APLIKASI SIG UNTUK KESESUAIAN WILAYAH WISATA SNORKELING DAN SCUBA DIVING DI PULAU AIR DAN PULAU KARANG BERAS, KEPULAUAN SERIBU
MOHAMAD IQBAL
SKRIPSI
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul:
APLIKASI SIG UNTUK KESESUAIAN WILAYAH WISATA SNORKELING DAN SCUBA DIVING DI PULAU AIR DAN PULAU KARANG BERAS, KEPULAUAN SERIBU adalah hasil karya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Juli 2013
Mohamad Iqbal C54070041
RINGKASAN MOHAMAD IQBAL. Aplikasi SIG untuk Kesesuaian Wilayah Wisata Snorkeling dan SCUBA Diving di Pulau Air dan Pulau Karang Beras, Kepulauan Seribu. Dibimbing oleh JONSON LUMBAN GAOL dan FREDINAN YULIANDA. Taman Nasional Kepulauan Seribu memiliki keanekaragaman hayati yang cukup tinggi, seperti ekosistem terumbu karang yang merupakan salah satu modal dasar untuk meningkatkan pendapatan daerah dan masyarakat. Wisata bahari di Kepulauan Seribu meliputu wisata snorkeling dan SCUBA diving. Untuk itu perlu adanya informasi daerah mana saja yang sesuai untuk melakukan wisata snorkeling maupun SCUBA diving. Dalam memetakan kesesuaian wilayah untuk kegiatan snorkeling dan SCUBA diving di Pulau Air dan Pulau Karang Beras menggunakan Sistem Informasi Geografi. Penelitian dilaksanakan pada November 2011 sampai Maret 2012 di Pulau Air dan Pulau Karang Beras. Lokasi pengamatan 6 titik di Pulau Air dan 3 titik di Pulau Karang Beras. Lokasi pengamatan 1 titik di utara Pulau Air, 1 titik di selatan Pulau air, 2 titik di timur Pulau Air dan 2 titik di barat Pulau Air. Lokasi pengamatan di Pulau Karang Beras terletak di bagian utara, barat, dan selatan. Parameter yang digunakan untuk analisis kesesuaian wilayah wisata snorkeling dan SCUBA diving meliputi tutupan karang keras, jenis lifeform, jenis ikan, kecerahan perairan, kecepatan arus, kontur batimetri, dan lebar hamparan karang datar. Tutupan substrat dasar karang diperoleh dengan pengolahan citra ALOS dengan menggunakan metode Lyzenga.Parameter tutupan karang keras, jenis lifeform, jenis ikan, kecerahan perairan, dan kecepatan arus diperoleh dengan pengamatan langsung di lapangan. Batimetri diperoleh dari data sekunder DISHIDROS. Lebar hamparan karang datar diperoleh dari analisis batimetri dan tutupan substrat dasar perairan. Basis data dispasialkan menjadi data vektor. Hasil analisis spasial dikelompokan menjadi 4 kelas, yakni: tidak sesuai, cukup sesuai, sesuai, dan sangat sesuai. Berdasarkan hasil transformasi Lyzenga ditemuan koofesien atenuasi (ki/kj) sebesar 2,114. Klasifikasi substrat dasar berdasarkan transformasi Lyzenga dihasilkan luasan terumbu karang seluas 69,678 ha, karang mati seluas 63,161 ha, dan pasir seluas 276,943 ha. Karang hidup dominan tumbuh mengelilingi daerah tubir, namun ada juga yang membentuk goba di tengah gosong karang. Hasil analisis menunjukkan daerah dang sesuai dan sangat sesuai untuk wisata snorkeling berada di Pulau Air bagian selatan, utara, dan barat, sedangkan Pulau Karang Beras di bagian selatan, dan barat. Luasan daerah yang sesuai untuk dilakukan wisata snorkeling 7,89 ha. Daerah yang sesuai untuk SCUBA diving berada di Pulau Air bagian selatan dan barat, sedangkan di Pulau Karang beras bagian utara dan barat. Luas daerah yang sesuai untuk dilakukan wisata SCUBA diving 9,02 ha.
© Hak cipta milik IPB, tahun 2013 Hak cipta dilindungi Undang-Undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
APLIKASI SIG UNTUK KESESUAIAN WILAYAH WISATA SNORKELING DAN SCUBA DIVING DI PULAU AIR DAN PULAU KARANG BERAS, KEPULAUAN SERIBU
MOHAMAD IQBAL
SKRIPSI sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Kelautan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013
SKRIPSI
Judul Penelitian
: APLIKASI SIG UNTUK WILAYAH WISATA SNORKELING DAN SCUBA DIVING DI PULAU AIR DAN PULAU KARANG, KEPULAUAN SERIBU.
Nama Mahasiswa
: Mohamad Iqbal
NIM
: C54070041
Departemen
: Ilmu dan Teknologi Kelautan
Menyetujui, Pembimbing I
Pembimbing II
Dr. Ir. Jonson L. Gaol, M. Si NIP. 19660721 199103 1 009
Dr.Ir. Fredinan Yulianda, M.Sc NIP. 19630731 198803 1 002
Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan
Dr. Ir. I Wayan Nurjaya, M.Sc NIP. 19640801 198903 1 001
Tanggal Lulus : 10 Juni 2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat, berkah dan karunia-Nya sehingga skripsi yang berjudul APLIKASI SIG UNTUK KESESUAIAN WILAYAH WISATA SNORKELING DAN SCUBA DIVING DI PULAU AIR DAN PULAU KARANG BERAS, WILAYAH KABUPATEN ADMINISTRASI KEPULAUAN SERIBU, DKI JAKARTA dapat terselesaikan. Skipsi ini disusun sebagai bentuk penyelesaian studi dan merupakan salah satu syarat kelulusan sarjana pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini pula, penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Orang tua dan keluarga yang memberikan dukungan emosional dan cita-cita. 2. Dr. Ir. Jonson L. Gaol, M.Si, Dr.Ir. Fredinan Yulianda, M.Sc, dan Risti E. Arhatin, S.Pi, M.Si sebagai pembimbing yang telah memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini sehingga dapat terselesaikan dengan baik. 3. Staf pengajar dan staf penunjang di Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan atas bantuannya selama penulis menjalankan studi di IPB. 4. Aldino R. Wicaksono, Neira Purwanti Ismail, Githa Prima Putra, Anggi Afif Muzaki, dan Dondy Arafat yang telah banyak membantu, serta teman-teman ITK 44 yang selalu memberikan semangat dan motivasi. 5. Yayasan Terumbu Karang Indonesia dan Laboratorium Hidrobiologi Laut ITK yang membantu penulis dalam pengumpulan data skripsi. Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini belum dapat dikatakan sempurna. Oleh karena itu saran dan kritik sangat diharapkan demi kesempurnaan skripsi ini. Penulis berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis maupun pihak lain.
Bogor, Juli 2013
Mohamad Iqbal
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR GAMBAR
........................................................................
x
..............................................................................
xi
DAFTAR LAMPIRAN ..........................................................................
xii
1.
PENDAHULUAN ....................................................................... 1.1. Latar belakang ........................................................................ 1.2. Tujuan ....................................................................................
1 1 2
2.
TINJAUAN PUSTAKA .............................................................. 2.1. Kondisi Wilayah Studi ........................................................... 2.1.1. Letak Geografis, Admistratif dan Luas Wilayah ....... 2.2. Wisata Bahari ........................................................................... 2.2.1. Analisis Kesesuaian Wilayah Wisata Snorkeling dan SCUBA diving ........................................................... 2.3. Wilayah Pesisir ........................................................................... 2.3.1. Ekosistem Penting di Wilayah Pesisir ............................ 2.4. Penginderaan Jauh ..................................................................... 2.4.1. Karakteristik Satelit Advanced Land Observing Satellite (ALOS) .......................................................................... 2.4.2. Pemetaan Terumbu Karang Menggunakan Citra ALOS . 2.5. Sistem Informasi Geografi ........................................................ 2.6. Metode Interpolasi ....................................................................
3 3 3 4
3.
METODOLOGI PENELITIAN ................................................. 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian ................................................. 3.2. Alat dan Data ......................................................................... 3.2.1. Alat ............................................................................ 3.2.2. Data ............................................................................. 3.3. Metode Penelitian ..................................................................... 3.3.1. Survei Lapang ............................................................. 3.3.2. Pengolahan Data Penginderaan Jarak Jauh ................. 3.3.3. Penyusunan Basis Data .................................................. 3.3.4. Analisis Spasial Dalam SIG ........................................
16 16 16 16 17 18 18 18 20 21
4.
HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................... 4.1. Penajaman Citra Untuk Pemetaan Substrat Dasar Terumbu Karang ...................................................................................... 4.2. Batimetri, Kondisi Arus, Kecerahan Perairan, dan Hamparan Karang ...................................................................................... 4.3. Kondisi Ekosistem Terumbu Karang .....................................
26
DAFTAR TABEL
viii
5 7 7 10 11 13 14 14
26 26 29
5.
4.2.1. Tutupan Komunitas Karang ............................................. 4.2.2. Jenis Lifeform Karang ...................................................... 4.3.3. Jenis Ikan Karang ............................................................. 4.4. Kesesuaian Wilayah Wisata Snorkeling dan Wisata SCUBA Diving ........................................................................................
35
KESIMPULAN DAN SARAN ................................................... 5.1. Kesimpulan ………………………………………………… 5.2. Saran ………………………………………………………..
40 40 40
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
30 32 34
.........................................................................
41
........................................................................................
43
ix
DAFTAR GAMBAR
Halaman 1. Pulau Air dan Pulau Karang Beras ................................................. 2. Peta Lokasi Pengambilan Data ........................................................... 3. Diagram Alir Proses Penelitian ...................................................... 4. Citra ALOS Hasil Transformasi Lyzenga dan Histogram ............... 5. Batimetri Pulau Air dan Pulau Karang Beras ................................. 6. Kecepatan Arus Pulau Air dan Pulau Karang Beras ........................ 7. Kecerahan Pulau Air dan Pulau Karang Beras ................................. 8. Hamparan Karang Snorkeling dan SCUBA Diving ........................... 9. Komposisi Substrat Dasar Pulau Air dan Pulau Karang Beras ......... 10. Persen Penutupan Karang Untuk Snorkeling dan SCUBA Diving di Pulau Air dan Pulau Karang Beras .................................................. 11. Jenis Lifeform Untuk Snorkeling dan SCUBA Diving di Pulau Air dan Pulau Air ................................................................................... 12. Jenis Ikan Karang Untuk Snorkeling dan SCUBA Diving di Pulau Air dan Pulau Karang Beras ............................................................. 13. Kesesuaian Wilayah Pariwisata Snorkeling dan SCUBA diving di Pulau Air .......................................................................................... 14. Kesesuaian Wilayah Pariwisata Snorkeling dan SCUBA diving di Pulau Karang Beras ..........................................................................
x
3 16 22 26 27 28 28 29 30 31 33 35 37 38
DAFTAR TABEL
Halaman 1. Kriteria Persentase Penutupan Karang ........................................... 2. Karakteristik Citra ALOS ................................................................. 3. Sistem Penilaian Kelayakan Fisik Wisata Bahari Pada Wisata Snorkeling ...................................................................................... 4. Sistem Penilaian Kelayakan Fisik Wisata Bahari Pada Wisata SCUBA Diving ..............................................................................
xi
5 12 23 23
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Lokasi Pengambilan Data Ekosistem Terumbu Karang ............... Dokumentasi Pengambilan Data .................................................... Data Ground Root Lapang ............................................................. Teknik Tumpang Susun (Overlay) .................................................... Contoh Perhitungan ........................................................................ Titik Koordinat Pengambilan Data Arus ......................................... Kemunculan Lifeform Karang Keras Di Setiap Lokasi Sampling . Kemunculan Spesies Ikan Di Setiap Lokasi Sampling ..................
xii
44 45 46 47 51 52 54 56
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Kepulauan Seribu merupakan salah satu daerah yang ditetapkan sebagai Taman Nasional. Kepulauan Seribu mempunyai keanekaragaman hayati yang cukup tinggi. Ekosistem terumbu karang yang merupakan salah satu modal dasar untuk meningkatkan pendapatan daerah dan masyarakat sehingga perlu dikelola secara terpadu agar dapat dimanfaatkan secara optimal dan berkelanjutan. Potensi pendapatan daerah di Kepulauan Seribu berasal dari sektor wisata bahari seperti snorkeling dan Self Contain Underwater Breathing Apparatus (SCUBA) diving. Kegiatan wisata bahari di beberapa tempat telah melibatkan masyarakat lokal sebagai pelaku utama (pekerja, pemilik hingga pengelola). Pengelolaan ekosistem terumbu karang memerlukan peran serta masyarakat. Pengelolaan berbasis masyarakat secara langsung maupun tidak langsung masyarakat mendapatkan nilai ekonomi dari kegiatan wisata bahari Dalam pengembangan lokasi wisata bahari khususnya untuk pariwisata snorkeling dan SCUBA diving diperlukan perencanaan yang matang. Perencanaan memerlukan data yang memadai baik kondisi terumbu karang dan biota penyusun ekologi serta data lain dalam bentuk data spasial sebagai basis data. Sistem informasi Geografi (SIG) merupakan suatu sistem informasi yang dirancang untuk bekerja dengan data spasial atau berkoordinat geografis untuk memudahkan para perencana pembangunan, khususnya pengembangan lokasi wisata. SIG merupakan alat sarana analisis keruangan yang sangat baik untuk penentuan kesesuaian suatu lokasi sebagai lokasi pariwisata. Aplikasi analisis SIG untuk kesesuaian wilayah wisata snorkeling dan SCUBA diving sebelumnya 1
2
pernah dilakukan oleh Jakti (2009) dengan mengambil wilayah studi Pulau Togean Sulawesi Tengah. Kesimpulan yang didapatkan meliputi daerah yang memiliki kategori sesuai untuk wisata snorkeling memiliki rata-rata yang lebih dekat dari pantai jika dibandingkan dengan daerah sangat sesuai untuk wisata SCUBA Diving. 1.2 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah memetakan kesesuaian lokasi potensial untuk kegiatan snorkeling dan SCUBA diving di wilayah Pulau Air dan Pulau Karang Beras, Kepulauan Seribu.
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kondisi Wilayah Studi 2.1.1 Letak Geografis, Administratif dan Luas Wilayah Secara geografis Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu terletak pada koordinat 5°10’ - 5°57’ LS dan 106°20’ - 106°57’ BT. Kepulauan Seribu terdiri atas rangkaian mata rantai 105 pulau yang terbentang vertikal dari Teluk Jakarta hingga Pulau Sebira di arah utara yang merupakan pulau terjauh dengan jarak kurang lebih 150 km dari pantai Jakarta Utara (Estradivari dan Yusri 2007). Kabupaten administrasi Kepulauan Seribu dibagi menjadi dua kecamatan, yakni Kecamatan Kepulauan Seribu Utara dan Kecamatan Kepulauan Seribu Selatan. Selain itu Kepulauan seribu dibagi menjadi 6 kelurahan, yakni : Kecamatan Kelapa, Kelurahan Harapan, Kelurahan Untung Jawa, Kelurahan Tidung, Kelurahan Pari, Kelurahan Panggang. Pulau Air merupakan salah satu gugusan pulau yang terletak di Kecamatan Kepulauan Seribu Utara, Kelurahan Panggang, sedangkan Pulau Karang Beras terletak di Kecamatan Kepulauan Seribu Selatan, Kelurahan Tidung (Gambar 1). Walaupun kedua pulau terletak di beda kelurahan
Gambar 1. Pulau Air dan Pulau Karang Beras
3
4
dan beda kecamatan, tetapi letak Pulau Air tidak jauh dari Pulau Karang Beras. Luas wilayah Kepulauan Seribu Ditetapkan Menteri Kehutanan, SK No. 6310/Kpts-II/2002 dengan luas 107.489 hektar.
2.2 Wisata Bahari Wisata bahari adalah wisata dengan objek kawasan laut misalnya menyelam, berselancar, memancing, dan wisata lainnya. Pariwisata (travel & tourism) merupakan seluruh kegiatan orang yang melakukan perjalanan ke dan tinggal di suatu tempat di luar lingkungan kesehariannya untuk jangka waktu tidak lebih dari satu tahun untuk bersantai (leisure), bisnis dan berbagai maksud dan tujuan lain (DKP 2002). Ekowisata bahari merupakan bentuk pengelolaan sumber daya pesisir dan laut yang dikembangkan dengan pendekatan konservasi (Ketjulan 2011). Menurut Wall (1995) ekowisata adalah pariwisata yang menyangkut perjalanan ke kawasan alam yang secara relatif belum terganggu dengan tujuan untuk mengagumi dan menikmati pemandangan indah yang ditemukan di daerah tujuan. Pembangunan pariwisata bahari pada hakikatnya adalah upaya mengembangkan dan memanfaatkan objek serta daya tarik wisata bahari di kawasan pesisir dan lautan Indonesia. Daya tarik ini bisa berupa kekayaan alam yang indah, keragaman flora dan fauna seperti terumbu karang dan berbagai jenis ikan hias. Konsep ekowisata tidak hanya mengedepankan faktor pertumbuhan ekonomi, tetapi juga menjaga keseimbangan antara kegiatan pemanfaatan dan kelestarian sumber daya (Yulianda 2007).
5
2.2.1 Analisis Kesesuaian Wilayah Wisata Snorkeling dan SCUBA diving Menurut Yulianda (2007) parameter yang digunakan untuk mengetahui indeks kesesuaian wilayah pariwisata snorkeling dan SCUBA diving adalah sebagai berikut : kecerahan perairan, tutupan komunitas karang keras, jenis lifeform karang keras, jenis ikan karang, kecepatan arus, kedalaman terumbu karang, dan khusus snorkeling ditambahkan parameter lebar hamparan terumbu karang. Berikut parameter yang digunakan untuk menganalisis kesesuaian wisata snorkeling dan SCUBA diving: a. Tutupan Komunitas Karang Keras Objek untuk wisata snorkeling dan SCUBA diving dalam hal ini adalah terumbu karang. Kriteria penutupan karang hidup menurut Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 4 Tahun 2001 ditunjukkan dalam Tabel 1. Tabel 1. Kriteria Persentase Penutupan Karang Hidup Persentase penutupan
Kategori / Kriteria
0 - 24,9
Buruk
25 - 49,9
Sedang
50 - 74,9
Baik
75 – 100
Sangat baik
Metode survei untuk menentukan tutupan karang keras yang digunakan bisa bermacam – macam. Metode yang dapat digunakan seperti metode Line Intercept Transect (LIT), Point Intercept Transect (PIT), Mantataw, dll. b. Kecerahan atau Visibility Perairan Kecerahan atau visibility perairan sangat mempengaruhi jarak pandang sewaktu menyelam. Menurut Yulianda (2007), kecerahan perairan yang sesuai untuk kegiatan wisata snorkeling dan SCUBA diving adalah 50%-100%. Kecerahan
6
perairan yang baik memudahkan untuk melihat objek-objek yang ada di bawah laut. Kecerahan perairan juga berkaitan dengan keselamatan dan orientasi arah saat melakukan penyelaman. c. Jenis Lifeform Karang dan Jenis Ikan Karang Menurut Rahmat et al. (2001) jenis lifeform benthik terumbu atau karang dibagi menjadi 13 jenis termasuk lifeform dari acropora maupun non-acropora. Jenis bentuk pertumbuhan lifeform karang keras memiliki bentuk yang bermacam-macam. Dalam satu genus hewan karang ada yang memiliki lifeform yang berbeda. Semakin banyak jenis lifeform karang yang ditemukan semakin menarik pula objek yang dapat dilihat di ekosistem terumbu karang. d. Kecepatan Arus Arus merupakan salah satu faktor pembatas untuk melakukan penyelaman karena berpengaruh dalam soal keselamatan dan kenyamanan sewaktu melakukan penyelaman. Kecepatan arus permukaan di Kepulauan Seribu pada musim timur berkisar antara 0,10-0,17 m/detik, kecepatan relatif lebih besar terjadi pada musim barat yaitu sekitar 0,43 m/detik (Dishidros dalam Miharja dan Pranowo 2001). e. Kedalaman Terumbu Karang Kedalaman Terumbu Karang memiliki adalah salah satu parameter yang membedakan snorkeling dan SCUBA diving (Yulianda 2007). Snorkeling aktivitasnya sebagian besar ada pada permukaan atau perairan yang lebih dangkal, sedangkan SCUBA diving yang memiliki perangkat breathing apparatus memungkinkan penyelam untuk menyelam di perairan lebih dalam.
7
f. Lebar Hamparan Datar Terumbu Karang Wilayah Kepulauan Seribu merupakan ekosistem yang memiliki hamparan terumbu karang yang cukup luas dan relatif datar. Terumbu di Kepulauan Seribu umumnya merupakan gosong terumbu (patch reef), yang secara evolusi geologis membentuk daratan pulau di permukaan lautnya (Tomascik et al. 1997).
2.3 Wilayah pesisir Wilayah pesisir merupakan wilayah dengan keunikan ekosistem, dimana sanga rentan terhadap perubahan, baik diakibatkan oleh aktivitas daerah hulu maupun karena aktivitas yang terjadi di wilayah pesisir itu sendiri. Menurut Undang – Undang nomor 27 (2007), wilayah pesisir adalah daerah peraliha antara ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut. Indonesia dikenal sebagai negara dengan kekayaan keanekaragaman hayati (biodiversity) laut terbesar di dunia, karena memiliki ekosistem pesisir seperti hutan mangrove, terumbu karang (coral reefs), dan padang lamun (sea grass beds) yang sangat luas dan beragam. Wilayah pesisir dan lautan Indonesia selain berfungsi sebagai penyedia sumberdaya alam seperti ikan – ikan konsumsi yang merupakan sumber protein hewani, juga berfungsi sebagai pelabuhan dan transportasi, kawasan industri, agribisnis dan agroindustri, rekreasi dan pariwisata, serta kawasan pemukiman dan tempat pembuangan limbah (Dahuri et al. 1996). 2.3.1 Ekosistem Penting di Wilayah Pesisir Dahuri et al. (1996) mengatakan bahwa dalam suatu wilayah pesisir terdapat satu atau lebih sistem lingkungan (ekosistem) pesisir. Ekosistem pesisir ada yang terus menerus tergenangi air dan ada pula yang hanya sesaat.
8
Ekosistem pesisir yang secara permanen atau berkala tergenang air diantaranya adalah padang lamun (sea grass beds) dan terumbu karang (coral reefs) Berikut ini akan dipaparkan secara lebih jelas beberapa ekosistem pesisir tersebut : a. Padang lamun (sea grass beds) adalah satu-satunya kelompok tumbuhtumbuhan berbunga yang terhadap yang terpadat di lingkungan laut (Romimohtarto dan Juwana 2007). Padang lamun merupakan tumbuhan yang hidup terbenam di perairan dangkal yang agak berpasir. Secara ekologis padang lamun memiliki beberapa fungsi penting bagi daerah pesisir yaitu : sumber utama produktivitas primer, sumber makanan penting bagi organisme, dengan sistem perakaran yang rapat menstabilkan dasar perairan yang lunak, tempat berlindung organisme, tempat pembesaran bagi beberapa spesies, sebagai peredam arus gelombang. b. Karang adalah salah satu komponen terpenting penyusun terumbu dan ekosistem terumbu karang. “Karang” atau coral adalah istilah umum yang digunakan untuk menggambarkan keanekaragaman biota dari Filum Coelenterata, yang mana sebagian dari grup ini membantu membangun terumbu. Karang pembangun terumbu, disebut karang Scleractinia atau karang sejati atau karang keras, adalah hewan yang mampu memproduksi kerangka kalsium karbonat dan hampir seluruhnya memiliki zooxanthellae (Birkeland 1997). Kumpulan hewan-hewan ini berkoloni hingga berjumlah ratusan hingga ribuan membentuk terumbu karang. Ekosistem terumbu karang adalah salah satu ekosistem paling produktif secara biologi di dunia, dan seringkali dibandingkan dengan ekosistem hutan hujan tropis di daratan (Birkeland 1997).
9
Menurut Nybakken (1992) faktor – faktor pembatas yang menentukan perkembangan terumbu karang adalah : 1) Suhu : perkembangan optimal terjadi di perairan dengan suhu rata – rata tahunannya 23-25 °C, akan tetapi terumbu dapat mentolerir suhu pada kisaran 20 °C sampai dengan 40 °C. 2) Kedalaman : umumnya hidup pada kedalaman ≤25m sedangkan pada 50-70 m atau lebih, terumbu karang sudah sulit untuk berkembang. 3) Cahaya : cahaya yang cukup harus tersedia agar fotosintesis oleh alga Zooxanthellae dalam jaringan karang dapat terlaksana. 4) Salinitas : hidup normal pada kisaran salinitas antara 32-35‰. 5) Pengendapan : umumnya karang hermatipik tidak dapat bertahan dengan endapan berat yang menutupi sistem masuknya makanan. Endapan dalam air juga mengurangi cahaya yang dibutuhkan untuk fotosintesis oleh Zooxanthellae dalam jaringan karang. 6) Gelombang besar : umumnya terumbu karang lebih berkembang pada perairan bergelombang besar, selain membawa plankton sebagai sumber makanan juga memberikan pasokan oksigen dalam air laut dan menghalangi pengendapan pada koloni. Berdasarkan Tomascik et al. (1997), bentangan terumbu karang di seluruh dunia, secara, secara umum terbentuk ke dalam 3 tipe. Tipe bentangan terumbu karang tersebut yakni : 1) Terumbu tepi (fringing reef), berupa pembentukan terumbu yang mengitari pulau / susuran dari daratan. Perkembangannya berawal dari suatu pulau samudera / oseanik yang perlahan – lahan mengalami penurunan.
10
2) Terumbu penghalang (barrier reef), berupa lanjutan pertumbuhan karang yang semakin melebar, tubur yang semakin menonjol. Penenggelaman massa pulau juga berlanjut sehingga secara perlahan tonjolan tubir dan massa darat pulau kelihatan seperti terpisah. 3) Termubu cincin (atol), merupakan akhir dari proses penenggelaman massa pulau, yang kemudian disuksesi oleh pertumbuhan terumbu karang. Bagian tubir yang menonjol ini semakin nampak sejak awal tumbuh mengelilingi pulau, sehingga terlihat seperti cincin yang melingkar. Pada dasarnya tipe – tipe terumbu karang tersebut merupakan satu kesatuan proses peristiwa. Selain hal di atas, ekosistem pesisir yang secara permanen atau berkala tergenang air lainnya adalah hutan mangrove, rumput laut (sea weeds), estuaria, pantai pasir (sandy beach), pantai berbatu (rocky beach), pulau – pulau kecil (small islands) dan laut berbuka. Ekosistem yang tidak tergenangi air (uninundated coast) diantaranya adalah formasi pescarpae dan formasi baringtonia. 2.4 Penginderaan Jauh Penginderaan jauh adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu objek/daerah/fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu alat tanpa kontak langsung dengan objek/daerah/fenomena daerah yang dikaji (Lillesand dan Kiefer 1990). Proses penginderaan jarak jauh dengan energi elektromagnetik untuk sumber daya alam meliputi dua hal yaitu pengumpulan data dan analisis data. Menurut Lillesand dan Kiefer (1990) elemen pengumpulan data meliputi sumber energi, perjalanan energi menuju atmosfer, interaksi antara energi dengan
11
kenampakan di muka bumi, sensor, dan hasil pembentukan data dalam bentuk piktorial atau bentuk numerik. Sedangkan proses analisis data meliputi pengujian data menggunakan alat interpretasi, informasi yang didapat biasanya disajikan dalam bentuk peta dan tabel, selanjutnya digunakan dalam pengambilan keputusan. Salah satu upaya untuk memperoleh informasi tentang potensi sumberdaya wilayah pesisir dan lautan dalam rangka untuk mengoptimalkan pengelolaan wilayah pesisir dan lautan adalah penggunaan teknologi penginderaan jauh dan sistem informasi geografis (Syah 2010). Pada saat ini teknologi penginderaan jauh hanya dapat membantu memberikan data penyebaran dan kondisi secara umum saja. Pemanfaatan penginderaan untuk memantau wilayah perairan dangkal dilakukan oleh (Syah 2010) yaitu dengan menggunakan citra satelit Landsat 7 ETM. Pemetaan terumbu karang menggunakan citra satelit sumberdaya alam merupakan alternatif yang dapat dikedepankan dengan melihat kenyataan bahwa pengamatan obyek bawah air dapat dilakukan melalui citra pada kondisi air laut yang jernih dan mempunyai karakteristik yang homogen (Priyono 2007). 2.4.1
Karakteristik Satelit Advanced Land Observing Satellite (ALOS) ALOS diluncurkan di Tanegashima Space Center pada tanggal 24 Januari
2006 dengan roket H-IIA. Waktu operasional ALOS selama 3-5 tahun dengan orbit Sun – Sychronous Sub – Recurrent, resolusi temporal 46 hari pada ketinggian 691,65 km (pada ekuator) dengan sudut inklinasi 98,16° (JAXA 2010). AVNIR-2 adalah radiometer cahaya tampak dan infra merah dekat untuk observasi daratan dan wilayah pesisir. AVNIR-2 merupakan pengembangan dari
12
AVNIR yang dibawa oleh satelit ADEOS. Adapun karakteristik dari citra ALOS disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Karakteristik Citra ALOS International Designation Code Waktu Peluncuran Kendaraan Peluncur Lokasi Peluncuran Perlengkapan
Berat Orbit Ketinggian Injklinasi Periode Kontrol Ketinggian Band AVNIR
2006-002A 24 Januari 2006 pukul 10:33 H-IIA Launch Vehicle No.8 Tanegashima Space Center Box shape with a solar array paddle, phased array type L-band synthetic aperture radar (PALSAR), Main body: about 6.2m x 3.5m x4 .0m Solar Array Paddle: Approx. 3.1m x 22.2m PALSAR Antenna: Approx. 8.9m x 3.1m 4.000 kg Sun-Synchronous Subrecurrent / Recurrent Period:Approx. 46day 700 km 98 degrees 99 menit Three-axis stabilization (High accuracy attitude control orbit determination function) Band 1 : 0,42 to 0,50 mikrometer Band 2 : 0,52 to 0,60 mikrometer Band 3 : 0,61 to 0,69 mikrometer Band 4 : 0,76 to 0,89 mikrometer
Sumber : JAXA 2010 ALOS memiliki tiga alat sensor, yakni Panchromatic Remote – sensing Instrument for Stereo Mapping (PRISM) yang digunakan untuk memetakan topografi permukaan bumi, Advanced Visible and Near Infrared Radiometer type 2 (AVNIR) yang digunakan untuk observasi permukaan bumi dengan akurasi tinggi, dan the Phased Array type L – band Synthetic Aperture Radar (PALSAR) untuk observasi lahan yang dapat dioperasikan pada siang maupun malam hari, bahkan dapat dioperasikan pada semua musim (JAXA 2010).
13
2.4.2 Pemetaan Terumbu Karang Menggunakan Citra ALOS Citra digital Satelit Advance Visible and Near Infrared (AVNIR) ALOS memiliki resolusi spasial 10 meter dan memiliki saluran spektral yang komprehensif untuk studi perairan dangkal, yaitu saluran biru, hijau dan merah. Resolusi spasial yang relatif tinggi dan kelengkapan jumlah spektral yang dimiliki citra Satelit ALOS AVNIR ini juga sangat mendukung untuk berbagai penelitian analisa citra digital dan respon spektral obyek di perairan dangkal (Helmi 2011). Kualitas air, variasi tingkat kecerahan substrat dasar dan kedalaman merupakan faktor pembatas utama dalam pemetaan terumbu karang. Resolusi spasial citra satelit yang semakin tinggi akan menghasilkan akurasi yang lebih sigifikan untuk mengatasi faktor pembatas tersebut (Holden 1999 dalam Helmi 2011). Muhsoni (2011) memetakan karang di Pulau Kangean Kabupaten Sumenep menggunakan citra ALOS dengan transformasi Lyzenga. Kesimpulan yang dihasilkan jumlah pulau yang ada di kecamatan Arjasa ada 11 pulau dengan luas wilayah mencapai 30529,5 ha dan luas terumbu karang mencapai 3536,2 ha yang tersebar di 12 desa. Jumlah Pulau yang ada di Kecamatan Kangayan ada 27 pulau, dengan luas wilayah mencapau 20562,5 ha dan luas terumbu karang mencapau 2900,5 ha yang tersebar pada 9 desa. 2.5 Sistem Informasi Geografi Sistem Informasi Geografi dirancang untuk secara efisien memasukkan, menyimpan, memperbaharui, memanipulasi, menganalisa, dan menyajikan semua jenis informasi yang berorientasi geografis (Prahasta 2005). Aplikasi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu mengintegrasikan SIG dengan penginderaan jauh. Data spasial dalam SIG terdiri atas dua format, yaitu data vektor dan raster.
14
Data vektor merupakan bentuk bumi yang dipresentasikan ke dalam kumpulan garis, area (daerah yang dibatasi oleh garis yang berawal dan berakhir pada titik yang sama), titik, dan nodes (titik perpotongan antara dua garis). Data raster adalah data yang dihasilkan dari sistem penginderaan jauh (Prahasta 2005). 2.6 Metode Interpolasi Interpolasi adalah metode untuk mendapatkan data berdasarkan beberapa data yang telah diketahui. Dalam pemetaan, interpolasi adalah proses estimasi nilai pada wilayah yang tidak disampel atau diukur, sehingga terbuatlah peta atau sebaran nilai pada seluruh wilayah (Gamma Design Software 2005 dalam Pramono 2008). Metode Inverse Distance Weighted (IDW) merupakan metode deterministik yang sederhana dengan mempertimbangkan titik sekitarnya (NCGIA 1997 dalam Pramono 2008). Asumsi dari metode ini adalah nilai interpolasi akan lebih mirip pada data sampel yang dekat dari pada yang lebih jauh. Bobot (weight) akan berubah secara linear sesuai dengan jaraknya dengan data sampel. Bobot ini tidak akan dipengaruhi oleh letak dari data sampel. Kerugian dari metode IDW adalah nilai hasil interpolasi terbatas pada nilai yang ada pada data sampel. Pengaruh dari data sampel terhadap hasil interpolasi disebut sebagi isotropic. Dengan kata lain, karena metode ini menggunakan rata-rata dari data sampel sehingga nilainya tidak bisa lebih kecil dari minimum atau lebih besar dari data sampel. Jadi, puncak bukit atau lembah terdalam tidak dapat ditampilkan dari hasil interpolasi model ini (Watson dan Philip 1985). Metode Kriging adalah estimasi stochastic yang mirip dengan IDW dimana menggunakan kombinasi linear dari weight untuk memperkirakan nilai
15
diantara sampel data (CDC 2004 dalam Pramono 2008). Metode ini ditemukan oleh D.L. Krige untuk memperkirakan nilai dari bahan tambang. Asumsi dari metode ini adalah jarak dan orientasi antara sampel data menunjukkan korelasi spasial dalam hasil interpolasi (ESRI 2002).
3. METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan pada 18 November 2011 sampai 15 Maret 2012. Pengambilan data lapang dilakukan pada 18 sampai 20 November 2011 di pulau Air dan Karang Beras, Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, Provinsi DKI Jakarta. Pengolahan data dilakukan di Laboratorium Komputer Inderaja, Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor (Gambar 2). Letak pengambilan data lapang tertera pada Lampiran 1.
Gambar 2. Peta Lokasi Pengambilan Data
3.2 Alat dan Data 3.2.1 Alat Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas perangkat keras dan perangkat lunak yang disebutkan sebagai berikut:
16
17
1) Perangkat keras berupa personal computer/notebook, flashdisc, dan printer yang dilengkapi dengan perangkat lunak untuk mengolah data citra dan data parameter dari hasil survei ekosistem terumbu karang. 2) Global Positioning System (GPS) digunakan untuk penentuan lokasi survei, Current meter untuk mengambil data arus, dan Sechii disc untuk pengambilan data kecerahan perairan 3) Camera digital pocket dan underwater digunakan sebagai alat dokumentasi saat ground check. 4) Alat SCUBA untuk pengambilan data struktur komunitas terumbu karang. 5) Perangkat lunak berupa ArcGIS 9, ER Mapper 6.4, Surfer 9, MapSource, ArcView 3.2 dan Microsoft Excel digunakan sebagai pengolah data citra dan data parameter hasil survei ekosistem terumbu karang. 3.2.2 Data Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa citra satelit ALOS AVNIR perekaman 3 Agustus 2009 yang sudah terkoreksi geometrik dan Peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) tahun 2008 skala 1:250.000 dan nlp 3171-3175. Data primer merupakan data pengambilannya dilakukan di lapang seperti data tipe kontur terumbu karang, data ekologi terumbu karang seperti tutupan karang keras, jenis lifeform, jenis ikan karang, keragaman ikan karang dan terumbu karang, kecerahan perairan, lebar hamparan karang datar, dan kecepatan arus. Data Sekunder berupa data batimetri dari Putra (2010) dan data ekologi terumbu karang dari survei Terangi pada tahun 2011.
18
3.3 Metode Penelitian Penentuan kesesuaian wilayah untuk pariwisata snorkling dan SCUBA diving pulau Air dan Karang Beras, Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, Provinsi DKI Jakarta dilakukan beberapa tahapan sebagai berikut : 3.3.1 Survei lapang Survei lapang untuk mengambil data ekologi dilaksanakan pada tanggal 18 – 20 November 2011. Gambar survei lapang ada pada Lampiran 2. Pengambilan data struktur komunitas ekosistem karang diperoleh dengan beberapa cara, yakni metode LIT untuk terumbu karang, visual sensus untuk ikan karang. Sechii disk untuk mengetahui kecerahan perairan, dan current meter untuk mendapatkan kecepatan arus perairan. 3.3.2 Pengolahan Data Penginderaan Jarak Jauh Sebelum citra diolah, terlebih dahulu dilakukan koreksi citra. Koreksi citra yang dilakukan adalah koreksi geometrik dan radiometrik. Citra ALOS yang diperoleh sudah terkoreksi geometrik sehingga dilakukan koreksi radiometrik. Pemulihan data citra bertujuan untuk mengembalikan citra sesuai dengan kenampakan aslinya dipermukaan bumi dengan menghilangkan pengaruh distorsi sehingga dihasilkan citra dengan kualitas yang lebih baik. Proses ini terdiri atas dua tahap, yakni : a.
Koreksi Radiometrik Koreksi radiometrik dilakukan untuk memperbaiki kualitas visual dan sekaligus memperbaiki nilai-nilai piksel yang tidak sesuai dengan nilai pantulan atau pancaran spektral objek yang sebenarnya. Metode koreksi radiometrik yang digunakan yaitu penyesuaian histogram (histogram
19
adjustment), dimana nilai digital dari citra satelit terendah pada setiap kanal adalah nol dengan menggunakan software ER Mapper 6.4. b.
Penajaman citra (image enhancement) Tahap ini dilakukan untuk mendapatkan tampakan kontras pada citra sehingga memudahkan dalam proses interpretasi. Pembentukan citra komposit untuk mendapatkan visualisasi yang lebih baik sehingga memudahkan dalam klasifikasi citra. Pembuatan citra komposit merupakan kombinasi band dengan tiga filter warna yaitu merah (red), hijau (green) dan biru (blue). Teknik penajaman citra dengan penggunaan kombinasi band 421 (RGB) digunakan untuk melihat materi dasar perairan.
c.
Klasifikasi tak terselia (unsupervised classification) Pada penelitian ini digunakan transformasi Lyzenga untuk melihat sebaran dasar perairan. Proses penajaman ini merupakan proses penggabungan informasi dua citra secara spektral melalui band rationing atau menghitung perbandingan nilai digital piksel setiap saluran. Teknik ini bertujuan untuk mendapatkan penampakan substrat dasar yang maksimal. Algoritma Lyzenga (Siregar 1996 dalam Helmi 2011) dengan bentuk perumusan sebagai berikut: Y = ln (kanal1) - k x ln (kanal2).. .................................... (1) –
= k= =
+
.................................................. (2) 1 ..................................................... (3)
Dimana : Y
= nilai digital baru / citra hasil ekstraksi dasar perairan
Kanal 1 = nilai digital band 1 ALOS Kanal 2 = nilai digital band 2 ALOS
20
covar = fungsi statistik peragam var
= fungsi statistik ragam = koefisien untuk penentuan nilai K
k
= proporsi koefisien atenuasi
Nilai proporsi koefisien atenuasi (k) didapat dengan terlebih dahulu mengambil sampling area pada data citra terkoreksi dengan pemilihan daerah yang dianggap mewakili objek yang akan dianalisis. Perangkat lunak ER Mapper secara otomatis akan mencatat rata-rata nilai piksel setiap region pada setiap band. Selanjutnya dilakukan perhitungan untuk menghitung nilai varian dan covarian dari band 1 dan band 2 sehingga diperoleh nilai a dan nilai k. d.
Klasifikasi tak terselia (unsupervised classification) Klasifikasi unsupervised merupakan pengklasifikasian hasil akhirnya (pengelompokkan piksel-piksel dengan karakteristik umum) didasarkan pada analisis perangkat lunak suatu citra tanpa pengguna menyediakan contoh kelas-kelas terlebih dahulu. Tahap ini menggunakan perangkat lunak ER Mapper dengan klasifikasi menjadi 100 kelas dengan perbandingan nilai dijital band dari raster hasil transformasi Lyzenga. Kelas 100 dijadikan kelas yang lebih kecil menjadi 5 kelas, yakni: laut, karang hidup, karang mati, pasir, dan darat.
3.3.3 Penyusunan Basis Data Penyusunan basis data meliputi spasial dan non-spasial. 1) Basis data spasial Langkah-langkah penyusunan basis data spasial, meliputi :
21
(a.) Konversi data raster citra hasil klasifikasi dari format (.ers) ke format bil image (.hdr). Proses ini dilakukan pada software ERMapper. (b.) Melakukan metode Lyzenga dan klasifikasi unsupervised. (c.) Konversi hasil klasifikasi unsupervised ke shape file shp. Proses ini dilakukan pada software ArcGIS. (d.) Memasukkan data parameter yang digunakan untuk kesesuaian wisata snorkeling dan SCUBA diving kedalam titik survei. (e.) Menspasialkan data parameter dengan menginterpolasi atau input data sesuai deliniasi daerah penelitian berdasarkan justifikasi titik groundroot lapang (Lampiran 3). 2) Basis data non-spasial (atribut) Penyusunan basis data non-spasial (atributing) dilakukan dengan menggunakan software ArcGIS untuk pemberian skor berdasarkan matriks kesesuaian. data tersebut meliputi (a.) Data sebaran persen penutupan karang keras. (b.) Data lifeform karang yang memuat stasiun, jumlah jenis lifeform. (c.) Data ikan karang yang memuat stasiun, jumlah jenis ikan (d.) Data oseanografi yang meliputi : kecerahan perairan, kecepatan arus, lebar hamparan karang datar, dan kedalaman perairan. 3.3.4 Analisis Spasial Dalam SIG Matriks kesesuaian diperlukan untuk melakukan analisis keruangan sesuai tujuan yang ingin dicapai. Analisis spasial/keruangan dibagi atas dua tahap, yakni: 1) penyusunan matriks kesesuaian lahan, 2) kegiatan overlay berbasis vektor.
22
Penyusunan matriks kesesuaian merupakan dasar analisis keruangan dimana mengandung kriteria- kriteria untuk menentukan kesesuaian lahan pariwisata. Teknik tumpang susun (overlay) merupakan kemampuan analisis keruangan yang dapat dilakukan secara efektif dalam SIG (Lampiran 4). Hasil dari analisis keruangan adalah berupa peta kesesuaian wilayah perairan untuk wisata bahari. Diagram alir penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Diagram Alir Proses Penelitian Matriks kesesuaian wisata snorkeling ditampilkan pada Tabel 3, sedangkan matriks kesesuaian wisata SCUBA diving ditampilkan pada Tabel 4 dengan selang kelas berdasarkan Yulianda (2007).
23
Tabel 3. Sistem Penilaian Kelayakan Fisik Wisata Bahari Pada Wisata Snorkeling (Yulianda 2007) Parameter Kecerahan perairan (%) Tutupan komunitas karang (%) Jenis lifeform (n) Jenis ikan karang (n) Kecepatan arus (cm/s) Kedalaman terumbu karang (m) Lebar hamparan datar karang (m) TOTAL r (bobot.skor)
Bobot 5
Bobot(%) 26,32
S1 100
Skor 3
S2 80-<100
5
26,32
>75
3
>50-75
3
15,79
>12
3
3
15,79
>50
1
5,26
1
Skor 2
S3 20-<50
Skor 1
N <20
Skor 0
2
25-50
1
<25
0
<7-12
2
4-7
1
<4
0
3
30-50
2
10-<30
1
<10
0
0 -15
3
>15-30
2
>30-50
1
>50
0
5,26
1-3
3
>3-6
2
>6-10
1
>10 <1
0
1
5,26
>500
3
>100-500
2
>20-100
1
<20
0
19
100
Nilai maksimum = 57 S1 = Sangat sesuai, dengan nilai 75 – 100% S2 = Sesuai, dengan nilai 50 ≤ 75% S3 = Cukup sesuai, dengan nilai 25 ≤ 50% N = Tidak sesuai, dengan nilai < 25% Tabel 4. Sistem Penilaian Kelayakan Fisik Wisata Bahari Pada SCUBA Diving (Yulianda 2007) Parameter Kecerahan perairan (%) Tutupan komunitas karang (%) Jenis lifeform (n) Jenis ikan karang (n) Kecepatan arus (cm/s) Kedalaman terumbu karang (m) TOTAL (bobot.skor)
Bobot 5
Bobot(%) 27,78
S1 >80
Skor 3
S2 50-80
5
27,78
>75
3
>50-75
3
16,67
>12
3
3
16,67
>100
1
5,55
1
5,55
18
100
S3 20-<50
Skor 1
N <20
Skor 0
2
25-50
1
<25
0
<7-12
2
4-7
1
<4
0
3
50-100
2
20-<50
1
<20
0
0 -15
3
>15-30
2
>30-50
1
>50
0
6-15
3
>15-20 3-<6
2
>20-30
1
>3 <3
0
Nilai maksimum = 54 S1 = Sangat sesuai, dengan nilai 75 – 100% S2 = Sesuai, dengan nilai 50 ≤ 75% S3 = Cukup sesuai, dengan nilai 25 ≤ 50% N = Tidak Sesuai, dengan nilai < 25%
Skor 2
24
Setiap parameter, baik yang berasal dari data spasial maupun data nonspasial memiliki kontribusi yang berbeda terhadap tingkat kesesuaian wisata snorkeling dan SCUBA diving. Oleh karena itu dalam penentuan bobot dan skor untuk setiap parameter disesuaikan dengan besarnya pengaruh parameter tersebut terhadap nilai kesesuaian. Contoh perhitungan ada pada Lampiran 5. Nilai kesesuaian pada setiap lokasi dihitung berdasarkan: =∑ Keterangan : = bobot pada setiap parameter – i; = skor pada setiap parameter – i = total nilai bobot di lokasi – j Teknik analisis overlay yang digunakan adalah dengan menggunakan langkah operasi kalkulasi data raster (raster calculation) dengan tools raster calculator pada menu spatial analysist pada perangkat lunak ArcGIS. Penjelasan dari masing-masing kelas kesesuaian diuraikan sebagai berikut: 1) Kelas S1 : sangat sesuai (highly suitable) Daerah ini tidak mempunyai pembatas yang serius untuk menerapkan perlakuan yang diberikan atau hanya mempunyai pembatas yang tidak berarti atau tidak berpengaruh secara nyata terhadap penggunaannya dan tidak akan menaikan masukan/tingkatan perlakuan yang diberikan. 2) Kelas S2 : sesuai (moderately suitable) Daerah ini mempunyai pembatas-pembatas yang agak serius untuk mempertahankan tingkat perlakuan yang harus diterapkan. Pembatas ini akan meningkatkan masukan/tingkatan perlakuan yang diperlukan.
25
3) Kelas S3 : sesuai bersyarat (marginally suitable) Daerah ini mempunyai pembatas-pembatas yang serius untuk mempertahankan tingkat perlakuan yang harus diterapkan. Pembatas akan lebih meningkatkan masukan/tingkatan perlakuan yang diperlukan. 4) Kelas N : tidak sesuai (not suitable) Daerah ini mempunyai pembatas permanen sehingga mencegah segala kemungkinan perlakuan pada daerah tersebut.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Penajaman Citra untuk Pemetaan Substrat Dasar Terumbu Karang Substrat dasar perairan dangkal pada citra ALOS AVNIR dapat dilihat dengan kombinasi band yang terdiri atas tiga filter warna RGB (Red, Green, Blue)
pada citra, yakni dengan komposit RGB 421. Nilai koofesien atenuasi ( ) pada
perhitungan transformasi Lyzenga adalah 2,114.Hasil citra dengan transformasi formula Lyzenga ditampilkan pada Gambar 4.
Gambar 4. Citra ALOS Hasil Transformasi Lyzenga dan Histogram
4.2 Batimetri, Kondisi Arus, Kecerahan Perairan, dan Hamparan Karang Kontur di pulau Karang Beras dan Pulau Air memiliki kedalaman dari 0 meter hingga 25 meter (Gambar 5). Berdasarkan kontur batimetri di wilayah perairan Karang Beras dan Air sesuai untuk kegiatan wisata snorkeling dan SCUBA diving baik untuk pemula maupun berpengalaman, karena kondisi kedalaman dan tubir yang landai. Wilayah perairan dangkal ke tubir cukup jauh dan tipe pertumbuhan karangnya adalah karang tepi atau fringing reef sehingga memungkinkan Pulau Air dan Pulau Karang Beras cukup terlindung.
26
27
Gambar 5. Batimetri Pulau Air dan Pulau Karang Beras Kecepatan arus permukaan pada musim timur berkisar antara 0,10-0,17 m/detik, kecepatan relatif lebih besar terjadi pada musim barat yaitu sekitar 0,43 m/detik (Dishidros dalam Miharja dan Pranowo 2001). Pada survei penelitian ini di lakukan pada akhir November sehingga termasuk musim peralihan dari musim timur ke musim barat. Kondisi kecepatan arus di Pulau Air dan Pulau Karang Beras dapat dilihat pada Gambar 6. Perairan Pulau Air dan Pulau Karang Beras memiliki kisaran kecepatan arus perairan sebesar 12,75-18,08 cm/s sehingga termasuk dalam kondisi yang sangat sesuai dan sesuai untuk dilakukan kegiatan snorkeling dan SCUBA diving. Berdasarkan besaran skala vektor perairan Pulau Karang Beras memiliki arus yang lebih besar daripada perairan Pulau Air. . Lokasi pengambilan data arus dapat dilihat pada Lampiran 6.
28
Gambar 6. Kecepatan Arus Pulau Air dan Pulau Karang Beras Kisaran kecerahan perairan Pulau Air dan Pulau Karang Beras menurut data lapang memiliki nilai sebesar 90-100% (Gambar 7). Kecerahan perairan tertinggi yakni kisaran 98-100% berada di lokasi barat Pulau Karang Beras, barat Pulau Air, dan timur Pulau Air. Kondisi Kecerahan perairan di Pulau air dan Pulau Karang Beras baik sehingga sesuai untuk dilakukan penyelaman. Kecerahan perairan dipengaruhi oleh kedalaman dan arus.
Gambar 7. Kecerahan Pulau Air dan Pulau Karang Beras
29
Wilayah hamparan karang untuk kegiatan snorkeling dan SCUBA diving dibagi berdasarkan kedalaman (Gambar 8). Lebar hamparan karang datar di Pulau Air sekitar 69 – 328 meter dan Pulau Karang Beras memiliki kisaran lebar hamparan karang sekitar 95 – 550 meter.Utara Pulau Air dan utara Pulau Karang Beras didominasi dengan kawasan untuk kawasan SCUBA diving karena berdasarkan kedalaman yang lebih dalam. Selatan Pulau Air kedalamannya landai sehingga cocok untuk kegiatan snorkeling.
Gambar 8. Hamparan Karang Snorkeling dan SCUBA Diving 4.3 Kondisi Ekosistem Terumbu Karang Pulau Air dan Pulau Karang Beras memiliki tipe pertumbuhan karang tepi atau fringing reef, yakni pembentukan terumbu yang mengitari pulau/susunan dari daratan. Substrat dasar di kedua pulau tersebut dominan substrat pasir dengan kontur perairan yang cukup landai. Karang hidup tumbuh di tubir mengelilingi pulau (Gambar 9). Hasil klasifikasi luasan karang hidup seluas 69,678 ha, karang mati seluas 63,161 ha, dan pasir seluas 276,943 ha.
30
Gambar 9. Komposisi Substrat Dasar Pulau Air dan Pulau Karang Beras 4.3.1 Tutupan Komunitas Karang Berdasarkan Gambar 10, penutupan karang untuk kegiatan snorkeling pada lokasi Timur Pulau Air dan salah satu lokasi di Utara Pulau Air dengan kisaran nilai persen penutupan karang sebesar 17-25%. Salah satu lokasi di Barat Pulau air dan Pulau Karang Beras bagian barat dan utara memiliki kisaran nilai persen penutupan karang sebesar 41-49%. Kisaran nilai persen penutupan karang sebesar 25-33% berada di salah satu lokasi Barat Pulau Air. Kisaran nilai persen penutupan karang dengan kisaran nilai 33-41% berada di lokasi Utara Pulau Air, Selatan Pulau Air, dan Selatan Pulau Karang Beras. Kisaran hasil survei persen penutupan karang untuk snorkeling termasuk dalam kategori tidak sesuai (N) dengan di bawah 25% dan cukup sesuai dengan kisaran 25-50%. Persen penutupan untuk Kegiatan SCUBA diving di Pulau Air dan Pulau Karang Beras. Kisaran nilai persen penutupan karang sebesar 17-29%
31
(a)
(b)
Gambar 10. Persen Penutupan Karang untuk Snorkeling dan SCUBA Diving di (a)Pulau Air (b)Pulau Karang Beras berada di lokasi timur hingga utara Pulau Air. Lokasi Selatan hingga barat Pulau Air dan selatan Pulau Karang Beras memiliki kisaran nilai persen penutupan karang sebesar 29-40%. Utara Pulau Karang Beras memiliki kisaran nilai persen penutupan karang sebesar 40-52%. Pada barat Pulau Karang Beras memiliki kisaran persen penutupan karang 52-63%.Kisaran hasil survei persen penutupan
32
karang di untuk SCUBA diving termasuk dalam kategori tidak sesuai (N), kategori cukup sesuai dengan kisaran 25-50%, dan cukup sesuai dengan kisaran 50-75%. Hasil data survei lapang menunjukkan tutupan karang keras tidak ada lokasi yang memiliki kisaran pada nilai sangat sesuai (S1), yakni persen penutupan karang lebih dari 75%. 4.3.2 Jenis Lifeform Karang Semakin beragam Jenis lifeform yang ada di suatu wilayah penyelaman memiliki ketertarikan tersendiri. Keanekaragaman jenis karang berbanding lurus dengan jumlah jenis karang dan jumlah jenis lifeform. Semakin tinggi jumlah jenis karang sehingga memungkinkan adanya jenis endemik yang hidup di suatu wilayah perairan. Menurut Gambar 11 sebaran jenis lifeform untuk kegiatan pariwisata snorkeling dengan kisaran 5-7 jenis berada di Timur hingga Utara Pulau Air. Kisaran jenis lifeform 9-11 jenis berada di lokasi Selatan Pulau Air dan salah satu lokasi Barat Pulau Air. Nilai kisaran jenis lifeform 7-9 jenis berada di salah satu lokasi Barat Pulau Air dan seluruh lokasi penelitian di Pulau Karang Beras. Peta jenis lifeform untuk SCUBA diving di pulau Pulau Air dengan Jumlah jenis lifeform dengan kisaran 5-7 jenis berada di lokasi Utara hingga Timur Pulau Air, salah satu lokasi di Barat Pulau Air, dan Seluruh lokasi penelitian di Pulau Karang Beras. Kisaran jenis lifeform dengan besar 9-11 jenis berada di lokasi Selatan Pulau Air dan salah satu lokasi Barat Pulau Air. Kisaran hasil survei jenis lifeform termasuk dalam kategori cukup sesuai dengan dengan kisaran 4-7 jenis dan sesuai dengan kisaran 7-12 jenis.
33
Jenis lifeform yang sering ditemukan adalah Coral Massive dan Acropora Branching. Pulau Karang Beras banyak ditemukan karang dengan jenis lifeform Coral Foliose. Kemunculan lifeform karang yang ditemukan saat survei dapat dilihat pada Lampiran 7. (a)
(b)
Gambar 11. Jenis Lifeform untuk Snorkeling dan SCUBA Diving di (a)Pulau Air (b)Pulau Karang Beras
34
4.2.3 Jenis Ikan Karang Dilihat Gambar 12, sebaran jenis ikan untuk kegiatan snorkeling lokasi selatan Pulau Air dan salah satu lokasi di utara dan barat Pulau Air dengan kisaran jumlah jenis ikan 46-56 jenis. Kisaran jumlah jenis ikan dengan besar 16-26 jenis berada salah satu lokasi utara Pulau Air, selatan Pulau Karang Beras, dan utara Pulau Karang Beras. Pada kisaran jumlah jenis ikan sebesar 36-46 jenis berada di lokasi Timur Pulau Air, salah satu lokasi di Barat Pulau Air, dan Barat Pulau Karang Beras. Kisaran hasil survei jenis ikan untuk snorkeling termasuk dalam kategori cukup sesuai dengan kisaran 10-30 jenis, kategori sesuai dengan kisaran 30-50 jenis dan cukup sesuai bila lebih dari 50 jenis. Sebaran jenis ikan untuk kegiatan SCUBA diving di Pulau Air di lokasi yang memiliki kisaran jumlah jenis ikan tertinggi sebesar 50-56 jenis berada di lokasi selatan Pulau Air. Kisaran jumlah jenis ikan dengan besar 25-33 jenis berada di salah satu lokasi utara Pulau Air dan Pulau Karang Beras bagian barat hingga selatan. Pada kisaran jumlah jenis ikan sebesar 33-41 jenis berada di salah satu di lokasi barat Pulau Air dan utara Pulau Karang Beras. Kisaran jumlah jenis ikan dengan besar 41-50 jenis berada di salah satu lokasi utara Pulau Air hingga timur Pulau Air dan salah satu lokasi di barat Pulau Air. Pada survei jenis ikan untuk SCUBA diving terdapat kategori cukup sesuai dengan kisaran 20-50 jenis dan kategori sesuai dengan kisaran 50-100 jenis. Berdasarkan survei lapang dengan menggunakan visual sensus jumlah jenis ikan yang ditemukan di Pulau Air dan Pulau Karang beras berjumlah 145 jenis (Lampiran 8).
35
(a)
(b)
Gambar 12. Jenis Ikan Karang untuk Snorkeling dan SCUBA Diving di (a)Pulau Air (b)Pulau Karang Beras 4.4 Kesesuaian Wilayah Wisata Snorkeling dan Wisata SCUBA Diving Gambar 13 dan menunjukkan kesesuaian wilayah wisata Snorkeling dan SCUBA diving di Pulau Air. Kesesuaian wilayah wisata snorkeling memiliki 3 kategori, yakni kategori sangat sesuai (S1), sesuai (S2), dan kategori cukup sesuai (S3). Lokasi dengan kategori sangat sesuai (S1) untuk pariwisata snorkeling
36
dalam spot kecil di selatan Pulau Air. Lokasi sesuai (S2) untuk pariwisata snorkeling berada di Pulau Air bagian barat, utara, selatan, dan spot kecil di bagian timur. Lokasi cukup sesuai (S3) untuk pariwisata snorkeling ditemukan dalam spot kecil bagian utara dan timur Pulau Air. Kesesuaian wilayah wisata SCUBA diving memiliki 3 kategori, yakni kategori tidak sesuai (N), cukup sesuai (S3), dan sesuai (S2). Lokasi tidak sesuai (N) berada dalam spot kecil di lokasi utara Pulau Air. Lokasi cukup sesuai (S3) berada di lokasi Pulau Air bagian utara dan timur. Lokasi sesuai (S2) berada di Pulau air bagian barat dan selatan. Pada Gambar 14 menunjukkan kesesuaian wilayah wisata snorkeling dan SCUBA diving di Pulau Karang Beras. Kesesuaian wisata snorkeling di Pulau Karang Beras adalah sesuai yang berada pada lokasi selatan Pulau Karang Beras, timur Pulau Karang Beras, dan spot kecil di bagian utara pulau Karang Beras. Kesesuaian wisata SCUBA diving di Pulau Karang Beras dibagi menjadi 2 kategori, yakni cukup sesuai (S3), dan sesuai (S2). Kesesuaian untuk kategori cukup sesuai (S3) untuk pariwisata SCUBA diving menyebar di selatan Pulau Karang Beras. Kategori sesuai (S2) berada di lokasi Pulau Karang Beras bagian utara dan barat. Luasan untuk kesesuaian wilayah snorkeling kategori sangat sesuai (S1) seluas 0,25 ha, kategori sesuai (S2) seluas 7,64 ha dan kategori cukup sesuai seluas 0,26 ha. Kesesuaian wilayah SCUBA diving menghasilkan luasan untuk
37
Gambar 14. Kesesuaian Wilayah Pariwisata Snorkeling dan SCUBA Diving Di Pulau Air
38
Gambar 15. Kesesuaian Wilayah Pariwisata Snorkeling dan SCUBA Diving Di Pulau Karang Beras
39
kategori tidak sesuai (N) seluas 0,004 ha, kategori cukup sesuai (S3) seluas 12,32 ha, dan kategori sesuai (S2) seluas 9,02 ha. Daerah yang tidak sesuai di bagian utara Pulau Air, timur Pulau Air, dan utara Pulau Karang Beras. Hal ini disebabkan karena lokasi banyak patahan karang yang diduga disebabkan jalur kapal dan daerah penangkapan ikan. Selain itu daerah perairan tersebut termasuk wilayah windward atau menghadap ke arah angin. utara Pulau Air memiliki persen penutupan karang yang buruk sehingga tidak sesuai dilakukannya kegiatan snorkeling maupun SCUBA diving. Utara Pulau Karang Beras memiliki kecerahan yang kisaran 90%, kondisi karang yang sedang, dan lebar hamparan karang datar yang sempit sehingga tidak sesuai untuk kegiatan snorkeling. Lokasi wilayah yang sesuai untuk kegiatan snorkeling dan SCUBA diving berada di lokasi selatan Pulau Air, barat Pulau Air, selatan Pulau Karang Beras, dan barat Pulau Karang Beras. Daerah yang sesuai untuk dilakukannya kegiatan snorkeling dan SCUBA diving di Pulau Air dan Pulau Karang Beras dikarenakan persen penutupan yang baik, kecerahan perairan yang baik, jumlah jenis ikan yang cukup banyak, kondisi arus yang kondusif, kedalaman perairan yang sesuai dengan jenis kegiatan, dan jenis lifeform karang yang cukup beragam.
5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan Daerah yang sesuai dan sangat sesuai untuk dilakukan wisata snorkeling berada di Pulau Air bagian, utara, dan barat, sedangkan Pulau Karang Beras di bagian selatandan. Luasan daerah yang sesuai untuk dilakukan wisata snorkeling sekitar 7,89 ha. Daerah yang sesuai untuk SCUBA diving berada di Pulau Air bagian selatan dan barat, sedangkan Pulau Karang Beras di bagian utara dan barat. Luas daerah yang sesuai untuk dilakukan wisata SCUBA diving sekitar 9,02 ha.
5.2 Saran Penelitian lebih lanjut disarankan untuk mengambil titik sampling yang lebih banyak sehingga mendapatkan data yang lebih lengkap dan menggunakan metode mantataw untuk mendapatkan ketepatan deliniasi.
40
LAMPIRAN
44
Lampiran 1. Lokasi Pengambilan Data Ekosistem Terumbu Karang Lokasi Pengambilan Data Timur Pulau Air 1 Barat Pulau Air 1 Timur Pulau Air 2 Barat Pulau Air 2 Utara Pulau Air Selatan Pulau Air Utara Pulau Karang Beras Selatan Pulau Karang Beras Barat Pulau Karang Beras
Bujur -5,7598 -5,7623 -5,7600 -5,7612 -5,7568 -5,7662 -5,7658 -5,7715 -5,7679
Lintang 106,5986 106,5789 106,6002 106,5786 106,5852 106,5958 106,5548 106,5525 106,5485
45
Lampiran 2. Dokumentasi Pengambilan Data
46
Lampiran 3. Data Ground Root Lapang Lintang -5,759 -5,763 -5,762 -5,759 -5,758 -5,758 -5,757 -5,757 -5,757 -5,757 -5,757 -5,760 -5,759 -5,765 -5,773 -5,770 -5,770 -5,771 -5,770 -5,765 -5,765 -5,765 -5,765 -5,765 -5,772 -5,774 -5,775 -5,766 -5,766 -5,766 -5,766 -5,765 -5,765 -5,758 -5,775 -5,772 -5,765 -5,765
Bujur 106,598 106,579 106,579 106,597 106,596 106,595 106,593 106,592 106,591 106,590 106,589 106,583 106,579 106,564 106,554 106,552 106,552 106,553 106,551 106,563 106,563 106,562 106,560 106,562 106,554 106,556 106,557 106,567 106,566 106,566 106,565 106,565 106,564 106,587 106,558 106,554 106,558 106,558
Keterangan Karang Hidup Karang Hidup Karang Hidup Karang Hidup Karang Hidup Karang Hidup Karang Hidup Karang Hidup Karang Hidup Karang Hidup Karang Hidup Karang Hidup Karang Hidup Karang Hidup Karang Hidup Karang Hidup Karang Hidup Karang Hidup Karang Hidup Karang Hidup Karang Hidup Karang Hidup Karang Hidup Karang Hidup Karang Hidup Karang Hidup Karang Hidup Karang Hidup Karang Hidup Karang Hidup Karang Hidup Karang Hidup Karang Hidup Karang Hidup Karang Mati Karang Mati Karang Mati Karang Mati
47
Lintang -5,765 -5,769 -5,771 -5,765 -5,775 -5,776 -5,759 -5,758 -5,757 -5,757 -5,760 -5,760 -5,760 -5,765 -5,765 -5,765 -5,775 -5,757 -5,761 -5,764 -5,764 -5,766 -5,767 -5,759 -5,760 -5,763 -5,775 -5,775 -5,758 -5,758 -5,774 -5,775 -5,758 -5,758 -5,760 -5,761 -5,761 -5,757 -5,758 -5,757
Bujur 106,564 106,549 106,553 106,561 106,557 106,560 106,599 106,593 106,592 106,589 106,585 106,586 106,585 106,562 106,561 106,560 106,556 106,587 106,583 106,582 106,582 106,581 106,581 106,586 106,586 106,582 106,559 106,558 106,606 106,607 106,556 106,559 106,608 106,611 106,61106,608 106,608 106,608 106,608 106,609
Keterangan Karang Mati Karang Mati Karang Mati Karang Mati Karang Mati Karang Mati Pasir Pasir Pasir Pasir Pasir Pasir Pasir Pasir Pasir Pasir Pasir Pasir Pasir Pasir Pasir Pasir Pasir Pasir Pasir Pasir Pasir Pasir Pasir Pasir Karang Hidup Karang Hidup Karang Hidup Karang Hidup Karang Hidup Karang Hidup Karang Hidup Karang Hidup Karang Hidup Karang Hidup
48
Lintang -5,757 -5,758 -5,757 -5,758 -5,758 -5,758 -5,766 -5,767 -5,767 -5,770 -5,770
Bujur 106,609 106,609 106,610 106,610 106,610 106,611 106,549 106,548 106,548 106,551 106,559
Keterangan Karang Hidup Karang Hidup Karang Hidup Karang Hidup Karang Hidup Karang Hidup Laut Laut Laut Laut Dermaga
49
Lampiran 4. Teknik Tumpang Susun (Overlay) 1. Overlay fitur union pada software ArcGIS data atribut yang di spasialkan dan telah diberi bobot dan skor berdasarkan matrik kesesuaian. Arus Batimetri Ikan l
Penutupan karang, lebar hamparan karang datar, ikan, dan jenis lifeform
Kecerahan
Hasil
50
2. Perhitungan kesesuaian di tabel hasil.
3. Clip Berdasarkan Area of interest dan beri keterangan.
51
Lampiran 5. Contoh Perhitungan Parameter Ikan Lifeform Persen Cover Arus Kedalaman Kecerahan
Nilai 33-41 5-7 29-40 14,34-15 3-6 95-98 Jumlah IKW untuk SCUBA diving
Bobot * Skor 3 3 5 3 2 15 31
Persentase IKW : 31 * 1,851852 = 57,40741 Nilai persentase 57,40741 di dalam kelayakan kesesuaian SCUBA diving termasuk pada kategori Sesuai (S2)
Parameter Ikan Lifeform Persen Cover Arus Kedalaman Kecerahan Lebar Hamparan Karang Datar
Nilai 36-46 5-7 17-25 17,22-18,66 6-10 97-100 550 Jumlah
Bobot * Skor 6 3 0 2 2 15 3 31
IKW untuk Snokeling Persentase IKW : 31 * 1,754386 = 54,38596 Nilai persentase 54,38596 di dalam kelayakan kesesuaian snorkeling termasuk pada kategori Sesuai (S2)
52
Lampiran 6. Titik Koordinat Pengambilan Data Arus Bujur Lintang Arah Kecepatan (cm/s) 106,5999 -5,7042 260,7 15,4 106,5810 -5,6822 238,4 15,1 106,5871 -5,6834 320,0 18,1 106,5873 -5,6762 221,1 19,4 106,5815 -5,6759 323,2 10,6 106,5783 -5,6785 245,8 29,8 106,5634 -5,6771 259,8 3,0 106,5499 -5,6836 359,8 8,9 106,5428 -5,6936 331,9 10,5 106,5356 -5,6955 318,1 15,2 106,5277 -5,6983 51,6 7,1 106,5431 -5,7141 271,2 12,5 106,5999 -5,6234 346,6 30,3 106,6079 -5,6584 354,0 31,8 106,6103 -5,7802 207,8 11,3 106,6147 -5,7965 167,9 13,8 106,6235 -5,8219 209,8 11,6 106,6296 -5,8467 184,6 8,0 106,6338 -5,8615 132,8 26,0 106,6039 -5,8948 209,8 11,2 106,582 -5,9140 222,2 11,5 106,5907 -5,9171 271,7 32,9 106,6070 -5,9248 301,9 22,6 106,5782 -5,8984 300,9 39,4 106,5578 -5,8602 249,9 10,1 106,5397 -5,8258 292,2 14,7 106,5441 -5,8129 280,5 26,7 106,5615 -5,7895 230,8 17,7 106,5726 -5,7646 218,7 12,9 106,5911 -5,7536 330,2 20,1 106,6039 -5,7495 269,5 10,8 106,6168 -5,7347 141,7 36,8 106,5759 -5,6707 161 31,2 106,5715 -5,6584 57,3 17,6 106,5530 -5,6541 111,8 23,8 106,5444 -5,6349 111,3 47,3 106,5243 -5,6224 111,8 17,6 106,5331 -5,6050 112 30,2 106,5304 -5,5772 86,7 23,2 106,5331 -5,5671 103,7 38,1
53
Bujur Lintang Arah Kecepatan (cm/s) 106,5252 -5,5637 68,1 22,2 106,5290 -5,5560 78,6 21,9 106,5290 -5,5539 118,3 29,1 106,5335 -5,5515 104,2 36,8 106,5332 -5,5430 98,2 36,7 106,5450 -5,5495 57,7 31,6 106,5597 -5,5644 57,4 31,4 106,5638 -5,5668 70,7 26,8 106,5761 -5,5840 8,3 35,4 106,5846 -5,5990 348,1 32,4 106,5999 -5,6234 346,6 30,3
54
Lampiran 7. Kemunculan Lifeform Karang Keras Di Setiap Lokasi Sampling Lokasi Sample Barat Pulau Air 2 Selatan Pulau Air Timur Pulau Air 2 Utara Pulau Air Timur Pulau Air 1 Barat Pulau Air 1 Barat Pulau Karang Beras Selatan Pulau Karang Beras Utara Pulau Karang Beras Lokasi Sample Barat Pulau Air 2 Selatan Pulau Air Timur Pulau Air 2 Utara Pulau Air Tinur Pulau Air 1 Barat Pulau Air 1 Barat Pulau Karang Beras Selatan Pulau Karang Beras Utara Pulau Karang Beras
ACB ACD ACE
3 Meter ACS ACT CB CE
+ + +
+ +
+ +
+ +
ACB ACD ACE + + + + + + + + +
+ + +
+ +
+ + + + 5 Meter ACS ACT CB CE + + + + + + +
CF
CM
CME
CMR
+ + +
+ + +
+ + +
+
+ +
+ +
+ +
CF + +
CM + + + +
CME + +
+
CS
+ + + +
CMR + + + +
CS + + + +
55
Lokasi Sample Barat Pulau Air 2 Selatan Pulau Air Timur Pulau Air 2 Utara Pulau Air Timur Pulau Air 1 Barat Pulau Air 1 Barat Pulau Karang Beras Selatan Pulau Karang Beras Utara Pulau Karang Beras
ACB ACD ACE
10 Meter ACS ACT CB CE
CF
CM
CME
CMR
CS
+ + +
+ + +
+
+ +
+ + +
+ + +
+ +
+ +
+ +
+ +
+ +
+
+ +
+ +
+ +
56
Lampiran 8. Kemunculan Spesies Ikan Karang Di Setiap Lokasi Sampling
Spesies
Barat Air 2
Selatan Air
Timur Air
Utara Air
5m
5m
5m
5m
Abudefduf septemfasciatus Abudefduf sexfasciatus
Barat Air 1 3 m 10m +
+
Timur Air 2 3 m 10m
Selatan Karang Beras
Utara Karang Beras
3m
3m
3m
10m
+
+
10m
10m
+
+
+
+
Abudefduf sordidus
+
+
+
+
Abudefduf vaigiensis
+
+
+
+
Acanthurus nigroris
Barat Karang Beras
+ +
+
+
Acanthurus sp.
+
Aeoliscus strigatus
+
Amblyglyphidodon aureus
+
Amblyglyphidodon batunai Amblyglyphidodon curacao Amblyglyphidodon leucogaster
+ +
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
Apogon aureus
+ +
Apogon compressus
+
+
+
+
+
+ +
+
+
+
Apogon fucata
+
+
+
Apogon.novemfasciatus
+
+
Balistoides sp.
+
Bodianus mesothorax Caesio cuning
+
+
Apogon apogonides Apogon chrysopomus
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+ +
+
+
57
Spesies
Barat Air 2
Selatan Air
Timur Air
Utara Air
5m
5m
5m
5m
Caesio teres Centropyge eibli
Barat Air 1 3 m 10m
Timur Air 2 3 m 10m
+
+
+
+
Barat Karang Beras
Selatan Karang Beras
Utara Karang Beras
3m
10m
3m
10m
3m
10m
+
+
+
+
+
+
+
Centropyge vrolikii
+
Cephalopholis boenak
+
Cephalopholis microprion
+
Chaetodon kleinii
+
+
Chaetodon meyeri Chaetodon octofasciatus
+
Chaetodonplus mesoleucus Chaetodontophlus mesoleucus
+
+
Cheilinus chlorourus Cheilinus fasciatus
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
Chlorurus bleekeri
+
+
Chlorurus sordidus
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
Chromis amboinensis Chromis ternatensis
+
+
Chelmon rostratus
Chromis atripectoralis
+
+
Cheilodipterus artus Cheilodipterus quinquelineatus
Choerodon anchorago
+
+
+
+ +
+
+
+
+
+
+ +
+
58
Spesies
Barat Air 2
Selatan Air
Timur Air
Utara Air
5m
5m
5m
5m
Chromis viridis
+
Chromis xanthura Chrysiptera hemicyanea
+
+
+
+
Barat Air 1 3 m 10m +
+
+
+
+
+ +
+
+
+
+
+
+
+
+
Chrysiptera parasema Cirrhilabrus cyanopleura
+
Cirripectes sp.
+
Coradion trifasciatus Coris batuensis
+
+
+
+
Utara Karang Beras
3m
3m
3m
10m
+
10m
+
+
+
+
+
+
+
+
+ +
+
+
Dischistodus prosopotaenia
+
+
+
+
Epibulus insidiator
+
+
+
+
Epinephelus fasciatus
+
Epinephelus merra
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
Epinephelus sexfasciatus
+
+ +
Halichoeres binotopsis +
+
+
Halichoeres dussumieri +
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+ +
+ +
+
+
+
Epinephelus rivulatus
+
10m
+
+
Dischistodus melanotus
Halichoeres hortulanus
Selatan Karang Beras
+
Dipropocanthus xanthurus
Halichoeres chloropterus
Barat Karang Beras
+
Ctenochaetus striatus Dascyllus trimaculatus
Timur Air 2 3 m 10m
+
59
Spesies Halichoeres leucurus
Barat Air 2
Selatan Air
Timur Air
Utara Air
5m
5m
5m
5m
+
+
Barat Air 1 3 m 10m +
Timur Air 2 3 m 10m
+
Halichoeres marginatus
+
+
Halichoeres melanochir
+
+
+
+
Halichoeres melanurus
+
+
+
+
+
+
Barat Karang Beras
Selatan Karang Beras
Utara Karang Beras
3m
10m
3m
10m
3m
10m
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+ +
+
Halichoeres nigrescens Halichoeres ornatissimus Halichoeres richmondi
+ +
+
+
Halichoeres sp. Hemiglyphidodon plagiometopon
+
+
+ +
+
Hemigymnus melapterus
+
+
+
+
+
Hemygymnus melapterus.juv
+
Heniochus chrysostomus
+ +
Heniochus pleurotaenia
+
+
Heniochus varius
+
+
Istigobius decoratus Labrichthys unilineatus Labroides dimidiatus
+
+
+
+
+
+ +
+
+
+
+
+
+
+
Lutjanus biguttatus
+ +
Lutjanus decussatus
+
Lutjanus rufolineatus Macropharyngodon negrosensis
+
+
+
+
+
+
60
Spesies Meiacanthus smithi
Barat Air 2
Selatan Air
Timur Air
Utara Air
5m
5m
5m
5m
Barat Air 1 3 m 10m
Timur Air 2 3 m 10m
Selatan Karang Beras
Utara Karang Beras
3m
10m
3m
3m
+
+
+
+
+
+
+
+
Neoglyphidodon melas
+
+
Neoglyphidodon.nigroris Neopomacentrus anabatoides Neopomacentrus filamentosus
+
+
+
+
Oxycheilinus digrammus
5
+
+
+
+
+
+
+ +
Oxycheilinus orientalis
+
+
+
+
+
Oxycheilinus rhodochrous
+
Parapercis sp.
+
Pentapodus caninus
+
+
+
Platax pinnatus
+
Platax teira
+ + +
Plectorhinchus chrysotaenia Plectorhinchus vittatus Plectroglyphidodon lacrymatus
10m
+
Neoglyphidodon crossi
Platax teira.juv Plectorhinchus chaetodonoides
10m
+
Myripristis berndti
Pentapodus trivittatus
Barat Karang Beras
+ + +
+
61
Spesies
Barat Air 2
Selatan Air
Timur Air
Utara Air
5m
5m
5m
5m
Barat Air 1 3 m 10m
Pomacanthus sextriatus Pomacentrus alexanderae
+
+
+
+
Pomacentrus amboinensis
+
+
+
+
Pomacentrus burroughi
+
+
Timur Air 2 3 m 10m +
+
+
+
+
+
+
+
+
+
Selatan Karang Beras
Utara Karang Beras
3m
10m
3m
10m
3m
10m
+
+
+
+
+
+
+
Pomacentrus coelestis
+
Pomacentrus lepidogenys Pomacentrus littoralis
Barat Karang Beras
+ +
+
+
+
Pomacentrus milleri.juv +
Pomacentrus phillipinus
+
Pomacentrus smithi
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+ +
+
+
+
+
+
+
+
Pomacentrus sp.
+
+ + +
Pseudojuloides cerasinus
+
+
Sargocentron diadema
+
Sargocentron rubrum
+
Scarus dimidiatus
+
+
Scarus flavipectoralis
+
Scarus frenatus
+
+
Scarus globiceps
+
+
Scarus niger
+
+
Scarus ghobban
+
+
Pomacentrus milleri Pomacentrus moluccensis
+
+
+ +
+ +
+
+ +
+
62
Spesies Scarus rivulatus
Barat Air 2
Selatan Air
Timur Air
Utara Air
5m
5m
5m
5m
+
+
Scarus rubroviolaceus + +
+
+
+
+ +
Scolopsis emeryii
Barat Karang Beras
Selatan Karang Beras
Utara Karang Beras
3m
10m
3m
10m
3m
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+ +
+
Stethojulis bandanensis
+
+
+
+
+
+
+
+ +
+
Stethojulis trilineata
+
Taeniura lymma
+
Thalassoma jansenii
+ +
+
+
+
+
+
+
+
Thalassoma lutescens Thalossoma purpureum
+
+
Siganus vulpinus
Thalassoma quinquevittatum
+
+
Siganus canaliculatus
Thalassoma lunare
+
+
+
Siganus argenteus
Stethojulis stigiventer
10m
+
Scolopsis lineatus Scolopsis margaritifer
Timur Air 2 3 m 10m
+
Scarus sp. Scolopsis billineatus
Barat Air 1 3 m 10m
+
+ +
+
+
+
+
+
+
+
+
+
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Semarang, 21 Oktober1989 dari ayah Ir. Akhmad Nasri Panggarbesi dan (Alh) ibu Nyoman Pariyoni. Penulis merupakan anak keempat dari empat bersaudara. Tahun 2007 penulis menyelesaikan pendidikan di Sekolah Menengah Atas Negeri 2 Semarang. Tahun 2007 penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Program Studi Ilmu dan Teknologi Kelautan melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama kuliah di Institut Pertanian Bogor, penulis aktif dalam organisasi Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Kelautan (HIMITEKA) sebagai anggota Departemen Hubungan Luar dan Komunikasi periode 2009-2010, Fisheries Diving Club (FDC-IPB) periode 2007-2013, FoPMI (Forum Penyelam Mahasiswa Indonesia (2009-2013. Penulis juga pernah menjadi asisten mata kuliah Selam Ilmiah periode 2010-2013, Ekologi Laut Tropis periode 2011-2013, Metode Observasi Bawah Air periode 2010-2011, Pemetaan Sumberdaya Hasil Laut periode 2011-2013, Sistem Informasi Geografi periode 2011-2012. Selain itu, dalam beberapa kesempatan penulis ikut berpartisipasi dalam berbagai kegiatan di Sail Bunaken 2009, Ekspedisi Zooxanthellae IX Biak 2009, ekspedisi Zooxanthellae X Halmahera 2011, kampanye Sustainable Seafood WWF 2011, ekspedisi Selat Sunda Indonesia Maritime Institute (IMI) 2012,
survei identifikasi pulau terluar NAD Bakosurtanal bagian PSSDAL 2011, survei identifikasi pulau-pulau Kecil Indonesia KKP bagian KP3K 2012-2013. Dalam rangka menyelesaikan studi Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, penulis melakukan penelitian yang berjudul “Aplikasi SIG untuk Kesesuaian Wilayah Wisata Snorkeling dan SCUBA Divingdi Pulau Air dan Pulau Karang Beras, Kepulauan Seribu”.