ANALISIS USAHA TANI MASYARAKATPADA BERBAGAI TINGKAT PERKEMBANGAN AGROFORESTRI,RPH PUJON KIDUL, BKPH PUJON, KPH MALANG*) Joko Triwanto**) Seminar Nasional dan Gelar Produk (SeNasPro) DPPM Universitas Muhammadiyah Malang tanggal 17-18 Oktober 2016 Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian – Peternakan Universitas Muhammadiyah Malang, Jl. Raya Tlogomas No. 246. Telp. 464318 Email:
[email protected]
Abstrak Penelitian dilakukan bertujuan memberikan gambaran tentang mengetahui pola pemanfaatan lahan hutan dalam berbagai tingkat pengembangan agroforestri sebagai upaya untuk meningkatkan pendapatan petani. Penelitian dilaksanakan di Desa Pujon Kidul, secara administrasi pemerintahan desa ini terletak di Kecamatan Pujon, Kabupaten Malang. Metode penarikan contoh yang digunakan adalah stratified purposive random sampling berdasarkan tingkat perkembangan agroforestri. Pada usaha tani tingkat agroforestry awal, petani lebih cenderung menanam tanaman sayuran dan palawija. Pada tingkat pertengahan dan lanjut petani lebih cenderung menanam rumput di bawah tanaman pokok tingkat awal mencapai Rp. 6.728.928,-/ tahun, nilai B/C ratio = 1,51 pada tingkat pertengahan memberikan keuntungan Rp 27.160.650,-/tahun, nilai B/C ratio = 1,66, sedangkan tingkat lanjut mencapai Rp. 21.442.350,-/tahun, nilai B/C ratio = 1,65. Luasan lahan andil, jumlah ternak dan tingkat memiliki indikasi kuat berpengaruh nyata terhadap keuntungan usaha agroforestry Kata kunci : Agroforestry, pendapatan, usaha tani 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara sosial ekonomi, agroforestri dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat di sekitar hutan karena kebutuhan jangka pendek dapat dipenuhi dari hasil tanaman pertanian dan hasil hutan bukan kayu (HHBK). Produk hasil hutan kayu dan HHBK dari suatu kegiatan agroforestri juga akan memberikan manfaat ekonomi dalam jangka panjang (Constanza, 2000). Agroforestri merupakan salah satu pendekatan yang diterapkan oleh masyarakat dalam memanfaatkan sumberdaya hutan. Agroforestri sebagai strategi win–win solution untuk mencapai kelestarian fungsi ekologi dan fungsi sosial ekonomi secara bersama-sama (Anonim, 2011). Menurut Van Noordwijk, Cadish and Ong, (2004) bahwa, agroforestri berhasil menciptakan lingkungan yang tidak monokultur sehingga keseimbangan ekologi lebih terjamin dan mampu meningkatkan produksi tanaman. Keberhasilan agroforestri setidaknya terdapat beberapa tantangan, yaitu kebijakan pemerintah, kapasitas masyarakat di sekitar hutan, Agroforestry diakui sebagai pengelolaan lahan berkelanjutan di daerah tropis, karena dapat menyediakan cadangan pangan (Atangana, Alain, Khasa, Damase, Chang, Scott, Degrande, and Ann (2014) . Pemerintah melalui BUMN yaitu Perum Perhutani menerapkan Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) yang disusun sebagai strategi win-win solution dan mengakomodasi agroforestri. Secara aktual di lapangan, pola agroforestri yang ada dalam PHBM tidak hanya terjadi melalui kegiatan tumpangsari untuk pembuatan tanaman hutan (pada saat umur tanaman di bawah 2 tahun). Ttingkat perkembangan awal yaitu pada tanaman masih muda alokasi ruang
Seminar Nasional dan Gelar Produk | SENASPRO 2016
273
tanaman masih tinggi dibandingkan dengan pada agroforestri dengan tingkat perkembangan pertengahan maupun lanjut (Suryanto, Tohari dan Sabarnurdin, 2005). Dijelaskan oleh Beedy, Ajayi, Sileshi, Kundglande, Chiundu, Simons, (2012) bahwa praktek agroforestry ini meningkatkan mata pencaharian keluarga petani , risiko lebih rendah. Berdasarkan kondisi tersebut akan dilakukan penelitian pola pengembangan agroforestri yang berjudul ”Analisis Usaha Tani Masyarakat pada Berbagai Tingkat Perkembangan Agroforestri di RPH Pujon Kidul, BKPH Pujon, KPH Malang”. B. Rumusan Masalah Pada agroforestri dengan tingkat perkembangan awal dimana ruang untuk tanaman semusim lebih dari 50% akan mampu memberikan bidang olah efektif. Anderson, Emily, Zerriffi, dan Hisham (2012) bahwa agroforestri adalah kegiatan ekofarming untuk memanfaatkan iklim yang dapat memberikan manfaat dalam pembangunan pedesaan terutama bagi petani kecil . Lebih lanjut dijelaskan oleh Buttoud., Place. dan Gauthier (2013) bahwa agroforestry bertujuan untuk membantu meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani. Pada masing tingkat perkembangan agroforestri akan memberikan kontribusi yang berbeda, juga mencegah degradasi lahan sementara memungkinkan penggunaan terus lahan untuk menghasilkan tanaman dan ternak secara berkelanjutan (Araujo, Ademir, Leite, Luiz, Iwata, Bruna, Andrade, Mario, Gustavo, Vale , Figueiredo, 2012). Pengembangan usaha produktif dan tanaman pertanian atau perkebunan tanpa meninggalkan unsur-unsur potensial kedaerahan, komposisi penduduk dan tata kehidupan (Fuad, 2003 dan Triwanto, 2007). Perumusan strategi silvikultur untuk meningkatkan keberhasilan agroforestri dapat dilakukan dengan mengkaji beberapa permasalahan berikut: a. Bagaimana pola pemanfaatan lahan hutan dan produktivitasnya pada berbagai tingkat perkembangan agroforestri. b. Apakah masyarakat menerapkan pola pengembangan agroforestri. c. Bagaimana upaya meningkatkan sosial ekonomi dan budaya masyarakat melalui pola pengembangan agroforestri. C. Tujuan Penelitian Dari rumusan masalah yang ada, maka tujuan penelitian ini adalah: 1. Mengetahui pola pemanfaatan lahan hutan dalam berbagai tingkat pengembangan agroforestry untuk meningkatkan produktivitas 2. Mengetahui tingkat pendapatan masyarakat dari berbagai tingkat perkembangan agroforestri. 3. Mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pendapatan ekonomi masyarakat. D. Kegunaan Penelitian Penelitian ini akan berguna dalam pengelolaan hutan bersama masyarakat dengan pendekatan agroforestri, yaitu: 1. Memberikan informasi kepada masyarakat tentang bagaimana mengembangkan sumberdaya hutan bersama masyarakat yang benar dan bermanfaat. 2. Sebagai bahan masukan guna meningkatkan perekonomian terutama bagi masyarakat sekitar hutan dengan prinsip keseimbangan dan pelestarian hutan. 3. Sebagai bahan iptek, wawasan dan sumber informasi lebih lanjut bagi generasi mendatang dalam pengelolaan hutan menuju hutan yang lestari dan masyarakat yang madani. E. Hipotesis Hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
274
SENASPRO 2016 | Seminar Nasional dan Gelar Produk
1.
Terdapat pola pemanfaatan dan produktifitas yang berbeda pada berbagai tingkat perkembangan agroforestri. 2. Terdapat pengaruh pola pemanfaatan lahan dan karakter sosial budaya masyarakat petani agroforestri terhadap peningkatan pendapatan ekonomi dan kelestarian hutan. 2. METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Desa Pujon Kidul, secara administrasi pemerintahan desa ini terletak di Kecamatan Pujon, Kabupaten Malang. Desa ini terletak di sekitar kawasan hutan Perum Perhutani tepatnya RPH Pujon Kidul, BKPH Pujon. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan Agustus 2015. B. Obyek dan Alat Penelitian Obyek dalam penelitian ini adalah petani dan agroforestri pada tiga tingkat perkembangan agroforestri, yaitu pada tingkat awal, pertengahan dan lanjut. Dikatakan oleh Dhakal, Cockfield, dan Maraseni, (2012) bahwa pertimbangan lima komponen kunci dari agroforestry meluputi : tanaman pertanian, ternak, tanaman pohon hutan, tanaman pohon buah dan tanaman sayuran. Ada pun peralatan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: alat tulis, alat hitung, phi band, kamera, C. Metode Pengumpulan Data Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pengkajian pedesaan secara partisipatif yang merupakan modifikasi dari Participatory Rural Appraisal/PRA D. Metode Penarikan Contoh Metode penarikan contoh yang digunakan adalah stratified purposive random sampling. Tanaman umur 1-4 tahun pokok 50 % sebagai agroforestri awal. Tanaman pokok berumur 510 tahun dengan bidang olah tanaman pertanian 25-50% diklasifikasikan sebagai agroforestri pertengahan, sedangkan tanaman berumur lebih dari 10 tahun dengan bidang olah tanaman pertanian kurang dari 25% dikategorikan sebagai agroforestri lanjut. Jumlah petani pada masing-masing tingkat perkembangan agroforestri dihitung proporsif dengan rumus Slovin dalam Husein (2004), yaitu:
n
N 1 Ne 2
Dimana: n = Jumlah sampel N = Jumlah populasi (Kepala Keluarga) yang memiliki lahan garapan agroforestri e = Kesalahan sampel yang masih diperkenankan (0,1) E. Metode Analisis Data 1. Analisis Pola Ruang Pemanfaatan Tanaman Pertanian Menurut Doubenmire (1959), persentase tajuk dihitung dengan membagi antara jumlah luasan tajuk seluruh pohon dalam satu petak ukur dengan luas petak ukur. Rumus untuk menghitung persentase tajuk adalah sebagai berikut :
T
AT x100% AP
Dimana: T = Persentase tutupan tajuk tanaman keras kehutanan (%) AT = Luas tajuk masing-masing pohon dalam satu petak ukur (ha)
Seminar Nasional dan Gelar Produk | SENASPRO 2016
275
AP = Luas petak ukur (25 m2,100 m2 atau 400 m2), sedangkan untuk penutupan tanaman pertanian khususnya pada tumbuhan bawah dilakukan dengan rumus berikut :
Tp Tp AT AP
= = =
AT x100 % AP
persentase tutupan tumbuhan bawah (%) luas tutupan tanaman pertanian (m2) luas petak ukur (2 x 2 m)
Jika luasan tutupan tanaman pertanian sulit untuk diukur, dilakukan pendekatan ruang vertikal, maka bidang olah tanaman pertanian dirumuskan sebagai berikut: RP = 100% - T Dimana: RP = ruang pemanfaatan tanaman pertanian (%) T = persentase ruang pemanfaatan tanaman keras kehutanan 2. Analisis Keuntungan Usaha Agroforestri Menurut Soekartawi (1995) keuntungan usaha agroforestri merupakan selisih antara jumlah penerimaan dan jumlah biaya yang dikeluarkan dalam proses agroforestri. Sehingga formula yang digunakan adalah:
TR TC
Dimana: п = Total keuntungan atau profit TR = Total penerimaan atau revenue TC = Total biaya atau cost Dijelaskan oleh Soekartawi (1995), bahwa penerimaan (revenue) merupakan perkalian antara produksi (production) yang diperoleh dari suatu kegiatan usaha tani dengan harga jual (price), sehingga formula yang digunakan adalah:
TR Y . Py
Dimana: TR = Total penerimaan Y = Produksi yang diperoleh dalam usaha tani Py = Harga Y Biaya yang dianalisis dalam keuntungan agroforestri pada penelitian ini adalah biaya variabel, sedangkan biaya tetap tidak diperhitungkan, karena lahan hutan negara. Besarnya efisiensi usaha agroforestri pada masing-masing tingkat perkembangannya dihitung dengan menggunakan analisis B/C ratio. Analisis ini merupakan perbandingan antara total penerimaan (TR) dengan total biaya produksi (TC) yang dirumuskan dalam persamaan berikut:
B/C
TR TC
Dimana: TR = Total penerimaan TC = Total Biaya Jika nilai B/C ratio > 1, dapat diartikan bahwa usaha agroforestri bersifat menguntungkan 3. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keuntungan Agroforestri Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi keuntungan agroforestri dilakukan dengan pendekatan regresi berganda (multiple regression). Variabel bergantung (dependent variable) yang digunakan adalah keuntungan atau profit (Y) yang diperoleh oleh petani
276
SENASPRO 2016 | Seminar Nasional dan Gelar Produk
dalam melakukan kegiatan agroforestri, sedangkan variabel bebas (independet variable) yang digunakan dalam penelitian ini meliputi umur petani (X1), tingkat pendidikan petani (E1 dan E2 ), tingkat perkembangan agroforestri (L1 dan L2), luas lahan andil (X2), luas lahan milik (X3), jumlah anggota keluarga (X4) dan jumlah ternak (X5) . Formulasi model analisis regresi adalah sebagai berikut : Y=β0+β1X1+β2X2+β3X3+β4X4+β5X5+β6L1+β7L2+β8E1+β9E2 Dalam analisis regresi dan uji t ini dilakukan dengan menggunakan SPSS 20 for windows. 3.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Penentuan Contoh dan Karakteristik Responden 1. Penentuan Contoh Pada petak 93C dengan tahun tanam 2011 tanaman kemungkinan memiliki ruang penutupan tajuk tanaman pokok di bawah 50%, sehingga Pada petak 94C termasuk KU II tanaman potensial memiliki tutupan tajuk antara 50-75% (bidang olah efektif tanaman pertanian antara 25-50%) yang memungkinkan aktivitas silvopasture. Pada Petak 94G diperkirakan tutupan tajuk mencapai lebih dari 75% (bidang olah efektif tanaman pertanian <25%) dan memungkinkan aktivitas silvopasture secara terbatas (tabel 4.1). Tabel 4.1: Karakteristik anak petak penelitian Estimasi Tutupan Umur Tajuk Kelas Tahun Jenis Tanaman Tanama (%) Umu Tanam Pokok n r (Tahun)
Ana k Peta k
Luas (Ha)
93C 94C
7,5 24,1
2011 2006
94G
6,4
1999
Eucalyptus sp Eucalyptus sp Pinus merkusii Jungh.& De Vr
1 6 13
KUI KUII KUII I
< 50 50 – 75 >75
Estimasi Bidang Olah Tanama n Pertania n (%) > 50 25 – 50 < 25
Estimasi Tingkat Perkembanga n Agroforestri
Awal Pertengahan Lanjut
2. Kondisi Tanaman Pokok Berdasarkan hasil analisis diperoleh 42 reponden minimum untuk anak petak 93C adalah 18, 94C adalah 9, dan 94G sebanyak 15. Petak 93C yang merupakan agroforestri tingkat awal memiliki rata-rata persentase tutupan tajuk sebesar 3,1% dan bidang olah efektif tanaman pertanian sebesar 96,9%. Pada petak 94C yang merupakan tingkat agroforestri pertengahan memiliki rata-rata persentase tutupan tajuk sebesar 69,0% dengan ruang efektif tanaman sebesar 31,0%. Sedangkan pada agroforestri tingkat lanjut tutupan tajuk mencapai 87,4% dan bidang olah tanaman pertanian potensial sebesar 12,6% (tabel 4.2).
Seminar Nasional dan Gelar Produk | SENASPRO 2016
277
Tabel 4.2: Tanaman pokok dan tutupan tanaman pertanian pada tingkat perkembangan agroforestry
Parameter Tegakan/Vegetasi Jenis Tanaman Pokok Rata-rata diameter tanaman pokok (cm) Rata-rata tinggi tanaman pokok (m) Rata-rata jumlah pohon per hektar tanaman pokok (pohon/Ha) Rata-rata jari-jari tajuk tanaman pokok (m) Rata-rata persentase tutupan tajuk tanaman pokok(%) Rata-rata bidang olah efektif tanaman pertanian (%) Rata-rata estimasi tutupan tanaman pertanian atau rumput (%)
Tingkat Perkembangan Agroforestri Agroforestri Agroforestri Agroforestri Awal Pertengahan Lanjut (93C) (94C) (94G) Eucalyptus sp Eucalyptus sp P. merksuii 1,5 12,9 22,2 1,9 15,7 22,2 1509
740
393
0,50
1,73
2,53
3,1
69,0
87,4
96,9
31,0
12,6
85,0
76,0
49,3
4.
Produktivitas Tanaman Pertanian dan Rumput Persentase tajuk yang semakin rendah akan menyebabkan persentase cahaya matahari yang mampu menerobos tegakan akan semakin tinggi, Korelasi antara tutupan tajuk dengan persentase tutupan rumput bersifat berbanding terbalik dengan koefisien korelasi 0,905. Hal ini berarti semakin tinggi persentase tutupan tajuk akan semakin menyebabkan persentase tutupan rumput akan semakin rendah. (Gambar 1).
Gambar 1 : Diagram pencar (scatterplot) dan trend persentase tutupan tajuk tanaman pokok dan tutupan pada lahan agroforestri pertengahan dan lanjut.rumput Produktivitas rata-rata rumput untuk satu hektar lahan adalah sebagai berikut: • Produktivitas rumput pada agroforestri tingkat awal = (76,0/100)/(0.0004 Ha/ikat/3 bulan) = 634 ikat/Ha/bulan
278
SENASPRO 2016 | Seminar Nasional dan Gelar Produk
•
Produktivitas rumput pada agroforestri tingkat pertengaha = (49,3/100)/(0.0004 Ha/ikat/3 bulan) = 411 ikat/Ha/bulan • tingkat lanjut mencapai Rp. 21.442.350,-/tahun, nilai B/C ratio = 1,65. Luas areal lahan andil petani rata-rata 0,25 Ha. 5. Pendapatan Usaha Agroforestri Pendapatan petani yang mengusahan komoditi sayuran beragam seperti disajikan dalam Tabel 4.3 dan gambar grafik 2 Tabel 4.3 : Rata – rata penghasilan perkomoditi Jumlah Prokdutifit Jenis Komoditas Petani as Kg/Ha Wortel (Daucus 24 1856 carota) Cabai Merah Besar (Capsicum annuum 10 1540 var grossum) Kubis (Brassica 5 1480 oleraceae) Sawi (Brassica 9 1539 campestris) Bawang Merah 12 1392 (Allium ascalonicum) Bawang Prei (Allium 12 1129 porrum) Cabai Rawit (Capsicum 18 1639 frutescens)
Harga
Pendapatan
Penghasilan dalam setahun
Rp 3.000,-
Rp 5.568.750,-
Rp 16.706.250,-
Rp 4.000,-
Rp 6.160.000,-
Rp 18.480.000,-
Rp 1.500,-
Rp 2.220.000,-
Rp 6.660.000,-
Rp 2.000,-
Rp 3.077.778,-
Rp 9.233.334,-
Rp 6.000,-
Rp 8.350.000,-
Rp 25.050.000,-
Rp 2.000,-
Rp 2.258.333,-
Rp 6.774.999,-
Rp 6.000,-
Rp 9.833.333,-
Rp 29.499.999,-
Brongkoli (Brassica oleracea var italica)
8
1600
Rp 3.000,-
Rp 4.800.000,-
Rp 14.400.000,-
Terong (Solanum melongenae)
6
1367
Rp 1.000,-
Rp 1.366.667,-
Rp 4.100.001,-
6.
Pendapatan Petani Penerimaan usaha agroforestri sayuran dan palawija mencapai Rp. 20.064.545,-/ tahun dengan biaya total rata-rata mencapai Rp 13.335.617,-/tahun dan keuntungan rata-rata
Seminar Nasional dan Gelar Produk | SENASPRO 2016
279
mencapai Rp 16.728.928,-/tahun. B/C Ratio mencapai 1,51 atau lebih dari 1. Dengan rata rata keuntungan Rp. 6.728.928,-/tahun atau sebesar Rp. 560.744,-/bulan (Tabel 4.4). Tabel 4.4: Rekapitulasi analisis pendapatan agroforestri berbasis silvopasture Tingkat Perkembangan Agroforestri Item Analisis Agroforestri Agroforestri Rata-Rata Pertengahan Lanjut (94C) (94G) Rata-rata luas lahan andil (Ha) 0,32 0,37 0,35 Rata-rata produksi rumput (ikat/hari) 5 4 4 Rata-rata jumlah sapi (ekor) 4 3 4 Rata-rata produksi susu (liter/hari/ekor) 12,5 12,4 12,4 Penerimaan susu, daging dan anakan (Rp/tahun) 68.591.821 53.778.431 59.703.787 Penerimaan susu (Rp/tahun) 60.210.400 46.758.933 53.484.667 Biaya sarana dan prasarana produksi (Rp/tahun) 34.201.146 26.300.347 29.460.667 Biaya tenaga kerja (Rp/tahun) 7.380.000 5.880.000 6.480.000 Total biaya (Rp/tahun) 41.581.146 32.180.347 35.940.667 Keuntungan (Rp/tahun) 27.160.650 21.442.350 24.301.500 Rata-rata B/C Ratio 1,65 1,66 1,66 Biaya pakan ternak*) 18.326.042 13.738.194 15.573.333 Sumber: Pengolahan data primer (2012) *) Biaya pakan ternak jika diperhitungkan Hasil analisis pada tabel 4.3 menerangkan tingkat perkembangan agroforestri pertengahan yang diperoleh keuntungan sebanyak Rp 27.160.650,-/tahun, sedangkan pada agroforestri tingkat lanjut sebesar Rp. 21.442.350,-/tahun. 6. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Usaha Agroforestri Berdasarkan hasil analisis regresi dengan menggunakan SPSS 20 for Windows diketahui bahwa pada Model persamaan regresi linear memiliki nilai adjusted r-squared sebesar 0,727 yang berarti bahwa 72,7% variasi pada keuntungan (Y) petani mampu dijelaskan oleh variabel-variabel bebas (X), sedangkan sebesar 27,3% tidak dapat dijelaskan oleh model. Model bersifat signifikan pada tingkat kepercayaan 95%, hal ini diindikasikan dengan nilai sig of F yang kurang dari 0,05. (Tabel 4.4). Tabel 4.4: Rekapitulasi analisis Multiple Regression terhadap keuntungan usaha agroforestri
Parameter
Umur (X1) Luas Lahan Andil (X2)
280
Koefisien regresi
t Hitung
Probabilitas Koefiesien (p-value) korelasi atau parsial Sig
-23.907,3
-0,134
0,894
-0,022
tn
0,022
0,366
*
36.782.086,8 2,392
SENASPRO 2016 | Seminar Nasional dan Gelar Produk
Keterangan
Lahan Milik (X3) Anggota Keluarga (X4)
379.738,6
0,025
0,980
0,004
tn
863.352,6
1,200
0,238
0,194
tn
Jumlah Sapi (X5)
2.590.334,6
2,514
0,016
0,382
*
L1
17.149.301,3 6,252
0,000
0,717
*
L2
9.823.827,6
2,601
0,013
0,393
*
E1
-4.388.581,1
-1,563
0,127
-0,249
tn
E2 R Squared Ajusted R-Squared F Hitung
-5.894.115,7
-1,387 0,780 0,727 14,581
0,174
-0,222
tn
0,000
*
Keterangan tn: tidak berpengaruh secara nyata pada tingkat kepercayaan 95% (α=0,05) *: berpengaruh secara nyata pada tingkat kepercayaan 95% (α=0,05) Analisis regresi berganda dapat dijabarkan sebagai berikut: • Pada agroforestri dengan tingkat perkembangan awal: Y=-11.327.976,82+37.401.666,70A+ 2.687.296,77T • Pada agroforestri dengan tingkat perkembangan pertengahan: Y=5.024.224,91+37.401.666,58A+ 2.687.296,77T • Pada agroforestri dengan tingkat perkembangan lanjut: Y=-1.410.375,01+37.401.666,58A+ 2.687.296,77T Jika persamaan regresi di atas disimulasikan pada lahan 0,25 Ha dan jumlah sapi rata-rata yang dimiliki oleh petani sebesar 4 ekor maka pendatan pada agroforestri awal diperkirakan sebesar Rp. 8.771.627,-/tahun, agroforestri pertengahan sebesar Rp 25.123.829,-/tahun dan agroforestri lanjut sebesar Rp. 18.689.229,- /tahun usaha pengembangan agroforestri dengan silvopasture pada tingkat agroforestri pertengahan dan lanjut memberikan hasil keuntungan ekonomi kepada petani sehingga mengurangi erosi, sedangkan penanaman tanaman pertanian dengan sayuran membutuhkan pengolahan tanah yang relatif lebih intensif yang akan menyebabkan tanah menjadi relatif lebih mudah mengalami erosi. Sistem agroforestry menciptakan kesempatan berusaha dengan menggabungkan pertanian dengan konservasi hayati dan lanskap seperti dikatakan oleh Burton & Lim (2005). adaptasi terjadi, tapi sekarang proses globalisasi menempatkan adaptasi lebih di tangan agribisnis, pembuat kebijakan nasional, dan ekonomi politik internasional. Pada agroforestri tingkat awal bidang olah efektif petani cukup besar yaitu, 96,9%. Namun, bidang olah tanaman pertanian yang besar tidak menjamin keuntungan yang besar pula untuk petani. Hal ini disebabkan karena petani memerlukan biaya produksi yang cukup tinggi untuk pengolahan dan pemeliharaan tanaman pertanian berupa sayuran maupun palawija, sehingga keuntungan yang diperoleh petani relatif sedikit dibandingkaPada agroforestri tingkat pertengahan bidang olah efektif petani sebesar 31,0% dan tutupan tajuk
Seminar Nasional dan Gelar Produk | SENASPRO 2016
281
sebesar 69,0% memiliki keuntungan yang lebih tinggi dibandingkan agroforestri tingkat awal dan lanjut. Hal ini, dipengaruhi oleh bidang olah efektif yang lebih luas dibandingkan agroforestri tingkat lanjut dan jenis tanaman bawah (rumput) tidak membutuhkan pemeliharaan khusus sehingga biaya produksinya relatif sedikit, sedangkan pada agroforestri tingkat lanjut dimensi tanaman pokok seperti, diameter, tinggi dan tutupan tajuk pun meningkat yang menyebabkan persentase bidang olah efektif menurun, yaitu sekitar 12,6%. Hal ini, menyebabkan pendapatan petani melalui sistem agroforestri berbasis silpovastrure pun menurun dibandingkan agroforestri tingkat pertengahan. Namun, apabila sistem silvopasture tingkat lanjut ini dapat dikelola dengan baik melalui teknik silvikultur yang intensif tentu kedepannya pemanfaatan lahan akan lebih menguntungkan bagi petani. Sesuai dengan pendapat Pastur, Andrieu, Iverson, & Peri, (2012) bahwa Penggunaan lahan hutan untuk kegiatan pertanian dan kehutanan, secara intensifikasi akan dapat meningkatkan nilai ekonomi, lingkungan dan sosial Teknik silvikultur intensif yang dapat dikelola pada agroforestri berbasis silpovasture yaitu, dengan melakukan sistem penjarangan dan pemangkasan tajuk tanaman pokok sehingga dapat membuka ruang masuknya cahaya matahari serta melakukan pemeliharaan ternak sapi perah dengan baik, sehingga produktivitas semakin meningkat. Sesuia dengan penjelasan Casano at al (2012) bahwa agroforestri menciptakan kesempatan unik untuk menggabungkan produksi pertanian dengan konservasi keanekaragaman hayati. Mayoritas bahkan seluruh masyarakat pesanggem sangat setuju dengan pola pengembangan agroforestri terbukti dari pendapat responden yang setuju sebanyak 20% dan sangat setuju sebanyak 80%. Untuk masa yang akan datang melalui teknik silvikultur yang baik, pengelolaan agroforestri tentu dapat menguntungkan semua pihak baik petani maupun pemerintah tanpa merusak ekosistem yang ada. 4.
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Berdasarkan hasil pengamatan di lapang dan analisis data penelitian, dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Keuntungan usaha agroforestri dengan model silvopasture di lahan dengan tingkat perkembangan pertengahan dan lanjut memberikan keuntungan lebih besar dibandingkan dengan tumpangsari. Rata-rata keuntungan awal mencapai Rp. 6.728.928,-/ tahun, nilai B/C ratio = 1,51 dan pertengahan = Rp 27.160.650,-/tahun, nilai B/C ratio = 1,66, sedangkan tingkat lanjut mencapai Rp. 21.442.350,-/tahun, nilai B/C ratio = 1,65. 2. Hubungan keuntungan usaha agroforestri dengan luas lahan andil dan jumlah kepemilikan sapi perah bersifat berbanding lurus, dengan koefisien korelasi masing-masing sebesar 0,382 dan 0,382 yang berarti bahwa setiap kenaikan satu ekor sapi akan berkontribusi meningkatkan keuntungan sebesar 38,2% dari keuntungan total. B. Saran Diharapkan melalui penelitian ini, petani dapat melakukan peningkatan intensifikasi lahan dengan memperhatikan tingkat perkembangan agroforestri agar memberikan dampak positif secara ekologi berupa kelestarian lingkungan yang lebih seimbang dengan memperkecil tingkat kerusakan hutan dan meningkatkan ekonomi masyarakat dengan pola pengembangan agroforestri yang optimum.
282
SENASPRO 2016 | Seminar Nasional dan Gelar Produk
DAFTAR PUSTAKA [1]
[2]
[3] [4] [5] [6]
[7]
[8] [9]
[10]
[11] [12] [13]
[14]
[15]
[16] [17] [18]
Anderson, Emily K.Zerriffi, Hisham 2012 Seeing the trees for the carbon: Agroforestry for development and carbon mitigation. Jurnal Climatic Change ,Volume: 115, diakses tanggal 22 September 2016 Araujo, Ademir. S, Ferreira, Leite, Luiz. F.C, Freitas. I, Bruna, Andrade. L, Mario. X, Gustavo.R, Vale, 2012). Microbiological process in agroforestry systems. A review Agronomy for Sustainable Development . Volume: 32, Issue: 1, Pages: 215226 Atangana, Alain. K, Damase. C, Scott, Degrande, Ann (2014). Tropical Agroforestry, Jurnal Meterologi Awang S. A, 2005. Panduan pemberdayaan Lembaga Masyarakat Desa Hutan.Universitas Gajah Mada. Yogyakarta Bardhan, 2012. Home garden agroforestry systems: An intermediary for biodiversity conservation in Bangladesh. Jurnal Agroforestry Systems Beedy, T.L., Ajayi, O.C., Sileshi, Q.W., Kundglande, G., Chiundu, G., Simons, A.J.Ajayi, Sileshi, Kundglande, Chiundu, G., Simons, A.J., 2012. Scaling up Agroforestry to Achieve Food Security and Environmental Protection among Smallholder Farmers in Malawi. Journal of field actions Benbi, Kiranvir Brar, A. S. Toor, Pritpal Singh, Hargopal Singh (2012) Soil carbon pools under poplar-based agroforestry, rice-wheat, and maize-wheat cropping systems in semi-arid India ISSN: 13851314 Brandt, 2012. Agroforestry species of the Bolivian Andes: An integrated assessment of ecological, economic and socio-cultural plant values. Jurnal Agroforestry Systems Buttoud, G. Place, F. dan Gauthier, M. 2013. Memajukan Agroforestry pada Kebijakan Agenda Agroforestry Working Paper No.1 diakses tanggal 22 September 2016 Cassano, Camila, Barlow, Jos, Pardini, Renata,. 2012 Large Mammals in an Agroforestry Mosaic in the Brazilian Atlantic Forest. Journal Biotropica. Volume: 44, Issue: 6, Pages: 818-825 Chambers, R. 1996. PRA Participatory Rural Appraisal, Memahami Desa Secara Partisipatif. Kanisius. Yogyakarta. Costanza, R. 2000. Social Goals and the Valuation of Ecosystem Services. Ecosystems 3. 4-10. De Janvry,Alain and Elisabeth Sadoulet,1991,”Food Self Sufficiency and Food Security in India: Achievements and Contradictions,” In National and Regional Self Sufficiency goal: Implications for International Agriculture, edited by Ruppel and Kellogg. Boulder, Colo: Lynne Rienner. Dethier,Jean Jacques1989, “Note on the Analysis of The Impact of Agricultural Policy Reform in Algeria,”, Agricultura and Rural Development Departement, World Bank Dhakal, A., Cockfield, G., & Maraseni, T. N. (2012). Evolution of agroforestry based farming systems: A study of Dhanusha District, Nepal. Agroforestry Systems, 86(1), 17–33. http://doi.org/10.1007/s10457-012-9504-x Doubenmire, R. 1959. A Canopy-Coverage Method of Vegetational Analysis. Northwest Sci. FAO,1996, Food Security Assesment (Document WFS 96/Tech/7). Rome. Hairiah, K., Mustofa, A.S. dan Sambas, 2003. Pengantar Agroforestri, Buku Bahan Ajaran Agroforestri 1. ICRAF. Bogor.
Seminar Nasional dan Gelar Produk | SENASPRO 2016
283
[19]
[20] [21]
[22] [23]
[24]
[25] [26] [27]
[28] [29]
[30]
[31]
[32]
[33]
[34]
[35]
[36]
284
Jose, S., & Bardhan, S. (2012). Agroforestry for Biomass Production and Carbon Sequestration: An overview. Agroforestry Systems, 86(2), 105–111. http://doi.org/10.1007/s10457-012-9573-x Lave, Lester,1962, Emperical Estimates of technological Change in United States Agriculture, 1850-1958” Journal of Farm Economics 44,941-52 Maxwell, Simon and Timothy R. Frankerberger,1996, Household Food Security: Concept, Indicators, Mesurements. A Technical Review. Unicef and IFAD, New York and Rome Maxwell,D.C.1996, Measuring Food Security: The Frequency and Severity of Coping Strategis. Food Policy Nurhadi, A., Bakti, S, dan Baiquni 2012. Kearifan lingkungan dalam Perencanaan dan Pengelolaan Hutan Wonosadi Kecamatan Ngawen Kabupaten Gunung Kidul. Jurnal Manusia dan Lingkungan, Vol. 19, No. 3 November 2012 diakses tanggal 22 September 2016 Pastur, G. M., Andrieu, E., Iverson, L. R., & Peri, P. L. (2012). Agroforestry landscapes and global change: Landscape ecology tools for management and conservation. Agroforestry Systems, 85(3), 315–318. http://doi.org/10.1007/s10457012-9496Simon, H. 2001. Pengelolaan Hutan Besama Masyarakat, Gajah Mada University Press. Yogyakarta Soekartawi. 1995. Analisis Usahatani. Universitas Indonesia. Jakarta. Triwanto, J. dan Sidik W. 2005. Penelitian Analisis Model Agroforestry KPH Blitar Perum Perhutani Unit II Jawa Timur. Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian UMM. Malang (tidak dipublikasikan) Triwanto, J. 2006. Evaluasi Penerapan Pola Agroforestry Terhadap Kesejahteraan Masyarakat Desa Hutan dalam Program Perhutanan Sosial.( Studi Kasus di Desa Sumber Suko RPH Wagir BKPH Kepanjen KPH Malang). Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian UMM. Malang (tidak dipublikasikan) Triwanto, J. 2006. Penelitian Pengembangan Agroforestry dalam Upaya Peningkatan Produktifitas dan Kelestarian Sumberdaya Hutan (Suatu Tinjauan di RPH Gendogo BKPH Kepanjen KPH Malang). Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian UMM. Malang (tidak dipublikasikan) Triwanto, J. dan Arif S. 2006. Penelitian Analisis Unsur Hara Makro di Kelas Kelerengan yang Berbeda. Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian UMM. Malang (tidak dipublikasikan) Triwanto, J. dan Leni. 2007. Penelitian Studi Keberhasilan Agroforestry Tanaman Vanili (vanilla planifolia andrews) Pada Pola Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat RPH Sroyo KPH Banyuwangi Barat. Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian UMM. Malang (tidak dipublikasikan) Triwanto, J. 2012. Penelitian Konservasi Kawasan Hutan Wisata Melalui Penerapan Model Agroforestry Untuk Meningkatkan Pendapatan Masyarakat. Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian UMM. Malang (tidak dipublikasikan) Triwanto, J. 2013. Analisis Usaha Tani Masyarakat pada Berbagai Tingkat Perkembangan Agroforestry Pujon Kidul, BKPH Pujon, KPH Malang Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian UMM. Malang (tidak dipublikasikan) Triwanto, J. 2015. Analisis Pendapatan Masyarakat Pengelola Agroforestri Desa Pujon Kidul Kabupaten Malang. Jurusan Kehutanan Fakultas Peternaian – Peternakan. Universitas Muhammadiyah Malang (tidak dipublikasikan) Van Noordwijk, M., Cadisch, G. and Ong, C.K. (Eds.) 2004. Belowground Interactions in Tropical Agroecosystems. CAB International. Wallingford (UK).
SENASPRO 2016 | Seminar Nasional dan Gelar Produk