Ismed S. Budi, Mariana dan Ismed Fachruzi
APLIKASI KOMBINASI JAMUR ENDOFIT DAN BAKTERI RIZOSFIR DALAM MENGENDALIKAN PENYAKIT BUSUK PANGKAL BATANG RHIZOCTONIA DI LAHAN PASANG SURUT TIPE D COMBINE APPLICATION OF ENDOPHYTIC FUNGI AND BACTERIA RHIZOSFIR TO CONTROL OF RHIZOCTONIA STEM ROT DISEASE IN TYPE D TIDAL SWAMPS 1
1
Ismed Setya Budi , Mariana dan Ismed Fachruzi 1
2
Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian UNLAM 2 Jurusan Tanah Fakultas Pertanian UNLAM Jl. Jend. A. Yani Km.36 PO Box 1028 Banjarbaru 70714
ABSTRACT The use of biological agents in plant disease control success is determined by type of antagonist, timing and way of application in the field. The research objective was to determine the combination and proper manner antagonist applications to be able to control Rhizoctonia stem rot disease on tidal swamps. The experiment was conducted in February-November 2011 in the type D tidal swamps in Kecamatan Karang indah Barito Kuala District. Test results of the inhibition of combination formulations of antagonists against pathogens ranged from 39.37 to 58.40%. The intensity of the disease in the application of two combination formulations in sterile soil amounted to only 10-16%. Application of the combination formulation antagonist capable of reducing the intensity of the disease in phase taradak, ampak and lacak. In this phase there was no effect of differences phase taradak combination formulation, while the phase ampak and lacak the best on the combination (P. fluorescens PS-4, 8 + FNP PS-1, 5) and (T. viride + P PS-2.1, P. fluorescens 4.8). The intensity of the lowest in the treatment of disease antagonist application on hay and one month before planting seeds of the application by immersion for 24 hours before planting. Key words: Endophytic Fungi, bacteria rhizosphere, stem rot. ABSTRAK Penggunaan agens hayati dalam pengendalian penyakit tanaman keberhasilannya ditentukan oleh ketepatan jenis antagonis, waktu dan cara aplikasi di lapang. Tujuan penelitian adalah mengetahui kombinasi dan cara aplikasi antagonis yang tepat agar mampu mengendalikan penyakit busuk pangkal batang rhizoctonia di lahan pasang surut. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari-Nopember 2011 di lahan pasang surut tipe D Kecamatan Karang Indah Kabupaten Barito Kuala. Hasil uji daya hambat kombinasi formulasi antagonis terhadap patogen berkisar 39,37-58,40%. Intensitas penyakit pada aplikasi dua kombinasi formulasi pada tanah steril hanya sebesar 10-16%. Aplikasi kombinasi formulasi antagonis mampu mengurangi intensitas penyakit pada fase taradak, ampak dan lacak. Pada fase taradak tidak ada pengaruh perbedaan kombinasi formulasi, sedangkan pada fase ampak dan lacak terbaik pada kombinasi (P, fluorescens PS-4,8 + FNP PS-1,5) dan (T. viride PS-2.1 + P, fluorescens PS-4,8). Intensitas penyakit terendah pada perlakuan aplikasi antagonis pada jerami satu bulan sebelum tanam ditambah aplikasi dengan perendaman benih selama 24 jam sebelum tanam. Kata Kunci: Jamur endofit, bakteri rhizosfir, busuk pangkal batang PENDAHULUAN Salah satu masalah utama penanaman padi dilahan pasang surut Kalimantan Selatan adalah adanya gangguan penyakit busuk pangkal batang akibat Rhizoctonia solani. Intensitas penyakit setiap tahun selalu di atas 15% dan petani masih mengandalkan pestisida sintetis dalam pengendaliannya (Anonim, 2008). Penggunaan pestisida sintetis jadi kurang efektif karena kondisi lahan yang kadang tergenang. Menurut Frissel & Bolt, (1962 dalam Baker & Cook, 1996) faktor
172
penyebab kegagalan penggunaan pestisida sintetik karena di dalam tanah pestisida mengalami pencucian, fiksasi oleh liat, dan perombakan oleh mikroorganisme tanah tertentu menjadi derivat yang tidak efektif. Oleh sebab itu diperlukan alternatif pengendalian lain yang mampu mengendalikan perkembangan penyakit secara efektif, efisien dan aman terhadap lingkungan. Penggunaan agens hayati spesifik lokasi lahan pasang surut dapat menjadi salah satu cara efektif karena di lahan selalu dapat diisolasi lebih dari satu macam antagonis yang mampu menghambat
Agroscientiae ISSN 0854-2333
Aplikasi kombinasi jamur endofit dan bakteri rizosfir…… patogen padi (Budi dan Mariana, 2008). Penggunaan agen hayati spesifik lokasi yang sudah berkoevolusi dilahan akan mampu menstimulir perkembangan mikroorganisme rizosfir yang merugikan tanaman (von Alten et al., 1993). Penelitian ini dilaksanakan untuk melihat kemampuan kombinasi antagonis dan cara aplikasi yang tepat di lahan pasang surut dalam mengendalikan penyakit busuk pangkal batang tanaman padi.
-1
I = ( r1 - r2 ) (r1) x 100 Ket. : I = persentase penghambatan r1 = jari-jari koloni Patogen yang tumbuh ke arah berlawanan dengan Antagonis r2 =jari-jari koloni Patogen yang tumbuh ke arah Antagonis
METODE PENELITIAN
*
*
Waktu dan Tempat Penelitian
A
P
Penelitian in-vitro dilaksanakan di laboratorium Fitopatologi Fak. Pertanian Unlam. Penelitian in-vivo dilaksanakan di rumah plastik Jalan Dahlina Raya Banjarbaru, sedangkan uji di lapang dilaksanakan di lahan pasang surut tipe D milik petani di Kecamatan Karang Indah, Kabupaten Barito Kuala. Pelaksanaan penelitian dari bulan FebruariNopember 2011. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: isolat Trichoderma viride PS-2.1, Pseudomonas fluorescen PS-4.8 dan Fusarium nonpatogen (FNP) PS-1.5 (Koleksi DR. Ismed Setya Budi), benih padi varietas lokal Siam Unus, media PDA, PSA dan beras. Alat yang digunakan adalah Inkas, erlenmeyer, jangka sorong, tabung biakan, kamera, pot plastik percobaan, inkubator, autoclaf, oven dan cawan Petri. Perbanyakan isolat antagonis Isolat murni jamur endofit diperbanyak dalam media PDA pada tabung biakan, sedangkan isolat bakteri diperbanyak dalam media PSA. Biakan disimpan pada suhu kamar selama 10 hari. Masingmasing isolat diperbanyak secara massal pada media beras yang sudah dikukus, dan selanjutnya diinkubasikan pada suhu kamar Uji Daya Hambat Secara In-Vitro Pasangan isolat sebelum diuji terlebih dahulu disatukan dengan cara menumbuhkan pada media PDA selama 10 hari. Isolat yang sudah menyatu selanjutnya diambil menggunakan cork borrer untuk dilakukan uji secara berpasangan (Gambar 1). Masing-masing kombinasi perlakuan diulang sebanyak lima kali. Kemampuan formulasi isolat dalam menghambat perkembagan patogen dilihat dengan mengukur jari-jari koloni patogen dan selanjutnya persentase daya hambat dihitung menggunakan rumus Fokhema et al. (1959):
Agroscientiae
Gambar 1. Cara meletakan kedua isolat dalam cawan petri A = isolat Antagonis, P = isolat Patogen Figure 1. Way of laying two isolates in Petridish A = isolates Antagonists, P = isolates Pathogens Uji in-vivo Kemampuan Isolat Antagonis Uji in-vivo untuk melihat kemampuan formulasi antagonis pada kondisi tanah steril, maka inokulasi dilakukan pada tanaman padi berumur 1 bulan dalam pot plastik di rumah plastik dengan rancangan yang digunakan adalah acak lengkap dengan tiga ulangan. Uji lapang dilaksanakan di lahan pasang surut tipe D milik petani di Kecamatan Karang Indah Kabupaten Barito Kuala. Rancangan lingkungan yang digunakan adalah percobaan faktorial dalam rancangan petak terpisah (split-plot design) dengan 3 ulangan. Sebagai petak utama adalah formulasi kombinasi antagonis dan sebagai sub-petak adalah cara aplikasi endofit. Kombinasi perlakuan yang akan diuji adalah: T1 = T. viride PS-2.1 + P. fluorescen PS-4.8 T2 = T. viride PS-2.1 + FNP PS-1.5 T3 = P. fluorescen PS-4.8 + FNP PS-1.5 P1 = aplikasi antagonis 1 bln sebelum tanam pada jerami (37,5 kg jerami/petak) P2 = perlakuan dengan perendaman benih selama 24 jam (100 g/kg benih) P3 = Perlakuan Gabungan P1 dan P2 K = Tanpa perlakuan Intensitas penyakit pada tiap perlakuan diukur dengan mengamati persentase jumlah tanaman yang layu atau pada pangkal batang terlihat gejala busuk batang akibat serangan R. solani, menggunakan rumus : Jmlh tanaman Sakit Intensitas Penyakit = ---------------------------- x 100% Jmlh tanaman diamati
Volume 18 Nomor 3 Desember 2011
173
Ismed S. Budi, Mariana dan Ismed Fachruzi HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil uji daya hambat secara invitro, menunjukkan bahwa semua perlakuan kombinasi isolat mampu menghambat pertumbuhan koloni patogen R. solani. Kombinasi formulasi terbaik ada dua macam yakni gabungan dua macam antagonis (T. viride PS-2.1 + P. fluorescent PS-4.8) mampu menghambat sebesar 57,10% dan gabungan tiga macam isolat (T. viride PS-2.1 + FNP PS-1.5 + P. fluorescent PS-4.8) yang mampu menghambat sebesar 58,40%, sedangkan formulasi (T. viride PS-2.1 + FNP PS-1.5) mampu menghambat sebesar 49,90% dan yang terkecil adalah P. fluorescens PS-4.8 + FNP PS-1.5 dengan hambatan 39,37% (Tabel 1). Mekanisme penghambatan antagonis ini menurut Harman (2006) karena adanya zat antibiosis seperti kitinase dan β-1,3 glucanase. Pertumbuhan antagonis terus berlanjut sehingga menutupi koloni patogen maka selanjutnya terjadi kemungkinan lain seperti parasitisme hifa. Sama seperti yang dikemukakan Tamietti et al. (1993) kemampuan Trichoderma spp karena menghasilkan enzyme kitinase, β-1-3 glucanase dan 1-4 glucosidase, bahkan ditambahkan oleh Thomashow dan Weller (1996) akibat beberapa faktor seperti adanya toksin, antibiotik dan siderofor. Tabel 1. Persentase daya hambat kombinasi formulasi isolat Table 1. Percentage inhibition of the formulation combination isolates Kombinasi Formulasi Isolat (Combination antagonist formulation)
Daya Hambat (Inhibition %)
T. viride PS-2.1 + P.fluorescens PS-4.8 57,10 c b T. viride PS-2.1 + FNP PS-1.5 49,90 a P. fluorescen PS-4.8 + FNP PS-1.5 39,37 T. viride PS-2.1 + FNP PS-1.5 + P. c 58,40 fluorescens PS-4.8 Ket.: Bilangan yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda pada Taraf 5% uji DMRT (Within column, means followed by different letters are significantly different (P<0.01; LSD test)
Hasil uji in-vivo pada kondisi tanah steril, semua perlakuan mampu mengurangi intensitas penyakit berkisar 74,33%-87,29%. Intensitas penyakit terendah terjadi pada perlakuan pemberian kombinasi tiga macam formulasi (FNP PS-1.5 + P. fluorescenss PS-4.8) dan (T. viride PS-2.1 + P. fluorescens PS-4.8) yakni sebesar 10,0 % dan 12,2% (Tabel 2). Berdasarkan hasil penelitian Budi et al. (2010), menunjukkan bahwa pemberian isolat tunggal FNP PS-1.5, P. fluorescenss PS-4.8 atau T. viride PS-2.1 intensitas penyakit berkisar antara 21,7% - 32,5%. Hal ini menunjukkan bahwa aplikasi kombinasi lebih dari satu isolat lebih baik
174
dalam mengurangi penyakit dibanding menggunakan satu macam isolat.
hanya
Tabel 2. Intensitas penyakit busuk pangkal batang padi setelah aplikasi perlakuan dengan variasi kombinasi antagonis pada tanah steril di rumah kaca Table 2. Intensity of stem rot disease after application with variation of combination antagonist on steril land in green house Perlakuan (Treatments) Kontrol T. viride PS-2.1 + FNP PS-1.5 T. viride PS-2.1 + P. fluorescens PS-4.8 FNP PS-1.5 + P. fluorescenss PS-4.8 T. viride PS-2.1 + FNP PS-1.5 + P. fluorescens PS-4.8
Intensitas Penyakit (%) (Disease Intensity) 78,7 c
Pengurangan (%) (Reduction) 00.00
16,0 a
79.67
a
84.50
10,0 a
87.29
20,2 b
74.33
12,2
Ket.: Bilangan yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda pada Taraf 5% uji DMRT (Within column, means followed by different letters are significantly different (P<0.01; LSD test).)
Hasil penelitian Yigit dan Dikilitas (2007), menunjukkan bahwa kombinasi antara (FNP + P. fluorescent) dan (T. harzianum T-22 + P. fluorescent) mampu menghambat perkembangan Fusarium oxysporum f.sp. lycopersici dibanding hanya menggunakan satu macam. Menurut Fuchs et al. (1999) dan Alabouvette et al. (1993) bahwa kombinasi (Fusarium isolat Fo47 + dan P. fluorescent strain C7) terbaik dalam menghambat perkembangan layu fusarium pada tomat. Aplikasi gabungan antara P. fluorescent dan Bacillus subtilis pada uji di tanah steril menunjukkan kemampuan daya hambat yang lebih baik dibanding aplikasi hanya satu jenis secara tunggal karena kedua bakteri terbukti bekerja secara sinergis (Janisiewiez et al., 1988). Menurut Guetsky et al. (2001) kombinasi yang tepat dapat meningkatkan daya antagonis. Hasil penelitian berdasarkan fase penanaman padi di lahan menunjukkan semua perlakuan uji berupa kombinasi antagonis mampu mengurangi intensitas penyakit di banding kontrol. Pada fase taradak kemampuan formulasi tidak berbeda nyata (Tabel 3). Namun pada fase ampak, formulasi terbaik pada kombinasi (P. fluorescens PS-4.8 + FNP PS-1.5) dengan intensitas penyakit hanya 7,28% dan kombinasi (T. viride PS-2.1 + P. fluorescens PS-4.8) sebesar 10,40%. Sedangkan fase lacak yang terbaik pada semua kombinasi perlakuan kecuali pada perlakuan (T. viride PS-2.1 + FNP PS-1.5). Kalau dilihat dari tiga tahapan penelitian ini maka ada kecenderungan kemampuan kombinasi isolat terbaik adalah pada kombinasi
Agroscientiae ISSN 0854-2333
Aplikasi kombinasi jamur endofit dan bakteri rizosfir…… formulasi isolat (T. viride PS-2.1 + P. fluorescens PS-4.8) dan kombinasi (P. fluorescens PS-4.8 + FNP PS-1.5) karena mampu menunjukkan daya antagonis yang tetap pada kondisi uji di laboratorium, dan uji pada tanah steril. Pada fase taradak terlihat tidak ada perbedaan pada masing-masing perlakuan karena pada fase ini semua tanaman berada pada kondisi air lahan yang sama, dan aktivitas formulasi antagonis belum bekerja maksimal yakni masih dalam tahap penyesuaian. Perbedaan kondisi lahan baru terjadi pada fase penanaman ampak dan lacak karena tanaman mendapat perbedaan lamanya air pasang di lahan. Diduga pasang surut air inilah yang berakibat gangguan terhadap kemampuan masingmasing isolat. Pada kombinasi formulasi isolat (P.
Kontrol
fluorescens PS-4.8 + FNP PS-1.5) terbaik diduga karena kombinasi keduanya tidak saling menghambat. Jamur FNP PS-1.5 sudah berada didalam tanaman dan melindungi tanaman dari dalam sedangkan P.fluorescens PS-4 dominan berada di permukaan akar melindungi tanaman dari luar. Menurut Weller (1988) mekanisme pertahanan tanaman dapat diinduksi/dipacu oleh adanya agens antagonis yang bersifat endofit. Menurut Harman (2006) mekanisme antagonis Trichoderma spp pada prinsipnya adalah mikoparasit, antibiosis, dan kompetisi dalam hal nutrisi dan ruang. Bahkan Loon et al. (1998) mengatakan endofit FNP menghasilkan zat berupa bahan kimia tertentu yang dapat memicu ketahanan tanaman.
Tabel 3. Intensitas penyakit pada tiap fase penanaman padi di lahan pasang surut Table 3. Disease Intensity at Each Planting Phase on Tidal Swamp Fase Penanaman (Planting Phase) Perlakuan (Treatments) Taradak Ampak Lacak IP R IP R IP R 29,50
T. viride PS-2.1 + P.fluorescens PS-4.8 T. viride PS-2.1 + FNP PS-1.5
b
a
8.73 a 11,36
0.00
70.41 51.32
46,00
d
a
10,40 b 18.42
0.00
77.39 60.00
75.12
c
0.00
a
93.34 71.81
5.00 b 21.18
a a a P.fluorescens PS-4.8 + FNP PS-1.5 9,28 68.54 7,28 84.17 10.00 86.69 a c a T. viride PS-2.1+ FNP PS-1.5+ P.fluorescens PS-4.8 10,10 65.76 23,28 49.39 6.47 91.39 Ket.: - Bilangan yang diikuti huruf yang sama pada kolom menunjukkan tidak berbeda pada taraf 5% uji DMRT (Within column, means followed by different letters are significantly different P<0.01; LSD test) - TP = Intensitas Penyakit (Disease Intensity) - R = pengurangan (Reduction)
Tabel 4. Pengaruh perlakuan formulasi dan cara aplikasi antagonis terhadap perkembangan penyakit busuk pangkal batang rhizoctonia di lahan pasang surut tipe D Table 4. Treatment effect of formulation and application way antagonistic to the development of rhizoctonia stem rot disease in type D tidal swamps Perlakuan (Treatments) Intensitas Penyakit (%) (Disease intensity) Formulasi Antagonis Cara Aplikasi (Formulation antagonist) (Application technic) d K 33,9 b P1 19,9 c T1 P2 23,4 a P3 10,1 b P1 20,0 c T2 P2 24,6 a P3 10,2 b P1 19,7 b T3 P2 20,0 a P3 10,0 Ket.: - Bilangan yang diikuti huruf yang sama pada kolom menunjukkan tidak berbeda pada taraf 5% uji DMR (Within column, means followed by different letters are significantly different P<0.01; LSD test) - T1 = T. viride PS-2.1 + P. fluorescen PS-4.8 - T2 = T. viride PS-2.1 + FNP PS-1.5 - T3 = P. fluorescen PS-4.8 + FNP PS-1.5 - P1 = aplikasi antagonis 1 bln sebelum tanam pada jerami (37,5 kg jerami/petak) - P2 = Perendaman benih selama 24 jam sebelum tanam (100 ml/kg benih) - P3 = Gabungan perlakuan P1 + P2 - K = Kontrol (lahan tanpa inokulasi antagonis
Agroscientiae
Volume 18 Nomor 3 Desember 2011
175
Ismed S. Budi, Mariana dan Ismed Fachruzi Menurut Navi dan Bandyopadhyay (2002) aplikasi lahan pertanaman jahe dengan penambahan jamur T. viride dapat menyebabkan terjadi resistensi berkelanjutan karena kelimpahan jamur antagonis yang mampu melindungi tanaman terhadap patogen penyebab tanaman layu. Hasil pengamatan intensitas penyakit pada lahan yang diberi perlakuan macam formulasi dan cara aplikasi antagonis, menunjukkan bahwa semua perlakuan mampu menekan perkembangan penyakit busuk pangkal batang padi. Perlakuan terbaik adalah cara aplikasi antagonis pada jerami satu bulan sebelum tanam ditambah aplikasi dengan perendaman benih selama 24 jam sebelum tanam dengan intensitas penyakit hanya 10,0%, 10,1% dan 10,2% (tabel 4). Duijff et al. (1998) menyatakan bahwa terjadi sinergistik pada penggunaan kombinasi antara Pseudomonas fluorescent WCS417 + FNP sehingga mampu menghambat perkembangan patogen layu fusarium dengan lebih baik dibanding secara tunggal. Alabouvette et al. (2003) berhasil mengatasi pengendalian penyakit layu yang kurang efektif akibat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan yang berbeda dengan menggunakan dua macam antagonis yaitu F. oxysporum avirulen digabungkan dengan Pseudomonas kelompok fluorescens. Kwok et al. (1987), mengatakan kombinasi beberapa isolat bakteri antagonis dengan jamur Trichoderma hamatum lebih efektif menekan penyakit disebabkan R. solani dibandingkan dengan hanya satu jenis isolat. Menurut Harman (2006), Trichoderma spp mampu bersimbiosis dengan tanaman sehingga mampu mengendalikan penyakit akar dan daun dengan mekanisme ketahanan terimbas, menginfeksi patogen dan mengubah komposisi mikroflora akar sehingga menguntungkan antagonis untuk berkembang. SIMPULAN 1. Kombinasi formulasi antagonis mampu menghambat pertumbuhan patogen sebesar 39,37%-58,40% pada uji in-vitro 2. Kombinasi formulasi terbaik dengan menggunakan dua macam isolat sehingga mampu menekan intensitas penyakit hanya sebesar 10-16% 3. Aplikasi kombinasi formulasi antagonis mampu mengurangi intensitas penyakit pada fase taradak, ampak dan lacak. 4. Intensitas penyakit terendah berkisar 10,0%10,2% pada perlakuan aplikasi antagonis dijerami satu bulan sebelum tanam ditambah aplikasi dengan perendaman benih selama 24 jam sebelum tanam.
176
DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2008. Laporan Tahunan Kaji Terap Aplikasi Trichokompos pada Tanaman Padi Varietas Lokal. Laboratorium BPTPH Sungai tabuk. Kalimantan Selatan. Alabouvette, C., Lemanceuau, P & Steinberg, C. 1993. Recent advances in the biological control of Fusarium wilt. Pestic. Sci. 37:365373 Altomare, C., Norvell, W.A., Bjbrkma, T & Harman, G.A. 1999. Solubilization of phosphates and micronutriens by the plant growth promoting and biocontrol fungus Trichoderma harzianum Rifai 1295-22, Applied Environ. Microbiol. 65: 2926-2933. Baker, K.F. & Cook, R.J. 1996. The Nature and Practice of Biological Control of Plant Pathogen nd 3 . The Amer. Phytopathol. Soc. pp, 367 Benhamou, N. Garand, C & Goulet, A. 2002. Ability of nonpathogenic Fusarium oxysporum strain Fo47 to Induce resistence aggainst Pythium ultimum infection in cucumber. Applied Environ. Microbiol. 68:4044-4060 Budi, I.S. & Mariana. 2008. Karakteristik Endofit Antagonis Spesifik Lokasi Lahan Pasang Surut, Laporan Hibah Fundamental. Fakultas Pertanian Unlam Banjarbaru. Budi, I.S., Fachruzi, I. dan Mariana. 2010. Uji Lapang Formulasi Biopestisida Berbahan Aktif Jamur Endofitik untuk Pengendalian Penyakit Busuk Batang Padi (Rhizoctonia solani), Laporan Hibah Bersaing, Fakultas Pertanian Unlam Banjarbaru. Duijff, B.J., Pouhair, D., Olivain, Alabouvette, C. & Lemanceau, P. 1998. Implication of systemic induced resistance in the suppresion of fusarium wilt of tomato by Pseudomonas fluorescens WCS417r and by nonpathogenic Fusarium oxysporum Fo47. Eur. J. Plant. Pathol. 104: 903-910. Fokkema, N.J., Bond, J.H. & Fribourg, H.A. 1959. Methods for Studying Soil Microflora Plant Disease Relationships. Burgess Publ. Co. USA. Pp. 247. Fuchs, J.G., Moenne-Loccoz, L. & Defago, G. 1999. Nonpathogenic Fusarium oxysporum strain Fo47 to protect tomato against Fusarium wilt, Bio, Control, 4:105-110 in tomato Guetsky, R., Shtienberg, D., Elad, Y. & Dinoor, A. 2001. Combining biocontrol Agents to reduce the variability of biological control, Phytopathol 91:621-627.
Agroscientiae ISSN 0854-2333
Aplikasi kombinasi jamur endofit dan bakteri rizosfir…… Howell, C.R. & Stipanovic. 1995. Mechanisms in the control of Rhizoctonia solani induced cotton seedling disease by Gliocladium virens antibiosis, Phytopathol, J. 85:469-472. Harman, G.E. 2006. Symposium of the Nature and Application of Biocontrol Microbes II: Trichoderma spp, Overview of mechanisms and uses of Trichoderma spp. Phytopathol. 96 (2) :190-194. Kwok, O.C.H., Gahy, P., Hoitink, C.J. & Kuter, G.A. 1987. Interactions Between bacteria and Trichoderma hamatum in suppression of Rhizoctonia damping-off in bark compost media. Phytopathol. 77:1206-1212. Nel, B.C., Steinberg, N., Labuschagne & Vilioen, A. 2006. The potential of non- pathogenic Fusarium oxysporum and other biological control organisms for suppressing fusarium wilt of banana. Plant Pathol. J. 1(55):217-223
Agroscientiae
Thomashow, L.S. & Weller, D.M. 1996. Current concepts in the use of introduced bacteria for biological disease control: Mechanisms and antifungal metabolites, In: Plant-Microbe Interactions, Stacey, G. & Keen, N.T. (Eds) New York: Chapman and Hill. Pp:236-271. von Alten, H.Lindemann, A. & Schönbeck, F. 1993. Stimulation of vesicular arbuscular mycorrhiza by fungicides or rhizosphere bacteria. Mycorrhiza. 2 : 167-173. Weller, D.M. 1988. Biological control of soilborne plant pathogens in the rhizosphere with bacteria. Annu. Rev. Phytopathol. 26:379-407. Yigit, F & Dikilitas, M. 2007. Control of Fusarium wilt of tomato by combination of Fluorescent Pseudomonas, Non-pathogen Fusarium and Trichoderma harzianum T-22 in Greenhouse Conditions. Plant Pathol. J. 6(2):159-163
Volume 18 Nomor 3 Desember 2011
177