APLIKASI KURVA RESPON CAHAYA SINUSOIDAL UNTUK PENGUKURAN DAYA SERAP KARBONDIOKSIDA PADA BAMBU BETUNG (Dendrocalamus asper ( Schult f.) Backer ex Heyne)
ADITYA CHANDRA MAULANA
DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
APLIKASI KURVA RESPON CAHAYA SINUSOIDAL UNTUK PENGUKURAN DAYA SERAP KARBONDIOKSIDA PADA BAMBU BETUNG (Dendrocalamus asper ( Schult f.) Backer ex Heyne)
ADITYA CHANDRA MAULANA
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan
DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
RINGKASAN ADITYA CHANDRA MAULANA. Aplikasi Kurva Respon Cahaya Sinusoidal untuk Pengukuran Daya Serap Karbondioksida pada Bambu Betung (Dendrocalamus asper ( Schult f.) Backer ex Heyne). Dibimbing oleh Effendi Tri Bahtiar, S.Hut, M.Si dan Anne Carolina, S.Si, M.Si Isu lingkungan global warming (pemanasan global) dewasa ini telah mengemuka dalam masyarakat. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengurangi peningkatan gas CO2 di atmosfer, yaitu melalui penanaman tumbuhan hijau yang mempunyai kemampuan tinggi untuk menyerap gas CO2 salah satunya adalah bambu. Bambu memiliki keunggulan dibandingkan pohon karena proses fotosintesisnya dengan mekanisme C4. Salah satu jenis bambu yang banyak digunakan adalah bambu betung (Dendrocalamus asper (Schult f.) Backer ex Heyne). Bambu betung telah lama dimanfaatkan secara tradisional oleh masyarakat Indonesia sebagai bahan bangunan. Pada penelitian sebelumnya mengenai daya serap CO2 pada pohon, nilai yang diperoleh dengan menggunakan persamaan kubik atau persamaan kuadratik, hasilnya under estimate atau over estimate dibandingkan dengan riap tahunannya. Oleh sebab itu, pada penelitian ini mencoba memperoleh model persamaan sinusoidal yang ideal untuk menghitung daya serap karbondioksida dengan lebih tepat. Untuk melakukan perhitungan serapan karbon, perlu dihitung terlebih dahulu massa karbohidrat daun, jumlah daun per rumpun, dan luas daun. Pengukuran massa karbohidrat daun dilakukan dengan analisis karbohidrat, dimana massa CO2 diketahui dari konversi massa karbohidrat hasil fotosintesis. Setelah itu dibuat kurva respon cahaya yang didekati dengan regresi linier berganda, kemudian dilakukan pengujian tingkat kepentingan peubah bebas untuk memperoleh model persamaan yang terbaik. Pada penelitian ini dipilih batas nilai probabilitas setiap koefisien regresi sebesar P-value <0,1. Model Persamaan Sinusoidal yang ideal untuk kurva respon cahaya adalah Ŷ = A + BZ1 (X – 24(H – 1)) + DZ1Sin
2π(X−6) 24
. Nilai daya serap karbondioksida
(CO2) yang dihitung berdasarkan kurva respon cahaya adalah sebesar 82,35 kg/rumpun/tahun. Nilai ini masuk ke dalam selang nilai daya serap karbondioksida (CO2) yang dihitung berdasarkan riap pertahunnya yaitu sebesar 72,98-91,22 kg/rumpun/tahun. Kedepannya persamaan kurva respon cahaya sinusoidal dapat dipergunakan sebagai persamaan standar untuk berbagai tumbuhan hijau lainnya, sehingga dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam memilih jenis terbaik untuk ditanam dalam rangka mengatasi masalah peningkatan CO2. KATA KUNCI :
Bambu betung, daya serap CO2, kurva respon cahaya sinusoidal
SUMMARY ADITYA CHANDRA MAULANA. Applications Light Response Sinusoidal Curves For Carbon Dioxide Sink Measurements on Bamboo Betung (Dendrocallamus asper (Schult f.) Backer ex Heyne). Under Supervision of Effendi Tri Bahtiar, S.Hut, M.Si and Anne Carolina, S.Si, M.Si Planting plant such as bamboo Betung (Dendrocalamus asper (Schult f.) Backer ex Heyne) is one of the best way for reducing global warming effect. Bamboo Betung is giant grass which has been traditionally used by Indonesian people for construction material since a long time ago. It has better carbon sink ability than trees because of its C4 photosintesis mechanisms. In previous studies, the basic formula that was used for fitting plant’s light response curve was less precise. Quadratic and cubic equation make over estimate or under estimate result compared to those calculated based on annual increment. This study tried to obtain an ideal sinusoidal equation model to calculate the carbon sink capacity more precisely. To calculate carbon sink, it necessary to measure carbohydrate mass of leaves, number of leaves per cluster, and leaves area. Carbohydrate mass of the leaves is measured by carbohydrate analysis, where the mass of CO2 is known from the mass conversion of carbohydrates from photosynthesis. Light response sinusoidal curve approximated by multiple linear regression equation. Regression coefficient had been tested by t-student test to obtain the best model equation. In this study, probability value of each regression coefficient was selected P-value <0.1. This research proposed a sinusoidal equation as a basic equation for plant’s light response curve fitting. The sinusoidal equation was success for bamboo betung’s light response curve fitting (R2>60%). The best sinusoidal equations models for light response curve is Ŷ=A+BZ1(X–24(H–1))+DZ1Sin 2π(X−6) . It had similar result in estimating 24
carbon sink (82,35 kg/cluster/year) compared to those which calculated by annual increment (72,98-91,22 kg/cluster/year). It is better to choose sinusoidal equation than quadratic or cubic. In the future, light response sinusoidal curve equation can be used as a standard equation for many other green plants, therefore it can be used as consideration in choosing the most suitable plant to overcome the problem of increasing CO2.
Keywords : Bamboo betung, carbon sink, light response sinusoidal curve.
PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Aplikasi Kurva Respon Cahaya Sinusoidal untuk Pengukuran Daya Serap Karbondioksida pada Bambu Betung (Dendrocalamus asper ( Schult f.) Backer ex Heyne) adalah benar-benar hasil karya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Maret 2011
Aditya Chandra Maulana NRP E24063348
Judul Skripsi : Aplikasi Kurva Respon Cahaya Sinusoidal untuk Pengukuran Daya
Serap
Karbondioksida
pada
Bambu
Betung
(Dendrocalamus asper ( Schult f.) Backer ex Heyne). Nama
: Aditya Chandra Maulana
NIM
: E24063348
Menyetujui: Komisi Pembimbing
Ketua
Anggota
Effendi Tri Bahtiar, S.Hut, M.Si NIP.19760212 200012 1 002
Anne Carolina, S.Si, M.Si NIP.19810924 200912 2 004
Mengetahui, Kepala Departemen Hasil Hutan
Dr. Ir. I Wayan Darmawan, M.Sc NIP.19660212 199103 1 002
Tanggal Lulus :
KATA PENGANTAR Puji Syukur Kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya yang telah dilimpahkan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW. Skripsi dengan judul Aplikasi Kurva Respon Cahaya Sinusoidal untuk Pengukuran Daya Serap Karbondioksida pada Bambu Betung (Dendrocalamus asper ( Schult f.) Backer ex Heyne), disusun sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan. Penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dan mendukung dalam proses persiapan hingga penyusunan skripsi ini. Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak.
Bogor, Maret 2011
Aditya Chandra Maulana NRP E24063348
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Solo pada tanggal 30 Desember 1987. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Bapak Sakimin dan Ibu Marsih Soetomo. Penulis memulai pendidikan di Sekolah Dasar Negeri 15 Mangkubumen Lor Surakarta. Pada tahun 2000, penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 1 Surakarta dan melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Umum Negeri 1 Surakarta. Pada tahun 2006, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) dan selanjutnya diterima di Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif di kegiatan kemahasiswaan yaitu sebagai Staff Divisi Eksternal Himpunan Mahasiswa Hasil Hutan 2008/2009. Penulis telah mengikuti beberapa kegiatan praktik lapang antara lain Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan 2008 di Sancang-Kamojang, Praktek Pengelolaan Hutan 2009 di Hutan Pendidikan Gunung Walat, kemudian pada bulan Juli-Agustus 2010 melakukan Praktik Kerja Lapang di perusahaan Rakabu Furniture. Untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan IPB, penulis menyelesaikan skripsi dengan judul Aplikasi Kurva Respon Cahaya Sinusoidal untuk Pengukuran Daya Serap Karbondioksida pada Bambu Betung (Dendrocalamus asper (Schult f.) Backer ex Heyne), dibimbing oleh Effendi Tri Bahtiar, S.Hut, M.Si dan Anne Carolina, S.Si, M.Si.
UCAPAN TERIMAKASIH Puji Syukur Kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya yang telah dilimpahkan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW. Penulis menyadari skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik karena bantuan dari berbagai pihak. Kritik dan saran dapat disampaikan melalui e-mail adityachandramaulana@ yahoo.co.id. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terimakasih kepada : 1.
Bapak Effendi Tri Bahtiar, S.Hut, M.Si selaku dosen pembimbing I dan Ibu Anne Carolina, S.Si, M.Si selaku dosen pembimbing II yang telah membimbing, mengarahkan dan memberikan banyak ilmu serta wawasan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.
2.
Bapak Prof. Dr. Ir. Ervizal A.M. Zuhud, MS selaku dosen penguji dari Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan, Bapak Soni Trison, S.Hut, M.Si selaku dosen penguji dari Departemen Manajemen Hutan, dan Bapak Prof. Dr. Ir. Bambang Hero Saharjo, M.Agr selaku dosen penguji dari Departemen Silvikultur.
3.
Seluruh dosen dan staf Fakultas Kehutanan IPB.
4.
Bapak Sakimin dan Ibu Marsih Soetomo, orangtua yang selalu memberikan kekuatan, dukungan baik moril dan materil serta limpahan doa yang tak pernah putus.
5.
Adik-adik penulis, Fauzi Nasrul Maulana dan Octhavera Putri Maulani atas semangat dan dukungan serta doa yang telah diberikan kepada penulis.
6.
Ervina Aprianti atas bantuan, semangat, dan dukungan yang telah diberikan dalam penyusunan skripsi ini.
7.
Teman-Teman THH 43 atas segala keceriaan, kebersamaan dan kekompakan kita selama tiga tahun lebih. Rekan seperjuanganku Bahrul dan Dea, Semangat!
8.
Semua pihak yang telah membantu proses persiapan hingga penyusunan skripsi ini.
Semoga skripsi ini bermanfaat bagi berbagai pihak yang memerlukan.
Bogor, Maret 2011 Aditya Chandra Maulana NRP E24063348
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI .................................................................................................... i DAFTAR TABEL.............................................................................................
iii
DAFTAR GAMBAR........................................................................................
iv
DAFTAR LAMPIRAN.....................................................................................
v
BAB I
BAB II
BAB III
BAB IV
BAB V
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang....................................................................... 1.2 Tujuan.................................................................................... 1.3 Manfaat Penelitian................................................................. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tumbuhan Sebagai Penyerap CO2........................................ 2.2 Karbondioksida (CO2) .......................................................... 2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Daya Serap CO2 Tumbuhan ............................................................................. 2.4 Fotosintesis ........................................................................... 2.5 Respirasi ............................................................................... 2.6 Bambu .................................................................................. 2.7 Bambu Betung ...................................................................... 2.8 Spektrofotometri ................................................................... 2.9 Pengukuran Daya Rosot CO2 ................................................ 2.10 Kurva Respon Cahaya ..........................................................
1 2 2
3 3 3 6 7 7 8 9 9 9
METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat ............................................................... 3.2 Alat dan Bahan .................................................................... 3.3 Metode Penelitian ................................................................ 3.4 Analisis Data ........................................................................
10 10 10 12
KONDISI UMUM TEMPAT PENELITIAN 4.1 Letak dan Luas .................................................................... 4.2 Topografi dan Tanah ............................................................ 4.3 Iklim ..................................................................................... 4.4 Flora dan Fauna ....................................................................
19 19 19 20
HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Massa Karbohidrat ................................................................ 5.2 Daya Serap CO2 per Luas Daun ........................................... 5.3 Daya Serap CO2 per Helai Daun .......................................... 5.4 Daya Serap CO2 per Batang per Jam .................................... 5.5 Daya Serap CO2 per Batang per Tahun ................................
21 30 31 32 32
ii
5.6 5.7 5.8
BAB VI
Halaman Daya Serap CO2 per Rumpun per Tahun ............................. 33 Perbandingan Daya Serap CO2 per Rumpun per Tahun dengan Riap Bambu Betung ................................................. 33 Perbandingan Daya Serap CO2 per Pohon per Tahun pada Pohon yang Telah Diteliti Sebelumnya dengan Riap per 34 Tahun................................................................................
KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan........................................................................... 6.2 Saran.....................................................................................
40 40
DAFTAR PUSTAKA
41
LAMPIRAN
43
iii
DAFTAR TABEL No. 1.
Halaman Pengukuran daya serap CO2 dan riap berdasarkan beberapa hasil penelitian .................................................................................................
9
2.
Massa karbohidrat (C6H12O6) pada bambu betung .................................
22
3.
Uji tingkat kepentingan peubah bebas ....................................................
24
4.
Massa karbohidrat bersih per hari ...........................................................
29
5.
Daya serap CO2 per luas daun.................................................................
30
6.
Daya serap CO2 per helai daun per jam ..................................................
31
7.
Daya serap CO2 per batang per jam.........................................................
32
8.
Daya serap CO2 per batang per tahun ....................................................
32
9.
Daya serap CO2 per rumpun per tahun ...................................................
33
10.
Perbandingan massa karbondioksida (CO2) berdasarkan daya serap dengan riap pertahun per pohon/rumpun.................................................
38
iv
DAFTAR GAMBAR No.
Halaman
1.
Prosedur penelitian daya serap CO2 per rumpun per tahun ....................
18
2.
Kurva respon cahaya daun bambu betung secara keseluruhan ...............
25
3.
Kurva respon cahaya daun tua ................................................................. 26
4.
Kurva respon cahaya daun dewasa .......................................................... 27
5.
Kurva respon cahaya daun muda ............................................................. 28
6.
Kurva persamaan kuadratik Acacia mangium ......................................... 35
7.
Kurva persamaan kubik Swietenia machrophylla....................................
36
8.
Kurva persamaan kuadrat Agathis dammara ..........................................
37
v
DAFTAR LAMPIRAN No.
Halaman
1.
Nilai massa karbohidrat ........................................................................... 44
2.
Perhitungan massa CO2 pada jenis daun tua, dewasa, dan muda dengan Maple 13..................................................................................................
46
3.
Nilai standar karbohidrat .........................................................................
48
4.
Perhitungan luas daun .............................................................................
48
5.
Jumlah daun pada setiap batang ..............................................................
48
6.
Pengelompokkan batang berdasarkan ukuran .........................................
49
7.
Analisis regresi daun tua .........................................................................
50
8.
Analisis regresi daun dewasa ..................................................................
51
9.
Analisis regresi daun muda......................................................................
52
10. Perbandingan daya serap CO2 dengan riap tiap tahunnya ....................... 53 11. Peta lokasi pengambilan sampel di Arboretum Bambu IPB ...................
54
12. Gambar daun bambu betung (muda, dewasa, dan tua) ............................ 54 13. Gambar bambu betung yang diteliti ........................................................
55
14. Dokumentasi analisis karbohidrat daun dengan metode fitokimia .........
56
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Isu lingkungan global warming (pemanasan global) dewasa ini telah mengemuka dalam masyarakat. Pemanasan global terjadi ketika konsentrasi gas-gas tertentu yang dikenal dengan gas rumah kaca, khususnya karbondioksida (CO2) terus bertambah di udara, yang sebagian besar disebabkan oleh kegiatan manusia. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengurangi peningkatan gas CO2 di atmosfer, yaitu melalui penanaman tumbuhan hijau yang mempunyai kemampuan tinggi untuk menyerap gas CO2 salah satunya adalah bambu. Seperti halnya pohon, bambu dapat mengolah CO2 dalam proses fotosintesis dan melepaskan O2 ke udara. Bambu juga memiliki beberapa kelebihan antara lain pertumbuhannya cepat, dapat diolah dan ditanam dengan cepat sehingga dapat memberikan keuntungan secara kontinyu, memiliki sifat mekanis yang baik, pengolahannya hanya memerlukan alat yang sederhana. Bambu memiliki mekanisme C4 dalam proses fiksasi karbon sementara pohon merupakan tumbuhan C3. Tumbuhan C4 memiliki keunggulan dalam proses fiksasi karbon dibandingkan tumbuhan C3, terutama pada kondisi lingkungan yang kekeringan, suhu tinggi serta keterbatasan karbondioksida (Lakitan, 1993). Salah satu jenis bambu yang banyak digunakan adalah bambu betung (Dendrocalamus asper (Schult f.) Backer ex Heyne). Bambu betung telah lama dimanfaatkan secara tradisional oleh masyarakat Indonesia sebagai bahan bangunan. Dengan pengetahuan yang lebih lengkap dan terstruktur, diantaranya mengenai kemampuan bambu betung dalam menyerap karbon, maka bambu betung dapat dimanfaatkan secara bijak untuk kesejahteraan seluruh makhluk hidup di alam ini. Lebih lanjut bambu betung akan memiliki nilai tawar yang tinggi sebagai pengganti kayu untuk konstruksi karena masyarakat semakin memahami peran penting tanaman/hutan bambu betung untuk mengatasi global warming. Beberapa penelitian tentang daya serap CO2 pada pohon telah dilakukan seperti penelitian yang dilakukan oleh Iqbal
2
(2010) pada pohon Acacia mangium yang dihitung dengan persamaan kuadratik dan pohon Swietenia machrophylla yang dihitung dengan persamaan kubik. Peneliti yang lain seperti Ardiansyah (2009) melakukan penelitian serupa terhadap jenis pohon Agathis dammara. Nilai yang diperoleh dengan menggunakan persamaan kubik, hasilnya cenderung over estimate sedangkan dengan menggunakan persamaan kuadratik, hasilnya dapat under estimate atau over estimate. Hal ini disebabkan karena kurva respon cahaya dari persamaan kuadratik maupun kubik yang dihasilkan kurang menggambarkan pengaruh periode intensitas cahaya matahari sehingga nilai massa karbohidrat yang diperoleh kurang tepat. Selain itu, besarnya respirasi juga belum diukur pada penelitian sebelumnya. Oleh sebab itu, pada penelitian ini selain menghitung daya serap karbondioksida pada proses fotosintesis juga menghitung respirasi pada malam hari serta mencoba memperoleh model persamaan sinusoidal yang ideal pada
kurva respon
cahaya sehingga kedepannya dapat digunakan untuk menghitung daya serap karbondioksida dengan lebih tepat. 1.2 Tujuan 1. Mendapatkan persamaan kurva respon cahaya yang ideal. 2. Mengetahui besarnya daya serap CO2 dari bambu betung (Dendrocalamus asper ( Schult f.) Backer ex Heyne).
1.3 Manfaat Penelitian 1. Persamaan kurva respon cahaya yang ideal dapat dipergunakan sebagai persamaan standar untuk berbagai tumbuhan hijau lainnya. 2. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam penanaman bambu untuk mengatasi masalah peningkatan CO2.
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tumbuhan Sebagai Penyerap CO2 Tumbuhan hijau daun menyerap CO2 selama fotosintesis dan memakainya sebagai bahan untuk membuat karbohidrat. Fotosintesis merupakan salah satu mekanisme penting pengambilan CO2 dari atmosfer (Anonim, 2010). Salisbury & Ross (1995) menyatakan bahwa lebih dari 13% karbon di atmosfer digunakan dalam fotosintesis tiap tahunnya. Rosenboorg (1965) menyatakan bahwa aktivitas fotosintesis dapat diamati secara eksperimental pada semua tumbuhan hijau, keragaman dari berbagai metode telah dibuat untuk dapat menentukan kemampuan fotosintesis, kuantitas bahan yang dipakai dan dilepaskan, serta susunansusunan khusus yang terlibat dalam bermacam-macam reaksi di dalamnya. Salah satunya adalah jumlah CO2 yang dikonsumsi.
2.2 Karbondioksida (CO2) Gas CO2 adalah bahan baku bagi fotosintesis dan laju fotosintesis dipengaruhi oleh kadar CO2 di udara. Pengaruh fisiologi utama dari kenaikan CO2 adalah meningkatnya laju fotosintesis di dalam daun. Akibat peningkatan laju fotosintesis tersebut akan menyebabkan terjadinya penimbunan karbohidrat di daun (Darmawan & Baharsjah 1983).
2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Daya Serap CO2 Tumbuhan Daya serap CO2 berbanding lurus dengan laju fotosintesis tumbuhan, sehingga faktor yang mempengaruhi laju fotosintesis juga mempengaruhi daya serap tanaman terhadap CO2 secara bersamaan. Lakitan (1993) menyatakan bahwa laju fotosintesis dipengaruhi oleh dua faktor utama, yaitu:
4
2.3.1 Faktor Genetik 1. Perbedaan Antara Spesies Dahlan (2004) menyatakan bahwa sifat dan kemampuan tumbuhan dalam menyerap gas CO2 dapat dikelompokkan ke dalam tiga golongan yakni : a) Tipe C3, yakni tumbuhan yang memfiksasi CO2 melalui daur C3 pentosa. b) Tipe C4, yakni tumbuhan yang dapat memfiksasi CO2 melalui daur C4 asam dikarboksilat. c) Tipe CAM, yakni tumbuhan yang dapat memfiksasi CO2 menjadi asam malat. Lakitan (1993) menyatakan bahwa berdasarkan proses fotosintesis ada tiga golongan besar tumbuhan yaitu tumbuhan C4, tumbuhan C3, dan tumbuhan CAM. Tumbuhan C4 yaitu tumbuhan yang mempunyai produk awal fotosintesis berupa senyawa dengan 4 atom C, contohnya : tebu, jagung, sorgum, dan beberapa spesies rumputan asal tropis. Tumbuhan C3 adalah tumbuhan yang menghasilkan produk awal fotosintesis dengan 3 atom C, yakni asam 3-fosfogliserat, contohnya seluruh gymnospermae, pteridophyta, bryophyta, dan ganggang. Tumbuhan CAM ditandai dengan metabolisme unik dimana melibatkan proses karboksilasi ganda berurutan, contohnya jenis yang tumbuh di daerah kering. Tumbuhan C4 secara umum mempunyai laju fotosintesis yang tinggi, sementara tumbuhan CAM memiliki laju fotosintesis yang terendah. Tumbuhan C3 berada diantara kedua ekstrim tersebut. 2. Pengaruh Umur Daun Di samping perbedaan metabolisme fiksasi CO2, umur daun juga akan mempengaruhi laju fotosintesis. Kemampuan daun untuk berfotosintesis meningkat pada awal perkembangan daun, tetapi kemudian mulai turun, kadang sebelum daun tersebut berkembang penuh.
5
Menurut Tjitrosoepomo (2001), perbedaan warna daun dapat kita gunakan untuk membandingkan antara daun yang masih muda dan daun dewasa. Daun yang muda berwarna hijau muda keputih-putihan, sedangkan yang sudah dewasa biasanya hijau sungguh. Hal ini dijadikan pedoman dalam pemilihan sampel daun, disamping ukuran daun dan letak dalam tangkai. Daun yang muda, ukurannya lebih kecil daripada ukuran daun dewasa. Daun yang tua umumnya berwarna hijau kehitam-hitaman, agak pucat dan sebagian warnanya sudah terdegradasi menjadi kuning atau cerah kembali. 3. Pengaruh Laju Translokasi Fotosintat Tumbuhan dengan laju fotosintesis yang tinggi, juga menunjukkan laju translokasi fotosintat yang tinggi pula. Jadi translokasi fotosintat yang cepat akan memacu laju fiksasi CO2, sementara laju fotosintat pada daun akan menghambat laju fotosintesis. 2.3.2 Faktor Lingkungan 1. Ketersediaan Air Untuk tumbuhan tingkat tinggi, laju fotosintesis paling dibatasi oleh ketersediaan air. Kekurangan air dapat menghambat laju fotosintesis, terutama karena pengaruhnya terhadap turgiditas sel penjaga stomata. Jika kekurangan air, maka turgiditas sel penjaga akan menurun. Hal ini menyebabkan stomata menutup, penutupan stomata ini akan menghambat serapan CO2 yang dibutuhkan untuk sintesis karbohidrat. 2. Ketersediaan CO2 CO2 merupakan bahan baku sintesis karbohidrat. Kekurangan CO2 tentu akan menyebabkan penurunan laju fotosintesis. Data yang terkumpul
selama
kecenderungan
beberapa
peningkatan
tahun CO2
terakhir
secara
menunjukkan
konsisten.
Dengan
demikian, CO2 secara umum bukan merupakan faktor pembatas untuk tumbuhan darat. 3. Ketersediaan Hara Mineral
6
4. Pengaruh Cahaya Cahaya sebagai sumber energi untuk reaksi anabolik fotosintesis jelas akan berpengaruh terhadap laju fotosintesis tersebut. Secara umum, fiksasi CO2 maksimum terjadi sekitar tengah hari, yakni pada saat intensitas cahaya matahari mencapai puncaknya. 5. Pengaruh Suhu Pengaruh suhu terhadap fotosintesis tergantung pada spesies dan kondisi lingkungan tempat tumbuhnya. Spesies yang tumbuh di gurun mempunyai suhu optimum untuk fotosintesis lebih tinggi dari spesies tumbuhan yang tumbuh di tempat lain. Secara umum, suhu optimum untuk fotosintesis setara dengan suhu siang hari pada habitat asal tumbuhan tersebut.
2.4 Fotosintesis Fotosintesis adalah suatu proses biokimia yang dilakukan tumbuhan, alga, dan beberapa jenis bakteri untuk menghasilkan makanan dengan memanfaatkan energi cahaya. Hampir semua makhluk hidup bergantung dari energi yang dihasilkan dalam fotosintesis. Akibatnya fotosintesis menjadi sangat penting bagi kehidupan di bumi. Fotosintesis juga berjasa menghasilkan sebagian besar oksigen yang terdapat di atmosfer bumi. Organisme yang menghasilkan energi melalui fotosintesis disebut sebagai fototrof (Anonim 2010). Berbeda dari organisme lain yang memperoleh energi dengan memakan organisme lainnya, tumbuhan bersifat autotrof. Autotrof artinya dapat mensintesis makanan langsung dari senyawa anorganik. Tumbuhan menggunakan CO2 dan air untuk menghasilkan gula dan oksigen yang diperlukan sebagai makanannya. Energi untuk menjalankan proses ini berasal dari matahari (Anonim 2010). Persamaan reaksi yang menghasilkan glukosa adalah sebagai berikut: 6CO2 + 6H2O
Energi
C6H12O6 + 6O2
7
2.5 Respirasi Menurut Winarno dan Aman (1974), respirasi adalah suatu proses metabolisme dengan cara menggunakan oksigen dalam pembakaran senyawa makromolekul
seperti
karbohidrat,
protein,
dan
lemak
yang
akan
menghasilkan CO2, air dan sejumlah besar elektron-elektron. Salisbury (1995) menyatakan bahwa respirasi dilakukan semua sel secara terusmenerus, sering melepaskan CO2 dan menyerap O2 dalam volume yang sama. CO2 berdifusi dari akar menuju daun melalui lakuna (rongga gas-dalam yang sangat luas). Salisbury (1992) menyatakan bahwa respirasi dipengaruhi oleh ketersediaan substrat, oksigen, suhu, jenis dan umur tumbuhan dan CO2. Rumus reaksi kimia dari respirasi menurut Salisbury (1992) adalah sebagai berikut: C6H12O6 + 6O2 6CO2 + 6H2O + Energi
2.6 Bambu Bambu merupakan rumput-rumputan berkayu yang tumbuh sangat cepat dibandingkan pohon.
Pertumbuhan bambu di hutan alam mencapai
400 kg/ha/tahun, bahkan di hutan hujan dapat mencapai 4-5 kalinya apabila dilakukan manajemen pengelolaan yang baik (pengolahan tanah, pemupukan, dan penjarangan) serta terlindung dari penggembalaan (Adkoli 1994; Lakshmana 1994). Tunas-tunas bambu tumbuh dengan cepat, bahkan tingginya dapat mencapai satu meter dalam waktu 24 jam. Batang bambu muda memiliki diameter yang hampir sama dengan bambu tua. Bambu berkembangbiak melalui rimpang/akar tinggal sehingga tidak memerlukan penanaman ulang.
Meskipun batang-batang bambu dipanen, sistem
perakarannya tetap tertinggal di dalam tanah sehingga masih mampu menumbuhkan tunas-tunas baru.
Batang bambu mencapai umur dewasa
sekitar tiga tahun, jauh lebih cepat daripada pohon pada umumnya. Batangbatang bambu dapat dipanen setiap tahun setelah mencapai umur 3-5 tahun, sedangkan pohon hanya dapat dipanen satu kali setelah berumur 10-50 tahun. Dengan pemanenan yang bijak, bambu dapat dimanfaatkan sebagai sumberdaya terbaharukan yang benar-benar sustainable (Widjaja, 2008).
8
Kurz (1876) dalam Dransfield & Widjaya (1995) menyatakan bahwa bambu merupakan salah satu sumberdaya alam tropis dan penyebarannya luas dengan pertumbuhan cepat, mudah dibentuk dan telah luas penggunaannya dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Asia. Kekuatan batang, kelurusan, kelicinan, keringanan yang dipadukan dengan kekerasan, keteraturan sehingga mudah dibelah, ukuran yang berbeda, variasi panjang dan ketebalan membuat bambu dapat dipergunakan untuk berbagai keperluan. Bambu termasuk ke dalam famili Graminae, sub famili Bambusoidae dan suku bambuseae. Bambu biasanya mempunyai batang yang berlubang, akar yang kompleks, daun berbentuk pedang dan pelepah yang menonjol (Dransfield & Widjaya 1995).
2.7 Bambu Betung Taksonomi
bambu
betung
adalah
kingdom
Plantae,
divisi
Magnoliophyta, kelas Liliopsida, ordo Poales, famili Poaceae atau Gramineae, genus Dendocalamus, spesies Dendrocalamus asper backer (Anonim, 2008). Dransfield & Widjaya (1995) menjelaskan bahwa Dendrocalamus asper merupakan salah satu bambu yang banyak ditemui di Indonesia. Bambu ini disebut juga Giant Bamboo (Inggris), Awi Bitung (Sunda), Buluah Batung (Batak) dan paling sering disebut Bambu Betung. Tersebar di Sumatra, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Seram dan Irian Barat. Di Jawa, Bambu Betung dapat ditanam di dataran rendah sampai ketinggian 2000 m di atas permukaan laut. Bambu Betung dapat tumbuh pada banyak jenis tanah, namun akan lebih baik pada tanah berat dengan drainase yang baik. Selanjutnya Dransfield & Widjaya (1995) menyatakan batang bambu ini memiliki tipe simpodial, merumpun yang terdiri dari beberapa batang saja, batang tegak dengan ujung melengkung. Tinggi 20-30 m, diameter 8-20 cm, tebal 11-36 mm. Panjang ruas 10-20 cm (bagian bawah) sampai 30-50 cm (bagian atas). Buku-buku menggelembung, buku dekat pangkal batang mempunyai akar udara. Batang muda berwarna coklat keemasan. Cabang muncul dari buku bagian tengah ke atas.
9
2.8 Spektrofotometri Day and Underwood (1998) menyatakan spektrofotometri menyiratkan pengukuran jauhnya pengabsorpsian energi cahaya sebagai fungsi dari panjang gelombang radiasi, spektrofotometri dapat dibayangkan sebagai suatu perpanjangan dari pemantauan secara visual dimana studi yang lebih terinci mengenai
pengabsorpsian energi
cahaya oleh bahan kimia
memungkinkan kecermatan yang lebih besar dalam pencirian dan pengukuran kuantitatif.
2.9 Pengukuran Daya Serap CO2 Beberapa penelitian yang telah pernah dilakukan mengenai pengukuran daya serap tanaman terhadap CO2 yaitu hanya terbatas pada pohon saja untuk mengetahui kemampuan pohon tersebut menyerap karbon. Beberapa penelitian itu dilakukan oleh Institut Pertanian Bogor (IPB). Antara lain disajikan pada Tabel 1. Tabel 1 Pengukuran daya serap CO2 dan riap berdasarkan beberapa hasil penelitian Jenis Acacia mangium Peronema canescens Agathis dammara Acacia auriculiformis Ceiba pentandra Swietenia machrophylla Tectona grandiis Diospyros celebica Santalum album Terminalia cattapa
Riap volume (m3/ha/tahun ) 33,54) 17,5 6) 27,43) 17,5 6) 16,73) 9,4 3) 17,5 5)
Riap volume (m3/pohon/tahun )
Daya serap bersih CO2 (kg/pohon/tahun
0,1206 0,0438 0,0986 0,0438 0,6310 7) 0,0418 0,0235 0,0160 9) 0,0220 8) 0,0438
905 1) 1200 2) 25 2) 74,47 2) 8606 2) 2509 1) 207 2) 5166 2) 4 2) 756 2)
1) Iqbal (2010) 4) Seksiono (2008) 2) Ardiansyah (2009) 5) Thomson L dan Barry Evans (2006) 3) Hasanu Simon (2008) 6) Anonim (2011)
7) Anonim (2010) 8) Wowo (2008) 9) Rauf (2010)
2.10 Kurva Respon Cahaya Melalui proses fotosintesis, tanaman dapat mengubah karbondioksida dari atmosfer menjadi energi kimia yang akan dipergunakan tanaman dalam pertumbuhannya dan hanya bisa berlangsung dengan bantuan cahaya matahari. Kurva respon cahaya merupakan fungsi yang dapat memberikan informasi tentang kemampuan suatu individu pohon dalam memanfaatkan cahaya (Triono, 2004).
III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Arboretum Bambu IPB untuk pengambilan daun, dan Laboratorium Kimia Hasil Hutan IPB untuk persiapan contoh uji. Analisis karbohidrat dilakukan di Laboratorium Kimia Bersama Diploma III IPB. Penelitian dilakukan selama bulan Oktober sampai Desember 2010. Pengambilan sampel daun dilakukan setiap 3 jam sekali untuk 2 hari pertama, 4 jam sekali untuk 2 hari kedua, dan 6 jam sekali untuk 2 hari ketiga. Setiap 2 hari pengamatan diberi selang satu hari.
3.2 Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain tabung reaksi, pipet volumetrik, erlenmeyer, hammer mill, kertas saring, spektrofotometri dengan panjang gelombang 500 nm, timbangan, oven, water bath (penangas air), kertas milimeter block, seperangkat komputer dengan software microsoft word, microsoft excel, Software Maple 13, meteran. Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari daun Bambu Betung (Dendrocalamus asper (Schult f.) Backer ex Heyne) yang berasal dari Arboretum Bambu Kampus IPB Darmaga. Sedangkan pereaksi yang digunakan untuk analisis karbohidrat yaitu pereaksi Cu, pereaksi Nelson, pereaksi Karbohidrat.
3.3 Metode Penelitian 3.3.1 Persiapan pereaksi A. Pembuatan pereaksi Cu Sebanyak 12 g K Na Tartrat, 24 g Na2CO3, 40 ml CuSO4 (10%), serta 16 g NaHCO3 ditimbang. Kemudian 180 g Na2SO4 dilarutkan dengan air panas dan didinginkan, larutan K Na Tartrat, Na2O3, CuSO4, H2O, NaHCO3, dan Na2SO4 dicampurkan. Lalu campuran tersebut disimpan selama 2 hari pada botol gelap.
11
B. Pembuatan pereaksi Nelson Sebanyak 25 g (NH4)6Mo7O24 (Amonium heptamolybdate) ditambahkan 450 ml H2O dan 21 ml H2SO4 pekat (larutan a). Kemudian sebanyak 3 g Na2HASO4.7H2O (amonium hidrogen arsenat) dilarutkan ke dalam 25 ml H2O (larutan b). Larutan a) dan b) dicampur terlebih dahulu kemudian dipanaskan pada suhu 37oC selama 1-2 hari dan disimpan pada botol gelap. C. Pembuatan pereaksi Karbohidrat Pereaksi karbohidrat yang digunakan terdiri dari : HCl 0,7 N, NaOH 1 N, ZnSO4 5%, Ba(OH)2 0,3 N. D. Pembuatan deret standar karbohidrat Sebanyak 0,0625 g dextrosa dilarutkan dalam aquades sampai dengan volume 250 ml, kemudian diencerkan sehingga diperoleh konsentrasi larutan standar 5, 10, 15, 20, 25 (ppm)
3.3.2 Persiapan contoh uji Pada penelitian ini, contoh uji yang digunakan yaitu daun muda, daun dewasa, dan daun tua masing-masing 15 gram. Daun tersebut selanjutnya dikeringkan menggunakan oven pada suhu 60oC selama 48 jam hingga beratnya konstan. Setelah berat sampel daun konstan, daun dihancurkan dengan menggunakan alat penggiling (hammer mill) sampai halus. Serbuk daun yang telah halus diambil 0,2 gram lalu ditambahkan dengan 20 ml HCl 0,7 N. Setelah itu dihidrolisis selama 2,5 jam dalam penangas air. Selanjutnya disaring dalam labu ukur 100 ml dan ditambahkan fenol merah, kemudian dinetralkan dengan NaOH 1N sampai terjadi perubahan warna larutan (merah muda),. Larutan tersebut kemudian ditambahkan 5 ml ZnSO4 5% dan 5 ml Ba(OH)2 0,3 N, selanjutnya ditambahkan juga aqua destilasi (aquades) sampai tanda tera 100 ml. Larutan disaring kembali dan disimpan di dalam botol sampel serta dimasukkan ke dalam lemari pendingin.
12
3.3.3 Pengujian absorbsi karbohidrat (A) Ke dalam 2 ml larutan sampel karbohidrat dan deret standar ditambahkan pereaksi Cu sebanyak 2 ml, selanjutnya dipanaskan dalam penangas air selama 10 menit. Kemudian larutan yang sudah mendingin tersebut ditambahkan pereaksi Nelson 2 ml pada deret standar dan larutan sampel, dikocok dan dibiarkan selama 2 menit. Senyawa komplek karbohidrat yang terbentuk diukur absorbansi (A) dengan spektrofotometer dengan panjang gelombang 500 nm.
3.4 Analisis Data 3.4.1 Massa karbohidrat Setelah diperoleh nilai absorbansi karbohidrat (A) selanjutnya dihitung persentasi karbohidrat (% KH). Nilai persentasi karbohidrat yang didapat adalah % KH dalam keadaan kering. Persentasi karbohidrat kering (% KH kering) dihitung dengan menggunakan rumus: A 100 6 S × 0,2 × 2 × 100 % KH kering = 1000000
Keterangan : A : nilai absorbansi karbohidrat S : rata-rata standar karbohidrat Faktor pengenceran : 100/0,2 dan 6/2 Selanjutnya dihitung juga massa karbohidrat dalam daun segar (basah). Massa karbohidrat dalam daun segar atau daun basah dihitung dengan rumus: Massa C6H12O6 = % KH basah × bobot basah daun (gram) Dimana : KH basah(%) =
100 − KA × %KH Kering 100
dan KA (kadar air tiap jenis daun dalam %): Bobot basah daun − Bobot kering daun × 100% Bobot basah daun
13
Setelah diperoleh nilai massa karbohidrat bersih, dibuat kurva respon cahaya, yang didekati dengan model regresi linier berganda sebagai berikut: Ŷ = A + BZ1 (X − 24 H − 1 ) + CZ2 (X − 24 H − 1 ) + DZ1 Sin
2π(X − 6) 2π(X − 6) + EZ2 Sin 24 24
Dimana : Ŷ : Massa karbohidrat. A : Konstanta. B,C,D,E : Koefisien regresi. Z1 : Peubah boneka (bernilai 1 untuk siang hari dan 0 untuk malam hari). Z2 : Peubah boneka (bernilai 0 untuk siang hari dan 1 untuk malam hari). X : Jam pengambilan sampel. H : Hari pengambilan sampel setelah pengambilan hari pertama. Dari model persamaan tersebut dilakukan pengujian tingkat kepentingan peubah bebas untuk memperoleh model persamaan yang terbaik. Pemilihan model persamaan terbaik adalah model regresi linier berganda yang memiliki kelogisan model kurva respon cahaya antara peubah bebas dengan tidak bebasnya. Pemilihan model hasil terbaik ditentukan dengan mengetahui variabel-variabel bebas yang digunakan memiliki pengaruh yang nyata atau tidak terhadap variabel tidak bebasnya. Pada penelitian ini dipilih batas nilai probabilitas setiap koefisien regresi sebesar P-value <0,1. Setelah dilakukan uji-t, kurva respon cahaya dipilih persamaan yang terbaik. Untuk mengetahui massa karbohidrat fotosintesis pada siang hari yaitu dengan cara menghitung luas daerah di bawah kurva: 18
Cf =
Ŷ − P 𝑑𝑥 6
Keterangan : Cf : Total massa karbohidrat fotosintesis di siang hari 18 6
P
∶ 6 dan 18 merupakan selang waktu di siang hari. : Massa karbohidrat jam 6 pagi.
14
Sedangkan untuk mengetahui massa karbohidrat respirasi pada malam hari yaitu dengan cara menghitung luas daerah di atas kurva: 30
Cr =
P − A 𝑑𝑥 18
Keterangan : Cr : Total massa karbohidrat respirasi di malam hari 30 18
∶ 18 dan 30 merupakan selang waktu di malam hari.
P
: Massa karbohidrat jam 6 pagi.
A
: Massa karbohidrat di malam hari. Selanjutnya, massa karbohidrat bersih diperoleh dari selisih massa
karbohidrat fotosintesis dikurangi massa karbohidrat respirasi: Cnetto = Cf − Cr 3.4.2 Massa karbondioksida (CO2) Massa karbohidrat bersih digunakan untuk mengetahui nilai massa karbondioksida (CO2) yang dihitung dengan rumus : Massa CO2 = Massa C6H12O6 × 1,47 Rumus tersebut didapat dari persamaan reaksi fotosintesis 6CO2 + 6H2O
Energi
C6H12O6 + 6O2
Dari persamaan reaksi tersebut dapat dilihat 1 mol C6H12O6 setara dengan 6 mol CO2, sehingga perhitungannya adalah : a. Mol C6H12O6 = Massa C6H12O6 : Mr C6H12O6 b. Massa CO2
= 6 × Mol C6H12O6 × Mr CO2 = 6× = 6×
Massa C 6 H 12 O 6 MR C 6 H 12 O 6 Massa C 6 H 12 O 6 180
× Mr CO2 × 44
= Massa C6H12O6 × 1,47 Keterangan : Mr : Massa molekul relatif, Ar C : 12, Ar H : 1, Ar O : 16 Mr C6H12O6 = (6 × Ar C) + (12 × Ar H) + (6 × Ar O) = (6 × 12) + (12 × 1) + (6 × 16) = 180 Mr CO2
= (1 × Ar C) + (2 × Ar O) = (1 × 12) + (2 × 16) = 44
15
3.4.3 Daya serap karbondioksida per luas sampel daun (D) Sebelum memperoleh nilai daya serap karbondioksida (CO2) per luas sampel daun, perlu diukur terlebih dahulu luas total 15 gram daun dengan menggunakan kertas milimeter. Luas daun dihitung berdasarkan jumlah kotak yang terdapat dalam pola daun yang dikalikan dengan ukuran luas kotak milimeter. Luas kotak yang berisi lebih dari setengah bagian dianggap sebagai satu kotak. Penentuan daya serap CO2 per luas sampel daun (D) menggunakan rumus: D=
Massa CO2 Luas 15 gram daun
3.4.4 Daya serap CO2 bersih per luas daun per jam (Dt) Dari nilai daya serap CO2 per luas sampel daun, dapat ditentukan pula daya serap CO2 bersih per luas daun per jam (Dt) yaitu dengan menggunakan rumus : Dt =
D ∆t
Keterangan: Dt : daya serap bersih CO2 per luas daun per jam D
: daya serap CO2 per luas sampel daun
∆t : periode waktu pengambilan sampel dalam 1 hari 1 malam (24 jam)
3.4.5 Daya serap CO2 per helai daun per jam (DI) Kemudian dihitung daya serap CO2 per helai daun per jam (DI) dengan menggunakan rumus : DI = Dt × luas per helai Keterangan : DI : daya serap bersih CO2 per helai daun per jam Dt : daya serap bersih CO2 per luas daun
3.4.6 Daya serap CO2 per jenis batang per jam (Dn) Penghitungan serapan CO2 memerlukan data tentang jumlah daun per rumpun. Langkah-langkah penentuan jumlah daun per rumpun adalah sebagai berikut: menghitung jumlah batang yang ada dalam satu rumpun,
16
mengelompokkan batang-batang tersebut berdasarkan ukurannya, memilih tiga batang sampel setiap kelompok ukuran, mengalikan jumlah daun pada sampel dengan jumlah sampel batang, menjumlahkan hasil kali tersebut sehingga didapat jumlah total daun per batang. Nilai daya serap CO2 per jenis batang per jam (Dn) diperoleh menggunakan rumus : Dn = (Nm × DIm) + (Nd × DId) + (Nt × DIt) Keterangan : Dn : daya serap bersih CO2 per batang per jam DI : daya serap bersih CO2 per helai daun per jam N
: jumlah daun dalam 1 batang
m : muda d
: dewasa
t
: tua
3.4.7 Daya serap CO2 per jenis batang per tahun (Dy) Dari nilai daya serap CO2 per jenis batang per jam dapat ditentukan nilai daya serap CO2 per jenis batang per tahun (Dy) dengan rumus : Dy = [{Dn × 5,36} + {Dn × (12,07 – 5,36) × 0,46}] × 365 Keterangan : Dy
: daya serap bersih CO2 per jenis batang per tahun
Dn
: daya serap bersih CO2 per jenis batang per jam
12,07 : nilai rata-rata penyinaran maksimum per hari (jam/hari) (Sitompul & Guritno 1995) 5,36 : nilai rata-rata lama penyinaran aktual per hari di Bogor (jam/hari) (Abdullah 2000) 0,46 : perbandingan antara rata-rata per hari laju fotosintesis pada hari mendung dengan hari cerah (Sitompul & Guritno 1995) 365 : jumlah hari dalam satu tahun
17
3.4.8 Daya serap CO2 per rumpun per tahun (Dyr) Dari nilai daya serap CO2 per jenis batang per tahun diperoleh nilai daya serap CO2 per rumpun per tahun (Dyr) dengan menggunakan rumus sebagai berikut : Dyr = Kt × Dyt + Kd × Dyd Dimana: Dyr : daya serap CO2 per rumpun per tahun Kt : jumlah batang tua dalam satu rumpun Kd : jumlah batang dewasa dalam satu rumpun Dyt : daya serap CO2 batang tua per tahun Dyd : daya serap CO2 batang dewasa per tahun
18
Pengambilan Sampel daun (muda,dewasa,tua) @15gram - Dioven ± 48 jam, T 60oC - Digiling (hammer mill) - Hidrolisis HCL Sampel uji karbohidrat - Analisis karbohidrat dengan metode Cu-Nelson - Menggunakan spektofotometer Massa karbohidrat - Analisis data Kurva respon cahaya sinusoidal
Massa karbondioksida (CO2) - Mengukur luas daun Daya rosot CO2 per luas sampel daun (D)
D=
Daya rosot CO2 bersih per luas daun per jam (Dt)
Dt =
Massa CO2 Luas 15 gram daun
D Δt
- Menghitung jumlah daun Daya rosot CO2 per helai daun per jam (DI)
DI = Dt × Luas per helai
- Menghitung jumlah batang dalam 1 rumpun Daya rosot CO2 per batang per jam (Dn)
Daya rosot CO2 per batang per tahun (Dy)
Daya rosot CO2 per rumpun per tahun (Dyn)
Dn = (Nm × DIm) + (Nd × DId) + (Nt × DIt)
Dy=[{Dn×5,36}+{Dn×(12,07-5,36)×0,46}]×365
Dyr = Kt × Dyt + Kd × Dyd
Gambar 1 Prosedur penelitian daya serap CO2 per rumpun per tahun
IV. KONDISI UMUM 4.1 Letak dan Luas Arboretum Bambu IPB secara administratif termasuk ke dalam wilayah IPB, Kecamatan Darmaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Batas Arboretum Bambu IPB adalah sebagai berikut : (1) Utara : Jalan Agathis IPB (Kebun Karet), (2) Selatan : Jalan Raya Ciampea, (3) Timur : Jalan Agathis IPB (Pintu Dua IPB), (4) Barat : Sungai Cihideung (Kampung Leuwikkopo). Arboretum Bambu IPB memiliki luas 7 Ha merupakan kebun koleksi plasma nutfah untuk vegetasi bambu. Lokasi Arboretum Bambu IPB pada awalnya merupakan kebun karet, mulai dijadikan dan diresmikan sebagai Arboretum Bambu pada tanggal 26 Agustus 1998.
4.2 Topografi dan Tanah Arboretum Bambu IPB berada pada ketinggian 190 mdpl dengan kondisi topografi yang miring dan bergelombang. Jenis
tanah Arboretum Bambu IPB adalah tanah latosol coklat
kemerahan. Kadar pH tanahnya masam, yakni pada kisaran 5,6 dengan kandungan bahan organik yang cukup. (Dinata, 2009)
4.3 Iklim Data iklim lokasi penelitian menurut Badan Meteorologi dan Geofisika Balai wilayah II Stasiun Klimatologi Kelas I Darmaga Bogor dalam Saputra (2010). Data iklim yang diperoleh adalah kompilasi data rata-rata iklim tahunan, dengan tahun pengukuran 2005-2009 yaitu memiliki curah hujan rata-rata tahunan di Arboretum Bambu IPB adalah 277,8 mm/thn dengan suhu rata-rata tahunan 27,020C. Dengan suhu tertinggi yaitu 34,10C, dan suhu terendah yaitu 20,60C. Kelembaban udara rata-rata 85,02% , kelembaban tertinggi yaitu 90% dan kelembaban terendah yaitu 72%.
20
4.4 Flora dan Fauna Vegetasi di Arboretum Bambu IPB dapat digolongkan menjadi dua, yakni vegetasi bambu dan non bambu. Arboretum Bambu IPB saat ditanam pertama kali memiliki 60 rumpun bambu dengan 39 spesies yang berbeda. Perbanyakan bambu di Arboretum Bambu IPB pernah dilakukan oleh Tim Pengelola Arboretum Bambu IPB pada tahun 2001. Jumlah keseluruhan rumpun bambu di Arboretum Bambu IPB saat ini adalah 373 rumpun dengan 39 spesies yang berbeda. Jenis bambu yang paling banyak ditanam di Arboretum Bambu IPB adalah bambu pagar (Bambusa glaucescens), yakni 20 rumpun.(Dinata, 2009) Arboretum Bambu IPB juga memiliki vegetasi non bambu yang beragam. Vegetasi non bambu tersebut, terdiri dari akasia, beringin, bisbul, bunga kupu-kupu, dadap merah, flamboyan, karet, kayu manis, ketapang, krai payung, mangga, asam balanda, pala, rambutan, sengon, sirsak, dan tanjung. Sedangkan jenis-jenis satwa yang dijumpai melalui pengamatan lansung di Arboretum Bambu IPB adalah belalang, burung prenjak, burung srigunting, kadal (Mabuya multifasciata), monyet ekor panjang (Macaca fascicularis), kupu-kupu, dan tupai (Tupaiia javanica).
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Massa Karbohidrat Karbohidrat merupakan produk utama dalam proses fotosintesis oleh tumbuhan, hasil sintesis senyawa karbondioksida dan air dengan bantuan cahaya matahari. Pengukuran daya serap karbondioksida bambu Betung (Dendrocalamus asper (Schult f.) Backer ex Heyne) dilakukan dengan melakukan analisis karbohidrat dengan menggunakan metode fitokimia yang dilanjutkan dengan spektrofotometri. Nilai massa karbohidrat yang dihasilkan oleh suatu tanaman menunjukkan adanya penyerapan karbondioksida pada tanaman tersebut. Persentase karbohidrat berbanding lurus dengan massanya. Apabila persentase karbohidrat tinggi, maka massa karbohidrat pun akan tinggi, demikian juga sebaliknya. Pada saat analisis, kandungan karbohidrat pada masing-masing tanaman dapat ditaksir melalui warna larutan hasil ekstraksi. Semakin pekat larutan, yaitu berwarna biru tua, pada alat spektrofotometer menunjukkan semakin tinggi kandungan karbohidratnya. Massa
karbohidrat
yang
dihasilkan
pada
bambu
Betung
(Dendrocalamus asper (Schult f.) Backer ex Heyne), diteliti pada pengambilan sampel daun tua, dewasa, muda yang dilakukan setiap 3 jam sekali untuk 2 hari pertama, 4 jam sekali untuk 2 hari kedua, dan 6 jam sekali untuk 2 hari ketiga. Setiap 2 hari pengamatan diberi selang satu hari. Selain menghasilkan oksigen pada siang hari melalui proses fotosintesis, tumbuhan juga melakukan proses respirasi di malam hari dengan menyerap oksigen, maka dari itu untuk mengetahui kemampuan daya serap CO2 bersih tumbuhan, dilakukan pengambilan sampel pada malam hari untuk mengetahui seberapa besar CO2 yang dilepaskan oleh daun.
22
Berikut merupakan tabel hasil perngukuran massa karbohidrat pada daun bambu Betung (Dendrocalamus asper (Schult f.) Backer ex Heyne) Tabel 2 Massa karbohidrat(C6H12O6) pada daun bambu betung Hari Pengambilan Waktu Pengambilan
1
2
4
5
7
8
06.00 09.00 12.00 15.00 18.00 21.00 00.00 03.00 06.00 09.00 12.00 15.00 18.00 21.00 00.00 03.00 06.00 10.00 14.00 18.00 22.00 02.00 06.00 10.00 14.00 18.00 22.00 02.00 06.00 12.00 18.00 00.00 06.00 12.00 18.00 00.00
Massa C₆H₁₂O₆ (gram) Tua 0,0288 0,0379 0,0598 0,0610 0,0414 0,0339 0,0433 0,0453 0,0624 0,1345 0,1121 0,0822 0,0673 0,0566 0,0569 0,0375 0,1174 0,1558 0,0805 0,0425 0,0350 0,0564 0,1321 0,1496 0,0848 0,0459 0,0401 0,0594 0,1362 0,0500 0,0351 0,0548 0,1394 0,0691 0,0682
Dewasa 0,0185 0,0551 0,1319 0,0910 0,0683 0,0397 0,0337 0,0344 0,0380 0,0680 0,1246 0,1328 0,0874 0,0780 0,0577 0,0627 0,0450 0,1211 0,1159 0,0645 0,0397 0,0380 0,0556 0,1055 0,1154 0,0717 0,0513 0,0385 0,0743 0,1153 0,0355 0,0332 0,0644 0,1026 0,0331 0,0614
Muda 0,0079 0,0475 0,1532 0,0946 0,0582 0,0324 0,0275 0,0460 0,0286 0,0363 0,1109 0,1063 0,0775 0,0480 0,0511 0,0559 0,0403 0,0937 0,1229 0,0610 0,0364 0,0234 0,0504 0,1295 0,1174 0,0446 0,0540 0,0218 0,0543 0,1141 0,0333 0,0306 0,0594 0,1022 0,0319 0,0548
23
Dari data pada Tabel 2 diperoleh kurva respon cahaya yang didekati dengan model regresi linier berganda dengan transformasi sinusoidal. Dari model tersebut kemudian dilakukan pengujian tingkat kepentingan peubah bebas. Pengujian tingkat kepentingan peubah bebas dapat dilihat pada Tabel 3. Uji tingkat kepentingan peubah bebas dimaksudkan untuk mengetahui peranan masing-masing peubah bebas di dalam persamaan pembentukan model yang dilakukan dengan melihat nilai p (probability value atau pvalue). Data penelitian ini dipilih p-value ≤ 0,1 untuk setiap koefisien regresi. Koefisien determinasi (R2) adalah ukuran dari besarnya keragaman peubah terikat yang dapat diterangkan oleh keragaman peubah bebasnya. Perhitungan besarnya Koefisien Determinasi (R2) bertujuan untuk melihat tingkat ketelitian dan keeratan hubungan. Semakin besar nilai R2 , semakin besar pula total keragaman yang dapat diterangkan oleh model, sehingga diperoleh persamaan regresi yang semakin baik. Pada model regresi linier berganda dimana terdapat empat koefisien regresi (B,C,D,E), setelah dilakukan pengujian statistik dengan taraf nyata 10%, diperoleh nilai p-value untuk koefisien E lebih dari 0,1 yaitu untuk daun tua sebesar 0,95; daun dewasa sebesar 0,95; dan daun muda sebesar 0,92 maka koefisien E tidak berpengaruh nyata. Model regresi linier berganda yang kedua terdapat tiga koefisien regresi (B,C,D), setelah dilakukan pengujian statistik dengan taraf nyata 10%, diperoleh nilai P-value untuk koefisien C lebih dari 0,1 yaitu untuk daun tua sebesar 0,29; daun dewasa 0,49; dan daun muda 0,29 maka koefisien C tidak berpengaruh nyata. Selanjutnya dilakukan kembali pengujian berdasarkan P-value untuk koefisien B dan D, dan diperoleh nilai P-value kurang dari 0,1 untuk koefisien B dan D, sehingga koefisien B dan D inilah yang digunakan ke dalam model persamaan regresi linier berganda untuk membuat kurva respon cahaya. Khusus untuk daun muda, meskipun nilai probabilitas koefisien B lebih dari 10%, tetap dipilih model persamaan ketiga karena lebih sederhana daripada model persamaan kedua.
Tabel 3 Uji Tingkat Kepentingan Peubah Bebas. Model
Jenis daun Tua
I
Dewasa Muda Tua
II
Dewasa Muda
III
Tua Dewasa Muda
Model regresi linier berganda Ŷ = 0,0268 + 0,0023Z1(X-24(H-1)) + 0,0007Z2(X-24(H-1)) + 0,083Z1sin(2π(X-6)/24) + 0,0036Z2sin(2π(X-6)/24) Ŷ = 0,0383 + 0,0013Z1(X-24(H-1)) + 0,0004Z2(X-24(H-1)) + 0,0619Z1sin(2π(X-6)/24) +0,0025Z2sin(2π(X-6)/24) Ŷ = 0,0257 + 0,0015Z1(X-24(H-1)) + 0,0007Z2(X-24(H-1)) + 0,0698Z1sin(2π(X-6)/24) +0,004Z2sin(2π(X-6)/24) Ŷ = 0,0269 + 0,0024Z1(X-24(H-1)) + 0,0008Z2(X-24(H-1)) + 0,0829Z1sin(2π(X-6)/24) Ŷ = 0,0383 + 0,0013Z1(X-24(H-1)) + 0,0004Z2(X-24(H-1)) + 0,0619Z1sin(2π(X-6)/24) Ŷ = 0,0255 + 0,0015Z1(X-24(H-1)) + 0,0006Z2(X-24(H-1)) + 0,0699Z1sin(2π(X-6)/24) Ŷ = 0,0435 + 0,0014Z1(X-24(H-1)) + 0,0656Z1sin(2π(X-6)/24) Ŷ = 0,0454 + 0,0008Z1(X-24(H-1)) + 0,0602Z1sin(2π(X-6)/24) Ŷ = 0,0374 + 0,0007Z1(X-24(H-1)) + 0,0669Z1sin(2π(X-6)/24)
R² (%)
A
D
E
67,05 0,127236 0,069249 0,745402
4,94E-07
0,948852
71,83 0,00204 0,124784 0,754378
5,59E-08
0,948939
71,84 0,047053 0,103197 0,636573
2,89E-08
0,924282
67,05 0,118165 0,064694 0,28945
3,21E-07
-
71,83 0,00168 0,11632 0,482919
3,35E-08
-
71,83 69,45 71,38 70,81
1,69E-08 2,26E-07 1,76E-08 1,44E-08
-
0,043582 8,55E-09 5,69E-11 3,9E-08
B
P value C
0,095094 0,289239 0,02465 0,090047 0,164717 -
24
25
Kurva respon cahaya daun bambu betung secara keseluruhan dapat dilihat pada Gambar 2. 0,2 0,18 0,16 0,14 0,12 0,1 0,08 0,06 0,04 0,02 0 0
12 24 36 48 60 72 84 96 108 120 132 144 156 168 180 192 Tua (Observasi)
Dewasa (Observasi)
Muda (Observasi)
Tua (Estimasi)
Dewasa (Estimasi)
Muda (Estimasi)
Gambar 2 Kurva respon cahaya daun bambu betung secara keseluruhan.
Massa Karbohidrat dalam 15 gram daun ditunjukkan oleh persamaan kurva sinusoidal pada Gambar 2. Kurva sinusoidal mengalami kenaikan mulai jam 06.00 pagi sampai jam 12.00 siang. Hal ini menunjukkan terjadinya proses fotosintesis maksimal yang dipengaruhi intensitas cahaya matahari pada jam 12.00 siang. Setelah jam 12.00 siang kurva mengalami penurunan sampai jam 18.00, hal ini terjadi seiring penurunan intensitas cahaya matahari yang menyebabkan fotosintesis turun sehingga massa karbohidrat juga turun. Pada malam hari yang dimulai setelah jam 18.00 dimana tidak terdapat cahaya, menyebabkan kurva sinusoidalnya datar hal ini menunjukkan sintesis karbohidrat di malam hari relatif stabil karena ketiadaan cahaya. Respirasi lebih besar daripada sintesis karbohidrat di malam hari. Hal ini diperlihatkan oleh kurva massa karbohidrat jam 6 pagi yang lebih tinggi daripada massa karbohidrat estimasi. Massa karbohidrat jam 6 pagi adalah 0,05179 g; 0,05059 g; dan 0,04203 g berturut-turut untuk daun tua, dewasa, dan muda. Sedangkan massa karbohidrat estimasi di malam hari untuk daun tua, dewasa, muda beturut-turut adalah 0,04349 g; 0,04539 g; dan 0,03737 g.
26
Garis pusat mengalami kenaikan dari pagi(06.00) sampai sore(18.00), yang menunjukkan bahwa massa karbohidrat di sore hari lebih besar daripada massa karbohidrat di pagi hari karena energi matahari di sore hari lebih tinggi daripada di pagi hari. Hal ini terjadi disebabkan proses fotosintesis dengan bantuan cahaya matahari yang menghasilkan karbohidrat sehingga nilai karbohidratnya bertambah.
0,2 0,18 0,16 0,14 0,12 0,1 0,08 0,06 0,04 0,02 0
y=0.043496+0.001382z1(X-24(H-1))+0.065619z1sin(2(x-6)/24) R2=69,45%
0
12 24 36 48 60 72 84 96 108 120 132 144 156 168 180 192 Tua (Observasi)
Tua (Estimasi)
Tua (6 pagi)
Tua (Pusat)
Gambar 3 Kurva Respon Cahaya Daun Tua.
Pada kurva respon cahaya daun tua (Gambar 3) dapat diketahui bahwa massa karbohidrat mengalami peningkatan pada pukul 06.00 WIB (0,052 g) sampai 12.00 WIB (0,126 g), dan mengalami penurunan pada jam 18.00 WIB (0,068 g). Massa karbohidrat pada sore hari jam 18.00 yaitu 0,068g lebih besar daripada pagi hari jam 06.00 sebesar 0,052 g, hal ini menunjukkan kenaikan nilai karbohidrat yang merupakan hasil dari fotosintesis. Massa Karbohidrat per hari dapat diperoleh melalui integral persamaan regresi linier berganda 𝐶f =
18 0,04349 6
+ 0,00138𝑥 + 0,06562sin
2π 𝑥−6 24
− 0,05179𝑑𝑥
(Gambar 3). Massa karbohidrat per hari yang dihasilkan selama proses fotosintesis sebesar 0,6008 g. Sedangkan pada proses respirasi di malam hari, massa karbohidrat yang diperoleh cenderung tidak mengalami perubahan yang berarti. Massa karbohidrat secara berturut-turut yaitu pukul 21.00 WIB (0,041 g); 00.00 WIB (0,033 g); 03.00 WIB (0,43 g). Massa karbohidrat pada
27
malam hari yang dipengaruhi proses respirasi dapat diketahui melalui pendekatan persamaan 𝐶𝑟 =
30 0,05179 18
− 0,04349𝑑𝑥 dan diperoleh nilai
massa karbohidrat selama proses respirasi per hari sebesar 0,0995 g. Jadi nilai
Massa Karbohidrat (gram)
massa karbohidrat bersih pada daun tua selama 24 jam yaitu sebesar 0,5012 g.
0,2 0,18 0,16 0,14 0,12 0,1 0,08 0,06 0,04 0,02 0
Ŷ=0.045397 + 0.000867Z1(X-24(H-1)) + 0.060215Z1sin(2(X-6)/24) R2=71,38 %
0
12 24 36 48 60 72 84 96 108 120 132 144 156 168 180 192 Waktu Pengambilan Sampel (Jam) Dewasa (Observasi)
Dewasa (Estimasi)
Dewasa (6 pagi)
Dewasa (Pusat)
Gambar 4 Kurva Respon Cahaya Daun Dewasa.
Pada kurva respon cahaya daun dewasa (Gambar 4) dapat diketahui bahwa massa karbohidrat pada jam 06.00 WIB (0,051 g) mengalami kenaikan pada jam 12.00 WIB (0,116 g); dan menurun pada jam 18.00 WIB (0,061 g). Massa karbohidrat pada sore hari jam 18.00 yaitu 0,061 g lebih besar dari pada pagi hari jam 06.00 sebesar 0,051 g. Hal ini menunjukkan kenaikan nilai karbohidrat yang merupakan hasil dari fotosintesis. Massa Karbohidrat per hari dapat diperoleh melalui integral persamaan regresi linier berganda 𝐶f =
18 0,045397 + 6
0,00087𝑥 + 0,06021sin
2π 𝑥−6 24
− 0,05059𝑑𝑥
(Gambar
4). Dari persamaan tersebut dapat diketahui massa karbohidrat per hari yang dihasilkan selama proses fotosintesis sebesar 0,5225 g. Sedangkan pada malam hari terjadi proses respirasi. Massa karbohidrat di malam hari cenderung tidak mengalami perubahan yang berarti, seperti ditunjukkan oleh kurva linier yang mendatar. Massa karbohidrat secara berturut–turut yaitu pukul 21.00 WIB (0,039 g); 00.00 WIB (0,033 g); 03.00 WIB (0,034 g).
28
Massa karbohidrat pada proses respirasi dapat diketahui melalui pendekatan persamaan 𝐶r =
30 0,05059 18
− 0,04539𝑑𝑥 dan diperoleh nilai massa
karbohidrat selama proses respirasi per hari sebesar 0,06231 g. Jadi nilai massa karbohidrat bersih pada daun dewasa selama 24 jam yaitu sebesar
Massa Karbohidrat (gram)
0,46022 g.
0,2 0,18 0,16 0,14 0,12 0,1 0,08 0,06 0,04 0,02 0
Ŷ=0.037369+ 0.000776Z1(X-24(H-1)) + 0.066955Z1sin(2(X-6)/24) R2=70,81 %
0
12 24 36 48 60 72 84 96 108 120 132 144 156 168 180 192 Waktu Pengambilan Sampel (Jam) Muda (Observasi)
Muda (Estimasi)
Muda (6 pagi)
Muda (Pusat)
Gambar 5 Kurva Respon Cahaya Daun Muda.
Pada kurva respon cahaya daun muda (Gambar 5) dapat diketahui bahwa massa karbohidrat mengalami peningkatan pada jam 06.00 WIB (0,042 g) sampai jam 12.00 WIB (0,114 g), dan mengalami penurunan sampai jam 18.00 WIB (0,051 g). Massa karbohidrat pada sore hari jam 18.00 yaitu 0,051 g, lebih besar daripada pagi hari jam 06.00 sebesar 0,042 g. Hal ini menunjukkan kenaikan nilai karbohidrat yang merupakan hasil dari fotosintesis. Massa Karbohidrat per hari dapat diperoleh melalui integral persamaan
regresi
0,06695sin
2π 𝑥−6 24
linier
berganda
𝐶f =
18 0,03736 6
+ 0,00076𝑥 +
− 0,04203𝑑𝑥 (Gambar 5). Dari persamaan tersebut
dapat diketahui massa karbohidrat pada siang hari yang dihasilkan selama proses fotosintesis sebesar 0,5673 g. Sedangkan pada proses respirasi di malam hari, massa karbohidrat yang diperoleh cenderung tidak mengalami perubahan yang berarti. Massa karbohidrat secara berturut – turut yaitu pukul
29
21.00 WIB (0,032 g); 00.00 WIB (0,027 g); 03.00 WIB (0,046 g). Massa karbohidrat pada proses respirasi dapat diketahui melalui pendekatan persamaan 𝐶r =
30 0,04203 18
− 0,03736𝑑𝑥 dan diperoleh nilai massa
karbohidrat selama proses respirasi per hari sebesar 0,05593g. Jadi nilai massa karbohidrat bersih pada daun dewasa selama 24 jam yaitu sebesar 0,5113 g. Tabel 4 Massa karbohidrat bersih per hari No 1 2 3
Jenis daun Muda Dewasa Tua
Fotosintesis bersih per hari (siang) (gram karbohidrat) 0,5673 0,5225 0,6008
Respirasi bersih per hari (malam) (gram karbohidrat) 0,0559 0,0623 0,0995
Massa karbohidrat bersih per hari (gram/hari) 0,5114 0,4602 0,5012
Dari ketiga jenis sampel daun tersebut sebagaimana disajikan pada Tabel 4, massa karbohidrat paling banyak selama 24 jam yaitu daun muda dengan nilai massa karbohidrat bersih yaitu sebesar 0,5114 g, selanjutnya daun tua sebesar 0,5012 dan daun dewasa sebesar 0,4602 g. Hal ini sesuai dengan pernyataan Lakitan (1993) bahwa kemampuan daun untuk berfotosintesis meningkat pada awal perkembangan daun, tetapi kemudian mulai turun, kadang sebelum daun tersebut berkembang penuh. Pada hasil penelitian ini, massa karbohidrat daun tua lebih tinggi daripada daun dewasa, hal ini kemungkinan terbesar disebabkan oleh kedua jenis daun (tua dan dewasa) menerima sinar matahari yang tidak sama banyak, sesuai pernyataan Gardner (1996) bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi fotosintesis adalah cahaya sehingga dengan peningkatan cahaya secara berangsur-angsur, fotosintesis juga akan meningkat. Pada penelitian ini daun dewasa relatif menerima sinar matahari yang lebih sedikit dibandingkan daun tua yang disebabkan daun dewasa ternaungi oleh tumbuhan lain karena kondisi batang bambu yang melengkung sehingga posisi daun tua lebih banyak terkena sinar matahari. Berdasarkan nilai massa karbohidrat pada tiap waktu pengambilan sampel, yaitu pukul 06.00 WIB; 09.00 WIB; 12.00 WIB; 15.00 WIB; 18.00 WIB; 21.00 WIB; 00.00 WIB; 03.00 WIB, dapat diketahui bahwa massa karbohidrat tertinggi terjadi pada pukul 12.00 WIB,hal ini juga dapat dilihat
30
pada kurva persamaan sinusoidal yang mengalami kenaikan seiring dengan kenaikan intensitas sinar matahari.
Ini disebabkan pada waktu tersebut
intensitas cahaya matahari paling tinggi sehingga laju fotosintesis mencapai titik maksimum dan karbondioksida yang diserap semakin tinggi. Sesuai dengan pernyataan Lakitan (1993) bahwa fiksasi karbondioksida maksimum terjadi pada tengah hari, yakni pada saat intensitas cahaya mencapai puncaknya.
5.2 Daya Serap CO2 per Luas Daun Data mengenai daya serap CO2 berdasarkan jenis daun tanaman bambu betung per luas daun yang diteliti dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Daya serap CO2 per luas daun No.
Jenis daun
1 Muda 2 Dewasa 3 Tua
Massa Jumlah Luas per Luas 15 Ketebalan Daya serap CO2 CO2 bersih 15 gr daun daun gram daun relatif daun per luas daun (g) (lembar) (cm2) (cm²) (10-2g/cm2) (10⁻4g/cm²) 0,7517 0,6765 0,7368
33 17 8
35,33 118,67 155,00
1165,89 2017,39 1240,00
1,28 0,74 1,21
6,4474 3,3533 5,9419
Daya serap CO2 per luas daun per jam (10⁻5 g/cm²/jam) 2,6864 1,3972 2,4758
Daya serap CO2 tanaman merupakan kemampuan tanaman dalam menyerap sejumlah massa CO2, sedangkan daya serap CO2 per luas daun merupakan kemampuan tanaman menyerap sejumlah massa CO2 per luas daun. Daya serap CO2 per luas daun tidak selalu berbanding lurus dengan massa CO2, karena terdapat faktor pembagi yaitu luas sampel daun tanaman yang diteliti. Semakin besar luas daun yang diteliti maka semakin kecil daya serap CO2 per cm2 daun dan begitu juga sebaliknya, semakin kecil luas daun, maka semakin besar daya serap CO2 per cm2. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa jenis daun muda memiliki kemampuan tertinggi dalam menyerap CO2 per luas daun yaitu sebesar 6,4474×10⁻4g/cm2 dan dalam satu jam dapat menyerap CO2 sebesar 2,6864×10⁻5 g/cm2/jam. Hal ini disebabkan karena jenis daun muda memiliki massa CO2 bersih tertinggi (0,7517 g) dan luas daun pada daun muda adalah yang paling kecil yaitu 1165,89 cm2 dibandingkan jenis daun yang lain. Sedangkan jenis daun tua berada pada urutan kedua dengan kemampuan
31
menyerap CO2 sebesar 5,9419×10⁻4g/cm² dan memiliki daya serap CO2 dalam satu jam sebesar 2,4758×10⁻5 g/cm²/jam. Hal ini didukung oleh massa CO2 bersih terbesar kedua juga (0,7368g). Pada daun dewasa memiliki luas daun yang paling besar yaitu 2017,39 cm2 diantara luas daun yang lain, sehingga mempunyai kemampuan terendah dalam menyerap CO2 yaitu sebesar 3,3533×10⁻4g/ cm2 dan dalam satu jam dapat menyerap CO2 sebesar 1,3972×10⁻5 g /cm²/jam. Ketebalan daun juga berpengaruh terhadap daya serap CO2 per cm2. Hal ini terlihat pada jenis daun muda yang memiliki ketebalan daun tertinggi sehingga memiliki daya serap CO2 per luas sampel daun tertinggi jika dibandingkan jenis daun lainnya. Sedangkan untuk daun tua, memiliki ketebalan relatif daunnya tertinggi nomor dua menyebabkan daya serap CO2 per luas daun per jamnya tertinggi nomer dua. Pada jenis daun dewasa yang memiliki ketebalan daun paling rendah menyebabkan serap CO2 per luas daun per jamnya juga terendah. Pernyataan ini sesuai dengan Sitompul dan Guritno (1995) menyatakan bahwa daun yang tebal akan memiliki kapasitas mengintersepsi energi cahaya dan mereduksi CO2 yang lebih tinggi daripada daun yang tipis, sehingga semakin tinggi ketebalan daun maka semakin meningkatkan penyerapan CO2 karena semakin aktif daun berfotosintesis.
5.3 Daya Serap CO2 per Helai Daun Daya serap CO2 per helai daun tidak selalu berbanding lurus dengan daya serap CO2 per cm2, karena yang mempengaruhi adalah luas tiap helai daun. Ukuran tiap helai daun berbeda pada tiap jenis daun. Ukuran luas daun dari yang tertinggi yaitu daun tua (155 cm2), daun dewasa (118,67 cm2), dan daun muda (35,33 cm2). Tabel 6 Daya serap CO2 per helai daun per jam No. 1 2 3
Jenis daun Muda Dewasa Tua
Luas per helai (cm2) 35,33 118,67 155,00
Daya serap CO2 Per luas daun per jam (10-5g/cm2/jam) 2,6864 1,3972 2,4758
Massa CO2 per helai per jam (10-4g/helai/jam) 9,4912 16,5809 38,3750
32
Berdasarkan Tabel 6 dapat diketahui bahwa jenis daun tua memiliki daya serap CO2 per helai daun per jam yang tertinggi yaitu 38,3750×10-4 g/helai/jam. Hal ini disebabkan jenis daun tua memiliki luas per helai daun yang tertinggi yaitu 155 cm2. Jenis yang memiliki daya serap CO2 per helai daun per jam terendah adalah jenis daun muda sebesar 9,4912×10-4 g/helai/jam, karena jenis ini memiliki luas per helai daun terendah yaitu 35,33 cm2.
5.4 Daya serap CO2 per batang per jam Daya serap CO2 per luas daun per jam, jumlah helai daun total dan luas per helai daun diperlukan untuk mengetahui daya serap CO2 per batang. Tabel 7 Daya serap CO2 per batang per jam Jenis Batang Tua Dewasa
Jumlah Daun Dalam 1 Batang Tua Dewasa Muda 168,00 436,30 299,00 123,68 392,00 266,00
Daya Serap CO2 Per Batang (g/batang/jam) 1,65191 1,37706
Kemampuan daya serap CO2 per batang sangat tergantung dari jumlah total daun pada tiap batang, semakin banyak jumlah daun maka kemampuan serapan CO2 juga semakin besar. Urutan jumlah daun terbanyak dari ketiga jenis daun tersebut adalah daun dewasa, daun muda, dan daun tua. Hasil yang disajikan dalam Tabel 7 menunjukkan bahwa semakin banyak jumlah daun, maka akan meningkatkan daya serap CO2 per batangnya. Dari Tabel 7 diketahui bahwa pada batang tua memiliki daya serap CO2/batang/jam tertinggi yaitu 1,65191 g/batang/jam, ini terjadi karena batang tua memiliki jumlah daun lebih banyak daripada batang dewasa.
5.5 Daya Serap CO2 Per Batang Per Tahun Tabel 8 Daya serap CO2 per batang per tahun Jenis Batang Tua Dewasa
Daya Serap CO2 Per Batang Per Tahun (g/batang/tahun) 5092,8522 4245,4806
Nilai daya serap CO2/batang/tahun diperoleh dari daya serap CO2 per batang pada hari cerah ditambah daya serap CO2 per batang pada hari mendung selama setahun. Faktor yang mempengaruhi besarnya daya serap
33
CO2 pada hari cerah dan pada hari mendung adalah lama penyinaran. Lama penyinaran aktual rata-rata di Bogor pada hari cerah adalah 5,36 jam/hari atau selama 19296 detik/hari (Abdullah 2000). Lama penyinaran maksimum ratarata per hari menurut Sitompul & Guritno (1995) adalah 12,07 jam /hari atau 43465 detik/hari. Faktor lain yang perlu diketahui dalam penentuan daya serap CO2 per rumpun per tahun selain faktor lama penyinaran adalah nilai perbandingan antara laju fotosintesis rata-rata per hari pada hari mendung dengan hari cerah, yaitu sebesar 0,46 (Sitompul & Guritno 1995).
5.6 Daya serap CO2 per rumpun per tahun Tabel 9 Daya serap CO2 per rumpun per tahun Jenis Batang Tua Dewasa Total
Jumlah Batang Dalam satu Rumpun (batang) 7 11 18
Daya Serap CO2 Per Rumpun Per Tahun (g/rumpun/tahun) 35649,9657 46700,2869 82350,2527
Daya serap/rumpun/tahun pada bambu betung yaitu sebesar 82,35 kg/rumpun/tahun. Daya serap CO2 per rumpun per tahun didapatkan dari nilai penjumlahan daya serap CO2/batang/tahun dari setiap batang bambu anggota rumpun bambu tersebut.
5.7 Perbandingan Daya Serap CO2 per rumpun per tahun dengan Riap bambu betung Pertumbuhan bambu di hutan alam mencapai 400 kg/ha/tahun, bahkan di hutan hujan dapat mencapai 4-5 kalinya apabila dilakukan manajemen pengelolaan yang baik (pengolahan tanah, pemupukan, dan penjarangan) serta terlindung dari penggembalaan (Adkoli, 1994). Pertumbuhan bambu di Indonesia yang mempunyai iklim tropis, khususnya Arboretum Bambu IPB mencapai 1600-2000 kg/ha/tahun. Brown (1997) menyatakan bahwa 40-50% biomassa total merupakan karbon. Keliling rumpun = 1090 cm Diameter rumpun =
1090 𝑐𝑚 3,14
= 347,1338 cm = 3,47 m
34
Jarak tanam = 13,66 m x 13,66 m 10000
Jumlah rumpun dalam 1 ha =
13,66𝑥13,66
= 54 rumpun
1. Nilai biomassa batang terhadap biomassa total dalam satu rumpun = 75% (diasumsikan sama dengan pohon karena belum ada yang meneliti tentang nilai biomassa bambu betung) 2. Biomassa total= 1600 sampai 2000 kg/ha/tahun ×
100 75
= 2133,33 sampai
2666,67 kg/ha/tahun 3. 40-50% biomassa total merupakan karbon (Brown, 1997) 4. Massa karbon = Biomassa total × 50% = 2133,33 sampai 2666,67 kg/ha/tahun × 50% = 1066,67 sampai 1333,33 kg/ha/tahun 5. Massa CO2 = =
44 12 44 12
× massa karbon × 1066,67 sampai 1333,33 kg/ha/tahun
= 3911,12 sampai 4888,88 kg/ha/tahun Jadi massa CO2 per rumpun =
Massa CO 2
jumlah rumpun dalam 1 ha 3911,12 kg /ha /tahun
=
54
sampai
4888 ,88 kg /ha /tahun 54
=72,98 sampai 91,22 kg/rumpun/tahun Dari perhitungan massa CO2 berdasarkan riap per rumpun per tahun dapat diketahui bahwa massa CO2 per rumpun per tahun pada bambu betung berkisar antara 72,98-91,22 kg/rumpun/tahun.
5.8 Perbandingan daya serap CO2 per pohon per tahun pada pohon yang telah diteliti sebelumnya dengan riap per tahun. Selain menggunakan daya serap, massa karbondioksida juga dapat diketahui dengan menggunakan pendekatan riap per tahun. Dibawah ini adalah beberapa penelitian CO2 terdahulu yang dibandingkan dengan perhitungan menggunakan riap per tahun.
35
1. Acacia mangium
Gambar 6 Kurva persamaan kuadratik Acacia mangium.(Iqbal, 2010)
a. BJ = 0,61 (Seng, 1990) , kerapatan = 610 kg/m3 b. Massa Acacia mangium
= riap volume × kerapatan = 33,5 m3 /ha/tahun × 610 = 20435 kg/ha/tahun
Jarak tanam = 6m × 6m = 36 m2 (Seksiono, 2008) Jumlah pohon dalam 1 ha = Massa Acacia mangium =
10000 36
= 277,78 ≈ 278 pohon
20435 kg /ha /tahun 278 pohon
= 73,566 kg/pohon/tahun
c. Nilai biomassa batang dalam 1 pohon = 66,25-78,30% (Anonim, 2009) d. Biomassa total
=
Massa 𝐴𝑐𝑎𝑐𝑖𝑎 𝑚𝑎𝑛𝑔𝑖𝑢𝑚 𝑏𝑖𝑜𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑏𝑎𝑡𝑎𝑛𝑔
= 73,566 kg/pohon/tahun ×
100 78,30
sampai
100 66,25
= 93,95 sampai 111,04 kg/pohon/tahun e. 40-50% biomassa total merupakan karbon (Brown, 1997)
f. Massa karbon = Biomassa total × 50% = 93,95 sampai 111,04 kg/pohon/tahun × 50% = 46,98 sampai 55,52 kg/pohon/tahun g. Massa CO2
= = =
44 12 44 12
× massa karbon × 46,98 sampai 55,52 kg/pohon/tahun
172,25 sampai 203,58 kg/pohon/tahun
36
2. Swietenia machrophylla
Gambar 7 Kurva persamaan kubik Swietenia machrophylla.(Iqbal, 2010)
a. BJ = 0,61 (Seng, 1990) , kerapatan = 610 kg/m3 b. Massa Swietenia machrophylla = volume riap × kerapatan = 16,7 m3 /ha/tahun × 610 = 10187 kg/ha/tahun Jarak tanam = 5m × 5m = 25 m2 (Listyanto, 2010) Jumlah pohon dalam 1 ha = Massa
Swietenia
10000 25
= 400 pohon
machrophylla
=
10187 kg /ha /tahun 400 pohon
=
25,47
kg/pohon/tahun c. Nilai biomassa batang dalam satu pohon=73%(Adinugroho et all, 2010) d. Biomassa total
=
Massa 𝑆𝑤𝑖𝑒𝑡𝑒𝑛𝑖𝑎 𝑚𝑎𝑐 ℎ𝑟𝑜𝑝 ℎ𝑦𝑙𝑙𝑎 𝑏𝑖𝑜𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑏𝑎𝑡𝑎𝑛𝑔
= 25,47 kg/pohon/tahun ×
100 73
= 34,89 kg/pohon/tahun e. 40-50% biomassa total merupakan karbon (Brown, 1997) f. Massa karbon = Biomassa total × 50% = 34,89 kg/pohon/tahun × 50% = 17,44 kg/pohon/tahun g. Massa CO2 = =
44 12 44 12
× massa karbon × 17,44 kg/pohon/tahun
= 63,96 kg/pohon/tahun
37
3. Agathis dammara
Gambar 8 Kurva persamaan kuadrat Agathis dammara.(Ardiansyah, 2009) a. BJ = 0,44 (Mandang dan Pandit, 2002) , kerapatan = 440 kg/m3
b. Massa Agathis dammara = volume riap × kerapatan = 27,4 m3 /ha/tahun × 440 = 12056 kg/ha/tahun Jarak tanam = 6m x 6m = 36 m2 (Listyanto, 2010) Jumlah pohon dalam 1 ha = Massa Agathis dammara =
10000 36
= 277,78 ≈ 278 pohon
12056 kg /ha /tahun 278 pohon
= 43,37 kg/pohon/tahun
c. Nilai biomassa batang dalam satu pohon = 80% d. Biomassa total =
Massa 𝐴𝑔𝑎𝑡 ℎ𝑖𝑠 𝑑𝑎𝑚𝑚𝑎𝑟𝑎 𝑏𝑖𝑜𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑏𝑎𝑡𝑎𝑛𝑔
= 43,37 kg/pohon/tahun ×
100 80
= 54,21 kg/pohon/tahun e. 40-50% biomassa total merupakan karbon (Brown, 1997) f. Massa karbon = Biomassa total × 50% = 54,21 kg/pohon/tahun × 50% = 27,1 kg/pohon/tahun g. Massa CO2
= =
44 12 44 12
× massa karbon × 27,1 kg/pohon/tahun
= 99,38 kg/pohon/tahun
38
Dari ketiga grafik di atas kurang menggambarkan intensitas cahaya matahari dimana ketika jam 12 siang, kurva tidak mengalami kenaikkan maksimal, sehingga kurang menggambarkan kurva respon cahaya yang sesungguhnya. Tabel 10 Daya serap karbondioksida (CO2) yang dihitung dengan kurva respon cahaya dan riap pertahun per pohon/rumpun
No
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Jenis
Persamaan yang digunakan
Acacia auriculiformis Ceiba pentandra Peronema canescens Acacia mangium Kuadratik Agathis dammara Kuadratik Dendrocalamus asper Sinusoidal Swietenia machrophylla Kubik Terminalia cattapa Santalum album Diospyros celebica Tectona grandis Kuadratik Sumber :
1) 2)
Daya serap karbondioksida (CO2) (kg/tahun) Berdasarkan Berdasarkan riap kurva respon per tahun cahaya 2) 74,47 73,79 8606 2) 370,19 1200 2) 67,38 905 1) 172,25-203,58 24,60 2) 99,38 82,35 72,98-91,22 2509 1) 63,96 756 2) 43,85 4 2) 45,17 5166 2) 42,24 207 2) 38,49
Keterangan
Fast growing Fast growing Fast growimg Fast growing Fast growing Bambu Slow growimg Slow growing Slow growimg Slow growimg Slow growimg
Iqbal 2010 Ardiansyah 2009
Berdasarkan Tabel 10 yang disajikan di atas, dapat dilihat bahwa Iqbal (2010) melakukan penelitian daya serap CO2 dengan menggunakan kurva respon cahaya kubik untuk pohon Swietenia machrophylla dan kurva respon cahaya kuadratik untuk pohon Acacia mangium. Massa karbondioksida Swietenia machrophylla dan Acacia mangium yang dihitung berdasarkan riap adalah sebesar 63,96 kg/tahun dan 172,25-203,58 kg/tahun. Nilai daya serap CO2 yang diperoleh dari perhitungan riap terlalu kecil jika dibandingkan dengan daya serap CO2 yang telah diteliti oleh Iqbal (2010) dengan kurva respon cahaya kubik dan kuadratik yaitu sebesar 2509 kg/tahun dan 905 kg/tahun berturut-turut pada pohon Swietenia machrophylla dan Acacia mangium. Maka dapat diketahui bahwa pemakaian persamaan kubik dan persamaan kuadratik dapat menyebabkan over estimate. Sedangkan pohon Agathis dammara yang diteliti oleh Ardiansyah (2009) memiliki daya serap karbondioksida berdasarkan perhitungan kurva respon cahaya kuadratik sebesar 24,596 kg/tahun. Nilai ini terlalu kecil jika dibandingkan perhitungan
39
riap per tahun yaitu sebesar 99,38 kg/tahun. Maka dapat diketahui bahwa pemakaian persamaan kuadratik juga dapat menyebabkan under estimate. Pada penelitian ini, yang menggunakan persamaan sinusoidal, nilai daya serap karbondioksida (CO2) yang dihitung berdasarkan kurva respon cahaya adalah sebesar 82,35 kg/tahun nilainya masuk ke dalam selang daya serap karbondioksida (CO2) yang dihitung berdasarkan riap pertahunnya yaitu sebesar 72,98-91,22 kg/tahun. Sehingga kurva respon cahaya sinusoidal sangat tepat untuk menduga daya serap karbondioksida bambu betung. Beberapa kelebihan dari kurva sinusoidal yang tidak dimiliki oleh kurva kubik dan kurva kuadratik adalah 1. Sifat berulang (periodik) yang sesuai dengan periode harian fotosintesis dan respirasi. 2. Puncak gelombang sinusoidal selalu jam 12 siang, sehingga sesuai dengan intensitas matahari maksimal yang puncaknya di tengah hari. 3. Panjang gelombang sinusoidal dapat ditetapkan selama 24 jam sehingga sesuai dengan jangka waktu selama satu hari penuh. Berdasarkan Tabel 10, bambu betung mempunyai kemampuan menyerap CO2 lebih tinggi dibandingkan dengan jenis pohon slow growing
-
seperti Tectona grandis, Swietenia machrophylla, Santalum album, Diospyros celebica dan Terminalia cattapa, dan setara dari jenis pohon fast growing seperti Acacia mangium, Agathis dammara, Peronema canescens, Ceiba pentandra, dan Acacia auriculiformis. Oleh karena itu, dianjurkan untuk menanam bambu betung karena memiliki fungsi yang beranekaragam antara lain akarnya mempunyai fungsi hidrologis dan mencegah erosi, tunasnya (rebung) bernilai ekonomis yang dapat dimanfaatkan untuk menu diet yang kaya serat dan tidak menyebabkan kegemukan, batangnya digunakan sebagai bahan konstruksi bangunan, dan daunnya untuk pakan ternak.
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan Kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Model Persamaan Sinusoidal yang ideal untuk kurva respon cahaya adalah: Ŷ = A + BZ1 X − 24 H − 1
+ DZ1 Sin
2π X−6 24
2
; R sebesar 69,65-71,38%
Kurva tersebut mampu menduga massa karbohidrat pada proses fotosintesis di siang hari dan respirasi di malam hari yang terjadi secara berulang (periodik) setiap harinya. 2. Daya serap
CO2
per rumpun per tahun
pada bambu
betung
(Dendrocalamus asper ( Schult f.) Backer ex Heyne) yang dihitung dengan kurva respon cahaya sinusoidal sebesar 82,35 kg/rumpun/tahun, tidak berbeda jauh dengan perhitungan daya serap CO2 dengan metode riap (72,98-91,22 kg/rumpun/tahun). Nilai ini setara dengan daya serap CO2 pohon fast growing species.
6.2 Saran Saran yang dapat diberikan yaitu 1. Perlu dilakukan verifikasi penggunaan model kurva respon cahaya Ŷ = A + BZ1 (X − 24 H − 1 ) + DZ1 Sin
2π(X−6) 24
untuk jenis tumbuhan
hijau lainnya. 2. Perlu dilakukan penelitian lanjutan terhadap jenis tumbuhan lainnya untuk menentukan jenis terbaik yang dapat digunakan untuk penanaman tumbuhan hijau dalam rangka mengatasi pemanasan global.
DAFTAR PUSTAKA Abdullah SEA. 2000.Perubahan Iklim Bogor, Studi Kasus 5 Kecamatan di Bogor [Skripsi]. Bogor. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. IPB. Adinugroho WC, Syahbani I, Rengku MT, Arifin Z, Mukhaidil. 2010. Pendugaan Cadangan Karbon (C-Stock) Dalam Rangka Pemanfaatan Fungsi Hutan Sebagai Penyerap Karbon. http:// carbon-stock-in-secondary-forest. [10 Februari 2011]. Ardiansyah. 2009. Daya Rosot Karbondioksida Oleh Beberapa Jenis Tanaman Hutan Kota di Kampus IPB Darmaga [skripsi]. Bogor:Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Adkoli NS. 1994. Bamboo in the Indian Pulp Industry. In: Bamboo in Asia and the Pacific. Proceedings of the fourth International Bamboo Workshop, Chiangmai, Thailand, 27-30 Nov. 1994. International Development Research Centre and Food & Agriculture Organization of the United Nations. Anonim. 2008. Klasifikasi Bambu Betung. . http:/plantamor.com/.[6 Maret 2010]. Anonim. 2010. Fotosintesis pada Tumbuhan. http:/id.wikipedia.org/.[30 Mei 2010]. Anonim. 2010. National Research Centre http://jharenvis.nic.in/. [10 Maret 2011].
for
Agro-foresty,
Jhansi.
Anonim. 2011. A tree species reference and selection http://www.worldagroforestrycentre.org/..[10 Maret 2011].
guide.
Brown S. 1997. Estimating Biomass and Biomass Change of Tropical Forest. A Primer. FAO. Forestry Paper No. 134. F AO, USA. Dahlan EN. 2004. Membangun Kota Kebun (Garden City) Bernuansa Hutan Kota. IPB Press. Bogor. Darmawan J, Baharsjah J. 1983. Dasar-dasar Ilmu Fisiologi Tanaman. Semarang: Suryandaru Utama. Day Jr, RA, Underwood AL. 1998. Analisis Kimia Kuantitatif/edisi keenam. Prentice_Hall,Inc. Dinata YM. 2009. Perencanaan Lanskap Arboretum Bambu sebagai Obyek Agroedutourism di kampus Institut Pertanian Bogor [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Dransfield S, Widjaja EA. 1995. Plant Resources of South Eastn Asia (PROSEA). No 7 : Bamboos, Backhuys Publishers Leiden. Gardner FP et al. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Terjemahan. Jakarta:UI Press. Hasanu S. 2008. Pengelolaan Hutan Bersama Rakyat (Cooperative Forest Management). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
42
Iqbal M. 2010. Daya Rosot Beberapa Jenis Pohon Perkotaan Terhadap Karbondioksida (CO2) (Studi Kasus Di Jalur Hijau Jalan Raya Pajajaran Bogor) [skripsi]. Bogor:Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Lakitan B. 1993. Dasar-dasar Fisiologi Tumbuhan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Listyanto. 2010. Budidaya Tanaman Damar http://www.internetjakarta.com/[12 februari 2011]
dan
Mahoni.
Mandang IY, Pandit IKN. 2002. Pedoman Identifikasi Jenis Kayu di Lapangan. Bogor: Porsea Indonesia. Rauf EA. 2010. Fenomena eboni. http://erwinsma4pl.blogspot.com/. [10 Maret 2011]. Rosenboorg JL. 1965. Photosynthesis : Basic Process of Food- Making in Green Plants. Holt, Rincahart and Winston, Inc. New York. Salisbury FB, Ross CW. 1995. Fisologi Tumbuhan. Jilid 1, Sel:air, larutan, dan Permukaan. Lukman DR, Sumaryono, Penerjemah; Bandung: Penerbit ITB. Saputra I. 2010. Konsep Street Furniture Kampus Institut Pertanian Bogor Dramaga. [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Seksiono T. 2008. Jarak Tanam Optimal Acacia http://teguhseksiono.wordpress.com/ [11 februari 2011].
mangium.
Seng OD. 1990. Berat Jenis Dari Jenis-jenis Kayu Indonesia Dan Pengertian Beratnya Kayu Untuk Keperluan Praktek. Terjemahan. Bogor: Pusat penelitian dan pengembangan hasil hutan. Sitompul SM, Guritno B. 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Tjitrosoepomo G. 2001. Morfologi Tumbuhan. Cetakan ke-13. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Hal.8. Thomson L dan Barry Evans. 2006. Terminalia catappa (tropical almond) http://www.agroforestry.net/. [10 Maret 2011]. Triono S. 2004. Potensi Penyerapan Karbondioksida pada Tanaman Akasia (Acacia crassicarpa) dan Gmelina (Gmelina arborea Linn.) Berdasarkan Model Pertumbuhan Logistik dan Kurva Respon Cahaya [skripsi]. Bogor:Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Widjaja EA. 2008. The Neglected Renewable Energy Source From Bamboo in Indonesia. PROSEA Association, Bogor, Indonesia & Botany Division, Research Centre for Biology –LIPI, Cibinong, Indonesia. Winarno FG, Aman M. 1981. Fisiologi Lepas Panen. Jakarta: Sastra Budaya. Wowo BH, 2008. Studi perkecambahan biji dan pola pertumbuhan semai cendana dari beberapa pohon induk di kebun Belu,NTT. Proceedings Biodiversitas volume 9 no 2, hal 117-122. Yap F. 1964. Konstruksi Kayu. Bandung:CV.Trimitra mandiri.
LAMPIRAN
Lampiran 1 Nilai Massa Karbohidrat Hari Waktu Pengambilan Pengambilan
1
2
Jumlah daun 15 gram
Berat Kering (BKT) (gr)
KA (%)
Nilai Absorban (A)
% KH kering
% KH Basah
Massa C₆H₁₂O₆ (gram)
06.00 09.00 12.00
T D M T D M T D M 7,77 25,00 55,31 3,89 5,52 5,31 74,05 63,23 64,60 8,86 23,54 50,73 5,46 6,89 8,47 63,60 54,04 43,56 9,93 15,93 44,79 6,92 6,64 7,41 53,87 55,74 50,57
T 0,18 0,17 0,84
D M T D M T D M 0,08 0,04 0,74 0,34 0,15 0,19 0,12 0,05 0,20 0,14 0,69 0,80 0,56 0,25 0,37 0,32 0,49 0,51 3,39 1,99 2,07 1,57 0,88 1,02
T 0,0288 0,0379 -
D 0,0185 0,0551 0,1319
M 0,0079 0,0475 0,1532
15.00 18.00 21.00
7,98 13,82 46,63 6,70 7,00 8,11 55,32 53,32 45,97 5,93 16,56 25,86 7,00 6,58 6,01 53,33 56,10 59,95 7,92 19,96 30,92 6,84 5,72 5,09 54,39 61,88 66,09
0,22 0,22 0,15
0,32 0,29 0,89 1,30 1,17 0,40 0,61 0,63 0,26 0,24 0,87 1,04 0,97 0,41 0,46 0,39 0,17 0,16 0,61 0,69 0,64 0,28 0,26 0,22
0,0598 0,0610 0,0414
0,0910 0,0683 0,0397
0,0946 0,0582 0,0324
00.00
8,83 14,57 24,59 6,77 5,63 5,64 54,87 62,44 62,43
0,12
0,15 0,12 0,50 0,60 0,49 0,23 0,22 0,18
0,0339
0,0337
0,0275
03.00
9,89 13,90 28,10 6,58 6,45 6,07 56,16 56,98 59,56
0,16
0,13 0,19 0,66 0,53 0,76 0,29 0,23 0,31
0,0433
0,0344
0,0460
06.00
5,95 19,75 37,87 7,29 6,87 5,63 51,39 54,18 62,46
0,15
0,14 0,13 0,62 0,55 0,51 0,30 0,25 0,19
0,0453
0,0380
0,0286
09.00
7,94 21,91 34,98 6,90 6,50 6,33 53,97 56,64 57,83
0,22
0,26 0,14 0,90 1,05 0,57 0,42 0,45 0,24
0,0624
0,0680
0,0363
12.00
4,93 15,60 33,93 7,61 6,42 5,86 49,28 57,22 60,94
0,44
0,48 0,47 1,77 1,94 1,89 0,90 0,83 0,74
0,1345
0,1246
0,1109
15.00
9,99 13,93 28,66 6,93 6,29 6,39 53,83 58,06 57,38
0,40
0,52 0,41 1,62 2,11 1,66 0,75 0,89 0,71
0,1121
0,1328
0,1063
18.00
8,99 12,90 29,00 6,21 5,46 5,29 58,59 63,62 64,73
0,33
0,40 0,36 1,32 1,60 1,47 0,55 0,58 0,52
0,0822
0,0874
0,0775
21.00
10,81 25,00 30,49 7,09 6,21 5,26 52,72 58,60 64,92
0,24
0,31 0,23 0,95 1,26 0,91 0,45 0,52 0,32
0,0673
0,0780
0,0480
00.00
10,99 23,70 32,85 5,52 5,25 4,52 63,22 64,98 69,87
0,25
0,27 0,28 1,03 1,10 1,13 0,38 0,38 0,34
0,0566
0,0577
0,0511
03.00
9,95 19,85 29,90 5,92 5,59 5,01 60,52 62,74 66,58
0,24
0,28 0,28 0,96 1,12 1,11 0,38 0,42 0,37
0,0569
0,0627
0,0559
06.00
7,97 15,77 27,67 6,04 5,55 4,64 59,73 63,01 69,04
0,15
0,20 0,22 0,62 0,81 0,87 0,25 0,30 0,27
0,0375
0,0450
0,0403
10.00
7,77 25,69 47,75 7,06 6,27 5,36 52,94 58,17 64,26
0,41
0,48 0,43 1,66 1,93 1,75 0,78 0,81 0,62
0,1174
0,1211
0,0937
14.00
9,77 21,77 38,97 7,27 5,79 5,87 51,53 61,41 60,89
0,53
0,50 0,52 2,14 2,00 2,09 1,04 0,77 0,82
0,1558
0,1159
0,1229
18.00
6,94 12,83 36,49 5,87 5,14 4,73 60,90 65,72 68,44
0,34
0,31 0,32 1,37 1,26 1,29 0,54 0,43 0,41
0,0805
0,0645
0,0610
22.00
8,92 17,85 37,70 5,98 5,25 4,70 60,11 64,97 68,65
0,18
0,19 0,19 0,71 0,75 0,78 0,28 0,26 0,24
0,0425
0,0397
0,0364
02.00
7,90 16,84 35,76 5,49 5,47 4,61 63,40 63,54 69,27
0,16
0,17 0,13 0,64 0,69 0,51 0,23 0,25 0,16
0,0350
0,0380
0,0234
4
44
Keterangan : T : Tua, D: Dewasa, M: Muda
Lampiran 1 Nilai massa karbohidrat Hari Waktu Pengambilan Pengambilan
5
7
8
Jumlah daun 15 gram T
D
M
Berat Kering (BKT) (gr) T
D
M
KA (%) T
D
M
Nilai Absorban (A)
% KH kering
T
D
T
M
D
M
% KH Basah T
D
M
Massa C₆H₁₂O₆ (gram) T
D
M
06.00
8,72 16,90 24,64 6,27 5,77 5,11 58,20 61,56 65,90
0,22
0,24 0,24 0,90 0,96 0,98 0,38 0,37 0,34
0,0564
0,0556
0,0504
10.00
6,87 15,99 32,93 7,13 6,00 5,60 52,45 60,03 62,67
0,46
0,44 0,57 1,85 1,76 2,31 0,88 0,70 0,86
0,1321
0,1055
0,1295
14.00
7,80 14,73 31,75 7,17 5,87 5,41 52,21 60,86 63,96
0,52
0,49 0,54 2,09 1,97 2,17 1,00 0,77 0,78
0,1496
0,1154
0,1174
18.00
5,81 10,69 32,46 5,54 4,92 4,64 63,05 67,21 69,05
0,38
0,36 0,24 1,53 1,46 0,96 0,57 0,48 0,30
0,0848
0,0717
0,0446
22.00
7,91 17,92 29,84 6,22 5,94 5,50 58,54 60,38 63,33
0,18
0,21 0,24 0,74 0,86 0,98 0,31 0,34 0,36
0,0459
0,0513
0,0540
02.00
6,89 15,75 24,48 5,98 5,22 4,78 60,13 65,22 68,15
0,17
0,18 0,11 0,67 0,74 0,46 0,27 0,26 0,15
0,0401
0,0385
0,0218
06.00
9,91 13,46 28,98 6,66 6,60 5,73 55,61 56,03 61,82
0,22
0,28 0,24 0,89 1,13 0,95 0,40 0,50 0,36
0,0594
0,0743
0,0543
12.00
7,99 14,57 28,56 6,78 6,24 5,73 54,83 58,42 61,79
0,50
0,46 0,49 2,01 1,85 1,99 0,91 0,77 0,76
0,1362
0,1153
0,1141
18.00
7,87 12,88 24,72 6,26 5,20 4,80 58,27 65,32 68,03
0,20
0,17 0,17 0,80 0,68 0,69 0,33 0,24 0,22
0,0500
0,0355
0,0333
00.00 06.00
9,91 15,75 27,60 5,84 5,79 4,96 61,07 61,42 66,95 0,15 0,14 0,15 0,60 0,57 0,62 0,23 0,22 0,20 7,83 24,67 36,27 5,54 5,52 5,31 63,05 63,22 64,58 0,25 0,29 0,28 0,99 1,17 1,12 0,37 0,43 0,40
0,0351 0,0548
0,0332 0,0644
0,0306 0,0594
12.00
11,87 16,64 26,56 6,74 5,95 5,33 55,04 60,31 64,46
0,51
0,43
0,48 2,07 1,72 1,92 0,93 0,68
0,68
0,1394
0,1026
0,1022
18.00
6,99 10,91 23,67 6,01 5,29 4,94 59,95 64,75 67,06
0,29
0,16
0,16 1,15 0,63 0,65 0,46 0,22
0,21
0,0691
0,0331
0,0319
00.00
9,95 13,93 31,70 6,35 6,06 5,12 57,66 59,62 65,85
0,27
0,25
0,27 1,07 1,01 1,07 0,45 0,41
0,37
0,0682
0,0614
0,0548
Keterangan : T : Tua, D: Dewasa, M: Muda
45
46
Lampiran 2 Perhitungan massa CO2 pada jenis daun tua, dewasa, dan muda dengan Maple 13
47
48
Lampiran 3 Nilai standar karbohidrat Standar karbohidrat 5 ppm 10 ppm 15 ppm 20 ppm 25ppm Rata-rata
Absorbansi 0,193 0,366 0,548 0,71 0,881
Tiap 1 ppm 0,0386 0,0366 0,0399 0,0355 0,0352 0,03716
Lampiran 4 Perhitungan luas daun Daun Muda Dewasa Tua
Luas daun (cm²) 45 36 158 88 163 187
25 110 115
Rata² (cm²) 35,33 118,67 155,00
Lampiran 5 Jumlah daun pada setiap batang Batang
Daun Tua Tua
Dewasa
Muda
154 168 182 434 462 413 294
Dewasa 126 140 105 357 434 385 249
Muda
318
282
-
285
267
-
-
49
Lampiran 6 Pengelompokkan batang berdasarkan ukuran No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Kelas umur Batang muda/ rebung
Batang dewasa
Tinggi (m) 1,4 2,4 3,8 4,3 4,8 5,2 5,5 6,1 6,6 6,9 6,9 7,4 7,8 7,8 8,3
16
8,7
17
9,5
18
Batang tua
10,4
19
10,4
20
12,8
21
13,0
Lampiran 7 Analisis regresi daun tua SUMMARY OUTPUT Regression Statistics Multiple R
0,833365419
R Square
0,694497921
Adjusted R Square
0,675404041
Standard Error
0,021570302
Observations
35
ANOVA df Regression
SS
MS
F 36,37280234
2
0,033846925
0,016923463
Residual
32
0,014888894
0,000465278
Total
34
0,048735819
Coefficients
Standard Error
t Stat
P-value
Significance F 5,7574E-09
Lower 95%
Upper 95%
Lower 95,0%
Upper 95,0%
Intercept
0,043495751
0,005638372
7,714239764
8,54521E-09
0,032010764
0,054980739
0,032010764
0,054980739
Jam Pengambilan (Siang)
0,001381575
0,000585908
2,358006951
0,024650296
0,00018812
0,00257503
0,00018812
0,00257503
0,06561903
0,010024255
6,546025565
2,25574E-07
0,045200291
0,08603777
0,045200291
0,08603777
Sin (t) (Siang)
50
Lampiran 8 Analisis regresi daun dewasa SUMMARY OUTPUT Regression Statistics Multiple R
0,844883913
R Square
0,713828827
Adjusted R Square Standard Error
0,69648512 0,018273842
Observations
36
ANOVA df Regression
SS
MS
F 41,15779912
2
0,027487918
0,013743959
Residual
33
0,011019798
0,000333933
Total
35
0,038507717
Coefficients
Standard Error
t Stat
P-value
Significance F 1,08225E-09
Lower 95%
Upper 95%
Lower 95,0%
Upper 95,0%
Intercept
0,045396888
0,004776517
9,504182786
5,69456E-11
0,035678992
0,055114785
0,035678992
0,055114785
Jam Pengambilan (Siang)
0,000866587
0,000496217
1,746388161
0,090047343
-0,000142974
0,001876149
-0,000142974
0,001876149
Sin (t) (Siang)
0,060214674
0,008154976
7,383795385
1,76041E-08
0,043623251
0,076806097
0,043623251
0,076806097
51
Lampiran 9 Analisis regresi daun muda SUMMARY OUTPUT Regression Statistics Multiple R
0,841491469
R Square
0,708107892
Adjusted R Square
0,690417461
Standard Error
0,020124467
Observations
36
ANOVA df Regression
SS
MS
2
0,032422
0,016211
Residual
33
0,013364808
0,000404994
Total
35
0,045786808
Coefficients
Standard Error
F 40,02773591
t Stat
P-value
Significance F 1,50027E-09
Lower 95%
Upper 95%
Lower 95,0%
Upper 95,0%
Intercept
0,037369202
0,005260243
7,104082415
3,90177E-08
0,026667157
0,048071248
0,026667157
0,048071248
Jam Pengambilan (Siang)
0,000776498
0,00054647
1,420934628
0,164716799
-0,000335303
0,001888299
-0,000335303
0,001888299
Sin (t) (Siang)
0,066954812
0,008980845
7,455290601
1,43826E-08
0,048683145
0,085226479
0,048683145
0,085226479
52
Lampiran 10 Perhitungan massa karbondioksida (CO2) berdasarkan riap tiap tahunnya Jenis
Acacia mangium Peronema canescens Agathis dammara Acacia auriculiformis Ceiba pentandra Swietenia machrophylla Tectona grandis Diospyros celebica Santalum album Terminalia cattapa Dendrocalamus asper *)
Kerapatan Jarak (kg/m3) tanam(m2)
BJ
0,611) 0,63
10)
0,44
1)
0,69
10)
0,24
10)
0,61
1)
0,67
1)
1,08
10)
0,84
10)
0,41
10)
-
610
6×6 2)
630
5×5
4)
6×6
4)
5×5
2)
440 690 240 610 670 1080 840 410 -
Jumlah pohon /hektar
5×5 5×5
4)
Riap Biomassa total (kg/ph/th)
Massa CO2 (kg/ph/th)
Keterangan
73,57
400
17,5
9)
11025
0,0438
27,56
75
36,75
18,38
67,38
Fast growimg
27,4
3)
12056
0,0986
43,40
75
57,87
28,93
106,09
Fast growing
17,5
9)
12075
0,0438
30,19
75
40,25
20,13
73,79
Fast growing
-
13)
151,44
75
201,92
100,96
370,19
Fast growing
6)
34,89
17,44
63,96
Slow growimg
278 400
93,95 - 111,04
46,98 - 55,52 172,25 - 203,58
Fast growing
-
-
400
16,7
3)
10187
0,0418
25,47
9,4
3)
6298
0,0235
15,75
75
20,99
10,50
38,49
Slow growimg
-
11)
17,28
75
23,04
11,52
42,24
Slow growimg
8)
18,48
75
24,64
12,32
45,17
Slow growimg
0,0438
17,94
75
23,92
11,96
43,85
Slow growing
75
2133,33-2666,67
1066,67-1333,33
72,98-91,22
400 -
-
-
-
-
400
12)
7175
-
-
13,66×13,66
54 8)
2)
9)
17,5
0,6310
66,25 -78,30 5)
Massa karbon (kg/ph/th)
0,1206
1)
Seng (1990) Seksiono (2008) 3) Hasanu simon (2008) 4) Listyanto (2010) 5) Anonim (2009) 6) Adinugroho et al (2010) 7) Brown (1997)
Massa (kg/ha/th)
20435
5×5
volume Massa Volume (m3/ha/thn) (kg/ha/thn) (m3 /ha/tahun)
Rasio biomassa batang (%)
33,5 2)
4)
Riap per pohon
278
4)
Riap per ha
0,0160
0,0220
73
Bambu
Wowo (2008) Anonim (2011) 10) Yap (1964) 11) Rauf (2010) 12) Thomson L dan Barry Evans (2006) 13) Anonim (2010)
53
54
Lampiran 11 Peta lokasi pengambilan sampel di Arboretum Bambu IPB Utara : Jl.Agathis IPB (Kebun karet)
Timur : Jl.Agathis IPB (Pintu II IPB)
Barat : Kampung leuikkopo
Selatan : Jl.Raya Ciampea
Sumber: Google eart Lampiran 12 Gambar daun bambu betung (muda, dewasa, dan tua)
Daun muda
Daun dewasa
Daun tua
55
Lampiran 13 Gambar bambu betung yang diteliti
Batang tua Batang dewasa
Lampiran 13 Dokumentasi analisis karbohidrat daun dengan metode fitokimia
56