. Ligan uji asam 5-kafeoilkuinat, dibuktikan melalui studi in silico dengan menggunakan Autodock Vina, mempunyai nilai konstanta inhibisi (Ki) yang 1000 kali jauh lebih kecil dibanding nilai Ki ligan native L-asparagin pada situs penambatan CA. Ligan uji asam 5-kafeoilkuinat berinteraksi dengan situs penambatan CA dengan membentuk sepuluh ikatan van der Waals, empat ikatan hidrogen, satu ikatan πalkil, serta satu interaksi kurang menguntungkan dengan residu Asn-183 dari rantai D yang terkompensasi oleh energi ikatan/ interaksi menguntungkan dengan residu-residu pada makromolekul uji. Hasil analisis menunjukkan bahwa ligan uji asam 5-kafeoilkuinat tidak tepat menambat pada tempat yang sama sebagaimana ligan native tertambat. Namun tambatan yang stabil yang terbentuk pada ligan uji dengan makromolekul uji dimungkinkan menghalangi daerah pembukaan pada situs CA sehingga menghalangi ligan native L-asparagin untuk dapat tertambat pada situs penambatan, sehingga diduga dapat berperan sebagai inhibitor kompetitif. Ligan uji asam 5-kafeoilkuinat juga ditemukan secara konsisten dapat tertambat secara kuat pada hampir seluruh situs-situs uji pada enzim-enzim Lasparaginase tipe-II dari Dickeya chrysanthemi, Escherisia coli, Heliobacter pylori, serta Cavia porcellus. Berdasarkan nilai Ki yang diperoleh serta konsentrasi asam 5-kafeoilkuinat yang melimpah pada biji kopi, maka senyawa ini disimpulkan secara eksklusif mempunyai potensi tertinggi dalam menginhibisi secara kompetitif enzim L-asparaginase selama aplikasi pada produk kopi. Hingga terdapat penelitian eksperimental yang dapat memvalidasi hasil penelitian ini, maka dengan demikian kesimpulan ini masih berada pada ranah prediksi. Saran Analisis mendalam terhadap interaksi asam 5-kafeoilkuinat diperlukan untuk melihat secara pasti residu-residu yang paling berpengaruh pada kestabilan
62
tambatan asam 5-kafeoilkuinat pada situs penambatan. Hal ini ditujukan untuk dapat melakukan simulasi mutagenesis terhadap residu tersebut, serta menguji kestabilan protein termodifikasi (∆∆G). Analisis terhadap struktur sekunder RNA dari sekuens-sekuens pengode enzim L-asparaginase tipe-II dari berbagai macam organisme perlu dilakukan untuk dapat melihat dampak perbedaan sekuens RNA yang mengode asam amino yang sama (redundansi RNA) terhadap laju translasi atau bahkan terhadap protein (enzim) sebagai produk akhir dari organismeorganisme yang diujikan.
DAFTAR PUSTAKA Aghaiypour Khosrow, Wlodawer Alexander, dan Lubkowski Jacek. 2001. Do bacterial L-asparaginase utilize a acatalytic triad Thr-Tyr-Glu? Biochimica et Biophysica Acta. 1550: 117-128. Akita M, Sasaki S, Matsuyama S, dan Mizushima S. 1990. SecA interacts with secretory proteins by recognizing the positive charge at the amino terminus of the signal peptide in Escherichia coli. J Biol Chem. 265: 8162–8169. Altschul SF, Madden TL, Schaffer AA, Zhang J, Zhang Z, Miller W, Lipman DJ. 1997. Gapped BLAST and PSIBLAST: a new generation of protein database search programs. Nucleic Acids Res. 25(17): 3389402. Arnold K, Bordoli L, Kopp J, dan Schwede T. 2006. The SWISSMODEL workspace: a webbased environment for protein structure homology modelling. Bioinformatics. 22: 195201. Atkinson MR dan Fisher Susan H. 1991. Identification of genes and gene products whose expression is activated during nitrogen-limited growth in Bacillus subtilisi. J Bacteriol. 173(1): 23-27. Azara Rima, Helianti Is, Kusnadi Joni, dan Yunianta. 2014. Cloning and expression of ansZ gene encoding L-asparaginase from local Bacillus subtilis. Microbiol Indones. 8(2): 41-47. Babu MM. 2006. A database of bacterial lipoproteins (DOLOP) with functional assignments to predicted lipoproteins. J Bacteriol. 188, 2761–2773. Bendtsen JD, Nielsen Henrik, von Heijne G, dan Brunak S. 2004. Improved prediction of sig peptides - SignalP 3.0. J Mol Biol. Benkert P, Biasini M, dan Schwede T. 2011. Toward the estimation of the absolute quality of individual protein structure models. Bioinformatics. 27: 343350. Biasini Marco, Bienert Stefan, Waterhouse Andrew, Arnold Konstantin, Studer Gabriel, Schmidt Tobias, Kiefer Florian, Cassarino Tiziano Gallo, Bertoni Martino, Bordoli Lorenza, Schwede Torsten. 2014. SWISSMODEL: modelling protein tertiary and quaternary structure using evolutionary information. Nucleic Acids Research (1 July 2014) 42 (W1): W252W258; doi: 10.1093/nar/gku340. Blank Imre. 2005. Current status of acrylamide research in food: measurement, safety assessment, and formation. Ann NY Acad Sci. 1043: 30-40.
63
Blaszczyk Maciej, Kurcinski mateusz, Kouza Maksim, Wieteska Lukasz, Debinski Alexander, Kolinski Andrzej, dan Kmiecik Sebastian. 2016. Modeling of protein-peptide inetractions using the CABS-dock web server for binding site search and flexible docking. Methods. 93: 72-83. Blauwkamp TA, Ninfa AJ. 2002. Physiological role of the GlnK signal transduction protein of Escherichia coli: survival of nitrogen starvation. J Mol Microbiol. 46: 203-214. Borek Dominika dan Jaskolski Mariusz. 2001. Sequence analysis of enzymes with asparaginase activity. Acta Biochimica Polonica. 48(4): 893-902. Braun V dan Wu HC. 1994. Lipoproteins, structure, function, biosynthesis and model for protein export. New Compr Biochem. 27: 319-341. Cedar H, Schwartz JH. 1967. Localization of the two-L-asparaginases in anaerobically grown Escherichia coli. J Biol Chem 242: 3753-3755. Cha Minseok. 2013. Enzymatic control of acrylamide level in coffee. Eur Food Res Technol. 236: 567-571. DOI: 10.1007/s00217-013-1927-8. Ciesarova Zuzana, Kiss Eugen, Boegl Petra. 2006. Impact of L-asparaginase on acrylamide content in potato products. J Food Nutri Res. 45(4): 141-146. Cserzo M, Wallin E, Simon I, von Heijne G, dan Elofsson A. 1997. Prediction of transmembrane alpha-helices in prokaryotic membrane proteins: the dense alignment surface method. Protein Eng. 6: 673–676. D‟onofrio David JD dan Abel David L. 2014. Redundancy of the genetic code enables tranlational pausing. Frontiers Gen. 5(140): 1-16. Dereeper A, Audic S, Claverie JM, Blanc G. 2010. BLASTEXPLORER helps you building datasets for phylogenetic analysis. BMC Evol Biol. 10:8. Dereeper A, Guignon V, Blanc G, Audic S, Buffet S, Chevenet F, Dufayard JF, Guindon S, Lefort V, Lescot M, Claverie JM, Gascuel O. 2008. Phylogeny.fr: robust phylogenetic analysis for the nonspecialist. Nucleic Acids Res. 36:4659. Deuerling E, Mogk A, Richter C, Purucker M, dan Schumann W. 1997. The ftsH gene of Bacillus subtilis is involved in major cellular processes such as sporulation, stress adaptation and secretion. J Mol Microbiol. 23: 921– 933. Dria Glenn James, Zyzak DV, Gutwein RW, Villagran FV, Young Herbert T, Bunke RP, Lin PYT, Howie JK, dan Schafermeyer RG, penemu; Pringles S.a.r.l. 2013 Agustus 14. EP1555885 B1. Farah Adriana. 2012. Coffee: Emerging Health Effects and Disease Prevention First Edition. Yi-Fang Chu, editor. John Wiley & Sons, Inc. Fisher Susan H dan Wray Lewis V Jr. 2002. Bacillus subtilis 168 contains two differentially regulated genes encoding L-asparaginase. J Bacteriol. 184 (8): 2148-2154. Fisher Susan H. 1999. Regulation of nitrogen metabolism in Bacillus subtilis: vive la difference! Molecular Microbiol. 32(2): 223-232. Gebendorfer KM dan Winter Jeannette. 2009. Oxidative Folding of Peptides and Proteins. Buchner J dan Moroder Luis, editor. Cambridge (UK): Royal Society of Chemistry. Goldberg SD, Derr P, DeGrado WF, Goulian M. 2009. Engineered single- and multi-cell chemotaxis pathways in E. coli. Mol Syst Biol. 5: 283.
64
Hayashi S dan Wu HC. 1990. Lipoproteins in bacteria. J Bioenerg Biomembr. 22: 451-471. Hernandez JF, Gagnon J, Chiche L, Nguyen TM, Andrieu JP, Heitz A, et al. 2000. Squash trypsin inhibitors from Momordica cochinchinensis exhibit an atypical macrocyclic structure. Biochemistry. 39:5722–5730. Hutchings MI, Palmer T, Harrington DJ, Sutcliffe IC. 2008. Lipoprotein biogenesis in Grampositive bacteria: knowing when to hold „em, knowing when to fold „em. Cell. doi:10.1016/j.tim.2008.10.001. Ireland DC, Colgrave ML, dan Craik DJ. 2006. A novel suite of cyclotides from Viola odorata: sequence variation and the implications for structure, function and stability. Biochem. J. 400: 1-12. Jennings MP dan Beacham IR. 1993. Co-dependent positive regulation of the ansB promoter of Escherichia coli by CRP and the FNR protein: a molecular analysis. J Mol Microbiol. 9: 155-164. Jones HM dan Gunsalus RP. 1987. Regulation of Escherichia coli fumarate reductase (frdABCD) operon expression by respiratory electron acceptors and the fnr gene product. J Bacteriol. 169: 3340-3349. Krasotkina J, Borisova AA, Gervaziev YV, Sokolov NN. 2004. One-step purification and kinetic properties of the recombinant L-asparaginase from Erwinia carotovora. J Biotechnol Appl Biochem. 39(2): 215-221. Kreicbergs Viesturs, Dimins Fredijs, Mikelsone Velga, dan Cinkmani Ingmars. 2011. Biologically active compounds in roasted coffee. Foodbalt: 110115. Leversen NA, Souza GA, Malen Hiwa, Prasad Swati, Jonassen Inge, Wiker HG. 2009. Evaluation of signal peptide prediction algorithms for identification of mycobaterial signal peptides using sequence data from proteomic methods. J Microbiol. 155: 2375-2383. Lorenz Ronny, Wolfinger Michael T, Tanzer Andrea, Hofacker Ivo L. 2016. Predicting RNA secondary structures from sequence and probing data. Methods. 103: 86-98. Lovell SC, Davis IW, Arendall III WB, de Bakker PIW, Word JM, Prisant MG, Richardson JS, dan Richardson DC. 2002. Structure validation by Calpha geometry: phi,psi and C beta deviation. Proteins: Structure, Function & Genetics. 50: 437450. Lynglev GB dan Schoesler, penemu; Novozymes A/S. 2014 September 25. Method for producing coffee beans. WO2014147189 A1. Miller HK dan Balis ME. 1969. Glutaminase activity of L-asparagine amydohydrolase. J Biochem Parmachol. 18 (9): 2225-2232. Morales F, Capuano E, dan Fogliano V. 2008. Mitigation strategies to reduce acrylamide formation in fried potato products. Ann N Y Acad Sci. 1128: 89-100. Nguyen HA, Su Y, dan Lavie A. 2016. Structural insight into substrate selectivity of Erwinia chrysanthemi L-asparaginase. J Biochem. 55: 1246-1253. Nguyen PQT, Wang SJ, Kumar A, Yap L, Luu TT, Lescar J, dan Tam JP. 2014. Discovery and characterization of pseudocyclic cystine-knot alphaamylase inhibitors with high resistance to heat and proteolytic degradation. FEBS. J. 281: 4351–4366.
65
Offman MN, Krol M, Patel N, Krishnan S, Liu J, Saha V, dan Bates PA. 2011. Rational engineering of L-asparaginase reveals importance of dual activity for cancer cell toxicity. Blood J. 117: 1614-1621. DOI: 10.1182/blood-2010-07-298422. Petersen TN, Brunak S, von Heijne G, dan Nielsen H. 2011. SignalP 4.0: discriminating signal peptides from transmembrane regions. Nature Methods 8:785‐786. Pragai Z, Tjalsma H, Bolhuis A, van Dijl JM, Venema G, dan Bron S. 1997. The signal peptidase II (lsp) gene of Bacillus subtilis. J Microbiol. 143: 1327– 1333. Roy A, Kucukural A, Zhang Y. 2010. ITASSER: a unified platform for automated protein structure and function prediction. Nature Protocols. 5: 725738. Roy Ambrish dan Zhang Y. 2012. Recognizing protein ligand binding sites by global structural alignment and local geometry refinement. Structure. 20: 987997. Roy Ambrish, Yang Jianyi, dan Zhang Yang. 2012. COFACTOR: an accurate comparative algorithm for structurebased protein function annotation. Nucleic Acids Res. 40:W471W477. Sankaran K dan Wu HC. 1995. Bacterial prolipoprotein signal peptidase. Methods Enzymol. 248: 169-180. Schleper S. [disertasi]. Marburg (DE): Philipps-Universitat. Sierakowska A, Willenbrock H, von Heijne G, Nielsen H, Brunak S, dan Krogh A. 2003. Prediction of lipoprotein signal peptides in Gram negative bacteria. Protein Sci. 12(8): 16521662. Spencer Paige S dan Barral Jose M. 2012. Genetic code redundancy and its influence on the encoded polypeptide. J Comput Struct Biotechnol. DOI: https://dx.doi.org/10.5936%2Fcsbj.201204006. Srihkanta YN, Atack JM, Beacham IR, dan Jennings MP. 2013. Distinct physiological roles for the two L-asparaginase isoenzymes of Escherishia coli.Biochem Biophys Res Commun. 436(3): 362-365. Stadler RH, Blank I, Varga N, Robert F, Hau J, Guy P, Robert MC, dan Riediker S. 2002. Acrylamide from Maillard reaction products. Nature 419: 449450. Sun Dongxu dan Setlow Peter. 1993. Cloning and nucleotide sequencce of the Bacillus subtilis ansR gene, which encodes a repressor of the ans operon coding for L-asparaginase and L-aspartase. J Bateriol. 175(9): 25012506. Sutcliffe IC dan Harrington DJ. 2002. Pattern searches for identification of putative lipoprotein genes in Gram-positive bacterial genome. J Microbiol. 148: 2065-2077. Svensson K, Abramsson L, Becker W, Glynn A, Hellenas K, Lind Y, Rosen J. 2003. Dietary intake of acrylamide in Sweden. Food Chem Tox. 41: 1581-1586. Tam JP, Lu YA, Yang JL, Chiu KW. 1999. An unusual structural motif of antimicrobial peptides containing end-to-end macrocycle and cystineknot disulfides. Proc. Natl. Acad. Sci. USA. 96: 8913–8918.
66
Tjalsma Harold, Bolhuis A, Jongbloed JDH, Bron S, van Dijl JM. 2000. Signal peptide-dependent protein transport in Bacillus subtilis: a genome-based survey of the secretome. J Microbiol Mol Biol Rev. 64(3): 515-547. Tjalsma Harold, Noback MA, Bron S, Venema G, Yamane K, dan van Dijl JM. 1997. Bacillus subtilis contains four closely related type I signal peptidases with overlapping substrate specificities: constitutive and temporally controlled expression of different sip genes. J Biol Chem. 272: 25983–25992. Trott Oleg dan Olson Arthur J. 2010. Autodock Vina: Improving the speed and accuracy of docking with a new scoring function, efficient optimization, and multithreading. J Comput Chem. 31: 455-461. DOI: 10.1002/jcc.21334. Wehner A. 1993. [disertasi]. Marburg (DE): Philipps-Universitat. Yang J dan Zhang Y. 2015. I-TASSER server: new development for protein structure and function predictions. Nucleic Acids Res. 43: W174W181. Yang J, Yan R, Roy A, Xu D, Poisson J, Zhang Y. 2015. The I-TASSER suite: protein structure and function prediction. Nature Methods. 12:78 Yang Jianyi, Roy Ambrish , dan Zhang Yang. BioLiP: a semimanually curated database for biologically relevant ligandprotein interactions. Nucleic Acids Res. 41:D1096D1103. Ye RW, W Tao, L Bedzyk, T Young, M Chen, dan L Li. 2000. Global gene expression profiles of Bacillus subtilis grown under anaerobic conditions. J Bacteriol. 182: 4458–4465. Yu NY, Wagner JR, Laird MR, Melli G, Rey S, Lo P, Dao P, Sahinalp SC, Ester C, Foster LJ, Brinkman FSL. 2010. PSORTb 3.0: Improved protein subcellular localization prediction with refined localization subcategories and predictive capabilities for all prokaryotes. Bioinformatics. 26(13):16081615. Zhang Y. 2008. ITASSER server for protein 3D structure prediction. BMC Bioinformatics. 9: 40.
67
RIWAYAT HIDUP Penulis memiliki nama lengkap Muhamad Umar Said Muksini, dilahirkan sebagai anak kedua dari pasangan bapak Busri dan ibu Siti Umai‟yah di Lamongan pada tanggal 31 Mei 1992. Penulis adalah putra kedua dari dua bersaudara, dengan kakak perempuan bernama Siti C. Rosidah. Penulis menjalani pendidikan TK hingga SMA di Lamongan. Pada tahun 1998 penulis bersekolah di SDN Sidoharjo 1 Lamongan dan lulus pada tahun 2004. Penulis bertemu Pak Parman, guru SD yang memperkenalkan penulis pada dunia IPA, pada periode ini. Pada tahun 2005 penulis bersekolah di SMPN 1 Lamongan dan lulus pada tahun 2008. Pada tahun 2009 penulis bersekolah di SMAN 2 Lamongan dan lulus pada tahun 2011. Penulis melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur SNMPTN Undangan, mengambil mayor Teknologi Pangan pada tahun 2011. Penulis merupakan delegasi Provinsi Jawa Timur pada acara Olimpiade Sains Nasional (OSN) ke-3 Tingkat SD untuk Bidang Uji IPA yang diselenggarakan di Pekanbaru, Riau, pada tahun 2004. Pada tahun 2007, penulis kembali menjadi delegasi Provinsi Jawa Timur pada acara OSN ke-7 Tingkat SMP untuk Bidang Uji Biologi yang diselenggarakan di Surabaya, Jawa Timur. Penulis mewakili Kabupaten Lamongan pada acara Olimpiade Sains Provinsi (OSP) Tingkat SMA untuk Bidang Uji Biologi pada tahun 2010. Walaupun tidak bergabung dalam delegasi OSN Tingkat SMA, pada periode ini penulis berhasil menjadi juara pertama pada Olimpiade Biologi UIN Maulana Malik Ibrahim 2010 Tingkat Jawa Timur-Bali, meraih juara 2 dan 1 pada Lomba Biologi Keperawatan UNAIR Tingkat Jawa Timur, masing-masing, pada tahun 2009 dan 2010. Merupakan finalis lomba Kedokteran UNAIR Tingkat Nasional pada tahun 2010. Selama periode di perguruan tinggi, penulis merupakan peraih medali perunggu pada Olimpiade Sains Matematika IPA (ON-MIPA) Tingkat Perguruan Tinggi tahun 2014 untuk Bidang Uji Biologi yang diselenggarakan di Semarang, Jawa Tengah, mewakili Kopertis Wilayah 3. Penulis kembali menjadi delegasi Kopertis Wilayah 3 dan kembali meraih medali perunggu pada ON-MIPA Tingkat Perguruan Tinggi tahun 2015 untuk Bidang Uji Biologi yang diselenggarakan di Surabaya. Penulis merupakan orang pertama di luar departemen Biologi IPB yang berhasil meraih medali pada ON-MIPA bidang Biologi, sekaligus orang pertama dalam catatan Departemen Biologi IPB yang berhasil meraih medali ON-MIPA dua kali berturut-turut. Penulis merupakan runner-up dalam acara Danone Young Social Entrepreneurship (DYSE) 2014 bersama dengan tim Agrisocio mengusung tema Indorempah. Pada tahun yang sama, penulis menjadi pemenang sekaligus best displayer dalam acara NSPC yang diadakan di JI Expo dengan mengusung tema soy yogurt dengan suplementasi xanthon, dan sekaligus menjadi peraih predikat juara terinovatif pada acara Pekan Ilmiah Mahasiswa Pertanian Indonesia (PIMPI) dengan mengusung tema kerupuk jangkrik. Penulis masuk dalam 100 besar proyek terpilih Datsun Rising Challenge 2016. Selain di bidang ilmu alam, penulis juga meraih predikat di bidang lain yang menjadi perhatian penulis. Penulis meraih predikat sebagai Young Economist Icon tahun 2013 melalui acara Hipotex-R, juara 3 pada Debat Ekonomi dan Politik Tingkat Nasional pada acara Politik Ceria tahun 2014 serta juara 1 pada
68
acara yang sama di tahun 2015. Penulis dan tim presentasi ekonomi syariah menjadi juara ke-empat pada lomba ekonomi syariah tingkat Nasional 2014 yang diadakan oleh BEM FEM IPB. Penulis juga aktif di dalam kegiatan sosial dengan hingga saat ini menjadi Board of Commitee Sanggar Juara, organisasi nirlaba yang bergerak di bidang pendidikan lingkungan dan kebudayaan bagi anak usia SD-SMP. Penulis aktif sebagai Board of Trustee Pemuda Peduli Lamongan yang bergerak di bidang pendidikan anak-putus-sekolah. Penulis, bersama-sama dengan teman Kos Soka Buntu, menginisiasi Beasiswa Soka Buntu 16 yang ditujukan untuk membantu sekolah anak bibi kos ke jenjang SMK. Penulis juga aktif di dalam kepanitiaan, antara lain sebagai anggota divisi acara I-food day, ketua divisi acara pada acara seminar DSDC, ketua divisi dana usaha pada acara Falcon, project officer pada acara Sanggar Juara Festival 2013, serta project officer pada acara Social Ramadhan Festival tahun 2014.