Aplikasi Lagrangian Navier-Stokes pada Turbulensi
Jani Suhamjani G74101013
Departemen Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor Bogor 2005
Ringkasan Telah diketahui Lagrangian Navier-Stokes yang menggambarkan dinamika fluida dari persamaan Navier-Stokes yang invarian terhadap local gauge transformations. Dengan menggunakan teori medan akan dihitung amplitudo kuadrat dari lagrangian tersebut untuk mengetahui interaksi pada suatu titik untuk empat fluida. Untuk interaksi empat fluida besarnya dipengaruhi dua sudut antar fluida yang berinteraksi, kecepatan dan Potensial dari gaya-gaya konservatif. Pada kasus turbulensi amplitudo kuadrat memiliki arti fisis sebagai Energi turbulensi.
Aplikasi Lagrangian Navier-Stokes pada Turbulensi
Jani Suhamjani G74101013
Skripsi Diajukan sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Sains pada Program Studi Fisika
Departemen Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor Bogor 2005
Judul Skripsi Nama NRP Program Studi
: : : :
Aplikasi Lagrangian Navier-Stokes pada Turbulensi Jani Suhamjani G74101013 Fisika
Menyetujui,
Dr. L. T. Handoko Pembimbing II
Dr. Husin Alatas Pembimbing I
Mengetahui,
Dr. Ki Agus Dahlan Ketua Departemen Fisika
jagad raya... nyanyian alam sunyi misterimu membuatku berfikir bahwa aku hanyalah setitik-titik suhamjani
Riwayat Hidup Penulis
Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 23 Maret 1982 sebagai anak kedelapan dari sembilan bersaudara, putra dari pasangan Udin Syamsudin dan Siti Aisah Penulis menamatkan pendidikan dasar di SDN Batutulis 2 Bogor, pendidikan menengah di SMPN 9 Bogor dan melanjutkan di SMUN 3 Bogor. Pada tahun 2001 melanjutkan pendidikan di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis diterima di Departemen Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Selama mengikuti perkuliahan, pernah ikut serta organisasi BPM (Badan Perwakilan Mahasiswa) pada tahun 2001/2002 dan organisasi HIMAFI (Himpunan Mahasiswa Fisika) IPB pada tahun 2003/2004.
KATA PENGANTAR
Pada saat pertama mengikuti penelitian dengan Pak Handoko sejujurnya penulis tidak tahu apa-apa mengenai teori partikel maupun fluida. Setelah diikuti dengan penuh kesabaran akhirnya penulis mengetahui beberapa hal yang menarik dari fisika. Banyak sekali fenomena fisika yang belum penulis ketahui. Penulis kadang-kadang merasa bingung sendiri apa yang harus dilakukan, karena penulis sama sekali tidak memiliki pengalaman penelitian. Jawaban teman-teman di UI mengenai penelitian selalu membuka pikiran penulis. Beberapa bulan kemudian ada angin segar bahwa Pak Handoko dan Ka Sulaiman berhasil menemukan Lagrangian Navier-Stokes. Dari sanalah penulis mulai bersemangat lagi untuk cepat-cepat menyelesaikan penelitian. Segala Puji bagi Allah s.w.t yang telah memberikan rahmat dan hidayahNya sehingga skripsi ini bisa selesai. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Pak Handoko yang telah membimbing penulis dengan sabar, penuh pengertian, dan juga selalu memberi semangat untuk segera menyelesaikan tugas akhir ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Pak Husen, Ka Sulaiman ,Ka Eko , atas jawaban yang penulis tidak ketahui, Fahd atas kerjasamanya, Pak Ayung, Handika, Parada, Fredi, Ardi di Lab teori yang telah membantu penulis. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu, bapak dan semua anggota keluarga atas bantuan moral dan moril serta Teman-teman di Fisika (wawiko, iman, yayat, laode, erus, piah, semua angkatan 37,38, 39 dan 40) IPB atas senyumnya. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak lain yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung yang namanya tidak bisa disebutkan satu-persatu. Hasil karya ini tidaklah sempurna. Penulis menerima saran dan kritikan yang membangun dari para pembaca.
Bogor, 11 September 2005
Jani Suhamjani
Daftar Isi Abstrak
2
Kata Pengantar
i
Daftar Isi
ii
Daftar Gambar
iii
Daftar Acuan
11
A Dinamika Sistem Fluida Interaksi 4 poin
12
B Polarisasi Vektor
16
ii
Daftar Gambar 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Diagram Feynman untuk interaksi 4 point. . . Energi turbulensi terhadap sudut θ. . . . . . . Energi turbulensi terhadap sudut α. . . . . . . Energi turbulensi terhadap kecepatan. . . . . . Energi turbulensi dengan viskositas. . . . . . . Energi turbulensi terhadap tekanan. . . . . . . Enegi turbulensi terhadap ketinggian. . . . . . Enegi turbulensi terhadap massa jenis. . . . . . Energi turbulensi terhadap gradien kecepatan. .
iii
. . . . . . . . .
. . . . . . . . .
. . . . . . . . .
. . . . . . . . .
. . . . . . . . .
. . . . . . . . .
. . . . . . . . .
. . . . . . . . .
. . . . . . . . .
. . . . . . . . .
. . . . . . . . .
. . . . . . . . .
. . . . . . . . .
. . . . . . . . .
. . . . . . . . .
. . . . . . . . .
. . . . . . . . .
. . . . . . . . .
. . . . . . . . .
. . . . . . . . .
6 7 7 8 8 8 9 9 9
PENDAHULUAN
fisis dari amplitudo kuadrat tersebut pada kasus turbulensi, jika medan yang bekerja adalah medan gravitasi, viskositas dan tekanan. Kita menggunakan medan-medan tersebut karena 1. Latar Belakang Masalah mereka yang paling bertanggung jawab dalam Perkembangan ilmu pengetahuan fisika yang kasus ini. sangat cepat, membuat beberapa rahasia alam terpecahkan. Turbulensi adalah satu fenomena yang sangat menarik karena sangat sulit dipe- 3. Metode Penelitian cahkan meskipun gejala ini sudah lama disadari. Kerangka Sedangkan teori gauge baru saja muncul untuk Penelitian ini bersifat teoritik. dasar teoritik yang digunakan adalah teori mencoba menjelaskan semua dasar interaksi di Medan Boson yang invarian terhadap local alam Pemodelan turbulensi dalam teori gauge gauge transformations yang merepsentasikan merupakan suatu hal yang benar-benar baru sehingga usaha untuk menjelaskan masalah yang dinamika fluida dari persamaan Navier-stokes sulit terpecahkan (turbulensi) menjadi sangat [8]. Berdasarkan teori ini Dinamika fluida dapat digambarkan dalam bentuk lagrangian bosonik, menarik. kemudian dapat dicari Amplitudo kuadrat yang Dinamika fluida dapat digambarkan oleh menggambarkan inrerksi yang terjadi pada persamaan Navier-stokes yang diturunkan dari suatu titik dari empat fluida. hukum Newton kedua. Sebelumnya dibeberapa tulisan untuk mengetahui dinamika yang terjadi dengan menghitung hamiltonian dari sistem dengan menggunakan prinsip aksi terke- 4. Tujuan Penelitian cil. Di tulisan lain juga menghubungkan persamaan Navier-stokes dengan persamaan maxwell, tetapi tidak begitu jelas karena menggambarkan dua hal yang berbeda. selanjutnya dinamika fluida diformulasikan dalam bentuk lagrangian yang didapat dari persamaan gerak sistem. Untuk mengetahui dinamika fluida dilakukan pendekatan yang berbeda dengan sebelumnya, yaitu dengan menggunakan relativistik lagrangian bosonik. Hal ini dapat dilakukan karena persamaan Navier-stokes yang menggambarkan dinamika fluida dapat dibangun berdasarkan relativistik lagrangian bosonik. Untuk mengetahui interaksi yang terjadi pada suatu titik dengan menghitung amplitudo kuadrat dari lagrangian tersebut.
Penelitian ini bertujuan untuk mengaplikasikan Lagrangian Navier-Stokes didalam fenomena Turbulensi.
5. Alat dan Bahan Komputer dengan software mathematica 5 dimanfaatkan untuk memplot grafik amplitudo kuadrat dengan besaran-besaran fisika. Beberapa Paper dan buku juga membantu penelitian ini sebagai bahan pustaka.
TINJAUAN PUSTAKA Didalam Bab ini penulis akan menguraikan sedikit tentang turbulensi dan 2 hukum yang dipatuhinya yaitu hukum kekekalan massa dan hukum kekekalan momentum
2. Perumusan Masalah Untuk mengaplikasikan persamaan NavierStokes kedalam kasus Turbulensi kita harus terlebih dahulu mengetahui observable dari persamaan gerak tersebut. Observable yang didapat adalah amplitudo kuadrat dari vertek 4 point. Pada teori gauge interaksi 4 point adalah interaksi antar gluon. Fenomena Turbulensi dipandang sebagai interaksi 4 fluida. Amplitudo kuadrat 4 poin telah berhasil didapatkan. Masalah yang dihadapi adalah arti
1. Turbulensi Mekanika fluida adalah cabang dari ilmu fisika yang mempelajari tentang aliran fluida yang bergerak maupun yang diam dan mempelajari tentang peralatan maupun aplikasi yang berhubungan dengan fluida. Mekanika fluida terbagi menjadi 2 bagian yaitu Statika fluida yang mempelajari fluida dalam keadaan diam dan dinamika fluida yang mempelajari fluida bergerak. Pada penulisan skripsi ini kita hanya
mengunakan Dinamika fluida dalam kasus tur- 1.1 Hukum Kekekalan Massa bulensi. Turbulensi disini memiliki sifat-sifat Hukum kekekalan massa menyatakan bahwa fluviscous (kekentalannya tidak bisa diabaikan) ida tidak bisa diciptakan dan tidak bisa dimusdan rotasional yaitu alirannya berolak. nahkan. Jika kita menggangu fluida tersebut Jean Leonard Marie Poiseuille dan Gotthilf maka massa awal akan selalu sama dengan masHeinrich Ludwig Hagen adalah orang yang per- sa akhirnya. Misalkan ada volume (V) fluida tama menulis tentang aliran fluida. Mereka yang dilingkupi oleh permukaan R R R S . Massa fluida membahas mengenai masalah aliran darah di- dalam volume (V) adalah ρdV . massa fludalam pembuluh darah. Mereka menulis tan- ida yangH mengalir melalui permukaan tertutup pa melibatkan pengaruh viskositas. Claude adalah ρdS.Hukum kekekalan massa menyaLouis Marie Navier dan Sir George Gabriel takan bahwa fluks fluida yang keluar dari perStokes merumuskan persamaan yang melibatkan mukaan tertutup S akan sama dengan hilangnya viskositas dan persamaan tersebut dinamakan massa fluida per waktu pada Volume (V). Perpersamaan Navier-Stokes. Persamaan ini sangat nyataan ini dapat ditulis sebagai: I Z sulit sehingga hanya bisa menjelaskan fenomene ∂ yang sederhana, contohnya adalah laminar. Per(ρ~v ) · dS = − ρdV (1) ∂t samaan Bernoulli berhasil diturunkan dari persamaan ini. Persamaan Bernoulli berlaku untuk Mengguanan Teorema Gauss diruas kiri dan fluida yang memiliki kecepatan relatif rendah. ruas kanan: Z Z Garis arus fluida belum pecah pada kecepatan ∂ ~ ini. Apabila kecepatan fluida ditambah maka O · (ρ~v )dV = − ρdV ∂t garis arus fluida akan pecah dan berolak. Z ∂ρ ~ · (ρ~v )]dV = 0 [ +O (2) Pecahnya garis arus dan timbulnya arus ed∂t di dikenal sebagai fenomena turbulensi. Kapan terjadinya arus laminar dan turbulensi belum Dari kalkulus kita bisa mendapatkan hasilnya sebisa terpecahkan sampai Osborne Reynolds bagai berikut: memperkenalkan bilangan reynolds. Bilangan ∂ρ ~ (ρ~v ) = 0 +O (3) Reynold ini berbanding lurus dengan kecepatan, ∂t massa jenis fluida dan diameter pipa yang dilalui fluida serta berbanding terbalik dengan viskosi- Persamaan ini dikenal sebagai persamaan tas. Batas antara laminar dan turbulensi bila- kontinuitas. ngan reynoldnya 2300 (lihat[4]). Jika bilangan 1.2 Hukum Kekekalan Momentum reynold lebih besar dari 2300 maka kemungkiUntuk partikel titik dengan massa (m), maka nan terbesar dari aliran fluida adalah turbulend~ x si. Transisi aliran laminar dan turbulen dapat hukun Newton ke-2 menjadi: m dt2 = F~ . dimana ~ x adalah posisi partikel titik. Percepatan dilihat pada asap rokok. Pada saat asap rokok d~ x D~ v D ∂ ~ menjadi → dengan = + ~v .O mulai mengepul aliran itu adalah laminar. Padt2 Dt Dt ∂t Gaya fundamental dalam fluida adalah gradien da saat asap rokok itu bergerak mulai menjauh stress yang ditulis: aliran tersebut adalah turbulen. Deskripsi aliran fluida bisa dengan 2 cara, yatu deskripsi Lagrange dan deskripsi Euler. Pada deskripsi Lagrange aliran fluida dijelaskan dengan melihat lintasan fluida. Deskripsi Euler menggunakan fungsi ruang-waktu. Skripsi ini menggunakan deskripsi Euler. Karakterisasi turbulensi menggunakan 2 parameter yaitu kecepatan dan massa jenis. Aliran Turbulensi ini memenuhi 5 hukum yaitu hukum kekekalan massa, hukum kekekalan momentum, hukum kekekalan momentum sudut, hukum termodinamika I dan hukum termodinamika II. Pada bagian ini yang dibahas hanya hukum kekekalan massa dan hukum kekekalan momentum
Fi = −
∂ Πik ∂xk
(4)
dimana tensor stress Πik diberikan oleh: Πik = P δik − σik
(5)
dimana P adal ah tekanan dan σik adalah tensor viskositas. Tensor ini bisa diturunkan dari persamaan transport Bolzmann. Tensor viskositas dapat ditulis sebagai [4]: σij = µ(
∂Ui ∂Uk 2 ∂Ul ∂Ul + − δij ) + νδik (6) ∂xk ∂xi 3 ∂xl ∂xl
dimana µ dan ν adalah koefisien dinamika dan kinematika viskositas. Masukan pers. (6) , pers.
(5), pers. (4) kedalam hukum Newton ke-2, didapatkan:
Kita definisikan deravatif kovariant
Dµ ≡ ∂ µ + iAµ (15) ∂~v 1 2 ~ ~ ~ ~ ~ ρ( +(~v .O)~v ) = −OP +µO ~v +(ν + µ)O(O ·~v ) ∂t 3 dengan transformasi gauge lokal, derivatif ko(7) variant akan ditransform : Persamaan ini disebut persamaan Navier-Stokes yang membangun dinamika fluida. Dµ φ → (∂ µ + i(Aµ + ∂ µ ))e−iθ φ = e−iθ ∂ µ φ −ie−iθ φ∂ µ θ + ie−iθ Aµ φ + ie−iθ φ∂ µ θ = e−iθ (∂ µ + iAµ )φ 2. Teori Medan Gauge Teori gauge adalah teori medan yang didasari oleh prinsip gauge yaitu suatu teori harus invariant terhadap transformasi lokal gauge. Sebagai contoh, misalkan medan komplek skalar φ(x) dalam ruang-waktu Minkowski. Kerapatan Lagrange medan ini dengan potensial V dapat ditulis [7]: L(φ, ∂µ φ) = (∂ µ φ? )(∂µ φ) − V (φ? φ)
(8)
=
e−iθ Dµ φ Dµ φ? → eiθ Dµ φ?
(16) (17)
Hal ini menunjukan bahwa derivatif kovariant akan ditransformasi kedalam bentuk yang sama dengan φ. Jika kita mengganti ∂ µ dengan Dµ , kerapatan Lagrange menjadi : L(φ, Dµ φ) = (Dµ φ? )(Dµ φ) − V (φ? φ)
(18)
jika kita ambil transformasi:
telah dibuktikan bahwa kerapatan Lagrange diatas invariant terhadap transformasi gauge lokal. Sekarang kita punya teori medan gauge dimana θ adalah konstanta real. Pembuktian yang invariant terhadap transformasi gauge bahwa kerapatan Lagrange invarian terhadap lokal. transformasi ini sangat mudah . Transformasi e−iθ dikenal sebagai transformasi gauge global. Dengan menggunakan teorema Noether’s kita akan mendapatkan rapat arus (sebagai contoh 2.1 Teori Medan Gauge Abelian [8]): Dengan menggunakan persamaan EulerJ µ = φ∂ µ φ? − φ? ∂ µ φ (10) Lagrange kita akan mendapatkan persamaan φ → φ0 ≡ e−iθ φ
(9)
dan hukum kekekalan arus ∂µ J µ = 0
(11)
gerak yang biasanya dijelaskan dengan persamaan diferensial parsial. Jika kita menambahkan fungsi Lagrange baru (lihat [9]) :
Bagaimana dengan transformasi gauge lokal? Transformasi gauge lokal dapat ditulis[7]: φ → φ0 ≡ e−iθ(x) φ
(12)
dengan transformasi ini , kerapatan Lagrange (8) menjadi: L(φ, ∂µ φ) → L0 = (∂ µ φ? )(∂µ φ) − V (φ? φ) +(∂ µ φ? )(∂µ φ) (∂µ θ∂ µ θ + ∂µ θ − ∂ µ θ) (13)
F
µν
1 L = − F µν Fµν 4 = ∂ µ Aν − ∂ ν Aµ
(19) (20)
maka fungsi Lagrange total menjadi: 1 LA = (Dµ φ? )(Dµ φ)−V (φ? φ)− F µν Fµν (21) 4
yang tidak invarian terhadap transformasi gauge lokal . Untuk membuat kerapatan Lagrange invarian terhadap transformasi gauge lokal , kita harus menganti ∂ µ dengan transformasi yang cocok dengan bentuk φ. Untuk melakukannya, pertama kita perkenalkan medan vektor Aµ (x) yang biasanya disebut ’medan gauge’ dengan transformasi sebagai berikut [7]:
persamaan ini adalah fungsi Lagrange (kerapatan) untuk sistem dinamika yang invariant terhadap transformasi gauge lokal. Transformasi gauge lokal juga bisa ditulis sebagai φ0 = e−igθ(x) φ dimana g adalah bilangan real. Teori gauge ini juga dikenal sebagai teori gauge abelian yang berhubungan dengan bentuk g sebagai aljabar komutatif . Dengan g maka Aµ akan ditransformasi sebagai:
Aµ → A0 ≡ Aµ + ∂ µ θ
Aµ → A0 ≡ Aµ + g∂ µ θ
(14)
(22)
dengan transformasi ini maka tensor strenge pers.(20) akan ditransformasi sebagai:
=
F µν
=
(∂µ + igTa Aaµ )(∂ν + igTa Aaν ) −(∂ν + igTa Aaν )(∂µ + igTa Aaµ ) igTa (∂µ Aaν − i∂ν Aaµ
= =
+i2 g 2 Ta2 (Aaµ Aaν − Aaν Aaµ ) igTa (∂µ Aaν − ∂ν Aaµ ) + ig[Aaµ , Aaν ] a igTa Fµν (27)
→ = = =
F 0µν = ∂ µ (Aν + ig∂ ν θ) −∂ ν (Aµ + ig∂ µ ) ∂ µ Aν − ∂ ν Aµ + ig∂ µ ∂ ν θ − ig∂ ν ∂ µ θ ∂ µ Aν − ∂ ν Aµ F µν (23)
Dengan menggunakan elemen yang berhubunKerapatan Lagrange pers.(19) masih invariant gan dengan Aljabar Lie, sehingga terhadap transformasi gauge lokal. Hubungan a Fµν = ∂ µ Aaν − ∂ν Aaµ + ig[Aaµ , Aaν ] (28) antara Dµ dan Fµν diberikan oleh: [Dµ , Dν ] = Dµ Dν − Dν Dµ = (∂µ + iAµ )(∂ν + iAν ) −(∂ν + iAν )(∂µ + iAµ ) = i∂µ Aν − i∂ν Aµ + i2 Aµ Aν −i2 Aν Aµ = i(∂µ Aν − ∂ν Aµ ) + i2 [Aµ , Aν ] = iFµν (24)
atau a Fµν = ∂ µ Aaν − ∂ν Aaµ − gf abc Abµ , Acν
(29)
maka hubungan komutatif untuk derivatif kovariant adalah: a [Dµ , Dν ] = igFµν
(30)
a dimana Fµν diberikan oleh pers.(28) atau Hubungan ini bisa didapatkan dengan relasi pers.(29). Dengan kondisi ini maka kerpatan komutatif [Aµ , Aν ] = 0. Hubungan ini bisa Lagrange menjadi: digunakan untuk membuktikan fungsi Lagrange invariant terhadap transformasi gauge lokal 1 a L = − F aµν Fµν (31) atau tidak. 4
2.2 Teori Medan Gauge Non-Abelian Kita akan memperluas aljabar ke aljabar non komutatif (non abelian). Hal ini bisa digunakan untuk menjelaskan sistem medan (medan materi) yang secara umum mengandung medan multi-komponen. Transformasi Gauge NonAbelian dapat ditulis sebagai [10]:
yang invariant terhadap transformasi gauge lokal. Teori ini dikenal sebagai teori Gauge NonAbelian atau teori medan Yang-Mills. sebagai contoh lihat [10]:
1 a aµν LN A = iψγ µ (∂µ ψ)−mψ ψψ+gJ aµ Aaµ − Fµν F 4 (32) Dalam kasus n = 3 dikenal sebagai Kuantum Kromodinamik (QCD). Teori ini untuk U = eiTa θ(x) (25) menjelaskan interaksi kuat pada hadron. Lagrange teori Gauge Non-Abelian mengandimana Ta0 s adalah matrix generator yang didung medan yang berinteraksi dengan medan miliki Group Lie dan memenuhi hubungan koitu sendiri Aaµ melalui suku gf abc Abµ Acn u mutatif [Ta , Tb ] = ifabc Tc . fabc adalah faktor a dalam Fµν . Lihat[10]. Dimensi dari massa struktur. Aljabar yang mendasarr hubungan ini [m] = 1,[Aµ ] = 1,dan [ψ] = 3/2. disebut sebagai Aljabar Lie [9]. Untuk mendapatkan medan Non-Abelian yang invariant terhadap Transformasi Gauge lokal, kita harus menemukan hubungan yang mirip 3. Persamaan Navier-Stokes dari Teori dengan pers.(24). Untuk melakukannya, kita Medan Gauge perkenalkan (dimana g adalah konstanta kopling gauge) [10]: Dµ ≡ ∂µ + igTa Aaµ
(26)
maka hubungan komutatif untuk Dµ adalah: [Dµ , Dν ] =
Dµ Dν − Dν Dµ
”jangan pernah menyerah” Dalam ruang-waktu Minkowski, diagonal metrix tensor memiliki elemen g 00 = 1, g 11 =
g 22 = g 33 = −1. Sekarang kita definisikan sebuah medan Aµ dalam suku skalar dan potensial vektor, yaitu: ~ = (Φ, −~v ) Aµ = (Ao , A)
(33)
hubungankan dengan simetri gµν dan anti simetri Fµν , keempat suku sama, mengunakan indeks µ dan ν kita akan mendapatkan: ∂LN S ∂(∂ ν Aµ )
1 = − [F νµ − (−F νµ ) 4 +F νµ − (F νµ )] 1 = − (4F νµ ) = Fµν 4
dimana Φ = d2 ~v 2 +V , dengan V adalah potensial dari gaya-gaya konservatif. kondisi untuk gaya H konservatif F~ adalah d~r · F~ = 0 dengan solusi (40) ~ φ. maksudnya adalah potensial V harus F =O mengandung derivatif ruang spasial. maka persamaan Euler-Lagrange menjadi: Kita definisikan Tensor Strenge sebagai: ∂ ν Fµν − gJµ = 0 Fµν ≡ ∂µ Aν − ∂ν Aµ (34) ∂ ν (∂µ Aν − ∂ν Aµ ) − gJµ = 0 ∂ ν (∂µ Aν − ∂ ν ∂ν Aµ ) − gJµ = 0 (41) Sekarang kita mengkonstruksi Lagrange untuk sistem fluida. fluida dapat dipandang sebaν gai gauge boson yang mirip dengan teori gauge Sekarang, integralkan terhadap x kita mendaU(1). Lagrange untuk fluida dapat ditulis seba- patkan: I gai: 1 ∂ A − ∂ A = g dxν Jµ (42) µ ν ν µ LN S = − Fµν F µν + gJµ Aµ (35) 4 dimana Jµ arus vektor-empat. untuk menda- Untuk ν = µ kita mendapatkan hubungan trivipatkan persamaan geraknya kita menggunakan al. hubungan non-trivial didapatkan jika ν 6= µ. kita dapatkan: persamaan Euler-Lagrange,yaitu: I I ∂LN S ∂LN S ∂ A − ∂ A = −g dx J = g dxi J0 (43) ∂ν − = 0 (36) 0 i i 0 0 i ∂(∂ ν Aµ ) ∂Aµ Suku ke-2 nya adalah: ∂LN S = gJµ ∂Aµ
dengan Ai = −~v , Ao = Φ, ∂o = kita mendapatkan:
∂ ∂t ,
~ dan ∂i = O
(37)
∂~v ~ Φ = −g ~J˜ −O (44) ∂t Untuk menghitung suku pertama EulerLagrange, kita menulis Lagrange secara dimana J˜ ≡ H dx J = − H dx J . Dengan i 0 i i 0 eksplisit dalam suku Aµ yaitu: potensial skalar yang diberikan oleh Φ = 21 ~v 2 + V , kita dapatkan, 1 LN S = − (gλα )(gβσ )[(∂ α Aσ − ∂ σ Aα ) 4 ∂~v 1 ~ |~v |2 − O ~ V = −g ~J˜ − − O (45) (∂ λ Aβ − ∂ β Aλ )] + gJµ Aµ (38) ∂t 2 subtitusikan suku pertama kedalam per.(36) kita mendapatkan: 1 ∂ ∂LN S = − (gλα )(gβσ ) ν µ ν ∂(∂ A ) 4 ∂(∂ Aµ ) [(∂ α Aσ − ∂ σ Aα )(∂ λ Aβ − ∂ β Aλ )] =
=
1 ∂ ( ∂ α Aσ ) λβ − (gλα )(gβσ )[ F 4 ∂(∂ ν Aµ ) ∂(∂ σ Aα ) λβ ∂(∂ λ Aβ ) − F + F ασ ν µ ∂(∂ A ) ∂(∂ ν Aµ ) ∂(∂ β Aλ ) −F ασ ] ∂(∂ ν Aµ ) 1 − (gλα )(gβσ )[δνα δµσ F λβ − δνσ δµα F λβ 4 +δνλ δµβ F ασ − δνβ δµλ F ασ ] (39)
−
~ |~v |2 = (~v · O ~ )~v + ~v × dengan identitas vektor 21 O ~ × ~v ), kita dapatkan, (O ∂~v ~ )~v = −O ~ V − ~v × ω + (~v · O ~ − g ~J˜ , ∂t
(46)
~ × ~v adalah vortisiti. Hasil dimana ω ~ ≡ O ini menghasilkan persamaan umum NS de~ V ). ngan gaya-gaya konservatif(O Potensial berhubungan dengan gaya-gaya konservatif, yaitu: V1 (r)
=
V2 (r)
=
V3 (r)
=
P : tekanan (47) ρ Gm : gravitasi (48) r ~ · ~v ) : viskositas (49) (ν + η)(O
P, ρ, G, ν + η menunjukan tekanan, massa jenis, konstanta gravitasi dan viskositas. Kita perhatikan potensial dari viskositas. Gaya ¡ viskosi¢ ~ Vviscosity = η O ~ O ~ · ~v + tas secara umum O ¡ 2 ¢ ¡ ¢ ~ ~v + ν O ~ ×ω ν O ~ dengan mengunakan identi~ ×~ ~ (O ~ ·~v )−O ~ 2~v . Ini akan menghasilkan tas O ω=O fluida kompresible dan non-kompresible, pada turbulensi ω ~ tidak sama dengan nol. Dalam Lagrange, g adalah konstanta kopling yang sangat kecil (g << 1).Dengan kenyataan ini kita bisa menggunakan cara teori medan gangguan untuk membentuk perhitungan dalam dinamika fluida dimulai dari Lagrange pers.(35). untuk sistem multi fluida kita bisa menggunakan Gambar 1: Diagram Feynman untuk interaksi 4 Lagrange dibawah ini: point. 1 a aµν LN S = − Fµν F + gJµa Aaµ (50) 4 Persamaan ini mirip dengan teori gauge non- Menggunakan interaksi yang mungkin yang diAbelian.Dimana a = 1 menunjukan fluida tung- dapatkan di bagian yang lalu, kita bisa memodelkan turbulemsi dalam interaksi ini. Maksudgal (lihat[3]) nya, kita menggunakan metode yamg digunakan secara luas di fisika partikel elementer. 4. Diagram feynman untuk sistem fluida Kita bisa menulis medan dalam suku vektor Didalam dinamika fluida yang dibangun oleh polarisasi sebagai berikut, persamaan NS kita hanya tertarik pada gaya µ ¶ d 2 yang dimediasikan bukan transisi keadaam awal Aµ = ²µ e−ik·x dengan ²µ = |~v | − V, −~v ke keadaan akhir seperti di fisika partikel 2 (54) (lihat[3]). Dengan alasan ini kita hanya memerHukum lukan suku boson dalam lagrangian total. De- dimana k adalah momentum 4. ngan asumsi bahwa lagrangian total invariant kekekalan momentum masih berlaku, yaitu terhadap simetri gauge yang telah dijelaskan paΣki = 0 . (55) da bab 3, kita mendapatkan: 1 a a µν LNS = − Fµν F 4
Penguraian ini menghasilkan hubungan saling melengkapi untuk vektor polarisasi sebagai Dari persamaan diatas kita bisa mendapatkan berikut (lihat [6]), suku kuadrat sebagai propagator medan fluida µ ¶ X kµ kν λ† λ (lihat [5]), ²µ ²ν = −gµν + M2 · ¸ λ µ ν i k k ! õ µν ab ¶2 − 2 g + (ζ − 1) 2 δ (52) d 2 2 k k |~v | − V − |~v | (56) 2 sedangkan verteknya (51)
lihat apendiks Polarisasi Vektor Dengan memasukan potensial gravitasi, tekanan dan viskositas ke persamaan A.2 +f ace f bde (g µλ g νρ − g µν g ρλ ] (53) dihasilkan beberapa plot energi turbulensi dengan jelas, pers. (52) dan (53) menyediakan terhadap beberapa besaran fisis. Kita mengguaturan Feynman untuk semua interaksi yang nakan sudut θ = 1/4πrad, sudut α = 3/2πrad, kecepatan v1 = v2 = v3 = v4 = 0.007meter/s, mungkin seperti pada gambar 1. massa jenis ρ = 1000Kg/m2 , tekanan P = 101000N/m2 , viskositas air pada suhu 4.1 Sistem Multi Fluida 1000 Cη = 0.003P oise, gradien kecepatan ~ · ~υ = 5/s, ketinggian 1m Dibagian ini, kita kan menjelaskan dinamika sis- ∇ tem multi fluida menggunakan lagrangian NS. −g 2 [f abe f cde (g µρ g νλ − g µλ g νρ ) +f ade f bce (g µν g ρλ − g µρ g νλ )
Hasil dan Pembahasan A. Arti Fisis Amplitudo Kuadrat Dinamika Fluida dijelaskan oleh persamaan diferensial nonlinear yang dikenal sebagai persamaan Navier-Stokes. Solusi yang tepat dari persamaan ini hanya bisa didapatkan untuk kasus yang sangat sederhana. Untuk situasi yang komplek solusinya belum bisa didapatkan. Terlebih lagi jika kasus yang dipecahkan adalah fenomena turbulensi, meskipun fenomena ini sering ditemukan dalam kehidupan seharihari. Dalam turbulensi, alirannya dicirikan dengan arus eddi yang perubahannya sangat sulit diprediksi ,lihat [11]. Turbulensi dipengaruhi oleh medan-medan seperti tekanan, gravitasi dan juga viskositas. Proses turbulensi dalam dinamika fluida dianggap sebagai interaksi antar 8 gluon pada interaksi kuat. Tiap gluon berinteraksi dengan dirinya sendiri. Dengan menghitung amplitudo kuadrat dari Lagrange interaksi ini maka kita perlu mendefiniskan amlitudo kuadrat tersebut. Pada teori gauge amplitudo kuadrat didefinisikan sebagai observable yang menunjukan kecenderungan suatu partikel untuk berinteraksi. Pada Turbulensi amplitudo kuadrat adalah energi turbulensi suatu fluida. Energi turbulensi ini secara klasik dipengaruhi oleh besaran seperti tekanan, ketinggian, kekentalan, massa jenis fluida dan kecepatan masing-masing fluida yang berinteraksi. Plot grafik antara Energi turbulensi dengan besaran-besaran fisis cukup bervariasi.
B. Hubungan antara Amplitudo Kuadrat dengan Beberapa Besaran Fisis
Energi turbulensi 4.332 4.3315 4.331 4.3305 Π Π 3 Π - -Π - 2 - 4 4
Π 4
Π 2
3Π 4
Π
Sudut Θ
Gambar 2: Energi turbulensi terhadap sudut θ. Energi turbulensi 4.332 4.3315 4.331 4.3305 Π Π 3 Π - -Π - 2 - 4 4
Π 4
Π 2
3Π 4
Sudut Α
Gambar 3: Energi turbulensi terhadap sudut α. dan sudut antara momentum 1 dan 2 (θ) serta sudut antara momentum 1 dan 3 (α) sebagai besaran mikroskopis. Seperti yang dilihat pada gambar 2 dan 3, energi turbulensi berfluktuasi terhadap ke dua sudut tersebut. Tumbukan keempat elemen fluida tersebut mencapai puncaknya pada sudut-sudut tertentu. Sudut inipun mempengaruhi hubungan kecepatan dengan energi turbulensi.
2. Energi Turbulensi dengan kecepatan
Peningkatan kecepatan elemen-elemen fluida membuat energi turbulensi semakin meningkat. Pada grafik didapat keempat elemen fluida memiliki kemiringan yang hampir sama.(lihat gambar 4). Elemen-elemen fluida kecepatannya bisa ditambah dengan menaikan suhu dan tekanan. Bilangan Reynold meningkat jika kecepatan ditambah. Peningkatan kecepatan ini membuat suatu fluida lebih cenderung menjadi aliran turbulensi. Pada saat fluida menjadi turbulensi 1. Amplitudo Kuadrat dengan θ (sudut peningkatan kecepatan dimanfaatkan untuk antara elemen fluida 1 dan 2) serta α meningkatkan energi. Hubungan grafik ini juga (sudut antara elemen fluida 1 dan 3) dipengaruhi oleh sudut antara momentum 1 Suhu, tekanan, viskositas, ketinggian dan dan 2 (θ) serta sudut antara momentum 1 dan massa jenis adalah besaran makroskopis. Pada 3 (α). Jika θ dinaikan sedikit-sedikit sampai penelitian ini kita juga menggunakan kecepatan sudut 1/2φ sedangkan α dan besaran lain tetap Telah diterangkan diatas bahwa energi turbulensi dipengaruhi oleh kecepatan, ketinggian, tekanan, kekentalan fluida dan massa jenis fluida. Pada bagian ini kita akan menjelaskan hubungan antara besaran fisis yang telah disebutkan diatas dengan energi turbulensi. Untuk interaksi 4 point kita menggunakan 4 kecepatan dan gradien kecepatan fluida yang berbeda.
Energi turbulensi
Energi turbulensi 20 17.5 15 12.5 10 7.5 5 2.5 20
Gambar 4: cepatan.
5 4 3 2 1
40
60
80 100 120
Kecepatan
Tekanan 2
4
6
8
10
12
Energi turbulensi terhadap ke- Gambar 6: Energi turbulensi terhadap tekanan. diingat bahwa amplitudo kuadrat adalah energi turbulensi.
Energi turbulensi 5 4.8 4.6
4. Energi Turbulensi dengan tekanan
4.4 4.2 10
20
30
40
50
60
Viskositas
Gambar 5: Energi turbulensi dengan viskositas. maka pada grafik akan semakin curam.
3. Energi Turbulensi dengan viskositas Bilangan Reynold berbanding terbalik dengan viskositas fluida. Hal ini memberikan informasi bahwa semakin encer fluida mengakibatkan kecenderungan suatu fluida menjadi aliran turbulensi meningkat. Pada grafik 5 didapat suatu hubungan yang berbanding lurus antara energi turbulensi dengan kekentalan. Semakin encer fluida maka energi turbulensinya semakin kecil. Untuk gradien kecepatan yang sama peningkatan viskositas akan meningkatkan juga gaya viskositas. Peningktan gaya meningkatkan energi kinetik. Sebagai contoh, antara air panas dengan suhu 1000 C dengan air biasa dengan suhu 200 C yang memiliki viskositas berturutturut 2.8 × 10−4 N.s/m2 dan 0.001N.s/m2 . Air dengan suhu 1000 C energi turbulensinya lebih besar jika dibandingkan dengan suhu 200 C. Air yang dipanaskan menambah energi kinetik dari partikel-partikel yang menyusun elemen fluida sehingga massa jenis fluida akan berkurang. Berkurangnya massa jenis ini mengurangi partikel-partikel yang bergesekan sehingga energi kinetik fluida bertambah. Perlu
Energi turbulensi meningkat jika tekanan dinaikan. Pada grafik 6 hubungan energi turbulensi dengan tekanan adalah parabolik. Perlu diperhatikan bahwa tekanan dalam hal ini adalah tekanan internal fluida yang diakibatkan oleh elemen fluida sebelum berinteraksi dengan elemen lain. Kenaikan tekanan bisa diakibatkan oleh peningkatan suhu pada volume tetap atau penurunan volume pada suhu tetap. Kenaikan tekanan membuat partikel-partikel yang menyusun fluida semakin bergetar dan semakin menjauh. Ekspansi partikel ini membuat massa jenis fluida berkurang. Gaya tekanan berbanding terbalik dengan massa jenis. Telah dijelaskan diatas bahwa semakin kecil massa jenis energi turbulensinya semakin besar.Getaran-getaran ini memberikan kontribusi energi. Perpindahan fluida bisa juga diakibatkan oleh perbedaan tekanan antara kedua titik. Semakin besar perbedaan tekanan ini gaya fluida yang dihasilkan akan semakin besar. Perbedaan tekanan pada kasus ini antara antara titik pusat interaksi dengan keempat elemen fluida.
5. Energi Turbulensi dengan ketinggian Pada interaksi satu titik energi turbulensi tidak dipengaruhi oleh ketinggian, hal ini disebabkan karena titik interaksi fluida yang kita amati memiliki perbedaan ketinggian yang sama, meskipun gravitasi memiliki kontribusi yang besar pada proses turbulensi lihat gambar 7. Pertambahan ketinggian tidak meningkatkan
Energi turbulensi 5
Energi turbulensi 4.33174
4 3
4.33174
2 4.33174 1 0.2
0.4
0.6
0.8
1
Ketinggian
Gradien kecepatan -0.4 -0.2
0.2
0.4
Gambar 7: Enegi turbulensi terhadap keting- Gambar 9: Energi turbulensi terhadap gradien gian. kecepatan. Energi turbulensi 7
mambuat massa jenis fluida semakin rendah.
6 5
7. Energi Turbulensi dengan Gradien kecepatan
4 3 2 1 0.04
0.05
0.06
0.07
0.08
0.09
Densitas
Gambar 8: Enegi turbulensi terhadap massa jenis. energi turbulensi. Kita dapat menghitung energi turbulensi di darat dan di udara dengan besar yang sama, jika diambil asumsi besaran lain sama di kedua tempat tersebut.
6. Energi Turbulensi dengan Massa Jenis Massa jenis fluida berbanding lurus dengan bilangan reynold. Ini artinya semakin besar massa jenis kecenderungan fluida untuk menjadi turbulensi semakin meningkat. Oli dan air massa jenisnya berbeda. Massa jenis air lebih besar daripada oli. Untuk besaran lain yang (kecepatan , diameter, viskositas) dianggap konstanta dan besarnya sama maka air memiliki kecenderungan yang lebih tinggi untuk menjadi turbulensi dibandingkan dengan oli. Pada grafik antara energi turbulensi dengan massa jenis didapatkan grafik yang menurun hampir mirip eksponensial lihat gambar 8. Hal ini sesuai dengan logika kita, karena fluida yang memiliki massa jenis yang tinggi memiliki jumlah partikel yang lebih banyak dalam satuan volume. Jumlah partikel yang bergesekan mempengaruhi energi turbulensi. Massa jenis dipengaruhi juga oleh tekanan dan suhu. Semakin tinggi tekanan dan suhu
Gradien kecepatan dikenal sebagai kemiringan kecepatan yang diakibatkan oleh pemberian gaya yang berbeda-beda untuk setiap lapisan fluida. Gradien kecepatan meningkatkan energi turbulensi. Telah diketahui dari mekanika klasik bahwa Energi adalah kemampuan untuk melakukan usaha. Sedangkan usaha itu sendiri adalah komponen gaya dikalikan dengan perpindahan yang sejajar dengan komponen gaya tersebut. Untuk keempat elemen fluida memiliki kemiringan yang sama (lihat gambar 9). Artinya jika kita meningkatkan gradien kecepatan salah satu elemen fluida dan ketiga percepatan elemen fluida yang lain tetap maka energi turbulensi akan meningkat. Peningkatan percepatan keempat elemen fluida dengan besar yang sama meningkatkan juga energi turbulensi. Gradien kecepatan yang kecil diakibatkan oleh besarnya gesekan antara lapisan fluida yang bergerak dengan lapisan fluida yang diam. Jika gesekan ini kita kurangi dengan meningkatkan suhu atau tekanan maka energi turbulensi akan meningkat.
KESIMPULAN DAN SARAN Pada pembahasan diatas telah dijelaskan bahwa amplitdo kuadrat memiliki arti fisis sebagai energi turbulensi.Energi turbulensi ini dipengaruhi oleh besaran-besaran fisika. Energi turbulensi akan semakin meningkat jika massa jenis fluida, tekanan, kecepatan dan gradien kecepatan ditingkatkan. Sebaliknya energi turbulensi akan berkurang jika ketinggian dan viskositas dinaikan. Penelitian ini hanya menjelaskan fenomena fisika untuk satu sampel titik. Jika kita ingin mendapatkan hasil yang menyerupai sebenarnya di alam, kita harus menghitung secara keseluruhan dari semua titik-titik fluida yang berinteraksi dengan nilai besaran fisis yang berbedabeda. Penelitian saat ini difokuskan pada usaha mengkaji aspek teoritik dari pendekatan baru penghitungan besaran fisis pada fluida memakai teori medan. Penghitungan untuk kondisi sebenarnya secara prinsip bisa dilakukan dengan membagi satu luas bidang penghitungan dalam bentuk kisi, kemudian perhitungan yang sama seperti diatas dilakukan untuk seluruh titik dengan pemakaian parameter secara dinamis. Parameter dinamis diperoleh dari hasil penghitungan dari titik terdekat.
Daftar Pustaka [1] K.E.Saputro, Thesis:Large Applications Of Fluids Dynamics Based On Gauge Field Theory Approach,UI, Jakarta (2005) [2] A.Sulaiman, Thesis:Construction Of Navier-Stokes Equation Using Gauge Field Theory Approach,UI, Jakarta (2005) [3] A.Sulaiman and L.T.Handoko, Gauge Field Theory approach to construct the NavierStokes equation, Acta Physica Pol. A (2005) in press. (2005) [4] Robert W. Fox, Introduction to Fluids Mechanics, John Willey and Son. Canada (1992) [5] Aitchison,Ian JR and Hey,Anthony JG Gauge Theories in Particle Physics,Institute Of Physics Publishing, Bristol and Philadelphia (1995) [6] Halzen,Francis amd Martin, Alan D Quarks and Lepton:An Inductory Course in Modern Particle Physics,JOHN WILLey and SONS, New York . (1996) [7] K. Huang, Quarks, Leptons and Gauge Fields, Worlds Sceintific, Singapore (1992) [8] L. Ryder, Quantum Field Theory, second ed, Cambridge University Press, Cambridge (1998). [9] L. Faddev and A. Slanov, Gauge Field, second ed, Addison Wesley, New York (1991). [10] T. Muta, Foundation of Quantum Chromodynamics, Worlds Sceintific, Singapore (2000). [11] M.C. Gregg, J. Geophys. Res 92 (1987) 5249
11
Lampiran A
Dinamika Sistem Fluida Interaksi 4 poin Hasil perhitungan dengan mengkonstraksi vertek dan propagator (untuk perhitungan lihat[1]) didapat: |M4 |2
=
¡ ¢ f abe f cde g µρ g νλ − g µλ g νρ + ¡ ¢ ¡ ¢¤ f ade f bce g µν g ρλ − g µρ g νλ + f ace f bde g µλ g νρ − g µν g ρλ ¶µ ¶µ ¶µ ¶ µ k2ν k2β k3ρ k3γ k3λ k3σ k1µ k1α −gν β + −gργ + −gλ σ + −gµα + m2 m22 m23 m23 £ abe cde ¡ µρ 1 νλ ¢ f f g g − g µλ g νρ + ¡ ¢ ¡ ¢¤ª f ade f bce g µν g ρλ − g µρ g νλ + f ace f bde g µλ g νρ − g µν g ρλ µ ¶µ ¶ d1 d2 2 2 2 2 2 2 ( |v~1 | + V1 ) − |v~1 | ( |v~2 | + V2 ) − |v~2 | 2 2 µ ¶µ ¶ d3 d 4 2 2 2 2 2 2 ( |v~3 | + V3 ) − |v~3 | ( |v~4 | + V4 ) − |v~4 | 2 2 (A.1) g4
|M4 |2
©£
=
½ · k1 · k1 k2 · k2 − (k1 · k2 )2 g 4 f abe f cde f abe f cde 2 + m21 m22 k1 · k1 k4 · k4 − (k1 · k4 )2 k1 · k1 k3 · k3 − (k1 · k3 )2 + + 2 2 m1 m3 m21 m24 k2 · k2 k3 · k3 − (k2 · k3 )2 k2 · k2 k4 · k4 − (k2 · k4 )2 + + 2 2 m2 m3 m22 m24 k3 · k3 k4 · k4 − (k3 · k4 )2 + 2 m23 m24 ((k1 · k3 )2 k2 · k2 + (k2 · k3 )2 k1 · k1 − 2k1 · k2 k1 · k3 k2 · k3 + m21 m22 m23 ((k1 · k4 )2 k2 · k2 + (k2 · k4 )2 k1 · k1 − 2k1 · k2 k1 · k4 k2 · k4 + m21 m22 m24 ((k1 · k3 )2 k4 · k4 + (k1 · k4 )2 k3 · k3 − 2k1 · k3 k1 · k4 k3 · k4 + m21 m23 m24 ((k2 · k3 )2 k4 · k4 + (k2 · k4 )2 k3 · k3 − 2k2 · k3 k2 · k4 k3 · k4 + m22 m23 m24 12
¸ ((k1 · k3 )(k2 · k4 ) − (k1 · k4 )(k2 · k3 ))2 + m21 m22 m23 m24 · k1 · k1 k2 · k2 − (k1 · k2 )2 f ade f bce f ade f bce + m21 m22 k1 · k1 k3 · k3 − (k1 · k3 )2 k1 · k1 k4 · k4 − (k1 · k4 )2 + 2 + m21 m23 m21 m24 k2 · k2 k3 · k3 − (k2 · k3 )2 k2 · k2 k4 · k4 − (k2 · k4 )2 2 + + m22 m23 m22 m24 k3 · k3 k4 · k4 − (k3 · k4 )2 + m23 m24 ((k1 · k2 )2 k3 · k3 + (k1 · k3 )2 k2 · k2 − 2k1 · k2 k1 · k3 k2 · k3 + m21 m22 m23 ((k1 · k2 )2 k4 · k4 + (k2 · k4 )2 k1 · k1 − 2k1 · k2 k1 · k4 k2 · k4 + m21 m22 m24 ((k1 · k3 )2 k4 · k4 + (k3 · k4 )2 k1 · k1 − 2k1 · k3 k1 · k4 k3 · k4 + m21 m23 m24 ((k2 · k4 )2 k3 · k3 + (k3 · k4 )2 k2 · k2 − 2k2 · k3 k2 · k4 k3 · k4 + m22 m23 m24 ¸ ((k1 · k2 )(k3 · k4 ) − (k1 · k3 )(k2 · k4 ))2 + m21 m22 m23 m24 · k1 · k1 k2 · k2 − (k1 · k2 )2 f ace f bde f ade f bce + m21 m22 k1 · k1 k3 · k3 − (k1 · k3 )2 k1 · k1 k4 · k4 − (k1 · k4 )2 2 + + 2 2 m1 m3 m21 m24 k2 · k2 k3 · k3 − (k2 · k3 )2 k2 · k2 k4 · k4 − (k2 · k4 )2 +2 + 2 2 m2 m3 m22 m24 k3 · k3 k4 · k4 − (k3 · k4 )2 + m23 m24 ((k1 · k2 )2 k3 · k3 + (k2 · k3 )2 k1 · k1 − 2k1 · k2 k1 · k3 k2 · k3 + m21 m22 m23 ((k1 · k2 )2 k4 · k4 + (k1 · k4 )2 k2 · k2 − 2k1 · k2 k1 · k4 k2 · k4 + m21 m22 m24 ((k1 · k4 )2 k3 · k3 + (k3 · k4 )2 k1 · k1 − 2k1 · k3 k1 · k4 k3 · k4 + m21 m23 m24 ((k2 · k3 )2 k4 · k4 + (k3 · k4 )2 k2 · k2 − 2k2 · k3 k2 · k4 k3 · k4 + m22 m23 m24 ¸ ((k1 · k2 )(k3 · k4 ) − (k1 · k4 )(k2 · k3 ))2 + m21 m22 m23 m24 · (k1 · k2 )2 − k1 · k1 k2 · k2 + 2f ade f bce f abe f cde m21 m22 (k1 · k4 )2 − k1 · k1 k4 · k4 (k2 · k3 )2 − k2 · k2 k3 · k3 + + 2 2 m1 m4 m22 m23 (k3 · k4 )2 − k3 · k3 k4 · k4 + m23 m24 k1 · k2 k1 · k3 k2 · k3 − (k1 · k3 )2 k2 · k2 + m21 m22 m23
k1 · k2 k1 · k4 k2 · k4 − (k2 · k4 )2 k1 · k1 + m21 m22 m24 k1 · k3 k1 · k4 k3 · k4 − (k1 · k3 )2 k4 · k4 + m21 m23 m24 k2 · k3 k2 · k4 k3 · k4 − (k2 · k4 )2 k3 · k3 + m22 m23 m24 ¸ (k1 · k3 k2 · k4 − k1 · k4 k2 · k3 )(k1 · k2 k3 · k4 − k1 · k3 k2 · k4 ) + m21 m22 m23 m24 · (k1 · k2 )2 − k1 · k1 k2 · k2 2f ace f bde f abe f cde + m21 m22 (k2 · k4 )2 − k2 · k2 k4 · k4 (k1 · k3 )2 − k1 · k1 k3 · k3 + + m21 m23 m22 m24 (k3 · k4 )2 − k3 · k3 k4 · k4 + m23 m24 k1 · k2 k1 · k3 k2 · k3 − (k2 · k3 )2 k1 · k1 + m21 m22 m23 k1 · k2 k1 · k4 k2 · k4 − (k1 · k4 )2 k2 · k2 + m21 m22 m24 k1 · k3 k1 · k4 k3 · k4 − (k1 · k4 )2 k3 · k3 + m21 m23 m24 k2 · k3 k2 · k4 k3 · k4 − (k2 · k3 )2 k4 · k4 + m22 m23 m24 ¸ (k1 · k3 k2 · k4 − k1 · k4 k2 · k3 )(k1 · k4 k2 · k3 − k1 · k2 k3 · k4 ) + m21 m22 m23 m24 · (k1 · k3 )2 − k1 · k1 k3 · k3 2f ace f bde f abe f cde + m21 m23 (k1 · k4 )2 − k1 · k1 k4 · k4 (k2 · k3 )2 − k2 · k2 k3 · k3 + + 2 2 m1 m4 m22 m23 (k2 · k4 )2 − k2 · k2 k4 · k4 + m22 m24 k1 · k2 k1 · k3 k2 · k3 − (k1 · k2 )2 k3 · k3 + m21 m22 m23 k1 · k2 k1 · k4 k2 · k4 − (k1 · k2 )2 k4 · k4 + m21 m22 m24 k1 · k3 k1 · k4 k3 · k4 − (k3 · k4 )2 k1 · k1 + m21 m23 m24 k2 · k3 k2 · k4 k3 · k4 − (k3 · k4 )2 k2 · k2 + m22 m23 m24 ¸¾ (k1 · k4 k2 · k3 − k1 · k2 k3 · k4 )(k1 · k2 k3 · k4 − k1 · k3 k2 · k4 ) m21 m22 m23 m24 µ ¶µ ¶ d1 d2 2 2 2 2 2 2 ( |v~1 | + V1 ) − |v~1 | ( |v~2 | + V2 ) − |v~2 | 2 2 ¶µ ¶ µ d d3 4 2 2 2 2 2 2 ( |v~4 | + V4 ) − |v~4 | ( |v~3 | + V3 ) − |v~3 | 2 2 (A.2)
Hukum kekekalan momentum berlaku, yaitu, k1 + k2 + k3 + k4 = 0 ,
(A.3)
sehingga didapat, ki · ki
=
k1 · k2
=
k1 · k3
=
k1 · k4
=
k2 · k3
=
k2 · k4
=
k3 · k4
=
m2i = ρ2i V 2 , 1 ρ1 v1 ρ2 v2 (v1 v2 − 4cosθ) V 2 , 4 1 ρ1 v1 ρ3 v3 (v1 v3 − 4cosα) V 2 , 4 1 − (4ρ21 + ρ1 v1 ρ2 v2 (v1 v2 − 4cosθ) + ρ1 v1 ρ3 v3 (v1 v3 − 4cosα))V 2 , 4 1¡ − 2(ρ21 + ρ22 + ρ23 − ρ24 ) + ρ1 v1 ρ2 v2 (v1 v2 − 4cosθ) 4 +ρ1 v1 ρ3 v3 (v1 v3 − 4cosα)) V 2 , 1 − (2(ρ21 + ρ23 − ρ22 − ρ24 ) + ρ1 v1 ρ3 v3 (v1 v3 − 4cosα))V 2 , 4 1 − (2(ρ21 + ρ22 − ρ23 − ρ24 ) + ρ1 v1 ρ2 v2 (v1 v2 − 4cosθ))V 2 . 4
(A.4)
Lampiran B
Polarisasi Vektor Karena Aµ merupakan medan bosonik bermassa maka memenuhi persamaan: (g ν µ (¤2 + M 2 ) − ∂ ν ∂ µ )Aµ = 0
(B.1)
Dapat kita peroleh invers dari ruang momentum operator dengan menyelesaikan (g ν µ (−k 2 + M 2 ) + k ν k µ )−1 = δµλ (Agν λ + Bkλ kν )
(B.2)
untuk nilai A dan B. Propagator, adalah besaran dalam kurung sebelah kanan dari (A.2) kita kali dengan i, di dapat i(g ν µ + k ν k µ /M 2 ) (B.3) k2 − M 2 Dapat kita lihat untuk keadaan partikel bermassa k 2 = M 2 . Kita divergensi, ∂ν , dari (A.1), dua suku akan saling menghilangkan dan kita peroleh M 2 ∂ µ Aµ = 0
Sehingga ∂ µ Aµ = 0
(B.4)
Untuk Partikel bermassa ∂ µ Aµ = 0 suatu keadaan yang harus dipenuhi, bukan sebagai gauge condition. Sebagai konsekuensimya, Persamaan (A.1) tereduksi menjadi (¤2 + M 2 )Aµ = 0 untuk keadaan partikel bebas dalam fluida didapat solusi µ ¶ d 2 −ik·x Aµ = ²µ e dengan ²µ = |~v | − V, −~v 2 Kondisi (A.4) mensyaratkan
k µ ²µ = 0
(B.5)
(B.6)
(B.7)
Sehingga akan mereduksi derajat kebebasan dari empat vektor polarisasi menjadi tiga. Untuk sebuah partikel bermassa M, energi E, dan momentum k bergerak sepanjang sumbu z, dengan keadaan helisitas λ dapat diperoleh vektor polarisasi sebagai berikut µ ¶ (0, 1, ±i, 0) d 2 √ |~v | − V, −~v ; ²λ=±1 = ∓ 2 2 µ ¶ (|k| , 0, 0, E) d 2 ²λ=0 = |~v | − V, −~v ; (B.8) M 2 Dengan menjumlahkan semua keadaan polarisasi dari vektor partikel bermassa akan diperoleh hubungan kelengkapan sebagai berikut(sebagai contoh lihat [6]: ! ¶ õ ¶2 µ X d 2 kµ kν 2 λ† λ |~v | − V ²µ ²ν = −gµν + − |~v | (B.9) M2 2 λ
16