ANALYSIS OF EFFECTIVENESS, EFFICIENCY OF MOTOR VEHICLE TAX AND CUSTOMS OF MOTOR VEHICLES IN THE NAME BEHIND THE EFFORT TO INCREASE REVENUE REGIONAL ORIGINAL (A Case Study BPKD D. I. Yogyakarta Province Gustin Fajar Ria,Drs. H.Herman Legowo.,M.Si.,Akt
Abstraction Based on Law No. 5 of 1974 on the main points of governance in the region result in stacking strength and power in certain groups and poverty in these areas. Because of applying centralized governance and finance, it dikemungkinkan happen because of potential revenue sources in the area is almost entirely drawn kepemerintah center with a pattern for a very adverse outcome In the framework of decentralization, local governments need funding and financing to implement regional development. One source of funds for development financing used by the local government is a government savings is the difference between local revenues and expenditures. PAD is an important source of local revenue in an effort to increase local autonomy In line with the reform of governance, then the system of governance in the region was changed so that birth Law. 22, 1999 which has been converted into Law no. 32 of 2004 on the implementation of regional autonomy, where government authority is the responsibility of their own regions, with regional autonomy was given greater authority to regulate and manage their own household. In line with the authority of local government are expected to explore the sources of finance, particularly to meet the financing needs of government and local development through local revenue (PAD). One type of local taxes which are a major revenue is from vehicle tax and customs behind the name of motor vehicles. The size of revenue reflects the ability of an area to organize and manage their households, especially in order to explore the sources of
local finance in terms of cost and within the framework of the implementation of regional development are real and responsible.
2
ANALISIS EFEKTIVITAS, EFISIENSI PAJAK KENDARAAN BERMOTOR DAN BEA BALIK NAMA KENDARAAN BERMOTOR DALAM UPAYA PENINGKATAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (Studi Kasus Pada BPKD Provinsi D.I.Yogyakarta Gustin Fajar Ria,Drs. H.Herman Legowo.,M.Si.,Akt Abstraksi
Berdasarkan UU No.5 tahun 1974 tentang pokok-pokok pemerintahan di daerah berakibat menumpuknya kekuatan dan kekuasaan pada kelompok tertentu serta kemiskinan di daerah-daerah. Karena diterapkan sentralisasi pemerintahan dan keuangan, hal tersebut dikemungkinkan terjadi sebab sumber-sumber penerimaan potensial di daerah hampir seluruhnya ditarik kepemerintah pusat dengan pola bagi hasil yang sangat merugikan. Dalam rangka era otonomi daerah, pemerintah daerah membutuhkan dana dan pembiayaan untuk melaksanakan pembangunan daerah. Salah satu sumber dana untuk pembiayaan pembangunan yang digunakan oleh pemerintah daerah adalah tabungan pemerintah yang merupakan selisih anatara penerimaan daerah dan pengeluaran rutin. PAD merupakan sumber penerimaan daerah yang penting dalam upaya peningkatan otonomi daerah. Sejalan dengan reformasi penyelenggaraan pemerintahan, maka sistem pemerintahan di daerah dirubah sehingga lahir UU No. 22 tahun 1999 yang telah diubah menjadi UU No. 32 tahun 2004 tentang pelaksanaan otonomi
3
daerah, dimana kewenangan pemerintah menjadi tanggung jawab daerahnya sendiri, dengan adanya otonomi daerah tersebut daerah diberi kewenangan yang lebih besar untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Sejalan dengan kewenangan tersebut pemerintah daerah diharapkan menggali sumber-sumber
keuangan,
khususnya
untuk
memenuhi
kebutuhan
pembiayaan pemerintah dan pembangunan di daerahnya melalui pendapatan asli daerah ( PAD ). Salah satu jenis pajak daerah yang merupakan pendapatan daerah yang besar adalah dari pajak kendaraan bermotor dan bea balik nama kendaraan bermotor. Besar kecilnya pendapatan asli daerah mencerminkan kemampuan suatu daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya terutama dalam rangka menggali sumber-sumber keuangan daerah dalam kaitannya dengan biaya dan dalam rangka pelaksanaan pembangunan daerah yang nyata dan bertanggung jawab.
4
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah Berdasarkan UU No.5 tahun 1974 tentang pokok-pokok pemerintahan di daerah berakibat menumpuknya kekuatan dan kekuasaan pada kelompok tertentu serta kemiskinan di daerah-daerah. Karena diterapkan sentralisasi pemerintahan dan keuangan, hal tersebut dikemungkinkan terjadi sebab sumber-sumber penerimaan potensial di daerah hampir seluruhnya ditarik kepemerintah pusat dengan pola bagi hasil yang sangat merugikan. Dalam rangka era otonomi daerah, pemerintah daerah membutuhkan dana dan pembiayaan untuk melaksanakan pembangunan daerah. Salah satu sumber dana untuk pembiayaan pembangunan yang digunakan oleh pemerintah daerah adalah tabungan pemerintah yang merupakan selisih anatara penerimaan daerah dan pengeluaran rutin. PAD merupakan sumber penerimaan daerah yang penting dalam upaya peningkatan otonomi daerah. Sejalan dengan reformasi penyelenggaraan pemerintahan, maka sistem pemerintahan di daerah dirubah sehingga lahir UU No. 22 tahun 1999 yang telah diubah menjadi UU No. 32 tahun 2004 tentang pelaksanaan otonomi daerah, dimana kewenangan pemerintah menjadi tanggung jawab daerahnya sendiri, dengan adanya otonomi daerah tersebut daerah diberi kewenangan yang lebih besar untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri.
5
Sejalan dengan kewenangan tersebut pemerintah daerah diharapkan menggali sumber-sumber
keuangan,
khususnya
untuk
memenuhi
kebutuhan
pembiayaan pemerintah dan pembangunan di daerahnya melalui pendapatan asli daerah ( PAD ). Salah satu jenis pajak daerah yang merupakan pendapatan daerah yang besar adalah dari pajak kendaraan bermotor dan bea balik nama kendaraan bermotor. Besar kecilnya pendapatan asli daerah mencerminkan kemampuan suatu daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya terutama dalam rangka menggali sumber-sumber keuangan daerah dalam kaitannya dengan biaya dan dalam rangka pelaksanaan pembangunan daerah yang nyata dan bertanggung jawab. Menurut UU No. 32 Tahun 2004 sumber-sumber PAD terdiri dari : 1. Pendapatan Asli Daerah yang selanjutnya disebut PAD : a. Hasil pajak daerah. Pungutan yang dilakukan oleh pemerintah daerah berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang diterapkan melalui peraturan daerah. Pungutan ini dikenakan pada semua objek pajak seperti orang, barang, benda bergerak atau tidak bergerak.
6
b. Hasil retribusi daerah. Adalah pungutan yang dilakukan sehubungan dengan suatu jasa atau fasilitas yang diberikan secara langsung dan nyata. c. Bagian laba usaha daerah Yaitu penerimaan yang berupa bagian laba bersih BUMD yang terdiri dari laba bersih bank pembangunan daerah, PDAM bagian laba dari laba bersih perusahaan daerah lainnya. d. Lain-lain PAD yang sah. Merupakan penerimaan selain yang disebutkan diatas tetapi sah. Penerimaan ini mencakup sewa rumah dinas daerah, sewa gudang, dan tanah milik daerah, jasa giro, hasil penjualan barang-barang milik daerah dan penerimaaan lain-lain yang sah menurut UU. 2. Dana perimbangan. 3. Lain-lain pendapatan yang sah. Pajak daerah merupakan salah satu
komponen PAD yang harus
dikembangkan karena dapat memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap pendapatan asli daerah. Pajak daerah di pungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Berdasarkan UU No. 34 Tahun 2000 tentang perubahan atas UU No. 18 Tahun 1999 tentang pajak daerah dan retribusi daerah. Pajak daerah di bagi menjadi dua bagian :
7
1. Pajak daerah provinsi yang terdiri : a.
pajak kendaraan bermotor
b.
Bea balik nama kendaraan bermotor
c.
Pajak bahan bakar kendaraan bermotor.
d.
Pajak pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan air pemukiman.
Pajak propinsi bersifat liminatif yang berarti propinsi tidak dapat memungut pajak lain selain yang telah ditetapkan. 2. Pajak kabupaten atau kota terdiri dari : a.
pajak hotel
b.
pajak restoran
c.
pajak reklame
d.
pajak penerangan jalan
e.
pajak hiburan
f.
pajak pengambilan bahan galian golongan C
g.
pajak parkir
Jenis pajak kabupaten atau kota tidak bersifat liminatif, artinya kabupaten atau kota diberi peluang untuk menggali potensi sumber-sumber keuangan selain yang ditetapkan secara eksplisit dalam Undang undang. Dalam jangka pendek kegiatan yang paling mudah dan dapat segera dilakukan adalah dengan melakukan intensifikasi terhadap obyek atau sumber pendapatan daerah yang sudah ada.
8
Jika dilihat dari kemungkinan-kemungkinan keuntungan bagi daerah serta fungsinya, maka idealnya pajak kendaraan bermotor yang seharusnya merupakan sumber pendapatan terbesar diantara sumber-sumber pendapatan daerah lainnya. Pertambahan jumlah penduduk khususnya di provinsi DIY dari tahun ke tahun semakin meningkat yang menggantungkan pendapatannya dari pajak kendaraan bermotor dan bea balik nama kendaraan bermotor. Seiring dengan pertambahan penduduk, kebutuhan akan alat transport pun semakin meningkat, salah satunya adalah kendaraan bermotor baik roda dua maupun roda empat. Di D.I.Yogyakarta kendaraan bermotor tidak hanya digunakan sebagai sarana transport pribadi saja tetapi masyarakat juga memanfaatkan kendaraan bermotor untuk mencari nafkah, seperti ojek (alat transport yang menggunakan roda dua). Keinginan yang besar memiliki kendaraan bermotor didukung pula dengan kemudahan-kemudahan yang diberikan oleh dealer kendaraan bermotor yaitu seperti memberikan kredit pembelian kendaraan bermotor dengan syarat yang mudah dan bunga yang tidak memberatkan, sehingga banyak masyarakat yang menjadi tertarik untuk memiliki kendaraan bermotor. Untuk itu di DIY perlu berupaya untuk meningkatkan penerimaan PKB BBNKB agar pendapatan asli daerah terus mengalami peningkatan sehingga dapat memperlancar pelaksanaan pembangunan. Salah satu upaya mencapai tujuan tersebut adalah dengan berbagai upaya perbaikan dan
9
penyempurnaan dalam bidang keuangan daerah melalui pelaksana anggaran pendapatan belanja daerah yang dikelola secara lebih efektif dan efisien. Efisien dalam hal ini menunjukkkan keberhasilan dari segi besarnya biaya yang dikeluarkan untuk mencapai hasil yang ditargetkan, semakin kecil biaya pemungutan pajak kendaraan bermotor
dan bea balik nama kendaraan
bermotor maka yang dikeluarkan semakin efisien pula pemungutan PKB BBNKB. Efektifitas merupakan hubungan antara realisasi penerimaan PKB BBNKB yang menunjukkan apakah besarnya realisasi penerimaan PKB BBNKB sesuai dengan targetnya. Semakin besar penerimaan PKB BBNKB yang dapat direalisasikan dari target yang ada, berarti pungutan PKB BBNKB semakin efektif. Sedangkan kontribusi bertujuan untuk mengetahui peranan PKB BBNKB dalam meningkatkan pendapatan asli daerah yang dapat dilakukan dengan cara menghitung kontribusi dari PKB BBNKB, sehingga akan dapat memberikan gambaran yang jelas mengenai tindakan atau kebijakan apa saja yang harus diperhatikan oleh pemerintah daerah dalam pemungutan PKB BBNKB sebagai usaha peningkatan perannya terhadap pendapatan daerah. Dapat disimpulkan dari pemahaman diatas bahwa efektifitas tidak selalu efisien dalam kaitannya dengan PKB BBNKB yang dapat di realisasikan dari target yang mencakup keberhasilan dari segi penghematan biaya yang dikeluarkan untuk mencapai hasil yang ditargetkan berdasarkan pemikiran dan keadaan tersebut maka penulis dalam penelitian ini tertarik
10
untuk mengambil judul “ANALISIS EFEKTIFITAS, EFISIENSI PAJAK KENDARAAN BERMOTOR DAN BEA BALIK NAMA KENDARAAN BERMOTOR DALAM UPAYA PENINGKATAN PENDAPATAN ASLI DAERAH”
1.2
Perumusan Masalah Sumber PAD terdiri dari pajak daerah, retribusi daerah, dan hasil perusahaan milik daerah dan lain-lain pendapatan daerah yang sah, yang seharusnya merupakan sumber biaya yang terbesar untuk pembiayaan dalam pelaksanaan pembangunan daerah, akan tetapi karena kecilnya penerimaan komponen pendukung PAD maka banyak tidak bisa melepaskan diri dari ketergantungan akan bantuan pembiayaan dari pemerintah yang lebih tinggi. Pajak kendaraan bermotor adalah sumber penerimaan yang mengalami peningkatan dari tahun ketahun pada pendapatan asli daerah D.I.Yogyakarta Bahwa dalam menghadapi otonomi daerah pemerintah meningkatkan pendapatan asli daerah, didorong oleh keadaan tersebut maka yang menjadi bahan utama penulisan ini adalah : 1. Seberapa efektif, efisien dan seberapa besar peranan pajak kendaraan bermotor dan bea balik nama kendaraan bermotor bagi pendapatan asli daerah?
11
2. Bagaimana upaya pemerintah daerah agar pajak kendaraan bermotor dan bea balik nama kendaraan bermotor setiap tahunnya selalu meningkat sesuai dengan yang ditargetkan?
1.3
Batasan Masalah Penelitian ini hanya dibatasi pada pajak daerah yang berupa PKB dan BBNKB. Penulis hanya memenuhi peranan pemungutan pajak kendaraan bermotor dan bea balik nama kendaraan bermotor dalam jangka waktu 5 tahun yaitu tahun anggaran 2003 s/d 2007. sedangkan yang menjadi masalah adalah bagaimana peranan penerimaan dari PKB dan BBNKB terhadap penerimaan PAD, sehingga PKB dan BBNKB dapat menjadi sumber penerimaan yang sangat potensial dan menonjol dalam usaha pemerintah D.I.Yogyakarta untuk meningkatkan penerimaan daerah.
1.4
Tujuan Penelitian Berdasarkan uraian diatas, maka penelitian ini bertujuan : 1. Mengetahui tingkat efektifitas dan efisiensi PKB dan BBNKB provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2003-2007 2. Mengetahui seberapa besar kontribusi PKB dan BBNKB terhadap pendapatan asli provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 20032007.
12
3. Analisis SWOT terhadap pemungutan dan penghimpunan PKB dan BBNKB yang dilakukan pemerintah daerah provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
1.5
Manfaat Penelitian 1. Bagi penulis Dapat memberikan pengetahuan dan informasi mendalam mengenai pajak, khususnya PKB dan BBNKB. 2. Bagi BPKD provinsi D.I.Yogyakarta Dengan adanya penelitian ini diharapkan : a. Dapat menjelaskan berapa besar peranan pemungutan PKB dan BBNKB terhadap pendapatan asli daerah di DIY. b. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam pengambilan kebijakan bagi pemerintah daerah DIY khususnya BPKD Provinsi D.I.Yogyakarta dalam upaya peningkatan PAD. 3. Bagi pihak lain Dapat digunakan sebagai kajian pustaka dan bahan referensi dan sebagai bahan bacaan bagi mahasiswa atau mahasiswi yang ingin mempelajari atau memperdalam PKB dan BBNKB.
13
1.6
Sistematika Penulisan Untuk memudahkan pembahasan skripsi ini penulis telah membagi menjadi 6 bab. Setiap bab memiliki beberapa sub bagian dengan tujuan memudahkan dalam pembahasannya. Isi dan pembahasan dari penulisan skripsi ini secara sistematik terbagi atas beberapa bab sebagai berikut : BAB I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penelitian. BAB II LANDASAN TEORI Bab ini menguraikan tentang teori-teori dan konsep-konsep dari hasil studi pustaka yang diharapkan dapat dijadikan landasan dalam menganalisis data yang didapat dari instansi pemerintah. BAB III METODE PENELITIAN Bab ini menguraikan tentang data-data yang berhubungan dengan permasalahan yang ditulis serta alat analisis yang digunakan. BAB IV
GAMBARAN UMUM D.I.YOGYAKARTA DAN BADAN
PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH Bab ini membahas tentang gambaran daerah Istimewa Yogyakarta serta gambaran badan pengelolaan keuangan daerah (BPKD) tempat penelitian. BAB V ANALISIS DATA Bab ini membahas tentang proses pengolahan data dan analisis data.
14
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini menguraikan kesimpulan dari analisis bab sebelumnya, keterbatasan yang ditemukan selama penelitian serta saran bagi Kantor Badan Pengelolaan Keuangan Daerah dari hasil penelitian yang telah dilakukan.
15
BAB II LANDASAN TEORI
2.1
Pendapatan Asli Daerah Salah satu sumber keuangan pemerintah daerah adalah pendapatan asli daerah (PAD) sumber keuangan ini merupakan sumber-sumber yang berasal dari daerah sendiri, sehingga sumber keuangan ini mencerminkan kemandirian daerah dalam memenuhi kebutuhan pembiayaan rumah tangga pemerintahnya sendiri. 2.1.1
Pengertian Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pengertian Pendapatan Asli Daerah yang dikemukakan oleh Halim dalam buku “akuntansi sektor publik akuntansi keuangan daerah ” (2004:67) yaitu PAD merupakan penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah. Dalam peraturan pemerintah No. 105 tahun 2000 tentang pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan daerah pasal 1 dinyatakan bahwa pendapatan daerah adalah semua penerimaan kas daerah dalam periode tahun anggaran tertentu yang menjadi hak daerah. Keuangan daerah dapat dikelompok kedalam 2 kelompok utama yaitu, sumber pendapatan asli daerah dan pendapatan non asli daerah.
16
2.1.2
Sumber Pendapatan Asli Daerah Pendapatan asli daerah (PAD) merupakan pendapatan yang bersumber dari daerah sendiri, dalam UU No. 33 tahun 2004 disebutkan bahwa PAD bersumber dari : a) Hasil pajak daerah, antara lain pajak hotel, pajak restoran, pajak reklame, dll. b) Hasil retribusi daerah, antara lain retribusi pelayanan kesehatan, retribusi pasar, retribusi terminal, dll. c) Hasil perusahaan daerah (BUMD) dan hasil pengelolaan kekayaan daerah lainnya yang dipisahkan, antara lain bank pendapatan daerah, perusahaan air minum, perusahaan daerah percetakan, penyertaan modal pada pihak ketiga, dll. d) Lain-lain pendapatan daerah yang sah, antara lain penjualan barang milik daerah, jasa, giro, dll.
2.1.3
Strategi Peningkatan Pendapatan Asli daerah a) Penggalian dan optimalisasi sumber pendapatan daerah. b) Pemberdayaan aset daerah yang potensial menjadi sumber pendapatan daerah. c) Pembangunan infrastruktur pendukung (termasuk penyusunan perda-perda). d) Peningkatan kualitas sumberdaya manusia. e) Peningkatan manajemen pengelolaan keuangan daerah.
17
f) Peningkatan koordinasi dengan instansi/ lembaga terkait. g) Peningkatan pelayanan wajib/obyek pajak dan retribusi. h) Peningkatan sosialisasi/ penyuluhan kepada masyarakat. 2.1.4
Hambatan Pendapatan asli Daerah a) Keterbatasan
sumber-sumber
pendapatan
provinsi
DIY
manusia
dan
mempunyai sumberdaya alam yang terbatas. b) Keterbatasan
kemampuan
sumberdaya
ketersediaan infrastruktur. c) Banyak perda yang tidak sesuai lagi dengan kebutuhan/ kondisi sekarang.
2.2
Pajak 2.2.1
Pengertian Pajak Pajak
merupakan
gejala
sosial
yang
terdapat
dalam
masyarakat, oleh karena itu setiap anggota masyarakat diharapkan mengetahui segala permasalahan yang berhubungan dengan pajak baik mengenai asas-asasnya, jenis atau macam-macam pajak yang berlaku, cara penghitungannya dan tata cara pembayarannya serta hak dan kewajibannya sebagai wajib pajak. Pajak diatur dengan UU, oleh karena itu pajak harus mempunyai dasar hukum yang kuat dan mantap. Untuk mengerti pajak dengan baik diperlukan pengertian tentang pajak.
18
Ada beberapa pengertian pajak, diantaranya yaitu: a.
Menurut Prof. Dr. P. J. A. Andiani yang telah diterjemahkan oleh R. Santoso Brotodiharjo, SH dalam buku “Pengantar Ilmu Hukum Pajak” (1999:2). Pajak adalah iuran kepada Negara ( yang dapat dipaksakan ) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturanperaturan yang tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjukkan dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum behubungan dengan tugas Negara yang menyelenggarakan pemerintahan.
b.
Menurut prof Dr. Rahmat Soemitro S.H. dalam bukunya Dasardasar hukum pajak dan pajak pendapatan (1990:5) Pajak adalah iuran kepada kas Negara berdasarkan undang-undang ( yang dapat dipaksakan ) dengan tidak mendapat jasa timbal balik ( kontra prestasi ) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membiayai pengeluaran umum.( Waluyo dan Wirawan, 2002 ).
c.
Menurut Adolph Wagner Pajak adalah pungutan yang dapat dipaksa dari suatu masyarakat yang sebagian ditujukan untuk menutup pengeluaran-pengeluaran yang bersifat umum dan sebagian lagi untuk menyesuaikan perubahan pembagian pendapatan rakyat.
19
Dari pengertian atau definisi yaitu kata dapat dipaksakan dan kontra prestasi atau timbul jasa secara tidak langsung, dapat dipaksakan dapat diartikan bahwa apabila utang pajak tidak dibayar maka penagihan utang pajak bisa dilakukan dengan cara kekerasan seperti dengan surat paksa, penyanderaan, dan penyitaan. Sementara timbal jasa tidak langsung memiliki arti bahwa tidak ada fasilitas yang langsung bisa dinikmati setelah membayar pajak sehingga terkesan pembayaran pajak dilakukan hanya karena wajib pajak takut sanksi dan seolah-olah merasa pembayaran pajak hanya merupakan pengeluaran yang sia-sia terhadap negara. 2.2.2
Fungsi Pajak Berdasarkan definisi pajak menurut beberapa ahli tersebut maka pajak memiliki fungsi yaitu : a
Fungsi Budgeteir Yaitu pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai
pengeluaran-pengeluarannya
pemerintah,
Sebagai
contoh yaitu dimasukkannya pajak dalam APBN sebagai penerimaan dalam negeri. b
Fungsi Regulered Pajak
sebagai
alat
untuk
mengatur
atau
melaksanakan
kebijaksanaan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi, Sebagai contoh yaitu dikenakannya pajak yang lebih tinggi
20
terhadap barang mewah untuk mengurangi gaya hidup konsumtif, sedangkan tarif pajak untuk ekspor sebesar 0%, untuk mendorong ekspor produk Indonesia di pasaran dunia. (Mardiasmo, 2002:2) 2.2.3
Syarat Pemungutan Pajak Agar pemungutan pajak tidak menimbulkan hambatan atau perlawanan, maka pemungutaan pajak harus memenuhi syarat sebagai berikut : a. Pemungutan pajak harus adil (Syarat Keadilan) Sesuai dengan tujuan hukum, yakni mencapai keadilan, undangundang dan pelaksanaan pemungutan harus adil. b. Pemungutan pajak harus berdasarkan undang-undang (Syarat Yuridis) Di Indonesia, pajak diatur dalam UUD 1945 pasal 23 ayat 2. Hal ini memberikan jaminan hukum untuk menyatakan keadilan, baik bagi negara maupun warganya. c. Tidak mengganggu perekonomian (Syarat Ekonomis) Pemungutan tidak boleh mengganggu kelancaran kegiatan produksi maupun perdagangan, sehingga tidak menimbulkan kelesuan perekonomian masyarakat. d. Pemungutan pajak harus efisien (Syarat Finansiil) Sesuai fungsi budgetair, biaya pemungutan pajak harus dapat ditekan sehingga lebih rendah dari hasil pemungutannya.
21
e. Sistem pemungutan pajak harus sederhana f. Sistem pemungutan yang sederhana akan memudahkan dan mendorong
masyarakat
dalam
memenuhi
kewajiban
perpajakannya. Syarat ini telah dipenuhi oleh undang-undang perpajakan yang baru. 2.2.4
Pengelompokkan Pajak Macam-macam pajak berdasarkan pengelompokkannya : (Mardiasmo:2002:5) a. Menurut golongannya 1) Pajak langsung Yaitu pajak yang harus dipikul sendiri oleh wajib pajak dan tidak dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. Contoh : Pajak Penghasilan 2) Pajak tak langsung Yaitu pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. Contoh : Pajak Pertambahan Nilai b. Menurut sifatnya 1) Pajak subjektif Yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjeknya, dalam arti memperlihatkan keadaan diri wajib pajak.
22
Contoh : Pajak Penghasilan 2) Pajak objektif Yaitu pajak yang berpangkal pada objeknya, tanpa mmperhatikan keadaan diri wajib pajak. Contoh : Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. c. Menurut lembaga pemungutnya 1) Pajak pusat Yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga Negara. 2) Pajak daerah Yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah. Pajak Daerah terdiri atas : 1) Pajak provinsi, contoh : Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air, Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor. 2) Pajak Kabupaten/Kota, contoh : Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan, Pajak Reklame, dan Pajak Penerangan Jalan.
23
2.2.5
Asas-Asas Pemungutan Pajak Untuk mencapai pemungutan pajak perlu dipegang teguh asasasas pemungutan dalam memilih alternative pemungutannya. Dengan demikian terdapat keserasian pemungutan pajak dengan tujuan dan asas yang masih diperlukan lagi, yaitu pemahaman atas perlakuan pajak tersebut. Pemungutan pajak hendaknya didasarkan pada : (Waluyo & Wirawan:2002:) a) Equality Pemungutan pajak harus bersifat adil dan merata, yaitu pajak dikenakan kepada orang pribadi yang harus sebanding dengan kemampuan membayar pajak atau ability to pay dan sesuai dengan manfaat yang diterima. b) Certainty Penetapan pajak itu tidak ditentukan sewenang-wenang oleh karena itu wajib pajak harus mengetahui secara jelas dan pasti besarnya pajak yang terutang, kapan harus dibayar serta batas waktu pembayaran. c) Convenience Kapan wajib pajak itu harus membayar pajak sebaiknya sesuai dengan saat-saat yang tidak menyulitkan wajib pajak sebagai contoh pada saat wajib pajak memperoleh penghasilan.
24
d) Economic Secara ekonomis bahwa biaya pemungutan dan biaya pemenuhan kewajiban pajak bagi wajib pajak diharapkan seminimum mungkin demikian pula beban yang dipikul wajib pajak. 2.2.6
Tata Cara Pemungutan Pajak 1. Stelsel pajak a) Stelsel Nyata (Riil Stelsel) Yaitu pengenaan pajak didasarkan pada objek pajak (penghasilan yang nyata), sehingga pemungutannya baru dapat dilakukan pada akhir tahun pajak yakni setelah penghasilan yang sesungguhnya telah dapat diketahui. b) Stelsel anggapan (Fictive Stelsel) Yaitu pengetahuan tentang pajak didasarakan pada suatu anggaran yang diatur oleh UU. c) Stelsel Campuran Stelsel ini merupakan kombinasi antara stelsel nyata dan stelsel anggapan. 2. Sistem Pemungutan Pajak a) Official Assesment System System ini merupakan system pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiscus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang.
25
b) Self Assesment System System ini merupakan pemungutan pajak yang memberi wewenang, kepercayaan, tanggung jawab kepada wajib pajak untuk menghitung, membayar, dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus dibayar. 3. Asas pemungutan pajak a) Asas domisili (asas tempat tinggal) Negara berhak mengenakan pajak atas seluruh penghasilan wajib pajak yang bertempat tinggal di wilayahnya, baik penghasilan yang berasal dari dalam maupun dari luar negeri. Asas ini berlaku untuk Wajib Pajak dalam negeri. b) Asas sumber Negara berhak mengenakan pajak atas penghasilan yang bersumber di wilayahnya tanpa memperhatikan tempat tinggal Wajib Pajak. c) Asas kebangsaan Pengenaan pajak dihubungkan dengan kebangsaan suatu negara. Misalnya pajak bangsa asing di Indonesia dikenakan pada setiap orang yang bukan berkebangsaan Indonesia yang bertempat tinggal di Indonesia. Asas ini berlaku untuk Wajib Pajak Luar Negeri.
26
2.2.7
Hambatan Pemungutan Pajak Banyak
hambatan
yang
dihadapi
dalam
pelaksanaan
pemungutan utang pajak. Menurut R. Santoso Broto Dihardjo dalam bukunya “Pengantar Ilmu Hukum Pajak “ hambatan tersebut berupa perlawanan terhadap pajak yang dibedakan menjadi : 1. Perlawanan pasif Terdiri dari hambatan-hambatan yang mempersulit pemungutan pajak
yang
erat
perkembangan
hubungannya
intelektual,
moral
dengan
aturan
penduduk,
serta
ekonomi, system
pemungutan pajak itu sendiri. 2. Perlawanan aktif Adalah semua usaha dan perbuatan yang secara langsung ditujukan terhadap fiscus dan bertujuan untuk menghindari pajak, usahausaha tersebut dapat berupa penghindaran diri dari pajak. Pengelakan atau penyelundupan pajak maupun usaha melalaikan pajak. Perlawanan pajak akan sangat merugikan Negara, usaha menghilangkan hambatan dapat dilakukan dengan memberikan penerangan dan bimbingan kepada masyarakat mengenai manfaat pajak bagi kelangsungan hidup Negara dan kelancaran jalanya pembangunan sehingga masyarakat wajib pajak menjadi sadar , mau, dan mampu membayar pajak. Suatu hal yang sangat penting dalam
27
usaha untuk menghilangkan hambatan dalam pemungutan pajak ialah diusahakan adanya aparat pajak yang tangguh dan bersih serta diterapkan system pemungutan pajak yang baik, sederhana, mudah dilaksanakan. 2.2.8
Timbul dan hapusnya utang pajak. Ada dua ajaran yang mengatur timbulnya utang pajak : 1. Ajaran Formil Utang pajak timbul karena dikeluarkannya surat ketetapan pajak oleh fiskus. Ajaran ini diterapkan pada official assessment system. 2. Ajaran Materiil Utang pajak timbul karena berlakunya undang-undang. Seseorang dikenai pajak karena suatu keadaan dan perbuatan. Ajaran ini diterapkan pada self assessment system. Hapusnya utang pajak dapat disebabkan beberapa hal : a. Pembayaran b. Kompensasi c. Kadaluarsa d. Pembebasan dan penghapusan.
2.2.9
Tarif Pajak Ada 4 macam tarif pajak : 1. Tarif sebanding/proporsional
28
Tarif berupa prosentase yang tetap, terhadap berapapun jumlah yang dikenai pajak sehingga besarnya pajak yang terutang proporsional terhadap besarnya nilai yang dikenai pajak. Contoh : Untuk penyerahan Barang Kena Pajak di dalam daerah pabean akan dikenai Pajak Pertambahan Nilai sebesar 10%. 2. Tarif tetap Tarif berupa jumlah yang tetap (sama) terhadap berapapun jumlah yang dikenai pajak sehingga besarnya pajak yang terutang tetap. Contoh : Besarnya tarif Bea Meterai untuk cek dan bilyet giro dengan nilai nominal berapapun adalah Rp. 1.000,00. 3. Tarif progresif Presentase tarif yang digunakan semakin besar bila jumlah yang dikenai pajak semakin besar. Contoh : Pasal 17 Undang-undang PPh 2000. 4. Tarif degresif Presentase tarif yang digunakan semakin kecil bila jumlah yang dikenai pajak semakin besar.
2.3
Pajak Daerah 2.3.1
Pengertian pajak daerah a. Dalam undang undang No.34 tahun 2000 dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.65 \tahun 2001, pajak daerah
29
adalah iuran wajib yang dilakukan untuk pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang undangan yang berlaku yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan daerah. b. Menurut K.J Daved (1999:25) pajak daerah didefinisikan sebagai empat hal yaitu : 1)
Pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dari pengakuan daerah itu sendiri.
2)
Pajak yang dipungut berdasarkan peraturan nasional tetapi penetapan lainnya dilaksanakan oleh pemerintah daerah.
3)
Pajak yang ditetapkan dan dipungut oleh pemerintah daerah.
4)
Pajak yang dipungut dan diadakan oleh pemerintah pusat tetapi hasil
pemungutannya diberikan kepada dan
dibebani pungutan tambahan untuk pemerintah daerah. Fungsi Pajak Daerah Pajak daerah yang dipungut oleh pemerintah daerah memiliki fungsi sebagai salah satu sumber penerimaan daerah untuk membiayai rumah tangga pemerintahannya. Dalam hal ini sumbangan pajak
30
daerah terhadap penerimaan daerah tidak dapat diabaikan bahkan salah satu andalan penerimaan daerah adalah berasal dari pajak daerah. Jenis Pajak Daerah Dengan adanya Undang-Undang No. 34 tahun 2000, diharapkan
pajak
daerah
yang
penting
guna
membiayai
penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan daerah. Dalam Undang-Undang No. 34 tahun 2000 menjelaskan perbedaan antara jenis pajak yang dipungut oleh kabupaten/kota. a
Pajak Propinsi ditetapkan sebanyak empat jenis yaitu : 1) Pajak Kendaraan Bermotor adalah pajak atas kepemilikan dan/atau penguasaan kendaraan bermotor dan kendaraan diatas air. 2) Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor adalah pajak atas penyerahan hak milik kendaraan bermotor dan kendaraan diatas air sebagai akibat perjanjian 2 pihak/perbuatan sepihak atau keadaan yang terjadi karena jual beli, tukar menukar, hibah, warisan atau pemasukan kedalam badan usaha. 3) Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor adalah pajak bahan bakar yang disediakan/dianggap digunakan untuk kendaraan bermotor, termasuk bahan bakar yang digunakan untuk kendaran di atas air.
31
4) Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Pemukiman adalah pajak atas pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan/atau air pemukiman untuk digunakan bagi orang pribadi/badan kecuali untuk keperluan dasar rumah tangga dan pertanian rakyat. b
Pajak Kabupaten/kota terdiri dari 7 jenis yaitu : 1) pajak hotel adalah pungutan yang dikenakan terhadap pengunjung yang melakukan pembayaran terhadap pengusaha penginapan. 2) pajak restoran adalah pungutan yang dikenakan terhadap pengunjung yang melakukan pembayaran terhadap pengusaha rumah makan (restaurant). 3) pajak hiburan adalah pajak atas penyelenggaraan hiburan untuk semua jenis pertunjukkan, permainan atau keramaian dengan nama atau bentuk apapun. 4) pajak reklame adalah pajak yang dikenakan atas reklame yang diadakan dengan jenis reklame yang dikenakan pajak.
32
5) pajak parkir adalah pajak yang dikenakan atas penyelenggaraan tempat parkir diluar badan jalan oleh pribadi atau badan, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor, dan garasi motor yang memungut bayaran. 6) pajak penerangan jalan adalah pajak yang dipungut atas penggunaan tenaga listrik, dengan ketentuan daerah tersebut tersedia penerangan jalan yang rekeningnya dibayar oleh pemerintah daerah. 7) pajak pengambilan dan pengelolaan bahan galian gol C. adalah pajak pengambilan dan pengelolaan bahan galian golongan C sesuai dengan penentuan perundang-undangan yang berlaku.
2.4
Pajak kendaraan bermotor 2.4.1
Pengertian PKB Kendaraan bermotor adalah semua kendaraan beroda dua atau lebih berserta gandengannya yang digunakan di semua jenis jalan darat, dan digerakkan oleh peralatan teknik berupa motor atau peralatan lainnya yang berfungsi untuk mengubah suatu sumber daya
33
energi tertentu menjadi tenaga gerak kendaraan bermotor yang bersangkutan, termasuk alat-alat berat dan alat besar yang bergerak. Sedangkan pajak kendaraan bermotor yang selanjutnya dapat disingkat PKB adalah pajak yang dipungut atas pemilikan dan atau penguasaan kendaraan bermotor (Perda DIY No. 1 tahun 2002). Perda tentang PKB sebagai dasar hukum dan memungut PKB adalah perda DIY No. 1 tahun 2002, perda ini dalam rangka melaksanakan UU No. 34 tahun 2000 tentang pajak daerah dan retribusi daerah. 2.4.2
Subyek dan Obyek PKB 1. Subyek PKB yang selanjutnya menjadi wajib pajak PKB adalah orang pribadi atau badan yang memiliki atau menguasai kendaraan bermotor.(Perda No. 2 Tahun 2007 pasal 3) 2. Obyek PKB adalah kepemilikan dan atau penguasaan kendaraan bermotor. 3. Obyek pajak yang dikecualikan dari kendaraan bermotor adalah penyerahan kendaraan bermotor kepada: a. Pemerintah
Pusat,
Pemerintah
Provinsi,
Pemerintah
Kabupaten/Kota, Dan Pemerintah Desa /Kelurahan. b. Kedutaan, Konsulat, Perwakilan Negara Asing, Perwakilan Lembaga-Lembaga Internasional dengan asas timbal balik. c. Pabrikan-pabrikan atau milik importir yang semata-mata tersedia untuk dipamerkan atau untuk dijual.
34
Sedangkan untuk kendaraan bermotor yang dipergunakan sebagai Ambulance, pemadam kebakaran, dan mobil jenazah sesuai dengan UU Perda DIY No. 1 tahun 2002 gubernur dapat memberikan keringanan, pengurangan dan pembebasan terhadap PKB dan BBNKB. 2.4.3
Dasar perhitungan dan tarif PKB 1. Dasar pengenaan PKB dihitung sebagai perkalian dari unsur-unsur pokok yaitu : a. Nilai jual kendaraan bermotor diperoleh berdasarkan harga pasaran umum atas suatu kendaraan bermotor, Jika dalam hal pasaran umum atas suatu kendaraan bermotor tidak diketahui, nilai jual kendaraan bermotor ditentukan berdasarkan faktor-faktor : 1) Isi silender dan /atau satuan daya 2) Penggunaan kendaraan bermotor 3) Jenis kendaraan bermotor 4) Merek kendaraan bermotor 5) Tahun pembuatan kendaraan bermotor 6) Berat total kendaraan bermotor dan banyaknya penumpang yng diizinkan 7) Dokumen
impor
bermotor tertentu
35
untuk
jenis
kendaraan
b. Bobot yang mencerminkan secara relatif kadar kerusakan jalan dan pencemaran lingkungan akibat penggunaan kendaraan bermotor.(Perda No. 1 Tahun 2002 pasal 6) 2. Berdasarkan Perda No. 1 Tahun 2002 Pasal 8) Besarnya tarif PKB ditetapkan sebesar : a. 1,5% untuk kendaraan bermotor bukan umum. b. 1% untuk kendaraan bermotor umum. c. 0,5% untuk kendaraan bermotor alat-alat berat dan alat-alat besar. 2.4.4
Masa pajak,saat pajak terutang dan pemberitahuan PKB. 1. Masa pajak kendaraan bermotor adalah 12 bulan berturut-turut yang merupakan tahun pajak, dimulai pada saat pendaftaran kendaraan bermotor. (Perda No. 1 tahun 2002 pasal 22) 2. Saat pajak terutang dihitung sejak tidak dibayarnya pajak (Perda No. 1 tahun 2002 pasal 23) 3.
Menurut Perda No. 1 Tahun 2002 Pasal 24 Surat Pemberitahuan Pajak Daerah (SPTPD) disampaikan paling lama : a. untuk kendaraan baru dihitung 30 hari sejak saat kepemilikan dan atau penguasaan. b. Untuk kendaraan bukan baru sampai dengan tanggal berakhirnya masa pajak.
36
c. Untuk kendaraan bermotor pindah dalam daerah dihitung sampai dengan tanggal berakhirnya masa pajak. d. Untuk kendaraan bermotor pindah dari luar daerah dihitung 30 hari sejak tanggal fiskal antar daerah. 2.4.5
Tata cara pembayaran dan penagihan PKB. 1. Pembayaran PKB harus dilunasi sekaligus untuk masa 12 bulan. 2. Penagihan PKB dengan surat paksa dilaksanakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.(Perda No.1 Tahun 2002 Pasal 40)
2.4.6
Keberatan dan banding PKB 1. Permohonan keberatan PKB disampaikan secara tertulis dalam bahasa indonesia paling lama 3 bulan sejak tanggal SKPD, SKPDKB, SKPDKBT, SKPDLB dan SKPDN diterima oleh wajib pajak, dengan alasan yang jelas, kecuali apabila wajib pajak dapat menunjukkan bahwa dalam waktu itu tdak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaannya. Dan apabila setelah 3 bulan gubernur/ pejabat yang ditunjuk tidak memberikan keputusan, maka permohonan keberatan dianggap dikabulkan.(Perda No. 1 Tahun 2002 Pasal 45) 2. Jika keberatan diterima maka wajib pajak PKB dapat mengajukan banding kepada badan penyelesaian sengketa pajak dalam jangka
37
waktu 3 bulan setelah diterimanya keputusan keberatan.(Perda No. 1 Tahun 2002 pasal 46) 2.4.7
Pengembalian kelebihan pembayaran PKB. Pengembalian kelebihan pembayaran PKB dilakukan dalam waktu paling lama 2 bulan sejak diterbitkannya SKPDLB dengan menerbitkan Surat Perintah Membayar Kelebihan Pajak. Dan apabila pengembalian kelebihan pembayaran PKB dilakukan setelah lewat waktu 2 bulan, sejak diterbitkannya SKPDLB Gubernur atau pejabat yang ditunjuk memberikan imbalan bunga sebesar 2% sebulan atas keterlambatan pembayaran kelebihan pembayaran pajak.(Perda No. 1 Tahun 2002 Pasal 48)
2.4.8
Ketentuan pidana atas PKB. Jika wajib pajak yang karena kealfaannya tidak melaksanakan kewajibannya, sehingga merugikan keuangan daerah, dapat dipidana dengan pidana kurungan paling lama 3 bulan atau denda sebanyakbanyaknya 4 kali jumlah pajak terutang.(Perda No. 1 Tahun 2002 Pasal 54).
2.5
Bea balik nama kendaraan bermotor 2.5.1
Pengertian BBNKB 1. Bea Balik Nama kendaraan bermotor yang selanjutnya disingkat BBNKB adalah pajak yang dipungut oleh daerah atas setiap
38
penyerahan kendaraan bermotor dalam hak milik.(Perda No. 1 Tahun 2002 Pasal 1) 2. Penyerahan kendaraan bermotor adalah pengalihan hak
milik
kendaraan bermotor sebagai akibat perjanjian dua pihak atau perbuatan sepihak atau keadaan yang terjadi karena jual beli, tukar menukar, hibah termasuk hibah wasiat dan hadiah, warisan, atau pemasukan kedalam badan usaha. 2.5.2
Subyek dan Obyek BBNKB 1. Subyek BBNKB adalah orang pribadi atau badan yaang menerima penyerahan kendaraan bermotor.(Perda No. 2 tahun 2007 pasal 3). 2. Obyek BBNKB adalah penyerahan kendaraan bermotor.
2.5.3
Dasar perhitungan dan tarif BBNKB 1. Dasar pengenaan BBNKB adalah nilai jual kendaraan bermotor. 2. Berdasarkan Perda No. 1 tahun 2002 Pasal 12 Besarnya tarif BBNKB ada 3 : a.
Besarnya
tarif
BBNKB
atas
penyerahan
pertama
ditetapkan sebesar : 1) 10% untuk kendaraan bermotor umum dan bukan umum. 2) 3% untuk kendaraan alat-alat berat dan alat-alat besar.
39
b. Besarnya tarif BBNKB atas penyerahan kedua ditetapkan sebesar: 1) 1% untuk kendaraan bermotor umum dan bukan umum. 2) 0,3% untuk kendaraan bermotor alat-alat berat dan alat-alat besar. c. Besarnya tarif BBNKB atas penyerahan karena warisan ditetapkan sebesar: 1) 0,1% untuk kendaraan bermotor umum dan bukan umum. 2) 0,03% untuk kendaraan bermotor alat-alat berat dan alat-alat besar. 2.5.4
Saat Pajak Terutang dan Pemberitahuan BBNKB 1. Saat pajak terutang dihitung sejak terjadi penyerahan kendaraan bermotor. 2. ( Menurut Perda No. 2 Tahun 2007 Pasal 27) Surat pemberitahuan pajak daerah (SPTPD) disampaikan ke Badan Pengelolaan Keuangan Daerah paling lambat : a. Untuk kendaraan dari dalam daerah 30 hari dari sejak penyerahan kendaraan bermotor. b. Untuk kendaraan dari luar daerah selambat-lambatnya 30 hari dari saat penyerahan kendaraan bermotor.
40
c. Untuk kendaraan baru dihitung 30 hari sejak penyerahan kendaraan bermotor.
2.6
Evaluasi PKB dan BBNKB Provinsi D.I.Y 1. Efektivitas Pengertian efektivitas pada dasarnya identik dengan pencapaian tujuan atau target yang ingin dicapai (Mardiasmo:2003:). Efektivitas juga merupakan kriteria yang digunakan untuk menilai potensi kerja dari suatu unit kerja yang menghitung efektivitas pajak daerah (Halim:2002:) 2. Efisiensi Digunakan untuk mengukur apakah biaya pemungutan PKB dan BBNKB yang dikeluarkan sudah efisien atau mengukur bagian dari hasil pajak yang digunakan untuk menutup biaya pemungutan pajak bersangkutan (Devas,1989). Efisiensi dapat diartikan sebagai perbandingan antara masukan (input) dan keluaran (output) dari suatu proses, dan pada tingkat tertentu efisiensi akan menyangkut analisa hubungan antara manfaat yang diperoleh dan biaya yang dikeluarkan. 3.
kontribusi Kontribusi digunakan untuk mengetahui sejauh mana PKB dan BBNKB memberikan sumbangan dalam penerimaan PAD. Dalam mengetahui kontribusi dilakukan dengan membandingkan penerimaan
41
PKB dan BBNKB periode tertentu dengan penerimaan PAD periode tertentu pula. Semakin besar hasilnya berarti semakin besar pula peranan PKB dan BBNKB terhadap PAD, begitu pula sebaliknya jika hasil perbandinganya terlalu kecil berarti peranan PKB dan BBNKB terhadap PAD juga kecil. 4. Analisis SWOT Menurut Rangkuti (2005) analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi perusahaan. analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimumkan kekuatan (strengths) dan peluang (oppurtunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weakness)dan ancaman (threats). Analisis SWOT merupakan salah satu alat yang digunakan untuk mengetahui upaya yang perlu dilakukan pemerintah daerah dalam meningkatkan mekanisme pemungutan Pendapatan Asli daerah sehingga efektivitas serta efisiensi dapat memberikan hasil yang signifikan, adapun analisis SWOT terdiri dari: a. Streght ( Keunggulan) Adalah kekuatan-kekuatan /keunggulan PAD sebagai salah satu penerimaan daerah yang cukup berarti. b. Weakness ( Kelemahan) Adalah kelemahan-kelemahan yang muncul dalam pengelolaan PAD. c. Opportunities ( Peluang)
42
Adalah peluang-peluang yang dapat dimanfaatkan dalam rangka meningkatkan efektivitas dan efisiensi PAD. d. Threats (Ancaman) Adalah ancaman-ancaman yang menghambat dan mempersulit pengelolaan PAD.
43
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3. 1
Jenis Penelitian Penelitian ini adalah penelitian deskriptif yaitu penelitian yang bertujuan untuk mengungkapkan suatu masalah yang sesuai dengan keadaan sebenarnya.
3.2
Lokasi Dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian dilakukan di kantor Badan pengelolaan Keuangan Daerah Provinsi daerah Istimewa Yogyakarta. Penelitian ini berlangsung mulai maret sampai dengan april 2008.
3.3 Subjek Dan Objek Penelitian 1.
Subjek dalam penelitian adalah Badan Pengelolaan Keuangan Daerah (BPKD).
2.
Objek dalam penelitian ini adalah PKB dan BBNKB dan pengaruhnya terhadap pendapatan asli daerah.
44
3.4
Metode Pengumpulan Data 1.
Metode Wawancara Pengumpulan data dengan melakukan dialog langsung dengan aparat BPKD yang mempunyai wewenang dan tanggungjawab yang berkaitan langsung dengan pembahasan untuk memperoleh data-data mengenai peran pemungutan PKB dan BBNKB.
2.
Metode Dokumentasi. Mengumpulkan data yang berupa realisasi Pendapatan Asli Daerah di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, jumlah penerimaan PKB dan BBNKB di DIY dan besar jumlah biaya pemungutan PKB dan BBNKB
3.5
Data Yang Digunakan Data yang digunakan untuk dianalisis : 1. Data Realisasi Penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) tahun 2003-2007. 2. Data Realisasi penerimaan dan Target Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor tahun 2003-2007. 3. Data biaya pemungutan Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) tahun 2003-2007.
45
3.6
Metode Analisis Data Analisis yang digunakan dalam pembahasan ini adalah dengan metode kuantitatif dan metode kualitatif 1.
Metode kuantitatif Metode kuantitatif yaitu analisis dalam bentuk perhitungan angka-angka berdasarkan data yang terkumpul dengan menggunakan rumus efektivitas, efisiensi, serta kontribusi atau mengukur rasio. a. Efektivitas Efektifitas merupakan hubungan antara realisasi penerimaan PKB
BBNKB
yang
menunjukkan
apakah
besarnya
realisasi
penerimaan pajak kendaraan bermotor dan bea balik nama kendaraan bermotor sesuai dengan targetnya. Rumus efektifitas (Halim:2004) Efektifitas =
Realisasi penerimaan PKB BBNKB x 100% Target penerimaan PKB BBNKB
`efektivitas menggambarkan kemampuan pemerintah daerah dalam merealisasikan penerimaan PKB dan BBNKB yang direncanakan dengan target yang ditetapkan berdasarkan potensi riil daerah. Berdasarkan Kep Men dalam negeri no.690.900-327 tahun 1994 bahwa kriteria penilaian dan kinerja keuangan dapat diketahui atau tidak dengan memenuhi kriteria-kriteria sebagai berikut :
46
1) Hasil perbandingan atau tingkat pencapaian diatas 100%, berarti sangat efektif. 2) Hasil perbandingan mencapai antara 90-100% berarti efektif. 3) Hasil perbandingan mencapai antara 80-90%, berarti cukup efektif. 4) Hasil perbandingan mencapai 60-80%, berarti kurang efektif. 5) Hasil perbandingan mencapai 60%, berarti tidak efektif. b. Efisiensi Efisiensi PKB & BBNKB berhubungan dengan besarnya biaya pemungutan yang dikeluarkan sesuai dengan besarnya realisasi PKB & BBNKB yang ada. Rumus Efisiensi adalah (Nick Devas, 1989) Biaya pemungutan PKB BBNKB x 100%
Efisiensi =
Realisasi penerimaan PKB BBNKB Biaya pungut yang dimaksud adalah biaya yang dikeluarkan BPKD dalam rangka pemungutan PKB BBNKB. c. Kontribusi Kontribusi PKB BBNKB digunakan untuk mengetahui seberapa besar peranan PKB BBNKB dalam meningkatkan pndapatan daerah, sehingga akan dapat memberikan gambaran yang lebih jelas
47
mengenai tindakan/ kebijakan apa saja yang harus diperhatikan PKB BBNKB sebagai usaha peningkatan perannya terhadap PAD. Kontribusi pajak daerah =
∑ Penerimaan PKB BBNKB tahun n x 100% ∑ Realisasi penerimaan PAD tahun n
Semakin besar kontribusi PKB BBNKB terhadap PAD semakin besar pula peranan PKB BBNKB terhadap PAD dan sebaliknya. 2. Metode Kualititatif Yaitu suatu metode analisis dalam bentuk bukan angka tetapi hanya merupakan uraian keterangan, ulasan pendapat serta kesimpulankesimpulan. Menurut rangkuti (2005), untuk melakukan analisis maka perlu dilakukan analisis terhadap lingkungan. Analisis lingkungan dilakukan dengan jalan menganalisis lingkungan internal di BPKD Provinsi D.I.Yogyakarta. pada penelitisn ini, analisis SWOT digunakan dengan tujuan
melakukan
pembenahan
sistem
informasi
administrasi
pemungutan pajak yang dilakukan pemerintah daerah agar lebih efektif dan efisien, yang diharapkan dapat memberikan saran dan perbaikan untuk meningkatkan pemungutan pajak. Analisis SWOT terdiri dari :
48
a. Streght ( Keunggulan) Adalah kekuatan-kekuatan /keunggulan PAD sebagai salah satu penerimaan daerah yang cukup berarti. b. Weakness ( Kelemahan) Adalah kelemahan-kelemahan yang muncul dalam pengelolaan PAD. c. Opportunities ( Peluang) Adalah peluang-peluang yang dapat dimanfaatkan dalam rangka meningkatkan efektivitas dan efisiensi PAD. d. Threats (Ancaman) Adalah ancaman-ancaman yang menghambat dan mempersulit pengelolaan PAD.
49
BAB IV GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN
Letak geografis dan keadaan wilayah 1. Letak Geografis DIY adalah salah satu provinsi dari 30 propinsi diwilayah indonesia dan terletak di pulau jawa bagian tengah. Daerah istimewa yogyakarta dibagian selatan dibatasi laut indonesia, sedangkan dibagian timur laut, tenggara, barat, dan barat laut dibatasi oleh wilayah provinsi jawa tengah yang meliputi :
Kabupaten klaten disebelah timur laut
Kabupaten wonogiri disebelah tenggara
Kabupaten purworejo disebelah barat
Kabupaten magelang disebelah barat laut
2. Keadaan Wilayah Posisi Daerah Istimewa Yogyakarta yang terletak antara 7°. 33 - 8°. 12 lintang selatan dan 110°. 00 - 110°. 50 bujur timur, tercatat memiliki luas 3.185,80 km2 atau 0,17% dari luas indonesia (1.890754 km2) merupakan provinsi terkecil setelah daerah khusus ibukota jakarta yang terdiri dari -
Kabupaten kulonprogo dengan luas 586,27 km2 (18,40%)
-
Kabupaten bantul dengan luas 506,85 km2 (15,91%)
50
-
Kabupaten gunung kidul dengan luas 1.485,36 km2 (46,63%)
-
Kabupaten sleman dengan luas 574,82 km2 (18,04%)
-
Kota yogyakarta luas 32,50 km2 (1,02%)
Sebagian besar wilayah daerah istimewa yogyakarta terletak pada ketinggian antara 100 m – 499 m dari permukaan laut tercatat sebesar 65,65 %, ketinggian kurang dari 100m sebesar 28,84% ketinggian antara 500 m – 999 m sebesar 5,04% dan ketinggian diatas 1000 m sebesar 0,47 %. Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta terdiri dari 4 kabupaten dan 1 kota dengan 78 kecamatan dan 438 kelurahan yaitu:
Kabupaten kulonprogo terdiri dari 12 kecamatan dan 88 kelurahan/desa
Kabupaten bantul terdiri dari 17 kecamatan dan 75 kelurahan/desa
Kabupaten gunung kidul terdiri dari 18 kecamatan dan 144 kelurahan/desa
Kabupaten sleman terdiri dari 17 kecamatan dan 86 kelurahan/desa
Kota yogyakarta terdiri dari 14 kecamatan dan 45 kelurahan
Wilayah yogyakarta dibagi dalam 14 wilayah kecamatan dan 45 kelurahan yang dibentuk berdasarkan keputusan menteri dalam negeri no.
51
140 sampai 263 tentang pembentukan kelurahan. Yogyakarta dibagi menjadi 14 kecamatan beserta wilayahnya dapat dilihat dalam tabel dibawah ini: Tabel 4.1 Jumlah kecamatan, kelurahan, beserta luas daerah menurut kabupaten /kota di provinsi D.I Yogyakarta No
Kabupaten/kota
Kecamatan
Kelurahan
Luas area (km2)
1
Kulonprogo
12
88
582,27
2
Bantul
17
75
506,85
3
Gunung kidul
18
144
1.485,36
4
Sleman
17
86
574,82
5
Yogyakarta
14
45
32,50
Sumber : BPS D.I. Yogyakarta
4.2
Keadaan Penduduk Jumlah penduduk berdasarkan sensus provinsi D.I.Yogyakarta tercatat 3.281800 jiwa, dengan persentase jumlah penduduk perempuan 50,78% dan penduduk laki-laki 49,22%, sedangkan menurut daerah, persentase penduduk kota mencapai 59,11% dan penduduk desa mencapai 40,89%. Pertumbuhan penduduk pada tahun 2006 adalah 1,88% relatif tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan tahun sebelumnya. Kota yogyakarta terlihat memiliki angka pertumbuhan diatas angka provinsi yakni 5,5%. Dengan luas wilayah 3.185,80 km2, kepadatan jumlah penduduk D.I. Yogyakarta 1.030 jiwa per km2. kepadatan tertinggi terjadi di kota
52
yogyakarta yakni 12.939 jiwa per km2 dengan luas wilayah hanya sekitar 1% dari luas provinsi D.I Yogyakarta, sedangkan kabupaten gunung kidul yang memiliki wilayah terluas mencapai 46,63% memiliki kepadatan penduduk terendah yang dihuni rata-rata 468 jiwa per km2. Tabel 4.2 Jumlah penduduk hasil proyeksi SP 2002- SUPAS 2006 menurut kabupaten/kota di provinsi D.I Yogyakarta Tahun Kabupaten/kota
2002
2003
2004
2005
2006
Kulonprogo
372.151
372.712
373.252
373.770
374.112
Bantul
812.989
829.366
846.022
862.961
879.825
Gunungkidul
676.048
677.250
679.419
681.554
683.389
Sleman
936.272
953.948
971.899
990.130
1.008.295
Yogyakarta
412.196
419.762
427.442
435.236
443.112
Provinsi DIY
3.208.656
3.253.038
3.298.003
3.343.651
3.388.733
Sumber : BPS D.I.Yogyakarta
53
4.3
Perekonomian Daerah Provinsi D.I. Yogyakarta Tabel 4.3 Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha Tahun 2002-2006 (Juta Rupiah) 2003
2004
2005*)
2006**)
Pertanian&Kehutanan 3.254.004
3.338.304
3.634.903
3.991.035
4.574.164
Pertambangan
152.572
170.096
182.522
198.337
218.170
Industri pengolahan
2.710.887
3.068.623
3.342.179
3.588.201
4.078.214
Listrik, Gas & Air
181.388
231.692
268.095
330.133
375.604
Konstruksi
1.2219.347 1.451.872
1.743.786
2.320.442
2.866.927
Perdagangan
3.351.376
3.768.613
4.162.506
4.866.927
5.597.603
Pengangkutan
1.687.719
1.904.711
2.141.731
2.589.587
3.050.036
Real State&keuangan
1.643.066
1.940.915
2.188.049
2.522.222
2.755.734
Jasa-jasa
3.321.419
3.738.594
4.360.110
5.020.474
5.899.504
PDRB
17.521.778 19.613.418 22.023.880 25.427.339 29.415.951
Lapangan usaha
2002
keterangan : *) angka sementara
**) angka sangat sementara
Sumber data : BPS D.I.Yogyakarta
4.5
Gambaran Umum Badan Pengelolaan Keuangan Daerah 4.5.1
Sejarah Pembentukan Badan Pengelolaan Keuangan Daerah (BPKD) Dengan
semakin
berkembang
dan
meningkatnya
usaha
pembangunan daerah yang merupakan salah satu tugas pemerintah daerah, berdaya guna dalam rangka mewujudkan otonomi daerah yang
54
nyata
dan
bertanggungjawab,
perlu
dilakukan
usaha-usaha
penumpukan dan penggalian sumberdaya daerah. Untuk melakukan ini semua harus adanya suatu instansi yang menangani urusan tersebut dan berdasarkan peraturan pemerintah daerah No. 4 tahun 2001 disebut dengan nama dinas pendapatan daerah tetapi berdasarkan hasil evaluasi kelembagaan masih terdapat adanya ketidaksesuaian antara kewenangan dengan kelembagaan, duplikasi tugas maupun fungsi dan tugas yang tidak terwadahi, dan untuk itu peraturan daerah provinsi daerah istimewa yogyakarta No. 4 tahun 2001 perlu ditinjau kembali dan di ubah menjadi peraturan daerah No. 2 tahun 2004 dengan nama badan Pengelolaan Keuangan Daerah (BPKD). Badan Pengelolaan Keuangan Daerah (BPKD) merupakan badan yang terdiri dari 3 instansi yang akhirnya dilebur menjadi 1 yaitu : 1. Dinas pendapatan daerah (Dispenda) 2. Biro keuangan 3. badan pengembangan perekonomian dan investasi daerah (Bapekoinda) Bidang pengelolaan aset daerah dan bidang pengawasan investasi.
55
4.5.2
Kedudukan, Fungsi, Dan Tugas BPKD 1. Kedudukan a) Badan pengelolaan keuangan daerah adalah unsur pelaksana pemerintah daerah di bidang pengelolaan keuangan daerah dan kekayaan daerah. b) Badan pengelolaan keuangan daerah dipimpin oleh seorang kepala yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada gubernur melalui sekretaris daerah. c) Kepala
badan
pengelolaan
keuangan
daerah
diberhentikan oleh gubernur sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 2. Fungsi Badan Pengelolaan keuangan daerah mempunyai fungsi pelaksana pengelolaan pendapatan, belanja, kekayaan daerah serta pemegang kas daerah. 3. Tugas Untuk melaksanakan fungsi badan keuangan daerah mempunyai tugas : a) Menyusun program di bidang pengelolaan keuangan dan kekayaan daerah sesuai dengan rencana strategis pemerintah daerah.
56
b) Merumuskan kebijakan teknis di bidang pengelolaan keuangan dan kekyaan daerah. c) Melaksanakan pengelolaan keuangan dan kekayaan daerah. d) Melaksanakan
pelayanan
penunjangan
terhadap
penyelenggaraan pengelolaan keuangan dan kekayaan daerah oleh instansi di lingkungan pemerintah daerah. e) Memfasilitasi penyelenggaraan pengelolaan keuangan dan kekayaan daerah pemerintah kabupaten/kota f) Memberdayakan aparatur dan menjalin hubungan kerja dengan mitra kerja di bidang pengelolaan keuangan dan kekayaan daerah. g) Menyelenggarakan kegiatan ketatausahaan. 4.5.3
Struktur organisasi BPKD provinsi D.I.Yogyakarta 1. Sekretariat terdiri dari : a. Sub bagian program b. Sub bagian umum c. Sub bagian keuangan d. Sub bagian data dan teknologi 2. Bidang anggaran pendapatan terdiri dari: a. Sub bidang perencanaan dan pengembangan b. Sub bidang pajak daerah
57
c. Sub bidang retribusi dan pendapatan lain-lain 3. Bidang Anggaran belanja terdiri dari: a. Sub bidang anggaran belanja pegawai b. Sub bidang anggaran belanja non pegawai c. Sub bidang dana perimbangan dan dekonsentrasi 4. Bidang Perbendaharaan terdiri dari: a. Sub bidang perbendaharaan belanja pegawai b. Sub bidang perbendaharaan belanja non pegawai c. Sub bidang fasilitas pengelolaan keuangan daerah 5. Bidang Akuntansi terdiri dari: a. Sub bidang verifikasi b. Sub
bidang
pencatatan
dan
pelaporan
anggaran
pendapatan dan belanja daerah c. Sub bidang pencatatan dan pelaporan dana non anggaran pendapatan dan belanja daerah 6. Bidang Pengelolaan Kekayaan Daerah a. Sub bidang penilaian aset b. Sub bidang optimalisasi aset c. Sub bidang monitoring dan evaluasi 7. Unit Pelaksana Teknis 8. Kelompok Jabatan Fungsional
58
59
4.5.4
Perencanaan Strategis BPKD 1. Visi Menjadi pendorong pengelolaan administrasi keuangan daerah yang efektif dan efisien. 2. Misi a. Optimalisasi sektor-sektor dan potensi pendapatan daerah dalam rangka meningkatkan penerimaan daerah. b. Meningkatkan efisiensi pengeluaran daerah. c. Meningkatkan pemanfaatan potensi kekayaan daerah. d. Meningkatkan pelayanan dan fasilitas kepada organisasi perangkat daerah di lingkungan Pemda Provinsi DIY di bidang pengelolaan administrasi keuangan daerah. e. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia dalam rangka mendukung tugas pokok dan fungsi organisasi. 3
Kebijakan b. Intensifikasi yaitu meningkatkan penerimaan dengan cara mengintensifikasikan kinerja
kelembagaan,
pungutan
melalui
tatalaksana
dan
optimalisasi kemampuan
sumberdaya manusia. c. Ekstensifikasi yaitu menggali sumber-sumber pendapatan baru.
60
4.5
Mekanisme pemungutan pajak dan pembayaran PKB dan BBNKB Sebagaimana diketahui bahwa pemungutan PKB dan BBNKB di kelolah oleh Badan Pengelolaan Keuangan Daerah (BPKD) sub dinas pajak pertama-tama pemohon atau pemilik melakukan pendaftaran pada loket pelayanan pendaftaran dan penetapan dengan mengisi formulir surat pendataan dan pendaftaran kendaraan bermotor (SPPKB), kemudian menmyerahkan kepada petugas dan akan di proses. 1.
Prosedur pendaftaran dan penetapan a. Bagian penelitian dan registrasi Setelah formulir SPPKB diterima dari pemohon, maka petugas akan memproses formulir tersebut yang meliputi: 1) Menerima, meneliti kelengkapan dan keabsahan berkas pemohon. 2) Melakukan penelitian pada daftar pencarian barang dan daftar pemblokiran. 3) Membubuhkan paraf pada resi formulir pendaftaran yang diterima, memotong dan memberikan resi tersebut kepada pemohon. 4) Menerima dan meneliti hasil pemeriksaan fisik kendaraan bermotor untuk di cross chek dengan dokumen kendaraan bermotor
dan
apabila
61
ternyata
didalam
penelitian
pemeriksaan
fisik
ditemukan
adanya
perbedaan
dan
kejanggalan ataupun tercantum dalam daftar pencarian dan pemblokiran berkas maka permohonan tersebut diselesaikan secara khusus sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 5) Memberikan dan menetapkan nomor polisi dan nomor bukti pemilikan kendaraan bermotor (BPKB) serta menuliskannya pada formulir surat pendataan dan pendaftaran kendaraan bermotor (SPPKB) yang juga formulir permohonan STNK, serta membubuhkan paraf pada formulir tersebut. 6) Meneruskan berkas permohonan kepada otorisasi data statistik kendaraan. b. Bagian otorisasi data statistik kendaraan (Entry data). Setelah berkas permohonan diterima maka akan diproses yang meliputi : 1) Membuat kartu induk kendaraan bermotor bagi kendaraan baru, khususnya yang sudah terkomputerisasi, menyesuaikan dengan aplikasi program. 2) Memberikan nomor kartu induk kendaraan bermotor secara sistematis. 3) Menuliskan identifikasi kepemilikan jenis, golongan fungsi kendaraan pada kartu induk kendaraan bermotor untuk
62
kepentingan penetapan besarnyan PKB dan BBNKB serta SWDKLLJ. 4) Membuat order TNKB untuk proses pencetakan TNKB bagi kendaraan baru, perpanjangan STNK dan penggantian nomor kendaraan lainnya. 5) Melaksanakan penyimpanan dan penataan kartu induk kendaraan sesuai dengan bulan dan tahun penerbitan kartu induk kendaraan. 6) Meneruskan berkas permohonan kepada penetapan PKB & BBNKB serta SWDKLLJ. c. Bagian Penetapan PKB & BBNKB. Berkas permohonan diterima dari bagian Entry data kemudian diproses dengan meliputi: 1) Menetapkan bersarnya PKB & BBNKB serta denda dalam SKPD (Surat Ketetapan Pajak Daerah). 2) Memberikan nomor SKUM dan dan Kohir pada SKPD. 3) Membubuhkan dalam buku produksi pajak. 4) Menyelesaikan secara khusus apabila terjadi kesalahan penetapan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 5) Meneruskan berkas yang telah disyahkan PKB dan BBNKB serta dendanya kepada penetapan SWDKLLJ.
63
d. Bagian Penetapan SWDKLLJ. Berkas permohonan telah diterima dari bagian penetapan PKB dan BBNKB, kemudian diproses melalui tahap : 1) Menetapkan SWDKLLJ dan denda serta membubuhkan paraf pada SKPD. 2) Membukukan penetapan 3) Meneruskan berkas yang telah ditetapkan SWDKLLJ dan dendanya kepada penetapan biaya administrasi STNK/ TNKB. e. Bagian penetapan biaya administrasi STNK/ TNKB setelah berkas diterima, kemudian diproses melalui tahap : 1) Menetapkan biaya administrasi dan biaya TNKB serta membubuhkan paraf. 2) Membukukan biaya administrasi. 3) Menyerahkan berkas pendaftaran pada kolektor. f. Bagian pelayanan kolektor Berkas permohonan telah diterima, kemudian diproses melalui tahap: 1) Memeriksa kebenaran besarnya penetapan dan denda. 2) Memberikan paraf pada SKPD. 3) Memeriksa atau meneliti berkas pendaftaran kendaraan bermotor.
64
4) Menyerahkan KTP asli, BPKB asli dan SKPD asli kepada pemohon. 5) Meneruskan berkas keunit pembayaran. 2.Prosedur pembayaran dan penyerahan. Setelah pemohon atau pemilik kendaraan bermotor melakukan pendaftaran dan telah memproses SKPD, selanjutnya membayar pada loket pembayaran dan penyerahan melalui kasir atau bendahara khusus penerimaan. a. Bagian penerimaan pembayaran. Pada bagian ini, kasir atau bendahara khusus penerimaan, menerima pembayaran dan memproses SKPD meliputi : 1) Menerima
pembayaran
sesuai
dengan
SKPD
dan
membubuhkan validasi pada SKPD. 2) Meneruskan berkas dan tindasan SKPD kepada petugas pencetak peneg/ pencetakan STNK/ pengesahan STNK. 3) Menyerahkan lembar asli SKPD yang telah divalidasi kepada pemohon. 4) Mendistribusikan tindasan SKPD kepada BPKD dan PT. jasa Rahadja. 5) Menyetorkan uang penerimaan kepada instansi atau pihak yang berhak menerima paling lambat 1x 24 jam.
65
6) Membukukan dalam buku kas umum dan penerimaan perjenis : PKB, BBNKB, SWDKLLJ, Administrasi STNK, dan TNKB. b. Bagian validasi STNK/ pencetakan STNK dan penyediaan TNKB/ penyediaan peneg (tanda pelunasan pajak). 1) Mencetak STNK baru/ perpanjangan/ pengesahan. 2) Mencetak TNKB. 3) Menerima berkas dan tindasan SKPD dari penerimaan dan pembayaran. 4) Menyediakan peneg atau dasar SKPD yang SKPD yang telah divalidasi. 5) Meneruskan berkas kepada unit penyerahan STNK, TNKB, dan peneg. c. Bagian penyerahan STNK, TNKB, dan Peneg. Bagian ini kemudian menyerahkan STNK kepada bagianbagian yang telah ditentukan. 3.
pengelolaan arsip setelah petugas menerima berkas dari unit pelayanan penyerahan maka petugas akan : 1) menyediakan dan menyerahkan berkas arsip yang diminta oleh sub unit pelayanan penelitian berkas.
66
2) Melaksanakan tata usaha berkas kedalam kelompok sehingga memudahkan pencarian kembali. 3) Membukukan arsip yang dikirim dan dikeluarkan. 4) Menyusun berkas sesuai dengan nomor polisi. 5) Menyusun dan menyiapkan berkas surat kendaraan bermotor untuk data perpanjangan. 6) Memisahkan berkas kendaraan bermotor yang dilakukan.
4.6 Data PKB dan BBNKB 4.7.1
Penerimaan PKB dan BBNKB
Penerimaan PKB dan BBNKB dari pajak daerah merupakan pendapatan daerah yang sangat potensial. Untuk itu perlu terus ditingkatkan, maka untuk meningkatkan penerimaan PKB dan BBNKB pemerintah propinsi DIY melalui Badan pengelolaan Keuangan Daerah terus melakukan program yang mendukung usaha tersebut antara lain: a. Mengadakan penyuluhan b. Mengadakan razia dijalan c. Pengembangan objek d. Melakukan penagihan kepada wajib pajak e. Memberikan kemudahan dalam membayar PKB dan BBNKB f. Mengadakan penyuluhan-penyuluhan ke kabupaten/kota dalam rangka sosialisasi PKB dan BBNKB
67
g. Melakukan pendataan kendaraan bermotor se provinsi DIY untuk mengetahui jumlah kendaraan bermotor berplat AB maupun non AB atau kendaraan yang telah beralih kepemilikan yang selanjutnya
diupayakan
untuk
merealisasikan
balik
nama
kendaraan bermotor tersebut.
Tabel 4.7.1 Realisasi penerimaan PKB dan BBNKB Tahun 2003 – 2007 Tahun
Realisasi penerimaan PKB dan BBNKB
2003
196.068.779.943.00
2004
202.852.356.205.00
2005
305.002.463.855.00
2006
286.670.332.650.00
2007
335.501.159.000.00
Sumber (data diolah): BPKD Provinsi D.I.Y
4.7.2
Perkembangan Jumlah Kendaraan Bermotor
Hampir disetiap rumah wajib pajak kendaraan bermotor di propinsi D.I. Yogyakarta memiliki kendaraan bermotor lebih dari satu, ini menggambarkan bahwa tingkat pemenuhan kebutuhan akan kendaraan bermotor di D.I. yogyakarta relatif sudah cukup baik, karena itu jumlah kendaraan bermotor di provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta selalu
68
mengalami kenaikan dari tahun ke tahun hal ini dapat di lihat pada tabel dibawah ini
Tabel 4.7.2 Jumlah kendaraan bermotor yang terdaftar menurut kabupaten/kota dan jenisnya di Provinsi D.I. Yogyakarta 2002-2006
Mobil penumpang
Jenis Kendaraan Mobil beban
1. Kulonprogo
3.194
2. Bantul
Kabupaten/kota
Bus
Sepeda motor
Jumlah total
2.570
436
66.743
72.943
10.388
7.702
4.435
211.515
234.040
3. Gunungkidul
4.099
3.851
716
75.708
84.374
4. Sleman
34.744
9.959
6.757
322.163
373.623
5. Yogyakarta
32.361
12.730
5.329
240.075
290.495
Provinsi D.I.Y
84.786
36.812
17.673
916.204
1.055.475
2005
82.705
35.670
14.685
843.077
976.137
2004
78.817
34.031
9.968
755.101
877.917
2003
74.728
32.520
8.039
666.941
782.228
2002
70.203
30.816
7.400
597.143
705.562
Sumber data : BPS Provinsi D.I.Yogyakarta
Meningkatnya jumlah kendaraan bermotor yang cukup pesat tersebut perlu mendapat perhatian yang lebih besar bagi BPKD dalam meningkatkan fasilitas untuk kendaraan yang mengalami peningkatan tersebut pada umumnya harus melalui beberapa proses pengurusan yang cukup rumit, yaitu mulai dari pengurusan STNK, Surat keputusan trayek hingga asuransi.
69
Beginilah sekelumit tentang gambaran umum provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Dan untuk mengetahui gambaran tentang letak geografis, keadaan penduduk dan tentang penerimaan PKB dan BBNKB itu sendiri sehingga dapat digunakan untuk menganalisis apakah PKB dan BBNKB dapat meningkat setiap tahunnya.
70
BAB V ANALISIS DATA
5.1
Analisis Data dengan Metode Kuantitatif Berdasarkan data-data yang diperoleh dari Badan Pengelolaan Keuangan Daerah provinsi DIY dalam lima tahun terakhir memperlihatkan bahwa kinerja pajak di wilayah provinsi DIY sangat baik. Upaya membentuk sistem administrasi manunggal dibawah satu atap (SAMSAT) disetiap kabupaten dan kota tersebut ternyata memberi dampak positif. Dampak positif tersebut diartikan sebagai meningkatnya pelayanan kepada kepemilikan kendaraan bermotor dan sekaligus meningkatnya kesediaan wajib pajak untuk taat dalam melaksanakan kewajibannya. Kinerja dari keberhasilan pajak kendaraan bermotor dan bea balik nama kendaraan bermotor di wilayah DIY dapat diukur melalui beberapa indikator diantaranya adalah : a. Tingkat Efektifitas dari pemungutan PKB dan BBNKB, yang besarnya diukur dengan membandingkan antara besarnya penerimaan dengan besarnya target yang ditetapkan. b. Tingkat Efisiensi dari pemungutan pajak kendaraan bermotor dan bea balik nama kendaraan bermotor, yang besarnya diukur dengan membandingkan antara besarnya biaya pemungutan PKB BBNKB dengan realisasi penerimaan PKB dan BBNKB.
71
c. Kontribusi dari pemungutan PKB BBNKB, yang besarnya diukur dengan membandingkan antara besarnya relisasi PKB BBNKB dengan pendapatan asli daerah (PAD). Pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor yang cukup pesat di provinsi DIY harus pula diimbangi dengan penambahan sarana dan prasarana guna menjaga keseimbangan, kenyamanan, dan efisiensi berlalu lintas bagi pemakainya. Disamping itu petugas BPKD dalam menyediakan fasilitas pengurusan surat-surat PKB BBNKB perlu ditingkatkan. Peningkatan usaha jasa ini tentunya membutuhkan sikap profesionalisme serta dukungan teknologi. Sikap yang profesionalisme dan tersedianya fasilitas yang cukup merupakan cermin dari keberhasilan pemungutan pajak dan retribusi pada umumnya. Keberhasilan dari pemungutan jenis pajak dan retribusi ini pada umumnya lebih ditentukan oleh kesiapan dan kemauan dari petugas itu sendiri dibandingkan dengan wajib pajaknya, hal ini sangatlah wajar mengingat objek pajak dari jenis pajak ini sulit sekali disembunyikan atau dihindari pembayaran pajaknya. Hal ini disebabkan kendaraan bermotor merupakan alat transportasi yang harus digunakan setiap saat oleh pemakainya guna efisien dalam pekerjaan yang pada akhirnya juga akan mendatangkan keuntungan bagi pemiliknya. Sehingga sangatlah wajar dan masuk akal apabila setiap orang yang memiliki kendaraan bermotor akan senantiasa mau membayar PKB BBNKB karena dia
72
merasa mendapatkan haknya untuk menggunakan kendaraan bermotor dijalan raya. Namun demikian dengan semakin tinggi tingkat monalitas masyarakat yang ada sekarang ini dan semakin majunya perkembangan perekonomian secara regional maupun nasional, maka kebutuhan akan dicapainya efisiensi dalam pengurusan surat-surat kendaraan bermotor sangatlah mendesak. Tertundanya penyelesaian surat kendaraan motor tersebut berarti akan merugikan wajib pajak itu sendiri, seperti kehilangan peluang wajib pajak untuk mendapatkan pendapatan yang diperolehnya dengan waktu yang tersita untuk mengurus surat kendaraan bermotor yang terlalu lama. Biaya sosial ini bila dihitung sangatlah besar jumlahnya apalagi bila wajib pajak harus bolak-balik untuk mengetahui apakah surat-surat PKB BBNKB serta plat nomor kendaraan sudah selesai apa belum. Oleh karena itu pihak pemerintah daerah diharapkan untuk meningkatkan pelayananya supaya wajib pajak tidak merasa malas untuk memenuhi kewajibannya. 5.1.1 Analisis Efektivitas Efektivitas merupakan hasil hubungan antara realisasi penerimaan PKB & BBNKB yang menunjukkan apakah besarnya realisasi penerimaan PKB & BBNKB sesuai dengan targetnya. Semakin besar penerimaan PKB & BBNKB yang dapat direalisasikan dari target yang ada, berarti pungutan PKB & BBNKB semakin efektif. Pihak BPKD melakukan penetapan target dengan menggabungkan potensi dan estimasi penerimaan.
73
Berdasarkan surat edaran Departement dalam Negeri (DEPDAGRI) yang tertuang dalam keputusan menteri dalam negeri No. 690.900.327 tahun 1994 tolak ukur tingkat efektivitas adalah sbb : < 60%
= Tidak Efektif
60%-80% = Kurang Efektif 80%-90% = Cukup Efektif 90%-100% = Efektif > 100%
= sangat Efektif
Sebagai salah satu tolak ukur untuk mengetahui tingkat efektifitas penerimaan PKB & BBNKB Rumus efektifitas (Nick Devas,1989) Realisasi penerimaan PKB BBNKB x 100%
Rasio Efektifitas =
Target penerimaan PKB BBNKB Tabel 5.1.1 Efektivitas PKB Provinsi DIY Tahun 2003-2007 Tahun
Realisasi PKB
Target PKB
Efektivitas
Keterangan
(%) 2003
87.824.668.250
83.647.583.000
104,99
Sangat efektif
2004
117.050.212.525
103.300.000.000
113,31
Sangat efektif
2005
149.291828.905
130.059.012.000
114,78
Sangat efektif
2006
171.107.685.400
138.123.360.000
123,88
Sangat efektif
2007
214.124.156.000
171.324.990.700
124,98
Sangat efektif
Rata-rata
116,38
74
Sumber (data diolah) : BPKD D.I.Y
Berdasarkan hasil perhitungan pada tabel diatas dapat dilihat bahwa tingkat efektivitas pajak kendaraan bermotor (PKB) di provinsi D.I Yogyakarta berkisar antara 104,99% - 124,98% dengan rata-rata efektivitasnya sebesar 116,38 %. Pada tahun 2003 rasio efektivitasnya sebesar 104,99% berarti lebih rendah sebesar 11,39% dari tingkat rata-rata efektivitasnya, hal ini dapat disebabkan karena adanya tunggakan-tunggakan pembayaran PKB, tunggakan ini disebabkan adanya penundaan pembayaran PKB dari wajib pajak, pada tahun 2004 rasio efektivitasnya sebesar 113,31% yang berarti terjadi penurunan dari tingkat rata-rata efektivitasnya sebesar 3,07% tetapi walaupun lebih kecil dari rasio efektivitas rata-ratanya dibanding rasio efektivitas tahun sebelumnya terjadi kenaikan sebesar 8,32%, pada tahun 2005 rasio efektivitasnya sebesar 114,78% berarti lebih rendah dari rasio rata-rata sebesar 1,6% tetapi lebih besar dari rasio efektivitas tahun sebelumnya sebesar 1,47%. tahun 2006 dan 2007 terjadi kenaikan masing-masing rasio efektivitasnya tahun 2006 sebesar 123,88% dan lebih tinggi dari rasio efektivitas rata-rata sebesar 7,5%, dan tahun 2007 rasio efektivitasnya sebesar 124,98% dibandingkan dengan rasio efektivitas rata-rata lebih tinggi sebesar 8,6% dan lebih tinggi dari rasio efektivitas tahun sebelumya sebesar 1,1 %. Kenaikan ini dapat disebabkan adanya pembayaran tunggakan Pajak Kendaraan bermotor pada tahun sebelumnya yang semakin meningkat penerimaan PKB.
75
Dari perhitungan kelima tahun anggaran diatas dapat diketahui rasio yang sangat efektif adalah tahun anggaran 2006, dan 2007. sedangkan rasio yang kurang efektif adalah tahun anggaran 2003, 2004, dan 2005 jika dibandingkan dengan rasio efektivitas rata-ratanya.
Tabel 5.1.1 Efektivitas BBNKB Provinsi D.I.Y Tahun 2003-2007 Tahun
Realisasi
Target BBNKB
BBNKB
Efektivitas
Keterangan
(%)
2003
108.535.003.850 99.863.974.000
108,68
Sangat efektif
2004
145.802.143.700 121.000.000.000
120,49
Sangat efektif
2005
154.710.634.950 164.757.718.700
93,90
efektif
2006
115.562.647.250 103.867.319.000
111,25
Sangat efektif
2007
121.387.003.000 115.544.692.150
105,05
Sangat efektif
Rata-rata
107,87
Sumber (data diolah) :BPKD D.I.Y
Berdasarkan hasil perhitungan tabel diatas dapat diketahui tingkat efektivitas Bea Balik Nama kendaraan Bermotor di provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta berkisar antara 93,90% - 11,25% dengan rata-rata efektivitasnya 107,87%. Pada tahun 2003 rasio efektivitasnya sebesar 108,68% berarti lebih tinggi dari rata-rata efektivitasnya sebesar 0,81%.Tahun 2004 rasio efektivitas sebesar 120,49% berarti lebih tinggi dari rasio rata-rata efektivitasnya sebesar 12,62% dan lebih besar dari rasio efektivitas tahun sebelumnya sebesar 11,81% ini disebabkan adanya kesadaran dari pihak wajib pajak untuk membayar biaya
76
bea balik nama kendaraan bermotor.tahun 2005 rasio efektivitas sebesar 93,90% berarti terjadi penurunan efektivitas sebesar 26,59% dari tahun sebelumya sedangkan dibandingkan dengan rata-rata efektivitasnya juga terjadi penurunan sebesar 13,97%. Pada tahun 2006 rasio efektivitasnya sebesar 111,25% berarti terjadi kenaikan dari efektivitas tahun sebelumnya sebesar 17,35% dan lebih tinggi dari efektivitas rata-rata sebesar 3,38%, kenaikan ini dapat disebabkan adanya pembayaran tunggakan BBNKB pada tahun sebelumnya yang semakin meningkatkan penerimaan BBNKB.pada tahun 2007 rasio efektivitas sebesar 105,05% berarti terjadi penurunan dari rasio efektivitas tahun sebelumnya sebesar 6,2% dan dibandingkan dengan rasio efektivitas rata-ratanya lebih rendah sebesar 2,82%. Dari perhitungan kelima tahun anggaran diatas dapat diketahui bahwa rasio yang paling sangat efektif adalah tahun anggaran 2003, 2004, dan 2006. sedangkan yang kurang efektif adalah tahun 2005 dan 2007 jika dibandingkan dengan rasio efektivitas rata-ratanya. Usaha yang dapat dilakukan pihak BPKD D.I.Yogyakarta dalam upaya peningkatan penerimaan PKB dan BBNKB adalah dengan melakukan pendataan
(peremajaan)
jumlah
kendaraan
bermotor
yang
ada,
dan
meningkatkan pelayanan dan menindak tegas wajib pajak yang tidak memenuhi kewajibannya.
77
5.1.2 Analisis Efisiensi Efisiensi menunjukkan keberhasilan dari segi besarnya biaya yang dikeluarkan untuk mencapai hasil yang ditargetkan. Semakin kecil biaya pemungutan PKB & BBNKB maka yang dikeluarkan semakin efisien pula pemungutan PKB& BBNKB. Biaya pemungutan yang dimaksud adalah biaya yang dikeluarkan oleh BPKD provinsi DIY dalam rangka pemungutan pajak PKB & BBNKB. Menurut (Devas,1989) perhitungan Efisiensi dinilai sangat efisiensi apabila prosentasenya yang dicapai kurang dari 20%, sedangkan untuk prosentase antara 20%-85% dinilai efisien, diatas 85% berarti tidak efisien. Dengan demikian semakin kecilnya prosentase berarti semakin baik. Rumus Efisiensi adalah (Nick Devas, 1989) Rasio Efisiensi =
Biaya pemungutan PKB BBNKB x 100% Realisasi penerimaan PKB BBNKB
78
Tabel 5.1.2 Efisiensi PKB dan BBNKB Provinsi DIY Tahun 2003-2007 Tahun
Biaya Pemungutan
Realisasi PKB
Efisiensi
PKB
BBKB
(%)
keterangan
2003
16.068.779.943.00
196.369.672.050 8,18
Sangat efisien
2004
27.422.131.398.75
202.852.356.205 13,5
Sangat efisien
2005
28.806.873.405.00
305.002.463.855 9,44
Sangat efisien
2006
29.608779.943.00
286.670.332.650 10,3
Sangat efisien
2007
28.785.999.440.00
335.501.159.000 8,58
Sangat efisien
Rata-rata
10,0
Sumber (data diolah): BPKD D.I.Y)
Berdasarkan hasil perhitungan pada tabel diatas dapat dilihat bahwa tingkat efisiensi pemungutan PKB dan BBNKB di propinsi DIY berkisar antara 8,18-13,5% dengan tingkat rata-rata 10 %. Efisiensi pemungutan PKB dan BBNKB dari 2003-2007 sangat efisien karena prosentasenya kecil, hal ini menunjukkan bahwa pemerintah provinsi DIY, khususnya BPKD sudah dapat menekan biaya pemungutan PKB dan BBNKB, meskipun jumlah biaya pungut dalam tabel diatas selalu meningkat tetapi kenaikannya tidak sebanding dengan atau lebih kecil dari total kenaikan PKB dan BBNKB. Pada tahun 2003 rasio efisiensi sebesar 8,18% dengan biaya pemungutan sebesar Rp.16.068.779.943.00 dan realisasi penerimaan PKB dan BBNKB sebesar Rp.196.369.672.050.00, kemudian pada tahun 2004 prosentase
79
efisiensinya
sebesar
13,5%
dengan
biaya
pemungutan
sebesar
Rp.27.422.131.398.75 dengan realisasi penerimaan PKB BBNKB sebesar Rp. 202.852.356.205.00 berarti terjadi kenaikan biaya pemungutan sebesar 5,32% dari tahun sebelumnya. Tahun 2005 rasio efisiensinya sebesar 9,44% dengan biaya pemungutan sebesar Rp.28.806.873.405.00 sedangkan realisasi poenerimaan PKB BBNKB sebesar Rp.305.002.463.855.00 berarti terjadi penurunan biaya pemungutan sebesar 4,06% dari tahun 2004 tetapi terjadi kenaikan realisasi penerimaan PKB BBNKB, kemudian tahun 2006 rasio efisiensinya
sebesar
10,3%
Rp.29.608.779.943.00
dengan
dengan
biaya
realisasi
pemungutan penerimaan
sebesar sebesar
Rp.286.670.332.650.00 berarti terjadi kenaikan biaya pemungutan sebesar 0,86% dari tahun 2005, sedangkan tahun 2007 rasio efisiensi sebesar 8,58% dengan biaya pemungutan sebesar Rp.28.785.999.440.00 dengan realisasi penerimaan PKB BBNKB sebesar Rp.335.501.159.000.00 berarti terjadi penurunan biaya pemungutan sebesar 1,72% dari tahun 2006 berarti BPKD sudah menekan biaya pemungutan PKB dan BBNKB meskipun jumlah biaya pemungutan berfluktuasi dari tahun ke tahun. 5.1.3 Analisis Kontribusi Alat analisis ini merupakan suatu ukuran untuk mengetahui seberapa besar sumbangan pajak daerah dalam meningkatkan pendapatan asli daerah. (Halim,2002). Kontribusi digunakan untuk mengetahui sejauh mana pajak daerah memberikan sumbangan dalam penerimaan PAD. Dalam mengetahui
80
kontribusi dilakukan dengan membandingkan penerimaan pajak daerah periode tertentu dengan penerimaan PAD periode tertentu pula. Semakin besar hasilnya berarti semakin besar pula peranan pajak daerah terhadap PAD, begitu pula sebaliknya jika hasil perbandingannya terlalu kecil berarti peranan pajak daerah terhadap PAD juga kecil. Perhitungan kontribusi dengan rumus : Rasio Kontribusi =
∑ Realisasi penerimaan PKB BBNKB th n x 100% ∑ Realisasi penerimaan PAD th n
Tabel 5.1.3 Kontribusi PKB Terhadap PAD di Provinsi DIY Tahun 2003-2007 Realisasi Penerimaan PAD (Rp)
Kontribusi (%)
2003
Realisasi penerimaan PKB (Rp) 108.535.003.800
272.129.778.875,53
39,88
2004
145.802.143.700
347.404.225.165
2005
154.710.634.950
401.912.337.894,18
38,49
2006
115.562.647.250
436.500.656.107,92
26,47
2007
121.387.003.000
480.181.759.199,50
25,27
Tahun
Rata-rata
41,96
34,41
Sumber (data diolah): BPKD provinsi D.I.Y
81
Tabel 5.1.3 Kontribusi BBNKB Terhadap PAD di Provinsi DIY Tahun 2003-2007 Tahun
Realisasi penerimaan BBNKB (Rp)
Realisasi Penerimaan PAD (Rp)
Kontribusi (%)
2003
87.824.668.250
272.129.778.875,53
32,27
2004
117.050.212.525
347.404.225.165,00
33,69
2005
149.291828.905
401.912.337.894,18
37,14
2006
171.107.685.400
436.500.656.107,92
39,13
2007
214.124.156.000
480.181.759.199,50
44,59
Rata-rata
37,36
Sumber (data diolah): BPKD Provinsi D.I.Y
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa peranan PKB dan BBNKB sebagai berikut: 1. Dari perhitungan tabel PKB dapat diketahui peranan PKB berkisar antara 25.27% - 41,96% dengan rata-rata sumbangannya sebesar 34,41% terhadap PAD di provinsi D.I.Yogyakarta yang berarti relatif besar dibandingkan dengan peranan pajak daerah lainnya (seperti pajak bahan bakar kendaraan bermotor dan pajak pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah) Terhadap PAD. Tetapi pada tahun anggaran 2006 dan 2007 mengalami penurunan yang sangat drastis dari tahun sebelumnya yaitu masing-masing pada tahun 2006 sebesar 26,47% dan tahun 2007 sebesar 25,27% berarti terjadi penurunan dari tahun sebelumnya sebesar 1,2%, penurunan yang sangat drastis ini disebabkan karena kenaikan total PKB tidak sebanding dengan kenaikan Pendapatan Asli Daerah (PAD) pada tahun tersebut.
82
peranan terbesar diberikan pada tahun 2005 sebesar 41,96% dan peranan terkecil pada tahun anggaran 2007 yaitu hanya sebesar 25,27%, dan untuk itu pihak BPKD harus lebih berusaha meningkatkan penerimaan PKB agar sumbangannya terhadap PAD semakin meningkat. 2. Dari perhitungan tabel BBNKB dapat diketahui bahwa peranan BBNKB berkisar antara 32,27% - 44,59% dengan rata-rata sebesar 37,36% terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) di provinsi D.I.Yogyakarta yang berarti lebih relatif besar dibandingkan dengan peranan pajak kendaraan bermotor terhadap Pendapatan asli daerah dan terus mengalami peningkatan dari tahun anggaran 2003-2007, kenaikan ini disebabkan dengan bertambahnya jumlah kendaraan bermotor baik dari dalam daerah maupun dari luar daerah untuk mengurus bea balik nama kendaraan bermotor dan meningkatnya kesadaran wajib pajak untuk membayar pajak kendaraannya. Pada tahun 2003 kontribusi yang diberikan BBNKB sebesar 32,27%, tahun 2004 sebesar 33,69% berarti terjadi peningkatan dari tahun sebelumnya sebesar 1,42% pada tahun 2005 kontribusi yang diberikan BBNKB sebesar 37,14 berarti terjadi peningkatan sebesar 3,45%, tahun 2006 kontribusi BBNKB sebesar 39,13% berarti terjadi peningkatan dari tahun sebelumnya sebesar 1,99% dan pada tahun 2007 kontribusi yang diberikan BBNKB mencapai sebesar 44.59% hal ini menunjukkan bahwa kesadaran wajib pajak untuk membayar pajak bea balik nama kendaraannya meningkat begitu juga upaya dan pelayanan yang diberikan oleh pihak Badan Pengelolaan Keuangan
83
Daerah (BPKD) kepada wajib pajak sangat berperan dalam meningkatkan Pendapatan asli Daerah. Kontribusi yang tertinggi diberikan pada tahun 2007 sebesar 44,59% yang lebih tinggi dibandingkan dengan rasio kontribusi rata-ratanya sebesar 7,23%, dan kontribusi terendah diberikan pada tahun 2003 yaitu sebesar 32,27% yang lebih rendah dibandingkan dengan rasio kontribusi rata-ratanya sebesar 5,09%.
5.2
Analisis Data dengan Metode Kualitatif Analisis SWOT adalah suatu analisa yang dilakukan untuk mengetahui kuunggulan (Stregth), kelemahan (weakness), peluang (opportunities) yang dapat dimanfaatkan, dan ancaman (threats) dalam usaha menghimpun penerimaan Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor. Tujuan analisis SWOT adalah untuk mengetahui dan melakukan pembenahan sistem administrasi pemungutan PKB dan BBNKB agar lebih efektif dan efisien. Analisis SWOT PKB dan BBNKB dipropinsi DIY: 1. Keunggulan (Stregth) a) Penerimaan pajak kendaraan bermotor sangat besar bahkan mendominasi PAD di propinsi DIY sehingga PKB dan BBNKB merupakan suatu sumber penerimaan yang menonjol dalam meningkatkan penerimaan daerah.
84
b) Pemungutannya dilakukan pada setiap kabupaten sehingga mempermudah wajib pajak dalam pembayaran pajak. c) Adanya pembagian tugas kerja karyawan yang jelas dan terstruktur. 2. Kelemahan (Weakness) a) Kendaraan
bermotor
merupakan
barang
bergerak
yang
kepemilikannya dapat berpindah tangan secara cepat sehingga sangat berpengaruh terhadap upaya penagihannya. Selain itu banyak kendaraan bermotor yang digunakan diwilayah DIY tetapi pembayaran pajaknya di daerah lain karena kendaraan bermotor tersebut masih berplat nomor daerah lain. b) Prosedur pemungutan PKB dan BBNKB masih terlalu panjang dirasakan karena harus melalui loket-loket dengan persyaratan tertentu. c) Kurangnya kesadaran aparat pajak dalam memberikan pelayanan terbaik kepada wajib pajak, ini terbukti banyaknya keluhan mengenai penyelesaian pajak dan plat nomor pengurusan surat pajaknya. d) Rendahnya kesadaran masyarakat untuk membayar pajak kendaraan bermotornya.
85
3. Peluang (Opportunities) a)
Semakin meningkatnya jumlah kendaraan bermotor maka peluang meningkatkan penerimaan PKB dan BBNKB sangat besar
secara
ekonomis,
hal
tersebut
akan
merangsang
pertumbuhan ekonomi melalui mobilitas dan pertukaran barang dan jasa yang lebih tinngi antar daerah serta munculnya usaha jasa transportasi perbengkelan dan jual beli kendaraan bermotor. b) Pemungutan PKB dan BBNKB yang dilakukan selama ini masih banyak kekurangan, tetapi pihak BPKD dan petugas yang terkait perlu lebih mengintensifkan penagihan kepada wajib pajak antara lain melalui usaha tertib lalu lintas. c) Meningkatkan pelayanan kepada wajib pajak. d) Mengikuti perkembangan teknologi di bidang perpajakan. 4. Ancaman (Threaths) a) Sering terjadi pergantian kepemilikan kendaraan bermotor tanpa diikuti langsung proses mengatasnamakan kepemilikan kedalam namanya sendiri, hal ini dapat mengurangi penerimaan PKB dan BBNKB karena pembayaran pajaknya masih di daerah asal kendaraan bermotor tersebut. b) Karena panjangnya birokrasi pembayaran pajak kendaraan bermotor maka banyak pemilik kendaraan bermotor yang menyerahkan kepengurusannya kepada pihak lain atau biro jasa.
86
Adanya biro-biro jasa tersebut dapat mengakibatkan kolusi antara oknum pegawai dengan berbagai biro yang dimaksud. Apabila biro jasa yang ada tersebut masih bersifat informal atau individual (lebih berfungsi atau berperan sebagai calo), maka kolusi antara calo dan orang dalam sangat mungkin. Hal ini dapat menyebabkann menurunnya jumlah penerimaan pajak daerah.
87
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
Bedasarkan hasil analisis data didepan dapat disampaikan beberapa kesimpulan dan saran-saran yang dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi pemerintah daerah khususnya Badan Pengelolaan Keuangan daerah (BPKD) dalam membuat kebijakan-kebijakan dalam hal upaya dan usaha untuk meningkatkan Pendapatan asli Daerah (PAD) yang bersumber dari Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB).
6.1
Kesimpulan Dari hasil analisis data yang telah dilakukan, maka penulis mengambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Dilihat dari jenis-jenis penerimaan PAD nya, pos pajak daerah merupakan pos yang memberikan kontribusi yang paling besar bagi Pendapatan Asli daerah (PAD), khususnya pada PKB dan BBNKB. a.
Analisis data perhitungan tingkat efektivitas PKB dan BBNKB di propinsi DIY mengalami kenaikan dari tahun ke tahun dapat dilihat bahwa PKB yang paling tinggi tingkat efektivitasnya tahun 2007 sebesar 124,98 dan tingkat yang paling rendah tahun 2003 sebesar 104,99% berarti dapat dikategorikan Pajak Kendaraan Bermotor sangat efektif.
88
Sedangkan BBNKB yang paling tinggi tingkat efektivitasnya pada tahun 2004 sebesar 120,49% dan tingkat efektivitas rendah pada tahun 2005 sebesar 93,90% berarti dapat dikategorikan pajak Bea Balik Nama kendaraan Bermotor sangat efektif. b.
Dari hasil penelitian dan pembahasan mengenai tingkat analisis efisiensi PKB dan BBNKB dari tahun 2003-2007 bahwa tingkat efisiensi PKB dan BBNKB yang sangat efisien pada tahun 2003 yaitu sebesar 8,18% sedangkan PKB dan BBNKB yang kurang efisien terdapat pada tahun 2004 yaitu sebesar 13,5% berarti tingkat efisiensi PKB dan BBNKB dapat dikategorikan sangat efisien.
c.
Dari hasil analisis kontribusi PKB dan BBBKB di provinsi D.I.Yogyakarta mengalami kenaikan dan penurunan dari tahun 2003 – 2007. kontribusi PKB yaitu berkisar antara 25,27% - 41,96% dengan rata-rata 34,41%. Kontribusi yang terbesar diberikan pada tahun 2004 sebesar 41,96% dan kontribusi terendah diberikan pada tahun 2007 sebesar 25,27% . Sedangkan kontribusi BBNKB berkisar antara 32,27% - 44,59% dengan rata-rata sebesar 37,36%, kontribusi yang terbesar diberikan pada tahun 2007 sebesar 44,59% dan kontribusi terndah diberikan pada tahun 2003 sebesar 32,27%. Dengan demikian angkaangka diatas dapat menunjukkan bahwa kontribusi terbesar terhada Pendapatan asli Daerah di Provinsi D.I.Yogyakarta diberikan oleh Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor.
89
2. Dari hasil analisis SWOT mekanisme pemungutan PKB dan BBNKB Provinsi D.I.Y yang dilakukan oleh BPKD memiliki kekuatan dan peluang serta kelemahan dan ancaman. a. Kekuatannya yaitu adanya pemungutan yang dilakukan pada setiap kabupaten sehingga mempermudah wajib pajak dalam pembayaran pajak, dan adanya pembagian kerja yang jelas. b. Peluang yang ada diantaranya yaitu Semakin meningkatnya jumlah kendaraan bermotor maka peluang meningkatkan penerimaan PKB dan BBNKB sangat besar, meningkatkan mutu pelayanan kepada wajib pajak, dan lebih mengintensifkan penagihan kepada wajib pajak antara lain melalui usaha tertib lalu lintas, serta mengikuti perkembangan teknologi di bidang perpajakan. c. Kelemahannya antara lain kurangnya kesadaran masyarakat dalam memenuhi
kewajibannya
untuk
membayar
pajak,
Prosedur
pemungutan PKB dan BBNKB masih terlalu panjang dirasakan karena harus melalui loket-loket dengan persyaratan tertentu, dan Kurangnya kesadaran aparat pajak dalam memberikan pelayanan terbaik kepada wajib pajak, ini terbukti banyaknya keluhan mengenai penyelesaian pajak dan plat nomor pengurusan surat pajaknya. d. Ancamannya antara lain Sering terjadi pergantian kepemilikan kendaraan bermotor tanpa diikuti langsung proses mengatasnamakan
90
kepemilikan kedalam namanya sendiri, dan panjangnya birokrasi pembayaran pajak kendaraan bermotor maka banyak pemilik kendaraan bermotor yang menyerahkan kepengurusannya kepada pihak lain atau biro jasa. Adanya biro-biro jasa tersebut dapat mengakibatkan kolusi antara oknum pegawai dengan berbagai biro yang dimaksud.
6.2
Keterbatasan Pada penelitian ini penulis menemukan keterbatasan yang ada pada BPKD Provinsi D.I.Yogyakarta yaitu : 1. Penelitian ini hanya memberikan gambaran secara umum tentang efektivitas dan efisiensi , serta kontribusi PKB dan BBNKB terhadap PAD, dan tidak memberikan penjelasan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi terjadi kenaikan dan penurunan nilai data-data yang ada. Karena pengambilan data sangat dibatasi oleh pihak Badan pengelolaan Keuangan Daerah (BPKD). 2. Tidak adanya ketentuan yang jelas untuk menentukan target penerimaan PKB dan BBNKB. Selama ini penentuan target hanya berdasarkan hasil penelitian dilapangan yang dilakukan oleh petugas pemungut pajak PKB dan BBNKB dalam hal ini pihak BPKD.
91
6.3
Saran Agar upaya meningkatkan PKB dan BBNKB yang dicapai dapat maksimal yang selanjutnya akan mempengaruhi perananya terhadap Pendapat Asli Daerah, maka beberapa hal yang harus diperhatikan antara lain : 1. Hendaknya pihak BPKD mempertahankan tingkat efisiensi yang telah dicapai, tetapi untuk lebih meningkatkan efisiensi pemungutan PKB dan BBNKB dapat dilakukan dengan cara menekan pengeluaran yang tidak begitu penting dan mengadakan penataan administrasi guna menyempurnakan administrasi yang dipakai selama ini. 2. Meskipun mengalami fluktuasi tetapi tingkat efektivitas yang telah dicapai sudah dapat dikategorikan sangat efektif karena tingkat pencapaiannya diatas 100%, pihak BPKD harus mempertahankan tingkat efektivitas tersebut dan sedapat mungkin ditingkatkan dengan pendekatan dan penyuluhan terhadap wajib pajak agar mempunyai kesadaran untuk membayar pajak tepat waktu sehingga tunggakantunggakan pemabayaran yang selama ini terjadi berkurang, yang secara langsung dapat meningkatkan realisasi penerimaan PKB dan BBNKB. 3. Untuk melaksanakan evaluasi terhadap efisiensi pemungutan PKB dan BBNKB alangkah sebaiknya jika dilakukan upaya-upaya sebagai berikut:
92
a. Biaya pemungutan untuk Pajak Kendaraan Bermotor dan untuk biaya pemungutan Bea Balik Nama kendaraan Bermotor sebaiknya ada pemisahan. b. Menggunakan tenaga kerja yang terlatih sehingga mengurangi penggunaan dana operasional yang terbuang yang tidak efisien. 4. Pihak BPKD perlu bekerja sama dengan pihak kepolisian untuk menertibkan wajib pajak dengan mengadakan razia atau operasi zebra sehingga dapat mengetahui dan menindak tegas para wajib pajak yang belum menunaikan kewajibannya.
93
DAFTAR PUSTAKA
Devas Nick, dkk, Keuangan pemerintah Daerah Indonesia, UI Press, Jakarta, 1989. Halim, Abdul, Akuntansi keuangan daerah, edisi Revisi, Salemba Empat, Jakarta 2004. Mardiasmo, perpajakan, edisi revisi, andi, Yogyakarta, 2003. , Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah Serial Otonomi Daerah, Andi, Yogyakarta, 2004. Republik Indonesia, Undang-undang No. 34 tahun 2000, Tentang Pajak dan retribusi Daerah. , Undang-undang No. 22 tahun 1999, Tentang Pemerintahan Daerah. Peraturan Daerah, Perda Provinsi D.I.Yogyakarta No. 1 tahun 2002 Tentang Pajak Daerah. , Perda Provinsi D.I. Yogyakarta No. 2 tahun 2007 tentang perubahan atas peraturan daerah provinsi D.I.Y No. 1 tahun 2002 Tentang Pajak daerah. Irmayana Maria, 2006 Kontribusi Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor Dalam Upaya Peningkatan PAD (Studi kasus pada Dispenda provinsi NTT), Skripsi SI UTY Yogyakarta (Tidak Dipublikasikan)
Kata kunci : Pajak dan Bea
94