Antara Cinta Dan Kewajiban Menjaga Diri Kisah Pemuda Taat Dengan Kekasihnya : Perlu Pertimbangan Matang Dalam Memilih Teman
Assalamu’alaikum Wr.Wb. Saudara-saudara sekalian yang saya hormati, masalah yang kuhadapi ini begitu kompleks dan perlu penjelasan lebih detail. Saya seorang pemuda yang –alhamdulillahtaat beragama. Berbagai kegiatan di kampus aku ikuti -seperti senat dsb- dan aku tidak mempunyai hubungan khusus dengan seorang gadis, baik yang masih kerabat maupun orang lain. Semua orang mengakui ketaatan dan kealimanku sejak kecil. Kemudian mulailah aku menjalin hubungan persahabatan dengan seorang gadis yang berlanjut ke hubungan percintaan. Kami saling mencintai satu sama lain sampai derajat “tergila-gila”. Aku tidak pernah membayangkan akan mencintai seorang gadis sampai derajat seperti ini. Kami bertemu secara diam-diam hingga tidak diketahui oleh seorangpun dari teman-temanku. Mereka semua adalah pemuda-pemuda yang alim dan taat beragama (multazim). Dengan mengendarai mobil aku pergi dengan kekasihku ke tempat rekreasi umum. Begitulah hubungan kami terus berlanjut dan semakin erat. Gadis yang kucintai berasal dari negara arab selain negaraku. Ia tinggal sendirian di apartemennya. Suatu hari aku menelponnya dan minta ijin untuk mengunjunginya di apartemennya, akan tetapi ia menolak dan marah kepadaku seraya menutup gagang teleponnya. Salah seorang kerabatnya yang masih mahram datang mengunjunginya dan tinggal beberapa hari di apartemennya. ketika itu aku sering mengunjunginya dan ini terus berlanjut hingga kerabatnya kembali ke negaranya. Karena aku sering mengunjunginya di saat ia sedang sendirian, akhirnya lama kelamaan dan sedikit demi sedikit kami sering berpelukan dan berangkulan meski tanpa melakukan hubungan badan.
Setelah melakukannya berkali-kali kami merasa kehilangan kontrol agama dan ketakwaan. Kamipun bertobat kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala, menunaikan shalat, berdoa dikeheningan malam, banyak bersedekah dan memutuskan untuk menikah. Ada beberapa pertimbangan yang mendorongku untuk menikah, diantaranya adalah karena pernikahan merupakan salah satu cara untuk menebus dosa-dosaku dimasa lalu dan apa yang telah terjadi diantara kami berdua. Aku akan merasa sebagai orang yang hina dan tak beradab apabila tidak cepat menikah. Aku sangat mencintainya dan kami saling mengerti satu sama lain. Banyak sifatsifat terpuji yang aku suka darinya. Ia mempunyai banyak ketrampilan dan strata sosial kami pun hampir selevel. Akan tetapi ketika aku membawanya kepada keluargaku dan membicarakan pernikahan, mereka menolaknya dengan berbagai alasan. Diantaranya adalah karena ia lebih tua dariku dan berasal dari negara lain serta memiliki adat istiadat yang tidak sama dengan kami, juga karena kami tidak mengetahui keluarganya. Mereka juga beralasan bahwa ia tidak cantik meskipun menurutku dan teman-teman ia cantik. Alasan lainnya adalah karena ia kurang taat beragama dan kurang beradab meskipun ia memakai jilbab yang menutupi tubuhnya. Perlu diketahui bahwa keluargaku tidak mengetahui apa yang telah terjadi antara kami berdua. Mereka hanya beralasan berdasarkan adat istiadat yang berlaku di negara kami. Aku selalu menjaga etika dan berdiskusi dengan mereka secara baik-baik. Aku berusaha memberi mereka pengertian agar menyetujui hubungan kami. Sudah beberapa bulan ini aku merasa stress dan bingung, akan tetapi mereka tetap tidak mau menyadarinya. Hatiku tidak terpaut dengan yang lain dan tidak ada kendala yang menghalangi pernikahan kami selain keluargaku. Adapun keluarganya, sikap mereka sangat berbeda dengan sikap keluargaku. Mereka menerimaku dengan baik dan tidak akan membebaniku dengan yang tidak-tidak, bahkan mungkin mereka akan membantu dengan berbagai hadiah. Secara materi aku telah siap untuk menikah dengan rumah yang tersedia beserta perabotannya. Kekasihku merasa tertekan dengan sikap keluargaku yang menolaknya. Mereka tetap keras kepala dan tidak mau menerimanya. Meskipun demikian ia tetap mendorongku untuk membujuk keluargaku agar merestui hubungan kami. Ia pun ingin membantuku dalam rangka meraih simpati mereka.
Yang ingin aku tanyakan adalah: 1. Apakah aku harus menikah dengannya setelah semuanya terjadi ataukah kami harus berpisah ?. 2. Apa yang harus kulakukan atas penolakan keluargaku terhadapnya ?. 3. Apakah aku harus menikah tanpa persetujuan mereka ?. 4. Bagaimana hukum hal ini menurut agama ?.
Mohon anda sekalian memberikan solusi yang tepat karena problem yang kuhadapi ini begitu kompleks dan selalu membayangiku kemanapun aku pergi.
SOLUSI Konsultan : DR. Ahmad Abdullah
Saudaraku yang budiman, ada sebagian surat yang disisihkan oleh anggota kami karena sebab tertentu atau karena hal lain dan mereka tidak mau menjawabnya. Ada juga sebagian surat yang menarik perhatian mereka sehingga mereka bersemangat untuk menjawabnya. Mungkin mereka merasa prihatin dan iba dengan si pengirim surat. Adapun problem yang sedang menimpamu termasuk dalam kategori yang kedua (yang mendapat perhatian dari anggota Tim sehingga dibahas dan dijawab). Didepanku penuh dengan file dan surat, baik yang bertema sama maupun yang bertema lain. Apabila kamu tahu bahwa setiap anggota tim menjawab setiap pertanyaan dengan teliti dan tanpa campur tangan dari orang lain, tentunya kamu bisa membayangkan seberapa besar atensi kami terhadap setiap surat yang masuk dan tentunya kamu bisa membayangkan seberapa besar kerja keras yang diperlukan dalam menyelesaikan setiap problem yang diadukan kepada kami.
Saudaraku yang budiman, mudah-mudahan jawaban kami bisa memuaskanmu. Mungkin jawaban ini akan panjang sebagaimana kompleksnya problem yang sedang kamu hadapi. Melihat statusmu yang mahasiswa, saya ingin mengatakan bahwa langkah yang ditempuh banyak mahasiswa islam di kampus-kampus mereka dalam memilih pasangan perlu ditinjau ulang kembali. Menjamurnya kampus-kampus yang melegalkan ikhtilath (campur baur antara laki-laki dan wanita) sudah ada sejak pertengahan tahun 70-an. Akan tetapi fenomena ini telah menyebabkan dekadensi moral pada kaum remaja kita, baik pada saat ini maupun pada saat itu. Aku mengatakan hal ini berdasarkan pengalaman kerja selama 10 tahun dan juga berdasarkan pengalamanku selama bekerja sebagai Tim Konsultan di situs ini. Langkah yang mereka tempuh dengan menjalin persahabatan dengan lain jenis, meskipun persahabatan tersebut biasa saja dan tidak spesial, dimana mereka tidak melakukan komunikasi kecuali ketika sedang ada pertemuan bersama antar mahasiswa di aula dsb, maka langkah ini tidak ada dasarnya sama sekali, baik menurut syara', akal sehat maupun fitrah. Sikap mereka yang seperti ini telah menyebabkan problem pelik sehingga perlu ada kajian khusus tentang hal ini. Saya yakin sepenuhnya bahwa secara syariat tidak ada yang lebih bertakwa dari nabi SAW dan para Sahabat Radhiyallahu 'Anhum. Sekalipun mereka, baik laki-laki maupun wanita hidup bersama dalam lingkungan kehidupan, akan tetapi mereka tetap bisa menjaga norma-norma keislaman dan saling menolong satu sama lain. Mereka bisa mengajak kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang mungkar. Mereka tetap makan dan berjalan di pasar-pasar. Diantara mereka ada yang menginginkan dunia dan ada pula yang menginginkan akhirat. Barangsiapa yang ingin merubah masa kehidupan Sahabat ke masa sejarah (mengulang kembali masa sahabat dalam kehidupan nyata), hendaklah ia berpegang teguh dengan agama Allah Subhanahu Wa Ta'ala dan melaksanakan haditshadits nabi saw serta mencontoh beliau. Hal ini pernah diungkapkan para Ulama kontemporer abad ini, seperti DR.Yusuf Qardhawi, Syaikh Ahmad Ghazali dan juga pernah dibahas secara rinci oleh Prof. Abdul Halim Abu Syaqqah dalam bukunya "Tahrir al-Mar'ah fi 'Ashr al-Risalah".
Menurutku tidak adanya penerapan prinsip-prinsip islam secara benar dalam interaksi antar lain jenis yang sesuai dengan syariat tentang ruang lingkup kehidupan umum adalah salah satu sebab timbulnya dekadensi moral pada masyarakat. Hal ini disebabkan karena mereka tidak memiliki kontrol agama yang kuat dan tidak mengerti prinsip-prinsip yang benar dalam berinteraksi dengan lain jenis yang sesuai syariat. Kondisi ini kemudian dimanfaatkan para pembuat kerusakan yang ingin menebarkan dekadensi moral pada orang-orang beriman. Karena itulah kita sekarang dihadapkan pada krisis moral yang sangat dibenci agama dan tidak diterima akal sehat. Adapun akibat dari pergaulan yang salah kaprah ini adalah lahirnya generasi baru di negeri kita [arab] yang pengalaman dan pilihannya terhadap lain jenis tidak matang dalam segala kondisi. Ketidakmatangan ini akan menyebabkan hubungan yang goncang dalam pernikahan, pekerjaan dan lain sebagainya. Lihatlah disekitar kita, bagaimana interaksi kaum muda-mudi kita ketika mereka menjalani kehidupan nyata, mereka gugup dan tidak siap ketika menjalaninya. Hal ini disebabkan karena ketidakmatangan mereka dalam berinteraksi dengan sesama. Karena kondisi ini mereka diharuskan menempa kematangan kepribadian agar lebih tegar dalam menghadapi kehidupan nyata, dengan catatan harus tetap sesuai dengan koridor-koridor agama. Perlu diingat bahwa pengembangan kepribadian, apabila ia berhasil, tidak harus mengalpakan sesuatu yang lebih penting, yaitu pengembangan kepribadian masyarakat ke arah yang lebih baik. Saudaraku yang budiman, kisahmu adalah contoh kongkrit tentang apa yang kukatakan. Saat ini kamu dalam kondisi mempersiapkan dan membentuk kepribadianmu. Kamu sedang berinteraksi dengan lingkungan sosial dan ingin memilih pasangan hidup. Kamu sedang melangkah dan menjalani tahap perkembangan. Ketika pertama kali kamu tertarik dengan seorang gadis –yang jelas bahwa ia tidak cocok untuk kondisimu yang sekarang- terjadilah apa yang telah terjadi dan ia berlanjut dengan cepat. Bahkan sampai batas yang tidak pernah kamu duga sebelumnya. Kamu tidak mengenal wanita kecuali dia sehingga kamu menganggap bahwa ia adalah segala-galanya. Karena sikapmu yang demikian maka kamu tidak bisa bersikap rasional. Kamu lebih banyak menjalani dunia khayal dan mimpi daripada dunia nyata. Banyak hal yang harus kamu perhatikan pada saat-saat ini. Reaksi yang timbal balik dalam hubungan kalian adalah satu-satunya sebab
yang menjadikan hubungan kalian tetap eksis. Maaf, kalau boleh aku mengatakan, hubungan ini mungkin indah dan romantis, akan tetapi tidak matang. Apabila kamu ingin menjalin hubungan khusus dengannya, mestinya yang kamu lakukan tidak langsung mendekatinya, akan tetapi –untuk pertama kali- cukup dengan ngobrol dengannya dalam ruang lingkup yang umum dihadapan teman-temanmu. Hal ini bertujuan agar kamu bisa mengenalinya dengan cara yang tidak menyakiti perasaan dan agar tidak sampai terjadi hal-hal yang tidak diinginkan sebagaimana yang telah terjadi antara kalian berdua. Akan tetapi sayangnya kamu lebih memilih untuk untuk tidak menyakiti kawan-kawanmu. Karena itulah kamu lebih memilih untuk menjalin hubungan dengannya
secara
diam-diam
tanpa
sepengetahuan
kawan-kawanmu.
Kamu
melakukannya karena tidak ingin membuat mereka marah dan juga untuk menjaga citramu dihadapan mereka. Hubungan khusus yang kamu lakukan ini adalah tidak dilegalkan syara' dan tidak resmi. Karena sebab-sebab inilah maka terjadi hal-hal yang tidak diinginkan antara kalian berdua (seperti melakukan hal-hal/kencan yang melampaui batas). Saya membayangkan sikapmu dan juga sikapnya. Akan tetapi pikiran saya lebih tertuju kepadanya yang mau menerima saja apa yang terjadi, termasuk sikapnya yang mau menerima agar hubungan kalian diresmikan. Apakah
kesendirianmu
dengannya,
kecintaan
dan
kasihsayang
serta
kepercayaanmu terhadapnya bisa dijadikan tolak ukur untuk menginterpretasikan sikap dan akhlaknya ataukah hanya sikap keluargamu yang meragukan akhlaknya ?. Apakah kamu telah yakin akan sikap dan perilakunya sehingga kamu bertekad untuk menikah ?. pertanyaan-pertanyaan seperti ini hanya kamu yang bisa menjawabnya karena kamulah yang paling dekat dengannya. Menurutku menikah merupakan solusi terbaik untuk menjaga hubungan kalian karena ia bisa menyelamatkan kalian dari perasaan yang tersiksa –karena apa yang telah kalian lakukan tidak diakui oleh syara'/syariat-. jika kalian telah menikah maka perasaan yang tersiksa tersebut akan hilang dengan izin Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Pun tidak akan sulit bagimu untuk mencari keridhaan keluargamu tentang hubunganmu dengannya. Masalah ini tergantung dari sejauhmana keseriusanmu dan keseriusannya, baik sebelum maupun sesudah menikah. Kamu harus terus berusaha agar mereka merestuimu, minimal
dengan tidak melarangmu untuk menikah dengannya. Respon positif sudah datang dari keluarga kekasihmu, dan ini ditandai dengan sikap mereka yang berjanji untuk membantu pernikahanmu. Saudaraku, masalahnya tidak hanya pada itu semua. Teman-teman kami sesama anggota tim juga ikut simpati dengan problem yang menimpamu. Mereka ikut menjawab pertanyaanmu dan menganggap bahwa kamu sedang tertekan dengan perasaan berdosa. Akan tetapi menurut mereka, belum tentu dengan menikah kamu bisa mengenai sikap dan perilakunya secara keseluruhan. Keluargamu kurang suka dengannya sekalipun menurutmu ia wanita yang paling pantas menjadi isterimu. Perlu kamu ingat sikapnya yang mau menerimamu di rumahnya dan dengan mudah bercumbu denganmu. Artinya adalah, bagaimana sikapmu terhadapnya setelah mengetahui semua ini ? bagaimana kamu akan bergaul dengannya dan memperbaiki kembali apa yang telah terjadi ?. Apakah kamu akan mengatakan kepadanya bahwa apa yang telah terjadi merupakan tanggungjawab bersama, atukah kamu akan mencelanya sebagaimana yang biasa dilakukan masyarakat kita ?. Menurutku masalahnya tidak hanya sekedar bagaimana bisa menikah atau bagaimana mencari restu keluarga. Keduanya adalah mungkin jika kita benar-benar berusaha untuk itu. Saudaraku, masalahnya adalah karena setelah menikah kamu akan menjalani dunia nyata, tidak hanya impian dan khayalan. Kamu akan hidup serumah dengan wanita yang kamu anggap sempurna dan tidak mempunyai kekurangan, sekalipun itu hanya menurutmu dan tidak menurut keluargamu. Yang perlu kamu perhatikan adalah, apakah ia tidak punya kekurangan atau cacat ? apakah ada orang yang sempurna ?! (tentu saja tidak ada). Masalahnya kamu juga tidak menyebutkan kekuranganmu dan apakah ia bisa menerima kekuranganmu atau tidak. Kamu akan tinggal serumah dengan wanita yang diantara kekurangannya adalah karena ia lebih tua darimu, warna kulitnya begini dan parasnya begini dan negaranya lain dsb. Ini semua akan kamu dapati dari wanita yang akan menjadi isteri dan ibu dari anakanakmu yang akan merawat dan melahirkan mereka. Pernikahan tidak hanya seks saja, karena jika demikian, tentu laki-laki atau wanita akan memilih orang yang seksnya paling kuat. Ia juga tidak hanya hubungan sosial antar dua keluarga, karena jika demikian tentu setiap orang akan memilih keluarga yang
bermartabat dan berpengaruh. Tidak juga hanya sekedar persahabatan, karena jika demikian maka seseorang akan memilih orang yang paling mirip dengan sahabatnya dalam hal perangainya. Tidak pula ia hanya sekedar mengurus keluarga, karena jika demikian maka seseorang akan menikahi wanita ahli masak, ahli mengasuh atau guru yang berpengalaman. Tidak juga ia hanya sekedar komunikasi akal dan hati saja. Pernikahan adalah mencakup itu semua bahkan lebih dari itu. Allah telah berkehendak agar kamu keluar dari dunia mimpi dan khayal ke dunia nyata yang penuh dengan lika-liku. Mudahan-mudahan ini semua akan membuatmu semakin matang. Saya harap kamu bisa mengatasi masalahmu dengan bijak dan penuh tanggungjawab. Sebagai ganti dari sikapmu dimasa lalu yang lebih mengutamakan teman-temanmu sehingga membuat murka Tuhanmu, saya harap kamu mau menghadapi itu semua dengan tegar. Untuk pertama kalinya perbaikilah dirimu. Janganlah kamu terlalu memikirkan perasaanmu yang tertekan karena dosa. Cobalah untuk memperbaiki dirimu agar kamu tidak semakin menzalimi dirimu dan juga kekasihmu ketika kalian telah menikah. Lihatlah dunia nyata dan persiapkanlah dirimu. Siapkanlah diri kalian dalam menghadapi dunia nyata yang penuh tantangan dan tanyakanlah kepada dirimu sendiri, “Apakah kecintaanmu terhadap kekasihmu merupakan faktor pendorong terkuat yang membuatmu ingin menikahinya ? ataukah yang membuatmu ingin menikah hanya karena perasaanmu yang tertekan dengan dosa ?. Perasaan tertekan dengan dosa bukanlah sebab yang kuat untuk membina rumah tangga. Apabila penyebabnya adalah dua-duanya, maka apakah standar yang sebenarnya dari kecintaanmu terhadapnya ?. Kemudian secara akal, apakah kelebihannya lebih banyak daripada kekurangannya ?
apakah kamu ingin
menikmati kelebihannya tersebut ataukah akan sanggup menghadapi kekurangannya ?. ” Yang perlu kamu lakukan adalah menimbang dan memilah antara kelebihan dan kekurangannya. Kamu bisa menulisnya dalam daftar, seperti tentang usianya, perbedaan adat, perilaku dan tentang keluarganya dsb. Jadikanlah semua itu bernilai positif dan hargailah perasaannya terhadapmu. Kamu harus bisa bersikap sportif dan rasional tentang apa yang terjadi antara kalian berdua. Anggaplah semua itu bukan kelebihan atau kekurangan, akan tetapi
gejolak perasaan yang muncul karena adanya cinta. Semoga Allah Subhanahu Wa Ta'ala mengampuni kita semua dan memperbaiki kondisi kita. Singkirkanlah khayalan dan impian agar kamu bisa merasakan cinta yang sesungguhnya. Tentang sikap keluargamu yang menolak kekasihmu, jangan terlalu kamu pikirkan. Demikian pula jangan kamu pikirkan terlalu dalam tentang perasaan berdosa yang selalu membayangimu. Hal ini agar kamu bisa melihat dunia nyata dengan tegar dan jiwa besar. Hadapilah dengan lapang setiap kekurangan yang ada pada kekasihmu setelah kalian menikah nanti. Kami tidak bisa memilih karena itu bukan tugas kami. Akan tetapi kami hanya memberi isyarat tentang apa yang seharusnya kamu lakukan. Kamu bisa menentukan langkahmu sendiri. Dan perlu kamu pahami bahwa pernikahan bukanlah akhir dari suatu kisah, akan tetapi ia adalah awal dari lembaran lain dalam hidupmu. Apabila kamu putuskan untuk menikah maka tidak akan ada kesulitan bagimu untuk memperoleh restu dari keluargamu. Benarlah pepatah yang mengatakan, "Kesulitan bisa diatasi, kemustahilan memerlukan waktu lama". Mudah-mudahan dengan menikah akan menjadi awal yang baik bagi kisah cintamu dan juga untuk kisah selanjutnya. Apabila kamu memilih mundur, tentu ini akan menyiksamu dan kekasihmu juga akan ikut tersiksa karenanya. Sekarang terserah kamu mau pilih yang mana, akan tetapi katakanlah kepada kami, "Manakah yang kamu pilih ?".