Eksplorasi Tingkah Laku Entok...............................................................................Angga Yana EKSPLORASI TINGKAH LAKU ENTOK (Cairina moschata) MENGERAMI TELUR ITIK PADA PEMELIHARAAN BASAH DAN KERING BEHAVIOUR EXPLORATION OF MUSCOVY DUCK (Cairina moschata) ON INCUBATING DUCKS EGG IN WET AND DRY CONDITION Angga Yana*, Iwan Setiawan**, Dani Garnida** Universitas Padjadjaran *Alumni Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran Tahun 2016 **Dosen Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran Jln. Raya Bandung-Sumedang Km 21 Jatinangor 45363 e-mail:
[email protected]
ABSTRAK Penelitian ini telah dilakukan di Peternakan Entok Desa Nanjung Mekar Kec. Rancaekek Kab. Bandung pada tanggal 28 April-29 Mei 2016. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkah laku entok (Cairina moschata) mengerami telur itik pada pemeliharaan basah dan kering, mengetahui daya tetas telur itik yang dierami oleh entok pada pemeliharaan basah dan kering. Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksploratif. Kandang dibuat menjadi 2 flok: pertama, kandang dengan adanya akses ke air kolam (pemeliharaan basah), kedua, kandang tanpa adanya akses ke air kolam (pemeliharaan kering). Terdapat 8 ekor induk entok dan 80 butir telur itik. Tiap flok diisi 4 ekor induk entok dengan masingmasing mengerami 10 butir telur itik di dalam sarangnya. Berdasarkan hasil analisis statistik deskriptif menunjukkan bahwa pada pemeliharaan basah dan kering waktu yang dihabiskan induk entok untuk mengeram adalah 22 jam 57 menit dan 22 jam 56 menit dalam sehari, sedangkan untuk memelihara tubuhnya (termasuk makan, minum, mandi, jalan-jalan, defikasi) adalah 1 jam 3 menit dan 1 jam 4 menit dalam sehari, frekuensi makan rataan 3 kali dan minum rataan 3 kali dalam sehari, frekuensi mandi pada pemeliharaan basah rataan 1 kali selama masa pengeraman dengan lama waktu 1 menit, frekuensi pemutaran telur rataan 26 dan 30 kali dalam sehari. Daya tetas telur 100% dan 95%. Kata Kunci: Tingkah laku, mengeram, pemeliharaan basah dan kering ABSTRACT The research has been done at muscovy duck farm in Nanjung Mekar village, Rancaekek subdistrict, Bandung regency, from April 28-May 29, 2016. The research purposes to know behaviour of muscovy duck (Cairina moschata) on incubating ducks egg in wet and dry condition, know hatchibility of ducks egg on incubating by muscovy duck in wet and dry condition. The research method used is explorative method. The pen divide into two flock: First, pen with access to water pool (wet condition), second, pen with not access to water pool (dry condition). There was 8 muscovy ducks and 80 ducks egg. The content of flocks is 4 muscovy ducks with 10 ducks egg incubating in the nest. Based on result of statistic descriptive analysis indicate that in wet and dry condition for incubating spended 22 hours 57 minutes and 22 hours 56 minutes in one day, whereas for take care of hen’s body (include eating, drinking, swimming, walking, defication) is 1 hour 3 minutes and 1 hour 4 minutes in one day, feeding frequency mean 3 times, drinking mean 3 times, swimming in wet condition mean 1 times during incubation period with long time is 1 minute, turning egg frequency mean 26 and 30 times in one day. Hatchability eggs is 100% and 95%. Key word: Behaviour, incubating, wet and dry condition Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran
1
Eksplorasi Tingkah Laku Entok...............................................................................Angga Yana PENDAHULUAN Itik domestik (Anas platyrhynchos) merupakan salah satu unggas aquatik yang memiliki sifat mengeram yang sangat rendah. Menurut para ahli rendahnya sifat ini disebabkan proses domestikasi sehingga terjadi mutasi pada sifat mengeram unggas tersebut, oleh karena itu untuk mempertahankan siklus hidup itik domestik diperlukan peranan manusia dalam perkembangbiakannya yaitu dengan cara membuat penetasan tiruan (artificial incubation) atau dengan cara melakukan penetasan alami yang dibantu pengaturannya. Penetasan alami pada telur itik dilakukan dengan bantuan jenis unggas yang lain terutama entok (Cairina moschata). Berbeda dengan itik domestik (Anas platyrhynchos), entok (Cairina moschata) yang satu famili yaitu Anatidae memiliki sifat mengeram yang paling baik diantara semua kerabatnya. Sudah sejak lama penetasan alamiah dikenal banyak masyarakat Indonesia dan bahkan secara praktiknya cara ini sangat populer dikalangan peternak unggas baik di pedesaan ataupun di kota dengan industri penetasannya. Penetasan alamiah menggunakan entok umumnya dilaporkan cukup baik karena hasil tetas yang didapatkan bisa mencapai lebih dari 80%, berbeda dengan penetasan buatan hasil tetas yang didapatkan masih di bawah 70%. Keuntungan lain dari penetasan alamiah yaitu mudah dilakukan peternak, daya tetas tinggi, dan tidak memerlukan pengawasan intensif seperti pengaturan suhu, kelembaban, dan pemutaran telur. Kelemahan dari penetasan alamiah ini terdapat pada kapasitas telur yang dapat dierami yaitu hanya sekitar 10-14 butir telur tergantung besarnya tubuh induk yang mengerami, oleh sebab itu perusahaan penetasan telur di Indonesia lebih memilih menggunakan mesin tetas karena permintaan konsumen atas DOD (Day Old Duck) yang semakin meningkat. Permasalahan utama perusahaan penetasan telur itik di Indonesia yang menggunakan mesin tetas adalah tingginya tingkat kegagalan menetas saat proses inkubasi dibandingkan dengan penetasan telur ayam, karena mesin tetas yang digunakan masih berorientasi pada mesin tetas untuk penetasan telur ayam. Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik melakukan penelitian “Eksplorasi Tingkah Laku Entok (Cairina moschata) Mengerami Telur Itik pada Pemeliharaan Basah dan Kering”, sebagai dasar untuk merancang mesin tetas yang memiliki daya tetas tinggi. BAHAN DAN METODE Pengamatan tingkah laku entok mengerami telur itik pada pemeliharaan basah dan kering, kandang dibagi menjadi 2 flok. Pertama, kandang pemeliharaan basah yaitu kandang dengan adanya akses ke air kolam. Kedua, kandang pemeliharaan kering yaitu kandang dengan Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran
2
Eksplorasi Tingkah Laku Entok...............................................................................Angga Yana umbaran tanpa adanya akses ke air kolam. Setiap kandang ditempatkan 4 buah sarang dengan 4 ekor entok betina dewasa dan 1 ekor pejantan yang dijadikan satu, bertujuan agar terjadi perkawinan secara alami. Kedua jenis ini dipelihara sampai betina bertelur dan mengerami telurnya. Pada saat entok betina keluar dari sarang, semua telurnya diambil dan diganti dengan telur itik yang akan ditetaskan. Secara alami entok akan mengerami telur itik tersebut pada sarang penetasan yang telah disediakan. Telur-telur tetas yang digunakan merupakan hasil perkawinan alami dari itik jantan dan itik betina yang diperoleh dari peternak itik lokal. Telurtelur tetas tersebut dikumpulkan sebelum ditetaskan selama tidak lebih dari tiga hari. Telurtelur tetas ditempatkan pada sarang masing-masing diisi 10 butir telur dan dierami oleh 1 ekor induk entok pengeram. Pengamatan untuk tingkah laku mengeram (termasuk makan, minum, mandi jalan-jalan, defikasi) dilakukan dengan memakai rekaman CCTV kamera besar yang dipasang di dalam kandang dan kamera outdoor yang dipasang di luar kandang, sedangkan pengamatan pemutaran telur dilakukan dengan memakai rekaman CCTV kamera kecil yang dipasang di atas sarang. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksploratif yaitu metode yang mengeksplorasi tingkah laku entok selama proses mengerami telur itik, baik di dalam kandang maupun di luar kandang. Metode eksploratif dilaksanakan untuk menggali informasi baru dan ditujukan untuk kepentingan pendalaman penelitian. Data yang diperoleh dianalisis dengan analisis statistik deskriptif yaitu untuk membuat gambaran tingkah laku entok mengerami telur itik secara sistematis dan faktual. HASIL DAN PEMBAHASAN Tingkah Laku Mengeram Hasil dari pengamatan rekaman CCTV diketahui bahwa pada pemeliharaan basah terdapat tingkah laku entok mengerami telur itik dengan dua ekor entok pada satu sarang, tingkah laku tersebut dinamakan brood parasitism atau dump-nesting. Menurut Sorensen (1991), brood parasitism atau mengeram parasit adalah keadaan yang melibatkan dua spesies unggas meletakkan telurnya di dalam satu sarang untuk dierami. Keadaan tersebut sesuai dengan penelitian pada hari ke-3 bahwa terdapat satu sarang yang tidak dierami oleh entok dan terdapat satu sarang yang dierami oleh dua ekor entok yaitu entok 1 dan entok 2 pada pemeliharaan basah, sedangkan sisa enam sarang yang diteliti dierami masing-masing oleh satu entok.
Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran
3
Eksplorasi Tingkah Laku Entok...............................................................................Angga Yana Tingkah laku brood parasitism ini tidak jauh berbeda dengan tingkah laku mengeram dengan satu ekor entok, tetapi karena melibatkan dua ekor entok di dalam satu sarang, terkadang kedua entok tersebut menjaga sarangnya bersama-sama dan atau bergantian ketika akan melakukan aktivitas lain seperti makan, minum, mandi ataupun istirahat sehingga akan berpengaruh pada penetasan telur yang dierami kedua entok tersebut. Hal ini sesuai dengan pendapat Semel dkk. (1988) bahwa keberhasilan penetasan telur dengan adanya dump-nesting atau brood parasitism ini akan berkurang karena telur rusak (akibat terinjak induk entok) dan telur yang ditinggalkan tidak menetas. Selain tingkah laku brood parasitism, selama penelitian tingkah laku mengeram yang diamati adalah ketika entok akan keluar dari sarang, entok akan menutupi telurnya dengan jerami yang digunakan sebagai litter atau alas untuk mengeram, tujuannya adalah untuk menjaga suhu telur agar tetap hangat selama entok meninggalkan sarangnya dan melindungi telur dari hewan pengganggu. Tingkah Laku Makan dan Minum Hasil penelitian frekuensi makan dan minum entok pada pemeliharaan basah dan kering disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Frekuensi Makan dan Minum Selama Entok Mengerami Telur Itik pada Pemeliharaan Basah dan Kering Pemeliharaan Rataan Makan (kali) Rataan Minum (kali) Basah 3 3 Kering 3 3 Hasil analisis pada Tabel 1. menunjukkan rataan frekuensi makan dan minum harian entok selama masa mengeram pada pemeliharaan basah dan kering adalah 3 kali. Frekuensi tingkah laku makan dan minum yang rendah pada masa pengeraman telur terjadi karena entok tidak menghasilkan telur, sehingga kebutuhan nutrient rendah. Selain itu, aktivitas induk entok yang sedang mengeram sangat rendah karena hampir sepanjang waktu induk entok berada di dalam sarang, sehingga kesempatan untuk mengkonsumsi ransum dan air berkurang. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Etches (1996) bahwa dua hari menjelang mengeram, induk entok mulai meningkatkan tingkah laku bersarang, serta konsumsi ransum dan air menurun. Entok biasanya keluar dari sarang atau tempat pengeraman untuk mencari makan atau minum dan istirahat. Tingkah laku entok saat makan biasanya sambil minum air kemudian makan kembali apabila tempat makan dan minum saling berdekatan. Ketaren dkk. (1999) menduga buruknya efisiensi penggunaan pakan pada itik disebabkan oleh tabiat makan itik Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran
4
Eksplorasi Tingkah Laku Entok...............................................................................Angga Yana termasuk kebiasaannya yang segera mencari air minum setelah makan, dan umumnya pakan tercecer pada saat itik pindah dari tempat pakan ke tempat minum. Hal ini menunjukkan bahwa unggas air sangat tergantung pada ketersediaan (kemudahan pencapaian) air, terutama untuk masuknya ransum ke dalam saluran pencernaannya (Rasyaf 1994). Menurut Prasetyo dkk. (2005), itik sangat memerlukan bantuan air walaupun hanya sedikit untuk menelan ransum yang ada di mulutnya, oleh karena itu itik mempunyai kebiasaan langsung lari ke tempat air minum begitu ada ransum di dalam mulutnya. Larbier dan Leclercq (1994) menyatakan bahwa konsumsi air minum dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain umur unggas dan ransum. Tingkah Laku Mandi Hasil analisis frekuensi mandi entok dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Frekuensi Mandi Selama Entok Mengerami Telur Itik pada Pemeliharaan Basah Frekuensi Mandi (kali/hari) Hari keEntok 1 Entok 2 Entok 3 Entok 4 1 1 1 6 1 17 1 23 1 1 Keterangan : : tidak ada yang mandi Hasil analisis Tabel 2. menunjukkan entok 1, 2 dan 4 melakukan mandi sebanyak 1 kali selama masa pengeraman pada kolam yang telah disediakan yaitu berurutan pada hari ke-1, 6, dan 23. Entok 3 melakukan mandi pada hari ke-1, 17 dan 23 masing-masing sebanyak 1 kali selama masa pengeraman. Entok melakukan mandi selama 1 sampai 5 menit dengan rataan 1 menit setiap kali mandi. Perilaku entok yang tidak banyak melakukan mandi selama masa mengeram disebabkan karena entok lebih banyak hidup di darat. Hal ini sesuai dengan pendapat Sinabutar (2009) bahwa meskipun entok atau Muscovy duck tergolong sebagai unggas air, tetapi lebih banyak hidup di darat (bersifat terrestrial). Entok akan turun dari sarang untuk mandi bertujuan untuk mendinginkan telur-telur yang sedang mengalami tingkat metabolisme tinggi akibat perkembangan embrio. Tingginya tingkat metabolisme yang dialami oleh telur ini mengakibatkan suhu telur menjadi tinggi sehingga telur menjadi panas. Semakin lama proses pengeraman maka tingkat metabolisme telur akan semakin meningkat. Dengan meningkatnya suhu akibat dari proses metabolisme telur ini maka pada hari ke-1, 6, 17, 23 dan 24 entok melakukan mandi. Menurut Crossley (1964) bahwa unggas air berupaya untuk mendinginkan telur dan meningkatkan kelembaban di dalam sarang. Tujuan utama dari pembasahan yaitu untuk mengatur suhu tubuh induk dan manfaat lainnya untuk kelembaban dan pendinginan telur (Drent, 1970). Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran
5
Eksplorasi Tingkah Laku Entok...............................................................................Angga Yana Entok pada saat melakukan mandi atau berenang biasanya tidak lama hanya sekitar 1-5 menit. Hal tersebut sesuai dengan penelitian Universitas Oklahoma State (2002) menyatakan bahwa entok tidak dapat berenang terlalu lama karena kelenjar minyak yang ada pada tubuh itik manila atau entok tidak berkembang dibandingkan dengan itik lain. Pada saat induk entok mandi, kepalanya akan dimasukkan ke dalam air sambil mengepakkan sayapnya. Setelah mandi, entok tidak langsung masuk ke dalam sarang, tetapi melakukan pengeringan dan penyisiran bulunya terlebih dahulu. Tingkah Laku Pemutaran Telur Hasil analisis frekuensi pemutaran telur oleh entok dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Frekuensi Pemutaran Telur Selama Entok Mengerami Telur Itik pada Pemeliharaan Basah dan Kering Pemeliharaan Rataan (kali) Basah 26 Kering 30 Hasil analisis Tabel 3. menunjukkan bahwa frekuensi pemutaran telur pada pemeliharaan basah dan kering adalah rataan 26 dan 30 kali dalam sehari. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Vallane (1966) bahwa pemutaran telur menggunakan paruh terjadi 24 kali sampai 33,6 kali per hari dalam sarang. Menyisir bulu dengan paruh dan tidur adalah kegiatan besar lainnya selama beristirahat dalam keadaan duduk mengeram, tetapi kegiatan ini tidak secara langsung mempengaruhi telur yang dieramkan. Hampir sepanjang hari entok yang sedang mengeram berada dalam sarang. Selama di dalam sarang entok akan melakukan pergeseran posisi tubuhnya untuk menyamakan suhu setiap butir telur yang berada di dalam sarang. Paruhnya akan menarik satu telur menuju ke tengah pengeraman sehingga akan menggeser posisi kedudukan seluruh telur terhadap satu sama lain, pergerakan telur ini berguna untuk penyeragaman panas dan perkembangan embrio telur. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Weller (1958) bahwa pada suhu yang tinggi, seperti pada Common Nighthawk (Chordeiles minor) selalu berputar merubah arah posisi tubuhnya sehubungan dengan panas matahari. McKinney (1952) melaporkan bahwa tingkah laku Mallard yang melakukan pemutaran telur dengan paruh sampai menduduki kembali sebanyak 65%. Lebih lanjut dinyatakan Drent (1970) frekuensi pemutaran telur oleh paruh ditemukan meningkat ketika telur tiruan ditempatkan di sarang. Perbedaan suhu antara telur hidup dan tiruan dapat meningkatkan aktivitas paruh dalam menyamakan panas semua telur. Drent (1970) dan Franks (1967) melaporkan terdapat perbedaan tingkah laku induk akibat adanya telur tiruan. Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran
6
Eksplorasi Tingkah Laku Entok...............................................................................Angga Yana Pada waktu entok mengerami telur di dalam sarang, biasanya entok berdiri untuk memutar telur, setelah itu entok menduduki kembali telur di dalam sarang dengan perubahan arah tubuh yang berbeda dari sebelumnya, menarik bahan sarang ke sarang, menyelipkan telur dengan paruhnya dan sedikit gerakan tubuh ke kanan dan ke kiri, serta gerakan kaki di atas telur ke depan dan belakang. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Drent (1970) dan McKinney (1952) bahwa ketika dadanya menduduki telur, induk entok melakukan gerakan yang disebut waggling atau mengayuh. Waggling menggambarkan sisi ke sisi gerakan tubuh entok, sementara mengayuh menggambarkan tindakan kaki. Ketika induk entok menduduki telur, kakinya akan bergerak di atas telur ke depan dan ke belakang. McKinney (1952) melaporkan tindakan menggoyangkan dan mengayuh telur dilakukan 80-100% setiap kali akan menduduki telur. Salah satu faktor yang mempengaruhi penetasan telur adalah tingkah laku pemutaran telur. Menurut Lasmini dkk. (1992) banyak faktor yang mempengaruhi penetasan telur, secara umum dapat dikelompokkan dalam dua faktor yaitu faktor intern yang merupakan faktor yang terdapat di dalam telur tetas tersebut dan faktor ekstern yang merupakan faktor teknis dalam tatalaksana program penetasan telur. Lama Waktu Mengeram Hasil analisis lama waktu mengeram entok dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Lama Waktu Entok Mengerami Telur Itik pada Pemeliharaan Basah dan Kering Pemeliharaan Rataan Basah 22 jam 57 menit Kering 22 jam 56 menit Hasil analisis Tabel 4. menunjukkan bahwa lama waktu entok untuk mengerami telur pada pemeliharaan basah adalah rataan 22 jam 57 menit atau 95,62% dalam sehari, sedangkan untuk memelihara tubuhnya (termasuk makan, minum, mandi, jalan-jalan, defikasi) adalah rataan 1 jam 3 menit atau 4,48% dalam sehari. Pada pemeliharaan kering lama waktu entok untuk mengerami telur adalah rataan 22 jam 56 menit atau 95,56% dalam sehari, sedangkan untuk memelihara tubuhnya (termasuk makan, minum, mandi, jalan-jalan, defikasi) adalah rataan 1 jam 4 menit atau 4,44% dalam sehari. Hal ini hampir sama dengan penelitian Semenov-Tyan-Shanski dan Bragin (1969) yang menyatakan bahwa frekuensi lama induk entok mengeram yang normal rataan 23 jam 20 menit atau 97,22% dari 24 jam yang dihabiskan selama masa mengeram. Angsa betina jenis Canada (Branta canadensis) dalam mengerami telurnya menghabiskan waktu 98,5%. Green-winged Teal (Anas crecca) dan Common Goldeneye (Bucephala clangula) menghabiskan waktu 7/8 dalam mengerami telurnya. Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran
7
Eksplorasi Tingkah Laku Entok...............................................................................Angga Yana Hampir sepanjang waktu entok yang sedang mengalami masa mengeram berada di dalam sarangnya. Entok akan keluar sebentar dari sarangnya hanya untuk makan, minum, istirahat dan defekasi. Peningkatan tingkah laku mengeram entok di dalam sarang pada masa pengeraman disebabkan oleh adanya peningkatan hormon prolaktin dalam sirkulasi darahnya. Hal ini sesuai dengan pendapat El-Halawani dan Rozenboim (1993) bahwa secara fisiologis tingkah laku mengeram berkaitan dengan peningkatan kadar prolaktin dalam sirkulasi darah. Induk entok biasanya mulai melakukan kebiasaan bersarangnya pada saat matahari terbit dan meninggalkan sarang pada selang waktu siang hingga sore hari. Pada saat malam hari biasanya entok tetap berada di sarang untuk mengerami telurnya. Cooper (1976) menyatakan bahwa angsa kanada (Canada goose) melakukan pengeraman telur pada malam hari dan siang hari untuk pembentukan sarang. McKinney (1952) melaporkan bahwa Mallard Duck lebih aktif selama menetaskan. Lind (1961) pada Black-tailed Godwit dan Drent (1970) pada Herring Gull, melaporkan unggas lebih aktif pada masa penetasan. Data penelitian menunjukkan peningkatan aktivitas selama masa penetasan pada entok kemungkinan karena induk mendapat rangsangan yang diberikan oleh embrio (Vince, 1969). Daya Tetas Hasil analisis daya tetas telur itik lokal disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Rata-rata Daya Tetas Telur Itik Lokal pada Pemeliharaan Basah dan Kering Pemeliharaan Rataan (%) Basah 100 Kering 97,5 Hasil analisis Tabel 5. menunjukkan bahwa daya tetas telur itik lokal yang ditetaskan secara alami dengan menggunakan entok selama penelitian pada pemeliharaan basah dan kering adalaha rataan 100% dan 97,5%. Pada pemeliharaan kering terdapat 2,5% telur yang tidak menetas, hal tersebut terjadi karena embrio dalam telur mati. Kondisi pada penetasan sangatlah penting khususnya suhu, suhu yang tidak sesuai bisa menyebabkan kematian. Lyons (1998) menyatakan bahwa suhu yang rendah pada penetasan menyebabkan pertumbuhan yang tidak prosposional dan dapat menyebabkan gangguan jantung, pernafasan dan gizi yang tidak dapat diserap oleh embrio. Suhu untuk penetasan yaitu 36-37°C dan kelembaban 68%, di bawah suhu tersebut embrio masih dapat berkembang tetapi tidak optimal sehingga terjadi gangguan pada sistem pernafasan dan jantung dan menyebabkan kematian. Blakely dan David (1998) menyatakan pada temperatur 20-35°C masih dapat berkembang terbatas (tidak optimal), tetapi kemampuan selanjutnya untuk tetap hidup sangatlah rendah. Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran
8
Eksplorasi Tingkah Laku Entok...............................................................................Angga Yana Adanya telur-telur yang tidak menetas pada satu induk juga dapat disebabkan oleh bakteri yang masuk ke dalam telur dari air yang digunakan oleh induk untuk merawat diri dan sarang yang tidak bersih. Hal ini menyebabkan embrio mati sebelum menetas karena penetasan sangat bergantung pada mikroorganisme sebagaimana yang dikemukakan oleh Lyons (1998) bahwa mikroorganisme dapat menyebabkan daya tetas jelek dan telur busuk. Dari data penelitian yang didapat rataan daya tetas telur itik secara alami sebesar 97,5%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa daya tetas yang tinggi pada penetasan secara alami lebih baik dibandingkan dengan penetasan buatan menggunakan mesin tetas ataupun dengan menggunakan sekam padi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Lasmini, dkk. (1992) menyatakan bahwa cara penetasan alami dengan menggunakan entok sebagai pengeram mendapatkan hasil yang lebih baik daripada penetasan buatan. Hal ini dikarenakan sesuai dengan kondisi alamiah entok itu sendiri yang dapat mengatur kebutuhan suhu, kelembaban, serta pemutaran telur bagi telur yang akan ditetaskannya, sehingga akan menetas dengan optimal. Menurut Suharno (2009) penggunaan entok sebagai penetasan alami daya tetasnya bisa mencapai 80-90%. Lasmini, dkk. (1992) menyatakan bahwa dengan menggunakan entok sebagai penetasan telur itik Tegal dan Alabio didapatkan hasil yang lebih baik daripada menggunakan inkubator listrik dan minyak tanah. Itik Alabio yang ditetaskan dengan menggunakan mesin tetas dihasilkan rataan daya tunas dan tetas masing-masing 79,18% dan 48,98% (Brahmantiyo dan Prasetyo, 2002). Rataan daya tunas dan tetas dari itik Alabio yang ditetaskan menggunakan sekam padi masing-masing 88,08% dan 67,16% (Setioko, dkk. 1996). Anak entok yang ditetaskan dari penetasan secara alami dihasilkan rataan daya tunas dan tetas masing-masing 80,31% dan 64,29% (Basran, 2002). KESIMPULAN Selama periode mengeram, tingkah laku entok (Cairina moschata) pada pemeliharaan basah dan kering meliputi waktu mengeram adalah 22 jam 57 menit dan 22 jam 56 menit dalam sehari, sedangkan untuk memelihara tubuhnya (termasuk makan, minum, mandi, jalan-jalan, defikasi) adalah 1 jam 3 menit dan 1 jam 4 menit dalam sehari, frekuensi makan rataan 3 kali dan minum rataan 3 kali dalam sehari, frekuensi mandi pada pemeliharaan basah rataan 1 kali selama masa pengeraman dengan lama waktu 1 menit, frekuensi pemutaran telur rataan 26 dan 30 kali dalam sehari. Daya tetas telur 100% dan 95%.
Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran
9
Eksplorasi Tingkah Laku Entok...............................................................................Angga Yana SARAN Untuk penelitian selanjutnya sebaiknya dilakukan penyeragaman perkawinan entok terlebih dahulu, hal ini untuk penyerempakan periode pengeraman. Serta sebaiknya untuk memakai kamera CCTV dengan kualitas bagus dan ditempatkan untuk 2-5 ekor entok dalam satu jangkauan kamera CCTV, hal ini bertujuan untuk mengefisienkan waktu dan tenaga. Sebagai informasi dari penulis bahwa dalam sehari untuk satu kamera CCTV terdapat 24 film berdurasi satu jam dalam sehari. UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Allah SWT, kepada kedua orang tua, serta kepada Dr. Ir. Iwan Setiawan, DEA. sebagai pembimbing utama dan Ir. Dani Garnida, MS. sebagai pembimbing anggota. DAFTAR PUSTAKA Basran. 2002. Fertilitas, Daya Tetas dan Nisbah Kelamin Anak Entok (Cairina moschata) yang diperoleh dari Penetasan Alami. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Blakely, J. dan H.B. David. 1998. Ilmu Peternakan. Edisi Keempat. Terjemahan : Bambang Srigandono. Universitas Gadjah Mada Press, Yogyakarta. Brahmantiyo, B. dan L. Prasetyo. 2002. Pengaruh Bangsa Itik Alabio dan Mojosari Terhadap Performan Reproduksi. Pros. Lokakarya Unggas Air. Bogor, 6-7 Agustus 2001. Halaman 73-78. Cooper, J. A. 1976. The History and Nesting Biology of Canada Geese of Marshy Point, Manitoba. Wildl. Monogr., in press. Crossley, R. 1964. Spur-winged Plovers Wetting Their Feathers Before Incubation. Brit. Birds 57:515-516. Drent, R.H. 1970. Functional Aspect of Incubation in the Herring Gull. Pp. 1-132 in the Herring Gull and its Egg (G.P. Baerends and R.H. Drent, Eds). Behaviour Suppl. 17. El-Halawani, M.E. dan I. Rozenboim. 1993. The Ontogeny and Control of Incubation Behaviour in Turkey. Poult Sci 72: 906-911. Etches, R.J. 1996. Reproduction in Poultry. Wallingford : CAB International. Franks, E.C. 1967. The Responses of Incubating Ringed Turtle Doves (Steptopelis riseria) to Manipulated Egg Temperatures. Condor. 69: 268-276. Ketaren, P.P. Prasetyo, L.H. Murtisari, T. 1999. Karakter Produksi Telur Itik Silang Mojosari x Alabio. Prosiding Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Pusat Penelitian Peternakan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor. Larbier, M. dan Leclerq, B. 1994. Nutrition and Feeding of Poultry. Nottingham University Press. INRA. Perancis. Lasmini, A., R. Abdelsamie. dan N.M. Parwati. 1992. Pengaruh Cara Penetasan Terhadap Daya Tetas Telur Itik Tegal dan Alabio. Prosiding Pengolahan Dan Komunikasi HasilHasil Penelitian. Unggas Dan Aneka Ternak. Balai Penelitian Ternak, Ciawi. Bogor. Lind, H. 1961. Studies on the Behaviour of the Balck-tailed Godwit (Limosa limosa (L.)). Medd. Naturfredningsradets Reservatudvlg 66: 1-157. Lyons, J.J. 1998. Small Flock Series : Incubation of Poultry. Agricultural Publication. University of Missouri. Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran
10
Eksplorasi Tingkah Laku Entok...............................................................................Angga Yana McKinney, D.F. 1952. Incubation on Hatching Behaviour in the Mallard. Wildfowl Trust Ann. Rept. 5: 68-70. Oklahoma State University. 2002. Muscovy. Oklahoma, USA. http://www.amsi.okstate.edu/poultry/ducks/muscovy. Diakses pada bulan Juni 2016. Prasetyo, L.H., Ketaren, P.P., Hardjosworo, P.S. 2005. Perkembangan Teknologi Budidaya Itik di Indonesia. Prosiding Lokakarya Unggas Air sebagai Peluang Usaha Baru. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Rasyaf, M. 1994. Beternak Itik Komersil. Edisi Kedua Kanisius, Yogyakarta. Semel, B., Sherman, P.W. dan Byers, S.M. 1988. Effects of brood parasitism and nest-box placement on Wood Duck breeding ecology. Condor 90: 920-930. Semenov-Tyan-Shanski, O.I. dan A.B. Bragin. 1969. Incubation Conditions for Some Precocial Birds in the Subarctic. Byull. Moskovskogo Odshch. Isp. Prirody, Otdel. Biol. 74: 50-66. Setioko, A.R., Sofjan Iskandar dan T. Antawidjadja. 1996. Unggas Air (Itik dan Entok) Sebagai Alternatif Pendapatan Petani. Prosiding Seminar Peternakan dan Veteriner. Jilid I. Balai Penelitian Ternak Ciawi. Sinabutar, M.O. 2009. Pengaruh Frekuensi Inseminasi Buatan Terhadap Daya Tetas Telur Itik Lokal (Anas platyrynchos) yang di Inseminasi Buatan dengan Semen Entok. Fakultas Pertanian. Universitas Sumatra Utara. Sorensen M.D. 1991. The functional significance of parasitic egg laying and typical nesting in redhead ducks: an analysis of individual behaviour. Animal Behaviour, 42: 771–796 Suharno, Bambang. 2009. Beternak Itik Secara Intensif. Penebar swadaya. Jakarta. Vallane, K. 1966. Incubation Behaviour and Temperature of Cappercaillie (Tetrao Urogallus) and Willow Grouse (Lagopus lagopus). Suomen Riista 19: 30-41. Vince, M.A. 1969. Embryonic Communication (R.A. Hinde, Ed). Cambridge, England. Cambridge Univ. Press. Weller, N.W. 1958. Observations on the Incubation Behaviour of a Common Nighthawk. Auk 75: 48-59.
Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran
11