Antar Kerja Antar Negara (AKAN) Antar kerja antar Negara (AKAN) juga tidak kalah penting untuk dianalisis mengingat kontribusi pekerja kategori ini yang umumnya dikenal dengan TKI terhadap perekonomian nasional mungkin cukup signifikan. Hal ini dapat dilihat, misalnya, pada besarnya pemasukan devisa bagi Negara yang berasal dari TKI yang dikirim ke keluarganya di Indonesia. Di satu sisi, TKI memang dapat memberikan pemasukan bagi Negara dan meningkatkan kesejahteraan rumahtangga TKI, tetapi di sisi lain meningkatnya jumlah TKI dari waktu ke waktu juga dapat mengindikasikan berapa hal.
Pertama, kesempatan kerja yang tersedia di dalam negeri terbatas. Susahnya mencari kerja di dalam negeri ini dapat mendorong para pencari kerja untuk mencoba mengadu nasib mereka di luar negeri yang member peluang kerja yang lebih besar. Kedua, upah tenaga kerja di luar negeri yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat upah di dalam negeri. Di samping adanya kesempatan kerja di luar nergeri yang lebih besar, faktor tingkat upah mungkin menjadi daya tarik yang lebih besar bagi sejumlah pencari kerja untuk memperoleh pekerjaan dengan tingkat upah yang jauh lebih baik, meskipun pemerintah telah berupaya menaikkan tingkat upah minimum di semua propinsi setiap tahunnya (lihat Tabel 4.25). Tabel Perkembangan upah minimum propinsi, 2006-2009 (Rp) PROVINSI
2006
2007
2008
2009
NAD
820.000
850,000
1.000.000
1.200.000
SUMATERA UTARA
737.794
761,000
822.205
905.000
SUMATERA BARAT
650.000
750,000
800.000
880.000
RIAU
637.000
710,000
800.000
901.600
KEPULAUAN RIAU
760.000
805,000
833.000
892.000
JAMBI
563.000
658,000
724.000
800.000
SUMATERA SELATAN
604.000
753,000
743.000
824.730
BANGKA BELITUNG
640.000
830,000
813.000
850.000
BENGKULU
516.000
644,838
690.000
727.950
LAMPUNG
505.000
555,000
617.000
691.000
JAWA BARAT
447.654
447,654
568.193
628.191
DKI
819.100
816,100
972.605
1.069.865
BANTEN
661.613
661,613
837.000
917.500
JAWA TENGAH
450.000
500,000
547.000
575.000
D I YOGYAKARTA
460.000
460,000
586.000
700.000
JAWA TIMUR
390.000
448,500
500.000
570.000
BALI
510.000
622,000
682.650
760.000
1|P age
NUSA TENGGARA BARAT
550.000
550,000
730.000
832.500
NUSA TENGGARA TIMUR
550.000
600,000
650.000
725.000
KALIMANTAN BARAT
512.000
560,000
645.000
705.000
KALIMANTAN SELATAN
629.000
745,000
825.000
930.000
KALIMANTAN TENGAH
634.260
665,973
765.868
873.089
KALIMANTAN TIMUR
684.000
766,500
889.654
955.000
MALUKU
575.000
635,000
700.000
775.000
MALUKU UTARA
528.000
660,000
700.000
770.000
GORONTALO
527.000
560,000
600.000
675.000
SULAWESI UTARA
713.500
750,000
845.000
929.500
SULAWESI TENGGARA
573.400
640,000
700.000
770.000
SULAWESI TENGAH
575.000
615,000
670.000
720.000
SULAWESI SELATAN
612.000
673,200
740.520
905.000
SULAWESI BARAT
612.000
886.493
760.500
909.400
PAPUA
822.500
987,000
1.105.500
1.216.100
IRJABAR
822.500
-
1.105.500
1.180.000
Sumber: Dit. Pengupahan & Jamsostek, Ditjen PHI & Jamsostek, Depnakertrans, Desember 2008
Berdasarkan data yang tersedia, penempatan TKI di luar negeri berjumlah setiap tahunnya antara 450 ribu sampai dengan 700 ribu selama periode 2005-2008 (lihat Gambar 4.6). Angka kisaran tersebut adalah sekitar dua kali lipat dari angka penempatan TKI di luar negeri pada tahun 2002 yang hanya mencapai sekitar 275 ribu orang. Sebagian besar TKI yang ditempatkan di Negara-negara tersebut adalah perempuan dengan persentase sebesar 68,5 persen pada tahun 2005. Bahkan persentase TKI perempuan meingkat lagi menjadi sekitar 77 persen pada tahun 2008. Dilihat berdasarkan sektor pekerjaan, tampaknya sebagian besar TKI bekerja di sector informal yang umumnya adalah sector pembantu rumahtangga. Kecenderungan TKI bekerja di sector informal tersebut meningkat dari 58 persen pada tahun 2005 menjadi 70 persen pada tahun 2008 (Tabel 4.26).
2|P age
Gambar Penempatan TKI di luar negeri, 2005-2008
Sumber: www.depnakertrans.go.id Catatan: Tahun 2008 data sampai dengan Oktober
Tabel Persentase Penempatan TKI di Sejumlah Negara Menurut Jenis Kelamin dan Sektor, 2005-2008
Tahun 2005 2008
Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan 31.47 68.53 23.15 76.85
Total 100 100
Formal 41.51 30.06
Sektor Informal 58.49 69.94
Total 100 100
Sumber: www.depnakertrans.go.id
Selanjutnya dilihat berdasarkan kawasan tujuan penempatan TKI, sebagian besar TKI ditempatkan di dua kawasan utama yaitu Asia Pasifik dan Timur Tengah, sementara hanya sebagian kecil yang ditempatkan di wilayah Eropa. Untuk wilayah Asia Pasifik, tiga Negara utama penyerap TKI adalah Malaysia, Taiwan dan Singapura, sedangkan untuk kawasan Timur Tengah sebagian besar TKI utamanya ditempatkan di Saudi Arabia, Uni Emirat Arab dan Kuwait. Pola tersebut hampir tidak berubah dari tahun ke tahun.
Berkaitan dengan besarnya TKI yang memilih Malaysia sebagai Negara tujuan, ada beberapa factor yang mungkin dapat menjelaskan. Pertama, secara geografis Malaysia merupakan Negara tentangga terdekat Indonesia. Transportasi yang relatif mudah, cepat dan murah untuk mencapai Malaysia mungkin menjadi pertimbangan utama TKI. Selain itu, bahasa tampaknya juga tidak menjadi kendala yang menjadikan TKI cepat beradaptasi dan mudah berkomunikasi. Sebagian besar dari TKI yang bekerja di Malaysia ditempatkan di sektor formal (68 persen), sementara hanya sebagian kecil yang bekerja di sector informal pembantu rumahtangga. Sementara itu, tingginya jumlah TKI ke Arab Saudi dikarenakan 3|P age
adanya permintaan yang cukup tinggi akan pembantu rumahtangga seperti diindikasikan oleh dominasi pekerja wanita (sekitar 90 persen) dan sebagian besar mereka bekerja di sektor informal (lebih dari 95 persen) yang diduga sebagian besar didominasi pekerja rumahtangga. (Lihat Tabel 5.27, 5.28, dan 5.29) Tabel Penempatan TKI di luar negeri menurut kawasan, 2005-2008 Kawasan Asia Pasifik-Amerika Timur Tengah - Afrika Eropa Total
2005 297.291 177.019 -
2006 326.811 353.189 -
474.310
2007 239.760 249.047 -
680.000
488.807
2008 266.315 183.717 65 450.032
Sumber: www.depnakertrans.go.id
Tabel Penempatan TKI di kawasan Asia Pasifik menurut jenis kelamin dan sektor, 2008 Jenis Kelamin
Sektor
Negara Penempatan Laki-laki
Perempuan
72.741
88.913
161.654
110.621
51.033
161.654
25
17.668
17.693
40
17.653
17.693
2.235
1.254
3.489
3.401
88
3.489
10
26.297
26.307
3
26.304
26.307
Taiwan
5.104
44.352
49.456
5.275
44.181
49.456
Korea
6.684
272
6.956
6.956
0
6.956
Jepang
103
129
232
232
0
232
Macau
0
346
346
2
344
346
China
0
9
9
9
0
9
Maldives
4
18
22
20
2
22
Palau
0
1
1
1
0
1
Timor Leste
3
0
3
3
0
3
Australia
5
0
5
5
0
5
New Zealand
63
6
69
69
0
69
Amerika
66
0
66
66
0
66
Canada
6
0
6
6
0
6
Cayman Island
1
0
1
1
0
1
87.050
179.265
266.315
126.710
139.605
266.315
Malaysia Singapura Brunai Darussalam Hong Kong
Jumlah
Jumlah
Formal
Informal
Jumlah
Sumber: www.depnakertrans.go.id
4|P age
Tabel Penempatan TKI di kawasan Timur Tengah menurut jenis kelamin dan sektor, 2008 Jenis Kelamin
Sektor
Negara Penempatan Laki-laki Saudi Arabia
Perempuan
Jumlah
Formal
Informal
Jumlah
12.674
112.663
125.337
4.245
121.092
125.337
2.476
20.329
22.805
2.396
20.409
22.805
Kuwait
129
17.506
17.635
117
17.518
17.635
Bahrain
288
1.020
1.308
294
1.014
1.308
Qatar
791
4.268
5.059
773
4.286
5.059
Oman
24
5.180
5.204
15
5.189
5.204
Yordania
23
5.674
5.697
5
5.692
5.697
Yaman
90
-
90
90
-
90
Turky
2
4
6
6
-
6
Libya
60
-
60
60
-
60
Nigeria
54
-
54
54
-
54
Algeria
455
7
462
451
11
462
-
-
-
-
-
-
17.066
166.651
183.717
8.506
175.211
183.717
UEA
Lain-lain Jumlah
Sumber: www.depnakertrans.go.id Kontribusi TKI terhadap perekonomian Negara cukup signifikan khususnya dalam hal pemasukan devisa. Karena itu TKI juga sering dijuluki pahlawan devisa negara. Berdasarkan data yang ada, pengiriman uang dari tenaga kerja Indonesia di luar negeri meningkat dari AS$1,26 milyar di tahun 1997 menjadi AS$5,7 milyar pada tahun 2006 (IOM 2008). IOM juga mencatat bahwa migran Indonesia (TKI) cenderung menggunakan uang kiriman untuk membayar hutang, membangun rumah, membeli barang mewah dan konsumsi keluarga yang tinggal di Indonesia. Hal ini sangat berbeda dengan yang ditemukan di Negara lain seperti Filipina dimana pengiriman uang diinvestasikan untuk meningkatkan kesejahteraan malalui kegiatan produktif. Berdasarkan catatan Bank Dunia, dengan adanya pola penggunaan uang kiriman oleh TKI yang umumnya untuk konsumsi bukan untuk kegiatan produktif, keluarga TKI akhirnya menjadi tergantung pada pengiriman uang dan akibatnya para TKI terjebak dalam siklus migrasi.
Meskipun TKI telah memberikan kontribusi ekonomi yang cukup besar bagi Negara, bukannya tidak ada permasalahan yang muncul. Berbagai masalah yang menimpa tenaga kerja Indonesia yang sebagian besar adalah wanita sering diungkap berbagai media. Kasus yang menimpa TKI masih terus menerus terjadi dengan jenis kasus yang kurang lebih sama. 5|P age
Sejumlah langkah kebijakan pemerintah untuk melindungi TKI di luar negeri belum banyak terlihat, meskipun UU No. 39 tahun 2004 tetang Penempatan dan Perlindungan TKI telah diundangkan. Barangkali peraturan-peraturan yang ketat terhadap perusahaan pengirim tenaga kerja ke luar negeri (PPTKIS) menjadi langkah yang penting untuk perlindungan TKI di luar negeri. Sayangnya, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Guk Guk (2006) tentang kinerja PPTKIS menyimpulkan bahwa kurang dari 50% PPTKIS yang berkinerja baik dan cukup baik (6% berkinerja baik dan 40% berkinerja cukup baik). Temuan menarik lain dari studi studi Guk-Guk adalah bahwa dari 476 PPTKIS yang diteliti, hanya 328 PPTKIS (68,9%) yang dapat dievaluasi. Sisanya, yaitu 148 (31,1%) tidak dapat dievaluasi , antara lain karena beberapa alasan: (i) tidak ditemukan sebanyak 82 PPTKIS, (ii) belum aktif sebaik 5 PPTKIS, (iii) tidak aktif sebanyak 23 PPTKIS, (iv) tidak tercatat dalam daftar data sebanyak
5 PPTKIS, (v) ditemukan diluar daerah yang tercatat sebanyak
6
PPTKIS, dan (vi) tidak kooperatif sebanyak 27 PPTKIS. Catatan penting lain dari hasil studi tersebut adalah adanya trend penempatan yang belum banyak berubah karena masih banyak didominasi oleh pekerja rumahtangga (pembantu rumahtangga).
Studi lain yang dilakukan oleh Fadjri (2007) menemukan beberapa permasalahan lain. Karena pada umumnya TKI berpendidikan rendah dan berasala dari daerah perdesaan serta tidak memahami perjanjian kontrak kerja, banyak di antara mereka yang tidak menyelesaikan kontrak kerja (42 persen), sementara sekitar 16 persen mengalami berbagai masalah seperti tindak kekerasan, tidak diberikan tiket pulang, paspor ditahan majikan, pelecehan
seksual,
gaji tidak
dibayar
dan sebagainya
(Fadjri
2007). Beberapa
permasalahan tersebut muncul utamanya mungkin disebabkan karena keterbatasan kemampuan TKI untuk memperoleh pembekalan pelatihan dan pembekalan akhir pemberangkatan seperti yang terungkap diungkapkan dalam studi oleh Fadjri. Selain itu peran pemerintah juga masih terbatas khususnya dalam hal perlindungan TKI di Negara penempatan.
6|P age