MT-78
0610: Masmui & Nandang Suhendra
PEMBUATAN PROTOTIPE METAL SILIKON UNTUK BAHAN BAKU SEL SURYA Masmui 1) dan Nandang Suhendra 2) 1) 2) Pusat Teknologi Material Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Gedung BPPT II Lantai 22, Jl. MH. Thamrin 8 Jakarta Telepon (021) 3169885 e-mail:
[email protected]
ABSTRAK Pembuatan metal silikon diawali dengan proses memisahkan silikon dari SiO2. Pemisahan ini dilakukan di dalam sebuah tanur (furnace) yang disuplai dengan listrik berkekuatan tinggi. Pasir silika dan karbon (C) secara bersamaan dimasukkan ke dalam tanur yang dilengkapi dengan elektroda tempat arus listrik mengalir masuk. Silikon dipisahkan dengan jalan mereaksikan pasir silika dengan karbon pada suhu tinggi, yakni di atas 1900o hingga 2100o C. Hal ini mengingat baik pasir silika maupun karbon merupakan dua zat padat di mana reaksi akan berlangsung pada saat melebur/meleleh, dengan titik leleh pasir silika di atas 1800o C. Silikon yang dihasilkan dari pemisahan Si dan O pada pasir silika perlu dimurnikan kembali untuk mencapai kadar kemurnian silikon di atas 99%. Silikon hasil pemisahan pasir silika masih memiliki „pengotor“ berupa besi (Fe), aluminium (Al), kalsium (Ca) titanium (Ti) dan karbon (C) yang harus dikeluarkan. Tahapan ini dilakukan pada proses pemurnian persis setelah leburan silikon keluar dari tanur. Proses ini menggunakan gas oksidatif yang dilakukan pada suhu 1700o C. Sampai tahapan ini, silikon yang dihasilkan disebut dengan metal silikon (metallurgical grade silicon) dengan kadar pengotor dalam satuan bagian per sejuta (ppm, parts per million) yang sudah cukup dipergunakan untuk bahan baku sel surya yang disebut dengan photo voltaic grade silicon berupa polikristal dan monokristal silikon. Kegiatan riset ini bertujuan melakukan pembuatan prototipe metal silikon sebagai bahan baku industri polikristal dan monokristal silikon untuk industri sel surya. Hasil kegiatan ini diharapkan dapat memberikan nilai yang berarti bagi ketersediaan bahan baku silikon lokal untuk industri sel surya nasional. Kata kunci: Pasir silika, metal silikon, polikristal, monokristal, sel surya
I. PENDAHULUAN Sasaran pembangunan nasional dibidang ekonomi dan kesejahteraan dibidang energi (Lampiran Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 5, Tahun 2010 Tentang RPJMN 2010 – 2014 [2] adalah membangun ketahanan energi dengan mencapai diversifikasi energi yang menjamin keberlangsungan dan jumlah pasokan energi di seluruh Indonesia dan untuk seluruh penduduk Indonesia dengan tingkat pendapatan yang berbeda-beda, meningkatkan penggunaan energi terbarukan (renewable energy) dan berpartisipasi aktif dan memanfaatkan berkembangnya perdagangan karbon secara global, meningkatkan efisisensi konsumsi dan penghematan energi baik di lingkungan rumah tangga maupun industri dan sektor transportasi, dan memproduksi energi yang bersih dan ekonomis. Jika kita melihat konsumsi energi di dunia sekarang, maka akan kita jumpai bahwa 88% konsumsi energi di dunia ini berasal dari minyak bumi, gas bumi dan batu bara. Ketiga sumber energi tersebut adalah sumber energi tidak
terbaharui yang jumlahnya terbatas. Diprediksi oleh para ahli, pemakaian energi berbasis fosil dengan cara penggunaan sebagaimana yang dilakukan sekarang ini, maka dalam waktu hanya 40 tahun saja, energi berbasis fosil di alam ini sudah akan habis. Karena itu, selain peningkatan efisiensi dalam pemakaian sumber energi, diperlukan juga pembangkit energi di masa depan yang bisa mengganti keberadaan minyak bumi dan batu bara. Sekarang ini, berbagai alternatif energi baru terbarukan (EBT) seperti pembangkit listrik tenaga matahari (Solar Cell atau Sel Surya), nuklir, fuel cell, methane hydrate dan lain-lain menjadi topik penelitian yang hangat bagi para ahli. Kebijakan Energi Nasional yang menetapkan target energi baru terbarukan (EBT) sebesar 17% pada Tahun 2015; yang mana pada Tanggal 28 Oktober 2010 telah diwacanakan untuk mencapai target energi 25% pada Tahun 2025 yang kemudian dijadikan sebagai Visi Energi 25/25. Sebagian kalangan memandang, wacana ini terlalu optimistik dibandingkan dengan kesiapan teknologi dan
MT-79
0610: Masmui & Nandang Suhendra ketersediaan infrastruktur ketenagalistrikan Indonesia di sektor energi baru terbarukan (EBT). Penguasaan dibidang teknologi material maju, adalah salah satu andalan utama dalam rangka kemandirian penyediaan bahan baku komponen sel surya. Teknologi material untuk sel surya sudah mengalami kemajuan yang pesat, di mana pada awalnya sel surya diproduksi dengan menggunakan bahan Single Crystal Silicon Wafer (c-Si) [3]; selanjutnya berkembang ditemukan setidaknya empat jenis bahan dasar lainnya, yaitu: (a) Amorphous silicon (a-Si) [4-5], (b) Polycrystalline silicon (poly-Si) [6-7], (c) Cadmium telluride (CdTe) dan (d) Copper indium gallium diselenide (CIGS) alloy. Dengan melimpahnya cadangan pasir silika dengan konsentrasi tinggi di Indonesia memberi peluang yang besar bagi berkembangnya industri sel surya nasional. Pembangunan Industri sel surya yang didukung oleh kegiatan pengkajian dan penerapan teknologi sel surya sudah saatnya untuk dipersiapkan bahkan sifatnya sudah sangat mendesak. Tentunya, industri sel surya yang dimaksud adalah industri yang memiliki kemandirian dalam hal penyediaan (produksi) bahan baku untuk produksinya, atau setidaknya bahan baku produksi, ingot silikon dan wafer-nya dapat diperoleh secara lokal seperti terlihat Gambar 1. Kebergantungan industri sel surya pada komponen dan bahan baku impor masih belum terelakan, namun melalui program riset ini, diharapkan tercipta suatu kolaborasi antara lembaga akademis, litbang pemerintah dan industri nasional dalam mewujudkan industri bahan baku sel surya nasional. Tujuan kegiatan riset adalah melakukan pembuatan prototipe metal silikon sebagai bahan baku industri polikristal dan monokristal silikon untuk mendukung industri sel surya dengan memanfaatkan sumber daya pasir silika lokal.
II. METODOLOGI 2.1 Bahan Unsur silikon tidak pernah ditemukan di alam, selama ini silikon diperoleh dari hasil pemurnian mineral silika dalam bentuk silicate (silikat) berupa silikon dan okisgen dengan unsur lain dan dalam bentuk silica (silika) berupa silikon oksida (SiO2). Mineral silika terbagi ke dalam dua bentuk berupa pasir silika dan batuan kuarsa seperti yang terlihat pada Gambar 2 dan Gambar 3 di bawah ini:
Gambar 2. Batuan Kuarsa (Quartz)
Gambar 3. Pasir Silika (Silica sand)
Gambar 1. Proses pembuatan sel surya mulai dari penyediaan bahan baku silikon [10] Hasil kegiatan ini diharapkan dapat memberikan nilai yang berarti bagi terwujudnya industri bahan baku silikon lokal dalam rangka memperkuat Sistem Inovasi Nasional yang bertumpu pada Kreativitas dan Inovasi dalam penyediaan bahan baku industri untuk mendukung industri sel surya nasional.
Pasir silika merupakan bahan baku yang sangat melimpah, persediaan material bahan baku untuk sel surya diperkirakan tidak menjadi masalah berapapun besarnya produksi sel surya di masa yang akan datang. Karena pasir silika mengandung banyak pengotor, maka pasir silika perlu dilakukan proses benefisiasi untuk menghasilkan konsentrat silika dengan kemurnian 98-99%. Namun ketika silika sudah mencapai 99%, masih perlu dilakukan pengecekan akan unsur-unsur pengotornya, jika masih ada unsur yang belum memenuhi syarat minimal untuk diproses ke tahapan selanjutnya mencapai kemurnian metallurgical grade silicon, maka harus dilakukan pemurnian dari unsur-unsur yang melebihi kandungan batas minimal yang telah ditetapkan. 2.2 Metode
MT-80 Metodologi yang digunakan pada kegiatan riset ini meliputi: (a) Melakukan persiapan administrasi dan koordinasi pelaksanaan kegiatan. (b) Melakukan kajian potensi dan peta deposit mineral silika di Indonesia. (c) Melakukan kajian teknologi peleburan bahan baku metal silikon. (d) Melakukan preparasi bahan dan peralatan dalam pembuatan metal silikon untuk bahan baku sel surya. (e) Melakukan pembuatan metal silikon untuk bahan baku sel surya.
0610: Masmui & Nandang Suhendra Kualitas silika antara satu daerah berbeda dengan daerah yang lain. Kualitas silika yang sudah mencapai 99% setara dengan metallurgical grade silicon berasal dari propinsi Riau. Untuk lebih jelasnya data potensi Silika di berbagai propinsi di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 4 berikut: Tabel 4. Data Potensi Silika di berbagai Propinsi di Indonesia
III.HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Potensi dan Peta Deposit Mineral Silika di Indonesia Bahan dasar silikon di alam sebagian besar berada dalam bentuk oksida silikon, yang dinamakan silika atau kuarsa yang juga berikatan dengan unsur-unsur lainnya sebagai pengotornya secara bervariasi. Batuan silika banyak ditemukan di seluruh kepulauan nusantara. Silika kristal di alam paling banyak ditemukan dalam tiga bentuk kuarsa, yaitu: a. Quartz vein merupakan kuarsa yang memiliki kristal-kristal besar; b. Quartzite, batu pasir kuarsa dan gamatur, berbentuk masif; c. Pasir kuarsa dengan bentuk pasir. Indonesia kaya akan berbagai sumber daya alam termasuk mineral silika. Hampir di sebagian besar pulau di Indonesia memiliki potensi deposit kuarsit dan batuan pasir kuarsa seperti dapat dilihat pada peta di bawah ini:
Selain data tersebut diatas, terdapat juga data dari Badan Pusat Statistik, total potensi kandungan silika yang terdapat di Indonesia sekitar 3137,4 milyar ton dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Data Total Potensi Kandungan Silika di Beberapa Daerah di Indonesia
Secara umum silika yang terdapat di Indonesia memiliki komposisi dominan yaitu silikon oksida (SiO2), alumina oksida (Al2O3) dan kalium oksida (K2O) dengan kadar yang bervariatif untuk setiap daerah di Indonesia. Komposisi silika yang terdapat di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 6 berikut:
MT-81
0610: Masmui & Nandang Suhendra Tabel 6. Komposisi Silika yang Terdapat di Indonesia
dilepaskan ke atmosfir. Pada tungku terbuka, reaksi sampingan membentuk silica fumes yang memegang peranan penting pada proses ekonomi secara keseluruhan: Si(l) + ½O2(g) = SiO(g) SiO(g) + ½O2 = SiO2(s)
3.2 Hasil kajian teknologi peleburan bahan baku metal silikon Batuan kuarsa yang didapatkan dari tambang silika dimasukkan ke dalam tungku dengan bahan karbon seperti batu bara, kokas, batang kayu dan arang. Gabungan ini kemudian dipanaskan dan silikon secara kimiawi tereduksi membentuk silikon cair, karbon dioksida dan silika fumes. Silikon cair kemudian dialirkan keluar dari tungku dan kemudian dimurnikan. Kuarsa alami dapat dirubah menjadi metallurgical grade silicon dengan kemurnian 99% melalui proses reduksi. Hasil dari material silikon ini, disebut sebagai metallurgical grade silicon (MG-Si). Tungku intinya terdiri atas krusibel yang diisi dengan kuarsa dan material karbon. Silikon dipisahkan dengan proses reduksi karbotermik berdasarkan reaksi berikut: SiO2 (s) +2C (s) = Si (l) + 2CO (g) Pasir silika tidak dapat digunakan dalam proses ini. Gumpalan kuarsa (misalnya yang berukuran 10-100mm) dengan kemurnian dan resistansi panas tertentu dipilih untuk proses ini. Bahan baku material biasanya terdiri atas batubara dengan metallurgical grade, potongan kayu dan atau arang dan kokas. Batu bara ini perlu dibersihkan untuk menghilangkan sebagaian besar dari abu yang mengandung pengotor yang tidak diinginkan. Bahan baku material baik kuarsa ataupun karbon dipilih untuk mencapai produk yang berkualitas tinggi (baik silikon dan silica fumes), untuk memaksimalkan performansi tungku dan meminimalkan kerusakan lingkungan. Gabungan bahan baku material dimasukkan ke dalam tungku electrical arc dengan arus tiga fasa. Elektoda juga terbuat dari karbon. Logam silikon cair terjebak di bawah tungku dan gabungan material bahan baku berada diatas. Reaksi dari produk sampingan, karbon monoksida CO (g) kemudian teroksidasi menjadi karbon dioksida CO2 pada tungku terbuka dan kemudian
Terdapat dua senyawa intermediat yang penting yaitu gas SiO silikon monoksida (g) dan silikon karbida SiC(s). Untuk mengintrepetasikan reaksi kimia yang terjadi di dalam tungku, maka secara konseptual reaksi di dalam tungku dapat dibagi menjadi bagian dalam yang panas (inner hot zone) dan bagian luar yang lebih dingin (outer cooler zone). Cairan silikon yang dihasilkan dalam inner zone, di mana reaksi kimia yang dominan terjadi sebagai berikut: 2SiO2(l) + SiC(s) = 3SiO(g) + CO(g) SiO(g) + SiC(s) = 2Si(l) + CO(g) Temperatur dalam inner zone bervariasi dari 1900 sampai 2100oC, mengikuti bagian dari SiO (g) pada daerah ini, di mana ini tidak dapat dipisahkan untuk reduksi selanjutnya berdasarkan reaksi SiO(g) + SiC(s) = 2Si(l) + CO(g) Pada outer zone, di mana temperatur di bawah 1900oC, SiO(g) dan CO(g) keluar dari inner zone dan bereaksi dengan karbon bebas. Konsekuenasinya, silika karbida SIC(s) dan produk kondensasi Si(l) dalam matriks SiO2(s,l) terbentuk sebagai bagian dari turunnya tekanan parsial dari SiO (g): SiO(g) + 2C(s) = SiC(s) + CO(g) 2SiO(g) = Si(l) + SiO2(s) Skema tungku untuk memproduksi Metal Silikon (Metallurgical Grade Silicon) dengan teknik peleburan menggunakan Teknologi Electric Arc Furnace dapat dilihat pada Gambar 6. Kemudian silikon cair dikeluarkan dari bawah furnace, sedangkan gas buang dan silicon fumes dikeluarkan menuju filter untuk membersihkan fumes dan mendapatkan silika. Silikon cair yang dihasilkan masih mengandung 1-3% pengotor, tergantung kepada bahan baku material dan tipe elektrodanya. Pengotor utama yang terdapat pada silikon cair adalah: Fe: 0,2-1% Al: 0,4-0,7%
MT-82
0610: Masmui & Nandang Suhendra Ca: 0,2-0,6% Ti: 0,1-0,02% C: 0,1-0,15%
murni dan karbon seperti pada Gambar 10 menggunakan alat kompaksi.
Gambar 8. Alat Pemurnian Pasir Kuarsa (silica sand)
Gambar 6. Skema Tungku Untuk memproduksi Metal Silikon (Metallurgical Grade Silicon) 3.3 Preparasi bahan dan peralatan pembuatan metal silikon untuk bahan baku sel surya Bahan baku untuk pembuatan metal silikon adalah pasir kuarsa (silica sand) seperti dapat dilihat pada Gambar 7, selanjutnya dilakukan proses pemurnian pasir kuarsa (silica sand) menggunakan peralatan seperti pada Gambar 8, dari hasil proses pemurnian ini diperoleh silika murni seperti pada Gambar 9 sebagai berikut.
Gambar 9. Silika Murni
Gambar 7. Pasir Kuarsa Sebelum dilakukan proses peleburan menggunakan teknologi Electric Arc Furnace seperti dapat dilihat pada Gambar 11. Silika murni yang diperoleh seperti pada Gambar 9 di atas, selanjutnya diproses menjadi pelet silika
Gambar 10. Pelet silika murni dan karbon
MT-83
0610: Masmui & Nandang Suhendra
Dari identifikasi potensi dan peta deposit mineral silika di Indonesia, bahwa kualitas silika antara satu daerah berbeda dengan daerah yang lain. Kualitas silika yang sudah mencapai 99% setara dengan metallurgical grade silicon berasal dari propinsi Riau. Sedangkan total potensi kandungan silika yang terdapat di Indonesia sekitar 3137,4 milyar ton. Hasil kajian teknik peleburan bahan baku metal silikon diperoleh teknologi peleburan menggunakan Teknologi Electric Arc Furnace untuk meproduksi Metal Silikon (Metallurgical Grade Silicon).
DAFTAR PUSTAKA [1] Gambar 11. Electric Arc Furnace
[2]
3.4 Prototipe Metal Silikon untuk bahan baku sel surya Tahapan berikutnya adalah melakukan proses peleburan pelet silika murni dan karbon menggunakan Electric Arc Furnace seperti Gambar 11 yang dapat menghasilkan Metal Silikon (Metallurgical Grade Silicon) seperti Gambar 12 berikut ini.
[3]
[4]
[5] [6]
[7]
[8] [9] Gambar 12. Metal Silikon (Metallurgical Grade Silicon)
IV.KESIMPULAN Pelaksanaan kegiatan Pembuatan Prototipe Metal Silikon Untuk Bahan Baku Sel Surya, Program Insentif Sinas KRT Tahun Anggaran 2012 telah diperoleh hasil sebagai berikut: Diperoleh potensi dan peta deposit mineral silika di Indonesia. Diperoleh teknologi peleburan bahan baku metal silikon. Diperoleh prototipe metal silikon untuk bahan baku sel surya.
[10] [11] [12]
Sari, Agus, “Power sector restructuring and public benefits: Who cares". Jakarta: Tidak dipublikasikan, 2000. BAPENAS. Peraturan Presiden RI, No. 5, Thn 2010. Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN). Jakarta: s.n., 2010. Martin A. Green, "SOLAR CELLS: Operating Principles, Technology and System Applications", Prentice-Hall, New Jersey, 1982. Bennett, M., Rajan, K., and Krittikson, K., Amorphous Silicon Based Solar Cells Deposited from H2-Diluted SiH4 at Low Temperatures, 23rd IEEE Photovoltaic Specialist Conference, 845-849, 1993. Carlson, D.E. and Wronski, C.R., Amorphous Silicon Solar Cells, Appl. Phys. Lett. 28, 671-673 (1976). Fischer D. et al., Recent progress of the “miromorph” tandem solar cell, Proc. 14th European Photovoltaic Solar Cell Conf., Barcelona, HS Stephens and Associates, Bedford, 2347-2350 (1997). Lindmayer, Semicrystalline silicon for solar cells, Proc. 12th Photovoltaic Specialist's Conf. Baton Rouge, November 1976, IEEE, New York (1976). Michael Grätzel, "Photoelectrochemical Cells", Nature, Vol 414, 15 November 2001. Gerald Gourdin, ‘Solar Cell Technology: Current State of the Art’, 2007. http://energisurya.wordpress.com http://en.wikipedia.org/wiki/Czochralski_process Surya Energi Indotama, PV System Development, Sarasehan Energi Baru Terbarukan Jakarta 22 Oktober 2010.