GURAT TAPAK, INGKEUN NGAGURAT TAPAK: Sebuah Kreativitas Bentuk Seni Pergelaran Baru dan Pengawetan Seni Tradisional
Oleh: Kalsum
FAKULTAS SASTRA
UNIVERSITAS PADJADJARAN
GURAT TAPAK, INGKEUN NGAGURAT TAPAK: Sebuah Kreativitas Bentuk Seni Pergelaran Baru dan Pengawetan Seni Tradisional Oleh: Kalsum
Terjemahan judul berbahasa Sunda secara harfiah: Garis jejak, biarlah menggariskan jejak, Adapun pemaknaan bebas dilihat dari konteks, kira-kira: Jejak-jejak keteladanan, biarkan menggaris untuk pegangan langkah pada masa depan, Ungkapan manis bermakna mendalam tersebut, sajian Setra Karesmen hasil kreasi masyarakat kesenian yang akan dipergelarkan tanggal 31 Desember di Cimahi, dengan dukungan Pemkot, Setra Karesmen adalah, sebuah kreativitas sajian kesenian yang menggelarkan bagian dari sejarah” Pasundan dengan dukungan teknologi modern. Pementasan ini berupa lantunan tembang, iringan musik, prolog kisah, dilengkapi audio - visual. Kegiatan ini mendukung pengawetan dan pendokumentasian karya sastra dan kesenian Tembang Cianjuran dalam kurun waktu tertentu. Sementara ini, kemajuan ilmu, teknologi, dan informasi yang sangat cepat menimbulkan rasa waswas akan kehilangan sejumlah unit-unit budaya. Fenomena pengikisan warisan leluhur tampak pada hal yang bersifat material, mental, dan spiritual Dengan munculnya bentuk seni baru Setra Karesmen yang secara khusus menyajikan sastra sejarah ini, seolah-olah bertiupnya angin segar pengobat kekhawatiran. Kegiatan awal bentuk seni ini, menggelarkan kisah mula Islamisasi di Tatar Pasundan, yakni berdirinya Kerajaan Pakungwati. Kisah diawali dari Prabu Maharaja Linggabuana yang gugur di Bubat. Tulisan ini tidak membahas kisah dari sudut pandang sejarah atau kisahnya, namun mengedepankan GURAT TAPAK, INGKEUN NGAGURAT TAPAK, pergelaran karya sastra sejarah berupa bentuk seni transformasi. Dilihat dari segi transformasi, wahana Setra Karesmen memuat sejumlah tradisi antara lain; seni pergelaran, seni suara, musik, dan sastra. Pergelaran kesenian ini hampir sama dengan pantun yang meliputi, penyajian kisah, lantunan suara dalam tembang, diiringi petikan kecapi. Kesenian pantun diakui para ahli hasil kreasi asli Sunda, secara historis telah ada sejak abad ke-16. Tembang sebagai penghias dari Setra Karesmen terdiri dari seni sastra, suara, dan musik, Bangunan syair lagu dari kesenian ini berasal dari cerita pantun dan bentuk pupuh. Aturan penggubahan pupuh merupakan pengaruh dari khasanah kesusastraan Jawa yang masuk pada abad ke-17. Bangunan ini dalam khasanah kesusastraan Sunda memiliki sejumlah perbedaan dengan di tempat asalnya. Terlebih lagi lantunan lagu dan musik pengiring, bisa dikatakan sepenuhnya hasil kreasi Sunda.
Berkesenian sastra tertulis kuna di Tatar Pasundan, hanya mengemas hal-hal yang penting didokumentasikan, antara lain “sejarah”, agama/keagamaan, dan ilmu pengetahuan. Hal ini dapat dilihat dari kandungan naskah-naskah kuna. Ratu Pakuan menyajikan sejarah, Sanghiyang Siksa Kanda ng Karesian berisi ilmu pengetahuan, dan Sewaka Darma berisi keagamaan, Dengan demikian, isi Setra Karesmen yang hanya mengemas sastra sejarah, merupakan pelestarian kegiatan sastra kuna. Dilihat dari kilasan beberapa jenis kesenian tersebut, jelaslah Setra Karesmen berupa bentuk transformasi, yang wahananya mewadahi kesenian-kesenian tradisi. Penampilan kesenian ini diperkirakan mengundang minat para kaula muda yang haus pembaharuan karena dilengkapi dengan audio - visual Kemunculan seni bentuk baru ini merupakan pelestarian sejumlah kesenian warisan leluhur. Kini, kesenian tradisi mengalami penurunan minat penikmatnya, termasuk seni suara Cianjuran yang bernilai tinggi, yang diakui oleh masyarakat seni suara dunia, Fenomena ini dari celetuk seorang penggemar beratnya, pada Pasanggiri Tembang ke-18 di Garut yang diselenggarakan oleh DAMAS beberapa waktu yang lalu. Menurutnya, menghadiri kejuaraan tersebut seperti mengurus Taspen, yang hadir hanya para orang tua. Sebenarnya guyonan itu tidak benar sepenuhnya karena masih banyak pemuda dan pemudi yang menaruh perhatian. Namun isi humor tersebut tak bisa pula diabaikan, harus ditanggapi, diatasi supaya tidak menimbulkan ketimpangan yang lebih serius, Munculnya Setra Karesmen merupakan fenomena positif dalam pewarisan sejumlah bidang kesenian tradisional. Diharapkan kegiatan kesenian ini hidup terus dan berkembang dengan mendapat dukungan dari kaula muda sebagai pewaris budaya. Adapun kisah yang akan disajikan yaitu tentang Cirebon, bersumber pada Sejarah Asal-Usulnya Cirebon yang disusun oleh Hj Mutiah tahun 1980. Menurut penyusun, “sastra sejarah” ini hasil dari bacaan penulis dan wawancara dengan para elang (bangsawan Cirebon). Buku ini sangat bagus, diperkirakan bersumber pada tulisan-tulisan dalam kurun waktu yang masih dekat dengan kejadian, karena di dalamnya banyak tanda-tanda budaya significant. Informasi tentang Cirebon yang identik dengan awal Islamisasi ini, lebih lengkap dari zaman pra-Islam yang pada umumnya terbatas pada tulisan prasasti. Hal ini disebabkan, pada zaman Islam keberaksaraan merupakan hal wajib yang tertera dalam Al Quran, sehingga tuHs-menulis maju pesat, Adapun zaman pra-Islam kegiatan ini hanya bergulir dalam ruang lingkup sosial masyarakat terbatas.
Tanda-tanda budaya dalam buku sumber Setra Karesmen tersebut antara lain disebutsebutnya segi keagamaan Islam meliputi: Syareat, Hakekat, Tarekat, dan Marifat. Keempat bidang itu merupakan ciri dari karya sastra Tasawuf yang terkandung dalam berbagai judul naskah Sunda. Dalam sejumlah buku sejarah, penyebaran Islam di Pulau Jawa diawali dengan Tasawuf, Jadi keterangan tersebut sesuai dengan bukti sejarah, Hal yang menarik lainnya yakni dikisahkan bahwa Prabu Siliwangi yang masih memegang teguh tradisi agama lama, apabila akan bepergian mengucapkan kata Hong, Hong berasal dari kata OM. Dalam Kitab Agama Hindu Jnanasiddhanta, OM adalah suku kata kudus yang memiliki aksara tertentu. Menurut Kamus, Om, Aum bahasa Sansekerta, doa yang memiliki kekuatan Gaib. Ungkapan OM yang keramat ini masih diucapkan dalam Rajah Cerita Pantun dilafalkan dengan Ahung. Setelah itu disusul pula dengan kalimat Astagfirullah al Adziim, Di dalam kesenian yang sakral dan religius ini terkandung pelapisan-pelapisan bahasa, budaya, dan agama, sebagai gambaran dari perjalanan waktu. Munculnya OM yang diucapkan oleh Prabu Siliwangi merupakan kebenaran tanda budaya yang logis. Dilihat dari dua kilasan tersebut, buku yang dijadikan sumber Setra Karesmen tersebut, jelas memiliki tanda-tanda kesejarahan budaya yang kuat. Di samping itu, buku ini sepanjang kisah mengandung ayat-ayat Suci Al Quran yang mendukung pada setiap perilaku tokoh. Dengan demikian buku ini merupakan pegangan kehidupan dengan landasan Islam yang kokoh. Di antara wejangan dari sejumlah perilaku terdapat amanat yang sangat mendasar dalam kehidupan. Pesan ini dikemukakan Syeh Bayan kepada Abdulah I man atau Walangsungsang pendiri Negeri Pakungwati, Nasihatnya merujuk sabda Rasulullah sebagai berikut:”lngatlah kepada Allah setiap engkau bernafas, kalau tidak engkau mendapat rugi besar.” Untuk berdzikir pada setiap hembusan nafas ini merupakan ajaran yang mendasar dalam Tasawuf. Lainnya, mengenai ilmu sebagai berikut: Jadilah seorang alim yang gemar menuntut ilmu, mencintai, dan tidak mengkhianatinya. Jangan menjadi orang tidak alim, tidak suka, tidak berusaha mencari, tidak cinta kepada ilmu, dan tidak menaati ajaran. Jalan ke surga harus dibeli dengan tauhid, pengorbanan jiwa, dan harta. Jalan ke neraka adalah menurut petunjuk iblis - terkutuk yang membuat pengikutnya binasa. Demikian, buku yang dijadikan sumber Setra Karesmen dalam kisah berdirinya Negeri Pakungwati sangat kaya dilihat dari berbagai sudut. Mudah-mudahan nilai-nilai
kemanusiaan yang luhur dari sumber ini tidak banyak yang lepas, Diharapkan setelah pementasan ini ada tindak lanjut untuk mengawetkan kisah lainnya, yang penting dimiliki, dihayati, dijadikan pijakan dalam menata kehidupan oleh generasi penerus sebagai penyeimbang dalam mengarungi tantangan zaman. Latar Pendidikan Penulis Doktor Ilmu Sastra. Bidang Kajian Utama Filologi
DAFTAR PUSTAKA
Ischak, C. Aah 1988 Mang Bakang dan Tembang Cianjuran. Bandung : Binakarya.. Kalsum 2006 Wawacan Batara Rama: Edisi Teks, Kajian Struktur, dan Intertekstualitas, Ringkasan Disertasi. Bandung: Program Pascasarjana Universitas Padjadjaran. Kurnia, Ganjar & Arthur S. Nalar. 2003 Deskripsi Kesenian Jawa Karat. Diterbitkan atas kerja sama Dinas Kebudayaan & Pariwisala Jawa Barat & Pusat Dinamika Pembangunati UNPAD. Mulyono, Sri 1978 Wayang dan Asal-usul, Filsafat dan Masa Depannya. Penerbit: PT. Gunung Agung, Jakarta. Mutiah, Hj. 1980 Sejarah Asal Usulna Cirebon, Diedisi oleh Nandang Rusnandar. Rosidi, Ajip, 1989 Haji Hasan Mustapa jeung Karya-Karyana. Bandung: Pustaka. Rusyana, Yus & AmiRaksanagara, 1980 Puisi Guguritan Sunda. Jakarta: P & K. Samson, 2006, Analisis Pesan lagu Tahajud Komunikasi dalam Tembang Sunda Cianjuran Skripsi, Bandung: Program Ekstensi Fikom-Unpad Sardjono, Partini., dkk 1987 Naskah Sunda Kuna. Bandung: P & K Jabar. Sobirin, 1987. Lagu-Lagu mamaos Tembang Sunda LarasPlog. Stensilan. Sobirin, 1987. Lagu-Lagu mamaos Tembang Sunda Laras Sorog & Salendro, Stensilan. Su’eb, Ace Hasan, 1997 Wawasan Tembang Sunda. Bandung: Geger Sunten, Suriningrat; Bayu.
1987. Sajarah Cianjur sareng Raden Aria Wira Tanu Dalem Cikundul Cianjur,
Jakarta: Rukun Warga Cianjur Wiratmadja, Apung S. 1964 Sumbang Asih Kana Tembang Sunda. Bandung: Wiratmadja; Apung S. 1996 Kuring Jeung Tembang Sunda. Bandung- Citra Mustika
Naskah: 1. Wawacan buwana Wisesa, 2, Wawacan Ganda Sari, 3. Wawacan Pulan Palin, 4. Wawacan Jaka Ula Jaka Uli.