867
Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2016
APLIKASI PROBIOTIK RICA 4, 5, DAN 3 PADA BUDIDAYA UDANG VANAME DI TAMBAK YANG DIAERASI MENGGUNAKAN BLOWER SUPERCHARGE Endang Susianingsih, Muharijadi Atmomarsono, dan Koko Kurniawan Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau Jl. Makmur Dg. Sitakka No. 129, Maros 90512, Sulawesi Selatan E-mail:
[email protected]
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perbedaan aplikasi probiotik RICA 4, 5, dan 3 pada budidaya udang vanname secara tradisonal plus yang diaerasi menggunakan blower supercharge. Menggunakan rancangan acak lengkap dengan 3 perlakuan yang masing-masing diulang sebanyak tiga kali, yaitu : A = pergiliran probiotik RICA 4, 5, dan 3; B = kombinasi probiotik RICA 4, 5, dan 3 serta C = tanpa pemberian probiotik (kontrol). Padat tebar 15 ekor/m2 dengan luasan 250 m2/petak tambak. Persiapan dan pengelolaan tambak berdasarkan standar operasional pertambakan. Total bakteri vibrio sp. dan total bakteri pada sedimen dan air tambak diamati setiap dua minggu, kualitas air (NO2-N, NO3-N, TAN, dan TOM), respon immun udang (ProPo dan THC) diamti sebelum dan setelah pemberian probiotik. Sedangkan sintasan dan produksi udang diamti pada akhir penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan pemberian probiotik memberikan pengaruh yang nyata (P<0,05) terhadap sintasan tetapi tidak terhadap produksi (P>0,05). TBV pada air tambak berada pada kisaran 101 – 103 CFU/mL dan di sedimen tambak berada pada kisaran 102 – 105 CFU/g. TPC pada air tambak pada kisaran 103 – 105 CFU/ mL dan pada sedimen tambak berada pada kisaran 104 – 106 CFU/g. Fluktuasi kualitas air masih berada pada batas aman untuk budidaya udang vanname. Pemberian bakteri probiotik RICA 4, 5, dan 3 baik yang diaplikasikan secara bergiliran maupun kombinasi memberikan pengaruh yang nyata terhadap peningkatan sintasan tetapi tidak terhadap produksi. KATA KUNCI:
probiotik RICA; vaname; tambak; blower supercharge
PENDAHULUAN Keberadaan udang vaname (Litopenaeus vannamei) di Indonesia sebagai udang introduksi dan sebagai komoditas alternatif sejauh ini dinilai mampu menggantikan udang windu (Penaeus monodon) sebagai diversifikasi usaha yang positif. Pada awalnya udang vanname dikenal karena mempunyai keunggulan daripada udang windu diantaranya lebih resisten terhadap serangan virus (Subyakto et al., 2009). Namun kenyataannya pada saat ini kegagalan produksi karena serangan virus pada udang vanname juga sering terjadi. Selain virus penyakit yang sering menyerang udang vaname adalah penyakit bakterial yang disebabkan oleh Vibrio harveyi sebagai salah satu agen penyakit vibriosis yang menyebabkan penyakit udang berpendar serta merupakan patogen oportunistik yang umum dijumpai di lingkungan pemeliharaan udang atau ikan laut. Jika kondisi kesehatan udang menurun, maka bakteri ini akan bersifat patogen (Lavilla-Pitogo et al., 1990). Alternatif percegahan penyakit pada budidaya udang baik yang disebabkan oleh mikroorganisme patogen maupun karena kualitas lingkungan yang buruk, pada saat ini lebih banyak dilakukan melalui best aquaculture practises maupun best management practises yang lebih bersifat ramah lingkungan seperti penggunaan dan pengelolaan tandon serta penggunaan probiotik. Probiotik didefinisikan sebagai mikroba hidup yang digunakan dan bermanfaat bagi inang (ikan, udang, moluska) dengan cara memodifikasi asosiasi dengan inang atau komunitas bakteri yang bersifat non patogen, memiliki kemampuan menghambat dan membunuh bakteri patogen, serta dapat berfungsi sebagai bakteri pengurai dan penetralisir kualitas air (Poernomo, 2004). Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau Maros, merupakan Balai riset yang sejak tahun 2002 telah berhasil mengoleksi kandidat bakteri probiotik yang diisolasi dari tambak, laut, mangrove dan makroalga yang dalam perkembangan pengujiannya diperoleh 7 isolat yang potensil
Aplikasi probiotik RICA 4, 5, dan 3 pada budidaya ..... (Endang Susianingsih)
868
sebagai bakteri probiotik. Aplikasi 5 dari 7 isolat bakteri probiotik tersebut dengan kode RICA 1, RICA 2, RICA 3, RICA 4 dan RICA 5 telah dilakukan di tambak dengan berbagai sistem pengelolaan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penggunaan bakteri probiotik RICA 3,4 dan 5 terhadap sintasan dan produksi udang vaname di tambak yang diaerasi menggunakan blower supercharge. BAHAN DAN METODE Penelitian dilakukan di Instalasi Tambak Percobaan Maranak BPPBAP Maros. Menggunakan 9 petak tambak beton 250 m 2/petak yang diaerasi dengan blower supercharge . Hewan uji yang digunakan berupa udang vanname PL-12 yang sebelumnya telah diuji dengan PCR (tidak terinfeksi WSSV) sebanyak 15 ekor/m2, diset menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan dan 3 ulangan, yaitu : A) pergiliran bakteri probiotik RICA-4, RICA-5, RICA-3; B) kombinasi bakteri probiotik RICA-4, RICA-5, RICA-3; dan C) kontrol (tanpa pemberian probiotik). Masing-masing jenis dikultur secara terpisah. Udang diberi pakan berupa pelet sebanyak 50% dari biomas total/hari pada awal penebaran dan menurun hingga 2% dari biomas total/hari pada minggu terakhir. Pemeliharaan dilakukan selama 98 hari. Pemberian pergiliran bakteri probiotik dilakukan setiap minggu untuk masing-masing jenis (RICA4, RICA-5, RICA-3) dan kemudian berulang, sedangkan untuk pemberian probiotik secara kombinasi dengan cara mencampur ke-3 jenis probiotik tersebut sesaat sebelum penebaran diberikan secara terus-menerus setiap minggu sejak minggu kedua penebaran hingga panen. Bakteri probiotik diberikan setelah dilakukan fermentasi selama 3-4 hari dengan menggunakan campuran media berupa tepung dedak (1.000 g), tepung ikan (400 g), ragi (yeast, 100 g), molase (500 g), dan dimasak dengan air tambak (20 L), dan pemberian dilakukan dengan cara disebar secara merata ke seluruh bahagian tambak. Penumbuhan bakteri probiotik pada media fermentasi dilakukan secara terpisah untuk tiap jenis dan diinkubasi selama 3 hari. Sampling produksi dan sintasan dilakukan pada akhir penelitian, sampling total bakteri Vibrio sp. (TBV) menggunakan media tumbuh Thiosulphate Citrate Bile Sucrose Agar (TCBSA) dan bakteri umum/ total plate count (TPC) menggunakan media tumbuh Tryptic Soy Agar (TSA), pada air dan sedimen tambak dilakukan setiap dua minggu, serta kualitas air tambak (NO 2-N, NO3-N, TAN, TOM) Pengambilan sampel haemolymph untuk mengetahui respon immun udang melalui total haemocyte (THC) dilakukan sebelum dan setelah pemberian probiotik. Untuk total haemocyte (THC) pada haemolymph mengikuti prosedur Blakxhall dan Daishley (1973). Hemolimph diambiI sebanyak 0,1 mL dari abdomen segmen ke dua dengan menggunakan syringe volume 1 mL dan jarum berukuran 26 gauge (Braak, 2000) yang sudah berisi 0,3 mL antikoagulan Na-sitrat 3,8%. Campuran dihomogenkan dengan cara menggoyangkan tangan membentuk angka delapan. Tetesan pertama dibuang, selanjutnya diteteskan ke haemositometer (Improved Neubauer type). Jumlah sel hemosit dilihat dan dihitung di bawah mikroskop cahaya binokuler dengan pembesaran 100 kali. Total sel hemosit dihitung menggunakan rumus:
n1 n2 n3 n4 n5 4 N x 25 x 10 5 di mana : N = Jumlah sel hemosit (sel/mL) n1, n2, n3, n4, n5 = jumlah sel hemosit dalam kotak kecil hemositometer (sel) Data kuantitatif (sintasan dan produksi) dianalisis ragam sedangkan data kualitatif (total bakteri vibrio, total haemocyte dan kualitas air) dianalisa secara deskriptif menggunakan tabel dan gambar.
869
Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2016
HASIL DAN BAHASAN Sintasan dan Produksi Sintasan dan produksi udang vanname untuk masing-masing perlakuan pada akhir penelitian disajikan pada Gambar 1. Pada Gambar tersebut terlihat bahwa perlakuan B menghasilkan sintasan dan produksi udang yang lebih baik yaitu 81,36±3,927 % dan 42,13±4,195 kg/250 m 2 (1685,2 kg/ Ha) dibandingkan perlakuan A dengan sintasan 79,08±2,322 % dan produksi sebanyak 38,43±4,098 kg/250 m2 (1537,2 kg/Ha) serta perlakuan C dengan sintasan sebesar 70,86±2,719 % dan produksi sebanyak 36,37±2,593 kg/250 m 2 (1454,8 kg/Ha).
A= pergiliran bakteri probiotik RICA-4, RICA-5, RICA-3, B= kombinasi bakteri probiotik RICA-4, RICA-5, RICA-3 dan C= kontrol (tanpa pemberian probiotik)
Gambar 1. Sintasan dan produksi udang vannamei masing-masing perlakuan setelah 98 hari pemeliharaan Hasil analisa one way anova menunjukkan bahwa perlakuan memberikan pengaruh yang nyata (P<0,05) terhadap sintasan udang, tetapi tidak (P>0,05) terhadap produksi udang. Sintasan udang vaname pada perlakuan A dan B tidak berbeda nyata (P>0,05) tetapi sintasan udang vaname pada kedua perlakuan tersebut berbeda nyata (P<0,05) dengan sintasan udang vaname pada perlakuan C. Hal ini mengindikasikan bahwa pemberian probiotik RICA 4, 5 dan 3 yang diberikan baik secara terpisah antar jenis maupun secara kombinasi memberikan tingkat sintasan terhadap udang yang lebih baik dibandingkan tanpa pemberian probiotik. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Widanarni et al. (2014) yang melihat pengaruh pemberian prebiotik, probiotik dan sinbiotik untuk pengendalian ko-infeksi Vibrio harveyi dan infectious myonecrosis virus pada udang vanname Litopenaeus vannamei dimana pada akhir perlakuan menunjukkan bahwa nilai sintasan tertinggi terdapat pada perlakuan probiotik (88,33%), diikuti perlakuan sinbiotik (85%), perlakuan kontrol (81,67%), dan terendah pada perlakuan prebiotik yaitu 76,67%. Amin & Hendrajat (2008) mengemukakan bahwa pemberian probiotik komersial dengan konsentrasi 0,5–1,5 mg/L/minggu pada media pemelliharaan udang vanname menghasilkan sintasan yang lebih tinggi (92,33–94,33%) dibandingkan dengan perlakuan kontrol tanpa probiotik dengan sintasan 86,33%. Verschuere et al. (2000) menyatakan bahwa penambahan bakteri probiotik ke wadah pemeliharaan udang dapat berfungsi sebagai komplemen sumber pakan atau konstribusi pada sistem pencernaan makanannya dan dapat menekan pertumbuhan bakteri pathogen. Total Bakteri Vibrio (TBV) dan Total Plate Count Bakteri Total bakteri Vibrio (TBV) pada air tambak berada pada kisaran 10 1 – 103 CFU/mL seperti yang terlihat pada Gambar 2. Gambar 2 memperlihatkan pola pertumbuhan yang hampir sama terhadap total bakteri Vibrio sp pada semua perlakuan baik pada perlakuan pemberian probiotik secara terpisah, kombinasi maupun kontrol. Anonim, (2006) mengatakan bahwa ada empat tahap pertumbuhan bakteri yaitu: Fase lambat (tidak ada pertumbuhan populasi karena sel mengalami perubahan komposisi kimiawi dan ukuran serta bertambahnya substansi intraseluler sehingga siap untuk membelah diri), fase logaritma atau
Aplikasi probiotik RICA 4, 5, dan 3 pada budidaya ..... (Endang Susianingsih)
870
A= pergiliran bakteri probiotik RICA 4, 5 dan 3, B= kombinasi bakteri probiotik RICA-4, RICA-5, RICA-3 dan C= kontrol (tanpa pemberian probiotik)
Gambar 2. Total Bakteri Vibrio sp. (Log CFU/mL) pada air tambak udang vannamei selama pemeliharaan eksponensial (sel membelah diri dengan laju yang konstan, massa menjadi dua kali lipat, keadaan pertumbuhan seimbang), fase stationary (terjadinya penumpukan racun akibat metabolisme sel dan kandungan nutrien mulai habis, akibatnya terjadi kompetisi nutrisi sehingga beberapa sel mati dan lainnya tetap tumbuh. Jumlah sel menjadi konstan) dan fase Mati (sel menjadi mati akibat penumpukan racun dan habisnya nutrisi, menyebabkan jumlah sel yang mati lebih banyak sehingga mengalami penurunan jumlah sel secara eksponensial). Menurut Taslihan dkk. (2004), ambang batas minimal keberadaan bakteri Vibrio sp. dalam air adalah 104 CFU/mL, jika ambang batas ini dilampaui maka kematian massal udang budidaya dalam tambak dapat terjadi, dengan demikian kisaran populasi bakteri Vibrio sp pada air tambak selama penelitian ini masih berada pada batas yang aman untuk kehidupan dan pertumbuhan udang. Untuk total bakteri Vibrio sp pada sedimen tambak berada pada kisaran 10 2 – 105 CFU/g seperti yang terlihat pada Gambar 3.
A= pergiliran bakteri probiotik RICA 4, 5 dan 3, B= kombinasi bakteri probiotik RICA-4, RICA-5, RICA-3 dan C= kontrol (tanpa pemberian probiotik)
Gambar 3. Total Bakteri Vibrio sp. (Log CFU/mL) pada sedimen tambak udang vannamei selama pemeliharaan Gambar 3 memperlihatkan populasi TBV pada perlakuan C (kontrol) mengalami peningkatan pada sampling ke-7 dan tidak pada perlakuan A dan B. Hal ini mengindikasikan bahwa probiotik yang diberikan mampu menekan pertumbuhan bakteri Vibrio sp. Hal ini sejalan dengan fungsi probiotik RICA 3 (dengan kode isolate BL 542 dari jenis (Pseudoalteromonas sp. Edeep-1.) yang diaplikasikan yaitu mampu menekan pertumbuhan bakteri vibrio sp. (Muliani et al., 2006). Penghambatan pertumbuhan Vibrio sp. ini lebih terlihat pada perlakuan A sampling ke-4. Hasil yang sama ditunjukkan
871
Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2016
oleh Yudiati dkk. (2010) yang mendapatkan populasi Vibrio sp. yang lebih tinggi pada perlakuan kontrol dibandingkan perlakuan pemberian probiotik. Peningkatan populasi TBV pada sampling ke7 (kurang lebih 70 hari masa pemeliharaan) disebabkan karena terjadinya peningkatan bahan organik akibat sisa pakan yang tidak termanfaatkan dan terjadi penumpukan feces hasil metabolisme udang. Penghambatan populasi yang dilakukan oleh bakteri probiotik terhadap bakteri patogen disebabkan karena bakteri probiotik memiliki kemampuan untuk menghasilkan bahan anti bakteri seperti bakteriosin, lysozime, protease, siderophore, hidrogen peroksida, ataupun asam organik (Verschuera et al., 2000). Untuk total plate count bakteri, bakteri umum (TPC) pada air tambak berada di kisaran 10 3 – 105 CFU/ mL, masih berada pada batas yang aman menurut Taslihan (2004) yang menyatakan bahwa batas minimal bakteri umum di perairan adalah 10 6 CFU/ml. Populasi bakteri umum (TPC) pada sedimen tambak berada pada kisaran 104 – 106 CFU/g, seperti terlihat pada Gambar 5. Menurut Widiyanto (2005), jumlah bakteri pada sedimen biasanya lebih tinggi daripada badan air, diakibatkan oleh kandungan nutrien yang lebih tinggi di dasar wadah budidaya akibat akumulasi bahan organik sisa pakan dan metabolisme ikan. Selain itu, karena pada air tambak biasanya terjadi pergantian air akibat proses pemasukan dan pengeluaran air secara berkala sehingga jumlah bakteri di air lebih sedikit dibandingkan di sedimen. Dari Gambar 4 dan 5 terlihat bahwa pertumbuhan bakteri umum pada air maupun sedimen tambak mempunyai pola yang sama (secara logaritmik) dan tidak menunjukkan adanya perbedaan
A= pergiliran bakteri probiotik RICA 4, 5 dan 3, B= kombinasi bakteri probiotik RICA-4, RICA-5, RICA-3 dan C= kontrol (tanpa pemberian probiotik)
Gambar 4. Total Bakteri Umum (CFU/mL) pada air tambak untuk selama pemeliharaan
A= pergiliran bakteri probiotik RICA 4, 5 dan 3, B= kombinasi bakteri probiotik RICA-4, RICA-5, RICA-3 dan C= kontrol (tanpa pemberian probiotik)
Gambar 5. Total bakteri umum (Log CFU/mL) pada sedimen tambak udang vaname selama pemeliharaan
Aplikasi probiotik RICA 4, 5, dan 3 pada budidaya ..... (Endang Susianingsih)
872
antara perlakuan pemberian probiotik dengan yang tidak. Menurut Sukenda et al. (2006), penambahan bakteri probiotik dalam sistem budidaya juga berpotensi meningkatkan biomassa bakteri di perairan. Peningkatan tersebut diperoleh selain dari penambahan massa bakteri probiotik juga diduga akibat reaksi yang timbul antara bakteri probiotik dengan bakteri asli perairan di media budidaya. Interaksi yang muncul memungkinkan timbulnya proliferasi bakteri asli tertentu sebagai akibat respon dari interaksi tersebut. Ratio antara populasi Vibrio sp dan bakteri umum disajikan pada Gambar 6. Pada gambar tersebut terlihat bahwa perbandingan bakteri Vibrio sp (TBV) dan bakteri umum (TPC) terendah diperoleh pada sampling ke-3 sebesar 0.45 (45%) yaitu pada perlakuan A dan tertinggi pada perlakuan B sebesar 76% pada sampling ke-1, sedangkan pada perlakuan C mengalami peningkatan ratio TBV pada sampling ke-7 dan tidak pada perlakuan A dan B. Hal ini menunjukkan bahwa ratio terbaik adalah pada sampling ke-3 pada perlakuan A dimana total bakteri vibrio sp sebanyak 45% dari total keselurahan bakteri yang ada yang berimplikasi pada kemampuan penekanan jumlah bakteri Vibrio sp. oleh bakteri probiotik RICA yang diaplikasikan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sukenda et al. (2006) bahwa rendahnya persentase kemunculan bakteri golongan Vibrio pada perlakuan penambahan probiotik sangat mungkin dipengaruhi oleh kinerja bakteri probiotik. Keberadaan bakteri Vibrio dalam media budidaya dapat tereduksi oleh enzim atau senyawa kimia yang dikeluarkan oleh bakteri probiotik atau kalah dalam kompetisi pemanfaatan nutrien (Sukenda et al., 2006). Selanjutnya Veschuere et al. (2000) menyatakan bahwa penghambatan secara spesifik terjadi karena bakteri tersebut berkompetisi dengan bakteri lain dengan berbagai cara seperti produksi senyawa inhibitor, pengembangan kemampuam mengikat Fe atau senyawa kimia tertentu untuk memperoleh energi. Dengan meningkatnya laju mortalitas Vibrio, populasi bakteri lain dapat meningkat sehingga mampu menggeser dominasi Vibrio (Moriarty, 1999)
A= pergiliran bakteri probiotik RICA 4, 5 dan 3, B= kombinasi bakteri probiotik RICA-4, RICA-5, RICA-3 dan C= kontrol (tanpa pemberian probiotik)
Gambar 6. Ratio bakteri Vibrio sp. dan bakteri umum pada perlakuan A, B dan C selama penelitian Respons Immunitas Respon immun udang diamati dengan melihat total hemosit yang dianalisis dari haemolymp udang sebelum dan setelah pemberian probiotik. Total Hemosit udang untuk tiap pengamatan waktu sampling disajikan pada Gambar 7. Dari Gambar 7 terlihat bahwa THC udang di tiga kali waktu pengamatan bervariasi baik pada perlakuan A, B maupun C. Peningkatan THC setelah pemberian probiotik hanya terjadi pada perlakuan A yaitu pada sampling ke-1 (23,47 ke 27,33 x 10 6 sel/mL) dan sampling ke-3 (5,9 ke 6,63 x 10 6 sel/ mL).
873
Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2016
A= A= pergiliran bakteri probiotik RICA 4, 5 dan 3, B= kombinasi bakteri probiotik RICA-4, RICA-5, RICA-3 dan C= kontrol (tanpa pemberian probiotik)
Gambar 7. Total Hemosit udang sebelum dan setelah pemberian probiotik Hemosit memiliki peranan yang sangat penting dalam sistem pertahanan udang terhadap infeksi patogen. Hemosit bekerja aktif mengeluarkan partikel asing dalam hemocoel melalui fagositosis, enkapsulasi, dan agregasi nodular. Fagositosis merupakan reaksi yang paling umum dalam pertahanan selular udang. Mekanisme kerja fagositosis dimulai dengan proses pelekatan dan penelanan partikel ke dalam sel fagosit. Fagosit tersebut kemudian akan membentuk fagosome dan akan menyatu dengan lysosome membentuk phagolysosome yang akan menghancurkan mikroorganisme dan mengeluarkannya dari dalam sel melalui proses digestion (Rodriguez & Lee Moullac, 2000). Nilai THC yang berfluktuasi kemungkinan disebabkan karena tidak ada pemicu yang menyebabkan reaksi pada sistem immun (tidak mengaktifkan sistem propenol oksidasi) udang. Reaksi akan terjadi salah satu penyebabnya adalah tingginya populasi bakteri vibrio sementara keberadaan bakteri vibrio mengalami penekanan pertumbuhan oleh bakteri probiotik RICA yang diaplikasikan. Kualitas Air Secara umum kisaran kualitas air untuk parameter NO 2-N mg/L, NO3-N, TAN dan TOM masih berada pada batas aman untuk budidaya udang vanname.
A= pergiliran bakteri probiotik RICA 4, 5 dan 3, B= kombinasi bakteri probiotik RICA-4, RICA-5, RICA-3 dan C= kontrol (tanpa pemberian probiotik)
Gambar 8. Fluktuasi nilai NO2-N (mg/L) pada air budidaya udang vaname selama penelitian
Aplikasi probiotik RICA 4, 5, dan 3 pada budidaya ..... (Endang Susianingsih)
874
Keragaan nilai NO 2-N (Gambar 8) berada pada 0,0051–0,1028 mg/L yaitu untuk perlakuan A (0,0051–0.,758 mg/L), B (0.049 - 0.,028 mg/L) dan C (0.,105 – 0.,525 mg/L). Kisaran optimum menurut Adiwidjaya et al. (2003) di tambak pemeliharaan L. Vannamei adalah 0,01 – 0,05 ppm. Pada Gambar 8 terlihat bahwa pada perlakuan B, NO 2-N mengalami peningkatan hingga 0.1028 mg/L. Peningkatan ini kemungkinan disebabkan karena kurangnya bakteri pengurai nitrit pada proses denitrifikasi dan mengindikasikan bahwa bakteri probiotik RICA 3 yang diberikan belum secara signifikan mampu menguraikan nitrit yang ada menjadi nitrogen, bentuk yang siap digunakan oleh bakteri alami untuk proses sintesa asam amino. Nitrit-nitrogen merupakan salah satu stressor bagi udang sehingga keberadaannya yang cukup tinggi pada tambak pemeliharaan harus diperhatikan. Nitrogen merupakan bahan yang dibutuhkan oleh bakteri terutama untuk proses sintesis asam amino dan nukleotida. Sumber nitrogen dapat berasal dari sumber organik dan anorganik. Sumber bahan organik yang biasanya diperoleh oleh bakteri dalam sistem budidaya adalah sisa pakan dan hasil metabolit udang. Protein yang terdapat dalam sisa pakan akan didekomposisi oleh bakteri menggunakan enzim protease menjadi asam amino-asam amino yang akhirnya diasimilasi ke dalam sel bakteri (Sukenda et al., 2006).
A= pergiliran bakteri probiotik RICA 4, 5 dan 3, B= kombinasi bakteri probiotik RICA-4, RICA-5, RICA-3 dan C= kontrol (tanpa pemberian probiotik)
Gambar 9. Fluktuasi nilai NO3-N (mg/L) pada air budidaya udang vaname selama penelitian Pada Gambar 9 terlihat nilai nitrat berfluktuasi selama pemeliharaan, tetapi mengalami peningkatan pada sampling ke-4. Meskipun kandungan nitrat yang cukup tinggi tidak berbahaya bagi udang vanname tetapi untuk mencegah terjadinya blooming fitoplankton, konsentrasi nitrat-nitrogen di perairan sebaiknya tidak lebih dari 1.0 mg/L (Wedemeyer, 1996) Tidak sepeti nitrit dan amoniak, nitrat bukan senyawa beracun yang dapat mengganggu kehidupan udang budidaya karena nitrat dapat dimanfaatkan langsung oleh produsen primer dalam tambak untuk kebutuhan salah satu nutrientnya sehingga keberadaannya yang tinggi pada tambak tidaklah menjadi masalah. Fluktuasi TAN (Gambar 10) selama penelitian berada pada kisaran 0,0252–0,1542 mg/L perlakuan A (0,03157–0,1535 mg/L), B (0,0252–0,1542 mg/L) dan C (0,0707–0,1221 mg/L). Konsentrasi kisaran yang optimum pada budidaya udang vanname menurut Adiwijaya et al. (2003) adalah 0,05–0,1 mg/ L, sehingga kisaran TAN yang demikian masih dapat ditolerir oleh udang budidaya. Kadar amoniak mulai berpengaruh terhadap pertumbuhan udang sebanyak 50% jika berada pada konsentrasi 0.45 mg/L. Sedangkan pada kadar 1,29 mg/L telah dapat menyebabkan terjadinya kematian. Pada Gambar 10 terlihat bahwa konsentrasi TAN selama penelitian cenderung mengalami peningkatan. Hal ini disebabkan karena lamanya waktu pemeliharaan sehingga semakin banyak sisa metabolisme yang dikeluarkan oleh udang.
875
Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2016
A= pergiliran bakteri probiotik RICA 4, 5 dan 3, B= kombinasi bakteri probiotik RICA4, RICA-5, RICA-3 dan C= kontrol (tanpa pemberian probiotik)
Gambar 10. Fluktuasi nilai total amonium (mg/L) pada air budidaya udang vaname selama penelitian Nilai total amonia nitrogen (TAN) menggambarkan jumlah total nitrogen yang berada dalam bentuk NH3 (tidak terionisasi) dan NH4+ (terionisasi). Secara umum, nilai TAN ini akan berkurang jika terdapat asimilasi NH3 atau NH4+ oleh bakteri Kandungan bahan organik selama penelitian (Gambar 11) berada pada kisaran 47,8567-60,68: perlakuan A (47,8567–59,8467), B (48,7967–60,68) dan C (51,93–59,63). Penambahan bahan organik dari pakan yang diberikan pada budidaya udang semi-intensif dengan padat penebaran 10 ekor/m2 ini akan meningkatan kandungan BOT. Peningkatan kandungan BOT ini diatas 30 mg/L dapat meningkatkan patogenisitas Vibrio spp. seperti yang dilaporkan oleh Madeali et al. (2009), bahwa kandungan BOT dalam air pemeliharaan udang di atas 30 mg/L dapat meningkatkan patogenesitas bakteri Vibrio spp. Peningkatan kandungan BOT sebagai salah satu pemicu serangan dapat ditekan kembali oleh adanya aktivitas bakteri probiotik yang diaplikasikan seperti yang diperlihatkan pada perlakuan A dan B. Adanya RICA-3 pada perlakuan A diduga memiliki aktivitas sangat baik untuk menguraikan BOT sehingga menjadikan kandungan BOT pada perlakuan A lebih rendah jika dibandingkan dengan perlakuan B dan kontrol.
A= pergiliran bakteri probiotik RICA 4, 5 dan 3, B= kombinasi bakteri probiotik RICA-4, RICA-5, RICA-3 dan C= kontrol (tanpa pemberian probiotik)
Gambar 11. Fluktuasi nilai bahan organik total (mg/L) pada air budidaya udang vaname selama penelitian
Aplikasi probiotik RICA 4, 5, dan 3 pada budidaya ..... (Endang Susianingsih)
876
KESIMPULAN Pemberian probiotik RICA 4,5 dan 3 secara pergiliran maupun kombinasi memberikan hasil yang lebih baik terhadap sintasan udang vanname, meskipun secara deskriptif perlakuan kombinasi probiotik RICA 4,5 dan 3 menghasilkan sintasan dan produksi yang lebih baik terhadap sintasan dan produksi udang vanname. TBV, TPC, serta kualitas air masih berada pada batas aman untuk budidaya udang vanname DAFTAR ACUAN Adiwidjaya, D., Rahardjo, S.P., Sutikno, E.,Sugeng, & Subiyanto. (2003). Petunjuk teknis budidaya udang vaname (Litopenaeus vannamei) sistem tertutup yang ramah lingkungan. Departemen Kelautan dan Perikanan Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Payau, Jepara,19 hlm. Anonim. (2006). http/rachdie.blogsome.com/2006/prinsip-pertumbuhan-bakteri/. Diakses tanggal 17 Juli 2011. Blaxhall, P. & Daishley,K. (1973). Some blood parameters of the Rainbow Trout I. The Kamloops variety. J. Fish. Biol. 5: 1-8. Lavilla-Pitogo CR, Baticados MCL, Cruz- Lacierda ER, & De La Pena LD. (1990). Occurrence of luminous bacterial diseases of Penaeus monodon larvae in the Philiphines. Aquaculture 91: 1–13. Liu CH. & Chen, JC. (2004). Effect of ammonia on the immune response of white shrimp Litopenaeus vannamei and its susceptibility to Vibrio alginolyticus. Fish Shellfish Immunol. 16 : 321-334. Moriarty, D.J.W. (1999). Disease Control in Shrimp Aquaculture with Probiotic Bacteria. Microbial Interactions in Aquaculture. Mulini, Nurbaya & Atmomarsono, M. (2006). Penapisan bakteri yang diisolasi dari tambak udang sebagai kandidat probiotik pada budidaya udang windu, Penaeus monodon. J. Ris. Akuakultur . 1: 73 - 85 Poernomo, A. (2004). Technology of probiotics to solve the problems in shrimp pond culture and the culture environment. Paper presented in The National Symposium on Development and Scientific and Technology Innovation in Aquaculture, January 27-29 2004.Patrajasa Hotel, Semarang, 25 pp. Slamet, S., Sutende, D., Afandi, M., & Sofiati. (2009). Budidaya udang vaname (Litopenaeus vannamei) semi intensif dengan metode sirkulasi tertutup untuk menghindari serangan virus. Jurnal Ilmu Kelautan dan Perikanan vol 1 no 2 Sukenda, Hadi, P., & Harris, E. (2006). Pengaruh pemberian sukrosa sebagai sumber karbon dan probiotik terhadap dinamika populasi bakteri dan kualitas air media budidaya udang vaname, Litopenaeus vannamei. Effect of Sucrose as Carbon Source and Probiotic Administrations on Bacterial Population Dinamic and Water Quality in White Shrimp, Litopenaeus vannamei Culture. Jurnal Akuakultur Indonesia. 5(2): 179-190 Taslihan, A, Ani W, Retna H, & S.M. Astuti. (2004). Pengendalian Penyakit Pada Budidaya Ikan Air Payau, Direktorat Jenderal Perikanan Balai Besar Budidaya Air Payau Jepara. Verschuere L., Rombaut G., Sorgeloos P., & Verstraete W. (2000). Probiotic bacteria as biological control agents in aquaculture. Microbiology and Molecular Biology Reviews, 655 – 67l. Wedemeyer, G.A. (1996). Physiology of fish in intensive culture Systems. Chapman & Hall. New York. 277 pp. Widanarni., Jeanni, I.N., & Sukenda. (2014). Pemberian prebiotik, probiotik dan sinbiotik untuk pengendalian ko-infeksi Vibrio harveyi dan infectious myonecrosis virus pada udang vaname Litopenaeus vannamei. Jurnal Akuakultur Indonesia 13 (1), 11–20 (2014) Widiyanto, T. (2005). Seleksi bakteri nitrifikasi dan denitrifikasi untuk bioremediasi di tambak udang. Disertasi Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor.