SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PENJURUSAN SISWA PADA PENJURUSAN SISWA TERKENDALA DENGAN METODE ANALYTIC HIERARCHY PROCESS (STUDI KASUS SMU YOS SUDARSO CILACAP) Antonius Agung Hartono Dosen Tetap Program Studi Teknik Informatika , Politeknik Cilacap ABSTRACT Students’ majoring is one way to help students find their ability by using their intellegence and passion. Students are helped to find their major that matches with their score and passion. A student who has the passion and the ability in the major is not going to have much problems. On the other hand, a student who doesn’t have passion and ability is going to face some difficulties. There are some constratints in students’ majoring, such as the student’s score that excels in one subject. Sometimes, the decision taken by the school is done without regarding the students’ score. It happens because the decision should be taken quickly and the time alloted for the decision is short. Besides those, the students’ age and emotional are involved. In order to deal with them, it needs to develop the decision-making system to help making decision for the slow-students’ majoring. The method used in the slow-students’ majoring is Analytic Hierarchy Process (AHP). The system is tested by giving comparison of students’ majoring test that is done manually and by using the system. The subject of the test is the slow-students of X-G in the academic year 2010/2011. The result of the test shows that the output of the data are same, both in using manual process and in using decision-making system. Keywords: Students’ majoring, AHP, decision-making system
1.
Pendahuluan Penjurusan siswa merupakan salah satu upaya untuk mengarahkan siswa berdasarkan kemampuan akademik dan minat siswa (Ramli, 2008). Para guru BP/BK sejak jauh hari biasanya akan memberikan pengarahan pada orang tua siswa maupun siswa tentang penjurusan siswa yang akan dilakukan (Irawati, 2008). Pengarahan dilakukan dengan harapan siswa tidak mengalami kendala untuk memilih jurusan yang akan ditekuninya kelak (Ramli, 2008). Pada umumnya, penjurusan ditentukan dengan melihat ketuntasan nilai mata pelajaran yang menjadi ciri khas jurusan dan angket pilihan minat siswa. Hal ini disebutkan pada panduan penyusunan laporan hasil belajar peserta didik Sekolah Menengah Atas yang dikeluarkan oleh Departemen Pendidikan Nasional, Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, Direktorat Pembinaan SMA tahun 2006. Pada siswa yang memiliki nilai mata pelajaran tuntas untuk semua pilihan jurusan tentu tidak akan menghadapi kendala. Namun hal ini akan berbeda dengan siswa yang memiliki nilai mata pelajaran tidak tuntas pada maksimal 1 mata pelajaran pada tiap jurusan. Siswa tersebut akan dijuruskan dengan cara melihat prestasi pengetahuan, sikap dan praktik mata pelajaran setiap program/jurusan. SMU Yos Sudarso Cilacap merupakan salah satu sekolah yang menggunakan panduan tersebut dalam melakukan penjurusan siswa. Siswa yang memiliki 1 nilai mata pelajaran yang tidak tuntas pada tiap jurusan (siswa terkendala), maka siswa tersebut akan diarahkan pada suatu jurusan dengan berdasarkan penilaian yang dilakukan oleh guru mata pelajaran yang menjadi ciri khas jurusan. Hasil penilaian yang dilakukan oleh guru mata pelajaran ciri khas jurusan digunakan oleh wali kelas sebagai pertimbangan dalam menentukan jurusan siswa. Berdasarkan pengalaman, setiap tahunnya terdapat 15 hingga 25 orang siswa masuk dalam kategori siswa terkendala dan siswasiswa tersebut diarahkan berdasarkan penilaian yang dilakukan oleh setiap guru mata pelajaran ciri khas jurusan. Penilaian tersebut kemudian digunakan oleh wali kelas untuk menentukan arah jurusan yang akan ditempuh oleh siswa. Akan tetapi, sering kali keputusan wali kelas dalam melakukan penjurusan pada siswa terkendala tidak sesuai dengan yang diharapkan. Menurut kurikulum, hal tersebut dipengaruhi faktor usia dan emosi yang dimiliki oleh masing-masing wali kelas. Disamping itu, rentang waktu yang dimiliki oleh wali kelas untuk menentukan penjurusan pada siswa terkendala sangat pendek. Maka dari itu, perlu dikembangkan sebuah sistem pendukung keputusan penjurusan siswa yang dapat membantu pengambil keputusan dalam menentukan jurusan pada siswa terkendala dengan cepat. 2.
Analytic Hierarchy Process (AHP) Menurut Saaty (2008, h.83), AHP didefinisikan sebagai “ a theory of measurement through pairwise comparisons and relies on the judgements of experts to derive priority scales”. AHP menguraikan permasalahan
yang kompleks menjadi sejumlah elemen kecil dan menyusun elemen-elemen tersebut dalam sebuah hierarki yang sederhana (Vila dan Beccue, 1995). Pembuatan sebuah keputusan yang teroganisir dengan baik dapat dilakukan dengan menguraikan keputusan menurut langkah-langkah berikut (Saaty, 2008): a. mendefinisikan permasalahan dan menentukan bentuk pandangan-pengetahuan (knowledge sought); b. menyusun hierarki keputusan dengan tingkat atas sebagai tujuan yang akan diraih, tingkat menengah yang berupa kriteria untuk mencapai tujuan, dan tingkat bawah yang berupa alternatif dari masing-masing kriteria; c. menyusun matriks perbandingan berpasangan; d. menggunakan nilai prioritas yang diperoleh pada perbandingan berpasangan untuk menghasilkan nilai prioritas pada tingkat di bawahnya. Pada saat penyusunan matriks perbandingan berpasangan, diisikan suatu nilai/ukuran dari 1 sampai 9 yang menunjukkan tingkat kepentingan atau dominan satu kriteria dengan yang lain. Saaty (2008) menyebutkan nilai/ukuran perbandingan berpasangan seperti yang ditunjukkan pada Tabel 2.1. Tabel 2. 1. Nilai intensitas kepentingan pada perbandingan berpasangan Intensitas kepentingan 1
Sama pentingnya
2 3 4 5
Lemah atau sedikit Sedikit penting Lebih sedikit penting
6 7 8
Lebih penting Sangat penting Amat sangat penting mutlak
9 Kebalikan
Definisi
Penjelasan Kedua elemen mempunyai tingkat kepentingan yang sama terhadap tujuan Elemen satu sedikit penting dibandingkan yang lain Elemen satu tingkat kepentingannya penting dibandingkan elemen yang lain Elemen satu sangat penting dibandingkan elemen yang lain
Menegaskan tingkat kepentingan paling tinggi dibandingkan elemen yang lain Jika aktivitas i mendapat satu angka dibandingkan aktivitas j, maka j mempunyai nilai kebalikannya dibandingkan i
Pertimbangan-pertimbangan terhadap perbandingan berpasangan disintesis untuk memperoleh keseluruhan prioritas dengan langkah-langkah sebagai berikut : a. menjumlahkan nilai setiap kolom pada matriks; b. membagi setiap nilai dari kolom dengan total kolom yang bersangkutan untuk memperoleh normalisasi matriks; c. menjumlahkan nilai-nilai setiap baris dan membaginya dengan jumlah elemen untuk mendapatkan nilai rata-rata; d. mengukur konsistensi. Dalam pembuatan keputusan, penting untuk mengetahui seberapa baik konsistensi yang ada untuk menghindari konsistensi yang rendah. Maka dari itu perlu dilakukan langkah-langkah berikut: i. kalikan setiap nilai pada kolom pertama dengan prioritas relatif elemen pertama, nilai pada kolom kedua dengan prioritas relatif elemen kedua, dan seterusnya; ii. jumlahkan setiap baris iii. hasil dari penjumlahan baris dibagi dengan elemen prioritas relatif yang bersangkutan iv. jumlahkan hasil bagi di atas dengan banyaknya elemen yang ada, hasilnya disebut λ maks v. hitung nilai Consistency Index (CI) dengan rumus :
CI = λmaks n / n
vi.
n = banyaknya elemen Hitung nilai Consistency Ratio (CR) dengan rumus :
CR = CI / RC CR = Consistency Ratio CI = Consistency Index RC = Random Consistency
Memeriksa konsistensi hierarki. Jika nilainya lebih dari 10%, maka penilaian data judgement harus diperbaiki. Namun jika rasio konsistensi (CI/RC) kurang atau sama dengan 0,1, maka hasil perhitungan bisa dinyatakan benar. Nilai Random Konsistensi (RC) yang digunakan dalam proses perhitungan ditunjukkan pada Tabel 2.2. Tabel 2. 2. Nilai indeks random konsistensi Ukuran Matriks 1,2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Random Consistency 0.00 0.58 0.90 1.12 1.24 1.32 1.41 1.45 1.49 1.51 1.48
3. AHP pada penjurusan siswa terkendala 3.1. Penyusunan hierarki Penerapan AHP pada penjurusan siswa terkendala diawali dengan membuat sebuah hierarki yang memecah elemen pendukung sehingga sistem yang kompleks lebih mudah dipahami. Gambar 3.1 menunjukkan model susunan AHP yang dibangun pada penjurusan siswa terkendala. Hierarki yang dibangun dengan menggunakan model tersebut menggambarkan jurusan yang ada pada sekolah. Pada puncak hierarki terdapat tujuan yang hendak diraih berupa program atau jurusan yang terdapat di sekolah. Tingkatan yang lebih rendah menunjukkan kriteriakriteria yang digunakan dalam mencapai tujuan, kriteria-kriteria tersebut berisi mata pelajaran yang menjadi ciri khas masing-masing jurusan. Pada tingkatan paling bawah terdapat alternatif pilihan yang terdapat pada masingmasing kriteria. Alternatif pilihan yang digunakan berupa ukuran penilaian kemampuan siswa pada masing-masing mata pelajaran ciri khas program. Ukuran penilaian yang digunakan ditunjukkan pada Tabel 3.1. Sementara itu, pada Tabel 3.2 menggambarkan hierarki yang dibentuk berdasarkan model pada Gambar 3.1. Tabel 3. 1. Ukuran penilaian kemampuan siswa pada siswa terkendala Nilai A B C
Jangkauan nilai >70 >60 >50
Gambar 3. 1. Struktur AHP pada penjurusan siswa terkendala
Tabel 3. 2. Hierarki pada penjurusan siswa terkendala Goal/Tujuan Kriteria a. Kri1 b. Kri2 c. Kri3 d. Kri4 Alternatif a. Alt1 b. Alt2 c. Alt3
Hierarki 1 Ilmu Alam
Herarki 2 Ilmu Sosial
Hierarki 3 Ilmu Budaya
Matematika Fisika Kimia Biologi
Ekonomi Geografi Sejarah Sosiologi
B.Indonesia B.Inggris B.Jerman TIK
A B C
A B C
A B C
3.2. Matriks perbandingan berpasangan Penyusunan matriks perbandingan berpasangan dilakukan dengan mengisikan nilai tingkat kepentingan elemen satu dengan elemen yang lain. Pengisian nilai tingkat kepentingan dilakukan sepenuhnya oleh bagian kurikulum selaku pihak yang bertanggung jawab pada pelaksanaan penjurusan. Hasil pengisian nilai tingkat kepentingan pada matriks perbandingan berpasangan untuk kriteria masing-masing program ditunjukkan pada Tabel 3.3, Tabel 3.4, dan Tabel 3.5. Sementara matriks perbandingan berpasangan untuk setiap alternatif pada tiap-tiap kriteria program ditunjukkan pada Tabel 3.6, Tabel 3.7, dan Tabel 3.8. Tabel 3. 3. Matriks perbandingan berpasangan pada kriteria Ilmu Alam
Matematika 1,000 0,333 0,200 0,143
Matematika Fisika Kimia Biologi
Ilmu Alam Fisika Kimia 3,000 5,000 1,000 1,000 1,000 1,000 0,333 0,333
Biologi 7,000 3,000 3,000 1,000
Tabel 3. 4. Matriks perbandingan berpasangan pada kriteria Ilmu Sosial
Ekonomi Geografi Sejarah Sosiologi
Ekonomi 1,000 0,333 0,333 0,200
Ilmu Sosial Geografi Sejarah 3,000 3,000 1,000 3,000 0,333 1,000 0,333 1,000
Sosiologi 5,000 3,000 1,000 1,000
Tabel 3. 5. Matriks perbandingan berpasangan pada kriteria Ilmu Budaya
B.Indonesia B.Inggris B.Jerman TIK
B.Indonesia 1,000 0,333 0,200 0,143
Ilmu Budaya B.Inggris B.Jerman 3,000 5,000 1,000 1,000 1,000 1,000 0,333 0,333
TIK 7,000 3,000 3,000 1,000
Tabel 3. 6. Matriks perbandingan berpasangan pada alternatif kriteria Ilmu Alam
A B C
Matematika A B C 1,000 3,000 7,000 0,333 1,000 5,000 0,143 0,200 1,000
A 1,000 0,200 0,143
Fisika B C 5,000 7,000 1,000 3,000 0,333 1,000
A 1,000 0,143 0,111
Kimia B C 5,000 9,000 1,000 3,000 0,333 1,000
A 1,000 0,143 0,111
Biologi B C 7,000 9,000 1,000 3,000 0,333 1,000
Tabel 3. 7. Matriks perbandingan berpasangan pada alternatif kriteria Ilmu Sosial
A B C
A 1,000 0,333 0,200
Ekonomi B C 3,000 5,000 1,000 3,000 0,333 1,000
A 1,000 0,333 0,143
Geografi B C 3,000 7,000 1,000 5,000 0,200 1,000
A 1,000 0,333 0,143
Sejarah B C 3,000 7,000 1,000 5,000 0,200 1,000
A 1,000 0,333 0,200
Sosiologi B C 3,000 5,000 1,000 3,000 0,333 1,000
Tabel 3. 8. Matriks perbandingan berpasangan pada alternatif kriteria Ilmu Budaya
A B C
B.Indonesia A B C 1,000 3,000 5,000 0,333 1,000 3,000 0,200 0,333 1,000
A 1,000 0,200 0,143
B.Inggris B C 5,000 7,000 1,000 3,000 0,333 1,000
A 1,000 0,333 0,143
B.Jerman B C 3,000 7,000 1,000 3,000 0,333 1,000
A 1,000 0,200 0,111
TIK B 5,000 1,000 0,333
C 9,000 3,000 1,000
3.3. Perhitungan nilai prioritas Berdasarkan nilai-nilai pada matriks perbandingan berpasangan yang diperoleh sebelumnya, dilakukan perhitungan nilai prioritas pada tiap-tiap kriteria dan alternatif. Hasil perhitungan prioritas menghasilkan nilai-nilai yang ditunjukkan sebagai berikut. a. Tabel 3.9 menunjukkan nilai prioritas pada tingkat kriteria. b. Tabel 3.10, Tabel 3.11, dan Tabel 3.12 menunjukkan nilai prioritas pada tingkat alternatif Tabel 3. 9. Nilai prioritas pada tingkat kriteria Ilmu Alam Kriteria Prioritas Matematika 0.585 Fisika 0.184 Kimia 0.164 Biologi 0.066
Ilmu Sosial Kriteria Prioritas Ekonomi 0.513 Geografi 0.267 Sejarah 0.119 Sosiologi 0.101
Ilmu Budaya Kriteria Prioritas B.Indonesia 0.585 B.Inggris 0.184 B.Jerman 0.164 TIK 0.066
Tabel 3. 10. Nilai prioritas pada tingkat alternatif Ilmu Alam
Alternatif A B C
Matematika P.Lokal P.Global 0.643 0.377 0.283 0.166 0.074 0.043
Ilmu Alam Fisika Kimia P.Lokal P.Global P.Lokal P.Global 0.724 0.133 0.777 0.128 0.193 0.036 0.155 0.025 0.083 0.015 0.069 0.011
Biologi P.Lokal P.Global 0.777 0.051 0.155 0.010 0.069 0.005
Tabel 3. 11. Nilai prioritas pada tingkat alternatif Ilmu Sosial
Alternatif A B C
Ekonomi P.Lokal P.Global 0.633 0.325 0.260 0.134 0.106 0.054
Ilmu Sosial Geografi Sejarah P.Lokal P.Global P.Lokal P.Global 0.643 0.172 0.643 0.076 0.283 0.076 0.283 0.034 0.074 0.020 0.074 0.009
Sosiologi P.Lokal P.Global 0.633 0.064 0.260 0.026 0.106 0.011
Tabel 3. 12. Nilai prioritas pada tingkat alternatif Ilmu Budaya
Alternatif A B
B.Indonesia P.Lokal P.Global 0.633 0.371 0.260 0.152
Ilmu Budaya B.Inggris B.Jerman P.Lokal P.Global P.Lokal P.Global 0.724 0.133 0.669 0.110 0.193 0.036 0.243 0.040
TIK P.Lokal P.Global 0.748 0.049 0.180 0.012
C
0.106
0.062
0.083
0.015
0.088
0.014
0.071
0.005
3.4. Penilaian siswa terkendala Penilaian yang diberikan pada siswa terkendala diberikan oleh masing-masing guru mata pelajaran ciri khas program dengan melihat kemampuan siswa dalam mengikuti mata pelajaran yang diberikan. Penilaian siswa terkendala yang diberikan oleh guru mata pelajaran ciri khas program untuk kelas X-G tahun ajaran 2010/2011 ditunjukkan pada Tabel 3.13. Tabel 3. 13. Nilai kemampuan siswa pada siswa terkendala NIS 10582 10631 10742 10758
MAT B A B B
Ilmu Alam FIS KIM B B B B C B B B
BIO B B B C
EKO B B B C
Ilmu Sosial GEO SEJ B B B B B B B B
SOS B B B B
IND B B B B
Ilmu Budaya ING JER TIK A B B B B B B B B B C C
Hasil penilaian yang diperoleh pada Tabel 3.13 kemudian dirubah ke dalam bentuk nilai angka berdasarkan nilai prioritas alternatif. Perubahan tersebut menghasilkan nilai-nilai seperti yang ditunjukkan pada Tabel 3.14. Tabel 3. 14. Nilai kemampuan siswa NIS 10582 10631 10742 10758
MAT 0.166 0.166 0.377 0.166
Ilmu Alam FIS KIM 0.036 0.025 0.133 0.011 0.036 0.025 0.015 0.025
BIO 0.010 0.005 0.010 0.010
EKO 0.134 0.054 0.134 0.134
Ilmu Sosial GEO SEJ 0.076 0.034 0.076 0.034 0.076 0.034 0.076 0.034
SOS 0.026 0.026 0.026 0.026
IND 0.152 0.152 0.152 0.152
Ilmu Budaya ING JER 0.133 0.040 0.036 0.014 0.036 0.040 0.036 0.040
TIK 0.012 0.005 0.012 0.012
Nilai kemampuan siswa pada Tabel 3.14 kemudian dijumlahkan per siswa per tiap jurusan. Nilai terbesar dari penjumlahan yang dilakukan menunjukkan siswa unggul pada jurusan tertentu dan dapat digunakan sebagai penentu dalam penjurusan siswa terkendala. Tabel 3. 15. Nilai akhir perhitungan NIS 10582 10631 10742 10758
Ilmu Alam 0.237 0.448 0.217 0.231
Ilmu Sosial 0.269 0.269 0.269 0.190
Ilmu Budaya 0.338 0.240 0.240 0.207
Berdasarkan Tabel 3.15 dapat diketahui bahwa siswa dengan Nomor Induk Siswa/NIS 10582 unggul pada bidang ilmu budaya. Sementara siswa dengan NIS 10631 unggul dalam bidang Ilmu Alam. 4.
Hasil Penelitian Pengujian dilakukan dengan cara membandingkan hasil penjurusan siswa terkendala yang dilakukan secara manual dengan hasil penjurusan siswa terkendala yang dihasilkan melalui aplikasi DSS penjurusan siswa terkendala. Hasil perbandingan menghasilkan nilai yang sama pada masing-masing proses penjurusan siswa terkendala. Ini menunjukkan bahwa aplikasi DSS penjurusan siswa terkendala dapat berjalan dengan baik. Hasil akhir perhitungan AHP pada penjurusan siswa terkendala pada proses manual ditunjukkan pada Tabel 3.15, sementara hasil akhir perhitungan yang dihasilkan oleh aplikasi ditunjukkan pada Gambar 4.1
Gambar 4. 1. Hasil akhir perhitungan melalui aplikasi DSS penjurusan siswa terkendala 5. Kesimpulan Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian yang dilakukan sebagai berikut : a. hasil perhitungan AHP keluaran SPK sama dengan hasil perhitungan AHP melalui proses manual, hal ini menunjukkan bahwa sistem yang dikembangkan berjalan dengan benar; b. aplikasi DSS penjurusan siswa terkendala dapat digunakan apabila menggunakan model sesuai dengan hierarki pada Tabel 3.2. Saran : a. perlu dilakukan pengujian yang lebih mendalam dengan menggunakan jumlah data yang lebih besar lagi; b. perlu dikembangkan integrasi dengan sistem informasi akademik yang ada
Daftar Pustaka
Basuki, A. P. (2010). Membangun Web Berbasis PHP dengan Framework CodeIgniter. Yogyakarta: Lokomedia. DepDikNas. (2008). Panduan Penyusunan Laporan Hasil Belajar Peserta Didik (Berdasarkan KTSP) Sekolah Menengah Atas. Retrieved from http://www.dikmenmun.go.id/dataapp/backup/.../panduan.doc. Efraim Turban, J. E. A., Ting-Peng Liang. (2005). Decission Support Systems and Intelligent Systems. Yogyakarta : Penerbit Andi. Irawati. (2008). Penjurusan, Antara Minat dan Obsesi Orang Tua Retrieved 16 Februari 2010, from http://www.kabarindonesia.com/berita.php?pil=13&dn=20080704174933 Joaquin Vila, B. B. (1995). Effect of Visualization on the Decision Maker When Using Analytic Hierarchy Process. Paper presented at the Hawaii International Conference on System Sciences. Jose Argudo Blanco, D. U. (2009). CodeIgniter 1.7 Improve your PHP coding productivity with the free compact open source MVC CodeIgniter framework! Kadir, A. (2009). Dasar Perancangan & Implementasi Database Relasional. Yogyakarta : Penerbit Andi. Mike Wooldridge, L. W. (2008). Teach Yourself Visually HTML and CSS Ramli, M. (2008). Penjurusan Siswa di SMA Retrieved 9 Maret 2010, from http://murniramli.wordpress.com/2008/10/25/penjurusan-di-sma/ Saaty, T. L. (2008). Decision making with the analytic hierarchy process. Int. J. Services Sciences, Vol. 1 No.1, p. 83-98. Upton, D. (2007). CodeIgniter for Rapid PHP Application Development