EFEKTIVITAS TEKNIK PERBANYAKAN FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA DARI SPORA TUNGGAL DENGAN TANAMAN Centrosema pubescens DAN Pueraria javanica
ANNISA FITRIA RACHIM
DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Efektivitas Teknik Perbanyakan Fungi Mikoriza Arbuskula dari Spora Tunggal dengan Tanaman Centrosema pubescens dan Pueraria javanica adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Juni 2015
Annisa Fitria Rachim NIM D24110018
ABSTRAK ANNISA FITRIA RACHIM. Efektivitas Teknik Perbanyakan Fungi Mikoriza Arbuskula dari Spora Tunggal dengan Tanaman Centrosema pubescens dan Pueraria javanica. Dibimbing oleh PANCA DEWI MANUHARA KARTI dan IWAN PRIHANTORO. Ketersediaan hijauan yang terbatas disebabkan karena beberapa kendala, seperti musim kemarau panjang, lahan yang terbatas, produktivitas hijauan yang rendah dan manajemen budidaya yang belum optimal. Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) merupakan salah satu mikroorganisme yang bisa digunakan sebagai pupuk hayati untuk membantu mengatasi permasalahan tersebut. FMA membutuhkan tanaman inang untuk pertumbuhannya. Penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi efektifitas teknik perbanyakan fungi mikoriza arbuskula (FMA) dari spora tunggal dengan tanaman inang Centrosema pubescens dan Pueraria javanica. Perlakuan pada penelitian ini yaitu perbedaan jenis FMA yang digunakan pada inokulasi akar. P1= Gigaspora margarita, P2= Acaulospora tuberculata, dan P3= Glomus etinucatun. Parameter yang diamati yaitu persentase pertumbuhan tanaman, persentase keberhasilan infeksi FMA, jumlah spora dan infeksi akar. Hasil menunjukkan jenis FMA yang paling efektif dari kultur tunggal yaitu Acaulospora tuberculata dan Glomus etinucatum dengan tanaman inang Centrosema pubescens. Tanamana inang Pueraria javanica hanya efketif untuk pertumbuhan spora Acaulospora tuberculata. Kata kunci: biofertilizer, Centrosema pubescens, FMA, fungi mikoriza arbuskula, ketersediaan hijauan, Pueraria javanica
ABSTRACT ANNISA FITRIA RACHIM. Efectivity of Multiply Arbuscular Mycorrhizal Fungi Technique from Single Spore with Centrosema pubescens and Pueraria javanica Plants. Supervised by PANCA DEWI MANU HARA KARTI dan IWAN PRIHANTORO. Limited availability of forage was caused by few constraints, like dry season, limited land, low productivity of forage, and cultivation management which is not optimal. Arbuscular Mycorrhizal Fungi (AMF) is one of microorganism that can be used to solve that problems. AMF needs host plant for its growth. This research aimed to evaluate the efectivity of multiply technique from a single spore by host plant Centrosema pubescens and Pueraria javanica. The treatment of this research is the difference kind of AMF that being used to roots inoculation. P1= Gigaspora margarita, P2= Acaulospora tuberculata, P3= Glomus etinucatum. Parameters in this research are percentage of growth plants, succeded infection precentage, the amount of spores and root infection. Result shows that the most effective AMF from single spore are Acaulospora tuberculata and Glomus etinucatum with the host plant Centrosema pubescens. Pueraria javanica only effective to growth of Acaulospora tuberculata. Key words: AMF, Arbuscular Mycorrhizal Fungi, biofertilizer, Centrosema pubescens, forage availabity, Pueraria javanica
EFEKTIVITAS TEKNIK PERBANYAKAN FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA DARI SPORA TUNGGAL DENGAN TANAMAN Centrosema pubescens DAN Pueraria javanica
ANNISA FITRIA RACHIM Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan
DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan limpahan kasih-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Efektivitas Teknik Perbanyakan Fungi Mikoriza Arbuskula dari Spora Tunggal dengan Tanaman Centrosema pubescens dan Pueraria javanica”. Penelitian ini bertujuan untuk untuk mengevaluasi efektivitas teknik perbanyakan kultur tunggal fungi mikoriza arbuskula (FMA) pada tanaman inang Centrosema pubescens dan Pueraria javanica yang cepat dan efisien. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk kelulusan dan memperoleh gelar Sarjana Peternakan di Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penulis menyadari penulisan skripsi ini jauh dari kesempurnaan. Kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi pembaca secara umumnya.
Bogor, Juni 2015
Annisa Fitria Rachim
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN
ix ix ix
PENDAHULUAN
1
METODE
2
Lokasi dan Waktu Penelitian
2
Materi
2
Rancangan
2
Analisis Data
3
Prosedur
3
Peubah
5
HASIL DAN PEMBAHASAN
6
Karakteristik Pertumbuhan Kultur Tunggal FMA
6
Penampang Melintang Akar Terinfeksi FMA dari Kultur Tunggal
7
Efektivitas Centrosema pubescens sebagai Tanaman Inang Kultur Tunggal FMA
8
Efektivitas Pueraria javanica sebagai Tanaman Inang Kultur Tunggal FMA 10 SIMPULAN
11
SARAN
12
DAFTAR PUSTAKA
12
LAMPIRAN
14
RIWAYAT HIDUP
15
UCAPAN TERIMA KASIH
15
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8
Tingkat Kematian Centrosema pubescens sebagai Tanaman Inang Kultur Tunggal FMA Efektivitas FMA Tunggal dalam Menginfeksi Centrosema pubescens Tingkat Produksi Spora Kultur Tunggal FMA pada Centrosema pubescens Tingkat Infektivitas FMA pada Centrosema pubescens Tingkat Kematian Pueraria javanica sebagai Tanaman Inang Kultur Tunggal FMA Efektivitas FMA Tunggal dalam Menginfeksi Pueraria javanica Tingkat Produksi Spora Kultur Tunggal FMA pada Pueraria javanica Tingkat Infektivitas FMA pada Pueraria javanica
9 9 9 9 10 10 10 11
DAFTAR GAMBAR 1 2 3
Teknik inokulasi spora tunggal FMA pada tanaman inang Proses pertumbuhan spora Acaulospora tuberculata Penampakan preparat akar dengan mikroskop perbesaran 10x10
4 7 8
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4
Hasil ANOVA terhadap Jumlah Spora pada Centrosema pubescens Hasil ANOVA terhadap Infeksi Akar pada Centrosema pubescens Hasil Uji Duncan terhadap Jumlah Spora pada Centrosema pubescens Hasil Uji Duncan terhadap Infeksi Akar pada Centrosema pubescens
14 14 14 14
PENDAHULUAN Populasi ternak khususnya ternak ruminansia di Indonesia cenderung meningkat dalam 5 tahun terakhir. Berdasarkan data Ditjenak (2013), tingkat kenaikan populasi sapi potong sebesar 7.3% di setiap tahunnya. Kenaikan populasi ini menuntut peningkatan kebutuhan hijauan sebagai sumber pakan utama ternak ruminansia. Ketersediaan hijauan pakan yang baik dan berkelanjutan menentukan stabilitas produksi ternak. Namun, stabilitas ketersediaan hijauan pakan cenderung terkendala di setiap tahunnya. Salah satu keterbatasan ketersediaan hijauan yang kerap dihadapi adalah faktor musim. Keterbatasan air pada musim kemarau akan menurunkan produksi hijauan. Hal ini memicu kelangkaan dan kenaikan harga hijauan sehingga peternak tidak mampu membeli dan ternak kekurangan pakan. Masalah utama yang dihadapi di Indonesia adalah rendahnya lahan khusus untuk hijauan pakan dan tingginya alih fungsi lahan yang menyebabkan menyusutnya produksi hijauan pakan. Kendala lain yang menyebabkan ketersediaan hijauan terbatas yaitu rendahnya tingkat produktivitas tanaman, kurang baiknya pemanfaatan teknologi dan manajemen budidaya hijauan pakan. Lahan yang biasa digunakan sebagai penyedia hijauan pakan tergolong dalam lahan marginal. Lahan marginal memiliki tingkat kesuburan yang rendah. Diperlukan teknologi pengolahan dan suplementasi pupuk hayati agar lahan marginal tersebut dapat dimanfaatkan untuk lahan budidaya hijauan pakan. Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) merupakan salah satu mikroorganisme yang bisa digunakan sebagai pupuk hayati untuk membantu meningkatkan produktivitas lahan dan kualitas hijauan. FMA ini sangat ramah lingkungan dan potensial untuk dikembangkan. Akar tanaman yang terinfeksi hifa FMA akan mampu menyerap unsur hara lebih baik, terutama unsur P. Selain itu FMA berperan juga dalam produksi enzim fosfatase yang dapat melepaskan unsur P yang terikat unsur Al dan Fe pada lahan masam dan Ca pada lahan berkapur sehingga P akan tersedia bagi tanaman (Rungkat 2009). FMA juga berperan dalam memperbaiki sifat fisik tanah, yaitu membuat tanah menjadi gembur. Menurut Wright dan Uphadhyaya (1998), FMA menghasilkan senyawa glikoprotein dan asam organik melalui akar eksternalnya yang berguna untuk mengikat butir-butir tanah menjadi agregat mikro. Kemudian, melalui proses mekanis oleh hifa eksternal, agregat mikro akan membentuk agregat makro yang mudah diserap tanaman. Bolan (1991) melaporkan bahwa kecepatan masuknya unsur P ke dalam tanaman yang terinfeksi hifa FMA dapat mencapai enam kali lebih cepat dibandingkan dengan yang tidak terinfeksi FMA. Tarafdar dan Marschner (1994) juga melaporkan bahwa pemberian FMA pada tanaman kacang-kacangan dapat meningkatkan serapan unsur mikro Cu dan Zn. Keberadaan infeksi FMA di tanaman ditunjukkan pada penampakan hifa, arbuskula, vesikel, maupun spora di dalam preparat akar. Hifa adalah sel-sel jamur yang terbentuk dari ujung ke ujung hingga membentuk filamen benang (Salisbury dan Ross 1995). Smith dan Smith (1995) menyatakan bahwa arbuskula dibentuk secara intra seluler oleh percabangan yang berulangulang dari infeksi hifa, sebagai tempat tukar menukar nutrien antara tanaman inang dengan FMA. Arbuskula terbentuk setelah 2-3 hari tanaman inang terinfeksi dengan siklus hidup 1-3 minggu. Materi yang terdapat pada arbuskula masuk ke
2 sel tanaman inang saat degenerasi. Lukiwati (2011) menyebtukan vesikula berbentuk kantung, menyerupai gelembung yang dibentuk oleh ujung hifa. Vesikula mengandung lemak dan digunakan sebagai tempat penyimpanan sementara. Secara umum, vesikula terbentuk setelah pembentukan arbuskula dan biasa terdapat pada tanaman dewasa. Penggunaan FMA yang tepat dan berproduksi paling baik ini diharapkan bisa meningkatkan produktivitas lahan dan hijauan yang ada di Indonesia. Diantara kendala pemanfaatan FMA sebagai pupuk hayati adalah keterbatasan sumber kultur starter tunggal maupun campuran yang berkualitas dan permasalahan perbanyakan kultur starter yang tergantung dengan tanaman inang dengan tingkat produktivitas yang bervariasi. Centrosema pubescens dan Pueraria javanica merupakan jenis tanaman dengan tingkat produktivitas yang cepat dan tinggi. Lukiwati dan Supriyanto (1995) menyatakan bahwa tanaman Centrosema pubescens dan Pueraria javanica sesuai sebagai tanaman inang untuk perbanyakan spora FMA. FMA yang tersedia dan secara umum diproduksi dalam bentuk campuran beberapa jenis mikoriza atau biasa disebut mycofer. Perlunya perbanyakan kultur tunggal atau isolat murni FMA perlu dilakukan untuk mengatasi keterbatasan ketersediaan sumber kultur starter yang dibutuhkan dan untuk memenuhi kebutuhan sepesifik tahan terhadap kultur tunggal FMA. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengevaluasi efektivitas teknik perbanyakan kultur tunggal fungi mikoriza arbuskula (FMA) pada tanaman inang Centrosema pubescens dan Pueraria javanica yang cepat dan efisien.
METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada Desember 2014 hingga Juni 2015. Lokasi penelitian yaitu Laboratorium Agrostologi lantai 4 Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Materi Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini yaitu petri dish disposable, arloji glass, mikroskop, gelas preparat, cover glass, tabung film, timbangan digital, botol semprot, spidol permanen, label, rak tanaman, lampu, bak plastik, pinset, saringan, dan hand tally counter. Bahan yang digunakan meliputi Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) jenis Gigaspora margarita, Glomus etinucatum, Acaulospora tuberculata, zeolit, tanaman Centrosema pubescens, tanaman Pueraria javanica, aquades, alkohol 70%, sukrosa 60%, larutan KOH 10%, larutan HCl 2%, larutan kloroks, dan larutan Staining Blue. Rancangan Penelitian efektivitas teknik perbanyakan kultur tunggal FMA ini dibagi menjadi 2 unit. Perbedaan unit penelitian dari tanaman inang yang digunakan. Unit I menggunakan tanaman inang Centrosema pubescens dan Unit II menggunakan tanaman inang Pueraria javanica.
3 Perlakuan Rancangan yang digunakan pada kedua jenis unit sama yaitu Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari 3 perlakuan dan 25 ulangan. Perlakuan dilakukan dengan membedakan jenis mikoriza yang diinokulasi ke akar tanaman Perlakuan tersebut meliputi: P1: inokulasi dengan FMA jenis Gigaspora margarita P2: inokulasi dengan FMA jenis Acaulospora tuberculata P3: inokulasi dengan FMA jenis Glomus etinucatum Model Model matematis percobaan untuk Unit I dan Unit II yang digunakan adalah sebagai berikut: Yij = µ + τi + εij Keterangan : i : Perlakuan 1, 2, 3 j : Ulangan 1, 2, 3, ...... 25 Yij : Perlakuan ke-i ulangan ke-j µ : Nilai rataan umum τi : Pengaruh perlakuan ke-i εij : Pengaruh galat
Analisis Data Analisis data yang dilakukan menggunakan analisis ragam (ANOVA) dan dilanjutkan ke uji Duncan (Steel dan Torie 1995) apabila terjadi perbedaan yang nyata antar perlakuan. Data diolah menggunakan program SPSS 16. Prosedur Persiapan Media Tanam Media tanam zeolit dibersihkan dengan cara dicuci hingga bersih kemudian dikeringkan di bawah sinar matahari. Petri dish disposable yang akan digunakan sebagai tempat menanam disiapkan dan disterilkan dengan alkohol 70%. Ujung petri dish disposable diberi lubang sekitar 2 cm untuk tumbuhnya tanaman inang. Zeolit yang sudah bersih dan kering dimasukkan ke dalam petri dish disposable dan siap untuk digunakan. Persiapan Tanaman Inang Persiapan tanaman inang diawali dengan penyemaian benih tanaman Centrosema pubescens untuk penelitian Unit I dan penyemaian benih tanaman Pueraria javanica untuk penelitian Unit II. Sebelum disemai, dilakukan scarifikasi pada benih tanaman dengan cara benih dilarutkan di aquades dan didiamkan sebentar. Benih yang terapung di permukaan tidak digunakan. Setelah itu, benih kembali direndam larutan kloroks 100% selama 7 menit. Lalu dibilas dengan aquades hingga bersih. Benih tersebut kembali direndam dengan air hangat (±70oC) selama 24 jam. Benih-benih tersebut ditanamkan pada nampan dengan media tanam zeolit yang sudah bersih dan disiram aquades. Tanaman
4 disiram sebanyak satu kali sehari dan dipelihara hingga umur 1 minggu. Tanaman yang telah berkecambah dengan baik dipilih sebagai inang FMA. Isolasi FMA Tunggal Sumber FMA yang digunakan adalah FMA unggul dalam bentuk campuran (mycofer). Isolasi FMA tunggal dengan metode tuang saring basah (Pacioni 1992) menggunakan saringan bertingkat (1000 μm, 250 μm, dan 45 μm). Dibawah mikroskop, spora FMA diamati dan dipilih yang kondisinya baik, pengambilan menggunakan pinset dibawah mikroskop terlihat bulat, utuh, dan segar. Kemudian dipisahkan berdasarkan jenisnya yaitu Gigaspora margarita, Acaulospora tuberculata, dan Glomus etinucatum. Setelah itu, setiap satu spora diinokulasikan ke akar tanaman inang dengan cara ditempelkan pada cabang akar (bukan akar utama) untuk satu tanaman ditempelkan satu spora. Setiap satu tanaman yang telah diinokulasikan FMA ditanamkan ke media zeolit yang telah disiapkan di dalam petri dish disposable dan diberi label sesuai perlakuan serta ditandai dengan spidol permanen dimana peletakan spora awal. Kemudian diletakkan pada rak terspisah sesuai dengan jenis tanaman dan FMA.
Tanaman inang Zeolit Spora FMA
(a)
(b)
Gambar 1 (a) Teknik inokulasi spora tunggal FMA pada tanaman inang dan (b) penempelan spora tunggal pada akar tanaman inang Pemeliharaan dan Pemanenan Tanaman dipelihara selama 3 bulan. Selama pemeliharaan tanaman disiram sebanyak 2 hari sekali. Selama 1 minggu terakhir dalam masa pemeliharaan frekuensi penyiraman dikurangi menjadi 3 hari sekali. Pertumbuhan spora diamati selama 3 bulan dengan bantuan mikroskop. Setelah 3 bulan, diamati dibawah mikroskop tanaman yang sporanya sudah berkembang. Tanaman yang sporanya sudah berkembang dan mengalami perbanyakan dilakukan stressing dengan tidak disiram sampai tanaman layu dan kering. Kemudian siap diamati jumlah spora dan infeksi akarnya.
5 Peubah Persentase Tanaman Mati Tanaman yang mati dihitung presentasinya terhadap tanaman yang ditanam pada awalnya. Perhitungan persentase dilakuan dengan rumus:
Persentase Tanaman Terinfeksi FMA Tanaman yang tumbuh dan terinfeksi sempurna oleh spora FMA dihitung presentasenya dibandingkan dengan tanaman yang spora FMAnya tidak tumbuh. Perhitungan persentase dilakuan dengan rumus:
Jumlah Spora Jumlah spora dihitung menggunakan metode tuang saring basah menurut Pacioni (1992). Jumlah spora yang terbentuk dihitung dengan bantuan mikroskop dan hand tally counter. Tanaman yang sudah dikeringkan kemudian dihitung satu per satu tiap media tanam. Zeolit dan akar tanaman disaring menggunakan alat sieving bertingkat. Set saringan (sieving) secara berurutan dari atas ke bawah paling besar berukuran 1000 μm, 250 μm dan 45 μm. Akar tanaman diambil dan dipisahkan untuk dibuat preparat, hasil sieving ukuran 250 μm dan 45 μm diletakkan di cawan petri kaca untuk kemudian dihitung jumlah sporanya dibawah mikroskop. Infeksi Akar Sebelum dihitung persentase infeksi, akar diwarnai. Pewarnaan sampel akar dilakukan menggunakan metode pewarnaan Phillips dan Hayman (1970) dimodifikasi Laboratorium Bioteknologi Hutan Institut Pertanian Bogor. Akar yang diambil dari hasil sieving dicuci bersih di air mengalir kemudian direndam larutan KOH 10% selama 24 jam. Langkah selanjutnya akar dicuci bersih dan kembali direndam dengan larutan HCl 2% selama 24 jam. Akar dicuci kembali sampai bersih di air mengalir kemudian diwarnai dengan larutan staining trypan blue 0.05% dalam laktogliserin (gliserin, asam laktat, aquades = 2:2:1). Akar siap dibuat preparat atau bisa disimpan hingga beberapa bulan. Penghitungan infeksi mikoriza dilakukan dengan metode slide menurut Brundrett et al. (1996). Sampel akar dipotong-potong sepanjang 1 cm dan disusun secara berderet pada gelas obyek sebanyak 10 potong dan dibuat 2 gelas obyek per sampel. Keberadaan endomikoriza pada akar tanaman diketahui dengan melihat adanya struktur hifa eksternal, hifa internal, vesikula, arbuskula dan spora dari sampel akar yang diamati di bawah mikroskop. Selanjutnya persentase akar yang terinfeksi dihitung dengan menggunakan rumus:
6
HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian efektivitas teknik perbanyakan FMA dari kultur tunggal awalnya menggunakan 3 jenis tanaman inang, yaitu Centrosema pubescens, Pueararia javanica, dan Sorghum bicolor. Namun, pertumbuhan tanaman Sorghum bicolor kurang baik dan mati sehingga tidak bisa dilanjutkan pengamatannya. Faktor utama yang menyebabkan kematian Sorghum bicolor adalah cahaya. Sorghum bicolor tergolong tanaman C4 dengan kebutuhan cahaya lebih tinggi daripada tanaman C3. Centrosema pubescens dan Pueraria javanica tergolong tanaman C3. Salah satu sifat tanaman tanaman C4 antara lain daun mempunyai laju fotosintesis tinggi, fotorespirasi dan transpirasi rendah, serta efisien dalam penggunaan air (Matsetio 2014). Hasil penelitian Chalimah et al. (2007) menunjukkan bahwa sorghum merupakan tanaman inang kompatibel terhadap perbanyakan Gigaspora margarita dan Acaulospora tuberculata kultur pot (in vivo) di rumah kaca. Karakteristik Pertumbuhan Kultur Tunggal FMA Fungi mikoriza arbuskula (FMA) merupakan mikroorganisme yang bersifat obligat dan sangat tergantung oleh tanaman inangnya. Tanaman inang yang cocok akan membantu dalam pertumbuhan dan perbanyakan spora. Chalimah et al. (2007) menyatakan bahwa faktor penentu di dalam perbanyakan spora meliputi perkecambahan spora, karena perkecambahan akan menginfeksi akar tanaman, dan hifa yang berkembang, kemudian perkembangan tersebut diikuti oleh sporulasi (proses terbentuknya spora). Sporulasi memiliki banyak faktor untuk bisa maksimal, antara lain lingkungan, jenis inang, kemampuan infektif dan efektif spora, dan lama waktu inkubasi (Sancayaningsih 2005). Manfaat FMA dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu untuk tanaman, ekosistem, dan bagi manusia. Bagi tanaman, FMA sangat berguna untuk meningkatkan serapan hara, khususnya unsur fosfat (P). Bolan (1991) melaporkan bahwa kecepatan masuknya hara P ke dalam hifa FMA dapat mencapai enam kali lebih cepat pada akar tanaman yang terinfeksi FMA dibandingkan dengan yang tidak terinfeksi FMA. Hasil penelitian menunjukkan pertumbuhan spora teramati tumbuh baik pada tanaman inang Centrosema pubescens dengan infeksi spora dari jenis FMA Acaulospora tuberculata dan Glomus etinucatum, sedangkan tanaman inang Pueraria javanica pertumbuhan baik pada jenis Acaulospora tuberculata. Acaulospora sp. sering ditemukan pada tanah. Berbentuk bulat maupun agak bulat dengan ukuran 78-114 hingga 99-105 x 114-120μm (Wicaksono et al. 2014). Proses pertumbuhan Acaulospora tuberculata dari hasil penelitian akan diuraikan melalui Gambar 2.
7
hifa
(a)
saccule
(b)
saccule (c) (d) Gambar 2 Proses pertumbuhan spora Acaulospora tuberculata (a) fase awal penempelan spora pada tanaman inang, (b) saccule mulai tumbuh, (c) tumbuh spora baru, (d) pertumbuhan jumlah spora. Acaulospora tuberculata memiliki bentuk globos atau subglobos berwarna orange-kemerahan hingga merah-kecoklatan. Tahap awal perkembangan spora Acaulospora tuberculata yaitu pembesaran dari subtending hyphae (saccule neck) menjadi hyphal terminus (saccule) yang mirip spora. Kemudian akan mucul bulatan kecil diantara saccule dan saccule neck yang semakin lama semakin membesar dan membentuk spora. Saccule akan rusak seiring berkembangnya spora dan isinya akan masuk ke dalam spora (INVAM 2014). Penampang Melintang Akar Terinfeksi FMA dari Kultur Tunggal Berdasarkan struktur tubuh dan cara menginfeksi akar, FMA dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu ektomikoriza dan endomokoriza (Rao dan Shuba 1994). Jenis fungi endomokoriza memiliki jaringan hifa yang masuk ke dalam sel korteks, membentuk struktur yang khas seperti oval yang disebut vesikula atau bercabang yang disebut arbuskula. Dengan demikian, jenis fungi endomokoriza disebut pula sebagai fungi mikoriza arbuskula atau mikoriza vesikula. Jenis ektomikoriza memiliki jaringan hifa yang tidak masuk sampai ke sel korteks, tetapi berkembang di antara sel tersebut membentuk mantel pada permukaan akar. Ciri lain dari fungi endomokoriza adalah tidak memiliki batang tubuh dan tidak dapat diperbanyak tanpa tanaman inang, sedangkan fungi ektomokoriza memilik batang tubuh dengan bentuk dan warna yang beragam dan dapat diperbanyak tanpa tanaman inang. Keberadaan FMA pada akar tanaman memiliki peran penting karena dapat membantu meningkatkan hasil tanaman. Salah satu faktor yang mempengaruhi infeksi akar yaitu perkecambahan spora, karena perkecambahan akan menginfeksi akar tanaman dan hifa yang berkembang (Chalimah et al. 2007).
8 Infeksi akar ditunjukkan pada penampakan arbuskula, vesikel, hifa, maupun spora di dalam preparat akar. Perhitungan persentase akar terinfeksi pada penelitian ini dilakukan terhadap penampakan tersebut. Hasil yang terlihat pada penelitian yaitu adaya infeksi akar dengan penampakan spora, arbuskula, dan hifa yang bisa dilihat pada Gambar 2.
kosong spora
arbuskula
hifa
Gambar 3 Penampakan preparat akar dengan mikroskop perbesaran 10x10 Terdapat dua faktor yang mempengaruhi infeksi akar yaitu faktor luar dan dalam. Faktor luar yaitu fotosintat yang dihasilkan oleh inang yang akan mempengaruhi penyebaran hifa yang berperan terhadap infeksi akar, pH media tanam, persediaan fosfor, dan potensi air. Faktor dalam meliputi inefektivitas, penyerangan, agresif dan kepadatan propagul (Chalimah et al. 2007). Infektivitas adalah jumlah akar tanaman terinfeksi oleh FMA tanpa melihat kemampuan menginfeksi dan penyebaran hifa jenis lain. Infektivitas tersebut sangat bergantung pada banyak inokulum atau kepadatan inokulum, dan penempatan inokulum (Wilson dan Tommerup 1992). Efektivitas Centrosema pubescens sebagai Tanaman Inang Kultur Tunggal FMA Fungi mikoriza arbuskula (FMA) adalah salah satu fungi yang hidup di dalam tanah. Fungi ini selalu berasosiasi dengan tanaman tingkat tinggi dan keduanya saling memberikan keuntungan (Nuhamara 1993). FMA dapat bersimbiosis dengan sebagian besar (97%) famili tanaman, seperti tanaman pangan, hortikultura, kehutanan, perkebunan, dan tanaman pakan. Centrosema pubescens adalah tanaman yang berasal dari Amerika Selatan dan telah ditanam di daerah tropik dan sub tropik. Centrosema pubescens merupakan tanaman yang tahan keadaan kering dan dapat hidup dibawah naungan serta lahan yang tergenang air (Ibrahim 1995). Kandungan nutrisi tanaman ini terdiri dari protein kasar 23.6%, serat kasar 31.6%, abu 8.2%, lemak kasar 3.6% dan BETN 32.8% (Gohl 1981). Centrosmea pubescens merupakan salah satu hijauan yang disukai oleh ternak dengan produksi bahan kering ± 12 ton/ha/tahun. Legum ini responsif terhadap pupuk P (Soetopo 1988). Tanaman ini cocok dijadikan tanaman inang untuk FMA yang akan diproduksi. Pemilihan tanaman inang yang tepat untuk FMA perlu diperhatikan karena akan adanya interaksi antara tanaman inang, jenis FMA komposisi media tanam, dan iklim selama pertumbuhannya.
9 Tanaman Centrosema pubescens diinokulasi FMA tunggal dengan jenis yang berbeda dan menghasilkan respon yang berbeda dalam kurun waktu yang sama. Hasil penelitian menunjukkan respon antara lain kematian tanaman, keberhasilan infeksi FMA, jumlah spora yang berkembang dari kultur tunggal, dan persentase infeksi FMA pada akar. Data selengkapnya akan disajikan pada Tabel 1, Tabel 2, Tabel 3 dan Tabel 4. Tabel 1 Tingkat Kematian Centrosema pubescens sebagai Tanaman Inang Kultur Tunggal FMA Jenis FMA Kematian Tanaman (%) Gigaspora margarita 0 Acaulospora tuberculata 4 Glomus etinucatum 52 Tabel 2 Efektivitas FMA Tunggal dalam Menginfeksi Centrosema pubescens Jenis FMA Tanaman Terinfeksi FMA (%) Gigaspora margarita 12 Acaulospora tuberculata 88 Glomus etinucatum 50 Tabel 3 Tingkat Produksi Spora Kultur Tunggal FMA pada Centrosema pubescens Jenis FMA Rataan Jumlah Spora Gigaspora margarita 2.3 ± 0.58b Acaulospora tuberculata 521.19 ± 238.99a Glomus etinucatum 635.25 ± 282.29a Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (P < 0.05)
Tabel 4 Tingkat Infektivitas FMA pada Centrosema pubescens Jenis FMA Rataan Infeksi Akar (%) Gigaspora margarita 12.303 ± 8.64b Acaulospora tuberculata 57.703 ± 18.09a Glomus etinucatum 51.124 ± 15.17a Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (P < 0.05)
Persentase kematian tanaman terendah terdapat pada hasil inokulasi jenis FMA Gigaspora margarita yaitu 0 %, sedangkan persentase kematian tertinggi dari inokulasi Glomus etinucatum sebesar 52 %. Tanaman terinfeksi FMA dihitung dari tanaman yang hidup, persentase teringgi pada Acaulospora tuberculata yaitu sebesar 88%. Hasil tersebut menunjukkan bahwa jenis Acaulospora tuberculata terbaik untuk infeksi FMA dari kultur tunggal. Spora FMA akan berkembang baik pada tanaman inang yang kompatibel. Berdasarkan hasil Uji Lanjut yang dilakukan, menunjukkan bahwa tanaman yang diinokulasi jenis FMA Acaulospora tuberculata dan Glomus etinucatum memberikan pengaruh nyata (P < 0.05) terhadap jumlah spora yang dihasilkan. Hasil menunjukkan bahwa perbanyakan spora dari kultur tunggal paling efektif di tanaman Centrosema pubescens yaitu spora jenis Acaulospora tuberculata
10 dihasilkan spora sebanyak rata-rata 521, sedangkan dari kultur tunggal Glomus etinucatum dihasilkan spora sebanyak rata-rata 635. Hasil tersebut sejalan dengan persentase infeksi akar yang didapatkan. Terdapat perbedaan nyata (P < 0,05) antara Acaulospora tuberculata dan Glomus etinucatum terhadap Gigaspora margarita. Efektivitas Pueraria javanica sebagai Tanaman Inang Kultur Tunggal FMA Pertumbuhan hifa FMA tidak akan optimal tanpa tanaman inang, hifanya hanya mampu bertahan hidup diluar inang selama 20-30 hari (Smith et al. 2003). Tanaman inang tersebut harus memiliki syarat: mikotropik, dapat beradaptasi dengan keadaan iklim tempat asal FMA, tumbuh baik pada medium tumbuh, tahan terhadap kekeringan dan penyakit (Sieverding 1991), toleran terhadap sifat kimia tanah yaitu asam dan basa, memiliki perakaran yang banyak (Gunawan 1993). Rumput Puero (Pueraria javanica) merupakan tanaman yang sering digunakan sebagai inang dalam perbanyakan inokulum (Struble dan Skipper 1988). Pueraria javanica dapat mengeluarkan akar dari tiap ruas batang stolonnya yang bersinggungan dengan tanah. Perakarannya dalam dan bercabangcabang. Pueraria javanica juga tahan terhadap tanah masam, tanah yang kekurangan kapur dan phosphor, tahan permukaan air tinggi, dapat hidup di tanahtanah yang berat maupun berpasir. Namun, Pueraria javanica tidak tahan terhadap penggembalaan berat atau pemotongan yang dilakukan sedemikian sehingga sisa tanaman hanya tinggal sedikit di atas tanah (Reksohadiprodjo 1981). Inokulasi kultur spora tunggal FMA dengan jenis yang berbeda menghasilkan respon yang berbeda pada Pueraria javanica. Hasil penelitian terhadap respon Pueraria javanica terhadap inokulasi spora akan disajikan pada Tabel 5, Tabel 6, Tabel 7 dan Tabel 8. Tabel 5 Tingkat Kematian Pueraria javanica sebagai Tanaman Inang Kultur Tunggal FMA Jenis FMA Kematian Tanaman (%) Gigaspora margarita 25 Acaulospora tuberculata 24 Glomus etinucatum 84 Tabel 6 Efektivitas FMA Tunggal dalam Menginfeksi Pueraria javanica Jenis FMA Tanaman Terinfeksi FMA (%) Gigaspora margarita 5 Acaulospora tuberculata 63 Glomus etinucatum 0 Tabel 7 Tingkat Produksi Spora Kultur Tunggal FMA pada Pueraria javanica Jenis FMA Rataan Jumlah Spora Gigaspora margarita 2±0 Acaulospora tuberculata 249.25 ± 174.97 Glomus etinucatum 0
11 Tabel 8 Tingkat Infektivitas FMA pada Pueraria javanica Jenis FMA Rataan Infeksi Akar (%) Gigaspora margarita ND Acaulospora tuberculata 65.99 ± 13.31 Glomus etinucatum 0 Keterangan: ND = tidak ada data
Hasil inokulasi jenis FMA Gigaspora margarita memiliki persentase kematian tanaman terendah yaitu 25 %, sedangkan yang diinokulasikan Glomus etinucatum memiliki persentase kematian tertinggi yaitu 84 %. Persentase tanaman terinfeksi FMA teringgi pada Acaulospora tuberculata yaitu sebesar 63 %. Jenis FMA Acaulospora tuberculata menunjukkan hasil terbaik untuk infeksi FMA dari kultur tunggal. Jumlah spora yang dihasilkan dari kultur tunggal FMA terbanyak diproduksi oleh jenis FMA Acaulospora tuberculata yaitu dengan rataan 249. Jenis FMA Glomus etinucatum tidak menghasilkan spora sama sekali pada tanaman Pueraria javanica. Tingginya persentase kematian tanaman pada jenis FMA ini bisa menjadi salah satu penyebab tidak terproduksinya spora, dari 16 % tanaman yang hidup, tidak satupun menginfeksi Pueraria javanica. Hal ini menunjukkan bahwa perbanyakan kultur tunggal FMA jenis Glomus etinucatum tidak cocok dengan tanaman inang Pueraria javanica. Infeksi akar pada jenis FMA Gigaspora margarita tidak didapatkan hasil. Hal ini disebabkan oleh terjadinya kontaminasi oleh spora dari jenis Acaulospora tuberculata. Terdapat 229 spora FMA jenis Acaulospora tuberculata pada media tanam Pueraria javanica yang diinokulasikan Gigaspora margarita. Hal ini terjadi karena pemeliharaan tanaman diletakkan di satu wadah berdasarkan jenis inangnya, sehingga memicu terjadinya kontaminasi misalnya pada saat penyiraman spora Acaulospora tuberculata ikut terbawa dan diserap oleh tanaman inang Gigaspora margarita. Hasil 0 yang didapat pada jenis Glomus etinucatum disebabkan oleh tidak berkembangnya spora yang diinokulasikan. Jumlah spora yang tidak berkembang ini menyebabkan tidak adanya infeksi akar. Salah satu faktor yang mempengaruhi infeksi akar yaitu perkecambahan spora, karena perkecambahan akan menginfeksi akar tanaman dan hifa yang berkembang (Chalimah et al. 2007). Rataan persentase infeksi akar terbaik pada Pueraria javanica yaitu dengan inokulasi kultur tunggal FMA Acaulospora tuberculata.
SIMPULAN Perbanyakan FMA dari kultur spora tunggal FMA paling efektif pada jenis Acaulospora tuberculata dan Glomus etinucatum dengan tanaman inang Centrosema pubescens. Tanaman inang Pueraria javanica hanya efektif untuk perbanyakan spora dari kultur tunggal FMA Acaulospora tuberculata.
12
SARAN Kultur spora tunggal FMA yang sudah didapatkan dan diperbanyak diproduksi massal sebagai sumber kultur tunggal.
DAFTAR PUSTAKA Bolan NS. 1991. A critical review on the role of mycorrhizal fungi in the uptake of phosphorus by plants. Plant Soil 134: 189−207. Brundrett M, Bougher N, Dell B, Grove T, Malajczuk N. 1996. Working with Mychorrizas in Forestry and Agriculture. Canberra (AU): ACIAR Monograph. Chalimah S, Muhadiono, Aznam L, Haran S, Mathius NT. 2007. Perbanyakan Gigaspora sp. dan Acaulospora sp. dengan Kultur Pot di Rumah Kaca. Biodiversitas Vol. 8: 1-12. Direktorat Jenderal Peternakan. 2013. Populasi Ternak 2000-2013. Jakarta (ID): Badan Pusat Statistik. Gohl BO. 1981. Tropical Feed: Feed Information, Summaries and Nutritive Value. Rome (IT): FAO. Gunawan AW. 1993. Mikoriza Arbuskula. Pusat Antar Universitas IImu Hayati. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Ibrahim. 1995. Daya adaptasi rumput dan legume asal Ciat (Columbia) dan Csiro (Australia) di Kalimantan Timur. Dalam Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi Peternakan 1995. Jakarta (ID): Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. INVAM. 2014. Acaulospora Gerd. and Trappe emend. Berch. West Virginia University. http://invam.wvu.edu/ (diakses pada tanggal 20 Desember 2014) Lukiwati DR, Supriyanto. 1995. Performance of three VAM species from India for inoculum production in centro dan puero. International Workshop on Biotechnology and Development Species for Industrial Timber Estates; Juni 27-29. Bogor (ID): LIPI Bogor. hlm 257-265. Lukiwati DR. 2011. Penerapan Bioteknologi Mikoriza untuk Peningkatan Produksi dan Kualitas Hijauan Pakan. Semarang (ID): Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Matsetio A. 2014. Jenis dan potensi fungi mikoriza asal tanah pasca tambang batubara dalam mengendalikan penyakit busuk batang Fusarium sp. pada tanaman jagung [skripsi]. Bengkulu (ID): Universitas Bengkulu. Nuhamara ST. 1993. Peranan mikoriza untuk reklamasi lahan kritis. Program Pelatihan Biologi dan Bioteknologi Mikoriza. Solo (ID): Universitas Sebelas Maret. Pacioni G. 1992. Wet Sieving and Decanting Techniques for the Extraction of Spores of Vesicular-Arbuscular Mycorrhizal Fungi. San Diego (US): Academic Press.
13 Phillips JM, Haynam DS. 1970. Improveed Procedures for Clearing Roots and Staining Parasitic and Vesicular-Arbuscular Fungi for Rapid Assesment of Infection. Trans. Br. Mycol. Soc. 55:157-160. Rao N, Shuba S. 1994. Mikroorganisme Tanah dan Pertumbuhan Tanaman. Edisi ke-2. Jakarta (ID): Universitas Indonesia Press. Reksohadiprodjo S. 1985. Produksi Tanaman Hijauan Makanan Ternak Tropik. Yogyakarta (ID): Badan Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada. Rungkat JA. 2009. Peranan MVA dalam meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman. FORMAS 4: 270-276. Salisbury, FB, CW Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan. Jilid 1. Bandung (ID): Penerbit ITB. Sancayaningsih RP. 2005. The effects of single and dual inoculations of arbusscula mycorrhizal fungi on ploant growth and the EST and MDH iszyme profiles of maize roots (Zea mays.L) grown on limited growth media. [Disertasi]. Yogyakarta (ID): UGM. Sieverding E. 1991. Vesicular-Arbuscular Mycorrhiza Management in Tropical Agrosystems. Germany (DU): Eschborn. Smith FA, Smith SE. 1995. Nutrient transfer in vesicular-arbuscular mychorrizhas: a new model based on the distribution of ATP uses on fungal and plant membranes. BIOTROPIA. 8:1-10. Smith SE, Smith FA, Jacobsen I. 2003. Mycorrhizal fungi can dominate phosphate supply to pints irrespective of growth responses. Plant Physiology. 133:6-20. Soetopo L. 1988. Bercocok Tanam. Jakarta (ID): CV Rajawali. Steel RGD, JH Torrie. 1995. Prinsip dan Prosedur Statistika. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka. Struble JE, Skipper HD. 1988. Vesicular arbuscular mycorrhizal fungal spore production as influenced by plant species. Plant Soil 109 :1194-1196 Suprapto. 2003. Pengembangan Sumber Daya Lahan dan Air di Indonesia. Dalam FAO Invesment in Land and Water. Proceeding of Regional Consultation. Tarafdar JC, Marschner H. 1994. Phosphatase activity in the rhizosphere and hiphosphere of VA mycorrhizal wheat supplied with inorganic and organic phosphorus. Soil Biol. Biochem. Vol 26, 387-395. Wicaksono MI, Rahayu M, Samanhudi. 2014. Pengaruh pemberian mikoriza dan pupuk organik terhadap pertumbuhan bawang putih. Caraka Tani – Jurnal Ilmu Ilmu Pertanian Vol. XXIX No. 1, 35-44 Wilson JM, Tommerup IC. 1992. Interaction Between Fungal Symbionts. New York (US): Chapman and Hall. Wright SF, Uphadhyaya A. 1998. Survey of soils for aggregate stability and glomalin, a glycoprotein produced by hyphae of arbuscular mycorrhizal fungi. Plant Soil 198: 97−107.
14
LAMPIRAN Lampiran 1 Hasil ANOVA terhadap Jumlah Spora pada Centrosema pubescens SK JK db KT F P Perlakuan
816436.024
2
408218.012
Galat
1381368.655
25
5524.746
Total
2197804.679
27
7.388
.003
Lampiran 2 Hasil ANOVA terhadap Infeksi Akar pada Centrosema pubescens SK JK db KT F P Perlakuan
5442.024
2
2721.012
Galat
7398.655
25
295.946
Total
12840.0679
27
9.194
.001
Lampiran 3 Hasil Uji Duncan terhadap Jumlah Spora pada Centrosema pubescens Superskrip Jenis Spora N b a 1
3
2.3333
2
21
521.1905
3
4
635.2500
Lampiran 4 Hasil Uji Duncan terhadap Infeksi akar pada Centrosema pubescens Superskrip Infeski Akar N b a 1
3
11.6667
2
4
50.7500
3
21
57.1905
15
RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Surabaya, Jawa timur pada 20 Agustus 1993. Penulis merupakan anak kedua dan terakhir dari Bapak Iriano Haroen dan Ibu Siti Rahma. Tahun 2011 penulis lulus dari SMA Yayasan Pupuk Kaltim Bontang dan pada tahun yang sama diterima di Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur SNMPTN Undangan. Selama masa perkuliahan, penulis aktif sebagai pengurus dan anggota aktif UKM ORYZA Baseball Softball IPB sejak 2011-2015, penulis juga aktif sebagai staff ahli Komisi II DPM Fapet IPB periode 2012/2013 sekaligus menjabat sebagai Wakil Sekretaris Jendral II MPM KM IPB. Penulis juga aktif sebagai panitia acara ISEE (International Scholarship Education Expo) pada tahun 2011 dan panitia acara MPF D (Masa Pengenalan Fakultas Peternakan) pada tahun 2013. Selain itu penulis juga aktif dalam berbagai acara kemahasiswaan Fapet sebagai MC, pengisi acara, dan peserta Dekan Cup maupun OMI. Penulis juga aktif berpartisipasi bersama Tim Softball IPB turut serta dalam Telkom University Cup pada tahun 2014 dan sempat bergabung dengan Tim Softball kota Bogor.
UCAPAN TERIMA KASIH Puji dan syukur penulis panjatkan kepada kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, nikmat, dan hidayah-Nya penulis dapat menyelsaikan penelitian dan skripsi sebagai salah satu syarat mendapat gelar kesarjanaan dari program studi Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Papi (Ir. Iriano Haroen) dan Mami (Siti Rahma) sebagai orang tua yang telah membantu dalam berbagai hal baik berupa material maupun moral dan kasih sayangnya yang tulus, kakak saya (Abu Bakar Abdul Karim Al-Mukmin, S.T) yang selalu menjadi penyemangat untuk penulis. Terima kasih penulis ucapkan pula kepada Prof. Dr. Ir. Panca Dewi MHK, M.Si selaku pembimbing skripsi utama sekaligus sebagai pembimbing akademik dan Dr. Iwan Prihantoro, S.Pt, M.Si selaku pembimbing skripsi kedua atas segala bimbingan, kesabaran, dukungan, sumbangan ide dan materi yang telah diberikan. Kepada Dr. Didid Diapari selaku dosen pembahas pada seminar 24 Desember 2014 dan Ir. Anita Sardiana Tjakradijaja, M.Rur. Sc serta Ir. Sri Rahayu, M.Si selaku dosen penguji sidang akhir pada 10 Juli 2015. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada kepada Novita Chantika Raharja selaku teman satu penelitian atas semua dukungan, suka duka, dan bantuannya. Kepada Laboratorium Agrostologi, Laboratorium Bioteknologi Hutan, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi (PPSHB) IPB, Ghera Lozy Elio Hakim, S.P, sahabat dan teman-teman yang telah ikut membantu serta keluarga DESOLATOR (INTP 48) atas semua dukungannya.