APLIKASI PIGMEN KLOROFIL Sargassum sp. PADA PROTOTIPE SEL SURYA
RETNO PUJI RAHAYU
DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2017
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Aplikasi Pigmen Klorofil Sargassum Sp. pada Prototipe Sel Surya adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Januari 2017
Retno Puji Rahayu NIM F34120068
ABSTRAK RETNO PUJI RAHAYU. Aplikasi Pigmen Klorofil Sargassum Sp. pada Prototipe Sel Surya. Dibimbing oleh ERLIZA NOOR Energi matahari merupakan salah satu energi terbarui dan tersedia secara melimpah sehingga pemanfaatannya harus ditingkatkan. Pemanenan energi matahari diperlukan suatu teknologi yang dapat mengubah energi matahari menjadi energi listrik secara langsung. Teknologi tersebut adalah teknologi sel surya (solar cell). Dye-sensitized solar cells memberikan alternatif dalam hal penyediaan energi yang lebih mudah dan lebih murah dibandingkan dengan solar cell komersial yang saat ini dijual. Dye yang digunakan untuk pelapisan DSSC adalah dye organik yaitu klorofil. Penelitian ini bertujuan mengembangkan solar cell tersensitisasi dye menggunakan pigmen klorofil dari rumput laut (Sargassum sp.). Metode yang digunakan meliputi ekstraksi dan teknik doctor blade. Perlakuan dengan perendaman lapisan dalam dye klorofil selama 30 jam adalah perlakuan terbaik dengan nilai efisiensi 1,43% dengan tegangan dan arus maksimal 159,3 mV dan 0,009 mA. Perlakuan perendaman 5 jam, 15 jam, 45 jam dn 60 jam mendapatkan nilai efisiensi sebesar 0,51%, 0,92%, 0,76%, dan 0,62%. Penurunan absorbansi klorofil setelah dilakukan penyimpanan klorofil selama 7 hari. Kata kunci: pigmen klorofil, Sargassum sp., sel surya tersetisisasi dye.
ABSTRACT RETNO PUJI RAHAYU. Applications pigments Chlorophyll Sargassum Sp. on Prototype Solar Cells. Supervised by ERLIZA NOOR The availability of solar energy is one of the renewable energy and it is limitless, so the utilization should be improved. Harvesting solar energy require a technology that able to transform directly from solar energy into electric energy. The technology is solar cell. Dye-sensitized solar cell provide choice for eashier and cheaper anergy compared to commercial solar cell. Dye used for coating DSSC is an organic dye chlorophyll. The purpose of this study is to develop a dye-sensitized solar cells using a chlorophyll pigment from seaweed (Sargassum sp.). The methods that used in the process of making solar cells including evaporation and doctor blade. Treatment performed by immersion colloidal in dyes for 30 hours is the best treatment where its gains the efficiency value of 1,43% with the maximum voltage and current of 159,3 mV and 0,009 mA. While the other immersion time 5, 15, 45 and 60 hours, get the efficiency value of 0,51%, 0,92%, 0,76%, and 0,62%. Decrease of absorbance of chlorophyll after storage for 7 days. Keywords:chlorophyll, dye-sensitized solar cell, Sargassum sp.
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2017 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutip hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.
APLIKASI PIGMEN KLOROFIL Sargassum sp. PADA PROTOTIPE SEL SURYA
RETNO PUJI RAHAYU
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen Teknologi Industri Pertanian
DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2017
Judul Skripsi : Aplikasi Pigmen Klorofil Sargassum Sp. pada Prototipe Sel Surya Nama : Retno Puji Rahayu NIM : F34120068
Disetujui oleh
Prof. Dr. Ir. Erliza Noor Pembimbing Akademik
Diketahui oleh
Prof. Dr. Ir. Nastiti Siswi Indrasti Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
Judul Skripsi: Aplikasi Pigmen Klorofil Sargassumsp. pada prototipe Sel Surya : Retno Puji , :F34120068
Nama NIM
Rahayu
Disetujui oleh
4ryn{ Prof. Dr. k. Erliz&Noor Pembimbing Akademik
7Z-lgttNolo6,
^\ f-"6 iew**fu
_f:{ffii, 3*:r:-I;.*.,.
Tanggal
tulus: 2 5 JAi.' 2017
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penulis mengambil tema teknologi proses hilir, dengan judul skripsi Aplikasi Pigmen Klorofil Sargassum Sp. pada Prototipe Sel Surya yang telah dilakukan dari bulan Februari sampai Oktober 2016. Ucapan terimakasih serta penghargaan penulis ucapkan kepada : 1. Prof. Dr. Ir. Erliza Noor selaku dosen pembimbing, atas perhatian dan bimbingannya selama penelitian dan penyelesaian skripsi. 2. Dr.Ir Ade Iskandar M.Si. dan Dr.Ir. Liesbetini Hartato M.Si selaku dosen penguji pada ujian skripsi. 3. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pasca Panen yang telah mengijinkan Penulis untuk menggunakan fasilitas di Laboratorium Nanoteknologi. 4. Laboran Laboratorium Teknologi Industri Pertanian IPB, Laboratorium Fisika – Biofisika Materia, Laboratorium Fisika – Analisis Bahan, dan Laboratorium BB Pasca Panen atas bimbingannya dan pengawasannya selama masa penelitian di dalam laboratorium. 5. Bapak Katiyun, Ibu Sumarmi, Adek Bagus beserta seluruh keluarga besar atas doa, dukungan semangat, dan kasih sayangnya. 6. Vairul, Asdani, Khairunnisa, Wike, Gani, Dwi, dan semua sahabat yang selalu memberi semangat dan motivasi dalam penyelesaian skripsi ini. 7. Keluarga besar TINNOVATOR atas bantuan, kritik, dukungan, informasi, dan kebersamaannya selama ini. 8. Keluarga besar FORSMAWI BOGOR atas dukungan semangatnya. 9. Seluruh sanak dan kerabat yang tidak bisa disebutkan satu – persatu. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Januari 2017
Retno Puji Rahayu
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
1
Manfaat Penelitian
2
Ruang Lingkup Penelitian
2
Hipotesis Penelitian
2
TINJAUAN PUSTAKA
3
METODE
5
Bahan dan Alat
5
Prosedur Analisis Data
5
HASIL DAN PEMBAHASAN
9
Komponen Sargassum sp.
9
Karakterisasi Komponen Sel Surya
11
Karakterisasi Arus-Tegangan Sel Surya
12
Stabilitas Serapan Warna pada Sel Surya
16
SIMPULAN DAN SARAN
17
Simpulan
17
Saran
17
DAFTAR PUSTAKA
18
LAMPIRAN
21
RIWAYAT HIDUP
23
DAFTAR TABEL 1 Kadar proksimat Sargassum sp. 2 Nilai Voc, Isc, Vmax, Imax, Pmax, FF dan η masing-masing sampel
9 15
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
(a) Struktur anatase kristal , (b) Struktur rutil kristal Pembuatan bubuk Sargassum sp. Pembuatan ekstrak pekat pigmen klorofil Rangkaian pengukur karakterisasi arus-tegangan sel surya Struktur kimia klorofil (a) dan pheophytin Kurva absorbansi larutan klorofil 40ppm. Kurva absorbansi larutan klorofil dan klorofil+TiO2 Kurva karakterisasi arus-tegangan sel surya dengan perlakuan perendaman 5 jam. Kurva karakterisasi arus-tegangan sel surya dengan perlakuan perendaman 15 jam. Kurva karakterisasi arus-tegangan sel surya dengan perlakuan perendaman 30 jam. Kurva karakterisasi arus-tegangan sel surya dengan perlakuan perendaman 45 jam. Kurva karakterisasi arus-tegangan sel surya dengan perlakuan perendaman 60 jam. Kurva hubungan antara lama perendaman dye dengan daya maksimum Grafik lama penyimpanan terhadap absorbansi klorofil untuk perendaman 30 jam.
4 5 6 8 10 11 12 13 13 14 14 15 16 16
DAFTAR LAMPIRAN 1 Metode analisis proksimat
21
PENDAHULUAN
Latar Belakang Cadangan bahan bakar fosil yang semakin menipis menyebabkan adanya pertimbangan untuk memilih energi matahari sebagai sumber energi yang terbarukan. Hal ini dikarenakan energi selalu tersedia, aman dan belum dimanfaatkan secara maksimal. Teknologi untuk memanen energi matahari, diperlukan suatu teknologi yang dapat mengubah energi matahari menjadi energi listrik secara langsung. Teknologi tersebut adalah sel surya atau solar cell. Sel surya merupakan piranti konversi energi cahaya menjadi energi listrik yang mampu mengatasi masalah keterbatasan cadangan energi fosil tersebut. Dye Sensitized Solar Cells (DSSC) merupakan salah satu sumber energi terbarukan yang sangat potensial. Dye Sensitized Solar Cells memberikan alternatif penyediaan energi terbarukan yang mudah dan murah. Sel surya peka zat warna (DSSC) untuk mengkonversi sinar tampak menjadi listrik berdasarkan sensitivitas semikonduktor yang memiliki band gap luas dan termasuk dalam golongan sel lapis tipis. Kinerja DSSC sebagian besar ditentukan oleh sensitizer zat warna. Sel surya peka zat warna (DSSC) berbeda dengan sel surya konvensional. Pada sel surya konvensional semua produksinya menggunakan material silicon sedangkan DSSC tidak menggunakan material yang punya kemurnian tinggi sehingga biaya produksinya rendah. Ukuran partikel pada metode konvensional umumnya besar, distribusi ukuran partikel yang lebar dan stabilitas pigmen yang rendah. Zar warna yang digunakan adalah klorofil dari Sargassum sp. Penggunaan klorofil sebagai fotosensitizer memiliki potensi sebagai sumber zat warna yang ramah lingkungan. Klorofil merupakan sebuah pigmen yang efektif sebagai fotosensitizer pada proses fotosintesis tumbuhan hijau yang memiliki absorbsi maksimum 670nm, sehingga klorofil merupakan komponen yang sesuai untuk bagian visible dari fotosensitizer. Adanya sel surya peka zat warna ini diharapkan dapat meningkatkan efisiensi penyerapan elektron pada semikonduktor sel surya. Pada penelitian ini diharapkan dapat mengaplikasikan pigmen klorofil dari Sargassum sp pada kit sel surya. Aplikasi material organik klorofil sudah banyak diteliti sebagai sensitizer untuk fotodetektor dan sel surya tetapi penelitian klorofil alam yang diperoleh dari bahan alam sebagai material sentitizer pada devais fotodetektor masih sedikit sehingga perlu adanya pengembangan lebih lanjut. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengaplikasikan pigmen klorofil pada prototipe sel surya tersensitisasi dye, melakukan karakterisasi arus tegangan dan efisiensi sensitizer pigmen rumput laut pada DSSC dengan berbagai lama waktu perendaman plat pada prototipe sel surya.
2 Manfaat Penelitian Seluruh informasi dan hasil penelitian bermanfaat untuk mengaplikasikan dan pengembangan pigmen klorofil dari Sargassum sp. untuk prototipe sel surya tersensititasi. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini meliputi pembuatan ekstrak pigmen klorofil dengan metode maserasi, ekstraksi pigmen klorofil, pengujian dan karakterisasi pigmen klorofil meliputi pengujian arus-tegangan listrik pada kit sel surya, dan stabilitas serapan warna pada prototipe sel surya. Hipotesis Penelitian Aplikasi pigmen klorofil pada prototipe sel surya akan memperlihatkan karakterisasi arus-tegangan yang sesuai dengan karakterisasi arus-tegangan sel surya pada umumnya dan lama perendaman yang berbeda akan mempengaruhi hasil karakterisasi arus-tegangan.
3
TINJAUAN PUSTAKA Energi surya merupakan sumber dari semua energi di bumi. Pemanenan energi matahari perlu suatu teknologi yang dapat mengubah energi matahari menjadi energi listrik secara langsung. Teknologi tersebut adalah sel surya atau solar cell. Perkembangan teknologi sel surya dimulai sekitar abad ke 19 ketika efek fotolistrik ditemukan oleh Alexandre Edmond Becquerel dan kemudian Albert Einstein mengamati adanya efek fotovoltaik pada abad ke 20. Saat ini, ada beberapa jenis sel surya yang berkembang, diantaranya adalah Mono-Crystalline (Grätzel 2004), Polycrystalline/Multi Crystalline, Gallium Arsenide dan Dye Sensitized Solar Cell (DSSC/DSC) (Rahardjo et al. 2008). Dye-sensitized solar cells memberikan alternatif dalam hal penyediaan energi yang lebih mudah dan lebih murah dibandingkan dengan sel surya komersial yang saat ini dijual. Tingkat efisiensi serapan cahaya yang dihasilkan DSSC berkisar antara 11-12%. Dye (pewarna) yang digunakan sebagai sensitizer (zat peka cahaya) umumnya adalah logam jenis Ruthenium (Ru). Jika pada sel surya fotoelektrokimia energi cahaya yang diserap harus lebih besar daripada band gap semikonduktor. Peristiwa ini dinamakan sensitisasi (Pandey 2006). Peristiwa sensitisasi tersebut pertama kali diselidiki oleh Vogel pada tahun 1873 di Berlin, dimana serbuk semikonduktor halida dengan campuran dye mampu memproyeksikan foto ke dalam citra hitam putih (Grätzel 2003). Konversi energi dari elektroda yang tertempeli dye dan dicelupkan ke dalam elektrolit pertama kali dilaporkan oleh Vlachopoulos pada tahun 1988. Pada sel surya ini, terjadi pemisahan muatan dengan efisiensi yang cukup tinggi. Namun, efisiensi sel surya secara keseluruhan masih rendah. Permasalahan ini kemudian diselesaikan oleh O`Regan dan Grätzel pada tahun 1991 dengan menggunakan TiO2 yang bersifat nanopori (mesoporous nanoparticle) dan dye tris(2,2’-bipyridyl-4,4’-carboxylate) rubidium (II) dimana sel surya tersebut memperoleh efisiensi 7,1%. Pengembangan lebih lanjut menghasilkan peningkatan efisiensi hingga 10% pada tahun 2003 (Grätzel 2003). Zat warna memiliki peranan penting dalam absorpsi dan konversi energi surya menjadi listrik. Pigmen dari tanaman merupakan pigmen organic yang dapat digunakan sebagai zat warna sensitisizer alternatif untuk diaplikasikan pada DSSC. Preparasi menggunakan pigmen alami ini sederhana, memiliki kemurnian yang tinggi, ramah lingkungan, dan yang terpenting adalah biaya produksi dari penggunaan logam mulia dan biaya sintesis kimia yang mahal. Kinerja DSSC sebagian besar tergantung pada sensitizer zat warna. Klorofil merupakan pigmen yang tersedia hampir disemua tanaman dan mudah diperoleh. Klorofil menyerap cahaya pada spektrum yang luas dari panjang gelombang merah, biru dan violet. Material TiO2 merupakan salah satu bahan yang digunakan untuk pembuatan kit sel surya tersebut. TiO2 merupakan material semikonduktor tipe-n. TiO2 adalah material yang murah dapat digunakan sebagai pigmen pemutih pada cat atau kertas. Zat ini tidak beracun sehingga dapat digunakan pada industri pasta gigi, industri kertas, cat putih, produk kosmetik, dan lainnya. TiO2 memegang peranan penting dalam pemanfaatan fotoenergi. Hal ini dikarenakan memiliki daya oksidatif atau mampu melepaskan elektron dan stabilitas yang tinggi terhadap fotokorosi. TiO2 memiliki tiga struktur kristal yaitu anatase, rutil, dan
4 brukit. Struktur anatase dan rutil merupakan struktur yang stabil. Besarnya celah energi (Eg) yang dimiliki anatase Eg = 3,2 eV sedangkan rutil Eg = 3,0 eV. Struktur rutil dapat mengalami transformasi menjadi anatase pada kisaran temperatur 700–1000oC tergantung pada ukuran kristal dan bahan campuran (Kalyanasundaram et al, 1998). Struktur kristal brukit termasuk dalam kelompok sistem kristal ortorombik. Struktur ini sulit ditemukan karena biasanya hanya diperoleh dalam mineral dan sulit dimurnikan (Soleh, 2002).
Gambar 1 (a) Struktur anatase kristal . (b) Struktur rutil kristal Cara kerja DSSC cukup mirip dengan proses fotosintesis alami, sementara pemisahan muatan sel surya terjadi melalui pergerakan arus drift pada junction pn. Selain itu, zat warna pada DSSC atau partikel fotoelektrokimia menggantikan klorofil, lapisan semikonduktor dengan struktur nano menggantikan nikotinamida adenin dinukleotida fosfat (NADP+), dan karbon bertindak sebagai akseptor elektron, serta iodida dan triiodida (I-,I3-) menggantikan air dan oksigen sebagai donor elektron dan produk oksidasi. Syarat–syarat yang harus dimiliki dye adalah menyerap cahaya dengan jangkauan spektral selebar mungkin, dapat menginjeksikan elektron dari keadaan tereksitasi pada pita konduksi dari semikonduktor, dan memperlihatkan stabilitas yang sempurna dari ribuan eksistensi–oksidasi–reduksi. Dye organik yang telah diproduksi belum mampu bertahan di atas ribuan siklus dan masih dalam pertimbangan sampai saat ini. Ruthenium merupakan komponen utama anorganik yang dapat digunakan sebagai dye. Banyak jenis kompleks yang dapat menyerap cahaya tampak dengan baik yang telah disintesis dalam dua dekade terakhir. Kompleks dengan X=NC memiliki efisiensi terbesar dikarenakan lebarnya spektrum absorbsi dan keadaan eksitasi yang lama. Proses pengubahan energi foton dari matahari menjadi energi listrik secara langsung disebut proses fotovoltaik. Beberapa hal yang diperhatikan dalam efek fotovoltaik adalah sebagai berikut arus sirkuit singkat, potensial sirkuit terbuka, fill factor, dan efisiensi serapan cahaya. Arus sirkuit singkat dicapai jika sel surya dihubung singkat, dimana tidak ada potensial yang melintasi sel. Arus sirkuit singkat sama dengan jumlah absolut dari foton yang terkonversikan menjadi pasangan elektron-hole. Potensial sirkuit dicapai saat tidak ada arus yang mengalir dari sel surya. Efisiensi sel surya merupakan perbandingan dari output listrik fotovoltaik tergenerasi dan energi dari cahaya yang masuk. Efisiensi sel surya merupakan kemampuan sel surya untuk mengkonversi energi cahaya menjadi energi listrik. Efisiensi konversi diperoleh dari hubungan arus-tegangan keluaran yang dihasilkan sel surya bila disinari cahaya dengan daya tertentu.
5
METODE Metodologi penelitian mengacu pada penelitian Nur (2015) dengan modifikasi komposisi pelarut. Penelitian dilakukan pada bulan Februari sampai bulan Oktober 2016 di Laboratorium Teknik Kimia, Laboratorium Pengawasan Mutu, dan Laboratorium Instrumen di Departemen Teknologi Industri Pertanian, Laboratorium Biofisik Material Departemen Fisika, Laboratorium Farmatika Universitas Indonesia, Jakarta. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rumput laut cokelat kering (Sargassum sp.) yang berasal dari Pantai Pamempeuk, Garut – Jawa Barat, aseton, etanol, aquades, kalium iodida (KI), triton X-100 dan kertas saring. Sedangkan peralatan yang digunakan adalah alat gelas, spatula, grinder, hotplate, neraca analitik, rotary evaporator (Yamato), voltmeter, ampheremeter, dan TCO (Transparant Conductive Oxide). Prosedur Analisis Data Penelitian dilakukan dalam beberapa tahap, yakni pembuatan serbuk alga kering, ekstraksi pigmen klorofil, pembuatan lapisan tipis pada TCO, pencelupan lapisan pada larutan dye-sensitizer, karakterisasi arus tegangan sel surya dan penetapan efisiensi konversi sel surya. Pembuatan Bubuk Sargassum sp. Pembuatan serbuk Sargassum sp. meliputi pemotongan dan pengecilan ukuran Sargassum sp. kering. Seluruh bagian Sargassum sp. kering digunting kemudian dihaluskan dengan menggunakan grinder untuk mendapatkan ukuran ±20 mesh. Sargassum sp. kering
Pemotongan
Penggilingan
Bubuk Sargassum sp. Gambar 2 Pembuatan bubuk Sargassum sp.
6 Ekstraksi Pigmen Klorofil Ekstraksi pigmen yang digunakan merupakan hasil modifikasi dari metode APHA (2012). Sebanyak 100 gram serbuk Sargassum sp. kering diekstraksi dengan melakukan maserasi dalam larutan aseton:aquades (9:1) (v/v). Perbandingan jumlah alga dengan pelarut aseton yang dibutuhkan dalam ekstraksi adalah 1:4 (b/v). Larutan pigmen-aseton disaring, lalu filtrat pigmen dipekatkan dengan rotary vacuum evaporator (Yamato) pada temperatur ±500C hingga bebas dari pelarut.
Bubuk Sargassum sp.
Penimbangan
Aseton:aquades 9:1
Pencampuran (bahan:pelarut=1:4) (b/v)
Ekstraksi 24 jam
Penyaringan
Ampas
Ekstrak pigmen klorofil
Pemekatan (evaporator)
Ekstrak pekat pigmen klorofil
Gambar 3 Pembuatan ekstrak pekat pigmen klorofil
Pelarut
7 Pembuatan Lapisan pada TCO Pembuatan lapisan tipis dilakukan berdasarkan hasil modifikasi dari metode ICE 2008 dengan pembuatan koloid dan pelapisan koloid pada TCO. Pembuatan koloid dilakukan dengan mencampurkan 0,5 gram dengan 1 ml larutan asam asetat dengan pH 3-4 dan triton X-100, campuran tersebut kemudian digerus perlahan hingga membentuk koloid. Triton X-100 berfungsi sebagai surfaktan untuk menambah daya adhesi pada substrat. Selanjutnya dilakukan pelapisan koloid pada TCO yang sudah dicuci dengan sabun dan direndam dengan etanol. Hal ini dilakukan dengan menutup sisi TCO dengan scotch tape sehingga menyisakan penampang kosong (1x1)cm2. Setelah itu koloid dioleskan dan distribusikan secara merata di atas kaca TCO dengan batang gelas. Selanjutnya lapisan pada TCO dikering anginkan selama 2 menit dan dilepaskan scotch tape dengan hati–hati. Lapisan pada TCO dipanaskan dengan hotplate sampai lapisan benar-benar menempel kemudian disimpan dalam wadah yang sudah dilengkapi silica gel. Perendaman Lapisan pada Larutan Dye-Sensitizer Berdasarkan Chou et al. (2007), perendaman dilakukan dengan waktu maksimal hingga 48 jam. Lapisan pada kaca TCO dicelupkan ke dalam larutan pigmen klorofil setelah itu, dibiarkan selama 5 jam,15 jam, 30 jam, 45 jam, dan 60 jam di dalam ruang gelap agar larutan pigmen terserap sempurna. Kaca konduktif yang berlapis ditiriskan dan kemudian dilakukan karakterisasi arus tegangan kit sel surya. Karakterisasi Arus-Tegangan Karakterisasi arus-tegangan berdasarkan (Hao et al. 2006) dilakukan setelah pukul 12.00 WIB. Karakterisasi arus-tegangan dilakukan menggunakan voltmeter dan amperemeter yang dirangkai secara paralel seperti pada gambar 4. Pengukuran dilakukan dengan memutar potensiometer sehingga nilai hambatan berubah. Potensiometer digunakan sebagai dummy load untuk menentukan nilai arus secara variatif. Perubahan nilai hambatan ini akan terbaca pada voltmeter dan amperemeter. Pencatatan dilakukan ketika terjadi perubahan nilai pada amperemeter. Nilai tersebut kemudian diplot dalam bentuk grafik. Parameter yang diamati meliputi Voc (open circuit voltage) yaitu tegangan ketika beban luar yang diberikan sangat besar, (Voc) didapatkan ketika dalam perubahan nilai hambatan oleh potensiometer, nilai arus y ang terbaca adalah nol, sedangkan nilai short circuit current (Isc) didapatkan ketika nilai tegangan yang terbaca adalah nol. Nilai tegangan maksimum (Vmax) dan arus maksimum (Imax) didapatkan dengan melihat nilai terbesar dari hasil perkalian antara tegangan dan arus setiap data.
8
Gambar 4 Rangkaian pengukur karakterisasi arus-tegangan sel surya (Hao et al. 2006) Efisiensi Konversi Serapan Energi (Jiang et al. 2011) Efisiensi konversi selalu menjadi perhatian utama dalam pembuatan solar cell, karena kualitas sebuah sel surya ditentukan dari seberapa besar kemampuannya untuk mengkonversi energi cahaya menjadi energi listrik dalam bentuk arus dan tegangan listrik. Efisiensi konversi energi sebuah solar cell dihitung dengan rumus :
FF adalah fill factor, η adalah efisiensi konversi cahaya ke listrik, Isc adalah short-circuit current (mA), Voc adalah tegangan open circuit, dan Pin adalah daya energi sinar. Pin ditentukan dengan rumus :
dimana Iin adalah intensitas sumber cahaya dan A adalah luas solar cell yang disinari.
9
HASIL DAN PEMBAHASAN Komponen Sargassum sp. Komponen kimia yang terdapat pada rumput laut terdiri dari air, abu, potein, lemak, dan karbohidrat. Hasil uji proksimat untuk mengetahui komponen kimia pada bahan baku alga kering Sargassum sp. dapat dilihat pada Tabel 1. Kadar air pada bahan baku diketahui memiliki nilai sesuai dengan standar mutu yang ditetapkan oleh SPC yakni dibawah 35%. Kadar air yang rendah mampu menurunkan aktivitas air yang akan memicu pertumbuhan mikroba, menjaga kualitas alginat pada bahan, dan menurunkan volume penyimpanan (Gupta et al. 2011). Penurunan kadar air rumput laut dengan cara pengeringan sangat diperlukan saat pasca panen, karena kadar air yang tinggi dapat menyebabkan terjadinya fermentasi dan berakibat menurunkan mutu rumput laut (Suryaningrum 2011). Tabel 1 Kadar proksimat Sargassum sp. Persentase Kandungan (%) Kadar air 22.33 Kadar abu 25.16 Kadar protein 5.67 Kadar Serat 8.64 Kadar lemak 0.20 b Kadar karbohidrat 38.00 a b Keterangan: SPC 2013; by difference. Karakteristik
Standar Mutua ≤ 35% -
Komponen kimia tertinggi pada Sargassum sp. yakni kadar karbohidrat yang mencapai 38.00%. Kandungan karbohidrat yang terdapat pada Sargassum sp. didominasi oleh dua jenis, yakni laminarin dan alginat. Laminarin merupakan polisakarida glukosa yang dapat ditemukan pada alga cokelat, dan umumnya berjumlah 25% dari berat kering Sargassum sp. (Prahasta 2010). Alginat adalah jenis polisakarida yang dapat memberikan sifat fleksibilitas pada dinding sel alga cokelat. Kadar alginat dalam alga cokelat diketahui dapat mencapai 40% dari berat kering (Rasyid 2010). Klorofil dapat dijadikan bahan pembuatan sel surya organik. Klorofil digolongkan sebagai material semikonduktor organik. Hal ini dikarenakan klorofil memiliki sifat semikonduktif terhadap listrik. Klorofil termasuk semikonduktor tipe-p karena terdapat hole pada komponennya. Beda potensial dan aliran arus untuk aplikasi sel surya akan timbul saat adanya persambungan (junction) antara klorofil dengan material tipe-n (Lesmana 2009).
10 Klorofil merupakan pigmen pembawa warna hijau. Struktur dasar klorofil adalah porpirin, dimana atom nitrogen pada keempat cincin pirol dalam makrosiklik membentuk ikatan kovalen dengan ion Mg2+ yang merupakan pusat dari molekul klorofil (Gross 1991; Scheer 2006). Klorofil a merupakan pigmen utama yang terdapat pada hampir semua organisme fotosintetik oksigenik, terletak pada pusat reaksi dan bagian tengah antena. Klorofil a merupakan pigmen utama yang bertanggung jawab terhadap proses fotosintesis. Oleh karena itu, pigmen ini menjadi penting bagi pertahanan hidup rumput laut atau untuk berkompetisi dengan organisme lain dalam sebuah habitat tertentus. Keberadaan klorofil a pada rumput laut dilengkapi dengan pigmen pendukung (aksesori) yaitu klorofil b, c, atau d dan karotenoid yang berfungsi melindungi klorofil a dari foto-oksidasi (Atmadja et al., 1996; Green dan Durnford, 1996). Alga cokelat jenis Sargassum sp. merupakan salah satu jenis alga yang memiliki kandungan pigmen organik, yakni fukosantin dan klorofil. Kandungan alami pada Sargassum sp. didominasi oleh pigmen fukosantin dan klorofil a tergantung pada kedalaman, suhu, tempat tumbuh, intensitas cahaya (Limantara dan Heriyanto 2010; Resita, et al. 2010). Dalam aplikasi panel surya tersensititasi, pigmen klorofil merupakan pigmen organik yang sudah diinvestigasi mampu mengonversi energi cahaya menjadi energi listrik. Efisiensi pigmen klorofil dan turunannya dalam aplikasi panel surya cukup baik bila dibandingkan dengan pigmen lain seperti xantofil, yakni senilai 0.24–1.13%, namun sifat pigmen klorofil yang tidak stabil dan sulit terdispersi menjadi salah satu permasalahan aplikasi penggunaan pigmen klorofil untuk panel surya (Lim et al. 2015; Rosana et al. 2015). Struktur kimia dari beberapa jenis klorofil tersaji pada Gambar 5.
(a)
(b)
Gambar 5 Struktur kimia klorofil (a) dan pheophytin (b) (Lim et al. 2015; Rosana et al. 2015).
11 Karakterisasi Komponen Sel Surya Kemampuan dye dalam menyerap sinar matahari dan mengubahnya menjadi energi listrik merupakan peranan penting sel surya tersensitisasi. Sel surya tersensitisasi dye terdiri dari beberapa lapisan diantaranya nanokristal berpori sebagai fotoanoda, dye sebagai fotosensitizer, elektrolit redoks dan elektroda lawan (katoda) yang diberi lapisan katalis (Maddu et al 2007). Penggunaan dye organik dikarenakan dye tersebut lebih murah dari dye ruthenium, memiliki koefisien absorbsi yang besar karena adanya transisi intra molekul δ ~ δ, dan mengurangi kekhawatiran tentang sumberdaya yang terbatas. Hal ini dikarenakan dye organik tidak mengandung logam mulia seperti ruthenium (Kathiravan et al 2009). Pencelupan lapisan pada larutan dye organik bertujuan untuk memperlebar spektrum serapan. Hal ini bertujuan agar sel surya dapat dengan efektif menyerap sebagian besar cahaya tampak matahari. Hasil XRD menurut Hidayat (2003) menyatakan bahwa sampel dikarakterisasi dengan menggunakan XRD XD-610 SHIMADZU, sumber Cu dengan besar tegangan 30 kV dan besar arus 30 mA struktur diketahui sebagai kristal anatase. Milenkovic, et al. 2012 menyatakan panjang serapan gelombang maksimum warna biru dan merah untuk pheophytin a dalam aseton terletak pada 409.5 nm dan 665.5 nm dengan perbandingan nilai ASoret/AQy 2.26. Nilai tersebut menunjukkan fraksi pheophytin a yang merupakan turunan dari klorofil a tanpa atom magnesium pada cincin porphyrin pigmen. Berdasarkan data hasil pengujian menggunakan UV-Vis Spektrofotometer, puncak absorbansi pigmen klorofil berada pada panjang gelombang 627,84 nm dan nilai absorbansinya 2,959. Sedangkan absorbansi antara TiO2 dan klorofil berada pada panjang gelombang 522,13 nm dan nilai absorbansinya 2,666. Munier et al (2014) menyebutkan ada tiga faktor yang mempengaruhi kestabilan pigmen, yaitu cahaya, pH, dan suhu. Oleh karena itu pigmen klorofil harus disimpan di dalam ruang kedap cahaya karena pigmen tidak boleh terekspos langsung dengan cahaya lebih dari 48 jam. Hal ini dapat mempengaruhi nilai panjang gelombang dan nilai absorbansi sampel. 3,5 3
Absorbansi
2,5 2 1,5 1 0,5 0 250
350
450
550
650
750
Panjang gelombang (nm)
Gambar 6 Kurva absorbansi larutan klorofil 40ppm.
850
950
12 3,5 3
Absorbansi
2,5 2 1,5 1 0,5 0 200
400
600
800
Panjang gelombang (nm)
Gambar 7 Kurva absorbansi larutan klorofil dan klorofil+TiO2 pada perendaman 5 jam Pada aplikasi sel surya DSSC ini menggunakan TiO2 dengan ukuran nanometer. Tio2 berukuran nanometer memiliki kelebihan yaitu dapat menampung dye lebih banyak karena terdapat banyak rongga di dalam lapisannya. Ukuran yang terlalu besar hanya terdapat sedikit rongga sehingga hanya dapat menampung sedikit dye dan efisiensi yang dihasilkan lebih kecil karena menghasilkan pasangan elektron-hole yang sedikit. Karakterisasi Arus-Tegangan Sel Surya Karakterisasi arus-tegangan sel surya merupakan parameter penting dalam melihat kelayakan prototipe sel surya tersebut. Parameter lain yang penting untuk melihat kinerja sel surya adalah nilai fill factor(ff). Nilai ff merupakan perbandingan antara daya maksimum pada rangkaian luar terhadap daya tegangan (daya potensial) (Lesmana 2009). Karakterisasi arus tegangan dilakukan dengan menguji nilai arus dan tegangan yang keluar dari sampel yang telah dibuat dengan memanfaatkan sumber cahaya matahari dengan intensitas 100 W/m2. Kurva yang didapatkan dari hasil pengukuran cenderung tidak beraturan, sehingga dapat disimpulkan bahwa sel surya yang dibuat tidak ideal. Akibatnya sel surya yang dibuat memiliki fill factor (ff) dan efisiensi yang kecil. Hasil dari karakterisasi arus-tegangan yang dilakukan menggunakan sumber cahaya matahari sesuai dengan karakterisasi sel surya pada umumnya yaitu arus-tegangan berbanding terbalik. Jika arus yang terukur pada amperemeter mengalami penurunan maka tegangan yang terukur pada voltmeter akan mengalami kenaikan. Kurva hasil pengujian arus-tegangan dengan proses perendaman dye selama 5 jam, 15 jam, 30 jam, 45 jam dan 60 jam ditunjukkan oleh Gambar 8, Gambar 9, Gambar 10, Gambar 11 dan Gambar 12.
13
Rapat arus (mA/cm²)
0,006 0,005 y = -3E-05x + 0,0067 R² = 0,7536
0,004 0,003 0,002 0,001 0 100
120
140
160
180
200
220
Tegangan (mV)
Gambar 8 Kurva karakterisasi arus-tegangan sel surya perendaman 5 jam. Kurva karakterisasi arus-tegangan sel surya dengan perlakuan perendaman 5 jam cenderung curam ke bawah. Hal ini mempengaruhi nilai fill factor yang dihasilkan. Nilai FF yang dihasilkan pada perendaman dye selama 5 jam adalah 0,53 sedangkan nilai FF yang sempurna adalah 1 yang menandakan nilai efisiensi sel surya yang dihasilkan 100%. Hal ini dapat diartikan bahwa sel surya yang berukuran 1cm² dapat mengkonversi cahaya ke energi listrik sebesar 100%. 0,02 Rapat arus (mA/cm²)
0,018 y = -0,0001x + 0,0213 R² = 0,914
0,016 0,014 0,012 0,01 0,008 0,006 0,004 30
50
70
90
110
130
Tegangan (mV)
Gambar 9 Kurva karakterisasi arus-tegangan sel surya perendaman 15 jam. Kurva karakterisasi arus-tegangan sel surya dengan perlakuan perendaman 15 jam cenderung landai ke bawah. Hal ini mempengaruhi nilai fill factor yang dihasilkan akan semakin kecil. Nilai FF yang dihasilkan pada perendaman dye selama 15 jam adalah 0,48. Nilai FF yang dihasilkan dari hasil perendaman 15 jam lebih kecil dari nilai FF perendaman 5 jam disebabkan Vmax yang dihasilkan lebih kecil yaitu 101,9 mVolt.
14
Rapat arus (mA/cm²)
0,01 y = -0,0002x + 0,0425 R² = 0,9292
0,008 0,006 0,004 0,002 0 150
160
170
180
190
200
Tegangan (mV)
Gambar 10 Kurva karakterisasi arus-tegangan sel surya perendaman 30 jam. Kurva karakterisasi arus-tegangan sel surya dengan perlakuan perendaman 30 jam menunjukkan hasil yang lebih stabil dibandingkan Gambar 8 dan Gambar 9. Nilai FF yang diperoleh lebih tinggi yaitu 0,85 sedangkan nilai efisien serapan cahaya matahari 1,43%. Daya maksimum yang dihasilkan mencapai 1,43 mV. 0,008 Rapat Arus (mA/cm²)
0,007 y = -4E-05x + 0,009 R² = 0,8471
0,006 0,005 0,004 0,003 0,002 0,001 0 50
100
150
200
Tegangan (mV)
Gambar 11 Kurva karakterisasi arus-tegangan sel surya perendaman 45 jam. Kurva karakterisasi arus-tegangan sel surya dengan perlakuan perendaman 45 jam cenderung landai ke bawah. Hal ini mempengaruhi nilai fill factor yang dihasilkan. Nilai FF yang dihasilkan pada perendaman dye selama 40 jam adalah 0,59 sedangkan nilai efisiensi yang dihasilkan adalah 0,76%. Daya maksimum yang dihasilkan mencapai 0,76 mW. Perbedaan nilai tegangan yang berbeda pada rapat arus yang sama dipengaruhi oleh perbedaan intensitas yang diserap prototipe sel surya pada masing-masing rapat arus.
15 0,007 Rapat arus (mA/cm²)
0,006 y = -0,0001x + 0,0198 R² = 0,9545
0,005 0,004 0,003 0,002 0,001 0 119,5
129,5
139,5
149,5
159,5
169,5
Tegangan (mV)
Gambar 12 Kurva karakterisasi arus-tegangan sel surya perendaman 60 jam. Kurva karakterisasi arus-tegangan sel surya dengan perlakuan perendaman 60 jam cenderung tidak beraturan. Hal ini mempengaruhi nilai fill factor yang dihasilkan. Nilai FF yang dihasilkan pada perendaman dye selama 60 jam adalah 0,63 sedangkan efisiensinya adalah 0,62%. Dari grafik hubungan arus-tegangan dapat dihitung besarnya daya maksimal. Nilai Voc, Isc, Vmax, Imax, Pmax, FF dan η masing-masing perlakuan dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Nilai Voc, Isc, Vmax, Imax, Pmax, FF dan η masing-masing sampel Parameter Voc (mV) Isc (mA) Vmax (mV) Imax (mA) Pmax (mW) FF η (%)
5 jam 193 0,005 102,7 0,005 0,5135 0,53 0,51
15 jam 113,4 0,017 101,9 0,009 0,9171 0,48 0,92
Lama perendaman 30 jam 45 jam 188,3 183,4 0,009 0,007 159,3 151,8 0,009 0,005 1,4337 0,759 0,85 0,59 1,43 0,76
60 jam 164,3 0,006 124,1 0,005 0,6205 0,48 0,62
Perbedaan nilai yang diperoleh dari hasil pengujian setiap sampel dikarenakan dye yang menempel pada substrat juga berbeda. Dye yang menempel semakin banyak diduga akan mempengaruhi bertambahnya kemampuan dalam menyerap cahaya. Sel surya yang efisien harus disertai dengan adanya dye yang mampu diserap oleh lapisan semikonduktor dengan kuat (Li et al 2013). Efisiensi sel surya juga ditentukan oleh kemampuan elektron yang tereksitasi dari klorofil untuk masuk ke dalam pita konduksi dari TiO2. Nilai arus terhubung singkat (Isc) antar perlakuan tidak berbeda nyata sedangkan nilai tegangan rangkaian terbuka (Voc) mengalami kenaikan pada perlakuan perendaman 5 jam dan menurun pada perlakuan 15 jam. Efisiensi serapan cahaya yang didapatkan masih tergolong kecil. Hal ini dikarenakan lapisan TiO2 yang mengalami pengelupasan sehingga klorofil yang terperangkap oleh TiO2 belum maksimal.
Daya Maksimum (mW)
16 1,6 1,4 1,2 1 0,8 0,6 0,4 0,2 0 0
10
20
30
40
50
60
Lama perendaman (jam)
Gambar 13 Kurva hubungan lama perendaman dye dengan daya maksimum Berdasarkan kurva hubungan antara lama perendaman dye dengan daya maksimum pada Gambar 13 menunjukkan bahwa daya maksimum yang paling besar didapatkan pada perendaman 30 jam dan mengalami penurunan pada saat perendaman 45 jam. Adanya penurunan nilai Voc setelah perendaman 45 jam diduga disebabkan karena keterbatasan jumlah dye yang mampu diikat oleh TiO2 dan adanya degradasi lapisan TiO2 pada saat perendaman. Menurut Umam dan Hatuti (2013) menyebutkan bahwa TiO2 memiliki batas maksimal dalam mengabsorbsi dye dalam rongga – rongganya. Semakin banyak dye yang menempel pada lapisan TiO2 maka akan menyebabkan lapisan TiO2 tertutup oleh dye. Nilai efisiensi yang didapatkan masih rendah bila dbandingkan dengan literatur. Hal ini dikarenakan proses deposisi TiO2 pada substrat TCO masih kurang baik, larutan dye dan larutan elektrolit yang digunakan berpengaruh pada prototipe sel surya TiO2. Konsentrasi dye teradsopsi dipengaruhi juga oleh temperatur pada saat anealing, sehingga dapat mempengaruhi kemampuan penyerapan permukaan dye. Stabilitas Serapan Warna pada Prototipe Sel Surya 0,01
y = -0,0009x + 0,0094 R² = 0,7567
Absorbansi
0,008 0,006 0,004 0,002 0 2
3
4
5
6
7
Hari ke-
Gambar 14 Grafik lama penyimpanan terhadap absorbansi klorofil untuk perendaman 30 jam.
17 Sel surya tersensitisasi zat warna memiliki kelemahan yakni penurunan absorbansi klorofil setelah dilakukan penyimpanan selama 7 hari. Hal ini disebabkann karena sensitifitas pigmen klorofil yang tinggi terhadap panas. Selama paparan panas, klorofil mengalami isomerisasi. Atom magnesium pada cincin porphyrin klorofil disubtitusi dengan dua atom hidrogen sehingga menghasilkan pheophytin dan pheophorbide. Pheophytin terdegradasi lebih lanjut sehingga gugus phytol terputus dari cincin phyrrol menghasilkan klorofilida. Klorofilida inilah yang mengindikasikan penurunan absorbansi puncak serapan pada klorofil. Semakin tinggi suhu lingkungan, maka laju penurunan klorofil semakin cepat terjadi (Vongaswadi et al. 2010).
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Lama perendaman plat TiO2 pada dye klorofil dari Sargassum sp. mempengaruhi daya maksimum dan efisiensi yang dihasilkan sel surya. Hal ini disebabkan dengan perbedaan dye yang menempel pada lapisan TiO2. Daya maksimum dan efisiensi terbaik diperoleh dari hasil perendaman selama 30 jam, yaitu sebesar 1,4337 mW. Sedangkan daya maksimum yang paling kecil dihasilkan pada perlakuan perendaman 5 jam.
Saran Pengukuran arus-tegangan listrik pada kit sel surya sebaiknya dilakukan dengan metode yang sama dengan metode pengukuran yang akan dibandingkan dengan penelitian.
18
DAFTAR PUSTAKA [AOAC] Asociation Of Analytical Chemist. 1995. Official Methods of Analysis of The Association of Official Analytical Chemist. Virginia: AOAC. [AOAC] Asociation Of Analytical Chemist. 2000. Official Methods of Analysis of The Association of Official Analytical Chemist. Virginia: AOAC. [APHA] American Public Health Association. 2012. Standard Methods for the Examinator of Water and Wastewater 22nd Edition. Washington DC : APHA Publisher. Firmanda E. 2014. Pigmen Fikoeritrin Dari Mikroalga Porphyridium cruentum sebagai Fotosensitizer pada Sel Surya Tersensitisasi Dye[skripsi]. Bogor(ID) : Institut Pertanian Bogor. Gratzel M. 2003. Dye-Sensitized Solar Cells. Journal Photochem Photobiol Chemistry: Photochem Rev 2003;4:145 – 53. Gratzel M. 2004. Conversion of Sunlight to Electric Power by Nanocrystalline day-sensitized solr cell. Journal Photochemistry Photobiol A. Chemistry 2004;16 4:3 – 14. Gratzel M. 2005. Solar energy conversion by dye-sensitzed photovoltaic cells. Inorganic Chemistry 2005;4. 4;6 841 – 51. Gupta S, Sabrina C, Nisreen AG. 2011. Effect of different drying temperatures on the moisture and phytochemical constituents of edible Irish brown seaweed. Journal of Food Science and Technology, 44(5): 1266-1272. Hao S, Wu J, Huang Y, Lin J. 2006. Natural dyes as photosensitizers for dyesensitized solar cell. Journal Solar Energy 80 (2006) : 209-214. Hidayat EP. 2003. Pembuatan dan Karakterisasi Prototipe Sel Surya Tersensitisasi Dye Organik Sintesis[Skripsi]. Bogor [ID]: Institut Pertanian Bogor. ICE (Institute for Chemical Education). 2008. Nanocrystalline solar cell kit recreating photosynthesis. Madison : University of Wisconsin-Madison. Jiang J, Zhang J, Gu F, Shao W, Li C, Lu M. 2011. Improving photoelectrocemical activity of dye sensitized solar cell by bilayered electrode with an overlayer of mesoporue anatese . Particuology 9 (2011) : 222-227. Kathiravan A, Chandramogan M, Renganathan R, Sekar S. 2009. Photoinduced electron transfer from phycoerytrin to colloidal metal semiconductor nanoparticles. Spktrochimica Acta Part A 72(2009) : 49-501. Lesmana TJ. 2009. Pembuatan dan Karakterisasi Sel Surya Hibrid ITO/CdS/Korofil/PANI/ITO[Tesis]. Bogor[ID]: Institut Pertanian Bogor. Limantara L dan Heriyanto. 2010. Komposisi pigmen dan kandungan fukosantin rumput laut cokelat dari perairan Madura dengan kromatografi cair kinerja tinggi. Jurnal Ilmu Kelautan, 15(1): 23-32. Maddu A, Zuhri M, Inmansyah. 2007. Penggunaan ekstrak antosianin kol merah sebagai fotosensitizer pada sel surya nanokristal tersensitisasi dye. Makara Teknologi II(2): 78-84. Nur HR. 2015. Pembuatan Dan Karakteristik Nanopigmen Klorofil dari Sargassum Sp. [skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.
19 Pandey A, Samaddara AB. 2006. Dye sensitized photovoltaic devices: an answer to the daunting challenge of future energt crisis. Advances in Energy Research : 497 – 502. Prahasta I. 2010. Produksi etanol dari rumput laut Sargassum sp. dan limbah agar Gracilaria sp. [Skripsi]. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor Rahardjo A, Herlina, Safruddin H. 2008. Optimalisasi pemanfaatan sel surya pada bangunan komersial secara terintegrasi sebagai bangunan hemat energi. Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi II : 417-426. Rasyid A. 2010. Ekstraksi natrium alginat dari alga cokelat Sargassum echinocarphum. Jurnal Oseanologi dan Limnologi di Indonesia, 36(3): 393400. Resita D, Windu M, AB Susanto, dan Leenawaty I. Kandungan komposisi Sargassum sp. pada Perairan Teluk Amur, Jepara dengan perlakuan segar dan kering. Jurnal Perikanan, 12(1):11-19. Rosmiati R. 2011. Karakteristik Fisiko – Kimia dan Uji Toksisitas Bubuk CuTurunan Klorofil (Cu-Chlorophyllin) Daun Murbei (Morus alba L.) sebagai Prototype Suplemen Makanan [skripsi]. Bogor [ID]: Institut Pertanian Bogor. Sumaryati, Utari, Supriyanto A, Purnama B, dan Wartono MW. 2011. Karakterisasi Ruthenium (N719) sebagai fotosensitizer dalam Dye-Sensitized Solar Cells (DSSC) Transparan. Jurnal Fisika dan Aplikasinya. 12(3),104-108. Suryaningrum Dwi. 2011. Teknologi penanganan rumput laut [diacu 2016 Mei 13] Tersedia pada: http://www.budidarma.com/2011/07/teknologi-penangananrumput-laut.html. Zhang L, Faquan Y, Adam JC, Beata C, Allan ED, Jingkang W, Yang VC. 2009. Gum Arabic-coated magnetic nanoparticles for potential application in simultaneous magnetic targeting and tumor imaging. Journal of Pharmaeutical, 11(4): 693-699.
20
21 LAMPIRAN Lampiran 1 Metode Analisis Proksimat Kadar Air (AOAC 2000) Cawan yang sudah dibersihkan dan dikeringkan dalam oven bersuhu 1050C selama 15 menit didinginkan dalam desikator, lalu ditimbang (W1). Sampelditimbang sebanyak 5 gram (W) dan dimasukkan kedalam cawan tersebut (W2). Cawan yang sudah diisi sampel kemudian dimasukkan ke dalam oven bersuhu 1050C selama 6 jam. Cawan dikeluarkan dari oven dan didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang. Apabila bobot masih berubah, maka pengeringan diulangi dengan suhu dan waktu yang sama. Pengeringan dilakukan sebanyak 3-4 kali atau lebih sampai didapatkan bobot yang konstan sebagai bobot akhir sampel. Kadar air dapat dihitung berdasarkan kehilangan berat, yaitu selisih antara bobot awal sampel dengan bobot akhir sampel dengan menggunakan rumus: % Kadar air =
W2 W1 x100% W
Keterangan: W = bobot sampel (g) W1 = bobot cawan kosong (g) W2 = bobot cawan + sampel (g) Kadar Abu (AOAC 2000) Sampel ditimbang sebanyak 2-3 gram (W) kemudian dimasukkan kedalam cawan porselen yang telah diketahui bobot tetapnya (W1). Sampel diarangkan kedalam pemanas lalu diabukan dalam tanur listrik pada suhu 550 0C selama 5-6 jam sampai pengabuan sempurna. Cawan kemudian didinginkan dalam desikator, lalu ditimbang sampai bobot tetap (W2). Kadar abu dapat dihitung dengan menggunakan rumus: % Kadar abu =
W2 W1 x100% W
Keterangan: W = bobot sampel (g) W1 = bobot cawan kosong (g) W2 = bobot cawan + sampel (g)
Kadar Lemak (SNI 01-2891-1992) Sampel dari analisa kadar air ditimbang dalam kertas saring (W2), kemudian dipasang dalam labu soxhlet dan kondensor. Reflux dilakukan dengan pelarut lemak selama 5 jam. Setelah itu, sampel dikeluarkan dari labu soxhlet, dikeringkan, dan didinginkan dalam desikator. Selanjutnya ditimbang sampai bobotnya konstan (W1). Kadar lemak dihitung dengan rumus: % Kadar lemak =
W2 W1 x100% W
22
Keterangan: W = bobot sampel (g) W1 = bobot sampel + kertas saring setelah diekstrak (g) W2 = bobot sampel + kertas saring sebelum diekstrak (g) Kadar Protein (AOAC 1995) Sampel sebanyak 0.1 gram dimasukkan kedalam labu Kjeldhal. Katalis ditimbang sebanyak 1 gram yang terdiri dari CuSO4 : Na2SO4 = 1 : 1.2. Selanjutnya ditambahkan 2.5 ml H2SO4 pekat dan didestruksi sampai cairan berwarna hijau jernih, ekstraksi dilanjutkan selama 30 menit. Labu beserta isinya didinginkan sampai suhu kamar, kemudian isinya dipindahkan ke dalam alat destilasi dan ditambahkan NaOH 50% (sampai larutan basa). Hasil sulingan ditampung dalam erlenmeyer 200 ml yang berisi HCl 0.02 N sampai tertampung tidak kurang dari 50 ml destilat, kemudian hasilnya didestilasi dengan NaOH 0.02 N disertai penambahan indicator mensel (metil red + metil blue) 3 – 4 tetes. Perlakuan dilakukan terhadap blanko. Kadar protein dihitung dengan menggunakan rumus: % Kadar N= (ml NaOH sampel ml NaOH blangko) x N NaOH x 14,007 x100% mg sampel % Kadar Protein = % N x faktor konversi (6,25)
Kadar Karbohidrat Kadar karbohidrat dihitung by difference dengan rumus: % Kadar karbohidrat = Bobot total (100%) – (kadar air + kadar abu + kadar lemak + kadar serat + kadar protein)
23
RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Ngawi pada tanggal 07 Juni 1994 sebagai anak pertama pasangan bapak Katiyun dan ibu Sumarmi. Penulis menempuh pendidikan di SD Negeri Pleset 2 (2000-2006), SMP Negeri 2 Ngawi (2006-2009), SMA Negeri 2 Ngawi (2009-2012). Penulis diterima di IPB melalui jalur undangan denga mayor Teknologi Industri Pertanian pada tahun 2012. Pada tahun pertama selama menempuh pendidikan di IPB, penulis tergabung dalam Organisasi Mahasiswa Daerah Forsmawi (Forum Silaturahmi Mahasiswa Ngawi). Pada tahun kedua penulis dipercaya menjadi sekretaris Departemen Pengabdian Masyarakat BEM Fateta tahun 2013-2014. Pada tahun ketiga penulis tergabung dalam Departemen Pengabdian Masyarakat BEM Fateta dan komunitas CIA (Community of Islamic Agroindustrialist). Selain tergabung dalam organisasi penulis berkesempatan untuk aktif di beberapa kepanitiaan seperti staff konsumsi IDEA (IPB Dedication for Education) 2012, IPB Innovation Fair 2013, Hagatri (Hari Warga Industri) 2014, Fateta Career Day 2014, dan staff Evaluasi Eksklusif Masa Perkenalan Fakultas 2014. Penulis juga berkesempatan untuk berpartisipasi dalam PHBD (Program Hibah Bina Desa) Desa Pmijahan tahun 2015 dan pelatihan softskill dari Direktorat Pengembangan Karier & Hubungan Alumni (DPKHA) IPB. Penulis berkesempatan melaksanakan praktek lapang di CV. Frinsa Agrolestari Pangalengan dengan topik Pengawasan Mutu Bahan Baku tahun 2015.