Aplikasi Terapi Seni dalam Asuhan Keperawatan Kecemasan
1
APLIKASI TERAPI SENI DALAM ASUHAN KEPERAWATAN KECEMASAN AKIBAT HOSPITALISASI PADA ANAK DENGAN GNAPS DI LANTAI 3 SELATAN RSUP FATMAWATI Fransisca Nelly Sinambela, Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, Kampus UI Depok, Jawa Barat – 16424 E-mail:
[email protected]/
[email protected] Fransisca Nelly Sinambela*, Elfi Syahreni, M.Kep, Sp.Kep.An.
Abstrak Glomeruloefritis akut post streptokokal (GNAPS) merupakan bentuk penyakit ginjal pasca infeksi yang cukup sering terjadi pada masa kanak-kanak dan pada umumnya berkaitan dengan infeksi pneumokokus, streptokokus, dan virus. Di negara berkembang, seperti Indonesia, insiden GNAPS masih banyak ditemui terutama pada masyarakat dengan sosio ekonomi rendah. Anak yang menderita GNAPS pada umumnya akan mengalami berbagai gejala yang menyebabkan anak menjalani hospitalisasi. Hospitalisasi dapat memberikan dampak negatif pada anak, yakni munculnya kecemasan. Karya ilmiah ini bertujuan untuk memberi gambaran asuhan keperawatan yang telah diberikan pada anak dengan GNAPS di RSUP Fatmawati dan mengidentifikasi pengaruh tindakan keperawatan aktivitas terapi seni untuk mengatasi kecemasan anak yang mengalami hospitalisasi. Hasil yang diperoleh setelah pemberian aktivitas menggambar dan mewarnai sebagai terapi seni pada anak yaitu anak mengalami penurunan frekuensi denyut jantung yang menunjukkan penurunan kecemasan anak secara fisiologis. Kata kunci: glomerulonefritis, GNAPS, terapi seni, hospitalisasi, kecemasan ________________________________________________________________________________________________
Pendahuluan Glomerulonefritis akut (GNA) merupakan kondisi yang biasanya terjadi pada anak-anak. Gambaran umum dari GNA meliputi oliguria, edema, hipertensi serta kongesti sirkulasi, hematuria, dan proteinuria. Sebagian besar kasus terjadi setelah infeksi dan pada umumnya berkaitan dengan infeksi pneumokokus, streptokokus, dan virus. Glomeruloefritis akut post streptokokal (GNAPS) merupakan bentuk penyakit ginjal pasca infeksi yang cukup sering terjadi pada masa kanak-kanak dan merupakan penyakit yang dapat ditegakkan pada beberapa kasus (Wong, Hockenberry, Wilson, Winkelstein, & Schwatrz, 2009). Di negara berkembang, seperti Indonesia, insiden GNAPS masih banyak ditemui, terutama pada masyarakat golongan sosial ekonomi rendah, yakni sebanyak 68,9% (Rauf, Albar, & Aras, 2012). Lumbanbatu (2003) mengatakan bahwa di negara berkembang, GNAPS masi sering dijumpai dan merupakan penyebab lesi ginjal nonsupuratif terbanyak pada anak. GNAPS ini dapat terjadi secara epidemik atau sporadik, dan paling sering ditemukan pada anak usia sekolah. Perbandingan anak laki-laki dan anak perempuan 2:1.
Aplikasi terapi..., Fransisca Nelly Sinambela, FIK-UI, 2013
Aplikasi Terapi Seni dalam Asuhan Keperawatan Kecemasan
2
Berbagai gejala yang timbul dari GNAPS biasanya akan menyebabkan anak mengalami hospitalisasi. Hospitalisasi didefinisikan sebagai masuknya individu ke rumah sakit sebagai seorang pasien (Costello, 2008). Hospitalisasi pada anak dapat menimbulkan trauma psikologis yang berkaitan dengan pengalaman traumatik pada anak. Penyebab kecemasan yang dialami oleh anak berhubungan dengan berbagai faktor, diantaranya berkaitan dengan petugas kesehatan dan prosedur yang dilakukan. Faktor lain yang berhubungan dengan kecemasan pada anak adalah perasaan terpisah dari keluarga, lingkungan yang baru, dan keluarga yang mendampingi. Lingkungan yang tidak dikenali oleh anak usia sekolah juga merupakan salah satu penyebab ketakutan pada anak (Coyne, 2006). Berbagai upaya dilakukan untuk meminimalkan rasa cemas pada anak yang mengalami hospitalisasi, dan perawat memiliki peran untuk meminimalkan rasa cemas pada anak, terutama pada anak dengan GNAPS. Salah satu yang dapat dilakukan oleh perawat adalah terapi seni sebagai terapi modalitas dalam bidang keperawatan. Namun, di berbagai rumah sakit di Indonesia, aktivitas perawat anak untuk menurunkan kecemasan selama masa hospitalisasi pada anak usia sekolah masih sangat terbatas. Hal ini karena terkendala pembiayan sarana prasarana, dan kerterbatasan staf. Sedangkan anak dengan GNAPS yang pada umumnya merasa cemas, perlu mendapatkan intervensi. Dengan demikian, proses pemulihan kondisi anak dapat berjalan lebih efektif. Hal inilah yang membuat penulis tertarik untuk mengetahui bagaimana asuhan keperawatan pada anak dengan GNAPS dan juga mengaplikasikan terapi seni sebagai intervensi untuk mengatasi kecemasan anak. Metode Karya ilmiah akhir ini ditulis dengan menggunakan metode studi kasus terhadap anak yang mengalami hospitalisasi akibat GNAPS yang dikelola minimal tiga hari rawat inap.
Hasil Proses asuhan keperawatan yang diberikan kepada anak M.Y yang berusia 10 tahun sebagai pasien kelolaan utama dan dirawat di ruang penyakit dalam anak lantai III Selatan RSUP Fatmawati sejak tanggal 21 Mei 2014. Klien dibawa ke rumah sakit dengan alasan mengalami bengkak-bengkak pada tubuh, terutama di daerah mata, kaki, dan juga scrotum. Orangtua klien mengatakan kondisi ini terjadi semenjak tiga hari sebelum masuk rumah sakit. Selain itu, orangtua mengatakan lima hari sebelumnya, anak mencabut giginya dan memiliki riwayat amandel sekitar seminggu sebelum masuk rumah sakit.
Aplikasi terapi..., Fransisca Nelly Sinambela, FIK-UI, 2013
Aplikasi Terapi Seni dalam Asuhan Keperawatan Kecemasan
3
Pada saat pengkajian awal, kesadaran klien compos mentis dan keadaan umumnya sedang. Klien tampak mengalami edema pada area mata, kaki, dan juga scrotum. Selain itu, anak mengeluhkan sakit pada area ulu hati. Tanda-tanda vital klien ketika pengkajian, yaitu nadi 110 x/menit, pernafasan 28 x/ menit, suhu 40.5oC dan tekanan darah 140/90 mmHg. Hasil pemeriksaan fisik lain didapatkan berat badan anak 20,5 kg dengan tinggi 120 cm. Mata tampak edema, tidak ikterik dan tidak anemis. Hidung juga terlihat bersih dan tidak ada massa yang menyumbat. Mukosa mulut anak terlihat lembab dan berwarna kemerahan, tidak ada sianosis dan perdarahan. Pada telinga juga tidak ada produksi cairan/serumen dan kondisi telinga bersih. Hasil pemeriksaan dari dada, didapatkan dada terlihat simetris dan tidak ada perubahan bentuk. Ketika diauskultasi, terdengar bunyi jantung normal (BJ 1 dan BJ 2) dan suara napas vesikuler. Tidak terdengar bunyi jantung abnormal dan suara napas abnormal dari auskultasi thoraks. Dari pemeriksaan abdomen, didapatkan abdomen berbentuk datar, tidak terlihat asites, bising usus terdengar, tidak ada nyeri tekan, dan tidak teraba adanya massa. Ketika kulit perut dicubit, kulit terasa kenyal dan cepat kembali. Ekstremitas anak teraba hangat, tidak ada ptechie, dan CRT < 3 detik. Namun tampak edema di area kaki. Turgor kulit elastis. . Anak MY dan keluarganya tinggal di daerah perkotaan, tepatnya di daerah komplek dengan pemukiman yang tidak terlalu padat. Berdasarkan informasi dari orangtua klien, lingkungan di sekitar tempat tinggal tidak terlalu bersih dan banyak sampah yang berserakan. Di wilayah tempat tinggal mereka tidak ada tempat pembuangan sampah akhir dan masyarakat sekitar sering membuang sampah sembarangan.
Diagnosa keperawatan yang ditegakkan berdasarkan hasil pengkajian diatas yaitu kelebihan volume cairan, risiko ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh, intoleransi aktivitas, dan kecemasan pada anak. Tindakan keperawatan yang dilakukan untuk diagnosa kelebihan volume cairan antara lain: mencatat intake dan output secara akurat, mengobservasi tanda-tanda vital anak, menimbang berat badan anak, menghitung keseimbangan cairan,
mengevaluasi turgor kulit, memantau adanya
edema. Selain tindakan mandiri, terdapat pula tindakan kolaborasi, yakni pemberian diet rendah garam dan rendah protein, serta pemberian lasix sesuai dengan program. Tindakan keperawatan ini dilakukan selama tiga hari. Evaluasi yang didapatkan, edema anak tidak ada, berat badan kembali normal, dan balans cairan normal.
Aplikasi terapi..., Fransisca Nelly Sinambela, FIK-UI, 2013
Aplikasi Terapi Seni dalam Asuhan Keperawatan Kecemasan
4
Pada diagnosa risiko ketidakseimbangan nutrisi, dilakukan tindakan keperawatan berupa mengkaji riwayat nutrisi, termasuk makanan yang disukai dan tidak disukai, mengobservasi dan mencatat asupan makanan klien, menimbang berat badan anak setiap hari, memberikan makanan sedikit namun sering dan atau makan di antara waktu makan, memotivasi anak untuk menghabiskan makanannya, serta berkolaborasi dalam pemberian diet rendah garam. Tindakan keperawatan yang dilakukan untuk diagnosa intoleransi aktivitas yakni memantau kekurangan protein yang berlebihan (proteinuria, albuminuria), memberikan latihan selama pembatasan aktivitas, merencanakan aktivitas dengan waktu istirahat, memotivasi anak untuk tidur cukup, serta mengedukasi untuk istirahat yang cukup setelah keluar dari rumah sakit. Diagnosa keperawatan yang terakhir yaitu kecemasan anak berhubungan dengan lingkungan perawatan yang asing (dampak hospitalisasi). Setelah dilakukan tindakan keperawatan, diharapkan kecemasan anak menurun atau hilang, yang ditunjukkan dari kriteria hasil: anak kooperatif dalam tindakan keperawatan, anak komunikatif pada perawat, dan secara verbal, anak mengatakan tidak takut dengan rumah sakit. Adapun tindakan keperawatan yang dilakukan adalah mengkaji perasaan takut atau cemas pada anak, mempertahankan kontak dengan klien, mengupayakan ada keluarga yang menunggui/menemani anak, dan menganjurkan keluarga untuk membawakan mainan anak. Selain itu, dilakukan aplikasi tesis dengan menerapkan terapi seni, berupa menggambar dan mewarnai dengan krayon. Tindakan keperawatan dilakukan selama 3 hari. Hasil yang didapatkan adalah anak mau mengobrol dengan perawat dan anak MY kooperatif selama dilakukan tindakan keperawatan. Anak tampak lebih ceria dan terbuka ketika berbincang-bincang dengan perawat. Selain itu, anak mengatakan tidak takut lagi berada di rumah sakit, meskipun anak tetap ingin pulang ke rumah. Secara objektif, anak menunjukkan penurunan tingkat kecemasan terlihat dari penurnan heart rate yakni dari 108 x/menit menjadi 92 x/menit serta anak terlihat lebih tenang selama berada di rumah sakit. Pembahasan GNAPS merupakan penyakit yang dapat terjadi secara sporadik maupun epidemik. Kasus ini biasanya terjadi pada kelompok sosioekonomi rendah, berkaitan dengan higiene yang kurang baik dan jauh dari tempat pelayanan kesehatan. Di beberapa negara berkembang, GNAPS ini menjadi bentuk sindrom nefritik yang paling sering ditemui, terutama di daerah tropis dan biasanya menyerang anak-anak dari golongan ekonomi rendah. Di Indonesia 68,9% berasal dari kelouarga sosial ekonomi rendah dan 82% dari keluarga berpendidikan rendah. Keadaan lingkungan yang padat, higiene sanitasi yang jelek, malnutrisi, anemia, dan infestasi parasit merupakan faktor risiko Aplikasi terapi..., Fransisca Nelly Sinambela, FIK-UI, 2013
Aplikasi Terapi Seni dalam Asuhan Keperawatan Kecemasan
5
untuk GNAPS. Kondisi-kondisi ini masih sering ditemui di Indonesia, terutama di daerah perkotaan (Rachmadi, 2010). Anak MY sebagai kasus kelolaan utama mahasiswa dirawat dengan diagnosa medis GNAPS. Faktor risiko yang menyebabkan Anak MY terkena GNAPS adalah higiene sanitasi yang jelek dan juga gaya hidup dengan nutrisi kurang. Keluarga Anak MY tinggal di pemukiman yang tidak terlalu padat penduduk, namun kondisi sanitasi lingkungan kurang baik. Terdapat tempat pembuangan sampah di sekitar tempat tinggal Anak MY. Selain itu, Anak MY juga memiliki kebiasaan jajan sembarangan dan tanpa memperhatikan kebersihan jajanan tersebut. Selain itu, kurangnya pengetahuan keluarga menjadi faktor risiko yang teridentifikasi pada Anak MY dengan GNAPS. Pelaksanaan intervensi keperawatan kepada An.MY dilakukan secara komprehensif, baik fisik maupun psikologis klien. Terapi seni merupakan salah satu alternatif untuk meminimalkan kecemasan pada An M.Y yang mengalami hospitalisasi. Terapi seni dapat dilakukan dalam bentuk berbagai aktivitas, seperti menggambar bebas untuk mengungkapkan kebingungan dan ketakutan, melatih imaginasi visual, bermain medikal untuk klarifikasi rasa sakit, dan bermain drama untuk menerima kondisi tubuh (Favara-Sacco, et al, 1997 dalam Purwandari, 2009). Kegiatan-kegiatan tersebut terbukti mampu meningkatkan kolaboratif anak pada saat dilakukan phungsi vena dan meminimalkan kecemasan. Sebelum anak melakukan tindakan tersebut, anak dan orangtua terlebih dahulu diberi penjelasan tentang tujuan dan cara pelaksanaan tindakan. Sebelum melakukan aktivitas menggambar, terlebih dahulu dilakukan pengukuran frekuensi nadi anak. Setelah itu, anak diberikan krayon dan kertas untuk menggambar. Anak diberikan waktu untuk menggambar bebas selama 30 menit. Setelah 30 menit kemudian, dilakukan pengukuran frekuensi nadi kembali. Hasil temuan ini menunjukkan manfaat terapi seni yang dapat memberikan efek relaksasi. Temuan ini didukung oleh studi yang dilakukan oleh Khanna, Paul, dan Sadhu (2007) yang menemukan latihan relaksasi otot seara progresif mampu menurunkan denyut nadi. Relaksasi dapat membantu menurunkan denyut nadi dengan menekan sistem syaraf simpatis, dan pada waktu relaksasi, yang bekerja adalah sistem saraf parasimpatis. Dengan demikian, relaksasi dapat menekan rasa tegang dan rasa cemas. Aktivasi saraf parasimpatis akan memberikan dampak penurunan denyut nadi (Stuart dan Laraia, 2005).
Aplikasi terapi..., Fransisca Nelly Sinambela, FIK-UI, 2013
Aplikasi Terapi Seni dalam Asuhan Keperawatan Kecemasan
6
Simpulan Glomerulonefritis merupakan suatu istilah umum yang dipakai untuk menjelaskan berbagai macam penyakit ginjal yang mengalami proliferasi dan inflamasi di glomerulus akibat suatu proses imunologis. Glomerulonefritis akut yang paling sering terjadi pada anak di negara berkembang adalah setelah infeksi bakteri streptokokus beta hemolitikus grup A, yaitu Glomerulonefritis Akut Pasca infeksi Streptokokus (GNAPS). Manifestasi klinis yang paling sering dari GNAPS berupa edema, hipertensi, hematuria, proteinuria, dan oliguria. GNAPS ini dapat terjadi secara sporadik ataupun epidemik dan biasanya terjadi pada kelompok sosioekonomi rendah, berkaitan dengan higiene yang kurang baik dan jauh dari tempat pelayanan kesehatan. Kecemasan merupakan salah satu diagnosa keperawatan yang muncul pada anak dengan GNAPS. Kecemasan ini dapat menjadi salah satu hal yang dapat mengganggu kesejahteraan anak dan dapat memperpanjang proses penyembuhan dalam tubuh. Pemberian tindakan keperawatan berupa aktivitas terapi seni dapat dilakukan untuk mengatasi masalah keperawatan kecemasan pada anak. Terapi seni ini dapat dilakukan dengan aktivitas menggambar dan mewarnai. Aktivitas ini dapat dilakukan di rumah sakit karena tidak memerlukan banyak energi, singkat, sederhana, dan aman dilakukan oleh anak. Terapi ini juga dapat dilakukan sebagai salah satu tindakan keperawatan dengan pendekatan atraumatic care. Saran 1. Saran untuk bidang keilmuan agar dapat meningkatkan kemampuan peserta didik dalam pemberian asuhan keperawatan anak GNAPS dengan menggunakan pendekatan atraumatic care melalui aktivitas terapi seni yang dapat diintegrasikan ke dalam prosedur tindakan. 2. Saran untuk pelayanan di rumah sakit, khususnya kepada perawat dalam memberikan asuhan keperawatan pada anak dengan GNAPS adalah dapat mengaplikasikan aktivitas terapi seni dalam mengatasi masalah keerawatan kecemasan pada anak. Perawat diharapkan lebih memperhatikan dampak hospitalisasi yang dialami oleh anak. Selain itu, perawat juga dapat memberdayakan orangtua dengan memberikan pendidikan kesehatan mengenai masalah kesehatan yang dialami oleh anak. Daftar Pustaka Ball, J.W., & Bindler, R.C. (2003). Pediatric nursing: caring for children (3rd ed). New Jersey: Prentice Hall Costello. (2008). Hospitalization. Diakses dari http://www.answer.com/topic/hospitalization diunduh pada tanggal 15 Juni 2014.
Aplikasi terapi..., Fransisca Nelly Sinambela, FIK-UI, 2013
Aplikasi Terapi Seni dalam Asuhan Keperawatan Kecemasan
7
Coyne, I. (2006). Children’s experiences of hospitalization. Journal of Child Health Care, 10 (4), 326-336. Hockenbery, M.J. & Wilson, D. (2007). Wong’s nursing care of infants and children. Missauri: Mosby-Elsevier. Kain, Z.N., et al. (2006). Preoperative anxiety, postoperative pain, and behavioral recovery in young children undergoing surgery. Pediatric Journal. 118 (2), 651-658. Lumbanbatu, S.M. (2003). Glomerulonefritis akut pasca streptokokus pada anak. Jurnal Sari Pediatri FK USU, 5 (2) 58-63. Muscari, M.E. (2001). Advanced pediatric clinical assesment: Skill and procedures. Philadelphia: Lippincott. NANDA. (2012). NANDA- nursing diagnosis: definition & classifications 2007-2008. Philadelphia: NANDA International. Purwandari, Haryatiningsih. (2009). Tesis: Pengaruh terapi seni dalam menurunkan tingkat kecemasan anak usia sekolah yang menjalani hospitalisasi di wilayah Kabupaten Banyumas. Depok: Magister Ilmu Keperawatan, Kekhususan Keperawatan Anak, Program Pasca Sarjana Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Indonesia. Rachmadi, Dedi. (2010). Diagnosis penatalaksanaan glomerulonefritis akut. Diunduh dari http://pustaka.unpad.ac.id/%2Fwpcontent%2Fuploads%2F2013%2F12%2FPustaka_Unpad_Diagnosis_-Dan_Penatalaksanaan_-Glomerulonefritis_-Akut.pdf.pdf pada tanggal 27 Juni 2014. Rauf, S., Albar, H., & Aras, J. (2012). Konsensus glomerulonefritis akut pasca streptokokus. Jakarta: Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia. Sharp, K. (2008). What is art therapy?. Diakses dari: http://www.anxiety-and-depressionsolutions.com/articles/conventional/psychotherapy/art-therapy.php, diakses pada tanggal 15 Juni 2014 Soedjatmiko. (2007). Penyakit infeksi pada anak menduduki peringkat teratas di Indonesia. Diakses dari http://www.pdsrai.com/index.php?option=com_content&task=view&id=24&Itemid=2, pada tanggal 16 Juni 2014. Stanhope, Lancaster. (2004). Community health nursing, 4th edition. St Louis Missouri: Mosby Co. Stuart, G.W. & Laraia, M.T. (2005). Principal and practice of psychiatric nursing. (8th ed). St. Louis: Elsevier Mosby. Wong, D.L., Hockenberry, M., Wilson, D., Winkelstein, M.L., & Schwartz, P. (2009). Buku ajar keperawatan pediatrik. (Edisi 6). Alih bahas Sutarna, A., Juniarti, N., & Kuncara. Jakarta: EGC. Zengerle-Levy, K. (2006). Nursing the child who is alone in the hospital. Pediatric Nursing, 32 (3), 226-231
Aplikasi terapi..., Fransisca Nelly Sinambela, FIK-UI, 2013