APLIKASI IRADIASI GAMMA (60Co) UNTUK MEREDUKSI SENYAWA AKRILAMIDA PADA KERIPIK PISANG DAN PENGARUHNYA TERHADAP KARAKTERISTIK PRODUK
SKRIPSI
Ian Wiyana F24080113
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013
APPLICATION OF GAMMA IRRADIATION (60Co) TO REDUCE ACRYLAMIDE IN BANANA CHIPS AND ITS EFFECTS ON PRODUCT CHARACTERISTICS Ian Wiyana1, Nugraha Edhi Suyatma1, Rindy Panca Tanhindarto2 Department of Food Science and Technology, Faculty of Agriculture Technology, Bogor Agricultural University, Kampus IPB Darmaga, PO BOX 220 Bogor 16002, Indonesia 2 Center for Application of Isotopes and Radiation Technology, National Nuclear Energy Agency, Jalan Lebak Bulus Raya No. 49, Pasar Jumat, Kotak Pos 7002 JKSKL, Jakarta Selatan 12070 1
ABSTRACT Acrylamide is classified by the International Agency for Research on Cancer (IARC) as group 2A: probably carcinogenic to humans. It is potentially formed in significant amount when a food product containing sugar and asparagine as acrylamide precursors is processed in high temperature such as frying and baking process. Banana chips are widely consumed in Indonesia and potentially contain acrylamide due to the high temperature processing and acrylamide precursor content. The objective of this research is to reduce acrylamide content in banana chips by using gamma irradiation technique. Five doses of gamma irradiation (0, 5, 10, 15, and 25 kGy) were applied on banana chips. The acrylamide content was analyzed by using commercial ELISA Kit. Results showed that irradiation by 5, 10, 15, and 25 kGy reduced acrylamide content in banana chips from 506.34 ng/g (in control) to 455.99 ng/g, 373.66 ng/g, 294.34 ng/g, and 130.78 ng/g, respectively. These acrylamide reductions were 9.95, 26.20, 41.87, and 74.17% for irradiation doses of 5, 10, 15, and 25 kGy, respectively. Sensory analysis results showed that irradiated banana chips with doses of 0, 5, 10, 15 and 25 kGy had overall value 9.78, 8.77, 8.57, 7.32, and 6.43, respectively indicating there was a decrease of consumer acceptance with the increase of radiation doses. In view of the color properties, gamma irradiation affected significantly the color of banana chips. Irradiated banana chips were darker than non-irradiated banana chips. Objectively, CIE L* and b* values of irradiated banana chips were significantly different (p<0.05) compared to those of control. This study revealed that irradiation with a dose of 10 kGy was the most appropriate method to reduce acrylamide content in banana chips since it did not change significantly in terms of physical and sensory properties. Keywords: acrylamide, reduction, gamma irradiation, banana chips, dose
ii
IAN WIYANA. F24080113. Aplikasi Iradiasi Gamma (60Co) untuk Mereduksi Senyawa Akrilamida pada Keripik Pisang dan Pengaruhnya terhadap Karakteristik Produk. Di bawah bimbingan Nugraha Edhi Suyatma dan Rindy Panca Tanhindarto. 2013 RINGKASAN Akrilamida digolongkan ke dalam grup 2A oleh the International Agency for Research on Cancer (IARC), yaitu berpotensi menyebabkan kanker pada manusia. Senyawa tersebut terbentuk pada pangan yang diolah pada suhu tinggi dan mengandung karbohidrat serta protein, khususnya asam amino asparagin. Pisang mengandung karbohidrat dan protein sehingga apabila diolah pada suhu tinggi terbentuk akrilamida. Keripik pisang adalah produk olahan pisang yang diolah pada suhu mencapai 180°C sehingga terbentuknya akrilamida dalam produk tidak dapat dihindari. Iradiasi merupakan salah satu upaya untuk mereduksi senyawa tersebut. Oleh karena itu, dilakukan penelitian aplikasi iradiasi untuk mereduksi senyawa akrilamida pada keripik pisang dengan tujuan mengetahui keefektifan iradiasi dalam mereduksi senyawa akrilamida dan mengamati perubahan kimia dan fisik keripik pisang sebelum dan sesudah iradiasi, serta penerimaan konsumen terhadap produk tersebut. Keripik pisang diolah, dikemas, dan diiradiasi dengan dosis 0 (kontrol), 5, 10, 15, dan 25 kGy. Setelah itu, dilakukan analisis akrilamida dengan menggunakan ELISA kit, analisis proksimat, TBA, tekstur, warna, dan sensori (uji kesukaan). Keripik pisang (tanpa iradiasi) yang diolah mengandung akrilamida sebesar 506.34 ng/g. Keripik pisang yang diberi perlakuan dosis 5, 10, 15, dan 25 kGy mengandung akrilamida secara berurutan sebesar 455.99 ng/g, 373.66 ng/g, 294.34 ng/g, dan 130.78 ng/g. Dibandingkan dengan keripik pisang tanpa iradiasi, keripik pisang iradiasi mengalami penurunan akrilamida dengan persentase reduksi keempat dosis tersebut secara berurutan sebesar 9.95%, 26.20%, 41.87%, dan 74.17%. Semakin besar dosis radiasi, maka semakin besar persentase reduksi akrilamida pada produk tersebut. Energi iradiasi diduga dapat memutus ikatan dalam senyawa akrilamida dan bereaksi atau berikatan kembali sehingga membentuk senyawa baru, baik dengan sesamanya maupun dengan senyawa radiolitik. Data proksimat menunjukkan terdapat perubahan signifikan pada komponen mayor keripik pisang yang diiradiasi, seperti air, abu, lemak, protein dan karbohidrat, namun perubahannya tidak linier dengan dosis radiasi yang diterapkan. Uji kesukaan secara keseluruhan menunjukkan keripik pisang yang diiradiasi dengan dosis 5 dan 10 kGy cukup disukai panelis. Keripik pisang yang diiradiasi dengan dosis 5, 10, 15, dan 25 kGy tidak menunjukkan perubahan tekstur secara signifikan. Warna keripik pisang yang telah diiradiasi menjadi lebih gelap daripada keripik pisang tanpa iradiasi, nilai CIE L* dan b* semakin kecil seiring dengan bertambahnya dosis radiasi. Nilai CIE a* konstan, tidak ada perubahan signifikan. Nilai ∆E meningkat seiring bertambahnya dosis radiasi sedangkan nilai Hue dan Saturation Index menurun seiring dengan bertambahnya dosis radiasi. Ketengikan merupakan salah satu resiko pada keripik pisang yang diiradiasi karena mengandung minyak dan masih terdapat oksigen didalam keripik pisang yang dikemas vakum. Bilangan TBA yang terukur untuk keripik pisang iradiasi 0, 5, 10, 15, dan 25 kGy adalah 0.9, 1.24, 1.65, 1.68, dan 2.08 mg malonaldehid/kg sampel. Bilangan TBA meningkat seiring bertambahnya dosis radiasi. Iradiasi dapat mereduksi senyawa akrilamida yang terbentuk pada keripik pisang. Dosis radiasi yang diaplikasikan terhadap produk keripik pisang untuk mereduksi senyawa akrilamida sebaiknya tidak lebih dari 10 kGy berdasarkan pertimbangan penilaian subjektif dan objektif terhadap produk tersebut dengan persentase reduksi akrilamida sebesar 26.20%.
iii
APLIKASI IRADIASI GAMMA (60Co) UNTUK MEREDUKSI SENYAWA AKRILAMIDA PADA KERIPIK PISANG DAN PENGARUHNYA TERHADAP KARAKTERISTIK PRODUK
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor
Oleh Ian Wiyana F24080113
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013 iv
Judul Skripsi
: Aplikasi lradiasi Gamma (60 CO) untuk Mereduksi Senyawa Akrilamida pada Keripik Pisang dan Pengaruhnya terhadap Karakteristik Produk : Ian Wiyana : F24080113
Menyetujui,
Dosen Pembimbing I,
(Dr. Nugraha Edhi Suyatma, STP, DEA) NIP. 19701220.199512.1.001
Dosen Pembimbing II,
1~ , I 1964t~06.199003.1.004
T:ru"darto, M ,SL)
(Ir,Rindy NIP.
\
Tanggallulus :
_ 2_2_JU_L_2_0_'3_ _
v
Judul Skripsi Nama NIM
: Aplikasi Iradiasi Gamma (60Co) untuk Mereduksi Senyawa Akrilamida pada Keripik Pisang dan Pengaruhnya terhadap Karakteristik Produk : Ian Wiyana : F24080113
Menyetujui,
Dosen Pembimbing I,
Dosen Pembimbing II,
(Dr. Nugraha Edhi Suyatma, STP, DEA) NIP. 19701220.199512.1.001
(Ir. Rindy P. Tanhindarto, M.Si.) NIP. 19640706.199003.1.004
Mengetahui: Ketua Departemen,
(Dr. Ir. Feri Kusnandar, M.Sc.) NIP. 19680526.199303.1.004
Tanggal lulus : _______________________
v
© Hak cipta milik Ian Wiyana, tahun 2013 Hak cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya.
vi
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Aplikasi Iradiasi Gamma (60co) untuk Mereduksi Senyawa Akrilamida pada Keripik Pisang dan Pengaruhnya terhadap Karakteristik Produk adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan Dosen Pembimbing Akademik, dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Mei 2013 Yang membuat pernyataan,
Ian Wiyana NRP. F24080113
vii
BIODATA PENULIS Penulis dilahirkan di Tasikmalaya pada tanggal 2 September 1989. Penulis menyelesaikan jenjang pendidikan SD di SDN Ciawi 3 pada tahun 2001, SMP di SMPN 1 Ciawi pada tahun 2004, dan SMA di SMAN 1 Tasikmalaya pada tahun 2007. Penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor pada tahun 2008 melalui jalur SNMPTN. Penulis aktif mengikuti kegiatan kepanitiaan, seperti IPB Art Contest (IAC) 2009 yang dilenggarakan BEM KM IPB, BAUR 2010, Access 2010 dan PLASMA 2010 yang diselenggarakan HIMITEPA, serta The 1st Indonesian Food Bowl Quiz Competition yang diselenggarakan berdasarkan kerjasama PATPI dan HIMITEPA. Penulis juga pernah menjadi salah satu asisten praktikum Kimia Dasar TPB pada tahun 2011 dan 2012. Penulis menyelesaikan jenjang studi Strata 1 dengan mengambil topik penelitian Aplikasi Iradiasi Gamma (60co) untuk Mereduksi Senyawa Akrilamida pada Keripik Pisang dan Pengaruhnya terhadap Karakteristik Produk atas bimbingan Dr. Nugraha Edhi Suyatma, STP, DEA dan Ir. Rindy P. Tanhindarto, M.Si.
viii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahi robbil ‘alamin. Segala puji dan syukur penulis panjatkan atas Kehadlirat Allah SWT yang memberikan kesempatan, kekuatan dan kemampuan kepada Penulis hingga saat ini sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Shalawat dan salam semoga tetap melimpah mengalir kepada Rasulullah Muhammad SAW, kepada keluarga, sahabat, serta umatumatnya hingga akhir zaman. Skripsi ini dapat tersusun tentunya berkat dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Orang tua tercinta, Mamah Iis dan Papa Oman, atas dukungan moral dan materi. Hatur nuhun pisan Mah, Pa. Mugia sing dipaparin wawales kasaean nu ngalipet-lipet kacida ageungna ti Gusti Allah. Aamiin., Hatur nuhun oge spesial kanggo Teh Enok, A Apet, A Ujang, atas dukunganna, 2. Dr. Nugraha Edhi Suyatma, STP, DEA. sebagai pembimbing utama, pembimbing akademik sekaligus pembimbing skripsi, yang telah memberikan bimbingan, nasehat, dan saran kepada Penulis selama menjadi mahasiswa Departemen ITP, 3. Ir. Rindy P. Tanhindarto, MSi.; staf peneliti kelompok bahan pangan di PATIR, BATAN, sebagai pembimbing kedua, 4. Dr. Nancy Dewi Yuliana, STP, MSc. sebagai dosen penguji, 5. Bu Tuti, terima kasih atas extrolut dan diskusinya, 6. Teknisi laboratorium, Mbak Vera, Pak Rozak, Pak Wahid, Pak Gatot, Pak Yahya, Bu Rubiah, Pak Deni, Pak Jun, atas bantuannya pada saat melakukan penelitian, 7. Teman-teman ITP angkatan 45, khususnya Ka-U, terima kasih atas dukungannya selama penelitian, teman-teman ITP 45 yang berjuang di semester 9, dan dukungan teman-teman ITP 45 lainnnya, ITP 46, teman C1 kamar 10, Heru, Idong, terima kasih banyak, 8. Dan pihak-pihak lainnya yang berkontribusi demi kelancaran penelitian. Akhirnya, inilah skripsi yang penulis susun. Semoga bermanfaat.
Bogor, Mei 2013
Ian Wiyana
ix
DAFTAR ISI DAFTAR ISI ..................................................................................................................................... x DAFTAR TABEL ............................................................................................................................ xi DAFTAR GAMBAR ......................................................................................................................xii DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................................................xiii I.
II.
PENDAHULUAN ............................................................................................................... 1 1.1
Latar Belakang ............................................................................................................ 1
1.2
Tujuan ......................................................................................................................... 2
TINJAUAN PUSTAKA....................................................................................................... 3 2.1
Keripik Pisang ............................................................................................................. 3
2.2
Akrilamida ................................................................................................................... 4
2.3
Iradiasi Pangan ............................................................................................................ 8
2.4
Upaya Mereduksi Akrilamida dalam Pangan .............................................................. 9
III. METODOLOGI ................................................................................................................. 13 3.1
Alat dan Bahan ..........................................................................................................13
3.2
Metode.......................................................................................................................13
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................................................... 24
V.
4.1
Pengolahan dan Perlakuan Iradiasi Keripik Pisang ................................................... 24
4.2
Analisis Akrilamida Keripik Pisang Iradiasi ............................................................. 24
4.3
Analisis Proksimat Keripik Pisang Iradiasi ............................................................... 26
4.4
Analisis Fisik dan Penilaian Subjektif terhadap Sifat Fisik Keripik Pisang Iradiasi . 28
4.5
Analisis Sensori Keripik Pisang Iradiasi ................................................................... 33
4.6
Analisis Bilangan TBA dan Penilaian Subjektif terhadap Aroma Keripik Pisang Iradiasi ....................................................................................................................... 34
KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................................................... 36 5.1
Kesimpulan................................................................................................................ 36
5.2
Saran .......................................................................................................................... 37
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................................... 38 LAMPIRAN .................................................................................................................................... 41
x
DAFTAR TABEL Tabel 1. Syarat mutu keripik pisang berdasarkan SNI 01-4315-1996............................................... 3 Tabel 2. Paramater uji dan pengaruhnya terhadap terbentuknya atau berkurangnya akrilamida selama penggorengan .......................................................................................................... 6 Tabel 3. Pengenceran standar akrilamida ........................................................................................ 18 Tabel 4. Kadar akrilamida dan persentase reduksi akrilamida keripik pisang setiap perlakuan...... 25 Tabel 5. Hasil analisis proksimat keripik pisang setiap perlakuan .................................................. 26 Tabel 6. Data L a b keripik pisang setiap perlakuan ....................................................................... 29 Tabel 7. ∆E, Hue, dan SI keripik pisang setiap perlakuan............................................................... 30 Tabel 8. Respon panelis terhadap tekstur dan warna keripik pisang setiap perlakuan .................... 31 Tabel 9. Pengukuran tekstur keripik pisang setiap perlakuan ......................................................... 32 Tabel 10. Penilaian panelis secara overall terhadap keripik pisang setiap perlakuan ..................... 33 Tabel 11. Kadar akrilamida, bilangan TBA dan respon aroma setiap perlakuan ............................ 34
xi
DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Mekanisme model non-oksidatif sintesis akrilamida dalam pangan yang digoreng........ 6 Gambar 2. Gambaran skematik metode ELISA secara umum .......................................................... 8 Gambar 3. Diagram alir pembuatan keripik pisang......................................................................... 14 Gambar 4. Diagram alir prosedur ELISA kit akrilamida (MIoBS 2011) ........................................ 19 Gambar 5. Slice pisang diletakkan pada blanket ............................................................................. 24 Gambar 6. Grafik hubungan dosis radiasi dan kadar akrilamida keripik pisang ............................. 25 Gambar 7. Keripik pisang iradiasi. .................................................................................................. 29 Gambar 8. Diagram warna Judd-Hunter (Francis 2003). ................................................................ 29 Gambar 9. Grafik hubungan ∆E dengan dosis radiasi ..................................................................... 30 Gambar 10. Grafik hubungan Hue dengan dosis radiasi ................................................................. 31 Gambar 11. Grafik hubungan SI dengan dosis radiasi .................................................................... 31 Gambar 12. Keripik pisang dikemas vakum dengan plastik PET ................................................... 32 Gambar 13. Struktur malonaldehid (Malondialdehid) (IARC 1999) .............................................. 34
xii
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Data analisis kadar air keripik pisang ......................................................................... 42 Lampiran 2. Data analisis kadar abu keripik pisang ........................................................................ 43 Lampiran 3. Data analisis kadar protein keripik pisang .................................................................. 44 Lampiran 4. Data analisis kadar lemak keripik pisang .................................................................... 45 Lampiran 5. Data analisis karbohidrat keripik pisang ..................................................................... 47 Lampiran 6. Data analisis akrilamida keripik pisang ...................................................................... 48 Lampiran 7. Data analisis TBA keripik pisang ............................................................................... 49 Lampiran 8. Data analisis tekstur keripik pisang ............................................................................ 50 Lampiran 9. Data analisis warna keripik pisang ............................................................................. 51 Lampiran 10. Data penilaian panelis terhadap warna keripik pisang .............................................. 52 Lampiran 11. Data penilaian panelis terhadap aroma keripik pisang .............................................. 55 Lampiran 12. Data penilaian panelis terhadap tekstur keripik pisang ............................................. 57 Lampiran 13. Data penilaian panelis terhadap rasa keripik pisang ................................................. 60 Lampiran 14. Data penilaian panelis terhadap overall keripik pisang ............................................. 62 Lampiran 15. Format scorsheet uji kesukaan .................................................................................. 65
xiii
I.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Pisang merupakan salah satu buah tropis yang banyak dikonsumsi masyarakat Indonesia. Data BPS (2012) menunjukkan bahwa produksi pisang pada tahun 2012 (data sementara) adalah sebesar 6.071.043 ton. Produksi pisang tersebut paling tinggi dibandingkan buah tropis lainnya seperti nanas, salak, jeruk, mangga, dan lain-lain. Salah satu varietas pisang di Indonesia adalah pisang ambon. Pisang ambon dapat dikonsumsi langsung dan dapat diolah menjadi produk olahan seperti keripik. Keripik pisang ambon salah satu keripik yang banyak disukai dan dikonsumsi masyarakat sebagai makanan cemilan. Pada umumnya, keripik pisang memiliki jumlah kadar air rendah sehingga meningkatkan umur simpannya. Keripik diolah dengan penggorengan yang akan menurunkan aktivitas air (aw) pada bagian permukaan maupun seluruh bagian produk. Aktivitas air yang menurun akan mengurangi ketersediaan air yang digunakan mikroba perusak dan pembusuk sehingga umur simpan produk menjadi lebih panjang (Muchtadi 2008). Dalam memproduksi keripik pisang, irisan pisang digoreng dengan suhu tinggi yang mengakibatkan perubahan pada bahan pangan menjadi sangat cepat, seperti reaksi penguapan air dan reaksi pencoklatan non enzimatis (Muchtadi 2008). Wicklund et al. (2005) menyatakan bahwa suhu dan waktu penggorengan berpengaruh terhadap jumlah akrilamida yang terbentuk pada keripik kentang selama proses. Semakin tinggi suhu penggorengan, semakin besar jumlah akrilamida yang terbentuk (Oktafrina 2009). Oleh karena itu, tidak dapat dihindari, pada keripik pisang yang digoreng dengan suhu tinggi, akan terbentuk akrilamida. International Agency for Research on Cancer, IARC, (1994) mengklasifikasikan akrilamida kedalam karsinogen grup 2A (berpotensi karsinogenik terhadap manusia). Akrilamida menyebabkan kanker pada tikus, kerusakan sistem saraf pusat dan periferal pada manusia. Oleh karena itu, keberadaan akrilamida pada produk pangan yang diolah dengan suhu tinggi, saat ini mulai dihindari. Berbagai penelitian dilakukan untuk mendapatkan upaya efektif mereduksi senyawa akrilamid pada makanan yang diproses dengan suhu tinggi seperti penambahan vitamin, vitamin B3 dan B6 mereduksi akrilamida hingga 50% dan 35% (Zeng et al. 2009); antioksidan alami, antioksidan dari ekstrak teh dengan konsentrasi 1 g/kg terigu mereduksi akrilamida 46.1% (Zhang & Zhang 2007), blansir, blansir pada suhu 80 °C selama 3 menit pada chip kentang menurunkan akrilamida hingga 67% (Mestdagh et al. 2007); penambahan enzim asparaginase, enzim yang diaplikasikan pada produk french fries menghambat terbentuknya akrilamida hingga 62% (Pedreschi et al. 2004); dan hidrokoloid, beberapa hidrokoloid seperti Gum xanthan, asam alginat, dan pektin, dapat mereduksi akrilamida hingga 50% (Zeng et al. 2010) Iradiasi pangan merupakan salah satu proses yang bertujuan untuk membunuh bakteri, kapang, dan serangga yang dapat mengontaminasi makanan (Omaye 2004) dan sterilisasi di
1
bidang farmasi (Cleland 2006). Dalam perkembangannya, penggunaan iradiasi digunakan untuk mereduksi senyawa-senyawa toksik dan antinutrisi seperti akrilamida, furan (Fan dan Mastovska 2006), nitrosamin, residu nitril (Ahn et al. 2002), dan asam fitat (Ahn et al. 2004). N-nitrosamin dan residu nitrit pada sosis dapat direduksi dengan iradiasi gamma selama penyimpanan (Ahn et al. 2002). Asam fitat yang dilarutkan dalam air deionisasi terdegradasi setelah diiradiasi. Semakin besar dosis yang diterapkan, maka semakin besar jumlah asam fitat yang terreduksi (Ahn et al. 2004). Fan dan Mastovska (2006) melakukan riset keefektifan iradiasi dalam mereduksi furan dan akrilamida baik pada sistem model maupun pada sampel keripik kentang. Hasilnya, furan dan akrilamida dapat direduksi setelah diiradiasi tergantung dari dosis radiasi yang diberikan. Hasilhasil riset tersebut menjadi informasi yang mendasari upaya mereduksi senyawa akrilamida dengan menggunakan iradiasi, khususnya pada keripik pisang. 1.2 Tujuan Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mereduksi senyawa akrilamida pada produk keripik pisang dengan cara iradiasi sinar gamma. Adapun tujuan khusus penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.
Mengetahui efektifitas iradiasi sinar gamma dalam menurunkan jumlah senyawa akrilamida yang terbentuk pada keripik pisang
2.
Mengetahui dosis radiasi yang efektif dalam mereduksi akrilamida pada keripik pisang
3.
Mengetahui perubahan sifat fisik serta penerimaan konsumen terhadap atribut sensori keripik pisang yang diiradiasi
2
II.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Keripik Pisang Buah pisang sebagai produk utama dari tanaman pisang memiliki aneka kegunaan. Selain sebagai buah segar, buah pisang dapat pula dimanfaatkan sebagai bahan berbagai macam olahan pangan. Buah pisang tersebut dapat diolah menjadi tepung pisang untuk makanan bayi, sari buah, sale pisang, roti pisang, keripik pisang, pisang rebus, pisang goreng, kolak pisang, pisang bakar, dan sebagainya (Cahyono 2009). Kandungan gizi yang terdapat dalam setiap 100 g buah pisang matang adalah sebagai berikut: kalori 99 kal; protein 1.2 g; lemak 0.2 g; karbohidrat 25.8 g; serat 0.7 g; kalsium 8 mg; fosfor 28 mg; besi 0.5 mg; vitamin A 44 RE; vitamin B 0.08 mg; vitamin C 3 mg; dan air 72 g (Cahyono 2009). Jenis pisang buah (Musa paradisiaca L.) memiliki nilai ekonomi tinggi dan daya serap pasar luas. Jenis pisang yang termasuk dalam Musa paradisiaca L dan memiliki nilai ekonomi tinggi adalah pisang ambon kuning, pisang ambon lumut, pisang ambon putih, pisang barangan, pisang raja, pisang kapok, pisang tanduk, pisang badak, pisang nangka, pisang mas, dan pisang susu (Cahyono 2009) Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-4315-1996, keripik pisang adalah produk makanan ringan dibuat dari irisan buah pisang dan digoreng, dengan atau tanpa bahan tambahan makanan yang diizinkan. Berikut ini syarat mutu keripik pisang menurut SNI tersebut. Tabel 1. Syarat mutu keripik pisang berdasarkan SNI 01-4315-1996 No. 1. 1.1 1.2 1.3 1.4 2. 3. 4. 5. 6. 6.1 6.2 6.3 6.4 7. 7.1 7.2 7.3
Kriteria Uji Keadaan : Bau Rasa Warna Tekstur Keutuhan Kadar air, b/b Lemak, b/b Abu, b/b Cemaran logam Timbal (Pb) Tembaga (Cu) Seng (Zn) Raksa (Hg) Cemaran mikroba Angka lempeng total E. Coli Kapang
Satuan
Persyaratan
% % % %
normal khas pisang normal renyah min. 70 maks. 6 maks. 30 maks. 8
mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg
maks. 1,0 maks. 10 maks. 40 maks. 0,05
koloni/g APM/g koloni/g
maks. 1,0 x 106 3 maks. 1,0 x 104
Buah pisang yang akan dibuat menjadi keripik dipilih yang masih mentah dan dipilih jenis pisang olahan seperti pisang kapok, tanduk, nangka, kapas, serta jenis pisang olahan lainnya. Jenis
3
pisang olahan harganya lebih murah dibanding pisang meja. Membuat keripik dari pisang mentah digunakan buah pisang dengan tingkat ketuaan 80%. Untuk membuat irisan daging buah pisang yang tipis, digunakan pisau atau alat perajang keripik (slicer) berbahan stainless steel agar irisan buah tidak berwarna coklat kehitaman. Variasi irisan dapat dibuat memanjang atau menyerong (Prabawati et al. 2009). Saat menggoreng keripik, irisan pisang dimasukkan bertahap satu persatu untuk menghindari irisan keripik tidak melekat satu dengan lainnya. Penggorengan dihentikan apabila warna keripik menjadi kuning keemasan, kering, dan telah matang, kemudian keripik ditiriskan. Dalam jumlah besar, penirisan dapat dibantu menggunakan alat spinner/peniris yang digerakkan oleh motor listrik agar penirisan minyak bisa lebih cepat dan efisien (Prabawati et al. 2009). Pada umumnya bentuk keripik yang ada di pasaran adalah irisan membujur, melintang, atau menyerong. Kelemahan keripik dengan irisan melintang, keripik mudah patah sehingga bentuknya menjadi kurang menarik. Keripik gulung selain tampilannya lebih menarik, juga tidak mudah patah sehingga mudah dalam pengemasannya (Prabawati et al. 2009).
2.2 Akrilamida Akrilamida (AA); CAS No. 79-06-1 (CH 2 =CH–CO–NH 2 ; 2-propenamida) adalah padatan kristal putih stabil tidak berbau dengan berat molekul 71.078 g/mol, titik leleh 84.5 °C, dan titik didih 192.6 °C, sangat larut dalam air dan kloroform serta larut dalam etanol, dietil eter, dan aseton (Lide 2006). Akrilamida telah diklasifikasikan oleh IARC (1994) kedalam karsinogen grup 2A (berpotensi karsinogenik terhadap manusia). Akrilamida menyebabkan kanker pada tikus, termasuk kanker tiroid dan testes, kelenjar susu, sistem saraf pusat, dan uterus. Penelitian lainnya menunjukkan adanya peningkatan tumor paru-paru dan kanker kulit pada tikus percobaan. Penelitian terhadap manusia menunjukkan bahwa akrilamida menyebabkan kerusakan sistem saraf pusat dan periferal. Batas NOAEL (no observed adverse effect level) genotoksisitas dan karsinogenisitas AA terhadap tikus sebesar 0.1 mg/kg berat badan, NOAEL untuk peripheral neuropathy 0.5 mg/kg berat badan dan untuk toksisitas reproduksi 2 mg/kg berat badan (Pussa 2003). TDI (tolerable daily intake) neurotoksisitas akrilamida sebesar 40 µg/kg berat badan perhari sedangkan TDI akrilamida menyebabkan kanker berada pada kisaran 2.6-16 µg/kg berat badan perhari (Tardif et al. 2010). AA tidak bersifat mutagenik dalam sistem bakterial tapi menunjukkan genotoksisitasnya dalam berbagai uji. AA secara cepat diabsorbsi dalam beberapa kemungkinan yang didasarkan pada tingginya solubilitas AA dalam air sehingga terdistribusi ke semua bagian tubuh organisme termasuk plasenta. Terdapat dua rute metabolisme AA yaitu oksidasi menghasilkan metabolit glisidamida dan konjugasi dengan glutation. Glisidamida bersifat mutagenik terhadap bakteri dan menyebabkan sintesis DNA tak berpasangan dalam sel plasenta manusia. AA menimbulkan tumor kelenjar tiroid baik pada tikus jantan maupun tikus betina, tumor testikuler, dan tumor kelenjar air
4
susu. Baik AA maupun glisidamida, keduanya secara cepat disekresikan dengan paruh waktu sekitar 2 jam (Pussa 2003). Mekanisme formasi AA selama pengolahan secara spesifik masih belum dapat dimengerti secara jelas. Namun reaksi Maillard menjadi salah satu kemungkinan pembentukan senyawa tersebut. Karbohidrat dan asam amino (khususnya asparagin) menjadi senyawa pendukung terbentuknya AA dan pemanasan suhu 130-180 °C atau lebih sebagai obligatori. Semakin lama pangan diolah, semakin tinggi jumlah AA pada sajian (Pussa 2003). Salah satu postulat mekanisme terbentuknya AA selama proses penggorengan dikemukakan oleh Zyzak et al. (2003). Grup α-amino asparagin bebas (gambar 1) bereaksi dengan gugus karbonil membentuk Schiff base. Pada suhu tinggi, Schiff base mengalami dekarboksilasi membentuk produk yang mengalami reaksi bolak balik (delokalisasi ion negatif). Produk tersebut dapat terhidrolisis membentuk 3-propionamida yang selanjutnya dapat terdegradasi melalui eliminasi amonia membentuk akrilamida. Schiff base yang terdekarboksilasi juga dapat membentuk akrilamida secara langsung melalui eliminasi imina. Rydberg et al. (2005) mengevaluasi pengaruh beberapa senyawa dan parameter terhadap akrilamida selama penggorengan (Tabel 2). Seiring meningkatnya suhu, penambahan monosakarida, dan penambahan asparagin, kadar akrilamida produk akan semakin bertambah. Penambahan asam amino selain asparagin dan komponen pengikat air dapat menurunkan kadar akrilamida. Penambahan pH dan antioksidan/oksidan dan radikal inisiator dapat menambah ataupun menurunkan akrilamida.
5
Gambar 1. Mekanisme pembentukan akrilamida (Zyzak et al. 2003). Tabel 2. Paramater uji dan pengaruhnya terhadap terbentuknya atau berkurangnya akrilamida selama penggorengan (Rydberg et al. 2005). Parameter
Efek
Penambahan suhu
+
pH
+/-
Komentar/interpretasi bertambah Ada batas maksimum
Penambahan monosakarida
+
Bertambah
Penambahan asparagin
+
Bertambah
Penambahan asam amino selain asparagin
-
Lebih dari 93% reduksi
Penambahan
antioksidan/oksidan
radikal inisiator Penambahan komponen pengikat air
dan
+/-
Relatif berefek kecil
menurun
6
Luas permukaan dan rendah kadar air berkontribusi terhadap tingginya kadar akrilamida dalam suatu produk. Keripik mempunyai luas permukaan yang luas sehingga akrilamida mempunyai kadar akrilamida yang tinggi pada produk keripik. Kadar akrilamida tertinggi adalah pada produk keripik kentang dengan kisaran 1500-1700 µg/kg, diikuti oleh keripik pisang 770 µg/kg, dan taro 320 µg/kg. Kadar akrilamida pada produk keripik buah/sayuran relatif rendah, 386 µg/kg. Kadar akrilamida pada keripik basis terigu (gandum hitam) lebih rendah dibandingkan dengan keripik kentang, yaitu mencapai 440 µg/kg, diikuti oleh keripik berbasis jagung 65-230 µg/kg, dan keripik berbasis gandum 17-42 µg/kg (FEHD 2003). Akrilamida dapat dianalisis dengan Gas Chromatography/Mass Spectrometry (GC/MS). Akrilamida dalam sampel diderivatisasi menjadi senyawa 3-bromopropenamida. Kuantifikasi akrilamida dihitung berdasarkan kurva kalibrasi. Limit deteksi dan limit kuantifikasi GC-MS sebesar 5 dan 15 µg/kg serta memiliki efisiensi ekstraksi yang baik dengan persentase recovery 84110% (Daniali et al. 2010). Selain itu, akrilamida dapat dianalisis juga dengan Liquid Chromatography/Tandem Mass Spectrometry (LC-MS/MS). Karena ada kekhawatiran tentang kemungkinan pembentukan plak selama prosedur brominasi, metode LC-MS/MS dikembangkan untuk analisis langsung dari akrilamida tanpa perlu derivatisasi. Identifikasi substansi adalah dengan waktu retensi dan oleh intensitas ion relatif. Batas pengukuran menggunakan LC-MS/MS adalah sekitar 20 sampai 50 µg/kg (WHO 2002). Analisis lainnya adalah menggunakan ELISA (enzyme-linked immunosorbent assay) yang dapat menghitung cepat adanya antigen dalam sampel. Protein dalam sampel (gambar 2) teradsorpsi ke permukaan inert, biasanya terdiri dari 96-well polystyrene plate. Permukaan dicuci dengan larutan protein spesifik murah (biasanya kasein dari susu bubuk tanpa lemak). Permukaan kemudian diberi perlakuan dengan larutan yang mengandung antibodi primer, antibodi yang melawan protein tujuan. Antibodi tidak terikat dibersihkan dan permukaan diperlakukan dengan larutan yang mengandung antibodi melawan antibodi primer. Antibodi sekunder terikat dengan enzim yang mengkatalisis reaksi yang membentuk produk berwarna. Setelah antibodi sekunder tidak terikat dibersihkan, substrat dari antibodi-enzim terikat ditambahkan. Pembentukan produk (diukur berdasarkan intensitas warna) sebanding dengan konsentrasi protein tujuan dalam sampel (Nelson & Cox 2004).
7
Gambar 2. Gambaran skematik metode ELISA secara umum (diadaptasi dari Nelson & Cox 2004) Morinaga Acrylamide EIA kit memungkinkan penentuan akrilamida secara simultan dengan banyak sampel uji dalam waktu yang singkat (sekitar 4 jam, kecuali ekstraksi sampel). Akrilamida dalam sampel diderivatisasi dengan menggunakan 3-MBA (3-mercaptobenzoic acid) menjadi 3CTBA (3-[(2-carbamoylethyl)thio] benzoic acid) yang secara spesifik dikenali antibodi didalam kit dan tidak akan terjadi reaksi silang dengan akrilamida ataupun 3-MBA. Kit tersebut sensitif dan spesifik untuk senyawa akrilamida dengan limit deteksi 0.9 ng/mL dan kisaran kuantifikasi 3-200 ng/mL. Hasil ELISA berkorelasi tinggi dengan metode konvensional, seperti GC/MS/MS dan LC/MS/MS, serta menunjukkan keakuratan yang memuaskan. Kit tidak menggunakan pelarut organik dan eco-friendly (MIoBS 2011).
2.3 Iradiasi Pangan Iradiasi adalah proses dimana makanan dilewatkan pada sinar gamma atau sinar x dalam suatu ruang. Sinar gamma atau sinar x dengan energi tinggi dapat memecah ikatan kimia, menghancurkan dinding sel dan membran sel, dan memecah rantai DNA. Oleh karena itu, iradiasi dapat dimanfaatkan untuk membunuh kebanyakan bakteri, kapang, dan serangga yang dapat mengkontaminasi makanan. Disamping itu, iradiasi menimbulkan sedikit efek terhadap rasa, tekstur, dan nilai gizi suatu makanan (Omaye 2004). Radiasi pengion telah banyak digunakan untuk meningkatkan sifat fisik, kimia, dan biologi pada bahan atau produk komersial seperti mengendalikan serangga dan organisme patogen dalam makanan segar, dan sterilisasi peralatan medis dan farmasi (Cleland 2006). Riganakos (2010) mengemukakan bahwa radiasi disebut pengion karena energi yang dihasilkan cukup tinggi untuk mengeluarkan elektron dalam atom atau molekul dan mengkonversikannya menjadi partikel bermuatan listrik yang disebut ion. Radiasi pengion dapat berasal dari sumber radiasi yang berbeda, yaitu:
8
a.
Sinar gamma, sinar gamma yang disetujui digunakan untuk iradiasi makanan adalah radionuklida Cobalt-60 (60Co) dan Cessium-137 (137Cs). Kedua sumber radiasi tersebut mempunyai energi sebesar 1,17 dan 1,33 MeV (60Co) dan 0,662 MeV (137Cs).
b.
Elektron beam, maksimum energi tidak melebihi 10 MeV.
c.
Sinar-X atau decelerating rays, maksimum batasan energinya tidak lebih dari 5 MeV.
Iradiasi dapat diaplikasikan untuk mereduksi senyawa toksik. Menurut Ahn et al. (2002) menyatakan bahwa perlakuan iradiasi dapat mereduksi residu nitrit dan N-nitrosamin pada produk sosis. Residu nitrit secara signifikan tereduksi dengan dosis radiasi 30 kGy hingga 40.5% . Nnitrosodimetilamin dalam sosis tereduksi 45.2% dengan dosis radiasi 10 kGy dalam kemasan aerobik sedangkan dalam kemasan vakum tereduksi 43.7% dengan dosis radiasi 30 kGy. Dalam kemasan vakum dan telah disimpan 4 minggu, N-nitrosopirolidin pada sosis tereduksi hingga 51.0% dengan dosis radiasi 30 kGy. Iradiasi dengan dosis tinggi (> 10 kGy) dapat mereduksi karsinogenik N-nitrosamin dan nitrit pada sosis babi selama penyimpanan. Iradiasi tidak hanya dapat meningkatkan kualitas pangan dengan memperpanjang umur simpannya, tetapi juga dapat mengurangi senyawa toksik dalam pangan. Sosis yang terbuat dari ayam dan babi mengandung furan sebesar 9.4 ng/g. Perlakuan dosis radiasi dari 0 hingga 1 kGy terhadap sosis tersebut mereduksi furan menjadi 7.4 ng/g. Perlakuan dosis 5 kGy, masih terkandung furan 6.4 ng/g (Fan & Mastovska 2006). Status litbang tentang penggunaan iradiasi untuk pangan olahan siap saji di Indonesia dikemukakan oleh Tanhindarto dan Irawati (2010). Perkembangan 5 tahun terakhir hasil litbang pangan siap saji iradiasi antara lain pepes ikan, pepes ayam, rendang daging sapi, dan bandeng asap telah memberikan potensi, peluang, dan tantangan dalam diversifikasi pengembangan makanan olahan siap saji. Dalam perspektifnya, pangan siap saji iradiasi menerapkan standar proses iradiasi pada pangan siap saji secara benar dan terkontrol sehingga dapat memperpanjang masa simpan produk tersebut dan dapat dikonsumsi dengan aman tanpa menurunkan secara nyata kualitas rasa dan aroma. Penggunaan iradiasi dapat diaplikasikan pada produk pangan hingga dosis 65 kGy dengan tujuan tertentu dan jenis pangan tertentu sesuai dengan Permenkes No. 701/Menkes/Per/VIII/2009.
2.4 Upaya Mereduksi Akrilamida dalam Pangan 2.4.1 Reduksi akrilamida dengan hidrokoloid Zeng et al. (2010) meneliti tentang aktivitas hidrokoloid sebagai inhibitor formasi akrilamida dalam sistem model dan fried potato strips. Penelitiannya menguji efek delapan hidrokoloid terhadap terbentuknya AA. Pada model kimia yang dilakukan Zeng et al. (2010), pada konsentrasi 2%, agar, gum carob, karagenan, gelatin, dan HDP (Hydroxypropyl Distarch Phosphate) tidak menunjukkan efek signifikan terhadap jumlah AA dibandingkan dengan kontrol. Gum xanthan dapat mereduksi terbentuknya AA hingga 20%. Asam alginat dan pektin lebih dari 50% mereduksi AA yang terbentuk, tapi aktifitas kedua hidrokoloid tersebut tidak berbeda nyata (P < 0.05). Penambahan kedelapan hidrokoloid tersebut ke dalam model cracker hingga 2.5% (w/w) tidak
9
menunjukkan efek signifikan dapat mereduksi akrilamida. Namun penambahan kedelapan hidrokoloid sebesar 5%, kecuali gelatin, secara signifikan dapat mereduksi akrilamida yang terbentuk. Pektin 5% paling efektif diantara kedelapan hidrokoloid tersebut, yaitu mereduksi akrilamida hingga 43%.
2.4.2 Reduksi akrilamida dengan enzim Penggunaan asparaginase dapat mereduksi senyawa akrilamida dalam produk French fries. Perendaman potato strip yang telah di blansir, ke dalam larutan asparaginase 10000 ASNU/l menghambat terbentuknya akrilamida hingga 62% (Pedreschi et al. 2008). Anese et al. (2011) mengaplikasikan penambahan enzim asparaginase di industri biskuit. Hasilnya menunjukkan bahwa konsentrasi asparaginase 500 U/kg yang dikombinasikan dengan waktu dan suhu terendah proses inkubasi, efektif dapat mereduksi formasi akrilamida dalam short dough biskuit tanpa menyimpangkan warna pada produk akhir.
2.4.3 Reduksi akrilamida dengan vitamin dan antioksidan Zeng et al. (2009) melakukan riset pangaruh vitamin terhadap terbentuknya akrilamida. Hasilnya menunjukkan vitamin B6 (pyridoxine monohydrochloride) dan vitamin B3 (nicotinic acid) mereduksi terbentuknya akrilamida pada fried potato strips hingga 35% dan 50%. Vitamin B merupakan inhibitor terbentuknya akrilamida efektif, namun tidak semua antioksidan vitamin B menunjukkan efek inhibitor signifikan. Vitamin C (L-ascorbic acid) tidak menunjukkan aktivitas inhibisinya pada kentang goreng, reduksi akrilamida hanya 11%. Vitamin C mereduksi akrilamida dalam model kimia hingga 50%, namun inhibisinya tidak signifikan ketika diterapkan pada kentang yang digoreng. Sistein efektif mereduksi akrilamida dengan persentase reduksi hingga 60%. Namun, perlakuan sistein menyebabkan warna lebih terang dibandingkan dengan kontrol. Sistein cukup dikenal sebagai inhibitor kuat dalam formasi akrilamida. Dari pandangan mekanistik, sistein berperan sebagai nucleofili yang dapat bereaksi dengan prekursor akrilamida atau dengan akrilamida membentuk produk intermediet atau produk final yang stabil sehingga menyebabkan penurunan jumlah akrilamida suatu sistem. Akrilamida dapat terreduksi dengan penambahan antioksidan AOB (antioxidant of bamboo leaves) atau EGT (extract of green tea) yang dicampurkan pada terigu dalam pembuatan fried bread sticks. Fried bread steak yang diberi perlakuan AOB dengan konsentrasi 0.002, 0.01, 0.1, 1, 2,5 dan 4.9 g/kg terigu menunjukkan reduksi akrilamida dengan persentase masing-masing 8.5%, 38.4%, 66.4%, 82.9%, 63.0%, dan 29.9%. Sama halnya dengan perlakuan EGT dengan konsentrasi yang sama dapat mereduksi akrilamida masing-masing 25.1%, 45.7%, 72.5%, 46.1%, 25.3%, dan 6.0%. Kandungan akrilamida baik pada perlakuan AOB maupun EGT menunjukkan perbedaan signifikan dibandingkan dengan kontrol (p<0.01) (Zhang & Zhang 2007).
10
2.4.4 Reduksi akrilamida dengan modifikasi proses Pedreschi et al. (2004) melaporkan bahwa akrilamida pada keripik kentang dapat terreduksi hingga 38% melalui pencucian dalam air. Pencucian menurunkan kadar glukosa kentang slice hingga 32%, namun kadar asparaginnya konstan pada 9.95 ± 0.99 g/kg basis kering, dimana glukosa, khususnya gula pereduksi, dan asparagin, merupakan prekursor terbentuknya akrilamida. Pencelupan asam sitrat 20 g/l mengurangi akrilamida hingga 70% pada suhu penggorengan 150 °C. Namun pada penelitiannya, penggorengan pada 170 °C dan 190 °C slice kentang yang telah dicelupkan kedalam asam sitrat tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (P < 0.05) dengan control (tanpa perlakuan pencelupan). Ia menyatakan tidak ada pengurangan asparagin bebas dan glukosa signifikan yang dapat menjelaskan pengurangan signifikan akrilamida yang dicelupkan pada asam sitrat dan digoreng pada suhu 150 °C karena tidak ada perbedaan yang signifikan antara pencelupan dalam asam sitrat dengan slice kentang tanpa perlakuan. Blansir efektif mengurangi glukosa dan asparagin dalam slice kentang hingga 76% dan 68% dibandingkan dengan kontrol (tanpa blansir). Lamanya perlakuan waktu blansir seperti blansir pada 50 °C selama 70 menit dan pada 70 °C selama 40 menit mengurangi terbentuknya akrilamida (18 dan 60 µg/kg). Kedua perlakuan tersebut, bahkan suhu penggorengan 190 °C, menunjukkan kadar akrilamida yang rendah, 28 dan 116 µg/kg. Reduksi glukosa dan asparagin dengan blansir slice kentang pada 50 °C selama 70 menit dan 70 °C selama 40 menit secara drastis mereduksi akrilamida sebesar 97% dan 91% dibandingkan dengan kontrol. Blansir umumnya mereduksi glukosa dan asparagin pada slice kentang lebih banyak dibandingkan dengan perlakuan pencucian air sehingga terbentuknya akrilamida pada produk akhir menjadi lebih rendah (Pedreschi et al. 2004). Pada riset yang dilakukan Mestdagh et al. (2008), ditemukan bahwa blansir dapat mengurangi gula pereduksi. Semakin bertambah suhu dan waktu blansir, semakin menurun kandungan gula pereduksi pada potato strips. Reduksi terbesar adalah pada suhu 80 °C selama 30 menit dengan pengurangannya mencapai 67%. Akrilamida dapat tereduksi seiring dengan bertambahnya suhu dan waktu blansir pada Friend fries, dibandingkan dengan tanpa blansir. Maksimum reduksi hingga 81% yaitu pada suhu 86 °C selama 20 menit. Untuk meminimalkan terbentuknya akrilamida pada friench fries, blansir pada suhu sekitar 70-80 °C dalam waktu sekitar 10 menit tampaknya lebih efesien untuk mengekstrak fraksi penting gula pereduksi dari potato strip, dibandingkan dengan blansir pada suhu yang lebih rendah yang membutuhkan waktu lebih lama. Blansir pada suhu 70 °C selama sekitar 10-15 menit menurunkan akrilamida pada french fries dan keripik kentang hingga 65% dan 96%. Vacuum frying dapat mereduksi akrilamida. Dibandingkan dengan penggorengan biasa, vacuum frying mereduksi akrilamida secara drastis hingga 94%. Kombinasi suhu minyak dan waktu menggoreng juga berpengaruh signifikan terhadap terbentuknya akrilamida pada keripik kentang (Granda et al. 2004).
11
2.4.5 Reduksi akrilamida dengan rekayasa genetika Pemilihan jenis kentang untuk keripik kentang juga berpengaruh terhadap terbentuknya akrilamida. Keripik kentang dari jenis kentang yang berbeda mempunyai kandungan akrilamida yang berbeda pula. Oleh karena itu, pemilihan kentang jenis yang rendah gula pereduksi baik dilakukan untuk mengurangi akrilamida dalam keripik kentang (Granda et al. 2004).
2.4.6 Reduksi akrilamida dengan iradiasi Kentang yang disimpan pada suhu 4 °C meningkatkan kandungan gula pereduksi dan akrilamida pada keripik kentang dibandingkan dengan penyimpanan pada suhu 14 °C, baik pada kentang yang tanpa atau dengan iradiasi. Iradiasi dan penyimpanan kentang pada suhu 14 °C selama 6 bulan menunjukkan pengurangan gula pereduksi 10.7% pada kentang dan pengurangan akrilamida 8.41% pada keripik kentang, dibandingkan dengan kontrol, kentang tanpa iradiasi (Mulla et al. 2011). Perlakuan iradiasi dengan mudah mereduksi akrilamida dalam air. Meningkatnya dosis dari 0 hingga 1.5 kGy, kandungan akrilamida dalam air menurun dari 1000 ng/ml menjadi 20 ng/ml, reduksi 98%. Dalam minyak, iradiasi berpengaruh kecil terhadap akrilamida. Bahkan hingga dosis 10 kGy, hanya 5% akrilamida yang terreduksi. Hasil tersebut menunjukkan bahwa iradiasi tidak efektif untuk sistem minyak (Fan & Mastovska 2006). Fan & Mastovska (2006) juga mengamati pengaruh iradiasi terhadap keripik kentang. Berdasarkan hasil pengamatannya, iradiasi bahkan hingga dosis 10 kGy tidak menunjukkan reduksi akrilamida secara signifikan. Ketika air ditambahkan pada keripik tersebut, iradiasi dapat mereduksi akrilamida sekitar 15%. Dari hasil tersebut mengindikasikan bahwa iradiasi efektif mereduksi pangan yang mengandung banyak air. Pada pangan yang mengandung sedikit air, iradiasi menimbulkan efek yang kecil terhadap akrilamida, walaupun secara signifikan tidak menimbulkan efek perubahan warna dan nutrisinya.
12
III.
METODOLOGI
3.1 Alat dan Bahan 3.1.1
Alat
Alat yang digunakan pada analisis proksimat adalah cawan alumunium, oven, desikator, timbangan analitik, cawan porselen, tanur listrik, labu Kjehdahl, pemanas Kjehdahl, pengaduk magnetik, alat destiasi, erlenmeyer, pipet tetes, kertas saring, alat ekstraksi soxhlet, labu lemak, kapas bebas lemak, gelas piala, pendingin balik, penangas air, buret, hot plate, gelas ukur, labu takar, mortar, dan gelas piala. Iradiasi pangan dilakukan dengan alat Iradiator Karet Alam (IRKA) BATAN sebagai sumber iradiasi sinar gamma
60
Co. Pengolahan bahan baku menggunakan alat:
deep fat fryer, spinner, plastik pengemas polietilen (PE), alat pengemas, pisau, dan slicer. Alat yang digunakan dalam analisis akrilamida adalah seperangkat alat dalam Elisa Kit, timbangan, homogenizer, pipet volumetrik, alat sentrifusa, mikropipet, filter syringe, SPE-catridge, vortex, dan microplate reader. Analisis sensori menggunakan alat: booth, nampan, plastik klip, ballpoint, dan label.
3.1.2
Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari bahan-bahan untuk analisis produk, pengolahan bahan baku, analisis akrilamida, dan anlisis sensori. Bahan yang digunakan pada analisis produk adalah keripik pisang, K 2 SO 4 , HgO, H 2 SO 4 , H 2 BO 3 , metilen blue & red, phenolftalein,HCl, heksana, alkohol, NaOH, air destilata, asam asetat glasial (CH 3 COOH), kloroform (CHCl 3 ), KI, sodium tiosulfat (Na 2 S 2 O 3 ), K 2 Cr 2 O 7 , dan pati. Bahan yang digunakan dalam analisis akrilamida adalah keripik pisang, seperangkat bahan dalam Elisa Kit (detail bahan dipaparkan pada persiapan reagen analisis akrilamida), air destilata, dan methanol. Analisis sensori menggunakan bahan keripik pisang dan air mineral.
3.2 Metode 3.2.1
Pengolahan Bahan
Bagan prosedur proses pengolahan keripik pisang dari buah pisang disajikan pada gambar 3. Buah pisang yang sudah tua dan masih mentah dikupas kulitnya lalu diiris/slice dengan menggunakan slicer yang telah diatur skrupnya. Bentuk, diameter, dan tebalnya diseragamkan. Bentuknya bulat, diameter diseragamkan sesuai dengan diameter bagian tengah pisang (ujung atas dan bawah dipotong), dan tebalnya (d) 3 ± 0.5 mm. Irisan buah pisang mentah direndam air dan digoreng pada suhu 180 oC selama 9 menit. Keripik pisang ditiriskan terlebih dahulu 1 menit kemudian dilakukan proses spinning selama 2 menit. Setelah itu, keripik pisang dikemas vakum dalam kemasan PET dan siap diiradiasi.
13
Buah Pisang ↓ Pengupasan dan pembersihan ↓ Pengirisan, ketebalan (d) 3±0.5 mm ↓ Penggorengan, T 180 oC, t 9 menit ↓ Penirisan, spinning 2 menit ↓ Pengemasan ↓ Keripik Pisang
Gambar 3. Diagram alir pembuatan keripik pisang 3.2.2
Perlakuan dan Rancangan Percobaan
Setelah dikemas vakum dan ditimbang dengan berat 100 g, sampel diletakkan pada posisi jarak yang sudah di dosimetri. Sampel siap diiradiasi dengan sinar gamma dengan dosis yang telah ditentukan. Rancangan percobaan yang digunakan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan dua ulangan untuk analisis TBA, tiga ulangan untuk analisis proksimat, akrilamida, dan warna, serta lima ulangan untuk analisis tekstur. Faktor yang akan dipelajari adalah faktor A (dosis radiasi). Dosis radiasi yang diterapkan adalah 0, 5, 10, 15, dan 25 kGy. Model linier rancangan acak lengkap (Matjik & Sumertajaya 2013): y ij = μ + x i + ɛ ij i = 1, 2, ..., t j = 1, 2, .., r i Keterangan : y ij = Variabel respon yang diukur μ = rata-rata umum x i = efek dosis radiasi ke-i ɛ ij = pengaruh unit eksperimen karena perlakuan taraf ke-i faktor x t = jumlah perlakuan r i = banyaknya ulangan dari perlakuan ke-i Data dievaluasi dengan menggunakan ANOVA (Analysis of Variance) untuk menunjukkan perbedaan yang signifikan diantara kelima sampel. Pembuktian adanya perbedaan yang signifikan diantara kelima sampel dilakukan uji Duncan dengan taraf kepercayaan 0.05.
14
3.2.3
Analisis Kimia Produk
3.2.3.1 Analisis proksimat a.
Analisis kadar air (SNI 01-2891-1992) Cawan alumunium dikeringkan di dalam oven pada suhu 105 oC selama 15 menit
kemudian diletakkan di dalam desikator, didinginkan dan ditimbang. Sampel sebanyak 2 gram diletakkan pada cawan tersebut lalu dikeringkan di dalam oven pada suhu 105 oC selama 3 jam. Kemudian cawan berisi sampel dipindahkan ke dalam desikator, didinginkan, dan ditimbang hingga tercapai bobot tetap. Berikut ini adalah rumus perhitungan kadar air: 𝑊 − (𝑊1 − 𝑊2) 𝑥 100% 𝑊 𝑊 − (𝑊1 − 𝑊2) 𝑥 100% 𝐾𝑎 (𝑏𝑘) = 𝑊1 − 𝑊2 𝐾𝑎 (𝑏𝑏) =
Keterangan:
Ka (bb) = Kadar air sampel basis basah (%) Ka (bk) = Kadar air sampel basis kering (%) W = Bobot sampel (gram) W1 = Bobot cawan dan sampel yang dikeringkan (gram) W2 = Bobot cawan kering (gram)
b.
Analisis kadar abu (SNI 01-2891-1992) Cawan porselen dikeringkan di dalam oven pada suhu 105 oC selama 15 menit
kemudian diletakkan di dalam desikator, didinginkan dan ditimbang. Sampel sebanyak 2 gram diletakkan pada cawan tersebut lalu diabukan di dalam tanur listrik selama 6 jam. Kemudian cawan berisi sampel dipindahkan ke dalam desikator, didinginkan, dan ditimbang hingga tercapai bobot tetap. Berikut ini adalah rumus perhitungan kadar abu: 𝑊1 − 𝑊2 𝑥 100% 𝑊 𝐾𝑏 (𝑏𝑏) 𝑥 100% 𝐾𝑏 (𝑏𝑘) = 100 − 𝐾𝑎 (𝑏𝑏) 𝐾𝑏 (𝑏𝑏) =
Keterangan:
Kb (bb) = Kadar abu sampel basis basah (%) Kb (bk) = Kadar abu sampel basis kering (%) Ka (bb) = Kadar air sampel basis basah (%) W = Bobot sampel (gram) W1 = Bobot cawan porselen dan sampel yang diabukan (gram) W2 = Bobot cawan porselen kering (gram)
15
c.
Analisis kadar protein metode Kjeldahl (AOAC 960.52 yang dimodifikasi) Sebanyak 0.2 gram sampel yang telah digerus dan homogen dimasukkan ke labu
Kjeldahl serta ditambahkan 1±0.1 gram K 2 SO 4 , 40±10 miligram HgO, dan 2±0.1 ml H 2 SO 4 . Labu yang berisi bahan dan pereaksi tersebut didestruksi hingga berwarna jernih, lalu didinginkan. Hasil destruksi didestilasi. Destilat ditampung pada Erlenmeyer yang berisi 5 ml H 3 BO 3 dan 2-4 tetes indikator metilen red-metilen blue (pipa pengeluaran destilat terendam larutan tersebut) hingga didapat 50 ml destilat. Destilat tersebut dititrasi dengan HCl 0.02 N. Blanko diperlakukan sama dengan sampel, namun tanpa sampel. Kadar protein dihitung berdasarkan rumus: %𝑁 =
(𝑉𝑠 − 𝑉𝑏)𝑥 𝑁 𝐻𝐶𝑙 𝑥 14.0067 𝑥 100% 𝑊𝑠 𝐾𝑃𝐾 (𝑏𝑏) = %𝑁 𝑥 𝐹𝐾
𝐾𝑃𝐾 (𝑏𝑘) =
Keterangan:
𝐾𝑃𝐾 (𝑏𝑏) 𝑥 100% 100 − 𝐾𝑎 (𝑏𝑏)
%N = Persentase nitrogen Vs = Volume HCl untuk titrasi destilat sampel (ml) Vb = Volume HCl untuk titrasi destilat blanko (ml) N HCl = Normalitas HCl yang digunakan untuk titrasi (N) Ws = Bobot sampel (gram) KPK (bb) = Kadar protein kasar bobot basah (%) KPK (bk) = Kadar protein kasar bobot kering (%) Ka (bb) = Kadar air sampel bobot basah (%)
d.
Analisis kadar lemak metode soxhlet (SNI 01-2891-1992)
Labu lemak dikeringkan dalam oven dengan suhu 105 oC selama 15 menit kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang (W2). Sampel sebanyak 2 gram (W0) dimasukkan ke dalam selongsong kertas saring yang dialasi dengan kapas. Selongsong kertas saring tersebut dimasukkan ke dalam alat soxhlet yang telah dihubungkan ke labu lemak. Ekstraksi lemak dengan pelarut heksana dilakukan selama 6 jam. Selanjutnya dilakukan penyulingan heksana dan pengeringan ekstrak lemak pada oven bersuhu 105 o
C. Labu lemak beserta hasil ekstraksi lemaknya didinginkan pada desikator dan
ditimbang (W1). 𝑊1 − 𝑊2 × 100% 𝑊 𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑙𝑒𝑚𝑎𝑘 (𝑏𝑏) × 100% 𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑙𝑒𝑚𝑎𝑘 𝑏𝑎𝑠𝑖𝑠 𝑘𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔 (%) = 100 − 𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑎𝑖𝑟(𝑏𝑏) 𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑙𝑒𝑚𝑎𝑘 𝑏𝑎𝑠𝑖𝑠 𝑏𝑎𝑠𝑎ℎ (%) =
e.
Analisis kadar karbohidrat
Kadar karbohidrat dihitung dengan metode by difference, yaitu dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
16
𝐾𝑘 = 100 − (𝐾𝑎 + 𝐾𝑏 + 𝐾𝑝𝑘 + 𝐾𝑙)
Kk = Kadar karbohidrat (%) Ka = Kadar air (%) Kb = Kadar abu (%)
Kpk = Kadar protein kasar (%) Kl = Kadar lemak (%)
3.2.3.2 Analisis akrilamida (MIoBS 2011) Akrilamida dianalisis menggunakan Morinaga Acrylamide EIA Kit yang diproduksi Morinaga Institute of Biological Science, Inc., Jepang. Berikut ini instruksi penggunaan kit tersebut:
a. Persiapan Reagen 1) Ekstraksi Akrilamida Sampel Uji Sampel uji dihomogenisasi terlebih dahulu. Untuk sampel solid, sampel dihancurkan, digerus sampai halus, dan dicampur hingga merata dan benar-benar homogen agar hasilnya dapat dipercaya. Sebanyak 1.00 gram sampel yang telah dohomogenkan dimasukkan ke dalam tabung sentrifugasi 50 ml, kemudian ditambahkan 19 ml air destilata. Sampel dalam tabung tersebut dihomogenisasi/vortex selama 3 menit, lalu disentrifus pada kecepatan 4000 rpm dan suhu 20-30 oC selama 20 menit. Sebanyak 4 ml supernatan hasil sentrifugasi disaring menggunakan kertas saring. Filtrat yang didapat diambil menggunakan disposable syringe. Pada SPE (solid-phase extraction) catridge dilakukan conditioning, yaitu pencucian menggunakan 1 ml metanol (satu kali) dan 1 ml air (dua kali) secara berurut. Selanjutnya, 1 ml filtrat dimasukkan ke dalam SPE catridge (efluen dibiarkan/dibuang). Air destilasi 3 ml dimasukkan dan eluatnya ditampung ke dalam tabung polipropilen, kemudian divortex. Hasil dari tahap ini merupakan eksrak sampel uji.
2) Pengenceran Standar Akrilamida Pada pembuatan kurva standar ELISA kit, digunakan standar akrilamida 500 ng/ml [B] dengan serial faktor pengenceran sama dengan tiga. Konsentrasi standar akrilamida tersebut meliputi 500.00, 167.00, 55.60, 18.50, 6.17, 2.06, 0.69, dan 0.00 ng/ml. Larutan pengencer yang digunakan dalam pembuatan konsentrasi tersebut adalah air destilata. Masing-masing konsentrasi memiliki volume sebanyak 600 μl.
17
Tabel 3. Pengenceran standar akrilamida Konsentrasi akrilamida (ng/ml) 500 Standar akrilamida (µl)
55.6
18.5
6.17
2.06
0.69
0
400
400
400
400
400
400
400
200
200
200
200
200
200
600
600
600
600
600
600
600
Air destilasi (µl)
Volume total (µl)
167
600
400
3) Larutan 3-MBA Seluruh 3-MBA [C] yang tersedia pada kit dilarutkan ke dalam 1 ml larutan natrium hidroksida 1 N [D] (vortex), untuk membuat larutan 48 mg/ml (berwarna kuning cerah). Larutan digunakan segera.
4) Washing Buffer Sebanyak 50 ml washing buffer [J] diencerkan hingga volume totalnya 1 L. Larutan pengencer yang digunakan adalah air destilata dengan faktor pengenceran 20.
5) Komponen lainnya Komponen dibawah ini siap digunakan: [A] 3-CTBA-coated Microplate Module [E] Rabbit Anti-3-CTBA Antibody [F] Enzyme-conjugated Goat Anti-rabbit IgG Antibody [G] Enzyme Substrate (TMB Solution) [H] Stopping Solution (1 N Sulfuric Acid) [I] Sample Dilution Buffer
b. Prosedur ELISA kit Kit disimpan didalam refrigerator (2-8 °C) hingga digunakan. Setelah kemasan kit dibuka, setiap komponen disimpan pada suhu tersebut untuk mencegah kondensasi yang dapat membasahi komponen didalamnya. Setelah seal dibuka, Kit segera digunakan. Prosedur ELISA secara ringkas dalam bentuk diagram alir disajikan pada gambar 4.
18
1)
2)
3)
4)
c
100 µl Standar akrilamida 0-500 ng dan ekstrak sampel ↓ Dimasukkan tabung polipropilen 1.5 ml ↓ Ditambahkan 20 µl 3-MBA 48 mg/ml ↓ Diinkubasi 2 jam 37 °C ↓ Ditambahkan Sample Dilution Buffer [I] 880 µl ↓ 50 µl derivat standar akrilamida dan ekstrak sampel ↓ Dimasukkan microplate ↓ Ditambahkan 50 µl Rabbit Anti-3-CTBA Antibody [E] ↓ Inkubasi 1 jam 20-30 °C ↓ Dicuci buffer pencuci 6 x 300 µl ↓ Ditambahkan 100 µl Enzyme-conjugated Goat Anti-rabbit IgG Antibody [F] ↓ Inkubasi 30 menit 20-30 °C ↓ Dicuci buffer pencuci 6 x 300 µl ↓ Ditambahkan 100 µl Enzyme Substrate [G] ↓ Inkubasi 30 menit 20-30 °C (tempat gelap) ↓ Ditambahkan 100 µl Stopping Solution [H] ↓ Absorbansi diukur pada microplate reader dengan λ primer 450 nm dan λ sekunder 610-650 nm ↓ Dihitung konsentrasi akrilamida sampel Gambar 4. Diagram alir prosedur ELISA kit akrilamida (MIoBS 2011)
1) Reaksi Derivatisasi Akrilamida Ekstrak sampel dan standar akrilamida (0, 0.69, 2.06, 6.17, 18.5, 55.6, 167, 500 ng/ml) dimasukan ke dalam tabung polipropilen sebanyak 100 μl, kemudian ditambahkan 20 μl larutan 3-MBA. Tabung tersebut selanjutnya ditutup rapat dan divortex hingga larutan bercampur rata. Larutan diinkubasi pada suhu 37 oC selama 2 jam. Selama inkubasi akrilamida bereaksi dengan 3-MBA sehingga menghasilkan 3CTBA (3-[(2-carbamoylethyl)thio] benzoic acid). Setelah inkubasi, masing-masing tabung diencerkan menggunakan sample dilution buffer [I] 880 µl sehingga volumenya menjadi 1 ml. Hasil tahap ini adalah sampel terderivatisasi dan siap dimasukkan pada microplate.
19
2) Reaksi Antibodi ke-1 Rangkaian alat 3-CTBA-coated microplate module [A] yang memiliki 8 sumur dipasangkan ke dalam bingkai plat. Sampel terderivatisasi dan derivat standar akrikamida dimasukkan ke dalam sumur sebanyak 50 μl, lalu ditambahkan 50 μl rabbit anti-3-CTBA antibody [E] (antibodi ke-1). Selanjutnya, komponen tersebut dicampur rata dengan menggunakan alat microplate shaker selama 20 detik. Bingkai plat ditutup dengan menggunakan microplate cover, kemudian diinkubasi pada suhu 20-30 oC selama 1 jam. Selama inkubasi, 3-CTBA immobilized pada permukaan module/sumur akan membentuk kompleks dengan antibodi ke-1, yaitu kompleks 3CTBA/rabbit anti-3-CTBA antibody. Apabila terdapat ekstra larutan 3-CTBA dalam sumur bersama-sama dengan antibodi ke-1, 3-CTBA pada permukaan sumur dengan 3-CTBA dalam larutan akan bersaing untuk antibodi, sehingga semakin besar konsentrasi 3-CTBA dalam derivat sampel, semakin sedikit antibodi ke-1 yang berikatan dengan 3-CTBA permukaan sumur.
3) Reaksi Antibodi ke-2 Setelah reaksi dengan antibodi ke-1 selesai, lapisan cairan di dalam sumur dihilangkan dan dicuci dengan menggunakan 300 μl washing buffer sebanyak 6 kali. Setiap kali pencucian, cairan dihilangkan dengan menggunakan clean paper towels. Sebanyak 100 μl enzyme-conjugated goat anti-rabbit IgG antibody [F] (antibodi ke2) dimasukkan ke dalam sumur. Bingkai plat ditutup dengan menggunakan microplate cover, kemudian diinkubasi pada suhu 20-30 oC selama 30 menit. Selama inkubasi, kompleks 3-CTBA/rabbit anti-3-CTBA antibody akan beraksi dengan antibodi ke-2 membentuk kompleks 3-CTBA/rabbit anti-3-CTBA antibody/enzymeconjugated Goat Anti-rabbit IgG Antibody.
4) Reaksi Enzim Setelah reaksi dengan antibodi ke-2 selesai, lapisan cairan di dalam sumur dibuang dan dicuci dengan menggunakan 300 μl washing buffer sebanyak 6 kali. Setiap kali pencucian, cairan dihilangkan dengan menggunakan tumpukan clean paper towels. Selanjutnya, dengan segera 100 μl larutan TBM (substrat enzim) [G] dimasukkan ke dalam masing-masing sumur. Bingkai plat ditutup dengan menggunakan microplate cover, kemudian diinkubasi pada suhu 20-30 oC selama 30 menit. Selama inkubasi, enzim akan terikat pada permukaan sumur sehingga membentuk warna biru. Setelah inkubasi, sebanyak 100 μl larutan penghenti reaksi (asam sulfat 1 N) [H] ditambahkan ke dalamnya sehingga warnanya akan berubah menjadi kuning. Segera absorbansinya diukur (tidak melewati 30 menit setelah reaksi enzim berhenti) pada panjang gelombang primer 450 nm dan pada panjang gelombang sekunder 610-650 nm dengan menggunakan microplate reader.
20
c. Perhitungan Konsentrasi Akrilamida Sampel Kalkulasi konsentasi akrilamida sampel diawali dengan menghitung nilai A/Ao dari standar akrilamida maupun dari ekstak akrilamida sampel. Setelah itu dibuat kurva standar akrilamida menggunakan 4-parameter curve fit (cubic regression), dengan konsentrasi standar akrilamida sebagai sumbu x (ng/ml) dan A/Ao sebagai sumbu y. Konsentrasi akrilamida dalam ekstrak akrilamida sampel didapatkan dengan interpolasi terhadap persamaan regresi kurva standar. Selanjutnya, konsentrasi akrilamida sampel didapatkan dengan mengalikan konsentrasi akrilamida dalam ekstak akrilamida sampel dengan faktor pengencerannya. 𝐴/𝐴𝑜 =
𝐴𝑠 𝐴𝑜
A/Ao = [(a-d)/{1+(X/c)^b}]+d (fungsi 4-parameter logistic) [AAs] = Xs x 20 x 3 Ket : As = Absorbansi standar akrilamida ataupun ekstrak sampel Ao = Absorbansi standar akrilamida dengan konsentrasi akrilamida 0 ng/ml A/Ao = Rasio absorbansi a, b, c, d = konstanta Xs = Konsentrasi akrilamida dalam ekstrak sampel [AAs] = Konsentrasi akrilamida sampel
3.2.3.3 Analisis TBA (Thiobarbituric acid) metode Tarladgis et al. (1960) a.
Persiapan reagent Sebanyak 0.2883 g TBA powder direaksikan dengan asam asetat glasial 90 % di atas
penangas untuk membuat pereaksi TBA 0.02 M. Sedangkan untuk membuat HCl 4 N, sebanyak 33.44 ml HCl 37 % diencerkan dengan air destilata hingga 100 ml.
b.
Prosedur Sebanyak 10 g bahan yang telah digerus dan homogen dimasukkan ke dalam
Erlenmeyer kemudian ditambahkan air destilata sebanyak 97.5 ml dan HCl 4 N sebanyak 2.5 ml. Rangkai Erlenmeyer yang berisi bahan dan pereaksi tersebut ke rangkaian destilasi. Destilasi dilakukan selama ± 10 menit hingga didapat destilat sebanyak 50 ml. Homogenkan destilat. Sebanyak 5 ml destilat dimasukkan ke dalam tabung reaksi bertutup, ditambahkan pereaksi TBA sebanyak 5 ml dan divortex. Tabung reaksi tersebut dipanaskan pada air mendidih selama 35 menit. Blangko air destilata diperlakukan sama dengan destilat sampel. Setelah dipanaskan, sampel didinginkan dalam air mengalir, lalu absorbansinya diukur pada panjang gelombang 528 nm. Berikut ini adalah rumus perhitungan bilangan TBA sampel:
21
𝐵𝑖𝑙. 𝑇𝐵𝐴 =
Keterangan:
𝐴 𝑥 78 𝑊𝑠
Bil. TBA = Bilangan Thiobarbituric Acid (mg malonaldehida/kg sampel) Ws = Bobot sampel (gram)
3.2.4
Analisis Fisik Produk
3.2.4.1 Analisis warna dengan Chromameter Chromameter adalah suatu alat yang digunakan untuk analisis warna secara tristimulus untuk mengukur warna yang dipantulkan oleh suatu permukaan. Skala yang digunakan dalam mengukur warna keripik pisang setelah iradiasi adalah skala L*, a*, b* (CIE 1976). Chromameter yang digunakan adalah Chromameter Konica Minolta CR-310. Sebelum mengukur sampel, chromameter dikalibrasi terlebih dahulu dengan nilai Y, x, dan y pada penutup plat kalibrasi. Setelah dikalibrasi, sampel diukur warnanya di tiga titik permukaan. Data L* a* b* diolah dan dihitung nilai ∆E, Hue, dan Saturration Index (SI) sampel dengan rumus sebagai berikut (Hutchings 1999): ∆E = �(𝐿 ∗ ₀ − 𝐿 ∗)² + (𝑎 ∗ ₀ − 𝑎 ∗)² + (𝑏 ∗ ₀ − 𝑏 ∗)² 𝐻𝑢𝑒 = arctan �
∆E = perubahan total warna
𝑏∗ � 𝑎∗
𝑆𝐼 = �(𝑎 ∗2 + 𝑏 ∗2 )
L*₀, a*₀, b*₀ = nilai L*, a*, dan b* kontrol L*, a*, b* = nilai L*, a*, dan b* sampel SI = Saturation index atau nilai chroma (C)
3.2.4.2 Analisis tekstur dengan TA (Segnini et al. 1999 yang dimodifikasi) Prinsip dari pengukuran ini adalah dengan memberikan gaya tekan pada bahan dengan besaran tertentu sehingga profil tekstur bahan dapat diukur. Probe yang digunakan untuk mengukur tekstur keripik pisang adalah probe ¼ inch ball. Setelah pemasangan probe pada alat, contoh diletakkan di atas meja uji dan kemudian texture analyzer dinyalakan. Pengukuran dilakukan pada suhu ruang. Data akan divisualisasikan dalam bentuk grafik dengan menggunakan program dari komputer yang terhubung pada alat texture analyzer sehingga dapat dilakukan pengolahan data. Data yang diperoleh adalah data kekerasan produk keripik pisang yang ditunjukkan pada grafik, yaitu nilai atau titik puncak (gaya) maksimum pada tekanan pertama. Berikut ini setting program untuk keripik pisang: Pre test speed 2 mm/s
Distance 5 mm
Rupture test dist 1 mm
Test speed 1 mm/s
Force 100 g
Count 5
Post test speed 10 mm/s
Time 5.00 sec
22
3.2.5
Analisis Sensori Produk (Setyaningsih et al. 2010) Analisis sensori dilakukan untuk mengetahui penerimaan konsumen terhadap keripik
pisang yang telah diberi perlakuan iradiasi sinar gamma. Panelis diminta untuk menilai keseluruhan atribut sensori (overall) baik rasa, warna, tekstur, maupun aroma. Analisis yang dilakukan adalah uji kesukaan pada 70 panelis untuk mengetahui seberapa besar penerimaan konsumen terhadap produk. Skala yang dipakai adalah skala garis. Pengolahan data dilakukan dengan SPSS 16.0 dan dianalisis dengan uji ANOVA dengan uji Duncan sebagai uji lanjutan.
23
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Pengolahan dan Perlakuan Iradiasi Keripik Pisang Pisang ambon (Musa paradisiaca L.) diolah menjadi keripik pisang sesuai dengan metode, pisang dikupas, diiris, digoreng, ditiriskan, dan dikemas. Pisang yang diolah dipilih yang masih mentah tetapi sudah tua, atau, menurut Prabawati et al. (2009), memiliki tingkat kematangan 80%. Pisang tersebut diiris dengan menggunakan alat slicer yang diatur ketebalannya sebesar 3 ± 0.5 mm. Setelah diiris, slice pisang diletakkan pada blanket (kawat) seperti pada gambar 5.
Gambar 5. Slice pisang diletakkan pada blanket Penggunaan blanket tersebut dilakukan agar transfer panas dari minyak seragam ke dalam produk dan keripik pisang tidak saling menempel. Blanket lalu diletakkan ke dalam deep fat fryer hingga bagian atas tercelup dalam minyak bersuhu 180 oC. Penggorengan dilakukan dalam waktu 9 menit. Setelah itu blanket diangkat dan ditiriskan. Keripik pisang dimasukkan ke dalam spinner untuk mengefisienkan penirisan. Spinning dilakukan selama 2 menit. Sebelum dikemas, keripik pisang dihomogenkan terlebih dahulu untuk menghindari bias. Keripik pisang kemudian dikemas vakum dalam plastik polietilen (PE) dan siap diiradiasi. Keripik pisang yang telah dikemas diiradiasi dengan IRKA (iradiasi karet alam) dengan dosis 0, 5, 10, 15, dan 25 kGy. Sebelum iradiasi, dilakukan dosimetri terlebih dahulu untuk menentukan area yang sesuai dengan dosis yang diinginkan. Setelah keripik pisang ambon diiradiasi, dilakukan analisis akrilamida untuk mengamati pengaruh iradiasi terhadap senyawa akrilamida yang terbentuk, analisis proksimat dan analisis fisik (warna dan tekstur) untuk mengetahui perubahan kimia dan fisik keripik pisang setelah diiradiasi, serta analisis sensori untuk mengetahui penerimaan atau kesukaan konsumen terhadap keripik pisang yang telah diiradiasi.
4.2 Analisis Akrilamida Keripik Pisang Iradiasi Akrilamida dianalisis menggunakan ELISA kit. Setelah didapat pembacaan absorbansi microplate pada microplate reader, data standar akrilamida kemudian diolah dan diperoleh grafik 4-parameter logistic standar akrilamida pada lampiran 6. Kadar akrilamida dalam larutan dapat dihitung berdasarkan persamaan kurva sehingga kadar akrilamida dalam sampel dapat dihitung. Berdasarkan analisis akrilamida menggunakan ELISA kit, keripik pisang kontrol atau tanpa iradiasi mengandung akrilamida sebesar 506.34 ng/g, sedangkan TDI akrilamida menyebabkan kanker sebesar 2.6-16 µg/kg berat badan/hari sehingga batas konsumsi keripik pisang (tanpa
24
iradiasi atau tanpa upaya mereduksi akrilamida) yang masih ditoleransi belum menimbulkan kanker adalah 5.14-31.60 g keripik pisang/kg berat badan/hari atau 256.74-1579.97 gram konsumsi keripik pisang per hari untuk seseorang yang mempunyai berat badan 50 kg. Jumlah konsumsi keripik pisang yang ditoleransi tentu akan lebih besar apabila dilakukan upaya mengurangi akrilamida. Analisis akrilamida menunjukkan jumlah akrilamida pada keripik pisang dapat tereduksi oleh iradiasi. Jumlah reduksinya berkorelasi positif, yaitu semakin besar dosis radiasi yang diaplikasikan, maka akan semakin besar jumlah akrilamida yang tereduksi. Tabel 4. Kadar akrilamida dan persentase reduksi akrilamida keripik pisang setiap perlakuan Dosis radiasi (kGy)
Kadar akrilamida (ng/g)
Persentase reduksi (%)
0 5 10 15 25
506.34 455.99 373.66 294.34 130.78
0.00 9.95 26.20 41.87 74.17
Tabel 4 menunjukkan kadar akrilamida setiap perlakuan iradiasi, dapat dilihat bahwa kadar akrilamida menurun seiring dengan bertambahnya dosis perlakuan. Keripik pisang setelah diiradiasi dengan dosis 5, 10, 15 dan 20 kGy mengalami penurunan jumlah akrilamida dari 506.34 ng/g masing-masing menjadi 455.99 ng/g, 373.66 ng/g, 294.34 ng/g, dan 130.78 ng/g. Iradiasi
Kadar akrilamida (ng/g)
cukup menimbulkan efek reduksi akrilamida terhadap keripik pisang. 600 500 400 300 200 100 0
y = -15.327x + 520.82 R² = 0.9949 0
5
10 15 20 Dosis Radiasi (kGy)
25
30
Gambar 6. Grafik hubungan dosis radiasi dan kadar akrilamida keripik pisang Tabel disajikan dalam bentuk grafik pada gambar 6, dosis radiasi berkorelasi negatif dengan kadar akrilamida keripik pisang, semakin besar dosis perlakuan, maka jumlah akrilamida semakin berkurang, dan didapat persamaan regresi grafik y = -15.32x + 520.8. Dalam mereduksi akrilamida dengan iradiasi hingga jumlah yang efektif, lebih dari 50% terreduksi, diperlukan dosis radiasi yang lebih besar, yaitu lebih dari 15 kGy. Fan dan Mastovska (2006) tidak melihat adanya reduksi akrilamida secara signifikan pada keripik kentang yang diiradiasi. Iradiasi juga hanya mereduksi akrilamida 5% pada minyak dengan dosis hingga 10 kGy. Reduksi akrilamida pada produk kering tidak efektif dengan iradiasi dibandingkan dengan pangan yang mengandung air (Urbain 1986).
25
Namun pada penelitian ini, akrilamida pada keripik pisang cukup efektif mereduksi akrilamida hingga 26.20% dengan dosis radiasi 10 kGy. Keripik pisang memiliki kandungan lemak cukup tinggi, mencapai 41.59%. Perlakuan iradiasi dapat mereduksi akrilamida pada keripik pisang dimungkinkan karena kandungan lemak tersebut dan keripik pisang masih mengandung air. Seperti yang telah diutarakan Fan & Mastovska (2006), akrilamida dalam air dapat terreduksi 98% dan dalam minyak hanya 5% reduksi hingga dosis 10 kGy. Senyawa radikal dan molekul baru dapat terbentuk pada produk yang diiradiasi dan memungkinkan terjadi reaksi kimia lanjutan. Molekul tersebut dapat bereaksi dengan sesamanya atau dengan molekul lain (Urbain 1986). Akrilamida terreduksi dalam produk keripik pisang dapat terjadi karena energi iradiasi memutus ikatan karbonnya sehingga terbentuk senyawa baru. Selain itu, iradiasi dimungkinkan menimbulkan radikal yang dapat mengikat kembali senyawa sesamanya atau molekul lain seperti akrilamida sehingga membentuk senyawa baru yang lebih stabil. Keberadaan molekul-molekul dari protein, karbohidrat, dan lemak dapat mendukung terbentuknya senyawa tersebut. Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui perubahan atau konversi molekul kimia yang terbentuk pada keripik pisang yang telah diiradiasi.
4.3 Analisis Proksimat Keripik Pisang Iradiasi Hasil analisis proksimat (tabel 5) menunjukkan bahwa keripik pisang yang diolah untuk penelitian ini tidak memenuhi SNI karena kadar lemaknya mencapai lebih dari 30% basis kering, baik keripik pisang tanpa iradiasi maupun keripik pisang iradiasi. Hal tersebut dikarenakan ketebalan keripik pisang sebesar 3 ± 0.5 mm sehingga luas permukaannya cukup besar yang dapat mendukung penyerapan minyak pada saat digoreng. Oleh karena itu, ketebalan tersebut tidak disarankan diterapkan untuk industri keripik pisang. Kadar air dan kadar abu keripik pisang iradiasi maupun tanpa iradiasi sudah memenuhi SNI, jumlahnya berada dibawah standar maksimum.
Tabel 5. Hasil analisis proksimat keripik pisang Dosis radiasi
Kadar bk (%) ± standar
0 kGy
deviasi*
(kontrol)
5 kGy
10 kGy
15 kGy
25 kGy
Air
2.61a ± 0.10
2.84bc ± 0.15
2.89c ± 0.13
2.65ab ± 0.07
2.61a ± 0.03
Abu
1.28b ± 0.01
1.27b ± 0.01
1.23a ± 0.00
1.27b ± 0.01
1.27b ± 0.01
Protein
2.61a ± 0.04
2.65ab ± 0.03
3.11c ± 0.17
2.99c ± 0.16
2.88bc ± 0.08
Lemak
39.63a ± 0.07
41.59e ± 0.10
40.93d ± 0.02
40.16b ± 0.08
40.50c ± 0.03
Karbohidrat
56.48c ± 0.09
54.49a ± 0.13
54.73a ± 0.17
55.58b ± 0.15
55.34b ± 0.10
Ket:
Huruf yang berbeda pada baris yang sama berbeda nyata (α = 0.05) *data tiga kali ulangan
a, b, c, d, e
26
Pengujian hasil analisis proksimat dengan one way ANOVA menunjukkan bahwa kadar air keripik pisang semua perlakuan memiliki perbedaan yang signifikan. Keripik pisang kontrol (tanpa perlakuan iradiasi) dan perlakuan iradiasi 25 kGy memiliki kadar air yang sama, yaitu 2.61% bk, tidak ada perbedaan diantara kedua perlakuan tersebut. Kadar air keripik pisang perlakuan dosis 10 kGy memiliki nilai paling tinggi, mencapai 2.89% bk dan berada pada satu subset dengan keripik pisang perlakuan dosis 5 kGy yang memiliki kadar air 2.84% bk, artinya kadar air keripik pisang perlakuan 5 dan 10 kGy tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada taraf kepercayaan 0.05. Begitu pula kadar air keripik pisang perlakuan 5 dan 15 kGy, berada pada satu subset yang artinya kadar air perlakuan tersebut tidak berbeda nyata. Kadar air keripik pisang perlakuan 15 dan 25 kGy juga menunjukkan hal yang sama, yaitu berada pada satu subset, tidak berbeda nyata. Kadar air keripik pisang tanpa iradiasi berbeda nyata dengan keripik pisang iradiasi 5 kGy dan 10 kGy, namun tidak berbeda nyata dengan keripik pisang iradiasi 15 dan 25 kGy. Kadar abu keripik pisang semua perlakuan juga memiliki perbedaan signifikan setelah diuji one way ANOVA. Kadar abu keripik pisang tanpa perlakuan mencapai 1.28% bk, tidak berbeda nyata dengan keripik pisang perlakuan 5, 15, dan 25 kGy yang memiliki kadar abu 1.27% bk. Keempat perlakuan tersebut berada dalam satu subset, tetapi berbeda subset dengan perlakuan 10 kGy yang artinya keempat perlakuan tersebut berbeda nyata dengan perlakuan 10 kGy yang memiliki kadar abu 1.23% bk. Kadar abu keripik pisang tanpa perlakuan tidak berbeda nyata dengan kadar abu keripik pisang perlakuan iradiasi 5, 15, dan 25 kGy, tetapi berbeda nyata dengan kadar abu keripik pisang perlakuan iradiasi 10 kGy. Uji one way ANOVA terhadap kadar protein keripik pisang menunjukkan hal yang sama, yaitu terdapat perbedaan signifikan diantara semua perlakuan. Kadar protein keripik pisang perlakuan iradiasi lebih besar dibandingkan keripik pisang tanpa perlakuan. Kadar protein keripik pisang tanpa perlakuan (kontrol) tidak berbeda nyata dengan keripik pisang perlakuan iradiasi 5 kGy, namun berbeda nyata dengan keripik pisang perlakuan iradiasi 10, 15, dan 25 kGy. Kadar protein keripik pisang iradiasi 5 kGy tidak berbeda nyata dengan keripik pisang iradiasi 25 kGy. Kadar protein perlakuan dosis 10, 15, dan 25 kGy tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (ketiga perlakuan dosis tersebut berada pada satu subset). Kadar protein keripik pisang dosis perlakuan 0, 5, 10, 15, dan 25 kGy berurutan sebesar 2.61% bk, 2.65% bk, 3.11% bk, 2.99% bk, dan 2.88% bk. Kadar lemak keripik pisang perlakuan iradiasi tampak lebih besar dibandingkan dengan tanpa perlakuan (kontrol). Uji one way ANOVA menunjukkan terdapat perbedaan signifikan terhadap kadar lemak keripik pisang, baik tanpa perlakuan maupun dengan perlakuan iradiasi. Uji Duncan menunjukkan masing-masing perlakuan berada pada subset berbeda, artinya setiap perlakuan mempunyai kadar lemak berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Urutan kadar lemak dari yang terkecil adalah keripik pisang dosis radiasi 0 kGy (kontrol) sebesar 39,63% bk, dosis radiasi 15 kGy sebesar 40.16% bk, dosis radiasi 25 kGy sebesar 40.50% bk, dosis radiasi 10 kGy sebesar 40.93% bk, dan dosis radiasi 5 kGy sebesar 41.59% bk. Kadar lemak keripik pisang tanpa iradiasi memiliki nilai yang berbeda nyata dengan kadar lemak keripik pisang iradiasi.
27
Karena kadar air, protein dan lemak keripik pisang tanpa perlakuan iradiasi lebih kecil dibandingkan dengan perlakuan iradiasi, kadar karbohidrat (by difference) keripik pisang tanpa perlakuan iradiasi akan lebih besar dibandingkan dengan perlakuan iradiasi. Kadar karbohidrat keripik pisang tanpa iradiasi mencapai 56.48% bk, sedangkan kadar karbohidrat perlakuan iradiasi dosis 5, 10, 15, dan 25 kGy berurutan sebesar 54.49% bk, 54.73% bk, 55.58% bk, dan 55.34% bk. Uji lanjutan duncan menunjukkan kadar karbohidrat keripik pisang perlakuan 5 dan 10 kGy tidak berbada nyata, namun berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Sama halnya dengan kadar karbohidrat keripik pisang perlakuan 15 dan 25 kGy tidak berbeda nyata, namun juga berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Kadar karbohidrat keripik pisang tanpa perlakuan iradiasi berbeda nyata dengan kadar karbohidrat keripik pisang iradiasi. Terdapat perbedaan signifikan terhadap kandungan air, abu, lemak, protein dan karbohidrat (P>0.05) keripik pisang . Secara teori, tidak ada perbedaan signifikan pada kandungan komponen mayor suatu produk pangan yang diiradiasi, seperti pada penelitian Gecgel (2011), aplikasi iradiasi pada produk bakso, tidak ada perbedaan signifikan (P > 0.05) terhadap kadar air, protein, lemak, dan abu pada bakso yang diiradiasi hingga dosis 7 kGy. Namun secara molekuler, terdapat perubahan pada molekul komponen mayor tersebut dan perubahannya sangatlah kompleks. Terdapat perubahan molekuler paling signifikan pada karbohidrat yang diutarakan Urbain (1986), yaitu ikatan glikosidik disakarida dapat putus dengan iradiasi yang dapat mempengaruhi sifat fungsional pati. Keberadaan oksigen selama iradiasi pada pangan yang mengandung lipid menyebabkan off flavor atau ketengikan. Pada iradiasi lemak terjadi pemutusan rantai pada trigliserida menjadi hidrokarbon seperti aldehid dan alkana, serta produk lainnya seperti CO 2 , CO dan H 2 . Pada protein dapat terjadi pemecahan ikatan akibat transfer energi yang terabsorbsi. Kadar air, abu, protein, lemak, dan karbohidrat keripik pisang dengan perlakuan diatas menunjukkan hasil yang signifikan, namun tidak linier. Reaksi kimia selama penggorengan belum tentu sama di setiap bagian chip. Reaksi yang terjadi salah satunya adalah penguapan air. Penguapan air menyebabkan terjadinya transfer minyak ke dalam chip. Chip dapat sedikit mengembang sehingga minyak dapat masuk ke dalamnya. Setiap chip dapat saja mengembang ataupun tetap dalam bentuk semula selama proses penggorengan. Karena ketidak-stabilan bentuk chip selama di goreng tersebut, hasil analisis proksimat menjadi signifikan, yaitu setiap perlakuan mempunyai nilai yang berbeda untuk setiap analisis.
4.4 Analisis Fisik dan Penilaian Subjektif terhadap Sifat Fisik Keripik Pisang Iradiasi Analisis fisik keripik pisang baik yang diiradiasi maupun tanpa iradiasi mencakup analisis warna dan tekstur. Warna keripik pisang yang telah diiradiasi sedikit berbeda dengan keripik pisang tanpa iradiasi. Warna keripik pisang iradiasi tampak lebih coklat dibandingkan dengan tanpa iradiasi (gambar 7). Pengukuran warna keripik pisang dilakukan dengan sistem CIELAB (gambar 8) dengan parameter L*a*b* (+L* = putih, -L* = hitam, +b* = kuning, -b* = biru, +a* = merah, dan –a* = hijau). Nilai L* yang menunjukkan kecerahan keripik pisang tampak semakin menurun nilainya yang menunjukkan warna keripik pisang tampak lebih gelap.
28
0 kGy
5 kGy
10 kGy
15 kGy
25 kGy
Gambar 7. Keripik pisang iradiasi
Tabel 6. Data L* a* b* keripik pisang setiap perlakuan Nilai
Dosis radiasi (kGy) 0
5
10
54.58
54.00
53.45
52.21a
a*
7.15
6.83
7.05
7.12
7.09
Ket:
36.41 a, b, c, d, e
d
33.27
bc
25
56.35
e
c
15
L*
b*
d
c
31.28
b
b
28.88
26.18a
Huruf yang berbeda pada baris yang sama berbeda nyata (α = 0.05)
Gambar 8. Diagram warna Judd-Hunter (Francis 2003) Tabel 6 menunjukkan nilai L*, a*, dan b* setiap sampel. Nilai L* semakin menurun seiring dengan bertambahnya dosis radiasi dan keripik pisang iradiasi tampak lebih gelap daripada tanpa iradiasi. Nilai L* keripik pisang perlakuan iradiasi 0 (kontrol), 5, 10, 15, dan 25 kGy masingmasing sebesar 56.35, 54.58, 54.00, 53.45, dan 52.21. One way ANOVA menunjukkan terdapat perbedaan signifikan terhadap nilai L* kelima sampel tersebut. Uji lanjut Duncan menunjukkan nilai L* keripik pisang tanpa iradiasi berbeda nyata dengan keripik pisang iradiasi 5, 10, 15, dan 25 kGy. Nilai L* keripik pisang perlakuan iradiasi 5 dan 10 kGy tidak berbeda nyata, namun berbeda nyata dengan perlakuan 0, 15, dan 25 kGy. Nilai L* keripik pisang perlakuan iradiasi 10 dan 15 kGy juga tidak berbeda nyata dan berbeda nyata dengan perlakuan 0, 5, dan 25 kGy. Nilai L* keripik pisang perlakuan 25 kGy berbeda nyata dengan keripik pisang keempat perlakuan. Nilai a* keripik pisang konstan. Uji one way ANOVA tidak menunjukkan adanya perbedaan signifikan terhadap nilai a* keripik pisang perlakuan 0, 5, 10, 15, dan 25 kGy. Nilai a* masingmasing perlakuan tersebut sebesar 7.15, 6.83, 7.05, 7.12, dan 7.09.
29
Nilai b* semakin menurun seiring bertambahnya dosis radiasi, warna kuning keripik pisang berkurang/memudar. Setelah diiradiasi, keripik pisang akan tampak semakin gelap dengan warna kuning memudar. Setelah diuji one way ANOVA, terdapat perbedaan signifikan nilai b* diantara kelima sampel keripik pisang pada taraf kepercayaan 0.05. Nilai b* setiap sampel berbeda nyata antara satu dengan yang lainnya setelah diuji lanjut Duncan. Nilai b* keripik pisang perlakuan 0, 5, 10, 15, dan 25 kGy masing-masing sebesar 36.41, 33.27, 31.28, 28.88, dan 26.18. Perhitungan nilai ∆E (total perubahan warna), Hue, dan Saturation Index (SI) didapat berdasarkan nilai Lab diatas. Tabel 7 menyajikan nilai ∆E, Hue, dan SI keripik pisang tanpa iradiasi dan keripik pisang yang telah diiradiasi dengan masing-masing dosis. Tabel 7. ∆E, Hue, dan SI keripik pisang setiap perlakuan Analisis
Dosis radiasi (kGy) 0
5
10
15
25
∆E
0
3.62
5.64
8.08
11.04
Hue
78.89
78.40
77.29
76.15
74.85
SI
37.11
33.97
32.07
29.74
27.12
15 y = 0.4311x + 0.9334 R² = 0.9687
∆E
10 5 0 0
5
10 15 20 Dosis radiasi (kGy)
25
30
Gambar 9. Grafik hubungan ∆E dengan dosis radiasi Grafik pada gambar 9 menunjukkan hubungan antara dosis perlakuan iradiasi keripik pisang dengan ∆E. Kurva semakin naik seiring dengan bertambahnya dosis radiasi. Nilai ∆E yang semakin bertambah menunjukkan adanya perubahan warna. Semakin besar nilai ∆E, maka semakin besar pula perubahannya. Berdasarkan grafik, terjadi perubahan warna pada keripik pisang yang diiradiasi dibandingkan dengan kontrol. Semakin besar dosis paparan iradiasi, semakin besar perubahan warna yang terjadi pada keripik pisang . Nilai Hue dan SI pada tabel 7, semakin menurun seiring dengan bertambahnya dosis radiasi. Nilai Hue disajikan dalam bentuk grafik pada gambar 10. Kurva tampak menurun dengan persamaan regresi linier y = -0.1704x + 78.99. Hue menunjukkan warna dari sampel, maka seiring dengan bertambahnya dosis radiasi, warna keripik pisang yang dominan kekuningan akan semakin memudar. SI juga disajikan dalam bentuk grafik pada gambar 11. Kurva pun tampak menurun seiring dengan bertambahnya dosis radiasi dengan persamaan regresi linier y = -0.3929x + 36.324.
30
Nilai SI atau Chroma menunjukkan kejenuhan warna. Penurunan kurva menunjukkan kejenuhan warna keripik pisang akan semakin berkurang seiring dengan bertambahnya dosis radiasi. 80 79 Hue
78 77
y = -0.1704x + 78.99 R² = 0.9841
76 75 74 0
5
10
15
20
25
30
Dosis radiasi (kGy) Gambar 10. Grafik hubungan Hue dengan dosis radiasi
40
SI
30
y = -0.3929x + 36.324 R² = 0.9705
20 10 0 0
5
10 15 20 Dosis radiasi (kGy)
25
30
Gambar 11. Grafik hubungan SI dengan dosis radiasi Perlakuan iradiasi sinar gamma akan mengubah warna pada keripik pisang yang ditunjukkan dengan nilai ∆E. Hue dan saturation index akan menurun seiring dengan bertambahnya dosis radiasi yang diaplikasikan. Oleh karena itu, dosis radiasi diaplikasikan seminimal mungkin untuk menghindari adanya perubahan warna produk keripik pisang yang berpengaruh terhadap kesukaan konsumen. Tabel 8. Respon panelis terhadap tekstur dan warna keripik pisang setiap perlakuan Dosis radiasi (kGy) Respon sensori
0
5
10
15
25
Tekstur
9.26b
8.70ab
9.11b
8.49ab
8.01a
Warna
10.60d
9.38c
8.23b
7.47ab
6.83a
Ket.: a, b, c, d, e Huruf yang berbeda pada baris yang sama berbeda nyata (α = 0.05) Hasil penilaian subjektif panelis menunjukkan adanya perbedaan signifikan terhadap warna kelima sampel. Warna keripik pisang kontrol diberi penilaian paling tinggi dibandingkan dengan keripik yang diiradiasi, yaitu mencapai 10.60 skala 15 (tabel 8). Semakin besar dosis yang
31
diterapkan, maka semakin kecil penilaian panelis terhadap warna keripik pisang. Panelis menilai paling rendah terhadap keripik pisang dengan warna kecoklatan lebih banyak, yaitu terhadap sampel yang diberi perlakuan iradiasi 25 kGy. Namun rata-rata panelis menilai keripik pisang dengan dosis radiasi 10 kGy mencapai lebih dari pertengahan skala, yaitu 8.23. Warna keripik pisang dengan dosis mencapai 25 kGy kurang disukai panelis. Semakin coklat warna keripik pisang, maka penilaian panelis akan semakin kecil. Tekstur keripik pisang setelah iradiasi tidak menunjukkan perubahan yang signifikan (P >0.05) dibandingkan kontrol (tanpa iradiasi). Rata-rata pengukuran dengan lima pengulangan disajikan pada tabel 9. Tabel 9. Pengukuran tekstur keripik pisang setiap perlakuan Dosis radiasi (kGy) Analisis
0
5
10
15
25
Kekerasan
514.06 ±
481.60 ±
552.90 ±
526.58 ±
584.80 ±
(gf) ± stdev*
127.82
143.94
315.92
264.40
139.68
* data lima kali ulangan Data menunjukkan tekstur keripik pisang bervariasi, terdapat keripik pisang yang lebih keras dan lebih rapuh. Faktor yang berpengaruh terhadap tekstur akhir produk adalah ketebalannya sehingga ketika dikemas vakum (gambar 12), keripik pisang menjadi mudah retak, rapuh, dan patah. Perlakuan iradiasi tidak berpengaruh terhadap tekstur pangan kering. Untuk sayuran dan buah-buahan yang diberi perlakuan iradiasi, resiko pelunakan perlu diperhatikan karena mengandung banyak air dan karbohidrat. Oleh karena itu, dosis yang diaplikasikan seminimal mungkin (Urbain 1986).
Gambar 12. Keripik pisang dikemas vakum dengan plastik PE Penilaian panelis terhadap tekstur menunjukkan adanya perbedaan signifikan diantara kelima sampel (tabel 9), baik keripik pisang tanpa iradiasi maupun yang diiradiasi. Keripik pisang tanpa iradiasi lebih disukai panelis dibandingkan dengan keripik pisang iradiasi, penilaiannya mencapai 9.26. Berturut-turut tekstur keripik pisang yang dinilai panelis dari yang paling disukai adalah dosis 0, 10, 5, 15, dan 25 kGy. Berdasarkan data kekerasan pada tabel bahwa kekerasan keripik pisang tidak berbeda nyata dengan standar deviasi yang cukup tinggi. Tekstur keripik pisang setelah diukur menunjukkan hasil yang bervariasi, namun panelis menilai tekstur keripik pisang
32
paling kecil 8.01, yaitu pada perlakuan dosis 25 kGy. Iradiasi dosis kurang dari 25 kGy menunjukkan nilai yang lebih besar. Oleh karena itu, perlakuan dosis hingga 25 kGy terhadap keripik pisang masih cukup disukai panelis dalam uji sensori tekstur. 4.5 Analisis Sensori (Keripik Pisang Iradiasi Hasil analisis sensori menunjukkan bahwa dosis radiasi keripik pisang yang diaplikasikan dengan karakteristik seperti pada penelitian ini sebaiknya tidak lebih dari 10 kGy. Hal tersebut didasarkan pada uji kesukaan 70 orang panelis terhadap keripik pisang yang telah diiradiasi dengan dosis 0, 5, 10, 15, dan 25 kGy. Panelis tidak mengetahui sampel tersebut diiradiasi. Sampel disajikan secara acak dan tidak diperbolehkan membandingkan sampel satu dengan sampel lainnya. Tabel 10. Penilaian panelis secara keseluruhan terhadap keripik pisang setiap perlakuan Dosis radiasi (kGy) Respon sensori 0
5
10
15
25
Keseluruhan
9.78d
8.77c
8.57c
7.32b
6.43a
Rasa
8.74d
7.82c
8.06cd
6.73b
5.83a
Ket.: a, b, c, d, e Huruf yang berbeda pada baris yang sama berbeda nyata (α = 0.05) Panelis secara keseluruhan (tabel 10) cukup menyukai keripik pisang iradiasi dosis 5 dan 10 kGy, yaitu ditunjukkan dengan penilaiannya sebesar 8.77 dan 8.57 skala 15. Uji Duncan menunjukkan kedua perlakuan dosis radiasi tersebut tidak berbeda nyata. Apabila dibandingkan, panelis lebih menyukai keripik pisang tanpa iradiasi dibandingkan dengan keripik pisang radiasi. Dari hasil uji sensori, penilaian uji kesukaan secara keseluruhan oleh panelis terhadap keripik pisang yang diiradiasi 15 dan 25 kGy lebih kecil dibandingkan dengan keripik pisang yang diiradiasi 0, 5, dan 10 kGy. Beberapa panelis berkomentar bahwa mereka tidak menyukai keripik pisang 15 dan 25 kGy dikarenakan ketengikannya. Keripik pisang tersebut tercium bau tengik dan menimbulkan aftertaste yang tidak enak pada tenggorokan. Urbain (1986) mengemukakan keberadaan oksigen selama iradiasi pada pangan yang mengandung lipid menyebabkan off flavor atau ketengikan. Udara pada keripik pisang yang dikemas vakum tidak semua keluar dan terdapat rongga yang masih mengandung udara karena pertimbangan produk harus masih utuh, bulat, dan tidak patah. Keberadaan udara yang mengandung oksigen tersebut dapat memicu off flavor pada keripik pisang yang diiradiasi. Walaupun begitu, dari 70 panelis, terdapat 5 panelis yang menilai secara keseluruhan lebih dari 10 terhadap keripik pisang yang diiradiasi dosis 25 kGy. Panelis menilai rasa keripik pisang iradiasi dosis 5 dan 10 kGy sebesar 7.82 dan 8.06 skala 15. Berdasarkan uji Duncan, kedua perlakuan tersebut tidak berbeda nyata. Panelis cukup menyukai keripik pisang dengan dosis perlakuan tersebut namun penilaiannya terhadap keripik tersebut lebih kecil dibandingkan dengan keripik pisang kontrol yaitu sebesar 8.74. Panelis tidak menilai lebih tinggi hingga 15 dikarenakan keripik pisang tidak diberi rasa.
33
Panelis kurang menyukai rasa keripik pisang perlakuan dosis 15 dan 25 kGy. Nilai panelis terhadap rasa keripik pisang perlakuan tersebut sebesar 6.73 dan 5.83, keduanya berbeda nyata dibandingkan dengan keripik pisang tanpa iradiasi (kontrol) pada taraf kepercayaan 0.05. Baik uji secara keseluruhan maupun rasa, panelis kurang menyukai perlakuan dosis tersebut. Berdasarkan komentar panelis, keripik pisang akan lebih disukai apabila keripik diberi rasa manis, asin, atau rasa pada keripik pisang komersial seperti rasa coklat, susu, dan lain-lain. Penambahan rasa tersebut menjadi pertimbangan agar keripik pisang iradiasi disukai panelis.
4.6 Analisis Bilangan TBA dan Penilaian Subjektif terhadap Aroma Keripik Pisang Iradiasi Berdasarkan analisis bilangan thiobarbituric acid (TBA), kelima sampel memiliki bilangan TBA disajikan pada tabel 11. Seiring bertambahnya dosis perlakuan iradiasi, semakin berkurang jumlah akrilamida, dan semakin bertambah jumlah malonaldehid dalam keripik pisang. Bilangan TBA meningkat pada dosis 25 kGy hingga lebih dari dua kali bilangan TBA keripik pisang tanpa iradiasi. Keripik pisang yang diiradiasi dosis 10 dan 15 kGy tidak berbeda nyata, bilangan TBA berada dalam satu subset, masing-masing sebesar 1.65 dan 1.68 mg malonaldehid/kg sampel. Off flavor erat kaitannya dengan kadar malonaldehid dalam keripik pisang karena malonaldehid menunjukkan adanya oksidasi lemak dalam pangan. Malonaldehid (C 3 H 4 O 2 ; gambar 13) merupakan hasil metabolit lemak pada manusia dan jaringan hewan serta ditemukan dalam jumlah yang besar pada produk pangan yang mengalami ketengikan. Belum ada laporan malonaldehid menimbulkan kanker atau toksik. Data lain menunjukkan malonaldehid mutagenik terhadap bakteri. Malonaldehid diklasifikasikan ke dalam grup 3, yaitu tidak menyebabkan kanker terhadap manusia (IARC 1999).
Gambar 13. Struktur malonaldehid (malondialdehid) (IARC 1999) Tabel 11. Kadar akrilamida, bilangan TBA dan respon aroma setiap perlakuan Analisis
0
5
Dosis radiasi (kGy) 10
15 Kadar Akrilamida 506.34 455.99 373.66 294.34 (ng/g) a b c Bil. TBA ± stdev* 0.90 ± 0.01 1.24 ± 0.01 1.65 ± 0.01 1.68c ± 0.01 Respon aroma 8.87c 8.15b 7.77b 6.48a Ket: a, b, c, d, e Huruf yang berbeda pada baris yang sama berbeda nyata (α = 0.05) *data tiga ulangan
25 130.78 2.08d ± 0.04 6.16a
Iradiasi terhadap minyak dapat menimbulkan off flavor atau ketengikan. Komentar subjektif beberapa panelis mengenai aroma keripik pisang iradiasi dengan dosis 15 dan 25 kGy adalah tengik. Tabel 11 menunjukkan respon panelis terhadap aroma keripik pisang dengan masingmasing perlakuan, tampak bahwa panelis menilai aroma keripik pisang iradiasi 15 dan 25 kGy sebesar 6.48 dan 6.16 dari skala 15. Kedua sampel tersebut tidak berbeda nyata. Sedangkan aroma
34
keripik pisang yang diiradiasi 0, 5, dan 10 kGy diberi penilaian kesukaan cukup tinggi, yaitu 8.87, 8.15, dan 7.77 dari skala 15, dimana respon aroma iradiasi dosis 5 dan 10 kGy tidak berbeda nyata. Terlihat bahwa keripik pisang dengan dosis 5 dan 10 kGy masih ditoleransi panelis. Bilangan TBA untuk dosis tersebut adalah 1.24 dan 1.65. Oleh karena itu, berdasarkan pertimbangan off flavor dan penilaian konsumen terhadap aroma tersebut, aplikasi iradiasi yang diterapkan untuk mereduksi akrilamida pada produk keripik pisang sebaiknya dosis pemaparan tidak lebih dari 10 kGy dan bilangan TBA tidak lebih dari 1.65 mg malonaldehid/kg sampel. Dengan memperhatikan kesukaan konsumen terhadap produk keripik pisang, aplikasi iradiasi terhadap keripik pisang dengan karakter kimia seperti pada penelitian ini, maksimal dosis perlakuan iradiasi untuk mereduksi senyawa akrilamida sebaiknya tidak lebih dari 10 kGy dengan persentase reduksinya mencapai 26.20%. Persentase yang lebih besar mungkin dapat dicapai dengan upaya reduksi lainnya. Oleh karena itu, reduksi dengan aplikasi lain perlu juga dipertimbangkan dengan memperhatikan biaya, proses, dan keefektifan aplikasi tersebut dalam mereduksi senyawa akrilamida. Kombinasi dari beberapa aplikasi proses dapat juga dilakukan sehingga dihasilkan produk dengan kadar akrilamida seminimal mungkin.
35
V.
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 KESIMPULAN Perlakuan iradiasi gamma dengan dosis 5, 10, 15, dan 25 kGy dapat menurunkan kadar akrilamida keripik pisang dari 506.24 ng/g (kontrol) menjadi 455.99 ng/g, 373.66 ng/g, 294.34 ng/g, dan 130.78 ng/g. Iradiasi cukup menimbulkan efek dalam mereduksi senyawa akrilamida dalam keripik pisang. Persentase reduksi akrilamida keripik pisang perlakuan dosis radiasi 5, 10, 15, dan 25 kGy sebesar 9.95%, 26.20%, 41.87%, dan 74.17%. Semakin besar dosis radiasi yang diterapkan, maka semakin besar persentase reduksi akrilamida. Analisis proksimat menunjukkan bahwa keripik pisang kontrol dan keripik pisang iradiasi memiliki perbedaan yang signifikan, namun perbedaan tersebut tidak linier. Perlakuan iradiasi tidak menunjukkan perubahan signifikan terhadap komponen mayor produk pangan. Pengukuran warna menunjukkan keripik pisang yang diberi perlakuan iradiasi memiliki nilai L* dan b* yang semakin menurun dari 56.35 menjadi 54.58 (5 kGy), 54.00 (10 kGy), 53.45 (15 kGy) 52.21 (25 kGy) untuk nilai L*, dan dari 36.41 menjadi 33.27 (5 kGy), 31.28 (10 kGy), 28.88 (15 kGy), 26.18 (25 kGy) untuk nilai b*. Nilai a* tidak berbeda nyata antar perlakuan, kisaran 6.83-7.15. Perhitungan nilai ∆E menunjukkan keripik pisang iradiasi mengalami perubahan warna. Nilai Hue dan Saturation Index mengalami penurunan seiring dengan bertambahnya dosis radiasi. Penilaian subjektif panelis terhadap warna keripik pisang iradiasi lebih kecil daripada kontrol. Keripik pisang dosis 15 dan 25 kGy dinilai kurang dari 7.5, panelis kurang menyukai warna keripik pisang dengan perlakuan tersebut. Tekstur keripik pisang tidak berbeda nyata antara keripik pisang tanpa iradiasi maupun yang diiradiasi. Panelis masih menyukai tekstur keripik pisang iradiasi. Perlakuan iradiasi tidak berpengaruh terhadap tekstur keripik pisang. Secara keseluruhan, panelis menilai keripik pisang dosis radiasi 0, 5, 10, 15, dan 25 kGy sebesar 9.78, 8.77, 8.57, 7.32, dan 6.43. Panelis masih menyukai keripik pisang perlakuan dosis 10 kGy, maka dosis radiasi yang diterapkan untuk mereduksi akrilamida lebih baik tidak lebih dari 10 kGy. Bilangan TBA perlakuan dosis 0, 5, 10, 15, dan 25 kGy sebesar 0.90, 1.24, 1.65, 1.68, dan 2.08 mg malonaldehid/kg sampel. Jumlahnya semakin meningkat seiring dengan bertambahnya dosis perlakuan. Apabila maksimal dosis yang diterapkan terhadap keripik pisang karena pertimbangan penilaian konsumen terhadap ketengikan adalah 10 kGy, maksimal malonaldehid yang terbentuk adalah 1.65 mg/kg sampel, dimana persentase reduksinya hanya mencapai 26.20%. Kombinasi berbagai upaya reduksi
36
akrilamida dapat diterapkan sehingga didapat produk dengan kadar akrilamida sangat kecil.
5.2 SARAN Untuk melanjutkan penelitian ini, penambahan parameter umur simpan keripik pisang akan lebih baik diterapkan. Analisis molekul kimia setelah iradiasi juga baik dilakukan agar dapat diketahui konversi senyawa tujuan setelah diiradiasi. Selain itu, optimasi dari sumber radiasi sinar gamma masih perlu diteliti. Untuk masa yang akan datang diharapkan penelitian menggunakan iradiasi berkas elektron (electron beam).
37
DAFTAR PUSTAKA [AOAC]. 1995. Official method of analysis 960.52, Chapter 12.1.07, p.7. [Badan Pusat Statistik]. 2013. Produksi buah-buahan di Indonesia. Jakarta: Badan Pusat Statistika Republik Indonesia. [Badan Standardisasi Nasional]. 1992. Cara uji makanan dan minuman SNI 01-2891-1992. Jakarta: Badan Standardisasi Nasional. [Badan Standardisasi Nasional]. 1996. Keripik pisang SNI 01-4315-1996. Jakarta: Badan Standardisasi Nasional. [Food and Environmental Hygiene Department]. 2003. Acrylamide in Food. Hong Kong. [International Agency for Research on Cancer]. 1994. IARC Monographs on the Evaluation of Carcinogenic Risk for Chemicals to Humans, vol. 60. IARC: Lyon, France. [International Agency for Research on Cancer]. 1999. Malonaldehyde (Malondialdehyde), vol. 71. IARC: Lyon, France. [Morinaga Institute of Biological Science]. 2011. Instructions for Morinaga Acrylamide EIA Kit. MIoBS Inc, Japan. [World Health Organization]. 2002. Health Implications of Acrylamide in Food; Report of Joint FAO/WHO Consultation. Switzerland. Ahn HJ, Kim JH, Jo C, Kim MJ, Byun MW. 2004. Comparison of Irradiated Phytic Acid and other Antioxidants for Antioxidant Activity. J. Food Chemistry 88 (2004) 173–178 Ahn HJ, Kim JH, Jo C, Lee CH and Byun MW. 2002. Reduction of Carcinogenic N-Nitrosamines and Residual Nitrite in Model System Sausage by Irradiation. Journal of Food Science Vol. 67, Nr 4. 2002, IFT Anese M, Quarta B, & Frias JM. 2011. Modelling the Effect of Asparaginase in Reducing Acrylamide Formation in Biscuits. Food Chem. Volume 126, Issue 2, 15, Pages 435-440. Cahyono B. 2009. Pisang; Usaha Tani dan Penanganan Pascapanen. Yogyakarta: Kanisius. Cleland MR. 2006. Advances in Gamma Ray, Electron Beam, and X-Ray Technologies for Food Irradiation. Di dalam Food Irradiation Research and Technology, ed. Sommers CH dan Fan X, Ch. 2. IFT Press Daniali G, Jinap S, Zaidul SIM, & Hanifah NL. 2010. Determination of Acrylamide in Banana Based Snacks by Gas Chromatography-Mass Spectrometry. J. Internasional Food Research 17:433-439. Fan X and Mastovska K. 2006. Effectiveness of Ionizing Radiation in Reducing Furan and Acrylamide Levels in Foods. J. Agric. Food Chem., Vol. 54, No. 21, 2006 Francis FJ. 2003. Color Analysis. Di dalam Food Analysis 3rd Edition. Ed. Nielsen SS. Kluwer Academic/Plenum, New York. Gecgel U. 2011. Changes in Some Physicochemical Properties and Fatty Acid Composition of Irradiated Meatballs During Storage. J. Food Sci Technol.
38
Granda C, Moreira RG, & Tichy SE. 2004. Reduction of Acrylamide Formation in Potato Chips by Low-temperature Vacuum Frying. J. of Food Science vol. 69, Nr. 8, Institute of Food Technologists. Hutchings JB. 1999. Food Color and Appearance 2nd Edition. USA, Aspen Pulisher, Inc. Lide DR. 2006. Handbook of Chemistry and Physics 87th edition. CRC Press, New York. Matjik AA & Sumertajaya IM. 2013. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan Minitab. Kampus IPB Taman Kencana Bogor: IPB Press. Mestdagh F, Wilde TD, Fraselle S, Govaert Y, Ooghe W, Degroodt JM, Verhe R, Peteghem CV, dan Meulenaer BD. 2007. Optimization of the blanching process to reduce acrylamide in fried potatoes. J. Food Science and Technology 41: 1648-1654. Elsevier Muchtadi TR. 2008. Teknologi Proses Pengolahan Pangan. Bogor: IPB Mulla MZ, Bharadwaj VR, Annapure US, Variyar PS, Sharma A, & Singhal RS. 2011. Acrylamide Content in Fried Chips Prepared from Irradiated and non-irradiated Stored Potatoes. J. Food Chem 127 (2011) 1668-1672. Nelson DL & Cox MM. 2004. Lehninger Principles of Biochemistry 4th edition. Univ. WisconsinMadison. Oktafrina. 2009. Upaya mengurangi pembentukan senyawa akrilamid pada pengolahan keripik pisang ambon [tesis]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Omaye, ST. 2004. Food and Nutritional Toxicology. CRC Press, Florida. Pedreschi F, Kaack K, & Granby K. 2004. Reduction of Acrylamide Formation in Potato Slices During Frying. Lebensm.-Wiss. u.-Technol. 37 (2004) 679–685. Elsevier. Pedreschi F, Kaack K, dan Granby K. 2007. The Effect of Asparaginase on Acrylamide Formation in French Fries. J. Food Chemistry 109 (2008) 386-392. Elsevier. Prabawati S, Suyanti, & Setyabudi DA. 2009. Teknologi Pascapanen dan Pengolahan Buah Pisang. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian, Deptan. Pussa T. 2007. Principles of Food Toxicology. USA, CRC Press. Riganakos KA. 2010. Food Irradiation Technique. Di dalam Irradiation of Food Commodities, ed. Arvanitoyannis IS. USA: Elsevier Rydberg P, Eriksson S, Tareke E, Karlson P, Ehrenberg L, & Tornqvist M. 2005. Factors that Influence The Acrylamide Content of Heated Foods. Di dalam Chemistry and Safety of Acrylamide in Food. Ed. Friedman M & Mottram D. USA, Springer. Segnini S, Dejmek P, & Oste R. 1999. Reproducible Texture Analysis of Potato Chips. Journal of Food Science 64: 309-312. Setyaningsih D, Apriyantono A, Sari MP. 2010. Analisis Sensori untuk Industri Pangan dan Agro. Bogor: IPB Press. Tanhindarto RP & Irawati Z. 2005. Status Litbang Pengawetan Makanan Menggunakan Radiasi Pengion. Prodising seminar nasional XIV, Jaringan Kerjasama Kimia Indonesia.
39
Tardif RG, Gargas ML, Kirman CR, Carson ML, & Sweeney LM. 2010. Estimated of Safe Dietary Intake Levels of Acrylamide for Humans. J. Food & Chem. Toxicology P. 658-667. Elsevier. Tarladgis BG, Watts BM, & Younathan MT. 1960. A Distillation Method for The Quantitative Determination of Malonaldehyde in Rancid Foods. J. American Oil Chemists' Society. Urbain WM. 1986. Food Irradiation. USA: Academic Press, Inc. Vattem DA & Shetty K. 2003. Acrylamide in Food: A Model for Mechanism of Formation and Its Reduction. Innovative Food Science and Emerging Technologies 4 (2003) 331–338. Elsevier. Weisshaar R. 2004. Acrylamide in Heated Potato Product – Analytics and Formation Routes. Eur. J. Lipid Sci. Technol. 106 : 786-792. Wicklund T, Ostlie H, Lothe O, Knutsen SH, Then EB, and Kita A. 2005. Acrylamide in potato crisp – the effect of raw material and processing. LWT 39 (2006) p. 571-575. Swiss, Elsevier. Zeng X, Cheng K, Du Y, Kong R, Lo C, Chu IK, Chen F & Wang M. 2010. Activities of Hydrocolloids as Inhibitors of Acrylamide Formation in Model Systems and Fried Potato Strips. J. Food chem 121: 424-428. Zeng X, Cheng KW, Jiang Y, Lin ZX, Shi JJ, Ou SY, Chen F, dan Wang M. 2009. Inhibition of Acrylamide Formation by Vitamins in Model Reactions and Fried Potato Strips. J. Food Chemistry 116 (2009) 34-39. Elsevier Zhang Y & Zhang Y. 2007. Effecf of Natural Antioxidants on Kinetic Behavior of Acrylamide Formation and Elimination in Low-moisture Asparagine-glucose Model System. J. of Food Engineering 85 (2008) 105-115. Elsevier. Zyzak DV, Sanders RA, Stojanovic M, Tallmadge DH, Eberhart BL, Ewald DK, Gruber DC, Morsch TR, Strothers MA, Rizzi GP, & Villagran MD. 2003. Acrylamide Formation Mechanism in Heated Foods. J. Agric. Food Chem, 51, 4782-4787. American Chemical Society.
40
LAMPIRAN
41
Lampiran 1. Data analisis kadar air keripik pisang Dosis Bobot Bobot Cawan + Cawan + (kGy) cawan sampel sampel sampel (g) (g) basah (g) kering (g) 4.9209 2.1250 7.0459 4.4328 2.2147 6.6475 5.0285 2.0629 7.0914 4.7267 2.0146 6.7413 5 5.0472 2.1994 7.2466 4.3467 2.0215 6.3682 4.8335 2.1942 7.0277 10 4.4557 2.1397 6.5954 4.8453 2.1127 6.9580 4.4420 2.0166 6.4586 15 5.0282 2.0815 7.1097 5.3852 2.0953 7.4805 4.7723 2.1914 6.9637 25 4.2964 2.015 6.3114 4.7023 2.0197 6.7220 Contoh perhitungan: 7.0459−6.9900 𝐾𝑎 (𝑏𝑏) = 𝑥 100% = 2.6206 0
𝐾𝑎 (𝑏𝑘) =
2.1250 7.0459−6.9900
6.9900−4.9209
6.9900 6.5909 7.0411 6.6853 7.1891 6.3096 6.9684 6.5361 6.8958 6.4050 7.0567 7.4275 6.9072 6.2604 6.6710
Kadar air b/b (%) 2.6306 2.5556 2.4383 2.7797 2.6144 2.8988 2.7026 2.7714 2.9441 2.6579 2.5462 2.5295 2.5783 2.5310 2.5251
Ratarata ± stdev 2.54 ± 0.10 2.76 ± 0.14 2.81 ± 0.12 2.58 ± 0.07 2.54 ± 0.03
Kadar air b/k (%)
Ratarata ± stdev
2.7016 2.6227 2.4992 2.8592 2.6845 2.9854 2.7776 2.8504 3.0334 2.7305 2.6128 2.5951 2.6465 2.5967 2.5905
2.61 ± 0.10 2.84 ± 0.15 2.89 ± 0.13 2.65 ± 0.07 2.61 ± 0.03
𝑥 100% = 2.7016
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:Kadar_air
Source
Type III Sum of Squares
Model Sampel Ulangan Error Total
a
111.135 .219 .016 .098 111.233
df
Mean Square
F
Sig.
7 4 2 8 15
15.876 .055 .008 .012
1.292E3 4.452 .637
.000 .035 .554
a. R Squared = .999 (Adjusted R Squared = .998) Kadar_air Duncan Subset Sampel
N
1
0 kGy 25 kGy 15 kGy 5 kGy 10 kGy Sig.
3 3 3 3 3
2.6078 2.6112 2.6461
.695
2
2.6461 2.8430 .061
3
2.8430 2.8871 .639
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = .012.
42
Lampiran 2. Data analisis kadar abu keripik pisang Bobot Bobot Cawan + cawan sampel sampel (g) (g) basah (g) 16.3198 2.1055 18.4253 0 19.9406 2.0176 21.9582 20.8462 2.0253 22.8715 17.8947 2.0917 19.9864 5 18.0995 2.0835 20.1830 22.2836 2.1266 24.4102 18.7726 2.0768 20.8494 10 21.7889 2.0349 23.8238 20.5022 2.0417 22.5438 22.2836 2.0437 24.3273 15 17.9293 2.0606 19.9899 18.2053 2.1015 20.3068 17.5746 2.0246 19.5992 25 21.1837 2.0796 23.2633 17.5687 2.0054 19.5741 Contoh perhitungan: 16.3459−16.3198 𝐾𝑏 (𝑏𝑏) = 𝑥 100% = 1.2396 Dosis (kGy)
2.1250 1.2396
𝐾𝑏 (𝑏𝑘) =
100−2.6306
Source
Type III Sum of Squares df
Cawan + sampel kering (g) 16.3459 19.9657 20.8718 17.9208 18.1251 22.3096 18.7976 21.8132 20.5265 22.3090 17.9547 18.2311 17.5998 21.2093 17.5937
Kadar abu b/b (%) 1.2396 1.2440 1.2640 1.2478 1.2287 1.2226 1.2038 1.1942 1.1951 1.2428 1.2326 1.2277 1.2447 1.2310 1.2466
Ratarata ± stdev 1.25 ± 0.01 1.23 ± 0.01 1.20 ± 0.00 1.23 ± 0.01 1.24 ± 0.01
Kadar abu b/k (%) 1.2731 1.2767 1.2956 1.2835 1.2617 1.2591 1.2372 1.2282 1.2313 1.2768 1.2649 1.2596 1.2776 1.2630 1.2789
Ratarata ± stdev 1.28 ± 0.01 1.27 ± 0.01 1.23 ± 0.00 1.27 ± 0.01 1.27 ± 0.01
𝑥 100% = 1.2731
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:Kadar_abu
Model Sampel Ulangan Error Total
a
23.988 .004 .000 .001 23.989
7 4 2 8 15
Mean Square
F
Sig.
3.427 .001 .000 8.931E-5
3.837E4 12.054 1.622
.000 .002 .256
a. R Squared = 1.000 (Adjusted R Squared = 1.000)
43
Kadar_abu Duncan Sampel
N
10 kGy 15 kGy 5 kGy 25 kGy 0 kGy Sig.
3 3 3 3 3
Subset 1
2
1.232233E0
1.000
1.267100E0 1.268100E0 1.273167E0 1.281800E0 .111
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 8.93E-005. Lampiran 3. Data analisis kadar protein keripik pisang Dosis radiasi Bobot Volume Kadar protein (kGy) sampel (g) HCl (ml) b/b (%) 0.1079
1.55
2.5176
0.1124
1.65
2.5835
0.1223
1.75
2.5275
0.1185
1.75
2.6086
0.1103
1.60
2.5477
0.1124
1.65
2.5835
0.1198
2.15
3.2058
0.1235
2.00
2.8822
0.1010
1.70
2.9678
0.1473
2.25
2.7345
0.1299
2.20
3.0286
0.1447
2.40
2.9778
0.1270
2.05
2.8765
0.1061
1.70
2.8252
0.1372 2.10 Contoh perhitungan: Konsentrasi HCl = 0.0214 N Volume blanko = 0.1 ml
2.7310
0
5
10
15
25
Rata-rata ± stdev 2.54 ± 0.04
Kadar protein b/k (%) 2.5856 2.6512
Rata-rata ± stdev 2.61 ± 0.04
2.5907 2.58 ± 0.03
2.6832 2.6161
2.65 ± 0.03
2.6606 3.02 ± 0.17
3.2948 2.9644
3.11 ± 0.17
3.0578 2.91 ± 0.16
2.8091 3.1078
2.99 ± 0.16
3.0551 2.81 ± 0.07
2.9527 2.8985
2.88 ± 0.08
2.8017
(1.55−0.1)𝑥 0.0214 𝑥 14.0067
%𝑁 = 𝑥 100% = 0.40281 0.1079 𝑥 1000 𝐾𝑃𝐾 (𝑏𝑏) = %𝑁 𝑥 𝐹𝐾 = 0.40281 𝑥 6.25 = 2.5176 2.5176 𝐾𝑃𝐾 (𝑏𝑘) = 𝑥 100%= 2.5856 100−2.6306
44
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:Kadar_protein Source Model Sampel Ulangan Error Total
Type III Sum of Squares df a
122.271 .549 .003 .123 122.394
7 4 2 8 15
Mean Square
F
Sig.
17.467 .137 .001 .015
1.136E3 8.927 .083
.000 .005 .921
a. R Squared = .999 (Adjusted R Squared = .998) Kadar_protein Duncan Sampel
N
0 kGy 5 kGy 25 kGy 15 kGy 10 kGy Sig.
3 3 3 3 3
Subset 1 2.609167E0 2.653300E0
.674
2 2.653300E0 2.884300E0
.052
3
2.884300E0 2.990667E0 3.105667E0 .069
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = .015. Lampiran 4. Data analisis kadar lemak keripik pisang Bobot Bobot Dosis radiasi sampel labu Bobot labu (kGy) (g) kosong (g) + lemak (g) 0
5
10
15
25
Kadar lemak b/b (%)
Ratarata ± stdev
Kadar lemak b/k (%)
Ratarata ± stdev
38.62 ± 0.04
39.6643 39.6757
39.63 ± 0.07
2.0854 2.0713
97.8970 106.7221
98.7024 107.5229
38.6209 38.6617
2.0845
105.6424
106.4466
38.5800
2.0550
96.5672
97.3991
40.4818
2.0404
105.7596
106.5839
40.3989
2.0536
94.7032
95.5339
40.4509
2.0809
107.0719
107.9003
39.8097
2.0912
68.5816
69.4135
39.7810
2.0847
115.9073
116.7360
39.7515
2.1140
106.2079
107.0353
39.1391
2.1211
104.4544
105.2857
39.1919
2.1180
107.5327
108.3598
39.0510
2.1113
101.8089
102.6420
39.4591
2.1251
101.8170
102.6566
39.5087
2.1245
109.0209
109.8590
39.4493
39.5442 40.44 ± 0.04
41.6392 41.4835
41.59 ± 0.1
41.6585 39.78 ± 0.03
40.9155 40.9149
40.93 ± 0.02
40.9574 39.13 ± 0.07
40.2078 40.2159
40.16 ± 0.08
40.0644 39.47 ± 0.03
40.5034 40.5347
40.50 ± 0.03
40.4712
45
Contoh perhitungan: 98.7024−97.8970 𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑙𝑒𝑚𝑎𝑘 𝑏𝑏 (%) = × 100% = 38.6209 𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑙𝑒𝑚𝑎𝑘 𝑏𝑘 (%) =
2.0854 38.6209
100−2.6306
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:Kadar_lemak Source Model Sampel Ulangan Error Total
Type III Sum of Squares df a
24687.518 6.703 .006 .041 24687.559
7 4 2 8 15
× 100%= 39.6643
Mean Square
F
Sig.
3526.788 1.676 .003 .005
6.841E5 325.079 .535
.000 .000 .605
a. R Squared = 1.000 (Adjusted R Squared = 1.000) Kadar_lemak Duncan Sampel
N
0 kGy 15 kGy 25 kGy 10 kGy 5 kGy Sig.
3 3 3 3 3
Subset 1
2
3
4
5
3.962807E1 4.016270E1 4.050310E1 4.092927E1 1.000
1.000
1.000
1.000
4.159373E1 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = .005.
46
Lampiran 5. Data analisis karbohidrat keripik pisang Dosis Kadar Kadar Kadar Kadar Kadar radiasi air b/b abu b/b protein lemak karbohidrat (kGy) (%) (%) b/b (%) b/b (%) b/b (%) 0
5
10
15
25
2.6306
1.2396
2.5176
38.6209
54.9913
2.5556
1.2440
2.5835
38.6617
54.9551
2.4383
1.2640
2.5275
38.5800
55.1902
2.7797
1.2478
2.6086
40.4818
52.8822
2.6143
1.2287
2.5477
40.3989
53.2103
2.8988
1.2226
2.5835
40.4509
52.8442
2.7026
1.2038
3.2058
39.8097
53.0782
2.7714
1.1942
2.8822
39.7810
53.3712
2.9441
1.1951
2.9678
39.7515
53.1415
2.6579
1.2428
2.7345
39.1391
54.2257
2.5462
1.2326
3.0286
39.1919
54.0005
2.5295
1.2277
2.9778
39.0510
54.2140
2.5783
1.2447
2.8765
39.4591
53.8414
2.5310
1.2310
2.8252
39.5087
53.9041
Ratarata ± stdev 55.05 ± 0.13
Kadar karbohidrat b/b (%) 56.4770 56.3964
Ratarata ± stdev 56.48 ± 0.09
56.5695 52.98 ± 0.20
54.3942 54.6387
54.49 ± 0.13
54.4218 53.20 ± 0.15
54.5525 54.8925
54.73 ± 0.17
54.7535 54.15 ± 0.13
55.7063 55.4114
55.58 ± 0.15
55.6209 53.93 ± 0.11
55.2663 55.3038
55.34 ± 0.10
2.5251 1.2466 2.7310 39.4493 54.0480 55.4481 Contoh perhitungan: Kadar karbohidrat bb = 100 – (2.6306+1.2396+2.5176+38.6209) = 54.9913 % Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:Kadar_Karbohidrat Source Model Sampel Ulangan Error Total
Type III Sum of Squares df a
45917.780 7.373 .018 .156 45917.936
7 4 2 8 15
Mean Square
F
Sig.
6559.683 1.843 .009 .020
3.360E5 94.426 .451
.000 .000 .652
a. R Squared = 1.000 (Adjusted R Squared = 1.000) Kadar_Karbohidrat Duncan Subset Sampel
N
1
5 kGy 10 kGy 25 kGy 15 kGy 0 kGy Sig.
3 3 3 3 3
5.448490E1 5.473283E1
2
3
5.533940E1 5.557953E1 .061
.068
5.648097E1 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = .020.
47
Lampiran 6. Data analisis akrilamida keripik pisang Tabel Data standar akrilamida Absorbansi [akrilamida] standar Ulangan Ulangan Ulangan Rata-rata (ppm) 1 2 3
A/A0
500.00
0.396
0.467
0.583
0.482000
0.310101
167.00
0.669
0.595
0.562
0.608667
0.391593
55.60
0.786
0.867
0.819
0.824000
0.530131
18.50
1.008
1.079
1.095
1.060667
0.682393
6.17
1.271
1.278
1.248
1.265667
0.814283
2.06
1.413
1.36
1.481
1.418000
0.912288
0.69
1.450
1.546
1.413
1.469667
0.945529
0.00
1.544
1.574
1.545
1.554333
1.000000
Gambar Grafik standar akrilamida menggunakan curve fit four parameter logistics, hubungan antara konsentrasi akrilamida (independent values) dan %A/A0 (Response Values)
Dosis radiasi (kGy)
Tabel analisis akrilamida ekstrak sampel Absorbansi Rata-rata A/A0 Ulangan Ulangan Ulangan 1 2 3
[akrilamida] (ng/mL)
0
1.304
1.213
1.126
1.214333
0.781257
8.5150
5
1.346
1.269
1.083
1.232667
0.793052
7.6688
10
1.385
1.416
0.997
1.266000
0.814497
6.2743
15
1.408
1.338
1.150
1.298667
0.835514
5.0710
25
1.544
1.425
1.227
1.398667
0.899850
2.2365
48
Tabel konsentrasi akrilamida ng/g sampel dan persentase reduksi Bobot Konsentrasi [akrilamida] [akrilamida] sampel akrilamida (ng/g (ng/mL) x 60 (gram) sampel) 8.5150 510.900 1.0090 515.4981
Dosis radiasi (kGy) 0
% reduksi 0.00000
5
7.6688
460.128
1.0091
464.3152
9.92883
10
6.2743
376.458
1.0075
379.2814
26.42428
15
5.0710
304.260
1.0337
314.5136
38.98841
25
2.2365
134.190
1.0261
137.6924
73.28945
Contoh perhitungan: Sampel 0 kGy 1.214333 𝐴𝑠/𝐴𝑜 = = 0.781257 1.554333 a = 0.215482985141797 b = 0.726698376544882 c = 31.485379704162 d=1 A/Ao = [(a-d)/{1+(X/c)^b}]+d 0.781257 = [(0.215482985141797-1)/{1+(Xs/31.485379704162)^ 0.726698376544882}]+1 Xs = 8.5150 [AAs] = 8.5150 x 20 x 3 = 510.900 ng/1.0090 g sampel Konsentrasi akrilamida = 510.900 / 1.0090 = 515.4981 ng/g Persentase reduksi (%) untuk sampel 5 kGy = [(515.4981-464.3152)/515.4981] x 100% = 9.92883
Lampiran 7. Data analisis TBA keripik pisang Tabel analisis TBA keripik pisang Dosis radiasi Absorbansi Bil TBA (kGy) (mg malonaldehid/kg) 0.115 0.8925 0 0.116 0.9003 5 10 15 25
0.161
1.2444
0.159
1.2290
0.214
1.6622
0.212
1.6467
0.215
1.6709
0.217
1.6864
0.272
2.1116
0.265
2.0573
Rata-rata ± stdev 0.90 ± 0.01 1.24 ± 0.01 1.65 ± 0.01 1.68 ± 0.01 2.08 ± 0.04
49
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:TBA Source Model Sampel Ulangan Error Total
Type III Sum of Squares df a
24.467 1.661 .000 .001 24.468
6 4 1 4 10
Mean Square
F
Sig.
4.078 .415 .000 .000
1.100E4 1.120E3 1.038
.000 .000 .366
a. R Squared = 1.000 (Adjusted R Squared = 1.000) TBA Duncan Subset Sampel
N
1
0 kGy 5 kGy 10 kGy 15 kGy 25 kGy Sig.
2 2 2 2 2
.8964
2
3
4
1.2367 1.6545 1.6786 1.000
1.000
2.0845 1.000
.278
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = .000.
Lampiran 8. Data analisis tekstur keripik pisang Tabel Pengukuran tekstur keripik pisang setiap perlakuan Dosis Force (g) radiasi Rata-rata ± stdev 1 2 3 4 5 (kGy) 0
585.9
394.0
359.1
592.0
639.3
514.06 ± 127.82
5
664.4
432.0
509.8
272.1
529.7
481.60 ± 143.94
10
798.8
650.2
484.7
36.7
794.1
552.90 ± 315.92
15
321.0
167.6
746.1
718.9
679.3
526.58 ± 264.40
25
515.9
714.9
378.9
699.0
615.3
584.80 ± 139.68
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:Tekstur Source Model Sampel Ulangan Error Total
Type III Sum of Squares df a
7.236E6 30580.146 129698.922 775418.198 8010978.070
9 4 4 16 25
Mean Square
F
Sig.
803951.097 7645.037 32424.731 48463.637
16.589 .158 .669
.000 .957 .623
a. R Squared = .903 (Adjusted R Squared = .849)
50
Lampiran 9. Data analisis warna keripik pisang Tabel analisis warna Dosis L*/a*/b* Ulangan radiasi 1 2 3 (kGy) L* 56.93 55.48 56.64 0
5
10
15
25
Rata-rata
56.35
a*
7.09
7.13
7.23
7.15
b*
36.63
35.68
36.93
36.41
L*
54.65
54.91
54.18
54.58
a*
6.85
6.77
6.87
6.83
b*
33.36
33.31
33.15
33.27
L*
54.06
54.19
53.75
54.00
a*
6.62
7.14
7.40
7.05
b*
31.11
30.98
31.76
31.28
L*
53.79
53.48
53.07
53.45
a*
7.29
6.99
7.08
7.12
b*
29.81
27.81
29.01
28.88
L*
51.57
52.24
52.81
52.21
a*
7.15
7.06
7.06
7.09
b*
26.06
26.16
26.32
26.18
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:L* Source Model Sampel Ulangan Error Total
Type III Sum of Squares df a
43957.198 27.939 .054 2.530 43959.728
7 4 2 8 15
Mean Square
F
Sig.
6279.600 6.985 .027 .316
1.985E4 22.083 .086
.000 .000 .919
a. R Squared = 1.000 (Adjusted R Squared = 1.000) L* Duncan Subset Sampel
N
1
25 kGy 15 kGy 10 kGy 5 kGy 0 kGy Sig.
3 3 3 3 3
52.2067
2 53.4467 54.0000
1.000
.263
3
4
54.0000 54.5800 .242
56.3500 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = .316.
51
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:a* Type III Sum of Squares df
Source
a
Model Sampel Ulangan Error Total
745.498 .195 .048 .336 745.835
7 4 2 8 15
Mean Square
F
Sig.
106.500 .049 .024 .042
2.534E3 1.158 .571
.000 .397 .586
Mean Square
F
Sig.
2113.450 46.562 .655 .247
8.557E3 188.528 2.653
.000 .000 .131
a. R Squared = 1.000 (Adjusted R Squared = .999) Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:b* Type III Sum of Squares df
Source
a
Model Sampel Ulangan Error Total
14794.151 186.248 1.310 1.976 14796.126
7 4 2 8 15
a. R Squared = 1.000 (Adjusted R Squared = 1.000) b* Duncan Subset Sampel
N
25 kGy 15 kGy 10 kGy 5 kGy 0 kGy Sig.
1 3 3 3 3 3
2
3
4
5
26.1800 28.8767 31.2833 33.2733 1.000
1.000
1.000
1.000
36.4133 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = .247. Lampiran 10. Data penilaian panelis terhadap warna keripik pisang Kode sampel Nomor
Nama
981
425
367
874
251
Sri 1
8.45
4.5
12.7
6.35
2.9
2
Iyan A
13.9
13.35
12.5
8.25
9.3
3
M Akili
14.1
10.75
9.6
9.1
11.9
4
Dini W
11.1
9.4
4.1
7.7
6
5
Lisa
2.5
5.6
3.7
11.45
13
6
Sri 2
13.2
12.7
12.1
9.8
10.5
7
Heni
12.6
13.9
11.3
9.65
1.1
1
52
Ahmadun
8.2
4.8
9.05
10.5
6.5
Indra
4.9
4.65
5.7
5.1
6.55
10
M Iqbal
9.6
10.7
11.6
7.2
12.4
11
Gema
10.6
9.55
8
7.6
8.85
12
Gugi
0.9
4.15
9.65
10.4
8.9
13
Ajie
12.4
11.2
5
7.9
4.05
14
Lathifah
10.8
6.65
4.9
9.3
8
15
Sarah T
2.7
11.4
6.9
8.05
11.2
16
Suba
8.4
10.3
11.4
9.55
11.1
17
Septi
13.3
11.75
7.3
5.85
9.6
18
Faisal
9.8
9.15
6.35
5
5.6
19
William
11.6
9.85
11.6
11.6
9.85
20
Annisa D
11.25
10.3
4.45
8.35
5.2
21
Khalid
13.2
11.6
10.4
7
2.5
22
Eren
11.9
6.85
8.95
8.95
4.6
23
M. Taufan
11.45
10
11.8
10.9
9.1
24
Raudhatussa'adah
7.9
4.45
0.75
6.55
2.4
25
Annisa S
10.4
5.75
7.05
4.65
8.65
26
Romone
4.1
10.4
4.55
5.5
3.45
27
Fitria L
6
7.8
3.75
2.75
1.9
28
Yeni R
13.4
4.5
12.3
11.6
8.85
29
Priska W A
11.15
13.5
7.1
5.95
9.65
30
Dhina N
13.55
9.7
10.3
9.2
9.9
31
Rafiqah
11.95
11.1
10
6.85
4.8
32
Rathih W
12.8
11.8
10.5
8.1
9.9
33
Efratia
10.25
9.5
9.85
9
8.25
34
Aca
9.7
4.65
3.1
5.7
7.85
35
Nisa Kyo
8.8
6.2
5.65
7.3
5.25
36
Cicely
12.15
12.85
11.05
11
9.35
37
Nona
11.65
12.35
4.3
10.7
2.15
38
IK Putra
10.9
10.9
9.6
6
7.4
39
Citra Ayu
7.85
9.4
4.7
7.2
3.6
40
Ratna
8 9
8.6
10.15
7.4
7
6.4
5.9
9.6
8.8
7
41
Angela OJ
10.25
42
Silvia
10.85
9.65
9.1
9.65
7.9
43
Vincentia SS
13.2
9.9
3.8
4.6
2.8
44
Yuli
11.55
12.1
10
5.3
4.8
45
Taufiq
12.05
10.8
8.6
4.8
6.7
46
Raceel I
12.9
12
11.3
1.2
2.3
47
Astrid
12.7
9.6
11.5
2
5.5
48
Hafiz
11.6
9
2.1
2.75
3.3
49
Eka J
12.7
13.8
10.05
11.5
10.25
50
Iin W
12.65
10.35
5.8
4.35
5.2
53
Dimas
9.1
12.4
12.1
10.4
11.4
52
Novandra
13.6
11.1
4.7
7.5
3.5
53
Leo
9.4
6.7
5.1
3.5
2.4
54
Olga AS
10.55
6.9
9.2
7.8
5.8
55
Jordan K
10.8
9.3
7.6
4.3
5.6
56
Yanica IA
11.7
9.35
12.85
10.3
8.55
57
Fefi SJ
7.5
6.5
8.1
5.6
4.9
58
Tika
11.25
9.2
7.95
6.65
4.15
59
Nurul
11.7
8.5
9.3
4.4
6.7
60
K. Nisa
14.1
12.5
14.5
13.2
9.65
61
Euis F
12.4
13.75
11.7
13.1
9.8
62
Desi S
10.4
7.15
8.55
9.4
7.8
63
Bangun
12.9
11.6
4.2
1.85
3.3
64
Afi
12.95
11.15
11.7
12.1
12.55
65
Mutiara
10.3
8.2
7.25
3.45
4.55
66
Trina K
13.4
11.75
11.5
3.95
4.5
67
Alviane
9.05
6.2
4.75
4.15
3.5
68
Yunita
7
4.3
7.8
8.85
5.8
69
Karina PW
13.35
9.85
4.6
5.85
11.6
11.95 8.85 10.1 11.2 Sarida W Rata-rata 10.60 9.38 8.23 7.47 Kode sampel: 981 : 0 kGy, 425 : 5 kGy, 367 : 10 kGy, 874 : 15 kGy, 251 : 25 kGy
7.95
51
70
6.83
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:Respon_Warna Source Model Panelis Sampel Error Total
Type III Sum of Squares df a
27221.667 1281.469 635.695 1682.033 28903.700
74 69 4 276 350
Mean Square
F
Sig.
367.860 18.572 158.924 6.094
60.361 3.047 26.077
.000 .000 .000
a. R Squared = .942 (Adjusted R Squared = .926) Respon_Warna Duncan Subset Sampel
N
1
25 kGy 15 kGy 10 kGy 5 kGy 0 kGy Sig.
70 70 70 70 70
6.8314 7.4729
2
3
4
7.4729 8.2343 9.3779
.125
.069
1.000
10.5979 1.000
54
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:Respon_Warna Source
Type III Sum of Squares df
Mean Square
F
Sig.
a
Model 27221.667 74 367.860 60.361 Panelis 1281.469 69 18.572 3.047 Sampel 635.695 4 158.924 26.077 Error 1682.033 276 6.094 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 6.094.
.000 .000 .000
Lampiran 11. Data penilaian panelis terhadap aroma keripik pisang Kode sampel Nomor
Nama
981
425
367
874
251
1
Sri 1
5.5
2.3
12.4
4
1
2
Iyan A
4.4
2.9
3.7
1.9
2.3
3
M Akili
14.25
13.35
11.4
10.8
12.35
4
Dini W
4.7
7.65
6.25
10.5
9.1
5
Lisa
12.85
4.5
7.75
1.25
2.8
6
Sri 2
13.6
13.4
12.8
7
12.2
7
Heni
11.85
13.5
10.4
1.15
2.4
9.1
10.7
11.4
9.95
8
Ahmadun
8.4
9
Indra
6.9
4.2
7.55
6.2
5.1
10
M Iqbal
11
12.15
8.9
7.55
10.05
11
Gema
10.7
8.6
7.4
5.7
8.5
12
Gugi
2.5
6.4
4.4
5.4
1.6
13
Ajie
8.3
9.15
7.3
5.4
6.3
14
Lathifah
11.6
13.4
12.6
10.55
8.4
15
Sarah T
10.25
3.4
6.4
7.25
2.15
9.8
10.35
9.4
11.4
16
Suba
8.5
17
Septi
13.1
11.35
4.55
6.25
8.4
18
Faisal
6.4
7.15
7.25
5.35
4.8
19
William
4.7
4.7
4.7
4.7
3.5
20
Annisa D
11.35
6.8
6.1
7.65
4.3
21
Khalid
11.4
7.6
5.95
5.4
6.85
22
Eren
12.5
12.5
11
2.25
4.25
23
M. Taufan
9.8
8.55
7
4
5.2
24
Raudhatussa'adah
8.4
7.9
7.1
4.85
5.8
25
Annisa S
8.4
6.05
7.15
5.25
7.85
26
Romone
3.5
9.1
5.85
10.1
4.3
27
Fitria L
6.55
8.35
3.15
4.65
1.9
28
Yeni R
3.75
2.25
4.5
4.9
3
29
Priska W A
11.9
13.2
9.9
4.7
10.6
55
Dhina N
12.4
10.7
13
10.2
7.35
31
Rafiqah
5.9
7.3
6.35
5.05
6.8
32
Rathih W
12.85
11.55
8.7
12.25
7.5
33
Efratia
6.8
7.2
7.75
8.1
8.2
34
Aca
9.65
6.9
5.9
7.35
8.35
35
Nisa Kyo
7
8.4
7.4
6.4
6.1
36
Cicely
8.9
7.3
4.8
7.3
6
37
Nona
6.25
8.9
11.4
10
3.4
38
IK Putra
7.45
7.7
8
5.9
7.45
39
Citra Ayu
6.65
8.5
9.8
7.4
5.8
40
Ratna
8.5
11.3
5.7
4.9
3.75
41
Angela OJ
7.9
5.65
6.9
4.85
4.15
42
Silvia
9.8
9.05
8.25
10.15
7.7
43
Vincentia SS
10.85
9.05
7.6
4.1
12.35
44
Yuli
9.3
6.9
7.45
8.3
7.95
45
Taufiq
7.6
6.15
4.7
5.85
6.5
46
Raceel I
30
9.3
6.9
8.65
6
8
12
11.1
9.2
4
47
Astrid
11.55
48
Hafiz
11.7
10.15
8.75
4.4
2.15
49
Eka J
6.2
1.7
0.5
1
1.4
50
Iin W
12.4
11.55
8.9
6.4
7.25
51
Dimas
9.4
10.4
8
7.5
11.4
52
Novandra
10.8
9.5
7.7
5.7
1.45
53
Leo
5.5
4.5
3.7
3
1.8
54
Olga AS
7.7
9.05
6.5
5.6
4.4
55
Jordan K
10.65
7.5
8.1
8.6
6.9
56
Yanica IA
8.75
8.4
9.55
7.7
1.9
57
Fefi SJ
6.25
4.25
6.7
5.2
5.6
58
Tika
6.2
5.5
7.1
7.4
8.5
59
Nurul
9.7
7.3
8.3
5.3
6.15
60
K. Nisa
6.4
4.8
7.3
6.05
3.3
61
Euis F
10.3
12.8
11.7
8.85
6.5
62
Desi S
8.3
6.2
5.8
7.5
6.6
63
Bangun
5.5
6.2
7.2
4.7
4.15
64
Afi
11.4
8.7
9.3
10.1
8.3
65
Mutiara
9
10.1
8.2
2.4
5.3
66
Trina K
13.2
8.25
7
9
9.45
67
Alviane
11.35
8.15
10.7
10
11
68
Yunita
7.8
6.6
5.1
6.2
7.3
69
Karina PW
12.2
11.2
10
7.8
5.05
70
Sarida W Rata-rata
4.75
6.9
9.95
4.05
7.8
8.87
8.15
7.77
6.48
6.16
56
Kode sampel: 981 : 0 kGy, 425 : 5 kGy, 367 : 10 kGy, 874 : 15 kGy, 251 : 25 kGy Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:Respon_Aroma Source Model Panelis Sampel Error Total
Type III Sum of Squares df a
21427.972 1446.902 365.504 1173.508 22601.480
74 69 4 276 350
Mean Square
F
Sig.
289.567 20.970 91.376 4.252
68.104 4.932 21.491
.000 .000 .000
a. R Squared = .948 (Adjusted R Squared = .934) Respon_Aroma Duncan Subset Sampel
N
25 kGy 15 kGy 10 kGy 5 kGy 0 kGy Sig.
1 70 70 70 70 70
2
3
6.1621 6.4750 7.7714 8.1493 .370
.279
8.8736 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 4.252. Lampiran 12. Data penilaian panelis terhadap tekstur keripik pisang Kode sampel Nomor
Nama
981
425
367
874
251
1
Sri 1
7.9
3.7
10.3
5.1
1.4
2
Iyan A
12
10.2
12.8
11.5
9.3
3
M Akili
14.2
13.7
12.7
13.1
13.7
4
Dini W
4.85
11.05
9.7
6.2
12.1
5
Lisa
12.15
5
7.4
1.25
3.1
6
Sri 2
14.5
14.4
11.7
12.4
13.2
7
Heni
12.7
14.3
11.4
10
1.3
8
Ahmadun
9.9
8
11.4
10.65
9
9
Indra
1
4.6
9.8
9.1
5.5
10
M Iqbal
11.6
10.15
12.35
9.4
8.3
11
Gema
11.85
7.5
9.2
8.5
10.4
12
Gugi
6.2
9.15
10.6
6.5
8
13
Ajie
7.1
7.6
7.5
6.7
7.5
14
Lathifah
8.2
7.6
9.2
5.1
6.65
15
Sarah T
1.7
3.3
10.4
6.1
8.5
57
Suba
13.7
12.9
11.75
12.4
10.75
17
Septi
13
8.7
5.5
3.35
7.5
18
Faisal
7.65
8.5
9.2
7.1
8.1
19
William
11.15
6.1
11.15
10.2
11.15
20
Annisa D
5.4
6.8
5.1
4.85
4.1
21
Khalid
12.15
13.1
14.55
13.6
13.85
22
Eren
12
10.75
12
13
5.3
23
M. Taufan
10.7
8.25
9.1
11.35
10.1
24
Raudhatussa'adah
6.5
8.6
2.95
7.55
4.3
25
Annisa S
8.95
7.4
8.1
4.7
7.75
26
Romone
5.4
11.2
6.6
9.2
3.5
27
Fitria L
6.9
6.2
5
3.85
2.8
28
Yeni R
8.1
5.65
9.6
8.7
10.5
29
Priska W A
6.65
13.7
11.8
8.6
12.6
30
Dhina N
8.4
10.85
8.8
10.4
10.05
31
Rafiqah
12.25
10.6
11.35
8.6
9.7
32
Rathih W
16
13
9.1
10.9
12.55
11.9
11.7
11.1
10.5
11.5
33
Efratia
10.8
34
Aca
9.25
6.6
5.9
8.4
7.25
35
Nisa Kyo
8.5
9
5.1
8.1
7.75
36
Cicely
9.6
8
6
4.85
7
37
Nona
11.15
8
5.8
6.9
3.6
38
IK Putra
7.45
9
7.45
11.1
10.9
39
Citra Ayu
7.1
8.5
10.3
7.6
9.5
40
Ratna
5.95
11.9
10.8
6.5
7
41
Angela OJ
8.8
4.5
10.5
7.95
6.5
42
Silvia
10.45
9.3
9
10.2
8.65
43
Vincentia SS
4.4
11.25
10
11.8
12.55
44
Yuli
10.2
8.9
8
12.9
11.35
45
Taufiq
10.3
9
10.8
8.1
9.8
46
Raceel I
10.9
9.2
7.1
8.1
6.5
47
Astrid
10.9
4.7
10.2
7.6
5.75
48
Hafiz
13.3
10.65
12.1
12.8
11.4
49
Eka J
10.75
12.9
12.4
14
11.35
50
Iin W
10.55
12.95
11.9
7.45
5.55
51
Dimas
11.3
10.6
11.1
11.5
11.95
52
Novandra
13.8
12
11.25
10.5
1.4
53
Leo
5.95
7.2
6.55
9
8.1
54
Olga AS
4.2
8.85
4.7
6.65
5.4
55
Jordan K
9.95
6.8
6.35
8.9
8.1
56
Yanica IA
8.9
9.8
10.7
8.1
5.05
57
Fefi SJ
9.1
6.8
8.1
7.6
6.05
58
Tika
8.4
7.35
4
5.2
5.85
58
Nurul
6.45
9.6
5.35
8.5
7.2
60
K. Nisa
3.5
1.65
5.3
1.8
4.3
61
Euis F
12.9
12
14.75
14.05
9.9
62
Desi S
12
7.2
11.4
7.95
10.5
63
Bangun
10.5
4.25
9.55
5.75
6.5
64
Afi
11.75
10.15
11
12.4
9.45
65
Mutiara
6.95
8.2
6.2
4.3
3.1
66
Trina K
9.8
6.75
7.5
9.15
5.8
67
Alviane
9.75
5.2
4.3
3.3
8.65
68
Yunita
10.55
10.05
11.2
9
12.15
69
Karina PW
9.15
4.3
2.2
6.15
11.55
59
5.05 5.9 12.15 8.3 Sarida W Rata-rata 9.26 8.70 9.11 8.49 Kode sampel: 981 : 0 kGy, 425 : 5 kGy, 367 : 10 kGy, 874 : 15 kGy, 251 : 25 kGy 70
4.2 8.01
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:Respon_Tekstur Source
Type III Sum of Squares df
Mean Square
a
Model 28374.383 74 383.438 Panelis 1709.655 69 24.778 Sampel 69.596 4 17.399 Error 1342.265 276 4.863 Total 29716.648 350 a. R Squared = .955 (Adjusted R Squared = .943) Respon_Tekstur Duncan
F
Sig.
78.843 5.095 3.578
.000 .000 .007
Subset Sampel 25 kGy 15 kGy 5 kGy 10 kGy 0 kGy Sig.
N
1 70 70 70 70 70
2
8.0143 8.4936 8.7050
.081
8.4936 8.7050 9.1143 9.2579 .061
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 4.863.
59
Lampiran 13. Data penilaian panelis terhadap rasa keripik pisang Kode sampel Nomor
Nama
981
425
367
874
251
1
Sri 1
8.8
3.2
12.35
5.3
1.5
2
Iyan A
13.2
11.45
14.15
10.95
5.8
3
M Akili
14.5
13.7
12.85
13.2
13.7
4
Dini W
7
11.25
13.25
8.25
10.1
5
Lisa
11.7
4.6
8.8
1.1
2.85
6
Sri 2
14.3
14.5
12.3
7.1
11.4
7
Heni
12.4
13.9
11.05
1
2.4
8
Ahmadun
11.7
8.1
10.3
10.9
9
9
Indra
2.6
4.4
0.8
5.2
3.45
10
M Iqbal
11.4
13.5
12.6
8.5
9.7
11
Gema
9.2
9
8.25
7.6
8.1
12
Gugi
0.4
4
3.15
0.2
2.3
13
Ajie
6.15
5.7
6.15
6.8
6.15
14
Lathifah
1.55
3.1
4.6
2.3
3.7
15
Sarah T
7.45
4.8
9.2
6.2
1.6
16
Suba
12.5
11.85
11.35
10.4
9.7
17
Septi
12.95
9.6
5.05
2.6
7.35
18
Faisal
7.35
8
6.85
5.8
4.95
19
William
11.15
5.7
7.2
8.7
4.3
20
Annisa D
9.6
11.7
10.55
8.2
3.4
21
Khalid
10.5
12.2
6.05
4.85
2.6
22
Eren
9.7
2.2
7.8
7.8
3.9
23
M. Taufan
9.2
7.65
10.6
6.35
1.8
24
Raudhatussa'adah
4.9
3.25
8.3
7.6
4.25
25
Annisa S
8.45
5.9
7.1
3.6
4.8
26
Romone
4.05
11.8
7.2
8.65
2.6
27
Fitria L
8
7.05
5.9
3.9
2.6
28
Yeni R
4.25
2.25
3
3.8
5.05
29
Priska W A
10.15
12.8
11.1
4.1
11.9
30
Dhina N
10.2
11.9
11
11.4
13.8
31
Rafiqah
12.95
10.5
11.9
9.25
8.95
32
Rathih W
13.8
10.25
11.8
14.3
12.8
33
Efratia
4.15
4.55
3.45
5.1
4.9
34
Aca
9.4
6.75
7.25
10.5
4.85
35
Nisa Kyo
8.2
5.8
6.35
7.7
7.6
36
Cicely
5
5.95
9.4
7.5
2.8
37
Nona
12.3
8.55
10.6
6.3
4.2
38
IK Putra
6.35
7.2
7.2
8.1
7.8
39
Citra Ayu
10.4
11.7
11.1
7.2
9.45
40
Ratna
7.4
12.2
5.5
4.3
3.5
60
Angela OJ
7.2
2.9
6.2
4
4.75
42
Silvia
7.75
7.3
6.75
6.35
5.25
43
Vincentia SS
7.2
3.85
8.4
8.95
9.6
44
Yuli
8.1
5.9
4.3
6.4
4.8
45
Taufiq
9.95
9
7.95
7.2
6.3
46
Raceel I
9.8
8.2
10.8
8.75
7.65
47
Astrid
7.7
5.7
8.4
4.3
3.2
48
Hafiz
10.95
4.3
6.8
8.35
2.8
49
Eka J
11.35
13.1
10.1
7.55
9.05
50
Iin W
11.6
13.1
10.45
5.2
3.95
51
Dimas
8.25
9.45
6.6
4.6
5.55
52
Novandra
13.5
9.5
8.6
11.6
3.2
53
Leo
7.3
2.4
3.9
1.3
5.5
54
Olga AS
5.3
7.4
4.45
6.25
1.9
55
Jordan K
10.5
6.7
6.25
9.4
8.35
56
Yanica IA
10.1
11.45
11.1
4.95
4
57
Fefi SJ
6.7
6.1
5.6
7.1
4.9
58
Tika
10.4
7.3
8.55
6.1
9.2
59
Nurul
8.45
10.7
6.15
9.4
1.85
60
K. Nisa
1.6
1.3
1.8
0.9
2
61
Euis F
14.4
14.15
13.4
14.8
12.4
62
Desi S
10.7
8.8
9.9
8.3
9.3
63
Bangun
9.65
6.15
8.85
3.8
5.45
64
Afi
12.25
10
10.8
9.25
8.55
65
Mutiara
5.6
4.35
7.3
1
1.9
66
Trina K
8.9
8.55
7
10.2
3.2
67
Alviane
5.95
4.6
2.8
3.6
5.3
68
Yunita
5
5.55
4.25
7.1
4.65
69
Karina PW
3.4
1.45
8.35
5.4
7.6
7.15 5.3 5 6.3 Sarida W Rata-rata 8.74 7.82 8.06 6.73 Kode sampel: 981 : 0 kGy, 425 : 5 kGy, 367 : 10 kGy, 874 : 15 kGy, 251 : 25 kGy
4.65
41
70
5.83
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:Respon_Rasa Source
Type III Sum of Squares df a
Mean Square
Model 22053.108 74 298.015 Panelis 2328.826 69 33.751 Sampel 371.348 4 92.837 Error 1345.837 276 4.876 Total 23398.945 350 a. R Squared = .942 (Adjusted R Squared = .927)
F
Sig.
61.116 6.922 19.039
.000 .000 .000
61
Respon_Rasa Duncan Subset Sampel
N
25 kGy 15 kGy 5 kGy 10 kGy 0 kGy Sig.
1 70 70 70 70 70
2
3
4
5.8343 6.7286 7.8150 8.0600 1.000
1.000
.512
8.0600 8.7421 .069
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 4.876. Lampiran 14. Data penilaian panelis terhadap overall keripik pisang Kode Sampel Nomor
Nama
981
425
367
874
251
9.6
4.5
12.25
7.1
2.2
1
Sri 1
2
Iyan A
14.05
9.9
13.55
9
8.15
3
M Akili
14.6
13.4
12.2
11.5
12.3
4
Dini W
3.6
10.35
12.2
8.3
6
5
Lisa
10.75
8.9
3.15
1.6
5.45
6
Sri 2
14.4
14.3
13
7
11.8
7
Heni
12
13.55
10.55
1.2
2.95
8
Ahmadun
11.2
8.9
10.05
12
7.35
9
Indra
3.1
2.35
6
4.7
6.9
10
M Iqbal
10.4
10.9
11.3
7.3
9.1
11
Gema
12.2
11.1
10
7.4
8.5
12
Gugi
0.9
10.35
9.25
2
3.6
13
Ajie
8.9
7.85
7.1
7.85
7.1
14
Lathifah
7.25
7.75
8.2
5.2
6.3
15
Sarah T
4.55
2.8
11.05
7.9
6.4
16
Suba
11.2
10.55
10.05
9.05
9.6
17
Septi
14.35
12.1
5.45
2.35
8.8
18
Faisal
7.8
8.6
7.3
4.9
4.3
19
William
10.6
7.2
8.7
8.7
4.5
20
Annisa D
8.95
10.35
8.1
7.25
6.5
21
Khalid
13.3
8.6
8.3
9.15
7.9
22
Eren
10.85
10.2
8.9
9.4
7.8
23
M. Taufan
10.1
7.7
9.2
10.8
5.75
24
Raudhatussa'adah
6.6
3.8
5.1
5.8
4.5
25
Annisa S
9.3
6.5
7.45
4.25
6.95
26
Romone
5.4
11.4
7.7
7.4
2.75
27
Fitria L
9.4
8.4
7.4
5.6
3.5
28
Yeni R
6.65
2.85
5.65
5.15
4.75
62
Priska W A
12.4
13.45
10.75
4.2
11.45
30
Dhina N
12.8
10.85
11.15
10.1
12.25
31
Rafiqah
13.35
11
12.15
7.25
5.6
32
Rathih W
12.2
10.15
9.3
13.4
9.7
33
Efratia
8.85
9.6
8
8.4
9.4
34
Aca
10.1
9.5
6.75
7.95
8.55
35
Nisa Kyo
8.2
8.4
7.95
7.55
5.7
36
Cicely
10.3
7.4
11.3
8.9
5
37
Nona
10.8
8.75
7.75
9.65
4.2
38
IK Putra
9.1
7.65
8.8
7.95
9.6
39
Citra Ayu
11
10.3
9.5
8.85
6.35
40
Ratna
5.4
12.6
7.2
6.3
4.4
41
Angela OJ
7.35
4.15
9.1
6.05
3.55
42
Silvia
10.3
9.35
8.7
8.9
8.58
43
Vincentia SS
10.9
10
5.15
8.8
6.9
44
Yuli
8.25
6.2
3.5
6.65
4.25
45
Taufiq
29
9.7
8.7
6.4
6.95
7.45
6.4
8.4
2.65
3.45
46
Raceel I
11.45
47
Astrid
10.3
6
12.1
1.85
2.7
48
Hafiz
11.4
6.95
8.25
9.2
5.7
49
Eka J
13.1
10.3
11.2
10.8
9.5
50
Iin W
12.4
13.3
11.3
6.5
5.4
51
Dimas
9.45
12
8.5
9.85
11.1
52
Novandra
13.9
9.9
7.8
11.9
4.3
53
Leo
8.8
5.8
6.3
4.4
5
54
Olga AS
4.95
8.3
6.6
5.6
2.55
55
Jordan K
10.1
7.7
5.95
8.5
6.65
56
Yanica IA
11.95
12.45
12.3
6.3
4
57
Fefi SJ
8.45
5.5
6.4
7.35
4.65
58
Tika
10.6
8.1
8.9
7.9
9.6
59
Nurul
8.7
10.1
7.55
9.35
5.35
60
K. Nisa
4.4
4.1
5.5
3.8
4.85
61
Euis F
13.9
12.45
11.9
13.15
8.7
62
Desi S
11.4
9.8
9.4
10.1
8.7
63
Bangun
11.55
7.6
6.6
2.9
5.5
64
Afi
13.1
9.6
10.5
11.95
8.45
65
Mutiara
8.05
6.3
7.2
4.3
3.3
66
Trina K
10.85
9.15
8.8
9.9
1.6
67
Alviane
8.45
5.85
5.25
4.35
3.4
68
Yunita
10.3
8.7
6.45
9.8
7.85
69
Karina PW
70
Sarida W Rata-rata
9.25
7.4
5.2
6.4
3.6
4.55
6.9
9.15
5.7
9.7
9.78
8.77
8.57
7.32
6.43
63
Kode sampel: 981 : 0 kGy, 425 : 5 kGy, 367 : 10 kGy, 874 : 15 kGy, 251 : 25 kGy Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:Respon_Overall Source Model Panelis Sampel Error Total
Type III Sum of Squares df a
25134.288 1272.536 479.535 1246.536 26380.824
74 69 4 276 350
Mean Square
F
Sig.
339.653 18.443 119.884 4.516
75.204 4.083 26.544
.000 .000 .000
a. R Squared = .953 (Adjusted R Squared = .940) Respon_Overall Duncan Subset Sampel 25 kGy 15 kGy 10 kGy 5 kGy 0 kGy Sig.
N
1 70 70 70 70 70
2
3
4
6.4319 7.3171 8.5729 8.7693 1.000
1.000
.585
9.7764 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 4.516.
64
Lampiran 15
Uji Rating Hedonik Produk : Keripik pisang Nama :
Tanggal :
Petunjuk Di hadapan anda terdapat 5 buah sampel keripik pisang. Nilailah kesukaan anda terhadap warna, aroma, tekstur, rasa, dan overall masing-masing contoh dengan memberikan tanda garis vertikal pada garis horizontal yang telah disediakan dan memberikan keterangan berupa kode sampel pada tanda tersebut. Anda diharapkan menilai warna dan aroma terlebih dahulu sebelum menilai atribut lain.
Warna Sangat tidak suka
Sangat suka
Komentar:_______________________________________________________________________________
Aroma Sangat tidak suka
Sangat suka
Komentar:_______________________________________________________________________________
Tekstur Sangat tidak suka
Sangat suka
Komentar:_______________________________________________________________________________
Rasa Sangat tidak suka
Sangat suka
Komentar:_______________________________________________________________________________
Overall Sangat tidak suka
Sangat suka
Komentar:_______________________________________________________________________________
65