APLIKASI TEORI STRUKTUR DAN STRATIFIKASI SOSIAL DALAM PEMBANGUNAN Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Sosiologi Pembangunan Dosen Pengampu : Drs. Zaini Rochmad, M.Pd
Disusun Oleh : KELOMPOK II AKBAR Y. ATMAJA
(K8408022)
ENDAH DWI RAHMAWATI
(K8408036)
SITI KARIMAH CHOIRUNISA’
(K8408060)
YENI SUSANTI
(K8408064)
PENDIDIKAN SOSIOLOGI ANTROPOLOGI FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011
A. PENDAHULUAN Pembangunan sebagai upaya perbaikan pada seluruh aspek tatanan masyarakat yang mencakup sistem sosial, seperti politik, ekonomi, infrastruktur, pertahanan, pendidikan dan teknologi, kelembagaan, dan budaya (Alexander 1994). Pembangunan yang sangat kompleks tersebut membutuhkan sebuah konsep yang relevan hubungannya dengan lokasi dan masyarakat (objek) yang akan dijadikan sasaran dari pembangunan tersebut. Maka dalam perencanaan pembangunan perlu diperhatikan keberadaan struktur masyarakat yang menjadi sasaran dari pembangunan sebab struktur dan infrasetruktur merupakan jembatan bagi tercapainya pembangunan yang relevan dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Disisi lain struktur dan infrasetruktur itu sendiri dapat pula menjadi sasaraan dari pembangunan untuk diperbaiki, karena keberadaan struktur masyarakat yang buruk juga akan menghambat tercapainya pembangunanpembangunan selanjutnya. Membahas struktur masyarakat maka tidaklah dapat terlepas dari fenomena negara, masyarakat dan politik. Kompleksitas dan misteri yang menyelubungi fenomena tersebut dengan jelas dicerminkan dalam pikiran-pikiran yang terkandung dalam beberapa konstruksi teori dan argumentasi pada abad kesembilan belas. Beberapa teoritisi klasik seperti Marx, Weber dan Durkheim, telah berusaha mencari jawaban pada hampir kecenderungan sosial, ekonomi dan politik yang kuat yang berkembang sejak abad keenambelas di Eropa. Marx misalnya, mencari jawab pada struktur ekonomi, arah dan lingkungan, latar belakang feodalisme, keterhubungan dan kebebasannya dengan masyarakat sipil, birokrasi, pembagian kerja dan evolusi masyarakat secara keseluruhan. Durkheim mencarinya pada pembagian kerja sosial, sentralisasi, hukum administrasi, masyarakat dan rasionalitas, kebebasan individu, otoritas dan hirarki dan pada perkembangan patologis. Sedangkan Weber mencarinya pada kekuasaan, dominasi dan penaklukan, birokrasi, hukum, rasionalitas, otoritas, penggunaan kekerasan secara syah dan jenis-jenis perekonomian. Maka aplikasi dari strukturasi selalu hadir dalam setiap proyek pembangunan baik yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun lembagalembaga non pemerintahan.
2
B. PEMBAHASAN 1. Konsep Struktur
Secara harfiah, struktur bisa diartikan sebagai susunan atau bentuk. Struktur tidak harus dalam bentuk fisik, ada pula struktur yang berkaitan dengan sosial. Menurut ilmu sosiologi, struktur sosial adalah tatanan atau susunan
sosial
yang
membentuk
kelompok-kelompok
sosial
dalam
masyarakat. Susunannya bisa vertikal atau horizontal. Para ahli sosiologi merumuskan definisi struktur sosial sebagai berikut: George Simmel: struktur sosial adalah kumpulan individu serta pola
perilakunya. Soerjono Soekanto: struktur sosial adalah hubungan timbal balik antara
posisi-posisi dan peranan-peranan sosial. George C. Homans: struktur sosial merupakan hal yang memiliki
hubungan erat dengan perilaku sosial dasar dalam kehidupan sehari-hari. William Kornblum: struktur sosial adalah susunan yang dapat terjadi
karena adanya pengulangan pola perilaku undividu. Douglas
(1973):
mikrososiologi
mempelajari
situasi
sedangkan
makrososiologi mempelajari struktur. Gerhard Lenski : menekankan pada struktur masyarakat yang diarahkan
oleh kecenderungan jangka panjang yang menandai sejarah. Talcott Parsons : struktur sebagai kesalingterkaitan antar manusia dalam
suatu sistem sosial. Coleman : struktur sebagai pola hubungan antar manusia dan antar
kelompok manusia atau masyarakat. Kornblum (1988): struktur merupakan pola perilaku berulang yang
menciptakan hubungan antar individu dan antar kelompok dalam masyarakat. Mengacu pada pengertian struktur sosial menurut Kornblum yang menekankan pada pola perilaku yang berulang, maka konsep dasar dalam pembahasan struktur adalah adanya perilaku individu atau kelompok. Perilaku sendiri merupakan hasil interaksi individu dengan 3
lingkungannya yang didalamnya terdapat proses komunikasi ide dan negosiasi. Struktur sosial dapat juga diartikan sebagai “jaringan dari pada unsur-unsur sosial yang pokok dalam kehidupan di masyarakat”. Unsur-unsur sosial yang pokok tersebut antara lain: (1) interaksi sosial; (2) kelompok sosial; (3) kebudayaan atau nilai-norma sosial; (4) lembaga-lembaga sosial; (5) stratifikasi sosial; dan (6) kekuasaan atau wewenang (Soekanto, S., 1984). Konsep “struktur” yang dipergunakan dalam analisis teori-teori sosiologi. Dalam hal ini ada dua konsep yang berbeda yaitu: Pertama, konsep “struktur” menurut pandangan teori fungsional struktural, adalah sesuatu yang berada di luar (eksternal) aktor dan memaksa (determinis) pada aktor atau individu dalam melakukan aktifitas sosial di masyarakat. Jadi, struktur sosial berperan untuk membentuk, mengekang dan menentukan aktifitas sosial individu dalam masyarakat, dan Kedua, konsep “struktur” menurut pandangan teori strukturasi Anthony Giddens, yaitu: Struktur dimaknai sebagai “properti-properti” yang berstruktur, atau seperangkat atau sekumpulan aturan dan sumber daya yang berulangkali terorganisasi (recursively organized sets of rules and resources). Struktur hanya ada di dalam dan melalui aktivitas agen manusia. Struktur bukan bersifat mengekang, mewarnai, membentuk dan memaksa tindakan sosial individu di masayarakat, sebab ada faktor agen (kemampuan jiwa, pikiran individu) juga ikut mewarnai, menentukan aktifitas sosial individu di masyarakat (Giddens, 1984; Faisal, S. 1998). Jadi, dalam pandangan teori strukturasi, makna struktur sosial bisa menggambarkan fenomena yang berskala makro dan juga menggambarkan fenomena yang berskala mikro, keduanya (makro-mikro) saling mengisi. Menurut Mc. Guire dalam Soekanto, S., (1984), bahwa mengkaji tentang struktur sosial harus dipahami dimensi-dimensi struktur sosial masyarakat, sedangkan dimensi-dimensi struktur sosial adalah: a) Dimensi yang mencakup status atau kedudukan sosial (social status), yang
bisa didasarkan atas: status keluarga atau keturunan, status kekayaan, 4
status keahlian atau kemampuan, status pengaruh/ kekuasaan, status adat atau tradisi dan sebagainya. Dari status tersebut tersebut memunculkan stratifikasi sosial dalam tiga lapisan, yaitu: upper class, middle class, dan lower class. b) Dimensi yang mencakup lembaga-lembaga sosial (social institution), yaitu
meliputi: political institution, domestic institution, economc institution, educational institution, scientific institution, religious institution, somatic institution, dan sebagainya. c) Dimensi yang mencakup derajat konformitas terhadap perilaku yang tidak
dikehendaki atau yang dikehendaki oleh masyarakat. Konformitas tersebut mencakup titik yang paling patut dilakukan sampai pada penyimpangan (deviant). d) Dimensi yang mencakup kelompok-kelompok sosial, misalnya: calor
caste, ethnic group, varian orientation, varian by society, dan sebagainya. Keempat, konsep kehidupan sosial sebagai suatu sistem. Kehidupan sosial disebut sebagai ‘sistem sosial’ adalah karena dalam kehidupan sosial terdapat unsur-unsur (sebagai sub unsur), yang masing-masing unsur sosial tersebut bertindak sebagai sub sistem yang saling mempengaruhi atau kait mengkait dalam proses kehidupan. Berdasarkan dimensi-dimensi tersebut maka dapat diaplikasikan dalam mengevaluasi sistem pembangunan khususnya yang telah, sedang dan akan terjadi di Indonesia. Mulai dari dimensi yang pertama yaitu status sosial, dimana status sosial seseorang terkadang akan mempengaruhi tingkat partisipasinya dalam pembangunan. Misalnya individu dengan kedudukan yang tinggi akan lebih dipercaya untuk menangani proyek-proyek tertentu dalam suatu upaya pembangunan. Tetapi tidak jarang pula jika akibat status sosial tersebut memunculkan kelas-kelas dan memicu adanya konflik antar kelas yang dapat menghambat pembangunan. Kemudian pada dimensi yang kedua, mencakup lembaga-lembaga sosial. Lembaga-lembaga local tempat sasaran pembangunan memberikan peran yang sangat besar terhadap keberhasilan pembangunan. Lembaga local 5
tersebut meliputi organisasi-organisasi yang didirikan oleh masyarakat setempat pada lingkup wilayah tertentu. Lembaga local akan memberikan informasi
permasalahan
dan
kebutuhan
masyarakat
sehingga
upaya
pembangunan yang akan dilaksanakan akan tepat sasaran dan relevan dengan kebutuhan masyarakat serta mendapat respon yang besar dari warga masyarakat. Ketiga, konformitas sebagai memicu munculnya penyimpangan akan menjadi bahan renungan bagi para penyelenggara pembangunan untuk segera dikendalikan dan diselesaikan, misalnya saja memberikan pemberdayaan kepada masyarakat dari segi ekonomi demi mengurangi jumlah pengangguran sehingga dapat meminimalisir tindakan criminal. Dimensi terakhir adalah mencakup kelompok sosial. Adanya kelompok-kelompok
sosial ini
dapat memberikan
gambaran
kepada
penyelenggara pembangunan untuk mengadakan pemberdayaan berbasis komunitas. Menurut Berry, D., (1981), bahwa sistem sosial pada dasarnya adalah bagian dari pembahasan tentang masyarakat (society), dalam dialog sehari-hari sering pengertian “masyarakat” dengan “sistem sosial” hampir sinonim, terutama dalam mengungkap tentang “sistem masyarakat” dengan “sistem sosial”, padahal tidak selalu demikian, karena meskipun konsep sistem dapat dikenakan pada masyarakat yang memiliki kekuatan impersonal terhadap individu, sistem juga dapat berhubungan dengan aspek-aspek atau karakter individu, misalnya: sistem di universitas bisa mendorong dosen bertindak otoriter, sistem dalam kepartaian, bisa mendorong DPR melakukan korupsi, sistem rumah sakit bisa menyebabkan orang menjadi sakit (hal ini sering disebut dimensi latensi). Sedangkan karakteristik suatu sistem sosial adalah: Pertama, ditinjau dari ruang lingkupnya, maka sistem sosial dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu bersifat makro, dan mikro. Bersifat makro adalah menunjuk pada sistem sosial (sistem masyarakat) yang berskala besar atau luas, misalnya: Sistem pendidikan nasional; Sistem peradilan negara; Sistem perdagangan nasional; 6
Sistem pertahanan nasional. Jadi unsur-unsur dalam sistem makro atau sub sistem sosial makro juga sangat luas atau kompleks. Sedangkan sistem sosial yang bersifat mikro adalah menunjuk pada bentuk sistem sosial yang kecil, misalnya sistem keluarga. Jadi sub sistem atau unsur-unsur dalam sistem keluarga juga sempit dan kecil, misalnya dalam keluarga inti, sub unsurnya adalah ayah, ibu dan anak, Kedua, perubahan atau perkembangan dari salah satu aspek atau unsur atau sub sistem akan mempengaruhi atau menghasilkan perubahan pada sub sistem lainnya, misalnya perubahan pada sub sistem ekonomi nasional akan membawa implikasi perubahan pada aspek politik, aspek keamanan atau sub sistem lainnya, dan Ketiga, antara sub sistem satu dengan sub sistem lainnya dalam ’sistem sosial’ bersifat deterministik (saling mempengaruhi). Sifat determinasi sub sistem satu pada sub sistem lainnya dalam sistem sosial tersebut akan memungkinkan menghasilkan dua bentuk, yaitu: (1) membawa perubahan yang mengarah kepada pulihnya kembali keseimbangan sistem (equilibrium) dan mempertahankan status quo; dan (2) membawa perubahan yang mengarah pada kegoncangan sistem karena munculnya beragam perilaku menyimpang para angggota sistem (Soekanto, S., 1984; Ritzer, G and Goodman, D.J. 2003). Dalam kehidupan masyarakat modern, sistem sosial akan berkembang semakin kompleks, terdiferensiasi, terintegrasi dan banyak ditandai oleh pertimbangan-pertimbangan instrumental, karena perkembangnya spesialisasispesialisasi bidang kehidupan (Habermas, J., 1986). Suatu kehidupan sosial dianggap sebagai suatu sistem sosial, mengandung arti bahwa kehidupan sosial tersebut mempunyai unsur-unsur atau sub unsur sosial yang saling berinteraksi satu dengan lainnnya, dan unsur-unsur tersebut membentuk struktur sistem sosial itu sendiri dan mengatur sistem sosial. Unsur-unsur sistem sosial tersebut antara lain: (a) pengetahuan atau keyakinan; (b) sentimen atau perasaan (tindakan afektif); (c) tujuan atau sasaran atau citacita; (d) nilai dan norma sosial; (e) kedudukan (status) dan peranan (role) sosial; (f) stratifikasi sosial (tingkatan sosial seseorang dalam kelompok); (g) 7
kekuasaan atau pengaruh (power), atau wewenang; (h) sanksi atau pengendalian atau kontrol sosial; (i) sarana atau fasilitas dalam kehidupan kelompok; dan (j) tekanan dan ketegangan (Sulaeman, M., 1998). Contoh keterkaitan antar unsur-unsur sosial tersebut dalam kehidupan sosial yang menggambarkan suatu sistem adalah: misalnya dalam kehidupan keluarga, seseorang yang membangun kehidupan keluarga agar berlangsung secara integratif, maka: (a) harus mendasarkan pada sistem keyakinan atau pengetahuan yang baik tentang syarat-syarat membangun keluarga bahagia (integratif); (b) proses sosialisasi dan interaksi antar anggota keluarga (ayah, ibu dan anak) tersebut harus berdasarkan ikatan batin yang kuat, satu keyakinan, satu perasaan atau didasarkan pada tindakan afektif; (c) semuan anggota keluarga dalam menjalin interaksi dan sosialisasi harus berdasarkan pada tujuan atau sasaran atau cita-cita yang telah disepakati dalam keluarga, yaitu mencapai keluarga bahagia (keluarga yang integratif); (d) dalam membangun keyakinan, interaksi dan untuk mewujudkan cita-cita atau tujuan keluarga, harus mendasarkan pada nilai dan norma yang telah disepakati dalam keluarga; (e) dalam upaya mewujudkan peran atau fungsi anggota keluarga di atas, maka harus diperhatikan keberagaman kedudukan (status) atau lapisan status dan peranan (role) masing-masing angggota dalam keluarga; (f) dalam upaya merealisasikan tujuan terwujudkan integrasi keluarga, maka diperlukan figus orang tua yang melaksanakan wewenang atau kekuasaan dalam keluarga secara demokrasi; dan (g) agar pelaksanaan pemberian layanan pendidikan pada anaka dan anggota keluarga secara baik maka diperlukan sarana dan prasarana dengan baik dan adanya sistem kontrol yang tegas tetapi mendidik. 2. Ciri-Ciri Struktur Sosial dan Aplikasinya dalam Pembangunan
Struktur sosial memiliki ciri-ciri sebagai berikut ; a) Muncul pada kelompok masyarakat b) Erat dengan kebudayaan c) Dapat berubah dan berkembang 8
Dalam kaitannya dengan sosiologi pembangunan, ketiga ciri-ciri struktur sosial tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut : a) Muncul pada kelompok masyarakat Struktur sosial hanya bisa muncul pada individu-individu yang memiliki status dan peran. Pada setiap sistem sosial terdapat macammacam status dan peran indvidu. Status yang berbeda-beda itu merupakan pencerminan hak dan kewajiban yang berbeda pula. Status dan peranan masing-masing individu hanya bisa terbaca ketika mereka berada dalam sebuah kelompok atau masyarakat. Dalam hal ini lebih sering disebut sebagai komunitas (community), maka dalam pembangunan sering kita kenal adanya pembangunan berbasis komunitas (community development). Pembangunan dengan konsep komuitas ini merupakan aplikasi dari
pembanguan
berbasis
strukturasi
karena
didalam
prosesnya
melibatkan individu-individu, bukan secara universal tetapi sesuai dengan peran dan statusnya dalam sebuah masyarakat/komunitas. Maka pembangunan yang melibatkan peran dan status masing-masing individu secara tidak langsung telah merangsang munculnya partisipasi masyarakat. b) Erat dengan kebudayaan Kelompok masyarakat lama kelamaan akan membentuk suatu kebudayaan. Setiap kebudayaan memiliki struktur sosialnya sendiri. Indonesia mempunyai banyak daerah dengan kebudayaan yang beraneka ragam. Hal ini menyebabkan beraneka ragam struktur sosial yang tumbuh dan berkembang di Indonesia. Modal budaya juga menjadi pertimbangan dalam pelaksanaan pembangunan sebab dengan pendekatan nilai-nilai budaya, diharapkan kebijakan yang akan diambil dapat melahirkan suatu keputusan yang benar-benar memperoleh dukungan masyarakat. Budaya dan struktur yang terdapat didalamnya memiliki peran yang penting dalam pembangunan, yaitu : (1) dalam konteks pembangunan, nilai-nilai budaya yang bersemayam dalam keyakinan hidup
manusia
merupakan
potensi 9
dan
kekuatan
utama
dalam
merencanakan kebijaksanaan pembangunan, khususnya dalam upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat, (2) spesifikasi budaya daerah merupakan acuan pendekatan strategis dalam menentukan prioritas pengembangan potensi masyarakat, (3) pemahaman terhadap nilai-nilai budaya itu sangat penting bagi pembentukan pribadi anggota masyarakat dalam berhadapan dengan masa depan yang cenderung rasionalis, (4) nilai budaya penting bagi pembangunan kesejahteraan masyarakat, untuk menumbuhkan hasrat masyarakat untuk memanfaatkan sumberdaya alam, (5) dalam upaya pengembangan kebudayaan nasional perlu menggali potensi budaya daerah yang
dapat memberikan kontribusi kepada
kepribadian bangsa yang khas dan positif bagi integrasi dan pembangunan nasional, (6) oleh karena integritas nasional sangat erat kaitannya kualitas kebudayaan nasional, maka langkah alternatif
pemeliharaan dan
pengembangan yang terbaik adalah dengan melakukan pendekatan kultural, (7) modal budaya sebagai kekuatan mobilisasi pembangunan sosial untuk mengintegrasikan kekuatan gerakan civil society c) Dapat berubah dan berkembang Masyarakat tidak statis karena terdiri dari kumpulan individu. Mereka bisa berubah dan berkembang sesuai dengan tuntutan zaman. Karenanya, struktur yang dibentuk oleh mereka pun bisa berubah sesuai dengan perkembangan zaman.
Kedinamisan masyarakat dan struktur
sosial tersebut perlu diperhatikan dalam setiap rencana pembangunan agar tidak terjadi pembangunan yang salah arah. Sedangkan hal-hal yang memengaruhi struktur sosial masyarakat Indonesia adalah : a) Keadaan geografis Kondisi geografis terdiri dari pulau-pulau yang terpisah. Masyarakatnya kemudian mengembangkan bahasa, perilaku, dan ikatanikatan kebudayaan yang berbeda satu sama lain. b) Mata pencaharian
10
Masyarakat Indonesia memiliki mata pencaharian yang beragam, antara lain sebagai petani, nelayan, ataupun sektor industri. c) Pembangunan Pembangunan dapat memengaruhi struktur sosial masyarakat Indonesia. Misalnya pembangunan yang tidak merata antara daerah dapat menciptakan kelompok masyarakat kaya dan miskin. Dalam konteks ini adalah sebaliknya dimana struktur sosial lebih mempengaruhi keberhasilan pembangunan. Adanya kelas-kelas sosila yang terbentuk dari yang miskin dan yang kaya juga terkadang menghambat proses pembangunan. 3. Fungsi Struktur Sosial Kaitannya Dengan Pembangunan
a) Fungsi Identitas Struktur sosial berfungsi sebagai penegas identitas yang dimiliki oleh sebuah kelompok. Kelompok yang anggotanya memiliki kesamaan dalam latar belakang ras, sosial, dan budaya akan mengembangkan struktur sosialnya sendiri sebagai pembeda dari kelompok lainnya. Fenomena seperti ini dapat dicontohkan melalui identitas masyarakat pedesaan dengan sifat homogennya. Struktur masyarakat yang homogen dalam segi mata pencaharian ini merupakan identitas yang melekat di pedesaan. Petani di Indonesia mayoritas merupakan petani kecil dengan penguasaan dan pengusahaan lahan yang relatif sempit (< 0,25 ha). Keterbatasan tersebut pada dasarnya bercirikan antara lain: (1) sangat
terbatasnya
penguasaan
terhadap
sumberdaya;
(2)
sangat
menggantungkan hidupnya pada usahatani; (3) tingkat pendidikan yang relatif rendah; dan (4) secara ekonomi, mereka tergolong miskin (Singh, 2002). Sebagai masyarakat mayoritas yang hidup di pedesaan, petani merupakan masyarakat yang tidak primitif, tidak pula modern. Masyarakat petani berada di pertengahan jalan antara suku-bangsa primitif (tribe) dan masyarakat industri. Mereka terbentuk sebagai pola-pola dari suatu infrastuktur masyarakat yang tidak bisa dihapus begitu saja.
11
Identitas masyarakat pedesaan yang begitu jelas sepanjang sejarah tersebut dapat memberikan pemahaman kepada para penyelenggara pembangunan sehingga pembangunan tersebut bisa tepat sasaran. Masyarakat pedesaan akan lebih partisipatif terhadap pembangunan yang lebih mengarah pada kebutuhan pertanian. Catatan perjalanan pembangunan pertanian di Indonesia telah banyak diulas oleh para peneliti. Salah satunya hasil penelitian Frans Hüsken yang dilaksanan pada tahun 1974. Penelitian yang mengulas tentang perubahan sosial di masyarakat pedesaan Jawa sebagai akibat kebijakan pembangunan pertanian yang diambil oleh pemerintah. Penelitian ini dilakukan di Desa Gondosari, Kawedanan Tayu, Kabupaten Pati, Jawa Tengah. Kekhususan dan keunikan dari penelitian ini terletak pada isinya yang tidak saja merekam pengalaman perubahan sosial (revolusi) tersebut, namun juga menggali studi dalam perspektif sejarah yang lebih jauh ke belakang. Penelitian ini berhasil mengungkap fenomena perubahan politik, sosial dan ekonomi melintasi tiga zaman, yaitu penjajahan Belanda, Jepang hingga masa pemerintahan orde lama dan orde baru. Husken menggambarkan terjadinya perubahan di tingkat komunitas pedesaan Jawa sebagai akibat masuknya teknologi melalui era imperialisme gula dan berlanjut hingga revolusi hijau. Pendapat Marx tentang perubahan moda produksi menghasilkan perubahan pola interaksi dan struktur sosial tergambar jelas dalam tulisan husken. Masyarakat jawa yang semula berada pada pertanian subsisten dipaksa untuk berubah menuju pertanian komersialis. Perubahan komoditas yang diusahakan menjadi salah satu indikator yang dijelaskan oleh Husken. Imperialisme gula telah merubah komoditas padi menjadi tebu yang tentu berbeda dalam proses pengusahaannya. Gambaran ini semakin jelas pada masa orde baru dengan kebijakan revolusi hijaunya. Gambaran serupa tampak pada tulisan Hefner, Jellinek dan Summers. Kebijakan pemerintah yang mengacu pada model modernisasi selalu menekankan pada pembangunan ekonomi yang merubah moda 12
produksi dari pertanian menuju industri. Pembangunan ekonomi yang berorientasi pada kapitalisme membawa dampak pada kehidupan di tingkat komunitas. b) Fungsi Kontrol Dalam kehidupan bermasyarakat, selalu muncul kecenderungan dalam diri individu untuk melanggar norma, nilai, atau peraturan lain yang berlaku dalam masyarakat. Bila individu tadi mengingat peranan dan status yang dimilikinya dalam struktur sosial, kemungkinan individu tersebut akan mengurungkan niatnya melanggar aturan. Pelanggaran aturan akan berpotensi menibulkan konsekuensi yang pahit. Pelanggaran yang sering terjadi dalam proyek pembangunan adalah KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme), diharapkan dengan dengan adanya struktur sosial mampu menjadi kontrol dan mencegah praktekpraktek pelanggaran tersebut. c) Fungsi Pembelajaran Individu
belajar
dari
struktur
sosial
yang
ada
dalam
masyarakatnya. Hal ini dimungkinkan mengingat masyarakat merupakan salah satu tempat berinteraksi. Banyak hal yang bisa dipelajari dari sebuah struktur sosial masyarakat, mulai dari sikap, kebiasaan, kepercayaan dan kedisplinan. Setruktur
sosial yang lebih berpengaruh dalam fungsi
pembelajaran ini adalah melalui pendidikan. Pendidikan formal maupun non formal merupakan salah satu target pembangunan dewasa ini. 4. Stratifikasi Sosial (pelapisan sosial) Dalam sebuah struktur masyarakat selalu muncul stratifikasi yang menggolong-golongkan individu dalam kelompok-kelompok tertentu dan kenyataan ini juga memberikan pengaruh yang besar terhadap pembangunan. Stratifikasi sosial merupakan pembedaan anggota masyarakat berdasarkan status (Susanto, 1993). Definisi yang lebih spesifik mengenai stratifikasi sosial antara lain dikemukakan oleh Sorokin (1959) dalam Soekanto (1990) bahwa pelapisan sosial merupakan pembedaan penduduk atau masyarakat ke dalam 13
kelas-kelas secara bertingkat (hierarkis). Perwujudannya adalah adanya kelas tinggi dan kelas rendah. Sedangkan dasar dan inti lapisan masyarakat itu adalah tidak adanya keseimbangan atau ketidaksamaan dalam pembagian hak, kewajiban, tanggung jawab, nilai-nilai sosial, dan pengaruhnya di antara anggota-anggota masyarakat. a) Max Weber Pembahasan Max Weber mengenai kelas, status dan partai merupakan tiga dimensi tingkatan yang terpisah satu sama lainnya serta pada satu tingkat empiris tertentu, tiap dimensi itu bisa saling mempengaruhi. Konsepsi kelas Weber bertolak dari analisisnya tentang liberalisasi kegiatan-kegiatan
ekonomi
berdasarkan
ekonomi
pasar.
Yang
dimaksudkan kegiatan ekonomi oleh Weber adalah upaya penguasaan kebutuhan utama manusia (berupa barang maupun jasa), yang didasarkan atas keadilan dan kompetisi secara sehat. Kelas-kelas hanya bisa muncul apabila pasar itu telah ada, dan pada gilirannya dapat membentuk suatu ekonomi uang dan akan memainkan suatu peran yang penting dalam struktur ekonomi. Weber membedakan kelas dan status (standische lage). Status seseorang, bertalian dengan penilaian yang dibuat orang lain kepada diri atau posisi sosialnya, sehingga menghubungkan dia dengan sesuatu bentuk martabat sosial atau penghargaan (positif dan negatif). Kelompok status adalah sejumlah orang yang mempunyai status yang sama. Kelompokkelompok status (tidak seperti kelas-kelas) hampir sepenuhnya menyadari posisi bersama mereka. Kasta merupakan contoh yang sangat jelas dari status, perbedaan sifat kelompok status dipegang teguh agar tetap berpedoman pada faktor-faktor kesukuan, serta biasanya pemberlakuannya dipaksakan melalui ketentuan-ketentuan agama dan/atau sanksi-sanksi hukum konvensional. Keanggotaan kelompok kelas maupun keanggotaan kelompok status, dapat merupakan landasan bagi kekuasaan sosial; akan tetapi 14
pembentukan partai-partai politik merupakan suatu pengaruh lanjut dan secara analisis bebas atas pembagian kekuasaan. Suatu partai yang mempunyai kaitan dengan suatu yayasan amal sekalipun, dapat saja mempunyai tujuan agar dapat menerapkan kebijakan-kebijakan tertentu partai menyangkut yayasan tersebut. Artinya, partai-partai bisa masuk kedalam bentuk organisasi apa saja misalnya dimulai dari perkumpulan olahraga sampai ke organisasi pengacara tingkat nasional.Landasan untuk mendirikan partai-partai sangat beraneka ragam, misalnya kesamaan kelas atau status bisa saja menjadi dasar satu-satunya bagi penerimaan anggota suatu partai politik. b) Karl Mark Pandangan mengenai stratifikasi yang sangat menonjol dalam sosiologi ialah pandangan mengenai kelas yang dikemukakan oleh Karl Marx.
Menurut
Marx
kehancuran
feodalisme
serta
lahir
dan
berkembangnya kapitalisme dan industri modern telah mengakibatkan terpecahnya masyarakat menjadi dua kelas yang saling bermusuhan, yaitu kelas borjuis (bourgeoisie) yang memiliki alat produksi dan kelas proletar (proletariat) yang tidak memiliki
alat produksi. Dengan makin
berkembangnya industri para pemilik alat produksi, semakin banyak menerapkan pembagian kerja dan memakai mesin sebagai pengganti buruh sehingga persaingan mendapat pekerjaan di kalangan buruh semakin meningkat dan upah buruh makin menurun. Karena kaum proletar semakin dieksploitasi
mereka
mulai
mempunyai
kesadaran
kelas
(class
consciousness) dan semakin bersatu melawan kaum borjuis. Marx meramalkan bahwa bahwa pada suatu saat buruh yang semakin bersatu dan melalui suatu perjuangan kelas (class struggle) akan berhasil merebut alat produksi dari kaum borjuis dan kemudian mendirikan suatu masyarakat tanpa kelas (classless society) karena pemilikan pribadi atas alat produksi telah dihapuskan.
15
Jadi, konsep kelas sosial berdasarkan teori Karl Marx dikaitkan dengan pemilikan alat produksi dan terkait pula dengan posisi seseorang dalam masyarakat berdasarkan kriteria ekonomi. Marx berpendapat bahwa stratifikasi timbul karena dalam masyarakat berkembang pembagian kerja yang memungkinkan perbedaan kekayaan, kekuasaan dan prestise yang jumlahnya sangat terbatas sehingga sejumlah besar anggota masyarakat bersaing dan bahkan terlibat dalam konflik untuk memilikinya. Anggota masyarakat yang tidak memiliki kekuasaan, kekayaan atau prestise berusaha memperolehnya, sedangkan anggota
masyarakat
yang
memilikinya
berusaha
untuk
mempertahankannya bahkan memperluasnya. Menurut Marx, kelas-kelas akan timbul apabila hubunganhubungan produksi melibatkan suatu pembagian tenaga kerja yang beraneka ragam, yang memungkinkan terjadinya penumpukan surplus produksi, sehingga merupakan pola hubungan memeras terhadap massa para pemroduksi. Persamaan yang bagaimanakah yang dikehendaki masyarakat ? berdasarkan konsepsi Marx dikatakan bahwa asas pemerataan berarti pemerataan pendapatan, seseorang diharapkan menyumbangkan tenaganya pada masyarakat sesuai dengan kemampuannya tetapi akan memperoleh imbalan sesuai dengan kebutuhannya. c) Ralph Linton Pembahasan mengenai struktur sosial oleh Ralph Linton dikenal adanya dua konsep yaitu status dan peran. Status merupakan suatu kumpulan hak dan kewajiban, sedangkan peran adalah aspek dinamis dari sebuah status.
Menurut Linton (1967), seseorang menjalankan peran
ketika ia menjalankan hak dan kewajiban yang merupakan statusnya. Tipologi lain yang dikenalkan oleh Linton adalah pembagian status menjadi status yang diperoleh (ascribed status) dan status yang diraih (achieved status).
16
Status yang diperoleh adalah status yang diberikan kepada individu tanpa memandang kemampuan atau perbedaan antar individu yang dibawa sejak lahir. Sedangkan status yang diraih didefinisikan sebagai status yang memerlukan kualitas tertentu. Status seperti ini tidak diberikan pada individu sejak ia lahir, melainkan harus diraih melalui persaingan atau usaha pribadi. Social inequality merupakan konsep dasar yang menyusun pembagian suatu struktur sosial menjadi beberapa bagian atau lapisan yang saling berkait. Konsep ini memberikan gambaran bahwa dalam suatu struktur sosial ada ketidaksamaan posisi sosial antar individu di dalamnya. Terdapat tiga dimensi dimana suatu masyarakat terbagi dalam suatu susunan atau stratifikasi, yaitu kelas, status dan kekuasaan. Berbagai kasus yang disajikan oleh beberapa penulis di atas dapat kita pahami sebagai bentuk adanya peluang mobilitas sosial dalam masyarakat. Kemunculan kelas-kelas sosial baru dapat terjadi dengan adanya dukungan perubahan moda produksi sehingga menimbulkan pembagian dan spesialisasi kerja serta hadirnya organisasi modern yang bersifat kompleks. Perubahan tatanan masyarakat dari yang semula tradisional agraris bercirikan feodal menuju masyarakat industri modern memungkinkan timbulnya kelas-kelas baru. Kelas merupakan perwujudan sekelompok individu dengan persamaan status. Status sosial pada masyarakat tradisional seringkali hanya berupa ascribed status seperti gelar kebangsawanan atau penguasaan tanah secara turun temurun. Seiring dengan lahirnya industri modern, pembagian kerja dan organisasi modern turut menyumbangkan adanya achieved status, seperti pekerjaan, pendapatan hingga pendidikan. Teori inkonsistensi status telah mencoba menelaah tentang adanya inkonsistensi
dalam
individu
sebagai
akibat
berbagai
status
yang
diperolehnya. Konsep ini memberikan gambaran bagaimana tentang proses kemunculan kelas-kelas baru dalam masyarakat sehingga menimbulkan perubahan stratifikasi sosial yang tentu saja mempengaruhi struktur sosial yang telah ada. 17
Apabila dilihat lebih jauh, kemunculan kelas baru ini akan menyebabkan semakin ketatnya kompetisi antar individu dalam masyarakat baik dalam perebutan kekuasaan atau upaya melanggengkan status yang telah diraih. Fenomena kompetisi dan konflik yang muncul dapat dipahami sebagai sebuah mekanisme interaksional yang memunculkan perubahan sosial dalam masyarakat. Stratifikasi sosial pada masyarakat pra-industrial belum terlalu terlihat dengan jelas dibandingkan pada masyarakat modern. Hal ini disebabkan oleh masih rendahnya derajat perbedaan yang timbul oleh adanya pembagian kerja dan kompleksitas organisasi. Status sosial masih terbatas pada bentuk ascribed status, yaitu suatu bentuk status yang diperoleh sejak dia lahir. Mobilitas sosial sangat terbatas dan cenderung tidak ada. Krisis status mulai muncul seiring perubahan moda produksi agraris menuju moda produksi kapitalis yang ditandai dengan pembagian kerja dan kemunculan organisasi kompleks. Perubahan moda produksi menimbulkan masalah yang pelik berupa kemunculan status-status sosial yang baru dengan segala keterbukaan dalam stratifikasinya. Pembangunan ekonomi seiring perkembangan kapitalis membuat adanya pembagian status berdasarkan pendidikan, pendapatan, pekerjaan dan lain sebagainya. Hal inilah yang menimbulkan inkonsistensi status pada individu. 5. Dampak Stratifikasi Terhadap Pembangunan a) Dampak Positif Orang-orang akan berusaha untuk berprestasi atau berusaha untuk maju karena adanya kesempatan untuk pindah strata. Kesempatan ini mendorong orang untuk mau bersaing, dan bekerja keras agar dapat naik ke strata atas. Contoh: Seorang anak miskin berusaha belajar dengan giat agar mendapatkan kekayaan dimasa depan. Mobilitas sosial akan lebih mempercepat tingkat perubahan sosial masyarakat ke arah yang lebih baik.
18
Pada umumnya perkembangan sarana transportasi di Indonesia berjalan sedikit lebih lambat dibandingkan dengan negara-negara lain seperti Malaysia dan Singapura. Hal ini disebabkan oleh perbedaan regulasi pemerintah masing-masing negara dalam menangani kinerja sistem transportasi yang ada. Pembangunan berbagai sarana dan prasarana transportasi seperti halnya dermaga, pelabuhan, bandara, dan jalan rel dapat menimbulkan efek ekonomi berganda yang cukup besar, baik dalam hal penyediaan lapangan kerja, maupun dalam memutar konsumsi dan investasi dalam perekonomian lokal dan regional. Kurang tanggapnya pemerintah dalam menanggapi prospek perkembangan ekonomi yang dapat diraih dari tansportasi merupakan hal yang seharusnya dihindari. Mereka yang mempunyai kendaraan lebih bagus atau mewah dari pada yang lain maka akan berkedudukan diatas yang lainnya yang tidak mempunyai kendaraan yang lebih mewah. Mewah tidaknya kendraan dan banyaknya kendaraa pribadi yang dimiliki menempatkan pemiliknya pada status sosial yang lebih tinggi. b) Dampak negatif •
Konflik Antar Kelas Dalam masyarakat, terdapat lapisan-lapisan sosial karena ukuranukuran seperti kekayaan, kekuasaan, dan pendidikan. Kelompok dalam lapisan-lapisan tadi disebut kelas-kelas sosial. Apabila terjadi perbedaan kepentingan antara kelas-kelas sosial yang ada di masyarakat dalam mobilitas sosial maka akan muncul konflik antarkelas. Contoh:
demonstrasi
buruh
yang
menuntuk
kenaikan
upah,
menggambarkan konflik antara kelas buruh dengan pengusaha. Konflik
semacam
itu
apabila
dibiarkan
berkelanjutan
akan
memperburuk citra industrialisasi dan menghambat pembangunan dari segi industry dan perekonomian. •
Konflik Antar Kelompok Sosial
19
Di dalam masyatakat terdapat pula kelompok sosial yang beraneka ragam. Di antaranya kelompok sosial berdasarkan ideologo, profesi, agama, suku,dan ras. Bila salah satu kelompok berusaha untuk menguasai kelompok lain atau terjadi pemaksaan, maka timbul konflik. Contoh: tawuran pelajar, kelompok pelajar sebagai generasi penerus yang didik menjadi sumber daya manusia yang berkualitas tidaklah sepantasnya melakukan hal-hal yang merugikan seperti tawuran. Tawuran akan membentuk pribadi menjadi manusia yang keras dan tidak disiplin dan itu tida baik terhadap pembangunan khususnya dibidang pendidikan. •
Konflik antar generasi Konflik
antar
generasi
terjadi
antara
generasi
tua
yang
mempertahankan nilai-nilai lama dan generasi mudah yang ingin mengadakan perubahan. Contoh: Pergaulan bebas yang saat ini banyak dilakukan kaum muda di Indonesia sangat bertentangan dengan nilai-nilai yang dianut generasi tua. Penyakit seperti itulah yang memperosokkan bangsa kedalam kesengsaraan dan kehancuran sehingga pembangunan pun tidak akan berjalan karena SDMnya yang semakin kehilangan citra diri dan kualitas.
20
C. PENUTUP Struktur sosial dapat juga diartikan sebagai “jaringan daripada unsur-unsur sosial yang pokok dalam kehidupan di masyarakat”. Unsurunsur sosial yang pokok tersebut antara lain: interaksi sosial, kelompok sosial, kebudayaan atau nilai-norma sosial, lembaga-lembaga sosial, stratifikasi sosial dan kekuasaan atau wewenang (Soekanto, S., 1984). Struktur sosial dicirikan dengan: (1) munculnya kelompok masyarakat (Community) dan membutuhkan konsep pembangunan yang berbasis komunitas atau sering disebut Community Development, (2) erat dengan kebudayaan, modal budaya juga menjadi pertimbangan dalam pelaksanaan pembangunan sebab dengan pendekatan nilai-nilai budaya, diharapkan kebijakan yang akan diambil dapat melahirkan suatu keputusan yang benar-benar memperoleh dukungan masyarakat, dan (3) dapat berubah dan berkembang, kedinamisan masyarakat dan struktur sosial tersebut perlu diperhatikan dalam setiap rencana pembangunan agar tidak terjadi pembangunan yang salah arah. Struktur sosial juga berfungsi untuk memberikan identitas terhadap suatu kelompok masyarakat sehingga mempermudah pemerataan pembangunan, selain itu dapat pula menjadi kontrol sosial agar tidak terjadi penlanggaran dalam setiap usaha pembangunan dan juga dapat berfungsi sebagai pengajaran. Dalam struktur sosial terbentuklah sistem stratifikasi sosial yang berarti pembedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas secara bertingkat
(hierarkis).
Stratifikasi
memberikan
dampak
terhadap
pembangunan baik positif maupun negatif. Positifnya adalah memberikan kesempatan dan mendorong orang/individu untuk mau bersaing, dan bekerja keras agar dapat naik ke strata atas dan mencapai kesejahteraan sedangkan dampak negatifnya adalah memunculkan kesenjangan dan konflik
sosial
baik
antarkelas,
antargenerasi. 21
antarkelompok
sosial
maupun
DAFTAR PUSTAKA
Aloysius, Gunadi Brata. 2004. Krisis Dan Underground Economy Di Indonesia. http://www.komunitasdemokrasi.or.id/article/Krisis%20dan %20Underground%20Economy.pdf diakses tanggal 02 Maret 2011 pukul 11.15 WIB Arief, Budiman. 2000. Teori Pembangunan Dunia Ketiga. Gramedia. Arisastia. 2010. Apliksai Stratifikasi Sosial: Sebuah Catatan Awal. http://arisastia.blogspot.com/2010/03/stratifikasi-sosial-sebuah-catatanawal.html. diakses tanggal 02 Maret 2011 pukul 11.17 WIB Bayu,
Eka Yulian. 2007. Stratifikasi dalam Masyarakat Pedesaaan. http://bayuekayulian.blogspot.com_stratifikasi-sosial-dalam-masyarakatpedesaan[1].mht diakses tanggal 02 Maret 2011 pukul 11.16 WIB
Farchan, Bulkin. 1984. Negara, Masyarakat dan Ekonomi. Prisma No.8. Ikoh. 2006. Masalah Masalah Sosial dalam Pembangunan. Visioner, Vol 2, No.1. Rino, A Nugroho. 2006. Teori Struktural. Rone.
2011. Perubahan Sosial. http://blog.unila.ac.id/rone/matakuliah/perubahan-sosial.html diakses tanggal 02 Maret 2011 pukul 11.18 WIB
Roosganda, Elizabeth. 2007. Socio Metamorphosis Phenomenon of Farmers: Towards the Favor of Disadvantage Farmer’s Community in Rural Areas Related to People’s Economy Concept. Bogor : FORUM PENELITIAN AGRO EKONOMI. Volume 25 No. 1. Samporno, Pohan. 2004. Evaluasi Pembangunan Infrastruktur Kota Berbasis Partisipasi Masyarakat. Tesis : Program Pasca Sarjana UNSU. Slamet, Widodo. Proses Proses Perubahan Sosial ; Perubahan Stratifikasi dan Struktur Sosial. http://lerning-of.slametwidodo.com/category/perubahansosial diakses tanggal 02 Maret 2011 pukul 11.18 WIB Suhardjo. 1997. Stratifikasi Kemiskinan dan Distribusi Pendapatan di Wilayah Pedesaan. Majalah Geografi Indonesia Th.11, No. 19. Triyono, Lukmantoro.1996. Kekuasaan Negara Dan Struktur Ekonomi Politik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
22