67| Jurnal Sains Psikologi, Jilid 2, Nomor 2 November 2012 hlm 67-81 ANALISIS WACANA PADA MEDIA INTERNET TERHADAP OPTIMISME DAN HARAPAN TENTANG MASA DEPAN INDONESIA *Tutut Chusniyah **Ardiningtias Pitaloka *) Universitas Negeri Malang
[email protected] **) Universitas YARSI
[email protected] Naskah ini ini telah dipresentasikan pada Internasional Conference of Social Representation di Bali, 31 Juni – 5 Juli, 2008. Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan optimisme dan harapan tentang masa depan Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan analisa wacana terhadap fokus penelitian. Fokus penelitian ini adalah bagaimana wacana dari pendapat subjek yang mengandung optimisme dan harapan berkaitan dengan isu-isu sosial, ekonomi dan politik yang terjadi pada Oktober 2007 sampai Januari 2008. Data diperoleh dari 2 kelompok mailing list (forum pembaca kompas dan media care), yang dipilih secara random. Subjek adalah 50 pendapat (posting yang diambil dari sejumlah orang) tertulis. Hasil penelitian menunjukkan keyakinan akan masa depan Indonesia didasarkan pada optimisme, bukan pada harapan. Kuatnya optimisme pada masyarakat Indonesia sangat ditopang oleh agama. Orang-orang yang optimis, berbagi ide-ide optimis, pendapat menganalisis isu-isu sosial, ekonomi dan politik. Optimisme itu bukan suatu harapan. Harapan masyarakat yang lemah, dengan tiadanya/ kurang jelasnya pathway untuk mencapai tujuan, menyebabkan banyak persoalan dalam masyarakat tidak dapat diselesaikan. Kata-kata kunci: optimisme, harapan, Indonesia. Runtuhnya rezim Orde Baru yang dipimpin oleh Presiden Suharto pada tahun 1998, setelah berkuasa selama 33 tahun, yang diiringi dengan gelombang
kekerasan, ternyata tidak mampu menyelesaikan persoalan besar bangsa. Harapan akan sebuah perubahan dan perbaikan masa depan, masih jadi mimpi indah
Tutut Chusniyah& Ardiningtias Pitaloka, Analisis Wacana pada Media Internet terhadap Optimisme dan Harapan tentang Masa Depan Indonesia | 68 yang senantiasa membayangi kehidupan keseharian masyarakat Indonesia. Kehidupan yang damai dan aman, keadilan dan kesejahteraan masih jauh dari harapan. Harapan seharusnya dapat menjadi modal sosial bangsa saat ini, yang dinamikanya melahirkan psikologi harapan dan wajib dielaborasi agar menjadi modal sosial yang produktif, bukan menjadi kontraproduktif (Tjahjono, 2008). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Indonesia Media Law & Policy Centre (IMPLC) bersama dengan koalisi media di 19 kota yang diteliti, sejak bulan Mei hingga September 2004, menunjukkan bahwa harapan masyarakat yang paling tinggi adalah di bidang penegakan hukum. Selanjutnya adalah penanganan masalah ekonomi, pendidikan, politik dan keamanan, perusahaan dan ketenagakerjaan, kesejahteraan sosial, kesehatan, pertanian, pertahanan, pelayanan publik, pelayanan sosial, industri dan konflik sosial. Namun pada kenyataannya, hukum masih belum memihak kepada rakyat kecil yang mencari keadilan. Praktik jual-beli perkara masih tetap marak, demikian juga praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Pelaku korupsi yang sempat diseret ke pengadilan hanya mendapatkan hukuman yang minim, padahal penegakan hukum selama ini diharapkan dapat menjadi ujung tombak reformasi untuk memutus mata rantai pejabat orde baru yang ditenggarai banyak melakukan tindak pelanggaran. Selain hal itu, penanganan ekonomi tidak efektif dan semakin banyak orang yang kehilangan pekerjaan dan menjadi miskin. Pendidi-
kan semakin tak terjangkau dan angka putus sekolah semakin membesar. Banyak rakyat yang tidak memiliki akses terhadap layanan kesehatan dan pelayanan publik yang tidak cukup baik, serta konflik sosial masih kerap terjadi. Jadi, masih adakah harapan pada masyarakat Indonesia? Apakah masyarakat masih memiliki optimisme terhadap masa depan bangsa ini? Psikologi harapan mengartikan harapan dan optimisme sebagai sebuah mood atau sikap yang berhubungan dengan ekspektasi terhadap keadaan sosial ataupun material yang terjadi di masa mendatang (Grant & Higgins, 2003). Seligman (1991) mendefinisikan optimisme sebagai sebuah gaya tertentu dalam merespon kejadian-kejadian yang negatif dalam hidup. Selanjutnya Peterson dan Seligman (2004), menjelaskan bahwa harapan dan optimisme sebagai semua yang terkait dengan tingkah laku yang diarahkan untuk memperoleh hasil yang diharapkan. Jadi, harapan dan optimisme merujuk pada kepercayaan (belief), bahwa pada masa datang kejadian yang baik dan yang berhubungan dengan perasaan positif akan lebih sering terjadi daripada kejadian yang buruk dan yang berhubungan dengan perasaan negatif. Banyak penelitian menunjukkan bahwa optimisme mempengaruhi intensitas dan mengarahkan tindakan kita ke tujuan (Seligman, 1991; Snyder, 1996). Optimisme juga terbukti memprediksikan well-being fisik dan psikologis, yang mempengaruhi perasaan yang nyaman tentang diri sendiri, penerimaan diri (self acceptance), pertumbuhan dan otono-
69| Jurnal Sains Psikologi, Jilid 2, Nomor 2 November 2012 hlm 67-81 mi pribadi, pemulihan yang cepat dari sakit, juga mempengaruhi coping style termasuk perasaan positif dan kepuasan tentang diri dan situasi seseorang yang lebih baik. Dari berbagai penelitian itu, disimpulkan bahwa optimisme lebih diinginkan daripada pesimisme. Diasumsikan bahwa optimisme itu baik sedang pesimisme itu buruk, sehingga pendidik, konsultan publik, terapis dan orang tua akan melakukan segala cara yang dapat mendorong munculnya optimisme (Chang, 2001). Mereka juga memberikan motivasi yang mendorong anak untuk menumbuhkan optimisme dan mengurangi pesimisme (Seligman dkk., 1995), dengan melakukan serangkaian intervensi berjangka pendek maupun yang berjangka panjang sehingga dapat menumbuhkan sikap optimisme pada diri anak. Berbagai persoalan sosial, politik dan ekonomi yang mendera kehidupan masyarakat Indonesia, sangat memungkinkan terjadinya asumsi yang berupa penyederhanaan dari kondisi sesungguhnya. Penyederhanaan ini sepintas akan terlihat sangat logis mengingat banyaknya persoalan akan memberi dampak psikologi yang negatif, dalam hal ini adalah pesimis daripada optimis atau memiliki harapan. Internet menjadi media komunikasi yang berpotensi mempengaruhi kondisi psikologis masyarakat Indonesia, terutama dalam konteks optimisme dan harapan. Melalui media itu, masyarakat bisa saling berkomunikasi tentang berbagai masalah sosial, ekonomi dan politik. Sehingga bukan tidak mungkin, masyarakat dengan kemam-
puan mengakses teknologi informasi/ internet ternyata memiliki optimisme tinggi dan harapan yang rasional. Mempertimbangkan pentingnya data psikologis masyarakat Indonesia untuk turut memberikan arah bagi berbagai upaya menuju kemajuan bangsa, maka penelitian ini menjadi penting untuk dilakukan. Semakin banyak data psikologis yang tergali dan terkumpul secara sistematik dan empirik, semakin terarah dan efektif usaha dalam memajukan bangsa ini di masa mendatang. Hasil penelitian ini memberikan manfaat teoretik dan praktis. Manfaat teoretiknya, adalah adanya diskusi tentang teori psikologi harapan, studi psikologi harapan pada masyarakat dengan budaya timurnya bagaimana budaya mempengaruhi gaya respon terhadap kejadian sosial yang buruk mempengaruhi harapan dan optimisme masyarakat Indonesia Manfaat praktisnya adalah bahwa hasil penelitian dapat digunakan oleh pendidik, konsultan publik, pembuat kebijakan, terapis dan orang tua untuk melakukan intervensi yang dapat mendorong munculnya optimisme dan harapan pada anak dan masyarakat. Cepatnya perubahan situasi sosial dan politik di Indonesia khususnya sejak tahun 1998, serta keadaan yang belum menunjukkan kemajuan seperti yang diharapkan ketika peristiwa pergantian kepemimpinan nasional yang dramatis di tahun 1998. Kondisi tersebut cenderung terlihat tidak kondusif dan mendorong tumbuhnya harapan dan optimisme. Sementara banyak studi telah menunjukkan bahwa optimisme memiliki andil dalam mempengaruhi arah dan intensitas orang
Tutut Chusniyah& Ardiningtias Pitaloka, Analisis Wacana pada Media Internet terhadap Optimisme dan Harapan tentang Masa Depan Indonesia | 70 dalam melakukan suatu tindakan hingga tercapainya tujuan di depan. Keyakinan akan masa depan merupakan respon psikologis dalam mengantisipasi perubahan yang terjadi dalam kehidupan sosial dan politik. Studi ini fokus pada harapan tentang kehidupan sosial di Indonesia, mempertimbangkan cepatnya perubahan sosial politik sejak tahun 1998. Maka, penelitian ini menggali; 1. Bagaimana harapan dan optimisme masyarakat Indonesia terhadap masa depan bangsanya? 2. Adakah optimisme terhadap masa depan Indonesia yang lebih baik? 3. Adakah harapan untuk merubah masa depan Indonesia menjadi lebih baik? PSIKOLOGI OPTIMISME Optimisme sebagai konstruk kognitif terdiri dari keyakinan umum atas hasil positif berdasarkan perkiraan rasional dari kecenderungan seseorang untuk meraih kesuksesan dan keyakinan akan kemampuan seseorang untuk meraihnya (Chang, 2001). Penelitian optimisme memberikan keuntungan yang sangat besar, karena mampu memprediksikan hal-hal positif dalam cakupan yang sangat luas. Misalnya Chang (1998) menemukan bahwa pesimisme di antara mahasiswa mempunyai korelasi dengan simptom fisik, namun tidak dengan optimisme. Chang dkk. (1997) juga menemukan bahwa pesimisme memiliki korelasi dengan simtom disforik, namun tidak demikian dengan optimisme. Sedangkan Schulz dkk. (dalam Snyder, 1998) menemukan bahwa meskipun optimisme tidak memiliki hubungan
dengan usaha bertahan hidup pasien kanker, namun di sisi lain, pesimisme memiliki hubungan dengan kematian yang lebih cepat. Raikkonen dkk. (dalam Snyder, 1998) menemukan bahwa orang dewasa yang pesimis (sebagaimana juga mereka yang cenderung pencemas), memiliki tekanan darah lebih tinggi dan mood negatif dibandingkan mereka yang optimis. Meskipun orang optimis sedang dalam mood negatif, tekanan darah mereka tidak setinggi orang dewasa yang pesimis. Optimisme dan pesimisme juga dipengaruhi oleh pada konteks agama. Pengaruh agama terhadap kehidupan sehari-hari individu sangat besar. Harapan yang diberikan oleh agama dan peribadatan agama berpengaruh secara signifikan terhadap optimisme individu. Individu yang keyakinan keagamaannya lebih kuat akan lebih optimis (Sethi & Seligman, 1993). PSIKOLOGI HARAPAN Meski banyak orang berpikir bahwa menjadi optimis berarti juga memiliki harapan, namun sebenarnya kedua konsep ini memiliki makna berbeda. Model kognitif dalam konsep harapan, menjelaskan harapan sebagai seperangkat kognitif (proses berpikir positif) yang ditujukan guna mencapai suatu tujuan (Snyder, 2000). Pada bagian berikut akan dijelaskan lebih terperinci tentang psikologi harapan, namun sebelumnya dijelaskan terlebih dahulu hubungan perasaan poitif, prestasi akademik dan juga penyelesaian masalah. Harapan terkait dengan meningkatnya perasaan yang terjadi pada peng
71| Jurnal Sains Psikologi, Jilid 2, Nomor 2 November 2012 hlm 67-81 hargaan diri sendiri pada anak-anak dan juga orang dewasa (Snyder dkk., 1996), berkorelasi dengan tingkat depresi yang lebih rendah pada anak-anak (Snyder dkk., 1997). Anak-anak yang memiliki tingkat harapan yang tinggi, cenderung memiliki atribusi internal yang stabil dan positif terhadap kejadian positif maupun negatif (Snyder dkk, 1997). Harapan juga berkorelasi positif dengan pencapaian prestasi pada anakanak bahkan ketika variabel penghargaan terhadap diri sendiri dikontrol (Snyder dkk., 1997). Dalam satu studi, harapan pada anak-anak terkait dengan kemampuan untuk menyelesaikan tujuan spesifik, misalnya berkorelasi positif dengan persepsi anak-anak dalam kompetensi skolastik, penerimaan sosial, kemampuan atletis dan penampilan fisik. Sebagai tambahan, pelajar yang memiliki harapan tinggi bila dibandingkan dengan yang memiliki harapan rendah menunjukkan peningkatan pencapaian akademik yang lebih baik (Snyder dkk., 1999). Harapan dipandang memiliki dua komponen yang saling berhubungan dan saling mempengaruhi secara timbal balik (Snyder dkk., 1991). Komponen pertama adalah agensi, yang merupakan persepsi bahwa tujuannya akan mampu dicapai. Agensi merupakan motivasi mental individu untuk memulai usaha dalam meraih tujuan (Snyder, 2000). Keyakinan akan keberhasilan ini, meliputi kemampuan mengoptimalisasikan energi guna mencapai keberhasilan, tidak hanya pada masa sekarang atau yang akan datang, melainkan juga adanya jejak atau pengalaman keberhasilan pada waktu sebelumnya. Komponen ke-dua adalah
pathway thinking yang merupakan kemampuan untuk mengenali dan melihat jalan dalam mencapai tujuan. Suatu rute atau jalan pikir yang mampu memberikan gambaran dan prediksi tentang cara yang akan ditempuh untuk meraih tujuan (Snyder, 2000). Menurut teori harapan, usaha untuk mencapai keberhasilan membutuhkan Willpower atau agency thinking dan Waypower atau pathways thought (Moraitou dkk., 2006). Dalam hal ini, tidak sedikit ditemui orang yang mengenali kemampuannya untuk meraih tujuan (agency), namun tidak mampu untuk membuat rencana yang efektif dan strategis (pathway) dalam mencapai tujuannya. Pada sisi lain, ada juga orang yang mampu memikirkan sejumlah cara untuk meraih tujuan namun tidak mampu untuk mengimplementasikan rencana-rencana mereka. Mereka mungkin terlihat sebagai pemimpi atau bahkan mendapatkan label pemalas. Berdasarkan pola konsep harapan ini, mereka yang hanya memiliki satu komponen dari konsep harapan di atas belum bisa disebut sebagai orang yang memiliki harapan. Snyder dan kolega (Snyder dkk., 1991) menyatakan bahwa untuk meraih kesuksesan (tujuan), kedua komponen harapan yakni agency dan pathway haruslah berfungsi. Kedua komponen ini sangat diperlukan dalam membentuk harapan, hilangnya salah satu komponen membuat harapan tidak terbentuk, hal ini bisa lebih jelas tergambar pada Gambar 1.
Tutut Chusniyah& Ardiningtias Pitaloka, Analisis Wacana pada Media Internet terhadap Optimisme dan Harapan tentang Masa Depan Indonesia | 72
Gambar 1: Fungsi feedback yang melibatkan agency dan pathway dalam teori harapan Pada Gambar 1. terlihat kecenderungan agency dan pathways (yang bisa juga dimaknai sebagai “sejarah/jejak pembelajaran”) merupakan langkah awal dalam mencapai tujuan. Langkah selanjutnya adalah penghargaan atau apresiasi terhadap hasil yang akan dicapai, proses ini secara jelas menunjukkan bahwa tujuan (goal) merupakan satu faktor yang signifikan. Proses dimulai dengan aktivitas komponen agency dan pathway yang secara berulang dan terus menerus saling berinteraksi. Artinya, kedua komponen ini secara berkelanjutan saling memberikan pengaruh satu sama lain. Terjadi proses saling mempengaruhi antara keyakinan mencapai tujuan dan persepsi adanya strategi efektif untuk meraih tujuan. Berdasarkan analisa kognitif agency dan pathway itu, individu bergerak mencapai tujuan, baik berhasil atau tidak, seperti yang terlihat pada garis arah panah tebal yang menunjuk kanan dan kiri, arah tujuan individu berkem-
bang, namun dengan kemungkinan adanya timbal balik dalam komponen penyusun utama (lihat garis panah yang menunjuk ke dua arah). Tercapai atau tidaknya tujuan, tetap terjadi proses yang merefleksikan dampak dari usaha pencapaian tujuan (lihat garis panah lebar yang bergerak dari arah kanan ke kiri). “Menyusuri” garis umpan balik ini, emosi individu juga mendapatkan tempat dalam sistem ini. Dalam teori harapan, terdapat hipotesis bahwa emosi positif merupakan hasil dari persepsi tentang keberhasilan suatu proses. Sebaliknya, emosi negatif merefleksikan terhambatnya atau kegagalan tujuan yang telah diperkirakan (dipersepsikan). Maka, dalam teori harapan ini persepsi tentang keberhasilan memiliki pengaruh terhadap emosi (Snyder dkk.,1996). Secara menyeluruh dapat dinyatakan bahwa suatu sistem yang saling terhubung dari teleologi berpikir mampu membentuk umpan balik pada tingkat yang bervariasi dalam alur proses model harapan. Melalui proses umpan balik, tingkat harapan individu akan bertahan atau berubah seiring dengan perjalanan waktu. Sementara itu, optimisme serta harapan dalam definisi Snyder dkk. (1991), terbangun dalam kerangka nilai yang terentang dari ekspektasi hingga motivasi; lebih dari itu, baik secara konseptual dan karakteristik, hal ini merefleksikan suatu harapan menyeluruh terhadap masa depan. METODE Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan analisa wacana
73| Jurnal Sains Psikologi, Jilid 2, Nomor 2 November 2012 hlm 67-81 terhadap fokus analisis. Namun tidak didesain untuk menunjukkan struktur teks pembicaraan secar linguistik dan tidak juga bertujuan untuk menjaring percakapan tentang kognisi yang mendasari wacana-wacana itu. Justru yang menjadi fokus penelitian ini adalah bagaimana wacana dari pendapat subjek yang mengandung optimisme dan harapan berkaitan dengan isu-isu sosial, ekonomi dan politik yang terjadi pada Oktober 2007 sampai Januari 2008. Data diperoleh dari 2 kelompok mailing list (forum pembaca kompas dan media care), yang dipilih secara random. Subjek adalah 50 pendapat (posting yang diambil dari sejumlah orang) tertulis dengan panjang tidak kurang dari 3 baris atau minimal 300 kata. Kedua mailing list yang dipilih merupakan mailing list yang sangat aktif, lebih dari 10 pendapat diposting setiap harinya. Mailing listnya adalah forum pembaca kompas (FPK) dengan alamat forumpembacakompas@yahoogroups. com dan mailing list media care dengan alamat
[email protected]. Harapan dan optimisme adalah keyakinan pada kejadian-kejadian baik yang berhubungan dengan perasaan positif akan lebih sering terjadi daripada kejadian-kejadian buruk yang berhubungan dengan perasaan-perasaan negatif. Individu dengan karakter kuat dalam harapan dan optimisme akan memiliki karakteristik berikut yaitu : tantangan dianggap sebagai harapan tentang masa depan, selalu melihat sisi baik dari setiap situasi dan kondisi, percaya pada apa yang dilakukan akan menjadi yang terbaik, percaya hal yang benar
pasti akan menang, selalu berharap yang terbaik, memiliki gambaran yang jelas dalam pikiran tentang apa yang diinginkan untuk masa depan, memiliki rencana, percaya akan dapat meraih tujuan yang diharapkan dan tidak pernah kalah dalam perlombaan dan kompetisi. Setelah data terkumpul, dianalisis dengan metode wacana berdasarkan teori driven (teori optimisme dan harapan) oleh Snyder (1994). Proses analisis terdiri dari: Analisis selama pengumpulan data dengan menentukan fokus penelitian, menyusun hasil temuan, merencanakan susunan data pendukung berdasarkan temuan pada penelitianpenelitian sebelumnya, mengembangkan pertanyaan analisis untuk mengumpulkan rangkaian data dan tetap pada target pengumpulan serangkaian data. Analisis setelah pengumpulan data dengan melakukan pemadatan data, memilih dan merangkai data berdasarkan fokus penelitian, penyajian data dengan merangkai dan menyusun data berdasarkan fokus penelitian, mengklasifikasi / kategorisasi data berdasarkan fokus dan verifikasi dan validasi data berdasarkan kredibilitas dan kemampunan untuk dikonfirmasi. HASIL Secara teori optimisme merupakan keyakinan umum atas hasil positif untuk meraih kesuksesan berdasarkan perkiraan rasional dan keyakinan akan kemampuan seseorang untuk meraih tujuan (Chang, 2001). Sedangkan hara
Tutut Chusniyah& Ardiningtias Pitaloka, Analisis Wacana pada Media Internet terhadap Optimisme dan Harapan tentang Masa Depan Indonesia | 74 pan merupakan persepsi terhadap jumlah kekuatan mental (agency) dan cara dalam mencapai tujuan (pathway). Agency adalah dorongan dalam pemikiran harapan. Istilah ini adalah kumpulan tujuan dan komitmen yang kita dapat gunakan untuk menggerakkan ke arah tujuan yang kita hadapi setiap saat. Pathway merefleksikan rencana/ komponen mental yang membimbing pola pikir kita gunakan untuk mendapatkan cara yang lebih efektif untuk mencapai tujuan (Snyder, 1994). Tujuan diartikan sebagai sesuatu yang ingin kita raih meliputi berbagai benda, pengalaman, keinginan atau hasil yang kita bayangkan dan ada dalam pikiran. Topik utama yang sering kali dibicarakan dan menjadi isu harian berhubungan dengan isu-isu sosial, ekonomi dan politik. Dalam lingkup yang lebih luas, topik-topik itu terdiri dari (a). Analisis kognitif (seperti pemikiran logis, perspektif, perbandingan, ketrampilan, interpretasi, dan hubungan sebab-akibat ) (b). Kejadian bersejarah (seperti pemilihan dan keberhasilan), (c). Pelayanan pemerintahan umum (seperti peraturan dan infrastruktur negeri), (d). Tokoh nasional (seperti keberhasilan pimpinan), (e). Keadilan (seperti peradilan, kesadaran dan keinginan politik), (f). Sumber-sumber daya Negara yang potensial dan (g). Agama. Berikut merupakan paparan data penelitian, yang memberikan gambaran bagaimana optimisme dan harapan masyarakat terhadap masa depan Indonesia. Para anggota dari kedua mailing list mempertahankan cara dan energi keinginan untuk mencapai tujuan dengan menyampaikan pemikiran penulis kepa-
da pembaca. Fleksibilitas menjadi salah satu karakteristik orang yang punya harapan tinggi, harapan itu dalam setiap posting di mailing list berupa saran untuk mengatasi masalah yang menjadi fokus bahasan dalam tulisannya dan disampaikan dalam berbagai situasi serta masalah yang berbeda-beda. Misalnya posting AK yang merupakan anggota dari mailing list FPK. Dia menunjukkan perhatian terhadap potensi laut di Indonesia, tidak saja masalah perbatasan dengan negara tetangga namun juga potensinya sebagai pemersatu bangsa, potensi ekonomi, pariwisata dan pertahanan negara. Optimisme muncul pada anggota mailing list yang mengusulkan cara-cara untuk mengambil tantangan sebagai keuntungan. Judul postingnya adalah pembangunan peradaban masyarakat Ocean Building Civilization, berikut kutipannya: Ke mana kita akan bawa warga negara ini? Akankah kita membiarkan mereka semua dalam bencana? jika jawabannya tidak, maka perlu menunjukkan orangorang kuat, teguh pendirian yang akan saling bekerjasama untuk membangun negara ini ke arah hubungan internasional. Maka perdamaian tidak hanya akan menjadi mimpi di bumi ini. Kenyataannya, laut tidak hanya masalah perbatasan saja, namun itu merupakan jembatan untuk persatuan, sumber daya alam khususnya ekonomi, untuk wisata petualangan, pertahanan negara serta lambang kebesaran negara. Negara yang besar adalah negara yang menguasai lautan” (pesan dari #72834 dari 81328 anggota /
[email protected]).
75| Jurnal Sains Psikologi, Jilid 2, Nomor 2 November 2012 hlm 67-81 Posting pendapat di atas menunjukkan adanya optimisme dan harapan yang berupa penilaian postif terhadap masa depan hubungan Internasional, pertahanan dan kebesaran negara yang berbasis kelautan. Penulis di atas memberikan pathway untuk mencapai tujuan dengan menguasai lautan. Posting dari A berikut juga menunjukkan adanya optimisme dan harapan dari kenyataan adanya universitas nasional yang terkenal dengan kenyataan sosial, ekonomi dan politik di Indonesia, sehingga dapat dikatakan keberadaan berbagai perguruan tinggi yang hebat-hebat itu ternyata merupakan suatu kegagalan. Ada nada sinis dari pendapat ini, namun A tahu bagaimana melihat kendala-kendala di negeri ini. Seperti kemampuannya untuk dapat melihat maksud tersembunyi dari kebijakan gandum impor, yang bertujuan untuk mengekspor produk industri mie instan. Secara umum, saya ingin mempertanyakan apa fungsi fakultas hukum yang ada di UI? Semua motor dibuat oleh Jepang lalu apa fungsi ITB? Jika semua hukum berantakan di Indonesia apa fungsi ilmu sosial di UI dan Gadjah Mada? Jika semua produk pertanian diimpor, menggunakan gandum impor untuk bisa mengekspor mie instan lalu apa tugas IPB? Saya berterima kasih karena telah belajar manajemen pertanian. Silahkan tersenyum jika kita membicarakan kondisi sekarang ini. Saya hanya berharap jika ada program yang dibuat oleh departemen pertanian, maka itu hanya akan menjadi harapan besar” (pesan dari #76663 dari 81300 . forumpembacakompas@yahoogroups. com).
Berikutnya, AH mengirim artikelnya yang berjudul selisik perhatian penerbit pada penulis. Posting ini mengambarkan adanya simpati terhadap kurangnya penghargaan penerbit pada penulis di Indonesia. Penerbit tidak menyediakan dana launching untuk setiap buku, dana hanya disediakan secara global bagi keseluruhan buku. Konsekuensinya, hanya sedikit buku yang mendapatkan promosi secara optimal. Pendapat ini memberikan semangat dan membuka jalan untuk terciptanya harapan. Seperti dukungan dan saran untuk mencari cara dengan menerbitkan buku dengan cara indi-label: Salah satu cara yang diharapkan adalah penulis mempunyai penyelenggara (event organizer) atau penerbit yang mau fokus mempromosikan buku yang ditulis secara terus-menerus. Promosi harus dirancang biayanya, harapan keuntungan dan tujuan yang ingin dicapai untuk penerbit. Namun asumsi terhadap keadilan dan kurangnya minat adalah hal yang harus dan tidak dapat dielakkan. Saya pernah mendukung penulis yang ingin menerbitkan karyanya dengan indi label. Saya katakan bahwa selama dia yakin akan rencaan buku ini ke depan pasti akan mampu melengkapi sarana yang dibutuhkan meliputi kelompok yang siap membantu. Akhirnya buku itu diterbitkan oleh penerbit besar tetapi biaya promosi sangat kecil sehingga buku itu diterbitkan saja tanpa adanya promosi / iklan dan strategi perencanaan seperti yang dia inginkan. Kenyataannya, mimpinya pun pudar. Saya masih berharap ada sesuatu yang bisa terjadi pada bukunya yang dapat menarik minat pembacar terutama ide-ide cemerlang yang lahir dari pemikirannya. Meskipun tidak dengan
Tutut Chusniyah& Ardiningtias Pitaloka, Analisis Wacana pada Media Internet terhadap Optimisme dan Harapan tentang Masa Depan Indonesia | 76 kondisi ideal, saya berharap penghargaan dapat diperbaiki dari penerbit bagi penulis paling tidak adanya kerjasama antara mereka.
Posting PR tentang kasus BLBI (Bantuan Likuidasi Bank Indonesia) yang terjadi pada saat krisis moneter tahun 1998, menggambarkan dukungan terhadap rencana instruksi presiden dalam penyelesaian masalah itu. PR mampu melihat resiko sosial yang dipengaruhi oleh ambiguitas isu dan mampu melihat keuntungan dari berbagai saran yang berasal dari elemen masyarakat yang berbeda. Dukungan dan perhatian sosial merupakan energi keinginan dan cara yang sejalan dengan kehidupan demokrasi. Posting ini juga menjadi bentuk dukungan moral dan monitor/pengawasan sosial terhadap otoritas politik. Pendapatnya berjudul instruksi tentang percepatan penyelesaian kasus BLBI, menggambarkan adanya optimisme dan harapan dari subjek: Situasi dan kondisi sekarang ini akan membuat ketidakpastian pada Indonesia seperti pada elemen lainya. Saya berharap saran ini sama dengan pendapat lainnya, terutama yang peduli pada negara khususnya anti-korupsi sehingga mampu untuk menyemangati keputusan politik yang tepat mempertimbangkan BLBI dengan membuat keputusan politik nasional. (pesan dari #59201 dari 67795 / mediacare@ yahoogroups.com).
Posting berikut merupakan respon berkaitan dengan proses sosial melalui iklan yang dianggap sebagai pelecehan seksual. Iklan yang menggam-
barkan wanita cantik dengan memakai kaos yang bertuliskan Rp1,- sebagai tarif layanan telepon selular. Beberapa orang mengasosiasikan Rp1,- adalah harga “wanita itu”. Tulisannya berjudul: Surat keberatan media watch atas iklan XL versi perempuan Rp1,- Posting ini menunjukkan proses sosial dalam kaca mata positif sebagai kekuatan dan keinginan untuk membangun kesadaran perusahaan dan masyarakat. Protes terhadap iklan dan semua kritik yang masuk dinilai sebagai proses pendidikan bagi media dan untuk kesadaran masyarakat baik pada pria maupun wanita untuk lebih sensitif terhadap masalah gender. Tetapi kita harus tetap tidak melupakan bahwa dalam menghadapi negara-negara kapitalis besar anarki bukanlah jawaban untuk membangun kesadaran masyarakat. (Pesan #59188 dari 67795 / mediacare@ yahoogroups.com).
Snyder (1994) mengatakan bahwa sikap optimis menghasilkan toleransi mental untuk mengurangi dampak dan potensi kegagalan saat ini. Mempelajari optimisme sebagai cara pikir tentang bagaimana sesuatu itu bisa terjadi pada seseorang terutama hal yang baik. YSR mengingatkan anggota lain untuk bersyukur pada keagungan Tuhan yang telah memberikan kehidupan. Hal itu dapat dilakukan dengan cara menghadapi berbagai ujian hidup. Artikel yang masuk berjudul: “kehidupan palsu”. Beberapa orang hidup dengan bantuan alat bantu yang jauh dari kesempurnaan, jika dibandingkan dengan ciptaan/rancangan Tuhan terhadap organ-organ tubuh manusia. Jadi, mari
77| Jurnal Sains Psikologi, Jilid 2, Nomor 2 November 2012 hlm 67-81 kita bersyukur akan kesehatan yang kita miliki. Dalam beberapa film, makhluk yang diciptakan dengan kondisi setengah robot dan setengah manusia yang hidup dengan organ-organ mesin, tidak lagi sebagai manusia meskipun mereka menjadi superhero (pahlawan). Hal itu yang dikatakan bahwa pemikiran tentang “faking life” adalah hidup yang dikendalikan oleh mesin. Semoga kita semua dapat terhindar dari faking life dan mendapat anugerah hidup untuk counterfeit. (Pesan dari x 75558 dari 81300. forumpembacakompas@yahoogroups. com).
Para anggota tetap memiliki pemikiran positif terhadap tantangantantangan hidup. Namun mereka tidak bisa menggambarkan jalan keluar dari masalah yang dihadapi. Meskipun optimisme berhubungan erat dengan kekuatan keinginan seperti dikatakan oleh Snyder namun dalam perpektif teori harapan, di mana adanya agency saja tidak cukup untuk menjadi harapan karena masih dibutuhkan adanya pathway, maka tetap saja hal itu tidak mampu menjadi harapan. Posting MU berikut ini mengkritik keagungan istilah keberuntungan yang banyak disebarkan secara luas setiap kondisi tidak baru. Dia menunjukkan berbagai isu dari berbagai tempat di dunia, termasuk fenomena peculiar of fish. Artikel yang berjudul “berburu hoki di tahun 2008”. Sebenarnya keberuntungan itu adalah anugerah, jika mendapat anugerah, kita pasti berhasil. Jadi, jika kita tahu artinya, kenapa kita harus jauhjauh pergi ke gunung Kawi, apa do’a
tidak cukup jika kita pindah ke rumah sebelah (tetangga) ada tulisan “rumah dari kanan ke kiri” artinya Tuhan akan memberi kita anugerah yang besar. Jika kita memberi nama anak kita dengan nama “keberuntungan” maka dia akan mendapatkan anugerah yang lebih. Apakah pengetahuan ini membuka mata dan pikiran kita? Jadi, keberuntungan hanya datang dari Tuhan saja, tidak dari batu atau ikan lohan. (Pesan dari #73639 dari 81328/
[email protected]).
Para anggota mensosialisasikan dan mengingatkan anggota lain tentang Rahmat Tuhan, dengan utamakan tekanan pada pemikiran logis, dia menyemangati untuk kembali kepada ibadah, bukan materi. Kiriman berikut mengandung kekuatan keinginan yang ditarik dari do’a. namun, di sisi lain terlihat kurang cara kekuatan untuk meraih tujuan yang akan menjadi kehidupan lebih baik di tahun baru. IK merespon kiriman yang berjudul “agama+pangkal”. Isu ini menyinggung sikap yang sesuai dengan konflik di Timur Tengah yang mengangkat masalah agama dan perang di Indonesia: Melihat Israel dan Timur Tengah, saya pikir harus lebih bijak melihatnya. Ada banyak hal yang layak disumpah dari Israel. Akhirnya, masalah menjadi lebih sulit sejak kebanyakan orang Indonesia melihatnya sebagai masalah agama, sentimen di sini sifatnya sangat berbahaya, seperti yang terjadi di Timur Tengah itu ibarat hanya seekor kucing maka kita menganggapnya sebagai seekor
Tutut Chusniyah& Ardiningtias Pitaloka, Analisis Wacana pada Media Internet terhadap Optimisme dan Harapan tentang Masa Depan Indonesia | 78 harimau. Bentuknya ular di Timur Tengah dan menjadi gajah di Indonesia. (Pesan dari #59174 dari 67795/
[email protected]).
Para anggota menyampaikan pikiran-pikiran positifnya tentang kemungkinan-kemungkinan yang terjadi sebagai dampak dari prasangka. Obyek utama adalah kekuatan keinginan untuk mengubah pola pikir menjadi lebih bijaksana dalam melihat isu tersebut. Mengubah pola pikir adalah masalah yang serius dan itu membutuhkan berbagai usaha yang tidak mudah. Namun, jalan keluar yang ditempuh atau ditawarkan terlihat kurang sesuai untuk mencapai tujuan yang dibuat. PEMBAHASAN Menjawab pertanyaan penelitian, maka ecara umum hasil penelitian ini menunjukkan adanya optimisme dan harapan pada subyek penelitian, namun harapan yang muncul tidak terlalu kuat. Sedangkan bagaimana optimisme dan harapan masyarakat Indonesia dapat dejelaskan secara ringkas dalam Gambar 2.
Gambar 2. Skema hasil penelitian dan fungsi umpan balik dari agency dan pathway dalam teori harapan.
Seperti yang disampaikan oleh Synder (1994), bahwa optimisme berhubungan dengan kekuatan keinginan. Optimisme merupakan keyakinan tentang hasil positif yang dapat dicapai, sedangkan harapan dapat dikatakan ada bila ada energi penggerak (agency) dan jalan keluar (pathway). Berbagai pendapat/artikel yang dipostingkan dalam kedua mailing list menunjukkan adanya optimisme dan harapan. Dalam setiap artikel dapat ditemui adanya optimisme subyek yang menunjukkan keyakinan akan adanya hasil dan perasaan positif serta keyakinan tentang adanya perubahan ke arah yang lebih baik di masa depan. Perasaan positif dan keyakinan tentang adanya perubahan ke arah yang lebih baik di masa depan, memberikan rasa percaya diri terhadap masa depan (confidence the future) Indonesia yang lebih baik. Selain itu juga dapat dijumpai adanya harapan, yang berupa motivasi sebagai energi penggerak untuk mencapai tujuan yang lebih baik dari kondisi saat ini dan juga ada saran sebagai jalan keluar untuk mencapai tujuan itu. Para subyek dapat menunjukkan pendapatpendapat positif dan diikuti dengan berbagai analisis/solusi yang diajukan untuk mencapai tujuan agar kehidupan yang lebih baik untuk Indonesia. Meskipun mereka juga dapat mengenali adanya lingkup negatif di mana-mana, mereka tetap berusaha merumuskan dan mengorganisasikan gagasan secara positif untuk dapat berkontribusi terhadap penyelesaian masalah. Namun harapan yang ditampilkan oleh subyek masih sangat lemah, dilihat dari jalan keluar(pathway)
79| Jurnal Sains Psikologi, Jilid 2, Nomor 2 November 2012 hlm 67-81 dan pemikiran bagaimana upaya mencapai tujuan yang dikemukakan dalam artikel mereka masih tidak dijelaskan dan bersifat umum sehingga sulit untuk dapat diimplementasikan dalam tataran praktis. Seperti yang disampaikan oleh Snyder dkk. (1991) bahwa untuk meraih kesuksesan/tujuan, kedua komponen harapan yakni agency dan pathway haruslah berfungsi hilangnya salah satu komponen membuat harapan tidak terbentuk. Lemahnya harapan dalam hal lemahnya jalan keluar untuk penyelesaian masalah sosial, ekonomi dan politik di Indonesia pada subyek penelitian, menurut teori harapan dari Synder (1994) merupakan kegagalan dalam penyelesaian masalah dan akan meleburkan emosi negatif yang selanjutnya individu akan kembali ke tahap pertama (itulah yang disebut belajar dari sejarah). Kemudian akan ada pengulangan untuk mencapai tujuan. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa adanya optimisme dan energi penggerak belumlah sebuah jalan keluar. Energi yang besar tetapi kurang jalan keluar akan membawa pada jalur stres emosi. Ketertekanan itu merupakan sinyal adanya kondisi frustasi, yang selanjutnya akan mendorong tindakan agresif ketika menghadapi masalah yang sulit dalam kehidupan sehari-hari. Penelitian ini memperkaya teori harapan dan optimism yang berhubungan dengan masalah masyarakat di Indonesia. Hasil penelitian ini juga memperkuat penelitian Sethi & Seligman (1993) bahwa semakin kuat keyakinan agama subyek semakin makin kuat tingkat optimismenya. Masyarakat Indonesia memiliki keyakinan keagamaan yang kuat
(Kashima dkk., 2010), agama memberi pengaruh terhadap masyarakat Indinesia di dalam kehidupan sehari-hari. Adanya optimisme yang kuat pada subjek penelitian didukung oleh keyakinan agamanya, dimana kondisi pesimis menurut keyakinan agama berarti keraguan akan rahmat Tuhan dan itu merupakan hal yang dilarang di dalam agama. KESIMPULAN DAN SARAN Keyakinan akan masa depan Indonesia didasarkan pada optimism, bukan pada harapan. Kuatnya optimisme pada masyarakat Indonesia sangat ditopang oleh agama. Agama merupakan faktor penting yang membentuk optimisme masyarakat Indonesia. keyakinan agama yang kuat dapat membuat seseorang menjadi lebih optimis. Orang-orang yang optimis, berbagi ide-ide optimis, pendapat menganalisis isu-isu sosial, ekonomi dan politik, yang meliputi kebijakan dan tindakan yang harus dilakukan pemerintah namun hal itu tetap dianggap sebagai jalan keluar tidak signifikan sehingga pada akhirnya dapat disimpulkan bahwa optimisme itu bukanlah suatu harapan. Harapan masyarakat yang lemah, dengan tiadanya/kurang jelasnya pathway untuk mencapai tujuan menyebabkan banyaknya persoalan dalam masyarakat yang tidak dapat diselesaikan. Bertumpuknya berbagai masalah ekonomi, sosial dan politik dalam masyarakat yang tidak selesai memunculkan emosi negatif yang akan mudah menyulut tindakan agresif/ kekerasan dalam masyarakat. Penelitian ini memiliki implikasi teori dan implikasi praktis. Secara teori
Tutut Chusniyah& Ardiningtias Pitaloka, Analisis Wacana pada Media Internet terhadap Optimisme dan Harapan tentang Masa Depan Indonesia | 80 adalah data yang sifatnya spontan yang mewakili pendapat-pendapat asli dari subyek penelitian yang relatif memiliki tingkat intelektual yang baik tentang isuisu ekonomi, sosial dan politik. Selain hal itu, bentuk data yang berasal dari komunitas internet ini dapat melengkapi penelitian media massa yang lain seperti koran, televisi, leaflet dan lainnya. Komunitas yang tergabung dalam mailing list, secara intelektual dapat dikatakan cukup baik, sebagai saran perlu penelitian tentang optimisme dan harapan pada masyarakat luas. Sehingga dapat diketahui adakah optimisme dan harapan pada mereka, penjelasan tentang sikap politik mereka lebih banyak alternatif yang dapat memunculkan solusi dalam menjawab tantangan sosial di negara ini. Kurangnya/lemahnya adanya jalan keluar (pathway), lebih banyak energy (agency) dan perasaan negatif atas berbagai kegagalan atau kemungkinan kegagalan akan memicu frustasi yang lebih buruk dan pada akhirnya menjadi tindakan agresif. Hipotesis agresifitas pada berbagai elemen masyarakat karena lemahnya harapan (khususnya lemahnya pathway) yang dimiliki ini perlu dibuktikan secara empirik dalam penelitian selanjutnya. DAFTAR RUJUKAN Chang, E. C. 2001. Optimism & Pessimism: Implications for Theory, Research, And Practice. Washington, DC: American Psychological Association. Chang, E. C. 1998. Distinguishing be-
tween Optimism and Pessimism: A Second Look At The Optimism-Neuroticism Hypothesis. In R. R. Hoffman, M. F. Sherrik, & J. S. Warm (Eds.), Viewing PPsychology us a Whole: The integrative science of William N. Dember (pp. 415-432). Washington, DC: American Psychological Association. Chang, E. C., Maydeu-Olivares, A. & DZurilla, T. J. 1997. Optimism and Pessimism As Partially Independent Constructs: Relationship To Positive and Negative Affectivity and Psychological Well-Being. Personality and Individual Differences, 23: 433440. Grant, Heidi & Higgins, E. T. 2003. Optimism, Promotion Pride and Prevention Pride as Predictor of Quality of Life. Journal of Experimental Social Psychology, 29 (12). Kashima, E., Batson, R., Chusniyah, T. & Ampuni, S. 2010. Defending Religion Worldviews After Threats in Australia and Indonesia. Dipresentasikan pada IACCP Regional Conference. 30 Juni-3 Juli di Istambul-Turkey. Moraitou, D., Kolovou, C., Papazomenou, C. & Paschoula, C. 2006. Hope and Adaptation to Old Age: Their Relationship With Individual-Demographic Factors. Social
67| Jurnal Sains Psikologi, Jilid 2, Nomor 2 November 2012 hlm 67-81 Indicators Research, 76: 71–93. Peterson, C. & Seligman, M.E.P. 2004. Character Strengths and Virtues: A Handbook and Classification. Oxford: Oxford University Press. Seligman, M. E. P. 1991. Learned Opti mism. New York: Knopf. Seligman, M. E. P., Reivich, K. J., Jaycox, L. H. & Gillham, J. 1995. The Optimistic Child. New York: Houghton-Mifflin. Sethi, S. & Seligman, M. E.P. 1993. Optimism and Fundamentalism. American Psychological Society. 4 (4). Snyder, C. R. 1994. The Psychology Of Hope: You Can Get There From Here. New York: Free Press. Snyder, C. R. 1996. To Hope, to Lose, snd Hope Again. Journal of Personal and Interpersonal Loss, 1: 1-16. Snyder, C. R. 1998. A Case for Hope in Pain, Loss, and Suffering. In J. H. Harvey, J. Omarzu, & E. Miller (Eds.) Perspectives on loss: A sourcebook (pp. 63-79). Washington, DC: Taylor & Francis. Snyder, C. R. 2000. Genesis: Birth and Growth of Hope. In C. R. Snyder (Ed.) Handbook of Hope: Theory, Measures, and Applications (pp. 25-54). San Diego, CA: Ac-
ademic Press. Snyder, C. R., Harris, C., Anderson, J. R., Holleran, S. A., Irving, L. M., Sigmon, S. T., Yoshinobu, L., Gibb, J., Langelle, C., & Harney, P. 1991. The Will and The Ways: Development And Validation Of An Individual-Differences Measure Of Hope. Journal of Personality and Social Psychology, 60: 570-585. Snyder, C. R., Hoza, B., Pelham, W. E. Rapoff, M., Ware, L., Danovsky, M., Highberger, L., Rubinstein, H., & Stahl, K. J. 1997. The Development and Validation of The Children’s Hope Scale. Journal of Pediatric Psychology, 22: 399-421. Snyder, C. R., Sympson, S. C., Ybasco, F. C., Borders, T. F., Babyak, M. A. & Higgins, R. L. 1996. Development and Validation of the State Hope Scale. Journal of Personality and Social Psychology, 70: 321-335. Snyder, C. R., Wiklund, C. & Cheavens, J. 1999. Hope and Success in College. Paper presented at the American Psychological Association. Boston. Tjahjono, H. 2008. http://www.kompas. co.id/kompas-cetak/0409/22/ opini/1279440.html