APLIKASI QUALITY FUNCTION DEPLOYMENT (QFD) DI INDUSTRI TEH HITAM ORTHODOX INDONESIA Rohayati Suprihatini Pusat Penelitian Teh dan Kina Jl. Juanda No. 107 Bandung
ABSTRACT Indonesian tea market share decreased from 10.3 percents of world tea export in 1993 to 6.4% in 2003 due to the quality of Indonesian tea. The purposes of this study were understanding the quality position of Indonesian orthodox black tea, as well as, identifying the main efforts to increase the satisfaction level of Indonesian tea buyers. Quality Function Deployment (QFD) and Eickenrode weighting method were applied to analyze the evidents. The results show that quality position of Indonesian tea is less than the quality of Sri Lanka tea. However, two actions should be improved to increase the tea quality (beginning from first priority) namely (1) improvement of quality tea shoot; and (2) improvement of rolling process. Key words : tea industry, quality, marketing techniques, processing, Indonesia ABSTRAK Pangsa pasar teh Indonesia menurun dari 10,3 persen pada tahun 1993 menjadi hanya 6,4 persen dari total ekspor teh dunia pada tahun 2003 karena masalah mutu. Kajian ini bertujuan untuk mengetahui posisi mutu teh hitam orthodox Indonesia dan mendapatkan strategi operasional untuk meningkatkan tingkat kepuasan para pembeli teh Indonesia. Metode analisis data yang digunakan adalah Quality Function Deployment (QFD) dan Pembobotan Eickenrode. Hasil kajian menunjukkan bahwa posisi kualitas teh Indonesia ternyata masih lebih rendah dibandingkan dengan kualitas teh Sri Lanka. Dua upaya yang perlu dilakukan untuk meningkatkan kualitas teh Indonesia mulai dari prioritas utama adalah (1) peningkatkan kualitas pucuk daun teh, dan (2) perbaikan proses penggilingan. Kata kunci : industri teh, kualitas, teknik pemasaran, pengolahan, Indonesia
PENDAHULUAN
ningkat dari 16,4 persen menjadi 19,4 persen (International Tea Committee, 2004).
Perkembangan ekspor teh Indonesia terus menurun selama hampir satu dekade terakhir, yaitu dari 123.900 ton pada tahun 1993 menjadi hanya 88.175 ton pada tahun 2003, atau rata-rata menurun sebesar 2,1 persen per tahun (ITC, 2004). Keadaan tersebut menyebabkan pangsa ekspor teh Indonesia di pasar dunia menurun dari 10,8 persen pada tahun 1993 menjadi hanya 6,4 persen pada tahun 2003. Di lain pihak, pangsa ekspor negara-negara produsen teh lainnya yaitu Sri Lanka dan Kenya cenderung meningkat. Pada periode yang sama pangsa ekspor teh Sri Lanka meningkat dari 18,2 persen menjadi 21,1 persen, sementara pangsa ekspor teh Kenya me-
Beberapa pasar utama teh yang telah dikuasai Indonesia, telah diambil alih oleh negara produsen teh lainnya. Pasar-pasar yang kurang dapat dipertahankan Indonesia atau telah diambil alih oleh negara-negara produsen teh lainnya yaitu Pakistan, Inggris, Belanda, Jerman, Irlandia, Rusia, Amerika Serikat, Singapura, Malaysia, Siria, Taiwan, Mesir, Maroko, dan Australia (Suprihatini, 2000). Di Jakarta Tea Auction (JTA) sebagai lembaga tunggal penyelenggara lelang teh di Indonesia, proporsi jumlah teh tidak terjual juga mengalami peningkatan. Pada tahun 1997, jumlah teh yang tidak terjual mencapai 15,4 persen
Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian Vol. 8, No.3, Nopember 2005 : 426-435
426
dari jumlah yang ditawarkan, kemudian meningkat menjadi 38,5 persen pada tahun 2003. Dari aspek perolehan harga, harga teh Indonesia di JTA sejak tahun 1991 selalu lebih rendah dari harga teh Sri Lanka di Colombo Tea Auction (CTA). Harga rata-rata teh Indonesia di JTA hanya 64 persen dari harga teh Sri Lanka di CTA (Tim Pengkajian Pemasaran Teh, 2001) Penurunan pangsa pasar, meningkatnya jumlah teh yang tidak terjual, dan relatif rendahnya harga teh Indonesia dapat disebabkan, antara lain, oleh penawaran mutu produksi teh Indonesia yang belum sesuai dengan selera pasar. Ketidaksesuaian mutu teh tersebut terutama terjadi pada ketidaksesuaian grade dan mutu organoleptik (rasa, aroma, warna) teh yang ditawarkan dengan teh yang dibutuhkan para pembeli sehingga terjadi peningkatan teh yang tidak terjual di JTA. Oleh karena itu, dalam rangka meningkatkan kepuasan pembeli teh Indonesia khususnya dalam meningkatkan kesesuaian mutu produk teh Indonesia dengan selera pasar diperlukan aplikasi Quality Function Deployment (QFD). QFD pertama kali diaplikasikan pada awal tahun 1972 di Industri berat Mitsubishi Jepang. QFD adalah suatu pendekatan yang sistematis untuk memenuhi kebutuhan pelanggan dan secara tepat dihubungkan dengan desain teknik, rencana produksi dan proses produksi. Secara prinsip, QFD membantu untuk mendengarkan suara pelanggan dan sangat berguna sebagai sesi brainstorming dengan tim pengembangan produk dalam rangka menentukan upaya-upaya terbaik untuk melayani keinginan pelanggan (Parsaei dan Sullivan, 1993). Selain itu, QFD juga dapat digunakan sebagai dokumen acuan pengembangan produk di masa yang akan datang (Sadono et al., 2000). Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui posisi kualitas teh hitam orthodox Indonesia dibandingkan dengan teh Sri Lanka dan menentukan prioritas upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kepuasan para pembeli teh Indonesia.
METODE PENELITIAN Metode Pengumpulan Data Data dan informasi primer untuk menyusun rumah kualitas dan pemilihan atribut teh dikumpulkan melalui wawancara dengan para responden pembeli teh Indonesia pada bulan Agustus-Desember 2002. Wawancara dilakukan pada seluruh pembeli teh yang menjadi anggota Jakarta Tea Buyers Association (JTBA) yang berjumlah 22 perusahaan yang merupakan traders, dan buying agents dari negara-negara Eropa, Rusia, Timur Tengah dan Amerika Serikat. Selain itu dilakukan juga wawancara dengan pihak Kantor Pemasaran Bersama selaku penyelenggara Jakarta Tea Auction (JTA). Pengumpulan informasi proses produksi teh dalam rangka meningkatkan kepuasan pembeli teh Indonesia dilakukan melalui diskusi dengan para pakar pengolahan teh yang berjumlah lima orang yang terdiri dari dua orang peneliti dari Pusat Penelitian Teh dan Kina, dan tiga manajer kebun teh lingkup PT Perkebunan Nusantara VIII, serta dua orang tea taster. Materi yang didiskusikan dalam wawancara terutama adalah keterkaitan antara setiap atribut mutu teh dengan setiap tahap dalam proses produksi teh. Teh Sri Lanka dijadikan pembanding bagi teh Indonesia karena kondisi pertehan di Indonesia hampir serupa dengan Sri Lanka antara lain kondisi iklim, pertanahan, sebagian besar menggunakan klon teh TRI 2025 dan sebagian besar memproduksi teh hitam pengolahan orthodox. Metode Analisis Data Metode perhitungan bobot pada setiap atribut teh yang sekaligus digunakan untuk memilih atribut harapan pelanggan terhadap produk teh, menggunakan metode Eickenrode (Ma’arif dan Tanjung, 2003), dengan langkah-langkah sebagai berikut. 1. Responden diminta untuk meranking setiap kriteria. Pada kasus penelitian ini digunakan beberapa kriteria antara lain
Aplikasi Quality Function Deployment (QFD) di Industri Teh Hitam Orthodox Indonesia (Rohayati Suprihatini)
427
kriteria grade teh, kenampakan partikel teh kering, rasa dan aroma seduhan teh, kemasan yang digunakan hingga caracara penyerahan barang dan pembayaran (Tabel 2) 2. Membuat tabulasi seperti yang disajikan pada Tabel 1.
menurut Subagyo (2000) dalam Marimin dan Muspitawati (2002) adalah sebagai berikut. 1. Mengidentifikasi kemauan pelanggan. Dalam hal ini pelanggan ditanya mengenai sifat yang diinginkan dari suatu produk. Untuk kasus produk teh, sifat yang diinginkan antara lain adalah teh
Tabel 1. Tabulasi Metode Eickenrode Kriteria R1 Jr11 Jr21 Jr31 …. Jrm1 Rn-1
K1 K2 K3 ….. Km Faktor Pengali Sumber: Maarif dan Tanjung, 2003
R2 Jr12 Jr22 Jr32 …. Jrm2 Rn-2
Jumlah ranking R3 ….. J13 ….. Jr23 ….. Jr33 ….. …. ….. Jrm3 ….. Rn-3 …..
Perhitungan bobot (B1…..Bn) menggunakan rumus sebagai berikut. n Ni = Jrij * Rn-1 j=1 m Total nilai = Ni I=1 K1......Km = Atribut harapan pelanggan (Tabel 2 kolom 1). Bi
= Ni/Total nilai
Ni
= Nilai untuk kriteria ke-i
Jrij
= Jumlah responden yang memilih ranking ke-j, untuk kriteria ke-i
Jr32
= Jumlah responden yang memilih ranking ke 2 (R2) untuk kriteria ke 3 (K3)
Rn-1
= Faktor Pengali
Untuk mengetahui posisi teh Indonesia dan menyusun prioritas perbaikan proses digunakan pendekatan QFD. QFD menghasilkan matriks kebutuhan pelanggan dan kebutuhan teknis dari pihak perusahaan yang disebut dengan House of Quality (HOQ). Tahapan penggunaan QFD
Rn Jr1n Jr2n Jr3n ….. Jrmn Rn-n
Bobot
N1 N2 N3 …. Nn Total Nilai
B1 B2 B3 …. Bn 1,00
yang rasanya kuat, segar, tidak pahit, warna seduhannya cerah, dan harganya terjangkau. 2. Mempelajari ketentuan teknis dalam menghasilkan produk antara lain diagram alir proses pengolahan teh, faktor-faktor pengolahan yang mempengaruhi mutu teh dan keterkaitan antara setiap atribut mutu teh dengan setiap tahap pengolahan. Hal ini didasarkan pada data yang tersedia, aktivitas dan sarana yang digunakan untuk menghasilkan produk, dalam rangka menentukan kualitas pemenuhan kebutuhan pelanggan. 3. Menghubungkan antara keinginan pelanggan dengan ketentuan teknis. Hubungan tersebut sifatnya dapat kuat, sedang, atau lemah. Setiap aspek dari konsumen diberi bobot, untuk membedakan pengaruhnya terhadap kualitas produk. 4. Membandingkan kinerja. Tahap ini membandingkan kinerja perusahaan dengan pesaing. Nilai yang digunakan untuk kinerja terbaik nilai lima dan yang terburuk nilai satu. Misalnya, nilai terbaik (5)
Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian Vol. 8, No.3, Nopember 2005 : 426-435
428
Nilai
untuk penilaian partikel teh yang berwarna hitam (blackish), dan nilai terburuk (1) untuk partikel teh yang berwarna keabu-abuan (greyish). 5. Mengevaluasi pelanggan untuk membandingkan pendapat pelanggan tentang kualitas produk yang dihasilkan oleh perusahaan dengan produk pesaing. Nilai yang digunakan antara satu sampai lima, kemudian dibuat rasio antara target dengan setiap kategori. 6. Menentukan keterkaitan pengaruh antar aktivitas dalam proses atau sarana yang satu dengan yang lainnya. Matriks House of Quality (HOQ) adalah bentuk yang paling dikenal dari QFD. HOQ digunakan untuk menterjemahkan persyaratan konsumen (customer requirement), hasil riset pasar dan benchmarking data, ke dalam sejumlah target prioritas.
hitam orthodox curah. Hasil pemilihan prioritas atribut harapan pelanggan menggunakan metode Eickenrode (Tabel 1) disajikan pada Tabel 2. Dari Tabel 2 diketahui prioritas atribut yang digunakan untuk analisis QFD terdiri dari delapan atribut yaitu (1) harga pasar dari teh kering; (2) kesesuaian jenis teh dan grade yang ditawarkan dengan permintaan pasar; (3) rasa seduhan teh; (4) appearance atau kenampakan teh kering; (5) kemudahan dalam penyelesaian klaim; (6) warna seduhan teh;(7) jenis dan kekuatan kemasan yang digunakan untuk mengekspor teh; dan (8) Infused leaf atau kenampakan ampas seduhan teh. Pada analisis QFD teh Indonesia, hanya menampilkan kondisi teh hitam (pengolahan orthodox) Indonesia sebagai salah satu jenis teh curah yang paling banyak diproduksi di Indonesia yang mencapai 65 persen dari total produksi teh di Indonesia. Jenis produk teh curah lainnya yang diproduksi Indonesia adalah berupa teh hijau (23%) dan teh hitam Crushing, Tearing, and Curling (CTC) (11%) (ITC, 2003).
HASIL DAN PEMBAHASAN Atribut Harapan Pelanggan Dari hasil brainstorming dengan para pembeli teh Indonesia, telah diidentifikasi 12 atribut harapan pelanggan terhadap produk teh
Rumah Kualitas Teh Hitam Orthodox Indonesia Matriks Rumah Kualitas atau House of Quality (HOQ) adalah bentuk yang paling dikenal dari QFD. Rumah kualitas digunakan untuk
Tabel 2. Hasil Pemilihan Prioritas Atribut yang Digunakan untuk Analisis QFD Atribut Nilai *) Kesesuaian jenis dan grade 218 Harga 229 Appearance atau kenampakan teh kering 188 Rasa dan aroma seduhan 205 Warna seduhan 142 Infused leaf atau kenampakan ampas seduhan 112 Kemasan 114 Kemudahan penyelesaian klaim 149 Cara penyerahan 37 Cara pembayaran 66 Cara penjualan 9 Cara pengiriman 24 Total 1493 Keterangan : *) menggunakan rumus Eickenrode yang disajikan pada Tabel 1.
Bobot (%) 14,6 15,3 12,6 13,7 9,5 7,5 7,6 10,0 2,5 4,4 0,6 1,6 100
Prioritas 2 1 4 3 6 8 7 5 10 9 12 11
Aplikasi Quality Function Deployment (QFD) di Industri Teh Hitam Orthodox Indonesia (Rohayati Suprihatini)
429
menterjemahkan persyaratan konsumen (customer requirement), hasil riset pasar dan benchmarking data, kedalam sejumlah target prioritas. Rumah kualitas teh Indonesia disajikan pada Gambar 1. Dari Gambar 1 tersebut diketahui bahwa dari beberapa atribut harapan pelanggan yakni jenis dan grade teh, harga, kenampakan teh kering (appearance), rasa dan aroma seduhan, warna seduhan, dan kenampakan ampas seduhan (infused leaf) ternyata nilai atribut teh Indonesia selalu lebih rendah dibandingkan dengan teh Sri Lanka. Walaupun demikian, dari kriteria kemasan dan pelayanan penyelesaian klaim, teh Indonesia sudah sepadan dengan teh Sri Lanka. Dari kriteria harga, sebagai kriteria yang paling penting, ternyata harga teh Indonesia (FOB) jauh lebih rendah dibandingkan harga teh asal Sri Lanka (FOB), yakni hanya 75 persen dari harga teh Sri Lanka. Dari kriteria jenis dan grade teh sebagai kriteria dengan bobot terpenting urutan kedua, juga jenis dan grade yang dihasilkan Indonesia masih kurang sesuai dengan jenis dan grade yang dibutuhkan pasar, yang hampir mendekati jenis dan grade teh yang dihasilkan Sri Lanka. Pada aspek kesesuaian jenis dan grade teh orthodox, para pembeli yang tergabung dalam JTBA (22 responden) menilai bahwa jenis dan grade yang ditawarkan oleh Sri lanka melalui Colombo Tea Auction (CTA) dianggap sudah mendekati kondisi ideal. Dalam hal ini, sebagian besar teh orthodox yang ditawarkan pihak Sri Lanka merupakan jenis low grown dengan gradegrade tertentu yang disesuaikan dengan analisis kecenderungan (trend) permintaan pasar. Sebagai gambaran, komposisi produksi teh Sri Lanka pada tahun 2001 (KPB-PTPN, 2001) didominasi oleh teh jenis low grown (52-56%), selebihnya terdiri dari teh jenis high grown (27-29%) dan medium grown (18-19%) (Tabel 3). Di lain pihak, komposisi produksi teh Indonesia didominasi oleh teh jenis medium grown (50%), selebihnya terdiri dari teh jenis low grown (30%) dan high grown (20%).
Tabel 3. Komposisi Produksi Teh Sri Lanka Tahun 2000 (%) High grown 29,0 Medium grown 19,1 Low grown 51,9 Total 100 Sumber : KPB-PTPN I – XIV (2001) Jenis Teh
Di antara berbagai atribut harapan pelanggan, angka rasio antara target dengan kinerja teh Indonesia yang tertinggi terdapat pada atribut jenis dan grade teh yang mencapai 1,67. Dengan demikian, perbaikan jenis dan grade teh yang diproduksi Indonesia, agar sesuai dengan selera pasar, perlu menjadi prioritas utama, yang kemudian diikuti oleh perbaikan atribut-atribut selanjutnya yaitu harga, rasa dan aroma seduhan, appearance teh kering, serta warna seduhan. Beberapa aspek teknik pengolahan teh yang perlu disempurnakan dalam rangka meningkatkan kepuasan pembeli teh Indonesia berturutturut mulai dari prioritas pertama adalah : (1) peningkatan mutu pucuk teh; (2) penyempurnaan proses penggilingan; (3) penyempurnaan proses penggulungan; (4) penyempurnaan proses pelayuan; (5) penyempurnaan proses sortasi basah, sortasi kering dan kegiatan pemasaran; (6) penyempurnaan proses oksidasi enzimatik; (7) penyempurnaan proses pengeringan dan pengemasan; dan (8) penyempurnaan proses penyimpanan. Pembahasan selanjutnya difokuskan pada upaya peningkatan mutu pucuk, penyempurnaan proses penggulungan dan penggilingan, sebagai program penyempurnaan proses produksi yang menempati prioritas pertama hingga ketiga. Dalam kaitannya dengan perbaikan mutu pucuk teh, PPTK, Gambung (1994) mengemukakan bahwa tinggi rendahnya mutu teh kering sangat ditentukan oleh kualitas pucuk dan penanganannya mulai dari pemetikan, penampungan, pewadahan, hingga pengangkutan ke pabrik. Jenis petikan yang baik adalah medium murni dengan analisis pucuk minimal 65 persen halus. Pada
Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian Vol. 8, No.3, Nopember 2005 : 426-435
430
Tahun 2001 (%) 26,5 18,0 55,5 100
Aplikasi Quality Function Deployment (QFD) di Industri Teh Hitam Orthodox Indonesia (Rohayati Suprihatini)
431
umumnya jenis petikan di kebun-kebun teh di Indonesia masih menggunakan pertik medium dengan analisis pucuk antara 50 – 60 persen, sehingga mutu petikan masih perlu ditingkatkan. Demikian pula, penanganan pucuk teh masih belum menjadi fokus perhatian sehingga kesegaran pucuk teh hingga siap diolah di pabrik teh masih perlu ditingkatkan secara simultan dengan peningkatan mutu petikan. Mahanta et al. (1990) telah meneliti pengaruh pemetikan dan pengolahan terhadap kualitas teh hitam di India. Standar petik yang kasar terkait dengan perolehan serat yang tinggi, dan menyebabkan kualitas teh yang rendah. Di lain pihak, standar petik yang halus akan meningkatkan jumlah zat-zat terlarut sehingga meningkatkan kualitas teh. Demikian pula Owuor dan Othieno (1988) mengemukakan pengaruh pascapetik terhadap kualitas teh hitam di Kenya. Beberapa faktor pascapetik yang berpengaruh terhadap kualitas teh adalah penanganan pucuk dan transportasi (pemetik, keranjang petik, pengangkutan ke penampungan pucuk, kondisi dan cara penimbangan, serta pengangkutan pucuk ke pabrik). Dari hasil diskusi dengan lima pakar pengolahan teh dan dua tea taster diketahui bahwa kondisi bahan baku pucuk memiliki keterkaitan positif kuat dengan proses-proses lainnya yaitu pelayuan, penggulungan, penggilingan, sortasi basah, oksidasi enzimatis, sortasi kering, pengemasan dan pemasaran. Oleh karena itu, bahan baku pucuk segar teh (mutu petikan dan penanganannya) merupakan penentu utama dari mutu teh. Dari hasil diskusi dengan para manajer kebun diperoleh informasi bahwa kebijakan standar pemetikan teh di setiap kebun teh sangat tergantung pada kebijakan manajemen, apakah produksi kebun teh-nya akan difokuskan untuk memproduksi teh yang berkualitas tinggi, atau hanya berorientasi pada kuantitas saja, atau menjaga keseimbangan antara kuantitas dan kualitas dengan memproduksi teh mutu sedang. Kebijakan pemetikan kebun-kebun teh di Indo-
nesia pada umumnya untuk menjaga keseimbangan antara kuantitas dan kualitas sehingga kualitas teh Indonesia sebagian besar masuk pada kategori mutu sedang. Dalam kaitannya dengan peningkatan kualitas, Deming (1986) mengemukakan peranan peningkatan kualitas produk terhadap kinerja perusahaan. Pengertian kualitas dalam hal ini selalu berfokus pada pelanggan (customer). Produk-produk didesain, dan diproduksi untuk memenuhi keinginan pelanggan. Suatu produk dianggap berkualitas apabila sesuai dengan keinginan pelanggan, dapat dimanfaatkan dengan baik, serta diproduksi dengan cara yang benar dan baik. Peningkatan kualitas akan menurunkan biaya proses ulang, penurunan tingkat kesalahan, dan penurunan keterlambatan, sehingga produktivitas meningkat. Adanya peningkatan kualitas dan penurunan biaya akan mendorong peningkatan penguasaan pasar yang menyebabkan peningkatan bisnis dan akhirnya dapat menyerap tenaga kerja lebih banyak lagi serta meningkatkan tingkat pengembalian investasi. Untuk hal yang sama, Kolarik (1995) juga menekankan pada upaya peningkatan kualitas produk, yang ditunjukkan melalui peningkatan penampilan produk, penurunan biaya, dan peningkatan ketepatan waktu penyerahan. Penurunan biaya proses ulang pada pengolahan teh terutama terjadi pada pengurangan proses ulang pada sortasi teh kering untuk menghilangkan serat-serat (stalky dan fibrous). Peranan peningkatan kualitas dikemukakan juga oleh Gasperz (1997). Perhatian penuh pada perbaikan kualitas akan memberikan dampak positif kepada perusahaan, minimal melalui dua cara, yaitu (1) dampak terhadap biaya produksi; dan (2) dampak terhadap pendapatan. Dampak terhadap biaya produksi terjadi melalui proses pembuatan produk yang memiliki derajat kesesuaian yang tinggi terhadap standar-standar sehingga bebas dari kemungkinan kerusakan atau cacat. Dengan demikian proses produksi yang memperhatikan kualitas akan menghasilkan produk berkualitas yang bebas dari kerusakan. Hal ini akan menghindarkan terjadinya pemborosan
Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian Vol. 8, No.3, Nopember 2005 : 426-435
432
(waste) dan inefisiensi sehingga ongkos produksi per unit akan menjadi rendah yang pada gilirannya akan membuat harga produk menjadi lebih kompetitif. Dampak terhadap peningkatan pendapatan terjadi melalui peningkatan penjualan atas produk berkualitas yang berharga kompetitif. Produk-produk berkualitas yang dibuat melalui suatu proses yang berkualitas akan memiliki sejumlah keistimewaan yang mampu meningkatkan kepuasan konsumen atas penggunaan produk tersebut. Setiap konsumen akan memaksimumkan kepuasan dalam mengkonsumsi produk, sehingga hanya produk-produk yang berkualitas tinggi dengan harga yang kompetitif yang akan dipilih oleh konsumen. Keadaan tersebut mampu meningkatkan penjualan dari produk-produk, yang akan meningkatkan pangsa pasar, sehingga pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan perusahaan. Selanjutnya, dalam kaitannya dengan penyempurnaan proses penggulungan dan penggilingan pada proses pengolahan teh, proses tersebut pada intinya merupakan usaha menciptakan kondisi fisik terbaik untuk bertemunya enzim oksidase dan polifenolnya. Perubahan kimia yang terjadi selama penggulungan merupakan awal dari peristiwa oksidasi, yang menyebabkan terbentuknya warna coklat dan bau spesifik. Secara kimia terjadi peristiwa bertemunya polifenol dengan enzim polifenol oksidase karena adanya oksigen, dan merupakan dasar terbentuknya mutu dalam (inner quality) teh. Penggulungan akan mengakibatkan daun memar dan dinding sel rusak, sehingga cairan sel keluar di permukaan dengan merata, dan pada saat itu sudah terjadi oksidasi enzimatik. Daun yang sudah digulung akan memudahkan proses penggilingan. Abbas et al. (1999) mengemukakan bahwa hasil penggulungan dan penggilingan dipengaruhi oleh tekanan pada bahan olah (pucuk layu), kecepatan putar silinder penggulung dan penggiling, serta lamanya waktu penggulungan dan penggilingan. Dengan mengendalikan faktorfaktor yang berpengaruh tersebut maka mutu bubuk hasil penggilingan dapat dikendalikan.
Beberapa tujuan dilakukannya penggilingan adalah (1) mengecilkan gulungan menjadi partikel sesuai dengan ukuran yang dikehendaki konsumen, (2) memotong hasil penggulungan menjadi ukuran lebih pendek, (3) menggerus pucuk agar cairan sel keluar semaksimal mungkin dan membentuk hasil keringan lebih keriting, (4) untuk memperoleh bubuk basah sebanyakbanyaknya. Kriteria keberhasilan penggulungan dan penggilingan adalah di samping tujuan kimianya tercapai, juga mendapatkan bubuk basah yang banyak. Selain itu, hilang giling pada batas yang wajar yaitu sekitar 0,5 -4 persen. Dalam kaitannya dengan penggunaan program giling orthodox rotorvane, hasil percobaan Bambang et al. (1991) menunjukkan bahwa program giling rotorvane tiga kali tidak disarankan karena mengakibatkan appearance teh kering sangat kemerahan, sedikit terasa pahit, warna air seduhan sangat gelap, walaupun strengthnya cukup menonjol. Pemakaian rotorvane selalu meningkatkan jumlah bubuk basah yang dihasilkan. Oleh karena itu, disarankan agar penggunaan rotorvane dilakukan seawal mungkin (RV 2-3) untuk mendapatkan persentase teh jenis utama yang tinggi. Dari hasil diskusi dengan lima pakar pengolahan teh dan dua tea taster diketahui bahwa proses penggulungan dan penggilingan memiliki keterkaitan positif kuat dengan beberapa proses lainnya, yaitu proses pelayuan, sortasi basah, oksidasi enzimatis, pengeringan, sortasi kering, pengemasan dan tingkat kehalusan bahan baku pucuk teh yang digunakan. Oleh karena itu, penyempurnan proses penggulungan dan penggilingan akan mendukung perbaikan kinerja proses pada tahap lainnya yang terkait. KESIMPULAN DAN SARAN 1. Dari seluruh atribut harapan pelanggan, nilai teh hitam orthodox Indonesia selalu lebih rendah dibandingkan dengan teh Sri Lanka, kecuali untuk atribut kemasan dan pelayanan penyelesaian klaim yang sudah sepadan.
Aplikasi Quality Function Deployment (QFD) di Industri Teh Hitam Orthodox Indonesia (Rohayati Suprihatini)
433
2. Perbaikan atribut jenis dan grade teh yang diproduksi Indonesia agar sesuai dengan harapan pelanggan perlu menjadi prioritas utama. Dalam hal ini jenis dan grade teh yang ditawarkan oleh Sri lanka melalui Colombo Tea Auction (CTA) dianggap sudah mendekati kondisi ideal. Komposisi produksi teh Sri Lanka didominasi oleh teh jenis low grown (52-56%). Selebihnya terdiri dari teh jenis high grown (27-29%) dan medium grown (18-19%). 3. Beberapa aspek teknis pengolahan yang perlu disempurnakan dalam rangka meningkatkan kepuasan pembeli teh Indonesia berturut turut mulai dari prioritas pertama dalah : (1) peningkatan mutu pucuk teh; (2) penyempurnaan proses penggilingan; (3) penyempurnaan proses penggulungan; (4) penyempurnaan proses pelayuan; (5) penyempurnaan proses sortasi basah, sortasi kering dan kegiatan pemasaran; (6) penyempurnaan proses oksidasi enzimatik; (7) penyempurnaan proses pengeringan dan pengemasan; dan (8) penyempurnaan proses penyimpanan. 4. Untuk meningkatkan mutu pucuk teh, beberapa upaya yang perlu dilakukan antara lain adalah peningkatan mutu petikan (minimal 65% pucuk halus), penanganan dan transportasi pucuk teh mulai dari pemetik, pewadahan di keranjang petik, pengangkutan ke penampungan pucuk, kondisi dan cara penimbangan, pengangkutan pucuk ke pabrik hingga penanganan pucuk di pabrik sebelum masuk ke proses pelayuan.
Kali Lewat dengan Berbagai Variasi Penekanan Plat Ujung. Buletin Penelitian Teh dan Kina 5 (3/4), p : 85-96. Deming, W.E. 1986. Out of Crisis. MIT, Center for Advanced Engineering Study, Cambridge. Gasperz, V. 1997. Manajemen Kualitas. Penerapan Konsep-konsep Kualitas dalam Manajemen Bisnis Total. Yayasan Indonesia Emas dan Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. International Tea Committee (ITC). 2003. Annual Bulletin of Statistics 2003. International Tea Committee. London. Kolarik, W.J. 1995. Creating Quality. Concepts, System, Strategies, and Tools. Mc.Graw-Hill International Editions. New York. KPB-PTPN I - XIV. 2001. Laporan Bulan September 2001. Komoditi Teh. Kantor Pemasaran Bersama PTP Nusantara. Jakarta. Ma’arif, M.S. dan H. Tanjung. 2003. Manajemen Operasi. Grasindo. PT. Jakarta. Mahanta, P.K., M. Hazarika, S. Baruah. 1990. Influence of Plucking and Processing on Cell Wall and Soluble Components in The Black Tea. Two and a Bud 37 (1) p : 17-19. Marimin dan H. Muspitawati. 2002. Kajian Strategi Peningkatan Kualitas Produk Industri Sayuran Segar (Studi Kasus di Sebuah Agroindustri Sayuran Segar). Jurnal Teknologi dan Industri Pangan. XIII (3), p: 224-233. Owuor, P.O, and C.O. Othieno. 1988. Factors Affecting Tea Quality : Post Harvest Varibles. A review. Tea 9 (2), p : 85-93. Parsaei, H.R. and W.G. Sullivan. 1993. Concurrent Engineering: Contemporary Issues and Modern Design Tools. Chapman and Hall.
DAFTAR PUSTAKA
Pusat Penelitian Teh dan Kina. 1994. Petunjuk Teknis Pengolahan Teh. Pusat Penelitian Teh dan Kina. Gambung.
Abas, T., K. Bambang, M. Sonjaya, dan J. Pitoyo. 1999. Rancangbangun Pengendali Sistem Pengolahan Teh Hitam. Makalah Seminar Evaluasi Hasil Penelitian/Perekayasaan Alsintan di Bogor pada tanggal 6–7 April 1999.
Sadono, M, G.T. Mulyati, dan W. Purwanto. 2000. Implementasi Konsep Quality Function Deployment (QFD) untuk Meningkatkan Kualitas Produk Usaha Bakery. Agritech 20(4).
Bambang, K., Sugiarto dan A. Purnama. 1991. Pengolahan Teh Hitam Kombinasi Orthodoxrotorvane (III), Penggunaan Rotorvane Tiga
Suprihatini, R. 2000. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Rendahnya Harga Teh Indonesia di Jakarta Tea Auction. Tinjauan Komoditas
Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian Vol. 8, No.3, Nopember 2005 : 426-435
434
Perkebunan. Kelapa Sawit, Karet, Gula, Kopi, Kakao, dan Teh Vo.1. No.1. SeptemberNovember 2000. Asosiasi Penelitian Perkebunan Indonesia (APPI) dan Direktorat Jenderal Perkebunan.
Tim Pengkajian Pemasaran Teh. 2001. Laporan Kajian dan Upaya Penyempurnaan Sistem Pemasaran Teh Indonesia. Pusat Penelitian Teh dan Kina, Gambung.
Aplikasi Quality Function Deployment (QFD) di Industri Teh Hitam Orthodox Indonesia (Rohayati Suprihatini)
435
HA RA PA N PE LA NG GAN
Jenis/ grade Harga Appearance Rasa & aroma Warna Ampas Kemasan Klaim Nilai Nilai Relatif
Bo bot 7 8
1
5
6
3 1 2 4
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
180 0,15
125 0,11
140 0,12
170 0,14
120 0,11
70 0,06
60 0,05
120 0,11
55 0,05
30 0,03
120 0,11
Indonesia 3 3
Sri Lanka 5 4
Targe t 5 4
Rasio
3
4
4
1,33
3
4
4
1,33
3 3 4 4
4 4 4 4
4 4 4 4
1,33 1,33 1,00 1,00
1,67 1,33
Gambar 1. Rumah Kualitas Teh Indonesia Keterangan: 1= Pucuk daun teh; 2= Proses pelayuan; 3= Proses penggulungan; 4= Proses penggilingan; 5= Proses sortasi basah; 6= Proses oksidasi enzimatik; 7= Proses pengeringan; 8= Proses sortasi kering; 9= Proses pengemasan; 10= Proses penyimpangan; 11= Kegiatan pemasaran ++ = Keterkaitan positif sangat kuat; + = Keterkaitan positif kuat; = Keterkaitan sangat kuat, nilai = 10; = Keterkaitan cukup kuat, nilai = 5 Bobot : merupakan nilai bobot berdasarkan metode Eickenrode yang kemudian dikonversi ke peringkat 1 – 8. Nilai : Jumlah perkalian antara bobot dengan nilai kepentingan setiap atribut Nilai Relatif : Nilai dibagi dengan total nilai.