APLIKASI PUPUK GRANUL LIMBAH IKAN LAUT SEBAGAI SUMBER N-ORGANIK DALAM BUDIDAYA SAWI (Brassica juncea (L.) VARIETAS TOSAKAN USULAN PENELITIAN
Diajukan Oleh: Septian Dwi Cahyo 20120210021 Program Studi Agroteknologi
Kepada FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA YOGYAKARTA 2016
Usulan Penelitian APLIKASI PUPUK GRANUL LIMBAH IKAN LAUT SEBAGAI SUMBER BAHAN ORGANIK PADA TANAMAN SAWI (Brassica juncea (L.)
Yang diajukan oleh Septian Dwi Cahyo 20120210021 Program Studi Agroteknologi
Telah disetujui/disahkan oleh:
Pembimbing Utama
Tanggal……………..
Dr.Ir. Gunawan Budiyanto, M.P NIP.196011201989031001 Pembimbing Pendamping
Tanggal……………..
Ir. Nafi Ananda Utama, M.S 19610831198610133002 Mengetahui: Ketua Program Studi Agroteknologi
Tanggal………………
DR. Innaka Ageng Rineksane,SP.MP NIK. 19721012200004133050
ii
I.
PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Komoditas hortikultura merupakan produk yang berpeluang, baik untuk memenuhi kebutuhan pasar domestik maupun internasional. Permintaan yang tinggi baik pasar di dalam maupun di luar negeri menjadikan komoditas hortikultura ini memiliki nilai ekonomi yang tinggi pula sehingga dapat meningkatkan pendapatan masyarakat. Selain itu produk hortikultura khususnya sayuran dan buah-buahan juga berperan penting dalam memenuhi gizi masyarakat terutama vitamin dan mineral yang terkandung di dalamnya. Salah satu komoditas hortikultura yang memiliki potensi besar untuk dikembangkan adalah sayuran, karena kebutuhan manusia terhadap sayuran terus meningkat. Sawi merupakan salah satu sayuran daun dari keluarga Cruciferae yang mempunyai nilai ekonomis tinggi yang dapat dibudidayakan di dataran tinggi maupun dataran rendah. Tanaman sawi ini diduga berasal dari Tiongkok (Cina) dan Asia Timur. Di daerah Cina, tanaman ini telah dibudidayakan sejak 2.500 tahun yang lalu, kemudian menyebar ke Filipina dan Taiwan. Penyebaran di Indonesia diduga terjadi pada abad XIX dan daerah penyebarannya antara lain di Cipanas (Bogor), Lembang dan Malang (Rukmana, 2007 dalam Anonim, 2015). Menurut Balai Pusat Statistik, produksi Sawi pada tahun 2010 sebesar 583,770 ton dan pada tahun 2014 mengalami peningkatan sebesar 602,468. Selain itu sayur sawi juga mengandung vitamin A, B, C, E, K, karbohidrat, protein dan lemak baik yang berguna untuk kesehatan tubuh. Zat lain yang terkandung dalam sayur sawi adalah kalsium, kalium, mangan, folat, zat besi, fosfor, triptofan, dan magnesium. Kandungan non-gizi yang ada dalam sayur atau sawi adalah serat atau fiber yang kadarnya cukup tinggi.
1
2
Dalam melakukan proses budidaya pemakaian pupuk dilakukan untuk meningkatkan produksi sayuran, tidak terkecuali sawi. Terdapat dua jenis pupuk yang dapat digunakan dalam kegiatan budidaya yaitu pupuk anorganik dan pupuk organik. Pupuk anorganik adalah pupuk yang mengandung satu atau lebih senyawa anorganik (Leiwakabessy dan Sutandi, 2004 dalam Mila 2012). Fungsi utama pupuk anorganik adalah sebagai penambah unsur hara atau nutrisi tanaman. Dalam aplikasinya, sering dijumpai beberapa kelebihan dan kelemahan pupuk anorganik. Beberapa manfaat dan keunggulan pupuk anorganik antara lain: mampu menyediakan hara dalam waktu relatif lebih cepat, menghasilkan nutrisi tersedia yang siap diserap tanaman, kandungan jumlah nutrisi lebih banyak, tidak berbau menyengat, praktis dan mudah diaplikasikan. Sedangkan kelemahan dari pupuk anorganik adalah harga relatif mahal dan mudah larut serta mudah hilang, menimbulkan polusi pada tanah apabila diberikan dalam dosis yang tinggi. Penggunaan pupuk anorganik secara terus menerus akan mempercepat habisnya zat-zat organik, merusak keseimbangan zat-zat makanan di dalam tanah, sehingga menimbulkan berbagai penyakit tanaman, dan kesuburan tanah di lahanlahan yang menggunakan pupuk anorganik menurun dari tahun ke tahun. Pemakaian pupuk anorganik selama ini membawa dampak yang kurang menguntungkan bagi kelestarian lingkungan, sehingga diperlukan usaha yang optimal dalam pemanfaatan pupuk organik sebagai pengganti pupuk anorganik disamping harga yang murah dan juga mudah didapatkan. Pupuk organik merupakan pupuk yang tersusun dari materi yang berasal dari
makhluk hidup, seperti pelapukan sisa -sisa tanaman, hewan, dan manusia. Manfaat utama pupuk organik adalah untuk memperbaiki kesuburan kimia, fisik, biologis tanah, selain sebagai sumber hara bagi tanaman. Menurut Marsono, (2001) dalam Anonim (2015) beberapa kelebihan pupuk organik antara lain: (1) Mengubah struktur tanah menjadi lebih baik sehingga pertumbuhan tanaman juga semakin baik. Saat pupuk dimasukkan ke dalam tanah, bahan organik pada pupuk akan dirombak oleh mikroorganisme pengurai menjadi senyawa organik sederhana yang mengisi ruang
3
pori tanah sehingga tanah menjadi gembur. Pupuk organik juga dapat bertindak sebagai perekat sehingga struktur tanah menjadi lebih mantap. (2) Meningkatkan daya serap dan daya pegang tanah terhadap air sehingga tersedia bagi tanaman, karena bahan organik mampu menyerap air dua kali lebih besar dari bobotnya. Dengan demikian pupuk organik sangat berperan dalam mengatasi kekeringan air pada musim kering. (3) memperbaiki kehidupan organisme tanah. Bahan organik dalam pupuk ini merupakan bahan makanan utama bagi organisme dalam tanah, seperti cacing, semut, dan mikroorganisme tanah. Semakin baik kehidupan dalam tanah ini semakin baik pula pengaruhnya terhadap pertumbuhan tanaman dan tanah itu sendiri. Limbah ikan laut merupakan
sisa hasil perikanan yang dapat digunakan
sebagai pupuk organik. Menurut Hapsari dan Welasih (2015) kondisi nutrien Nitrogen (N) pada konsentrasi enzim 40%, waktu hidrolisis 10 jam dengan kadar 48,021%; nutrien Phospor (P) pada konsentrasi enzim 60%, waktu hidrolisis 4 jam dengan kadar 17,886% dan nutrien Kalium (K) pada konsentrasi enzim 60%, waktu hidrolisis 8 jam dengan kadar 16,14%. Di Indonesia, produksi perikanan laut semakin berkembang dari tahun ke tahun, meskipun demikian limbah yang dihasilkan belum banyak dimanfaatkan. Menurut Ditjen Perikanan Budidaya (2006) setiap musim masih terdapat antara 25 – 30% hasil tangkapan ikan laut yang akhirnya harus menjadi ikan sisa atau ikan buangan yang disebabkan karena : (1) keterbatasan pengetahuan dan sarana para nelayan di dalam cara pengolahan ikan. (2)tertangkapnya jenis-jenis ikan lain yang kurang berharga ataupun sama sekali belum mempunyai nilai di pasaran, yang akibatnya ikan tersebut harus dibuang kembali. Selain itu dalam proses pengolahan ikan juga masih banyak terdapat bagian-bagian dari ikan, kepala, ekor, maupun bagian-bagian lain yang tidak termanfaatkan terbuang begitu saja. Dengan belum
4
termanfaatkannya limbah ikan laut tersebut, maka perlu dilakukan peningkatan pemanfaatan limbah antara lain sebagai pupuk organik. Pupuk organik limbah ikan laut dapat dibuat dalam bentuk granul maupun cair. Pupuk organik granul merupakan merupakan pupuk organik yang dibentuk seperti butiran-butiran yang bersifat keras dan kering. Granul yang baik adalah granul yang memiliki ukuran seragam, cukup keras, namun mudah larut apabila terkena air atau ditimbun tanah. Menurut Wahyono, dkk. (2011), pupuk kompos yang berbentuk pelet atau granul memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan pupuk curah, yaitu: 1. Memiliki kepadatan tertentu sehingga tidak mudah diterbangkan angin dan terbawa air. 2. Tidak menimbulkan debu sehingga pengaplikasian pupuk dapat dilakukan dekat pemukiman penduduk. 3. Overdosisnya tanaman terhadap pelepasan nutrisi yang mendadak (fertilizer burn) karena proses peluruhannya lebih lambat dibandingkan dengan pupuk curah (slow release). Kecepatan pelepasan bahan aktif dari partikelpartikel halus akan lebih besar dibandingkan bentuk granul (Hadisoewignyo dan Fudholi, 2013 dalam utari, dkk 2014). 4. Pengaplikasiannya lebih mudah dan lebih efektif. Sedangkan menurut Menurut Utari, dkk (2014) jenis perekat yang paling optimal untuk pembuatan pupuk organik granul yaitu tanah liat dengan perbandingan persentase pupuk organik curah dengan tanah liat adalah 89% berbanding 11%. Pupuk organik granul dengan perekat tanah liat dan tepung tapioka dapat mencegah overdosisnya tanaman terhadap pelepasan nutrisi secara mendadak dengan waktu hancur perendaman yang lebih lama. Dalam penelitian ini limbah ikan laut akan dijadikan sebagai pupuk organik yang dibuat dalam bentuk granul dan akan diaplikasikan pada tanaman sawi.
5
B. Perumusan Masalah Limbah ikan laut merupakan sisa hasil perikanan yang dapat dimanfaatkan. Kegiatan pengolahan secara tradisional umumnya kurang mampu memanfaatkan hasil samping ini, bahkan tidak termanfaatkan sama sekali sehingga terbuang begitu saja. Hasil samping kegiatan industri perikanan dapat digolongkan menjadi lima kelompok utama, yaitu hasil samping pada pemanfaatan suatu spesies atau sumberdaya; sisa pengolahan dari industri-industri pembekuan, pengalengan, dan tradisional, produk ikutan; surplus dari suatu panen utama atau panen raya; dan sisa distribusi (Sukarno 2001 dalam Syukron 2013). Meningkatnya konsentrasi limbah yang terlalu cepat akan menyebabkan siklus yang ada tidak mampu bekerja secara baik. Pada konsentrasi tertentu, kehadiran limbah dapat berdampak negatif terhadap lingkungan
terutama bagi kesehatan manusia, sehingga perlu
dilakukan penanganan terhadap limbah. Upaya yang dapat dilakukan dalam pemanfaatan limbah ikan laut, salah satunya yaitu sebagai pupuk organik. Didalam penelitian ini akan dilakukan percobaan budidaya tanaman sawi dengan menggunakan limbah ikan laut dalam bentuk granul. Sehingga permasalahan yang didapat adalah: 1. Bagaimana pengaruh pupuk granul limbah ikan laut sebagai sumber Norganik terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman sawi varietas tosakan? 2. Berapa dosis pupuk granul limbah ikan laut sebagai sumber N-organik terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman sawi varietas tosakan? C. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui pengaruh pupuk granul limbah ikan laut sebagai sumber Norganik terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman sawi varietas tosakan. 2. Untuk menentukan dosis pupuk granul limbah ikan laut sebagai sumber Norganik yang tepat terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman sawi varietas tosakan.
II.
TINJAUN PUSTAKA A. Limbah Ikan Laut
Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik industri maupun domestik (rumah tangga), yang lebih dikenal sebagai sampah, yang kehadirannya pada suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan karena tidak memiliki nilai ekonomis. Bila ditinjau secara kimiawi, limbah ini terdiri dari bahan kimia senyawa organik dan senyawa anorganik. Dengan konsentrasi dan kuantitas tertentu, kehadiran limbah dapat berdampak negatif terhadap lingkungan terutama bagi kesehatan manusia, sehingga perlu dilakukan penanganan terhadap limbah. Limbah perikanan mengandung nutrisi yang tidak berbeda dari bahan utamanya dan telah banyak juga diteliti pemanfaatannya (Poernomo 1997 dalam Syukron 2013). Limbah perikanan dapat berasal dari kegiatan perikanan hulu (budidaya), maupun kegiatan perikanan hilir (pengolahan, transportasi, pemasaran). Hasil samping industri pengolahan perikanan umumnya berupa kepala, jeroan, kulit, tulang, sirip, darah dan air bekas produksi. Kegiatan pengolahan secara tradisional umumnya kurang mampu memanfaatkan hasil samping ini, bahkan tidak termanfaatkan sama sekali sehingga terbuang begitu saja. Hasil samping kegiatan industri perikanan dapat digolongkan menjadi lima kelompok utama, yaitu hasil samping pada pemanfaatan suatu spesies atau sumberdaya; sisa pengolahan dari industri-industri pembekuan, pengalengan, dan tradisional, produk ikutan; surplus dari suatu panen utama atau panen raya; dan sisa distribusi (Sukarno 2001 dalam Syukron 2013). Menurut Bhaskar dan Mahendrakar (2008) dalam Syukron(2013), jeroan ikan mengandung protein dan lemak tak jenuh yang tinggi. Fakta yang ditemukan bahwa produk buangan yang kaya akan protein dan lemak meningkatkan peluang untuk mengalami kebusukan. Limbah tersebut dapat menimbulkan masalah lingkungan bila tidak dilakukan penanganan. Menurut Dao dan Kim (2011) dalam Syukron (2013)
6
7
telah banyak penelitian yang berkembang untuk memanfaatkan limbah jeroan ikan, seperti pembuatan pakan ikan, pupuk serta media tumbuh bakteri (pepton). Menurut Syukron (2013) tepung ikan hasil olahan limbah perikanan memiliki potensi yang baik untuk digunakan sebagai bahan baku pembuatan pupuk organik bokashi karena memiliki kandungan total N dan total P yang tinggi dan memenuhi anjuran total nitrogen dan total fosfor untuk bahan baku pupuk organik. Kandungan unsur hara pada pupuk organik bokashi yang dihasilkan berbeda-beda. Kandungan total C-organik, total N, rasio C/N, total P dan total K pupuk organik yang dihasilkan masing-masing berkisar antara 13,98%-17,77%, 3,23%-7,80%, 1,69-5,50, 1,46%2,90%, dan 0,92%-1,46%. Sedangkan menurut Hapsari dan Welasih (2015) kondisi nutrien Nitrogen (N) pada konsentrasi enzim 40%, waktu hidrolisis 10 jam dengan kadar 48,021%; nutrien Phospor (P) pada konsentrasi enzim 60%, waktu hidrolisis 4 jam dengan kadar 17,886% dan nutrien Kalium (K) pada konsentrasi enzim 60%, waktu hidrolisis 8 jam dengan kadar 16,14%. B. Pupuk Organik Granul (POG) Pupuk merupakan bahan yang mengandung satu atau lebih unsur hara tanaman yang jika diberikan ke pertanaman dapat meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman. Sedangkan pemupukan adalah penambahan satu atau beberapa hara tanaman yang tersedia atau dapat tersedia ke dalam tanah/tanaman untuk dan atau mempertahankan kesuburan tanah yang ada yang ditujukan untuk mencapai hasil/produksi yang tinggi. Terdapat 2 jenis pupuk yaitu pupuk anorganik (pupuk buatan) dan pupuk organik. Pupuk organik merupakan pupuk yang tersusun dari materi makhluk hidup, seperti pelapukan sisa -sisa tanaman, hewan, dan manusia. Manfaat utama pupuk organik adalah dapat memperbaiki kesuburan kimia, fisik, biologis tanah, selain sebagai sumber hara bagi tanaman.
8
Menurut Marsono, (2001) dalam Anonim (2015) beberapa kelebihan pupuk organik antara lain: (1) Mengubah struktur tanah menjadi lebih baik sehingga pertumbuhan tanaman juga semakin baik. Saat pupuk dimasukkan ke dalam tanah, bahan organik pada pupuk akan dirombak oleh mikroorganisme pengurai menjadi senyawa organik sederhana yang mengisi ruang pori tanah sehingga tanah menjadi gembur. Pupuk organik juga dapat bertindak sebagai perekat sehingga struktur menjadi lebih mantap. (2) Meningkatkan daya serap dan daya pegang tanah terhadap air sehingga tersedia bagi tanaman. Hal ini karena bahan organik mampu menyerap air dua kali lebih besar dari bobotnya. Dengan demikian pupuk organik sangat berperan dalam mengatasi kekeringan air pada musim kering. (3) Memperbaiki kehidupan organisme tanah. Bahan organik dalam pupuk ini merupakan bahan makanan utama bagi organisme dalam tanah, seperti cacing, semut, dan mikroorganisme tanah. Semakin baik kehidupan dalam tanah ini semakin baik pula pengaruhnya terhadap pertumbuhan tanaman dan tanah itu sendiri. Sumber utama bahan organik bagi tanah berasal dari jaringan tanaman, baik serupa sampah-sampah tanaman (serasah) ataupun sisa-sisa tanaman yang telah mati. limbah atau kotoran hewan dan bangkai hewan itu sendiri, didalam tanah akan diaduk-aduk dan dipindahkan oleh jasad renik yang selanjutnya dengan kegiatan berbagai jasad tanah bahan organik itu melalui berbagai proses yang rumit dirombak menjadi bahan organik tanah yang mempunyai arti penting (Sutejo dan Kartasapoetra, 1987 dalam Ginting 2011). Seiring dengan berkembangnya teknologi pupuk organik, banyak berbagai macam bentuk pupuk organik diantaranya ialah pupuk organik bokashi, pupuk organik curah, pupuk organik cair, pupuk organik pelet dan pupuk organik granul. Dalam penelitian ini pupuk organik akan dibuat dalam bentuk granul. Pupuk organik granul merupakan pupuk organik yang dibentuk seperti butiran-butiran yang bersifat keras dan kering. Granul yang baik adalah granul yang memiliki ukuran seragam, cukup keras, namun mudah larut apabila terkena air atau ditimbun tanah.
9
Aspek yang harus diperhatikan dalam pembuatan granul adalah ukuran granul yang diharapkan, kekerasan granul, dan kemudahan granul untuk pecah atau larut (Isroi 2009). Di pasaran, pupuk granul lebih dikenal dengan sebutan pupuk organik granul (POG) yang memiliki keunggulan dibandingkan dengan pupuk yang berbentuk curah. Menurut Wahyono, dkk. (2011), pupuk kompos yang berbentuk pelet atau granul memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan pupuk curah, yaitu: 1. Memiliki kepadatan tertentu sehingga tidak mudah diterbangkan angin dan terbawa air. 2. Tidak menimbulkan debu sehingga pengaplikasian pupuk dapat dilakukan dekat pemukiman penduduk. 3. Overdosisnya tanaman terhadap pelepasan nutrisi yang mendadak (fertilizer burn) karena proses peluruhannya lebih lambat dibandingkan dengan pupuk curah (slow release). Kecepatan pelepasan bahan aktif dari partikel-partikel halus akan lebih besar dibandingkan bentuk granul (Hadisoewignyo dan Fudholi, 2013 dalam utari, dkk 2014). 4. Pengaplikasiannya lebih mudah dan lebih efektif. Menurut Sastro, dkk (2010) pupuk organik granul (POG) berbahan baku limbah organik pasar mampu mengurangi takaran pemupukan NPK hingga 50% pada sawi, selada, dan kangkung dan berkisar 25% pada bayam. Sedangkan menurut Azis dan Arman (2013) pupuk organik granul dosis 2 ton per-hektar memberikan pengaruh terbaik terhadap pertumbuhan dan produksi jagung manis. Dalam proses pembuatan granul terdapat beberapa tahap yang harus dilakukan adalah : 1. Tahap pencampuran bahan perekat , perekat berfungsi untuk meningkatkan kekompakan bahan yang akan dibuat granul. Perekat juga berfungsi untuk merekatkan bahan dan juga memberikan sifat keras pada granul. Selain untuk menjaga agar granul tidak mudah hancur, kekerasan juga mempengaruhi pelepasan hara tanaman dari granul.
10
Beberapa bahan yang bisa dan biasa digunakan sebagai perekat antara lain adalah a). bahan organik: molasses dan tepung tapioka; b). bahan mineral: bentonit, kaoline, kalsium untuk semen, dan gypsum; c). Tanah liat juga bisa digunakan sebagai perekat. Bahan perekat yang digunakan tidak boleh membahayakan tanaman, relatif murah, dan ketersediaannya banyak (Isroi, 2009). 2. Tahap pencampuran bahan pengikat Menurut Hadisoewignyo dan Fudholi 2013 dalam utari dkk 2014, bahan pengikat dalam bentuk membasahi permukaan partikel dan membentuk jembatan cair antar partikel. Pada saat penambahan bahan pengikat akan terjadi beberapa tahapan hingga terbentuknya granul. cairan pada proses granulasi akan berfungsi sebagai pengikat yang akan bahan pengikat . 3. Tahap Granulasi merupakan suatu proses pembentukan partikel-partikel besar yang disebut granul dari suatu partikel serbuk yang memiliki daya ikat. Proses granulasi menggunakan dua metode yaitu 1). granulasi basah (wet granulation) Metode granulasi basah dilakukan dengan cara membasahi massa dengan cairan pengikat sampai pada tingkat kebasahan tertentu lalu digranulasi. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses granulasi basah diantaranya jumlah bahan pengikat yang ditambahkan, waktu pencampuran bahan pengikat, dan lama pengeringan granul. 2) granulasi kering (dry granulation). Metode granulasi kering dilakukan tanpa menggunakan bahan pengikat basah. Pembuatan granul dilakukan secara mekanis menggunakan alat mesin, dimana massa dikempa dengan tekanan besar menjadi slug (bongkahan kompak) atau dengan alat rollercompaction dimana massa yang dikempa dengan tekanan besar menjadi lempengan-lempengan. Dari ketiga tahap tersebut dalam penelitian ini bahan perekat yang akan digunakan yaitu tanah liat, sedangkan bahan pengikat yang akan digunakan yaitu air, dan metode granulasi yang akan digunakan yaitu granulasi basah.
11
Menurut Utari, dkk (2014) Jenis perekat yang paling optimal untuk pembuatan pupuk organik granul yaitu tanah liat dengan perbandingan persentase pupuk organik curah dengan tanah liat adalah 89% berbanding 11%. Pupuk organik granul dengan perekat tanah liat dan tepung tapioka dapat mencegah overdosisnya tanaman terhadap pelepasan nutrisi secara mendadak dengan waktu hancur perendaman yang lebih lama. C. Budidaya sawi Sawi merupakan salah satu jenis sayuran daun yang disukai oleh konsumen Indonesia karena memiliki kandungan pro vitamin A dan asam askorbat yang tinggi.Sawi (Brassica juncea L.) termasuk ke dalam famili Brassicaceae. Tanaman ini termasuk jenis sayuran daun yang dapat tumbuh di dataran rendah maupun di dataran tinggi.Tanaman sawi termasuk dalam famili Cruciferae (Kubis-kubisan). Adapun Klasifikasi tanaman sawi atau sawi sebagai berikut : Kingdom : Plantae Sub Kingdom : Tracheobionta Super-divisio : Spermatophyta Divisio : Magnoliophyta Kelas : Magnoliophyta Sub-kelas : Dilleniidae Ordo : Capparales Familia : Brassicaceae Genus : Brassica Spesies : Brassica juncea (L.) Czern. Tanaman sawi mempunyai akar tunggang (radix primaria) dan cabang-cabang akar yang bentuknya bulat panjang (silindris) menyebar ke semua arah pada kedalaman antara 30 - 50 cm batang sawi menurut Rukmana (1994) dalam Mohammad (2014), pendek sekali dan beruas-ruas,sehingga hampir tidak kelihatan. Batang ini berfungsi sebagai alat pembentuk dan penopang daun, daun sawi berbentuk bulat atau bulat panjang (lonjong) ada yang lebar dan ada yang sempit,ada yang
berkerut-kerut
(keriting),
tidak
berbulu,berwarna
hijau
muda,
hijau
keputihputihan sampai hijau tua, bunga sawi tersusun dalam tangkai bunga (Inflorescentia) yang tumbuh memanjang (tinggi) dan bercabang banyak, dan biji sawi berbentuk bulat kecil berwarna coklat atau coklat kehitam-hitaman. Selain dalam melakukan budidaya sawi, ada beberapa syarat tumbuh yang harus di penuhi agar tanaman dapat tumbuh dengan baik.
12
Menurut Balai Penelitian Tanaman Sayuran Lembang, (2007) tanaman sawi dapat tumbuh dan beradaptasi pada hampir semua jenis tanah, baik pada tanah mineral yang bertekstur ringan/sarang sampai pada tanah-tanah bertekstur liat berat dan juga pada tanah organik seperti tanah gambut. Kemasaman (pH) tanah yang optimal bagi tanaman sawi adalah antara 6-6,5 dengan temperatur optimum 15-20ºC. Sedangkan daerah penanaman yang cocok adalah mulai dari ketinggian 5 meter sampai dengan 1.200 meter di atas permukaan laut.Namun biasanya dibudidayakan pada daerah yang mempunyai ketinggian 100 meter sampai 500 meter dpl.Tanaman sawi tahan terhadap air hujan, sehingga dapat di tanam sepanjang tahun. 1. Budidaya Tanaman a. Varietas yang dianjurkan Beberapa varietas atau kultivar sawi yang dianjurkan ditanam di dataran rendah atau tinggi adalah LV.145 dan Tosakan, dan kebutuhan benih per hektar sebesar 450600 g. b. Persemaian dan pembibitan Dalam melakukan budidaya, kita juga harus memperhatikan teknik persemaian dan pembibitan. Adapun teknik persemaian menurut yuliani dan Melissa (2013) langkah-langkah persemaian tanaman sawi sebagai berikut: i.
Persiapan benih, benih sawi terlebih dahulu diseleksi dengan cara direndam pada air bersih, biji yang mengambang dibuang, karena biji tersebut termasuk kualitas buruk.
ii.
Persemaian benih dilakukan menggunakan media arang sekam. Penyemaian dilakukan pada wadah plastik dengan ketebalan 3 cm dari dasar wadah, jarak tanam benih antar larikan 4 cm. Setelah media tanam siap, biji sawi ditanam pada lubang tanam dengan jarak 0,5 cm dari permukaan media dan diberi kompos tipis sebagai unsur hara bagi biji. Setiap lubang diisi 1-3 biji sawi.
13
Lama persemaian adalah 3 minggu atau setelah benih berdaun 3-4 helai dengan tinggi awal tanaman yang seragam. c. Persiapan Media Tanam Media tanam yang digunakan berupa campuran tanah dengan pupuk kandang. Masukan media ke dalam wadah sampai penuh. Sisakan jarak sekitar 1 cm dari bibir wadah. Wadah tanam yang digunakan adalah polybag yang berukuran 30x30 cm. d. Pemupukan Menurut Setiawati, dkk (2007) Pemupukan dasar berupa pupuk kandang sebanyak 10 ton/ hektar (50 gram/polybag), Urea sebanyak 130 kg/hektar (0,65 gram/polybag), Sedangkan menurut Cahyono dalam Asep Sandi (2015) pemupukan SP 36 sebanyak 73 kg/hektar (0,37gram/polybag) dan KCL sebanyak 73 kg/hektar (0,37 gram/polybag). Hal tersebut dilakukan ± 7 hari sebelum tanam. Pemupukan susulan sama dengan pupuk dasar yakni memberikan setengah dosis dari sisa pemupukan dasar ± 2 minggu setelah tanam. e. Penanaman Bibit yang telah berumur 3 minggu atau setelah benih berdaun 3-4 helai dengan tinggi awal tanaman yang seragam. Penanaman akan dilakukan pagi atau sore hari. f. Pemeliharaan Penyiangan dan pengendalian gulma biasanya dilakukan 2-4 kali selama masa penanaman sawi, disesuaikan dengan kondisi keberadaan gulma pada polybag penanaman.. Pada fase awal pertumbuhan, perlu penyiraman (pengairan) secara rutin 1-2 kali sehari, terutama bila keadaan tanah cepat kering dan di musim kemarau. Pengairan selanjutkan berangsur-angsur dikurangi, tetapi keadaan tanahnya tidak boleh kekeringan. Waktu penyiraman (pengairan) sebaiknya pagi hari atau sore hari. Penyulaman dilakukan 1 hari setelah tanam sampai umur tanaman berusia dua minggu. Bibit yang tidak tumbuh, rusak, dan mati harus segera diganti dengan bibit baru (disulam). Penyulaman dilakukan maksimal dua minggu setelah tanam.
14
g. Pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) Untuk mencegah timbulnya hama dan penyakit, perlu diperhatikan sanitasi lahan, drainase yang baik dan apabila diperlukan tanaman dapat disemprot dengan menggunakan pestisida. Adapun beberapa organisme pengganggu tanaman (OPT) yang sering meyerang tanaman sawi sebagai berikut : i.
Ulat Tanah (Agrotis sp.) Berwarna coklat sampai coklat kehitaman, menyerang tanaman yang masih kecil/muda setelah ditanam di lahan.Serangan biasanya terjadi pada malam hari, hal tersebut disebabkan karena ulat ini takut sinar matahari.Pangkal batang tanaman yang masih sangat sukulen digerek hingga putus, akibatnya tanaman mati karena sudah tidak memiliki titik tumbuh.Apabila ditemukan gejala awal serangan, segera berantas dengan insektisida berbentuk butiran (granul). Caranya dengan menaburkan sedikit insektisida tersebut di samping pokok tanaman, dengan dosis 0,3 - 0,4 gr per tanaman atau 6 kg insektisida granul per hektar. Insektisida granul yang dapat diaplikasikan di antaranya Furadan 3 G dan Curater 3 G.
ii.
Ulat Grayak (Spodoptera litura dan Spodoptera exigua) Spodoptera litura berukuran sekitar 15-25 mm, berwarna hijau tua kecoklatan
dengan totol-totol hitam di setiap ruas buku badannya. Sedangkan Spodoptera exigua, mempunyai ukuran yang sama dengan Spodoptera litura tetapi warna tubuhnya hijau sampai hijau muda tanpa totol-totol hitam di ruas buku badannya. Kedua jenis ulat ini sering menyerang tanaman dengan cara memakan daun hingga menyebabkan daun berlubang-lubang terutama pada daun muda. Apabila tanaman ditemukan telah terserang ulat ini, segera semprot dengan insektisida yang tepat yaitu Matador 25 EC, Curacron 500 EC dan Buldok 25 EC. Dosis yang digunakan disesuaikan dengan anjuran pada label kemasan.
15
iii.
Leaf Miner (Liriomyza sp.) Serangga ini termasuk hama penggorok daun. Serangga dewasa meletakkan
telur di daun, selanjutnya larva yang berukuran sangat kecil masuk ke dalam daun. Larva ini memakan daging daun dan hanya menyisakan kulit daunnya. Akibatnya, di permukaan daun tampak bercak kuning kecoklatan melingkarlingkar ke segala arah yang sebenarnya merupakan jalur larva memakan daging daun. Bila sudah nampak gejala serangan, segera semprot dengan insektisida sistemik karena sasaran hama berada di dalam daging daun. Insektisida sistemik yang dapat digunakan di antaranya Trigard 75 WP dan Proclaim 5 SG. Dosis penggunaannya sesuai dengan anjuran yang terdapat pada label kemasan. iv.
Penyakit Busuk Daun (Phytoptora sp.) Gejala serangan ditandai dengan bercak basah coklat kehitaman di daun.Bentuk
bercak tidak beraturan, awalnya kecil, lalu melebar dan akhirnya busuk basah. Serangan akan semakin parah jika suhu dan kelembaban udara terlalu tinggi. Umumnya kondisiini terjadi ketika hujan sehari diikuti panas atau terik pada beberapa hari berikutnya.Bila sudah tampak gejala serangan, segera semprot dengan fungisida yang tepat yaitu Bion M 1/48 WP, Topsin M 70 WB dan Kocide 60 WDG. Dosis yang digunakan sesuai dengan anjuran yang ada pada label kemasan. v.
Penyakit Akar Gada (Plasmodiophora brassicae) Penyakit ini menyerang perakaran tanaman.Gejala serangan ditunjukkan
dengan tanaman tampak layu hanya pada siang hari yang cerah dan panas. Sebaliknya, pada pagi hari kondisi tanaman segar. Pertumbuhan tanaman yang terserang penyakit ini akan terhambat. Apabila tanaman dicabut, akan tampak benjolan-benjolan besar seperti kanker di perakarannya. bila tanaman sudah terserang penyakit ini, seharusnya dilakukan pemberantasan. Akan tetapi sampai saat ini belum ditemukan fungisida untuk memberantas penyakit akar gada,
16
khususnya setelah tanaman terserang. Dengan demikian hal yang perlu diperhatikan adalah melakukan pengawasan dan pencegahan. vi.
Panen dan Pasca Panen
Panen dapat dilakukan setelah tanaman berumur 45–50 hari dengan cara mencabut atau memotong pangkal batangnya. Tanda sawi siap panen daun dan pelepah muda berukuran besar (maksimal) dan cukup keras tetapi belum berbunga Pemanenan yang terlambat dilakukan menyebabkan tanaman cepat berbunga. Tanaman yang baru dipanen ditempatkan di tempat yang teduh, dan dijaga agar tidak cepat layu dengan cara diperciki air. Penyimpanan bisa mengggunakan wadah berupa keranjang bambu, wadah plastik atau karton yang berlubang-lubang untuk menjaga sirkulasi udara D. Hipotesis Perlakuan 0,32 gram urea/ tanaman + 1,05 gram pupuk granul limbah ikan laut/tanaman dapat meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman sawi varietas tosakan. Hal ini berdasarkan hasil penelitian Yudi Sastro (2010) pupuk organik granul (POG) berbahan baku limbah organik pasar mampu mengurangi takaran pemupukan NPK hingga 50% pada sawi, selada, dan kangkung dan berkisar 25% pada bayam.
III.
TATA CARA PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian akan dilaksanakan mulai 3 juni 2016 - 15 juli 2016 di Green House Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. B. Bahan dan Alat Penelitian Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih sawi, limbah ikan laut, tanah liat , pupuk Urea, SP36, KCL, tanah regosol, bambu dan polybag. Alat yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu timbangan analitik, panci, kompor, tampah, penggaris, dan oven. C. Metode Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dengan metode rancangan lingkungan RAL (Rancangan Acak Lengkap) perlakuan tunggal yang terdiri dari 5 perlakuan , masingmasing perlakuan diulang 3 kali sehingga terdapat 15 unit percobaan setiap unit percobaan terdapat 3 tanaman, sehingga terdapat 45 tanaman. Adapun beberapa perlakuan percobaan sebagai berikut: P1 : 0,65 gram Pupuk Urea/tanaman P2 : 14,7 gram Pupuk Granul Limbah Ikan Laut/tanaman P3 : 0,16 gram Urea/tanaman + 1,58 gram Pupuk Granul Limbah Ikan Laut/tanaman P4 : 0,32 gram Urea/ tanaman + 1,05 gram Pupuk Granul Limbah Ikan Laut/tanaman P5 : 0,48 gram Urea/tanaman + 0,52 gram Pupuk Granul Limbah Ikan Laut/tanaman
17
18
D. Cara Penelitian Cara penelitian yang akan dilaksanakan adalah sebagai berikut: 1. Pembuatan tepung ikan Pembuatan pupuk organik granul akan dilakukan di Green house fakultas pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Dengan cara sebagai berikut, Proses pembuatan tepung ikan akan dilakukan menurut Murwanto (2000) dalam Fathoni (2015) yaitu : a. Perebusan bahan baku dimasukkan ke alat perebus sekitar 2-5 menit untuk menghilangkan lemak. b. Pencacahan menjadi potongan-potongan sesuai ukuran yang telah ditentukan. c. Pengeringan bahan baku yang telah mengalami proses pencacahan. d. Penggilingan bahan baku yang telah dikeringkan dan hasil dari proses ini adalah tepung ikan yang sudah sesuai ukuran yang diinginkan. 2. Pembuatan granul Proses pembuatan granul menurut Utari, dkk (2014) adalah sebagai berikut :
19
3. Pembuatan Sungkup Pembuatan sungkup menggunakan plastik dan bambu dengan ukuran panjang 5 meter dan lebar 2 meter. 4. Penyemaian benih Penyemaian benih dilakukan oleh rumah pembibitan yang berada di Kabupaten sleman (Trubus) 5. Persiapan Media Tanam Persiapam media tanam akan dilakukan di Green House Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Persiapan media yang akan dilakukan adalah pencampuran tanah dengan pupuk kandang dan pupuk anorganik. Sebelum tanah dimasukkan ke dalam polybag ada beberapa hal yang harus dilakukan yaitu sebagai berikut : a. Mengambil tanah yang berada di lahan percobaan Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta sesuai dengan kebutuhan. b. Tanah yang diambil lalu dikering anginkan di dalam ruangan Green House Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Setelah itu tanah di saring menggunakan saringan
Ø 2 mm. Tanah yang
sudah di saring dimasukkan ke dalam polybag dan di timbang sebanyak 8 kg/polybag c. Polybag yang sudah berisi tanah lalu dicampur rata dengan pupuk sesuai dengan perlakuan penelitian. Setelah itu tanah yang sudah tercampur di inkubasi selama 1 minggu. 6. Penanaman Penanaman dilakukan dengan cara memindahkan bibit yang telah disemai ke dalam polybag. Bibit sawi yang digunakan berusia 3 minggu atau setelah berdaun 3-4 helai dengan tinggi awal tanaman yang seragam.
20
7. Pemeliharaan Pemeliharaan meliputi penyiangan, pengendalian gulma, penyiraman, pemupukan susulan, penyulaman dan pengendalian organisme pengganggu tanaman. a. Penyiangan dan pengendalian gulma biasanya dilakukan 2-4 kali selama masa penanaman sawi, disesuaikan dengan kondisi keberadaan gulma pada polybag penanaman. b. Penyiraman Pada fase awal pertumbuhan, perlu penyiraman (pengairan) secara rutin 12 kali sehari, terutama bila keadaan tanah cepat kering dan di musim kemarau.Pengairan
selanjutkan
berangsur-angsur
dikurangi,
tetapi
keadaan tanahnya tidak boleh kekeringan. Waktu penyiraman (pengairan) sebaiknya pagi hari atau sore hari c. Pemupukan susulan Pemupukan susulan dilakukan saat tanaman berusia 2 minggu setelah penanaman. Dosis pemupukan susulan disesuaikan dengan perlakuan penelitian d. Penyulaman Penyulaman dilakukan 1 hari setelah tanam sampai umur tanaman berusia dua minggu. Bibit yang tidak tumbuh, rusak, dan mati harus segera diganti dengan bibit baru (disulam). Penyulaman dilakukan maksimal dua minggu setelah tanam. e. Pengendalian organisme pengganggu tanaman Untuk mencegah timbulnya hama dan penyakit, perlu diperhatikan sanitasi, drainase yang baik dan apabila diperlukan tanaman dapat disemprot dengan menggunakan pestisida.
21
8. Panen Pemanenan akan dilakukan saat berusia
45–50 hari setelah tanam.
Pemanenan dilakukan dengan cara mencabut seluruh tanaman beserta akarnya. Tanda sawi siap panen daun dan pelepah muda berukuran besar (maksimal) dan cukup keras tetapi belum berbunga. E. Parameter Pengamatan 1. Tinggi tanaman Pengamatan tinggi tanaman dilakukan 3 hari sekali dengan menggunakan penggaris atau meteran dengan satuan cm. Tinggi tanaman diukur mulai dari pangkal tanaman hingga ujung tanaman atau batang paling tinggi. 2. Jumlah daun Pengamatan jumlah daun diamati setiap 3 hari sekali. Pengamatan dilakukan dengan menghitung jumlah daun yang tumbuh pada masing- masing tanaman dengan satuan helai. 3. Luas Daun Pengamatan luas daun dihitung dengan menggunakan LAM (Leaf Area Meter) dan dapat diketahui luas daunnya. Perhitungan luasan daun dilakukan pada saat pengamatan selesai tanaman di panen. 4. Berat segar tanaman Pengamatan segar tanaman dilakukan setelah panen. Pengamatan berat segar tanaman meliputi berat segar akar dan berat segar daun. Berat segar dihitung dengan menggunakan timbangan analitik dengan satuan gram. 5. Berat kering tanaman Pengamatan berat kering tanaman dilakukan setelah tanaman dikering anginkan ataupun dioven. Pengamatan berat kering tanaman meliputi kering akar dan kering daun. Berat kering dihitung dengan menggunakan timbangan analitik dengan satuan gram.
22
F. Analisis Data Hasil pengamatan kuantitatif dianalisis dengan menggunakan Sidik Ragam atau analisis of variance(ANOVA). Apabila ada perbedaan nyata antar perlakuan yang diujikan maka dilakukan uji lanjut dengan menggunakan Duncan's Multiple Range Test (DMRT). G. Jadual Penelitian Kegiatan akan dilaksanakan dengan jadual sebagai berikut : No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Kegiatan Pembuatan pupuk granul limbah ikan laut Persemaian benih Pembuatan media tanam Penanaman Pemeliharaan Panen Pengamatan Analisis data Penyusunan laporan
1
Maret 2 3
4
1
April 2 3
4
1
Mei 2 3
4
23
DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2015. Tinjauan Pustaka. http://e-library.uniskakediri.ac.id/downloads/BAB%20II%20Tinjauan%20Pustaka-i55GSr.pdf. Diakses pada 11 Desember 2015 Anonim. 2015. Manfaat sayur sawi, si hijau penuh Gizi. http://www.anneahira.com/manfaat-sayur-sawi.htm. Diakses pada 11 Desember 2015 Asep. S. 2015. Budidaya Tanaman Sawi. http://sandiasep.blogspot.co.id/2015/06/budi-daya-tanamn-sawi.html. Diakses 15 Desember 2015 Azis. A., dan Arman. 2013. Respon Jarak Tanam dan Dosis Pupuk Organik Granul yang Berbeda Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Jagung Manis. Jurnal Agrisiste. Gowa. 9 (1). Hal 16-23 BPS.2015. Produksi Sayuran Indonesia.www. Bps.go.id. Diakses pada 10 Desember 2015 DJBP.2015. Pemanfaatan Limbah Ikan Sebagai Bahan Baku Pupuk Organik.www.djpb.kkp.go.id. Diakses pada 11 Desember 2015 Edis, S., dan Julistia, B. 2010. Budidaya Tanaman Sayuran. Buklet Budidaya Tanaman Sayuran. Jambi. 10. Hal. 1- 3 Fathoni, A. 2015. Tepung Ikan. http://www.scribd.com/doc/133175635/3-TepungIkan#scribd, Diakses pada 10 Desember 2015 Fahrudin, F. 2009. Budidaya Sawi (Brassica juncea L.) Menggunakan Ekstrak Tehdan Pupuk Kascing. http://core.ac.uk/download/pdf/12345322.pdf. Diakses pada 11 Desember 2015 Ginting, J. 2011. Pengaruh Pemberian Kombinasi Pupuk NPK dan Pupuk Organik Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Beberapa Varietas Jagung (Zea mays L.). http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/26133/7/Cover.pdf. Diakses pada 27 januari 2016
24
Hapsari, N, dan T. Welasih. 2015. Pemanfaatan Limbah Ikan Menjadi Pupuk Organik. Teknik Kimia Fakultas Teknologi Industri . UPN “Veteran”. Surabaya Isroi. 2009. Pupuk Organik Granul : Sebuah Petunjuk Praktis. C.V Andi Offset :Yogyakarta.50 hlm Mila.L., 2012. Teknik Pemupukan Tanaman Stroberi (Fragaria sp.) Untuk Memperoleh Hasil dan Mutu Tinggi. http://elisa.ugm.ac.id/user/archive/download/36970/8586a2210ccaed475c722 38c31622b44. Diakses pada 10 Desember 2015 Mohammad. R.M., 2014. Botani Sawi. http://eprints.ung.ac.id/4437/9/2013-1-54211613409099-bab2-30072013070849.ps . Diakses pada 10 Desember 2015 Sastro, Y., Indarti, P., dan Suwandi. 2010. Peran Pupuk Organik Granul dan Cair Berbahan Baku Limbah Pasar Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Sayuran Daun Setiawati, W., Rini, M., Gina, A. S., dan Tri, H., 2007. Petunjuk Teknis Budidaya Tanaman Sayuran. Lembang. 46. Hal. 39- 42 Syukron, F. 2013. Pembuatan Pupuk Organik Bokashidari Tepung Ikan LimbahPerikanan Waduk Cirata. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.Institut Pertanian Bogor. Bogor Utari, N.W.A, Tamrin, dan S. Triyono. 2015. Kajian Karakteristik Fisik Pupuk Organik Granul dengan Dua Jenis Bahan Perekat. Jurnal Teknik Pertanian. Lampung.3 (3).Hal. 267-274 Wahyono,S.,F.L.Sahwan,dan F. Suryanto. 2011. Membuat Pupuk Organik Granul Dari Aneka Limbah. PT Argomedia Pustaka : Jakarta.114hlm. Yuliani, dan Melissa, S. 2013. Respon Pertumbuhandan Produksi Tanaman Sawi (Brassica chinensisL.) Terhadap Aplikasi Berbagai Jenis MOL (Mikroorganisme Lokal). Journal Of Agroscience Volume.Cianjur.V(5).Hal.34-36
25
LAMPIRAN Lampiran. 1 Layout Penelitian
26
Lampiran. 2 Kebutuhan Pupuk 1. Jumlah 100% tanaman dalam 1 hektar = 250.000 tanaman 2. Jumlah 80% tanaman dalam 1 hektar = 250.000 x 3. Kebutuhan SP36 per tanaman = = 4. Kebutuhan kcl pertanaman = =
= 0,37 gram
5. Kebutuhan N dari Urea dalam 1 hektar
6. Kebutuhan pupuk kandang = =
/tanaman
7. Kebutuhan N dari urea pertanaman = =
= 0,3 gram N/tanaman
8. Kandungan unsur hara N pada Pupuk Granul Limbah Ikan Laut sebesar : 14,19% 9. Kebutuhan Limbah Ikan dalam 1 hektar
10. Kebutuhan Limbah Ikan pertanaman = =
gram/limbah ikan
11. Kebutuhan Tanah Liat untuk 100 gram limbah ikan laut
27
12. P1 : 0,65 gram Urea/tanaman urea 0,3 gram/tanaman x P2 : 14,7 gram Pupuk Granul Limbah Ikan /tanaman P3 : 0,16 gram Urea/tanaman + 1,58 gram Pupuk Granul Limbah Ikan/tanaman Urea =
0,16 gram
Pupuk Granul Limbah Ikan Laut = P4 : 0,32 gram Urea/Tanaman + 1,05 gram Pupuk Granul Limbah Ikan/tanaman Urea = Pupuk Granul Limbah Ikan Laut =
gram
P5 : 0,48 gram Urea/tanaman + 0,52 gram Pupuk Granul Limbah Ikan/tanaman urea = Pupuk Granul Limbah Ikan Laut =
gram